Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh :
Levito Maitale
1490122107
PPN’29 Reguler
2. Pengertian
Kolelithiasis berasal dari kata “ kole ” yang artinya empedu, “ lithia ” yang
artinya batu, dan “sis“ yang berarti adalah proses. Kolelitiasis adalah
adanya material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk dalam
kandung empedu. Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari
kolesterol, pigmen empedu, kalsium dan matriks inorganik. Lebih dari
70% batu saluran empedu adalah tipe batu pigmen, 20% tipe batu
kolesterol dan sisanya dengan komposisi yang tidak diketahui. Sebuah
ukuran batu empedu bisa bervariasi dan dapat sekecil butiran pasir atau
seperti bola golf.
3. Anatomi fisiologi
Anatomi
a. Kandung empedu
Kandung empedu merupakan sakus (kantong) yang berbentuk buah
pir dan melekat pada permukaan posterior hati oleh jaringan ikat
dengan panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu. Kandung
empedu memiliki fundus atau ujung yang memanjang badan atau
bagian utama, dan leher yang bersambung dengan duktus sistikus.
Kandung empedu memiliki lapisan jaringan seperti struktur dasar
saluran cerna dengan beberapa modifikasi (Elly Nurachman, 2011)
b. Duktus
Duktus sistikus panjangnya 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. Dinding
lumennya mengandung katup berbentuk spiral disebut katup spiral
Heister, yang memudahkan cairan empedu masuk kedalam kandung
empedu, tetapi menahan aliran keluanya. Fungsinya sebagai tempat
penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum..
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm.
c. Pendarahan (Vaskularisasi)
Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri
hepatica kanan. Vena cystica mengalirkan darah langsung ke dalam
vena porta.
d. Pembuluh limfe dan persarafan (innervasi)
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang
terletak dekat collum vesicafellea. Dari sini, pembuluh limfë berjalan
melalui nodi lymphatici hepaticum. Saraf yang menuju ke kandung
empedu berasal dariplexus coeliacus.
Fisiologi
a. Sekresi empedu
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli.
Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di
dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati
sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya
membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum
mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu Empedu
melakukan dua fungsi penting yaitu :
1) Empedu memainkan peranan penting dalam pencemaan dan
absorpsi lemak karena asam empedu yang melakukan dua hal
antara lain: asam empedu membantu mengemulsikan partikel-
partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan
bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah pancreas.
Asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk akhir
lemak yang dicema menuju dan melalui membran mukosa
intestinal.
b. Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa
produk buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu
produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol
yang di bentuk oleh sel-sel hati.
c. Penyimpanan dan Pemekatan Empedu
Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 ml per hari.
Empedu yang disekresikan secara terus-menerus oleh sel-sel hati
disimpan dalam kandung empedu sampai diperlukan di duodenum.
Volume maksimal kandung empedu hanya 30-60 ml. Meskipun
demikian, sekresi empedu selama 12 jam (biasanya sekitar 450 ml)
dapat disimpan dalam kandung empedu karena air, natrium, klorida,
dan kebanyakan elektrolit kecil lainnya secara terns menerus
diabsorbsi oleh mukosa kandung antonal lecitin dan
4. Etiologi
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik
dan asam chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3%
protein dan 0,3% bilirubin. Etiologi batu empedu masih belum diketahui
dengan pasti, namun faktor predisposisi yang paling penting adalah
gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu,
stasis empedu dan infeksi kandung empedu.
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini.
Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin
besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut
antara lain :
a. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)
b. Usia lebih dari 40 tahun
c. Kegemukan (obesitas)
d. Faktor keturunan
e. Aktivitas fisik
f. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)
g. Hiperlipidemia
h. Diet tinggi lemak dan rendah serat
i. Pengosongan lambung yang memanjang
j. Nutrisi intravena jangka lama
k. Dismotilitas kandung empedu
l. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
m. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati,
pankreatitis dan kanker kandung empedu) dan penyakit ileus
(kekurangan garam empedu)
n. Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit
putih, baru orang Afrika)
5. Patofisiologi
Patofisiologi kolelitiasis adalah akibat substansi tertentu pada cairan
empedu yang meningkat, sehingga memiliki konsentrasi yang lebih tinggi
daripada pelarutnya. Cairan empedu yang terkonsentrasi menyebabkan
supersaturasi dan presipitasi sebagai kristal mikroskopik. Kristal ini
terperangkap dalam mukus kantung empedu dan membentuk lumpur bilier
(biliary sludge). Seiring berjalannya waktu, kristal ini menumpuk dan
saling menyatu membentuk batu makroskopik.
6. Pemeriksaan diagnostik
a. Radiologi
Pemeriksan USG abdomen
dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau
duktus koleduktus yang mengalami dilatasi. Prosedur ini akan
memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada
malam harinya sehinggan kandung empedu nya berada dalam keadaan
distensi
b. Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tersedia atau bila hasil USG
meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu
empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan
pengisisan, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengososngkan
isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice, karena
liver tidak dapat menghantarkan media kontras kandung empedu yang
mengalami obstruksi.
c. Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding
kandung empedu telah menebal.
d. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung
yang hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini
meliputi insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus
hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan
ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan
kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan
keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisasi serta
evaluasi percabangan bilier.
e. Pemeriksaan darah
1) Kenaikan serum kolesterol
2) Kenaikan fosfolipid
3) Penurunan ester kolesterol
4) Kenaikan protrombin serum time
5) Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl)
6) Penurunan urobilirubin
7) Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000 - 1
0.000/iu)
8) Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu
di duktus utama (Normal: 17 - 115 unit/100ml).
7. Penatalaksanaan
a. Non-bedah
1) Diet : Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein. Pemasangan
pipa lambung bila terjadi distensi perut. Observasi keadaan umum
dan vital sign. Dipasang infus program cairan elektrolit dan
glukosa untuk mengatasi syok. Pemberian antibiotik sistemik dan
vitamin K ( anti koagulpati ).
2) Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan
pemberian obat-obatan oral. Ursodeoxycholic acid lebih dipilih
dalam pengobatan daripada chenodeoxycholic karena efek samping
yang lebih sedikit
3) Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan
batu kolesterol dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam
kandung empedu melalui kateter perkutaneus melalui hepar atau
alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang dipakai
adalah methyl terbutyl eter.
4) Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut berulang
(Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam
kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud memecah
batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen.
5) Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
ERCP biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran
empedu yang lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat
b. Bedah
1) Kolesistektomi terbuka
Indikasi yang paling umum untuk dilakukan kolesistektomi terbuka
adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. Operasi
ini merupakan standart terbaik untuk penanganan pasien dengan
koletiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang
dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris
2) Kolesistektomi laparaskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa
adanya kolesistitis akut. Kolesistektomi laparoskopik dilakukan
dengan membuat sayatan kecil sebesar lubang kunci pada kulit,
sebagai jalur masuk alat laparoskop.
8. Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
a) Identitas klien
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri atau
penyakit kolelitiasis
3) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan Umum :
i. Penampilan Umum
ii. Kesadaran
klien.
(TPRS)
empedu.
4) Pola aktivitas
i. Nutrisi
biasanya
Menggesek
memuncak dalam
mukosa saluran
30 menit.
empedu
Otot tegang atau
kaku bila kuadran
Nyeri hebat pada
kanan atas
kuadran atas dan
ditekan
nyeri tekan daerah
DO :
epigastrium
Gelisah
( terutama saat
Takikardia
inspirasi )
RR meningkat
Napas pendek dan Nyeri akut
dangkal
Lemah
2 DS : batu empedu Hipertermi
Pasien
mengatakan Menyumbat aliran
lemas getah penkreas
DO :
Demam Aliran balik getah
empedu (duktus
Menggigil
kolekditus ke
Suhu meningkat
pankreas)
Gelisah
Takikardia
Iritasi lumen
RR meningkat
Napas pendek Inflamasi
dan dangkal
Peningkatan suhu
tubuh
hipertermia
dyspepsia
Peningkatan
enzim SGOT &
DO :
SGPT
Lemah
Penurunan berat
Bersifat iritatif di
badan.
saluran cerna
Anoreksia,
mual/muntah Peristaltik
terhadap lemak
& makanan Rasa mual
Cairan shif ke
peritoneum
Resiko
ketidakseimbanga
n cairan
c. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri akut
2) Hipertermi
3) Defisit nutrisi
4) Resiko ketidakseimbangan cairan
d. Intervensi keperawatan
NO DX TUJUAN INTERVENSI
1 Nyeri akut Tupan: 1. Manajemen nyeri
Tingkat nyeri Observasi
menurun dan tidak Identifikasi lokasi,
ada nyeri karakteristik,
durasi, frekuensi,
Tupen kualitas, intensitas
Setelah dilakukan nyeri
tindakan 3 x 24 jam Identifikasi skala
diharapkan tingkat nyeri
nyeri menurun Monitor pemberian
dengan kriteria analgetik
hasil: Terapeutik
Skala nyeri Berikan teknik
menurun nonfarmakologis
Gelisah (terapi musik/pijat)
menurun Kontrol lingkungan
Anoreksia Fasilitasi istirahat
menurun tidur
TTV dalam Edukasi
rentang normal Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri
Jelaskkan strategi
pereda nyeri
Kolaborasi :
Pemberian
analgetik jika perlu
Bini, J., Chan, J. C., Rivera, C., & Tuda, C. (2020). IDCases Sporadic leptospirosis
case in Florida presenting as Weil ` s disease. IDCases, 19, e00686.
http://doi.org/10.1016/j.idcr.2019.e00686
Bolat, H., & Teke, Z. (2020). Spilled gallstones found incidentally in a direct
inguinal hernia sac: Report of a case. International Journal of Surgery Case
Reports, 66, 218–220. http://doi.org/10.1016/j.ijscr.2019.12.018
Ferreira Junior, E. G., Apolinario Costa, P., Freire Golveia Silveira, L. M., Valois
Vieira, R., Lima Martins Soares, H. A., Menon Loureiro, B., … Coelho
Ferreira Rocha, J. R. (2019). Localized pancreatic Castleman disease
presenting with extrahepatic dilatation of bile ducts: A case report and review
of published cases. International Journal of Surgery Case Reports, 54, 28–33.
http://doi.org/10.1016/j.ijscr.2018.11.006
Lestari, P. H., Setiawan, A., Pusat, J., Ilmu, F., Universitas, K., & Barat, J. (2019).
Pelaksanaan intervensi cakupan informasiku melalui pendekatan asuhan
keperawatan keluarga sebagai upaya pencegahan perilaku seksual berisiko
pada remaja, 11(1).
Musbahi, A., Abdulhannan, P., Bhatti, J., Dhar, R., Rao, M., & Gopinath, B. (2019).
Outcomes and risk factors of cholecystectomy in high risk patients: A CASE
SERIES. Annals of Medicine and Surgery.
http://doi.org/10.1016/j.amsu.2019.12.003
Nathaniel, A., Seja, G. P., Perdana, K. K., Daniel, R., Lumbantobing, P., &
Heryandini, S. (2018). Perilaku Profesional Terhadap Pola Makan Sehat, 1(2),
186–200.
Putri Sella Agustin, P. S. P. (2016). Pengaruh Pola Makan Tidak Seimbang dan
Kurangnya Aktivitas Fisik Menyebabkan Terjadinya Obesitas. Journal of
Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
http://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Rahmawati, A., Sudarmanto, Y., & Hasan, M. (2019). The Risk of Work Posture
Did Not Affect on Worker’s Disability Index with Low Back Pain Complaints
in PT Muroco Jember. Journal of Agromedicine and Medical Sciences, 5(1),