Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
KOLESISTITIS
Disusun Oleh :
Pembimbing:
PROVINSI RIAU
2020
ABSTRAK
Kolesistitis adalah inflamasi yang terjadi pada kandung empedu yang terbagi
menjadi akut dan kronis. Radang kandung empedu (kolesistitis akut) adalah reaksi
inflamasi akut dinding empedu yang disertai dengan keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri
tekan dan demam. Umumnya kolesistitis akut di sebabkan oleh adanya batu kandung
empedu. Namun terdapat beberapa resiko lain yang dapat meningkatkan insidensi
terjadinya kolesistitis.
Hingga kini patogenesis penyakit yang cukup sering dijumpai ini belum cukup
jelas. Walaupun belum ada data epidemiologi penduduk insiden kolesistitis dan batu
empedu (kolelitiasis) dinegara kita lebih rendah di bandingkan negara-negara barat.
Faktor prepitasi yang paling sering memicu keadaan ini adalah obstruksi batu empedu.
Terapi kolesistitis meliputi istirahat saluran cerna, diet rendah lemak, pemberian
analgesik, pemberian antibiotik profilaksis, dan terapi pembedahan berupa kolesistektomi
Kolesistitis adalah inflamasi yang terjadi pada kandung empedu yang terbagi
menjadi akut dan kronis (3)
. Radang kandung empedu (kolesistitis akut) adalah reaksi
inflamasi akut dinding empedu yang disertai dengan keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri
tekan dan demam. Umumnya kolesistitis akut di sebabkan oleh adanya batu kandung
empedu. Namun terdapat beberapa resiko lain yang dapat meningkatkan insidensi
terjadinya kolesistitis.(4)
Di Amerika 10-20% menderita kolelitiasis dan sepertiganya menderita kolesistitis
akut. Penyakit ini sering terjadi pada wanita, usia tua dan lebih sering terjadi pada orang
kulit putih.(3) Hingga kini patogenesisnya belum jelas. Walaupun belum ada data
epidemiologi penduduk, insiden kolesistitis dan kolelitiasis negara kita relatif lebih rendah
di bandingkan negara barat .(4)
Insidensi terjadinya kolesistitis meningkat seiring bertambahnya usia. Penjelasan
secara fisiologis untuk peningkatan insidensi tersebut belum ada. Peningkatan insidensi
pada laki laki usia lanjut, dikaitkan dengan perubahan rasio androgen estrogen.(4)
Perempuan menderita kolelitiasis 2-3x lebih banyak dari pada laki-laki, sehingga
lebih banyak perempuan menderita kolesistitis. Peningkatan kadar progesteron selama
kehamilan dapat menyebabkan stasis cairan empedu sehingga penyakit kandung empedu
meningkat kejadiannya pada wanita hamil. Sedangkan kolesistitis akalkulus lebih sering
terjadi pada laki-laki usia lanjut. (4)
Faktor resiko utama kolesistitis yaitu kolelitiasis, meningkat prevalensinya pada
orang skandinavia, indian pima dan ispanik, namun menurun pada individu pada
subsahara afrika dan asia. (4)
Meskipun telah ditemukan modalitas teraupetik untuk kolesistitis namun penyakit
ini masih memiliki tingkat morbilitas dan mortalitas yang cukup tinggi terutama pada
orang usia lanjut. (4)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Fundus vesica biliaris berbentuk bulat dan biasanyaa menonjol di bawah margo inferior
hepar, penonjolan ini merupakan tempat fundus bersentuhan dengan dinding anterior
abdomen setinggi ujung kartilago costalis IX dextra. Corpus vesica biliaris terletak dan
berhubungan dengan facies visceralis hepar dan arahnya keatas, belakang dan kiri.
Collum vesica biliaris melanjutkan diri sebagai ductus cysticus, yang berbelok kedalam
omentum minus dan bergabung dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis untuk
membentuk ductus choledocus. (1)
Lipat spiral atau plica spiralis HEISTER pada ujung
terminal collum menutup ductus cysticus yang kemudian menyatu dengan ductus
hepaticus communis membentuk ductus choledocus. (2)
Ductus Cysticus, panjangnya ½ inchi atau 3,8 cm dan menghubungkan collum
vesica biliaris dengan ductus hepaticus communis membentuk ductus choledocus.
Biasanya ductus cysticus berbentuk seperti huruf S dan berjakan turun dengan jarak yang
brvariasi pada pinggir kanan omentum minus. Tunica mukosa ductus cysticus menonjol
membentuk plica spiralis yang melanjutkan diri dengan plica yang sama pada collum
vesica biliaris. Plica ini umunya dikenal sebagai valvula spiralis. Fungsi valvula spiralis
adalah untuk mempertahankan lumen terbuka secara konstan. (1)
Ducus choledocus, biasanya memiliki panjang 6cm dan berdiameter 0,4 – 0,9 cm.
Ductus ini berjalan didalam ligamentum hepatoduodenale pada sisi ventral Vena Portal
Hepatis, kemudian berjalan dibelakang pars superior duodeni melewati caput pancreatis
dan mencapai pars desendens duodeni. (2)
2.1.2 Perdarahan
- Arteriae, Arteria cystica, cabang arteria hepatica dextra.
- Venae, Vena cystica mengalirkan darah langsung ke vena porta.
Sejumlah arteri dan vena kecil juga berjalan diantara hepar dan vesica biliaris. (1)
2.1.4 Persyarafan
Syaraf simpatis dan parasimpatis membentuk pleksus choeliacus. Vesica biliaris
berkontraksi sebagai respon terhadap hormon kolesistokinin yang dihasilkan oleh tunica
mukosa duodenum karena masukknya makanan berlemak dari gaster. (1)
2.2 Fisiologi Vesica Biliris (Kandung Empedu)
Tabel 2.1 Komposisi empedu (7)
Empedu Hati Empedu pada kandung
empedu
K+ 5 mEq/L 12 mEq/L
Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya antara 600-
1200 ml/hari. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu. Diluar waktu
makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di sini
mengalami pemekatan sekitar 50 %. Fungsi primer dari kandung empedu adalah
memekatkan empedu dengan absorpsi air dan natrium. Kandung empedu mampu
memekatkan zat terlarut yang kedap, yang terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali
dan mengurangi volumenya 80-90%.
Menurut Albert et al, 2016 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :
1. Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak,
karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain : asam empedu membantu
mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil
dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah pankreas, Asam empedu
membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui
membran mukosa intestinal.
2. Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan
yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran
hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.
Pengosongan kandung empedu dipengaruhi oleh hormon kolesistokinin, hal ini
terjadi ketika makanan berlemak masuk ke duodenum sekitar 30 menit setelah makan.
Dasar yang menyebabkan pengosongan adalah kontraksi ritmik dinding kandung empedu,
tetapi efektifitas pengosongan juga membutuhkan relaksasi yang bersamaan dari sfingter
oddi yang menjaga pintu keluar duktus biliaris komunis kedalam duodenum. Selain
kolesistokinin, kandung empedu juga dirangsang kuat oleh serat-serat saraf yang
menyekresi asetilkolin dari sistem saraf vagus dan enterik. Kandung empedu
mengosongkan simpanan empedu pekatnya ke dalam duodenum terutama sebagai respon
terhadap perangsangan kolesistokinin. Saat lemak tidak terdapat dalam makanan,
pengosongan kandung empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat jumlah lemak yang
adekuat dalam makanan, normalnya kandung empedu kosong secara menyeluruh dalam
waktu sekitar 1 jam.
Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%) cairan
empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik. Garam empedu
adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol. Pengaturan
produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali
produksi normal kalau diperlukan. (3)
2.3 KOLESISTITIS
Kolesistitis adalah radang dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut
kanan atas, nyeri tekan dan demam. Berdasarkan etiologinya, kolesistitis dapat dibagi
menjadi:
Batu empedu terjadi karena adanya zat tertentu dalam empedu yang hadir dalam
konsentrasi yang mendekati batas kelarutan mereka. Bila empedu terkonsentrasi di dalam
kandung empedu, larutan akan berubah menjadi jenuh dengan bahan-bahan tersebut,
kemudian endapan dari larutan akan membentuk Kristal mikroskopis. Kristal
terperangkap dalam mukosa bilier, akan menghasilkan suatu endapan. Oklusi dari saluran
oleh endapan dan batu menghasilkan komplikasi penyakit batu empedu. (3)
Pada kondisi normal kolesterol tidak mengendap di empedu karena mengandung
garam empedu terkonjugasi dan lesitin dalam jumlah cukup agar kolesterol berada di
dalam larutan misel. Jika rasio konsentrasi kolesterol berbanding garam empedu dan
lesitin meningkat, maka larutan misel menjadi sangat jenuh. Kondisi yang sangat jenuh ini
mungkin karena hati memproduksi kolesterol dalam bentuk konsentrasi tinggi. Zat ini
kemudian mengendap pada lingkungan cairan dalam bentuk kristal kolesterol. (3)
Bilirubin, pigmen kuning yang berasal dari pemecahan heme, secara aktif
disekresi ke dalam empedu oleh hati. Sebagian besar bilirubin di dalam empedu berada
dalam bentuk konjugat glukoronida yang larut dalam air dan stabil, tetapi sebagian kecil
terdiri dari bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi, seperti lemak, fosfat,
karbonat, dan anion lainnya cenderung untuk membentuk presipitat tak larut dengan
kalsium. Kalsium memasuki empedu secara pasif bersama dengan elektrolit lain. Dalam
situasi pergantian heme tinggi, seperti hemolisis kronis atau sirosis, bilirubin tak
terkonjugasi mungkin berada dalam empedu pada konsentrasi yang lebih tinggi dari
biasanya. Kalsium bilirubinat mungkin kemudian mengkristal dari larutan dan akhirnya
membentuk batu pigmen hitam. (3)
Empedu yang biasanya steril, tetapi dalam beberapa kondisi yang tidak biasa
(misalnya ada striktur bilier), mungkin terkolonisasi dengan bakteri. Bakteri
menghidrolisis bilirubin terkonjugasi dari hasil peningkatan bilirubin tak terkonjugasi
dapat menyebabkan presipitasi terbentuknya kristal kalsium bilirubinat, bakteri hidrolisis
lesitin menyebabkan pelepasan asam lemak yang komplek dengan kalsium dan endapan
dari larutan lain. Konkresi yang dihasilkan memiliki konsistensi disebut batu pigmen
coklat. (3)
Batu empedu kolesterol dapat terkoloni dengan bakteri dan dapat menimbulkan
peradangan mukosa kandung empedu. Enzim dari bakteri dan leukosit menghidrolisis
bilirubin konjugasi dan asam lemak. Akibatnya, dari waktu ke waktu, batu kolesterol bisa
mengumpulkan proporsi kalsium bilirubinat dan garam kalsium, lalu menghasilkan
campuran batu empedu. (3)
Kondisi batu kandung empedu memberikan berbagai manifestasi keluhan pada
pasien dan menimbulkan berbagai masalah keperawatan. Jika terdapat batu empedu yang
menyumbat duktus sistikus dan biliaris komunis untuk sementara waktu, tekanan di
duktus biliaris akan meningkat dan peningkatan peristaltik di tempat penyumbatan
mengakibatkan nyeri visera di daerah epigastrum, mungkin dengan penjalaran ke
punggung. Respon nyeri, gangguan gastrointestinal dan anoreksia akan meningkatkan
penurunan intake nutrisi. (3)
Respon komplikasi akut dengan peradangan akan memberikan manifestasi
peningkatan suhu tubuh. Respon kolik bilier secara kronis akan meningkatkan kebutuhan
metabolisme sehingga pasien cenderung mengalami kelelahan. Respon adanya batu akan
dilakukan intervensi medis pembedahan, intervensi litotripsi atau intervensi endoskopi. (3)
2.3.1.3 Morfologi
Pada kolesistitis akut terlihat kandung empedu yang membesar, tegang, berwarna
merah cerah hingga hitam kehijauan, dengan diselubungi lapisan fibrin serosa. Isi didalam
lumennya berkisar dari cairan yang keruh hingga purulen. (6)
2.3.1.5 Diagnosis
Pemeriksaan pencitraan untuk kolesistitis diantaranya adalah ultrasonografi
(USG), computed tomography scanning (CT-scan) dan skintigrafi saluran empedu. (4)
Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) itu bermanfaat untuk memperlihatkan besar,
bentuk, penebalan dinding kandung empedu, dan batu sluran ektrahepatik. Nilai kepekaan
dan ketepatan USG mencapai 90-95%. (5)
Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau 99n Tc6
inginodiacetic acid itu mempunyai nilai lebih rendah dari pada USG. Terlihat nya
gambaran ductus choledocus tanpa adanya gambaran kandung empedu pada pemeriksaan
cholehistography oral atau skintigraphy. (5)
2.3.1.6 Pengobatan
Pengobatan umum termasuk istirahat total, pemerian nutrisi parenteral, diet ringan,
obat penghilang rasa nyeri seperti petidin anti spasmodik. Pemerberian antibiotik pada
fase awal sangat penting untuk mencegah komplikasi peritonitis, kolangitis dan
septisemia. Golongan ampisilin, sefalosporin dan metronidazol cukup untuk mematikan
kuman yang terdapat pada kolestitis akut seperti E.coli, Streptococcus faecalis dan
Klebsiella. (5)
Penatalaksanaan kolesistitis bergantung pada keparahan penyakitnya dan ada
tidaknya komplikasi. Kolesistitis tanpa komplikasi seringkali dapat diterapi rawat jalan,
sedangkan pada pasien dengan komplikasi membutuhkan tatalaksana pembedahan.
Antibiotik dapat diberikan untuk mengendalikan infeksi. Untuk kolesistitis akut, terapi
awal yang diberikan meliputi mengistirahatkan usus, diet rendah lemak, pemberian hidrasi
secara intravena, koreksi abnormalitas elektrolit, pemberian analgesik, dan antibiotik
intravena. Untuk kolesistitis akut yang ringan, cukup diberikan terapi antibiotik tunggal
spektrum luas. Pilihan terapi yang dapat diberikan: (4)
Pasien kolesistitis tanpa komplikasi dapat diberikan terapi dengan rawat jalan
dengan syarat:
Selain itu, dapat juga dilakukan terapi dengan metode endoskopi. Metode
endoskopi dapat berfungsi untuk diagnosis dan terapi. Pemeriksaan endoscopic
retrograde cholangiopancreatography dapat memperlihatkan anatomi kandung empedu
secara jelas dan sekaligus terapi dengan mengeluarkan batu dari duktus biliaris.
Endoscopic ultrasound-guided transmural cholecystostomy adalah metode yang aman dan
cukup baik dalam terapi pasien kolesistitis akut yang memiliki resiko tinggi pembedahan.
Pada penelitian tentang endoscopic gallbladder drainage yang dilakukan oleh Mutignani
et al, pada 35 pasien kolesistitis akut, menunjukkan keberhasilan terapi ini secara teknis
pada 29 pasien dan secara klinis setelah 3 hari pada 24 pasien. (4)
2.3.1.7 Prognosis
2.3.2.1 Morfologi
Kandung empedu dapat mengkerut (fibrosis), berukuran normal atau membesar
karena obstruksi. Dindingnya secara bervariasi menebal dan putih kelabu. Mukosa
umunya tidak berubah tetpi mungkin atropi, sel-sel makrofag yang penuh kolesterol
sering kali terlihat dalam lamina propia (kolesterolosis), dan batu empedu sering
ditemukan. Inflamasi pada mukosa dan dinding kandung empedu tampak bervariasi, dapat
ditemukan pembentukan kantung mukosa lewat dinding kandung empedu (sinus
rokitansky Aschoff) kadang-kadang di temukan kalsifikasi distrofik mural (Kandung
empedu porselain) dan kadung empedu yang nodular dan fibrosis, di sertai inflamasi
istiositic yang bemakna (kolesistitis santogranulomatosa). (6)
2.3.2.3 Diagnosis
Pemeriksaan sistografi oral, ultrasonografi dan kolangiografi dapat
memperlihatkan kolelitiasis dan afungsi kandung empedu. Endoscopy retrograde
choledochopankreatikografi (RCP) sangat bermanfaat untuk memperlihatkan adanya batu
dikandung empedu dan duktus choledochus.(5)
2.3.2.4 Pengobatan
Pada sebagian besar pasien kolesistitis kronik dengan atau tanpa batu kandung
empedu yang simptomatik, dianjurkan untuk kolesistektomi. Keputusan untuk
kolesistektomi agak sulit pada pasien dengan keluhan minimal atau disertai penyakit lain
yang mempertinggi resiko operasi.(5)
2.5. Komplikasi
Komplikasi yag dapat terjadi pada pasien kolesistitis:
Empiema, terjadi akibat proliferasi bakteri pada kandung empedu yang tersumbat.
Pasien dengan empiema mungkin menunjukkan reaksi toksin dan ditandai dengan
lebih tingginya demam dan leukositosis. Adanya empiema kadang harus
mengubah metode pembedahan dari secara laparoskopik menjadi kolesistektomi
terbuka.
Ileus batu kandung empedu, jarang terjadi, namun dapat terjadi pada batu
berukuran besar yang keluar dari kandung empedu dan menyumbat di ileum
terminal atau di duodenum dan atau di pilorus.
Kolesistitis emfisematous, terjadi ± pada 1% kasus dan ditandai dengan adanya
udara di dinding kandung empedu akibat invasi organisme penghasil gas seperti
Escherichia coli, Clostridia perfringens, dan Klebsiella sp. Komplikasi ini lebih
sering terjadi pada pasien dengan diabetes, lebih sering pada laki-laki, dan pada
kolesistitis akalkulus (28%). Karena tingginya insidensi terbentuknya gangren dan
perforasi, diperlukan kolesitektomi darurat. Perforasi dapat terjadi pada lebih dari
15% pasien.
Komplikasi lain diantaranya sepsis dan pankreatitis.(4)
BAB III
LAPORAN KASUS
I. INDETITAS PASIEN
Nama : Ny. K
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 38 tahun
Suku : Jawa
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Alamat : Lubuk Jambi
Masuk RS : 17 Februari 2020
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri perut kanan atas
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke RSUD Teluk Kuantan dengan keluhan
nyeri pada perut kanan atas. Nyeri di alami pasien sejak ± 3 bulan yang lalu, tetapi
memberat sejak ± 1 minggu ini, nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk dan juga terasa
panas. Nyeri dirasakan bersifat hilang timbul. Nyeri memberat ketika pasien menarik
nafas dan nyeri berkurang ketika pasien melakukan posisi meringkuk. Nyeri menjalar ke
punggung belakang sebelah kanan. Keluhan disertai dengan mata kuning. Mata kuning
dialami sejak ± 1 minggu yang lalu, tetapi tidak disertai dengan badan kuning. Pasien juga
mengeluhkan kencingnya berwarna seperti teh pekat dengan frekuensi 5-6x per hari.
Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah, sejak ± 1 minggu yang lalu. Frekuensi
muntah ± 2x dalam sehari, Nafsu makan menurun (+), Demam sejak ± 1 minggu yang
lalu, demam bersifat naik turun dan hilang timbul.
Pasien mengatakan memiliki kebiasaan suka meminum jamu-jamuan, dan
memakan makanan yang berlemak seperti gorengan dan bakso, hampir setiap hari. Pasien
juga mengeluhkan belum BAB sejak 3 hari ini, tetapi pasien mengatakan sering buang
angin.
o Kolesterol (+)
o Riwayat mengkonsumsi OAT (-)
o Riwayat hipertensi (-)
o Riwayat DM (-)
o Riwayat penyakit kardiovaskular (-)
o Riwayat gatal-gatal di kulit (-).
Riwayat Penyakit Keluarga
o Penyakit yang sama (-)
o Riwayat DM (-)
o Riwayat HT (-)
Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan
o Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga, kebiasaan merokok dan minum
alkohol disangkal pasien.
o Pasien sering mengkonsumi jamu dan makanan berlemak
Pemeriksaan Fisik :
Kepala
- Mata : konjungtiva kiri dan kanan tidak pucat, sklera kiri dan kanan ikterik
(+/+), pupil bulat isokor kiri dan kanan dengan diameter kiri 2 mm dan
diameter kanan 2 mm, refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung
(+/+).
- Telinga : tidak ada kelainan bentuk, jejas (-), massa (-), tidak ada keluar cairan
dari telinga
- Hidung : tidak ada kelainan bentuk, jejas (-), massa (-), tidak ada keluar cairan
dari hidung.
- Mulut : mukosa basah, bibir biru (-), bibir pucat (-) lidah tidak kotor
- Leher : pembesaran KGB (-), peningkatan JVP (-)
Thoraks
- Paru
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
Penggunaan otot bantu pernafasan (-/-)
Palpasi : Vocal fremitus sama kanan dan kiri, tidak ada pergerakan yang tertinggal
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
- Jantung :
Abdomen
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, Murphy sign (+) hipokondrium
kanan, nyeri tekan epigastrium (+)
Ekstremitas
Akral hangat, clubbing finger (-), CRT < 2detik, Edema (-).
V. DIAGNOSIS : Kolesistitis
Keadaan umum:
Sensorium : Compos Mentis
TD : 120/90 mmHg
HR : 72x/menit
RR : 20x/menit
T : 36ºC