Anda di halaman 1dari 54

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN

KEJADIAN DEMAM TIFOID DI WILAYAH PUSKESMAS KAIRATU

(SERAM BAGIAN BARAT)

OLEH

FENSKA RUSPANAH

12114201180136

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU

AMBON

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur di panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas
kasih dan karunia-Nya sehingga Peneliti dapat menyelesaikan proposal ini dengan
judul “Hubungan Pengetahuan Dan Personal Hygiene Dengan Kejadian Demam
Tifoid Di Wilayah Puskesmas Kairatu (Seram Bagian Barat)” Peneliti membuat
proposal ini untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar
Sarjana Keperawatan pada program studi keperawatan fakultas kesehatan Jurusan
Keperawatan Universitas Kristen Indonesia Maluku.
Peneliti menyadari bahwa penyusunan proposal ini tidak mungkin
terselesaikan tanpa bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, dalam
kesempatan ini izinkan Peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Dr. H.H Hetharia, M. Th., selaku Rektor Universitas Kristen Indonesia
Maluku dan Wakil Rektor Rektor I, II, III, dan IV Universitas Kristen
Indonesia Maluku
2. B. Talarima, SKM., M. Kes., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Universitas
Kristen Indonesia Maluku Wakil Dekan I,II, III Fakultas Kesehatan
Universitas Kristen Indonesia Maluku
3. Ns. S. R. Maelissa, S.Kep., M.Kep selaku Ketua Program Studi Keperawatan.
4. Ns. Mevi Liilipory, S.Kep., M.Kep selaku Sekretaris Program studi
5. Ns. D. F. Sumah, S.Kep., M.Kep. Dosen Pembimbing I yang telah
membimbing dan mengarahkan peneliti sehingga proposal ini dapat
terselesaikan.

6. Ns. V. Y. Tomasoa, S.Kep., M.Kep. Dosen Pembimbing II yang telah


membimbing dan mengarahkan Peneliti sehingga proposal ini dapat
terselesaikan.

i
7. Seluruh staf Dosen Program Studi Keperawatan UKIM yang telah membekali
Peneliti dengan sejumlah ilmu pengetahuan selama berada didalam proses
perkuliahan dan seluruh karyawan dan karyawati Fakultas Kesehatan dan
Universitas yang telah membantu melayani Peneliti dalam menyelesaikan
administrasi.

8. Papa, mama, kakak dan semua keluarga yang selalu memberikan doa,
semangat, motivasi dan dukungan dalam penyelesaian studi ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua amal dan kebaikan
mereka. Peneliti menyadari sepenuhnya akan kekurangan dan keterbatasan dalam
Penelitian proposal ini. Oleh karena itu peneliti harapkan kritikan dan saran yang
membangun untuk penyempurnaan proposal ini. Akhirnya peneliti mengharapkan
semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Ambon, Juli

2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................…..i
HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................................……...ii
KATA PENGANTAR....................................................................................……..iii
DAFTAR ISI...................................................................................................……...v
DAFTAR TABEL...........................................................................................……..vi
DAFTAR GAMBAR......................................................................................……..vi
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................……..vii
BAB I PENDAHULUAN .. ....................................................................……... 1
A. Latar Belakang .........................................................................……….1
B. Rumusan Masalah.....................................................................……….6
C. Tujuan Penelitian......................................................................……….7
D. Manfaat Penelitian....................................................................……….7
BAB II TINJUAUAN PUSTAKA..........................................................….........9
A. Tinjauan umum demam tifoid...............................................……….9
B. Tinjauan umum pengetahuan………………………………..….......14
C. Tinjauan umum personal hygiene............................................…….18
D. Tinjauan umum sanitasi lingkungan………………………………...20
E. Kerangka Konsep Penelitian………………………………………..24
F. Hipotesis penelitian...............................................................………24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN..............................................………26
A. Jenis Penelitian.........................................................................……....26
B. Lokasi dan waktu penelitian.....................................................………26
C. Populasi dan Sampel ................................................................………26
D. Variabel Penelitian. ..................................................................……....27
E. Defenisi operasional …………………………………………………..28
F. Instrumen penelitian …………………………………………………..30
G. Tahapan penelitian ……………………………………………………32
H. Pengumpulan data ……………………………………………………33
I. Pengolahan dan Analisa Data.....................................................…....33

iii
DAFTAR PUSTA...........................................................................................………35
LAMPIRAN ………………………………………………………….……………..38

iv
DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 3.1 Defenisi operasional…………………………………… ..…………………. …28

v
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2: 2 Kerangka Konsep Penelitian………………………………….……..……24

vi
DAFTAR LAMPIRAAN

1. SK Pembimbing

2. Surat pengambilan data awal

3. Lembar infoconsent

4. Kusioner

vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Demam Tifoid atau yang biasa disebut dengan typhus abdominalis merupakan salah

satu infeksi yang terjadi di usus halus. Penyakit ini merupakan masalah kesehatan yang

penting didunia terkait dengan angka morbiditas dan mortalitas yang ditimbulkan oleh

penyakit ini, terutama di negara berkembang (Velina dkk, 2016).

Data dari Global Burden of Disease (GBD) pada konsep Disability-Adjusted Life Year

(DALY) menunjukkan bahwa kejadian Demam Tifoid secara global pada tahun 2018

menduduki posisi 6 dengan nilai 1895,4 DALYs per 100.000. Data terakhir tahun 2019

didapatkan adanya perbaikan pada penyakit ini yang ditunjukkan dengan penurunan posisi

menjadi 12 dengan nilai 1251,52 DALYs per 100.000 (Global Burden of Disease, 2019).

Menurut data terbaru dari WHO (World Health Organisation), diperkirakan bahwa setiap

tahun diseluruh dunia terdapat antara 11 - 21 juta kasus demam tifoid dengan insiden

kematian sebanyak 128.000 hingga 161.000 (WHO, 2021).

Di Indonesia berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, prevalensi kejadian Demam

Tifoid tahun 2013 sebesar 4,0%. Lima provinsi yang mempunyai insiden dan prevalensi

Demam Tifoid tertinggi untuk semua umur adalah Nusa Tenggara Timur (10,3%), Papua

(8,2%), Sulawesi Tengah (5,7%), Sulawesi Barat (6,1%), dan Sulawesi Selatan (4,8%)

(Riskesdas, 2013). Sedangkan pada tahun 2018 terjadi peningkatan yaitu sebesar 4,5%. Lima

provinsi yang mempunyai insiden dan prevalensi Demam Tifoid tertinggi untuk semua umur

adalah Papua (9,1%), Gorontalo (7,0%), Nusa Tenggara Timur (6,9%), Sulawesi Barat

(6,1%), dan Jawa Barat (4,8%) (Riskesdas, 2018). Untuk provinsi Maluku angka kejadian

1
Demam Tifoid pada tahun 2013 menempati urutan ke 23 yaitu sebesar 1,9% dan terjadi

peningkatan pada tahun 2018 menempati urutan 19 yaitu sebesar 2,1% (Riskesdas, 2018).

Di Provinsi Maluku berdasarkan data dari dinas kesehatan provinsi Maluku prevalensi

kejadian demam tifoid pada tahun tahun 2022 sebesar 324 orang (Dinkes Provinsi Maluku,

2022) Berdasarkan data penderita penyakit Demam Tifoid dari Puskesmas Kairatu pada tahun

2020 yang tercatat 13 penderita dan tahun 2020 penderita Demam Tifoid di Puskesmas

Kairatu mengalami penurunan yaitu sebesar 8 penderita. Sedangkan tahun 2021 brdsarkan

data dari wilayah kerja Puskesmas Kairatu cenderung mengalami kenaikan menjadi 32

penderita (Data Rekapitulasi Medis Puskesmas Kairatu, 2021).

Demam Tifoid merupakan penyakit yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi,

kuman tersebut menyerang sistem pencernaan dengan gejala yang tampak adalah demam

selama satu minggu atau lebih dan disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau

tanpa gangguan kesadaran Demam Tifoid termasuk kedalam penyakit yang diinfeksi oleh

bakteri. Penyakit Demam Tifoid biasanya ditularkan dari makanan serta minuman yang

terkontaminasi bakteri Salmonella typhi. Bakteri Salmonella Typhi mempunyai sifat patogen

yang dapat menginfeksi manusia maupun hewan. Salmonella Typhi dapat bertahan hidup di

alam bebas seperti di dalam air, tanah atau bahkan pada makanan. Iklim tropis adalah salah

satu iklim yang sangat disenangi oleh bakteri tersebut, oleh karena itu penyakit Demam

Tifoid menjadi bersifat endemik di Indonesia.

Kejadian demam tifoid erat kaitannya dengan higiene pribadi, seperti higiene

perorangan (kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dan kebiasaan mencuci tangan setelah

buang air besar) yang rendah, dan higiene makanan yang perilaku masyarakat yang tidak

mendukung untuk hidup sehat (Depkes RI, 2006). Faktor lain yang dapat mempengaruhi

2
penderita demam tifoid antara lain pengetahuan yang rendah tentang kebersihan diri, seperti

tidak mencuci tangan setelah makan dan buang air besar, kebiasaan makan di luar rumah,

cara istirahat, pendidikan yang rendah dan riwayal kontak langsung dengan orang yang

terinfeksi demam tifoid di mana hal tersebut dapat menyebabkan vektor menyebar melalui

makanan yang terkontaminasi melalui Salmonella Typhi (Diaz, 2019).

Salah satu faktor yang mempengaharui kejadian demam tifoid adalah pengetahuan.

Pengetahuan merupakan sesuatu yang diketahui atau kepandaian yang dimiliki seseorang

melalui pendidikan dan pengalaman. Pengetahuan merupakan hasil dari tidak tahu menjadi

tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga (Notoadmodjo, 2016). Pentingnya pengetahuan tentang kesehatan dapat

meningkatkan perubahan yang baik bagi anggota keluarganya serta meningkatkan

kesejahteraan dimana hanya tidak bebas dari penyakit. Beberapa faktor yang mempengaruhi

pengetahuan antara lain; pengalaman, tingkat pendidikan yang luas, keyakinan tanpa adanya

pembuktian, fasilitas (televisi, radio, majalah, koran,buku), penghasilan, dan sosial budaya

(AN Putri, 2018).

Seseorang yang tahu dan memiliki pengalaman yang baik tidak beresiko terkena

Demam tifoid yang di sebabkan bakteri Salmonella Thypi yang menularkan melalui

makanan. Sedangkan seseorang yang memiliki pengetahuan yang kurang baik beresiko

tertular bakteri Salmonella Thypi sehingga terkena Demam tifoid (AN Putri, 2018). Hal ini

sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurvina (2017), menyatakan bahwa

terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kejadian demam tifoid dengan nilai p value

3
(0,000) a (0,05) Didukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Siti Nur Cholifah (2018),

yang menyatakan ada hubungan tingkat pengetahuan tentang kesehatan terhadap kejadian

demam tifoid dengan Hasil uji Chi Square bahwa p=0,000 dan r hitung 0,035 yaitu dengan

tingkat keeratan hubungan sedang, artinya semakin tinggi tingkat pengetahuan belum tentu

mempengaruhi angka kejadiandemam tifoid (Siti Nur Cholifah, 2018)

Selain pengetahuan personal hygiene juga sangat berhubungan dengan kejadian

demam tifoid. Hubungan antara hygiene perorangan dengan kejadian demam tifoid karena

kurang memperhatikan kebiasaan seseorang seperti halnya dalam mencuci tangan sebelum

makan. Hygiene perorangan adalah tindakan memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang

untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Tarwoto dan Wartonah, 2016). Personal hygiene yang

rendah dalam kehidupan sehari-hari seperti tidak mencuci tangan setelah buang air besar,

tidak mencuci tangan sebelum makan serta kebiasaan tidak mencuci bahan makanan mentah

yang akan dimakan langsung. Tujuan mencuci tangan adalah membersihkan tangan dari

segala kotoran, mencegah penularan penyakit, dan melatih kebiasaan yang baik sedangkan

hygiene makanan dan minuman yang rendah merupakan faktor yang paling berperan pada

penularan typhoid (Tyagita Widya Sari, 2021).

Banyak sekali contoh untuk ini diantaranya, makanan yang dicuci dengan air yang

terkontaminasi (seperti sayur-sayuran dan buah-buahan), sayuran yang dipupuk dengan tinja

manusia, makanan yang tercemar (Depkes RI, 2016). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Eunike Risani Seran (2015), yang berjudul hubungan personal hygiene

dengan kejadian demam typhoid di Puskesmas Tumaratas dengan hasil menunjukan ada

hubungan antara personal hygiene dengan kejadian demam typhoid (p-0,02) Diukung hasil

4
penelitian Haslinda (2016), yang menyatakan ada hubungan antara personal hygiene dengan

kejadian demam typhoid dengan nilai (p=0,021 <0,005) (Haslinda, 2016).

Sanitasi lingkungan juga sangat berhubungan dengan kejadian demam tifoid.

Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang

optimum sehingga mempengaruhi terhadap terwujudnya kesehatan yang optimal kondisi

keadaan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan seperti botal-botal dan ban bekas

menjadi media tempat berkembangnya vektor penyakit (Budiman, 2016). Lingkungan adalah

segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang memengaruhi perkembangan kehidupan

manusia baik langsung maupun tidak langsung. Lingkungan bisa dibedakan menjadi

lingkungan biotik dan abiotik. Demam tifoid atau tifus abdominalis banyak ditemukan dalam

kehidupanmasyarakat kita, baik diperkotaan maupun di pedesaan. Penyakit ini sangat erat

kaitannya dengan perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat, lingkungan yang kumuh,

kebersihan tempat-tempat umum (rumah makan, restoran) yang kurang serta perilaku

masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat. Seiring dengan terjadinya krisis

ekonomi yang berkepanjangan akan menimbulkan peningkatan kasuskasus penyakit menular,

termasuk Demam Tifoid (Kemenkes RI, 2019). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Ratna Sari Dewi (2020) tentang Faktor Kebiasaan Dan Sanitasi Lingkungan

Hubungannya Dengan Kejadian Demam Tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas Ngemplak

Kabupaten Boyolali menyatakan ada hubungan antara sarana sumber air bersih dengan

kejadian Demam Tifoid dengan p-value = 0,003.

Puskesmas Kairatu Barat merupakan puskesmas yang berada di KabupatenSeram

Bagian Barat (SBB) dan terletak di Kecamata Jalan Trans Seram, Kamal.. Puskesmas Kairatu

Barat membawahi 6 desa diantaranya Desa Wasarisa, Desa Kamal, Desa Nurue, Desa

5
Waisahu, Desa Waihattu, Desa Lohiatala Puskesmas Kairatu Barat memiliki 53 pegawai

termasuk di dalamnya terdapat 25 tenaga perawat Dalam melayani pasien, para pegawai di

Puskesmas Kairatu Barat menjunjung tinggi motto yaitu "melayani dengan ketulusan hati

membuahkan kepuasan dan senyum"

Studi pendahuluan yang di lakukukan pada tanggal 21 maret 2022 di Wilayah Kerja

Puskemas Kairatu didapatkan hasil wawancara dengan perawat A mengatakan bahwa

mayoritas penderita demam tifoid yang dirawat memiliki pengetahuan yang kurang baik

tentang penyakit demam tifoid. Selain itu hasil wawancara dengan 4 penderita Demam Tifoid

sebagai responden di ruang rawat inap bangsal 3 di dapati penderita kurang mrmperhatikan

kebersihan diri seperti tidak mencuci tangan sebelum makan, sering mengonsumsi makanan

di luar rumah. Penderita juga mengatakan masih menggunakan sungai untuk mencuci,

menggunakan jamban sehingga hal tersebut dapat menyebabkan vector menular melalui

makanan yang terkontaminasi bakteri salmonella typhi dan menyebabkan penyakit Demam

Tifoid (Data primer Puskesmas Kairatu 2022).

Hal ini yang mendorong penulis untuk untuk melakukan penelitian mengenai

hubungan pengetahuan dan personal hygiene dengan kejadian Demam Tifoid di wilayah

kerja Puskesmas Kairatu.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar belakang di atas,maka rumusan masalah pada penelitian ini yaitu.

Mengetahui hubungan pengetahuan dan personal hygiene dengan kejadian Demam Tifoid di

wilayah kerja Puskesmas Kairatu

6
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan

personal hygiene dengan kejadian Demam Tifoid di wilayah kerja Puskesmas

Kairatu.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan kejadian Demam Tifoid di

wilayah kerja Puskesmas Kairatu.

b. Mengetahui hubungan hygiene Perorangan dengan kejadian Demam Tifoid di

wilayah kerja Puskesmas Kairatu

c. Mengetahui hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian Demam Tifoid di

wilayah kerja Puskesmas Kairatu

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini di harapkan dapat meningkatkatkan praktik tentang sanitasi lingkungan

dan hygiene perorangan serta menerapkan ilmu kesehatan masyarakat dalam bidang

promosi kesehatan masyarakat kesehatan terutama dalam kejadian Demam Tifoid di

wilayah Puskesmas Kairatu.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Masyarakat

penelitian ini di harapkan dapat di gunakan sebagai sarana informasi bagi

masyarakat untuk lebih meningkatkan sanitasi lingkungan untuk menurunkan

angka kejadian Demam Tifoid di wilayah kerja Puskesmas Kairatu.

7
b. Bagi Tenaga Kesehatan Puskesmas Kairaratu

Di harapkan dapat di gunakan sebagai sarana informasi bagi Puskesmus dan

dinas kesehatan agar di lakukan upaya promotif preventif dan rehabilitative

dalam menurunkan angka kejadian Demam Tifoid.

c. Bagi peneliti

Dapat memberikan manfaat kepada penelitidan pengetahuan untuk

mengaplikasikan ilmuyang di peroleh selama dalam pendidikan

d. Bagi pasien Demam Tifoid sebagai acuan yang dapat digunakan untuk

menambah wawasan tentang hubungan pengetahuan dan personal hygiene

dengan kejadian Demam Tifoid di wilayah kerja Puskesmas Kairatu.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Demam Tifoid

1. Pengertian Demam Tifoid

Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella

enterica serovar typhi (S typhi). Salmonella enterica serovar paratyphi A, B, dan C

juga dapat menyebabkan infeksi yang disebut demam paratifoid. Demam tifoid dan

paratifoid termasuk ke dalam demam enterik. Pada daerah endemik, sekitar 90% dari

demam enterik adalah demam tifoid (Linson, 2016). Penyakit sistemik yang bersifat

akut atau dapat disebut demam tifoid, mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang

bervariasi dari ringan berupa demam, lemas serta batuk yang ringan sampai dengan

gejala berat seperti gangguan gastrointestinal sampai dengan gejala komplikasi

(Sucipta, 2015).

2. Etiologi

Demam tifoid (tifus abdominalis) atau lebih populer dengan nama tifus di

kalangan masyarakat adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman

Salmonela typhi yang menyerang saluran pencernaan. Kuman ini masuk ke dalam

tubuh melalui makanan atau minuman yang tercemar, baik saat memasak ataupun

melalui tangan dan alat masak yang kurang bersih. Selanjutnya, kuman itu diserap

oleh usus halus yang masuk bersama makanan, lantas menyebar ke semua

organ tubuh, terutama hati dan limpa, yang berakibat terjadinya pembengkakan

dan nyeri. Setalah berada di dalam usus, kuman tersebut terus menyebar ke dalam

9
peredaran darah dan kelenjar limfe, terutama usus halus. Dalam dinding usus

inilah, kuman itu membuat luka atau tukak berbentuk lonjong. Tukak tersebut bisa

menimbulkan pendarahan atau robekan yang mengakibatkan penyebaran infeksi

ke dalam rongga perut. Jika kondisinya sangat parah, maka harus dilakukan

operasi untuk mengobatinya. Bahkan, tidak sedikit yang berakibat fatal hingga

berujung kematian. Selain itu, kuman Salmonela Typhi yang masuk ke dalam

tubuh juga mengeluarkan toksin (racun) yang dapat menimbulkan gejala demam

pada anak. Itulah sebabnya, penyakit ini disebut juga demam tifoid (Fida & Maya,

2016).

3. Patofisiologi

Patogenesis demam tifoid merupakan proses yang kompleks yang melalui

beberapa tahapan. Setelah kuman Salmonella typhi tertelan, kuman tersebut dapat

bertahan terhadap asam lambung dan masuk ke dalam tubuh melalui mukosa usus

pada ileum terminalis. Bakteri melekat pada mikrovili di usus, kemudian melalui

barier usus yang melibatkan mekanisme membrane ruffling, actin rearrangement, dan

internalisasi dalam vakuola intraseluler. Kemudian Salmonella typhi menyebar ke

sistem limfoid mesenterika dan masuk ke dalam pembuluh darah melalui sistem

limfatik. Bakteremia primer terjadi pada tahap ini dan biasanya tidak didapatkan

gejala dan kultur darah biasanya masih memberikan hasil yang negatif. Periode

inkubasi ini terjadi selama 7-14 hari.

Bakteri dalam pembuluh darah ini akan menyebar ke seluruh tubuh dan

berkolonisasi dalam organ-organ sistem retikuloendotelial, yakni di hati, limpa, dan

10
sumsum tulang. Kuman juga dapat melakukan replikasi dalam makrofag. Setelah

periode replikasi, kuman akan disebarkan kembali ke dalam sistem peredaran darah

dan menyebabkan bakteremia sekunder sekaligus menandai berakhirnya periode

inkubasi. Bakteremia sekunder menimbulkan gejala klinis seperti demam, sakit

kepala, dan nyeri abdomen. Bakteremia dapat menetap selama beberapa minggu bila

tidak diobati dengan antibiotik. Pada tahapan ini, bakteri tersebar luas di hati, limpa,

sumsum tulang, kandung empedu, dan Peyer’s patches di mukosa ileum terminal.

Ulserasi pada Peyer’s patches dapat terjadi melalui proses inflamasi yang

mengakibatkan nekrosis dan iskemia. Komplikasi perdarahan dan perforasi usus

dapat menyusul ulserasi. Kekambuhan dapat terjadi bila kuman masih menetap dalam

organ-organ system retikuloendotelial dan berkesempatan untuk berproliferasi

kembali. Menetapnya Salmonella dalam tubuh manusia diistilahkan sebagai pembawa

kuman atau carrier (Linson et al., 2018).

4. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis demam tifoid pada anak sering kali tidak khas dan sangat

bervariasi yang sesuai dengan patogenesis demam tifoid. Spektrum klinis demam

tifoid tidak khas dan sangat lebar, dari asimtomatik atau yang ringan berupa panas

disertai diare yang mudah disembuhkan sampai dengan bentuk klinis yang berat baik

berupa gejala sistemik panas tinggi, gejala septik yang lain, ensefalopati atau timbul

komplikasi gastrointestinal berupa perforasi usus atau perdarahan. Hal ini

mempersulit penegakan diagnosis berdasarkan gambaran klinisnya saja. Demam

merupakan keluhan dan gejala klinis terpenting yang timbul pada semua penderita

demam tifoid.
11
Demam dapat muncul secara tiba-tiba, dalam 1-2 hari menjadi parah dengan

gejala yang menyerupai septisemia oleh karena Streptococcus atau Pneumococcus

daripada S. typhi. Menggigil tidak biasa didapatkan pada demam tifoid tetapi pada

penderita yang hidup di daerah endemis malaria, menggigil lebih mungkin

disebabkan oleh malaria. Namun demikian demam tifoid dan malaria dapat timbul

bersamaan pada satu penderita. Sakit kepala hebat yang menyertai demam tinggi

dapat menyerupai gejala meningitis, di sisi lain S. typhi juga dapat menembus sawar

darah otak dan menyebabkan meningitis. Manifestasi gejala mental kadang

mendominasi gambaran klinis, yaitu konfusi, stupor, psikotik atau koma. Nyeri perut

kadang tak dapat dibedakan dengan apendisitis. Pada tahap lanjut dapat muncul

gambaran peritonitis akibat perforasi usus (Risky Vitria Prasetyo, 2019).

Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan

dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika

infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang terlama sampai 30 hari jika infeksi

melalui minuman. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodormal, yaitu

tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat (Putra et al.,

2017).

5. Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi pada demam tifoid adalah perdarahan usus dan

perforasi. Perdarahan usus dan perforasi merupakan komplikasi serius dan perlu

diwaspadai. Sekitar 5 persen penderita demam tifoid mengalami komplikasi ini.

Komplikasi lain yang lebih jarang antara lain pembengkakan dan peradangan pada

12
otot jantung (miokarditis), pneumonia, peradangan pankreas (pankreatitis), infeksi

ginjal atau kandung kemih, infeksi dan pembengkakan selaput otak (meningitis), serta

timbulnya masalah psikiatri seperti mengigau, halusinasi, dan paranoid psikosis

(Tjipto et al., 2019).

6. Pemeriksaan Diagnostik\

Diagnosis dini demam tifoid dan pemberian terapi yang tepat bermanfaat untuk

mendapatkan hasil yang cepat dan optimal sehingga dapat mencegah terjadinya

komplikasi. Pengetahuan mengenai gambaran klinis penyakit sangat penting untuk

membantu mendeteksi dini penyakit ini. Pada kasus-kasus tertentu, dibutuhkan

pemeriksaan tambahan dari laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis.

Gambaran darah tepi pada permulaan penyakit dapat berbeda dengan pemeriksaan

pada keadaan penyakit yang lanjut. Pada permulaan penyakit, dapat dijumpai

pergeseran hitung jenis sel darah putih ke kiri, sedangkan pada stadium lanjut terjadi

pergeseran darah tepi ke kanan (limfositosis relatif ).

Ciri lain yang sering ditemukan pada gambaran darah tepi adalah aneosinofi lia

(menghilangnya eosinofi l). Diagnosis pasti demam tifoid berdasarkan pemeriksaan

laboratorium didasarkan pada 3 prinsip, yaitu: Isolasi bakteri,deteksi antigen mikroba

dan titrasi antibodi terhadap organisme penyebab. Kultur darah merupakan gold

standard metode diagnostik dan hasilnya positif pada 60-80% dari pasien, bila darah

yang tersedia cukup (darah yang diperlukan 15 mL untuk pasien dewasa). Untuk

daerah endemik dimana sering terjadi penggunaan antibiotik yang tinggi, sensitivitas

kultur darah rendah (hanya 10-20% kuman saja yang terdeteksi).

13
Peran pemeriksaan Widal (untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen

Salmonella typhi) masih kontroversial. Biasanya antibodi antigen O dijumpai pada

hari 6-8 dan antibodi terhadap antigen H dijumpai pada hari 10-12 setelah sakit. Pada

orang yang telah sembuh, antibodi O masih tetap dapat dijumpai setelah 4-6 bulan

dan antibodi H setelah 10-12 bulan. Karena itu, Widal bukanlah pemeriksaan untuk

menentukan kesembuhan penyakit. Diagnosis didasarkan atas kenaikan titer sebanyak

4 kali pada dua pengambilan berselang beberapa hari atau bila klinis disertai hasil

pemeriksaan titer Widal di atas rata-rata titer orang sehat setempat.

Pemeriksaan Tubex dapat mendeteksi antibodi IgM. Hasil pemeriksaan yang

positif menunjukkan adanya infeksi terhadap Salmonella. Antigen yang dipakai pada

pemeriksaan ini adalah O9 dan hanya dijumpai pada Salmonella serogroup D.

Pemeriksaan lain adalah dengan Typhidot yang dapat mendeteksi IgM dan IgG.

Terdeteksinya IgM menunjukkan fase akut demam tifoid, sedangkan terdeteksinya

IgG dan IgM menunjukkan demam tifoid akut pada fase pertengahan. Antibodi IgG

dapat menetap selama 2 tahun setelah infeksi, oleh karena itu, tidak dapat untuk

membedakan antara kasus akut dan kasus dalam masa penyembuhan (Linson et al.,

2017).

B. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan

1. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah suatu hasil tau dari manusia atas penggabungan atau

kerjasama antara suatu subyek yang mengetahui dan objek yang diketahui. Segenap apa

yang diketahui tentang sesuatu objek tertentu (Suriasumantri dalam Nurroh 2017).

14
Menurut Notoatmodjo dalam Yuliana (2017), pengetahuan adalah hasil penginderaan

manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimiliki (mata,

hidung, telinga, dan sebagainya). Jadi pengetahuan adalah berbagai macam hal yang

diperoleh oleh seseorang melalui panca indera.

2. Tingkat Pengetahuan

Menurut Daryanto dalam Yuliana (2017), pengetahuan seseorang terhadap objek

mempunyai intensitas yang berbeda-beda, dan menjelaskan bahwa ada enam tingkatan

pengetahuan yaitu sebagai berikut:

1. Pengetahuan (Knowledge)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (ingatan). Seseorang dituntut untuk mengetahui

fakta tanpa dapat menggunakannya.

2. Pemahaman (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu, tidak sekedar dapat menyebutkan,

tetapi harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui.

3. Penerapan (application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek tersebut dapat

menggunakan dan mengaplikasikan prinsip yang diketahui pada situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemamp.uan seseorang untuk menjabarkan dan memisahkan,

kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam

suatu objek.

15
5. Sintesis (synthesis)

Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang telah ada. Sintesis menunjukkan suatu kemampuan

seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari

komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki.

6. Penilaian (evaluation)

Yaitu suatu kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian terhadap suatu

objek tertentu didasarkan pada suatu kriteria atau norma-norma yang berlaku di

masyarakat.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

a. Faktor Internal

1) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan

manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan

dan kebahagiaan. Menurut YB Mantra yang dikutip S. Notoadmodjo, (2016),

pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang

akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam

pembangunan pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah

menerima informasi. (Nursalam, 2017)

2) Pekerjaan
16
Menurut Thomas yang dikutip oleh (Nursalam, 2017), pekerjaan kebutuhan

yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan

keluarga.

3) Umur

Menurut Huclok semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan berkerja. Dari segi

kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang

yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai dari pengalaman dan

kematangan jiwa (Nursalam, 2017).

Peran serta pengetahuan orang tua khususnya ibu sangat mempengaruhi

tingkat higienitas dari anak dimana ibu berperan untuk mengedukasi agar anak

lebih mengenal higienitas diri dan lebih berhati-hati dengan lingkungan di

sekitarnya agar terhindar dari infeksi kecacingan tetapi hal ini tidak akan

berhasil jika pengetahuan ibu mengenai kecacingan itu sendiri kurang. Ibu

harus memiliki pengetahuan mengenai kecacingan. Pengetahuan ibu tentang

kecacingan ini bisa meliputi hal-hal dasar seperti penyebab kecacingan,

bagaimana penyebarannya, gejala, dampak terhadap kesehatan anak, dan cara-

cara untuk pencegahan kecacingan seperti menggunakan alas kaki, selalu

mencuci tangan, minum air bersih, dan selalu memotong kuku.

4. Cara Mengukur Pengetahuan

Menurut Laili Jamilatus Sanifah (2018), pengukurnan pengetahuan dapat dilakukan

dengan wawamcara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur

17
dan disesuaikan dengan tingkatannya. Adapun jenis pertanyaan yang dapat digunakan

untuk pengukuran pengetahuan secara umum dibagi 2 menjadi 2 jenis yaitu:

1) Pertanyaan subjektif

Penggunaan pertanyaan subjektif dengan jenis pertanyaan essay digunakan

dengan penelitian yang melibatkan faktor subjetif dari penilai, sehingga hasil nilai

akan berbeda dari setiap penilaian dari waktu ke waktu.

b. Pertanyaan objektif

Jenis pertanyaan objektif sperti pilihan ganda (multiple choise), betul salah

dan pertanyaan menjodohkan dapat dinilai secara pasti oleh penilai.

Menurut Laili Jamilatus Sanifah (2018), pengukuran tingkat pengetahuan dapat

dikategorikan menjadi 2 yaitu:

1) Pengetahuan baik jika skor >70%

2) Pengetahuan kurang jika skor < 70%.

C. Tinjauan Umum Tentang Personal Hygiene

1. Pengertian Personal hygiene

Personal hygiene berasal dari bahasa yunani yang berarti personal yang

artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan perorangan (kebersihan diri)

adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan

seseorang untuk kesejahtaraan fisik dan psikis (Tarwoto & Wartonah, 2016).

Personal hygiene merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk

mempertahankan kesehatan baik secara fisik maupun psikologis (Aziz, 2016).

Definisi–definisi diatas dapat disimpulkan bahwa personal hygiene merupakan

18
kegiatan atau tindakan membersihkan seluruh anggota tubuh yang bertujuan untuk

memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang (Natalia, 2015).

2. Tujuan Personal Hygiene

Tujuan umum perawatan diri adalah untuk mempertahankan perawatan diri, baik

secara sendiri maupun dengan bantuan, dapat melatih hidup sehat/bersih dengan cara

memperbaiki gambaran atau persepsi terhadap kesehatan dan kebersihan, serta

menciptakan penampilan yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan. Membuat rasa

nyaman dan relaksasi dapat dilakukan untuk menghilangkan kelelahan serta mencegah

infeksi, mencegah gangguan sirkulasi darah, dan mempertahankan integritas pada

jaringan (Aziz, 2006).

Definisi Kebersihan Kuku Kuku atau Unguis Menurut kamus kedokteran Dorland

adalah Lempengan kulit bertanduk pada permukaan dorsal ujung distal falang terminal

jari tangan atau jari kaki, yang tersusun dari kerak-kerak epitel yang memipih dan

berkembang dari stratum lucidum kulit. Pengertian kuku pada umumnya adalah

bagian tubuh manusia yang bersifat keras, tumbuh di ujung jari dan berfungsi sebagai

pelindung.

Menjaga kebersihan kuku merupakan salah satu aspek penting dalam

mempertahankan perawatan diri karena kuman dapat masuk ke dalam tubuh melalui

kuku (Hidayat, 2018). Oleh karena itu, Potong kuku 1x/mg atau saat terlihat panjang

(gunakan pemotong kuku dan setelah dipotong ujung kuku dihaluskan/dikikir)

(Haince, 2017).

3. Cara Mengukur Personal Hygiene

19
Menurut Fani Mayona (2018), pengukuran personal hygiene dapat diungkap melalui

angket tindakan personal hygiene yang disusun berdasarkan aspek-aspek personal

hygiene. Aspek-aspek personal hygiene antara lain memandikan, membersihkan kuku

kaki dan tangan, mencuci rambut, membersihkan mulut, membersihkan mata, hidung,

telinga. Pengukuran personal hygiene dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu:

1) Personal hygiene baik jika skor >70%

2) Personal hygiene kurang baik jika skor < 70%

D. Tinjauan Umum tentang Sanitasi Lingkungan

1. Sanitasi Lingkungan

Sanitasi dapat didefinisikan sebagai usaha pencegahan penyakit dengan cara

menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan ratai

perpindahan penyakit tersebut. Secara luas, ilmu sanitasi merupakan penerapan dari

prinsip-prinsip yang akan membantu memperbaiki, mempertahankan, atau

mengembalikan kesehatan yang baik pada manusia (Purnawijayanti, 2011). Sanitasi

lingkungan adalah cara dan usaha individu atau masyarakat untuk memantau dan

mengendalikan lingkungan hidup eksternal yang berbahaya bagi kesehatan serta dapat

mengancam kelangsungan hidup manusia (Chandra, 2009).

Sanitasi berdasarkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2017

adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah

manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya

dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia.

Sanitasi yang baik merupakan elemen penting yang menunjang kesehatan manusia

Definisi sanitasi dari WHO merujuk kepada penyediaan sarana dan pelayanan

20
pembuangan limbah kotoran manusia seperti urin dan feses. Istilah sanitasi juga

mengacu kepada pemeliharaan kondisi hygien melalui upaya pengelolaan sampah dan

pengolahan limbah cair. Sanitasi berhubungan dengan kesehatan lingkungan yang

mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat (Kementerian Kesehatan, 2017). Sanitasi

lingkungan dapat pula diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan

dan pempertahankan standar kondisi lingkungan yang mendasar yang mempengaruhi

kesejahteraan manusia. Kondisi tersebut mencakup penyediaa air yang bersih dan

aman, pembuangan limbah (hewan, manusia, dan industri) yang efisien, perlindungan

makanan dari kontaminasi biologis dan kimia, udara yang bersih dan aman , serta

rumah yang besih dan aman (Rohmat, 2008).

Sanitasi lingkungan merupakan upaya pengendalian terhadap faktor-faktor

lingkungan fisik manusia yang dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan atau

upaya kesehatan untuk memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari

subjeknya, misalnya menyediakan air bersih untuk mencuci tangan dalam memelihara

dan melindungi kebersihan tangan, menyediakan tempat sampah untuk membuang

sampah dalam memelihara kebersihan lingkungan, membangun jamban untuk tempat

membuang kotoran dalam memelihara kebersihan lingkungan dan menyediakan air

yang memenuhi syarat kesehatan dalam upaya memelihara dan meningkatkan

kesehatan masyarakat (Pasaribu, 2015).

2. Sanitasi Lingkungan Rumah

Rumah Perumahan merupakan kebutuhan primer bagi manusia. Rumah atau

Tempat tinggal, dari zaman ke zaman mengalami perkembangan. Pada zaman purba

manusia bertempat tinggal di gua-gua, kemudian berkembang dengan mendirikan

21
rumah di hutan-hutan dan di bawah pohon. Sampai pada abad modern ini manusia

sudah membangun rumah bertingkat dan diperlengkapi dengan peralatan yang serba

modern (Pasaribu, 2015). Definisi rumah tangga yang memiliki akses sanitasi layak

berdasarkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2017 adalah apabila

fasilitas sanitasi yang digunakan memenuhi syarat kesehatan, antara lain dilengkapi

dengan jenis kloset leher angsa atau plengsengan dengan tutup dan memiliki tempat

pembuangan akhir tinja tangki (septic tank) atau Sistem Pengolahan Air Limbah

(SPAL), dan merupakan fasilitas buang air besar yang digunakan sendiri atau bersama

(Kementerian Kesehatan, 2017). Sebagian waktu manusia dihabiskan di rumah.

Karena itu, kondisi rumah dapat mempengaruhi perkembangan fisik dan mental

penghuninya. Rumah yang sehat akan memberikan kesehatan penghuninya. Selain

sehat rumah juga harus aman dan perlu pula memperhatikan estetika agar dapat

memberikan ketenangan dan kenyamanan (Rohmat, 2008).

Kriteria rumah yang sehat dan aman dari segi lingkungan, antara lain (Chandra,

2006):

a. Memiliki sumber air bersih dan sehat serta tersedia sepanjang tahun.

b. Memiliki tempat pembuangan kotoran, sampah dan air limbah yang baik.

c. Dapat mencegah terjadi perkembangbiakan vektor penyakit, seperti nyamuk, lalat

tikus dan sebagainya.

d. Letak perumahan jauh dari sumber pencemaran (misalnya kawasan industri) dengan

jarak minimal sekitar 5 km dan memiliki daerah penyangga atau daerah hjau (green

belt) dan bebas banjir

22
3. Cara Mengukur Sanitasi Lingkungan

Menurut Adeilla Dyah Safitri (2020), pengukuran sanitasi lingkungan rumah dapat

diungkap melalui lembar observasi yang disusun berdasarkan aspek-aspek sanitasi

lingkungan rumah. Aspek-aspek sanitasi lingkungan rumah antara lain lantai, sarana

air bersih, jamban, sarana pembuangan air limbah, sarana pembuangan sampah, dan

perilaku penghuni. Pengukuran sanitasi lingkungan dapat dikategorikan menjadi 2

yaitu:

3) Sanitasi baik jika skor >75%

4) Sanitasi tidak baik jika skor < 75%

23
E. Kerangka Konsep

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas maka, dapat disusun kerangka teori sebagai berikut

Variabel Independen Variabel Dependen

Pengetahuan
Kejadian
Personal Hygine Demam Tifoid

Sanitasi
Lingkungan

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

: Hubungan

Gambar 2.1

Kerangka konsep

F. Hipotesis penelitian

Hipotesis pada penelitian ini adalah:

a. Hipotesis Nol (Ho)

1. Ho: Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian Demam Tifoid di

Wilayah Kerja Puskesmas Kairatu

2. Ho. Tidak ada bubungan antara personal hygiene dengan kejadian Demam

Tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas Kairatu

24
3. Ho. Tidak ada bubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian Demam

Tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas Kairatu

b. Hipotesis Alternatif (Ha)

1. Ha: Ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian Demaro Tifoid di

Wilayah Kerja Puskesmas Kairatu

2. Ha: Ada hubungan antara personal hygiene dengan kejadian Demam Tifoid di

Wilayah Kerja Puskesmas Kairatu

3. Ha: Ada hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian Demam Tifoid di

Wilayah Kerja Puskesmas Kairatu

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
25
Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan dengan metode survei

analitik menggunakan pendekatan cross sectional. Rancangan cross sectional adalah penelitian

yang mencoba menggali bagaimana dan mengaga femena kesehatan itu terjadi, kemudian

melakukan analisis dinamika korelasi antara fenomena dan faktor penyebab, dimana

pengukuran atau pengamatannya dilakukan secara simultan pada satu saat (sekali waktu)

(Notoadmojo, 2018).

B. Lokasi Dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Kairatu

2) Waktu penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli tahun 2022.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri dari objekat subyek yang mempunyai

karakteristik dan kualitas ditarik kesimpulannya (Surjani, 2015) Populasi dalam penelitian

ini adalah seluruh penderita Demam Tifoid yang berada di Wilayah Kerja Puskesmas

Kairatu yaitu sebesar 32 orang.

2. Sampel

Menurut Sugiyono (2016) Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi, sedangkan teknik pengambilan sampel disebut dengan sampling.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling Total sampling

adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi. Jadi

jumlall sampel dalam penelitian ini adalah penderita Demam Tifoid yang berada di Kerja

26
Puskesmas Kairatu yaitu sebesar 32 orang.

Dengan memenuhi kriteria sebagai beriktit:

a. Kriteria inklusi

1) Penderita Demam Tifoid yang berobat di Puskesmas Kairatu

2) Penderita yang bersedia untuk dijadikan responden

3) Penderita yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Kairtu

b. Kriteria ekslusi

1) Penderita sebagai responden tidak bisa ditemui saat kunjungan. 2) Penderita

tidak bersedia dijadikan responden

D. Variabel penelitian

Variabel dalam penelitian ini terbagi 2 (dua) menurut Sugiyono (2016) yaitu:

1. Variabel indenpenden

Variabel independen atau variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan

personal hygiene

2. Variabel dependen

Variable dependen atau variable terikat dalam penelitian ini adalah kejadian Demam

Tifoid.

E. Defenisi Operasional

Tabel 3.1 Defenisi Operasional

27
No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Skala
Oprasional pengukuran

Variabel
Indenpendet
1. Baik jika
1. Variabel Hasil tahu Kuesioner skor ≥70% Ordinal
Pengetahuan seseorang terhadap atau jabawan
kejadian demam responden
tifoid baik benar 8-11
penyebab, tanda pertanyaan
dan gejala,
komplikasi serta 2. Kurang baik
cara jika skor
pencegahannya. <70% atau
jawaban
responden
benar 1-7
pertanyaan

28
2. Personal Perilaku seseorang Kuesioner 1. Baik jika Ordinal
hygine untuk memelihara skor ≥70%
atau menjaga atau jabawan
kesehatan agar responden
tidak sakit benar 4-5
pertanyaan
1. Kebiasaan
mencuci 2. Kurang baik
tangan dengan jika skor
sabun dan air <70% atau
sebelum jawaban
makan responden
2. Kebiasaan benar 1-3
mencuci pertanyaan
tangan dengan
sabun dan air
setelah BAB

3. Kebiasaan
minum air
matang
4. Kebiasaan
mengkonsums
i makanan
(daging,
kerang, susu
dan telur)
yang matang
5. Kebiasaan
mencuci buah
dan sayuran
mentah
sebelum
dikonsumsi
6. Penggunaan
alat makan
dan minum
yang bersih.

29
1. Sanitasi
3. Sanitasi Kondisi Lembar tidak baik, Ordinal
lingkungan lingkungan yang Observasi jika
dinilai dari kualitas jawaban
sumber air bersih, responden
sarana < 70%
pembuangan tinja,
SPAL, Sarana 2. Sanitasi
pembuangan Baik, jika
sampah dan jenis jawaban
lantai rumah responden
≥70%

Variabel Defanisi Alat Ukur Cara Skala


denpendet operasioanl pengukuran
1. TIDAK:
1 Kejadian Penyakit demam Data rekam bila tidak Nominal
Demam akut yang di medik menderita
Ttifoid sebabkan oleh puskemas demam tifoid
Salmonella typhi
yang di lihat dari 2. YA: bila
Tanda dan gejala menderita
demam tifoid demam tifoid

F. Intsrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan dalam penelitian untuk mengumpulkan

dan memperoleh data agar penelitian yang dilakukan dapat dilaksanakan dengan mudah dalam

penelitian ini peneliti dapat mengumpulkan data dengan menggunakan lembar observasi dan

kuesioner.

a. Kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan tentang Demam Tifoid. Terdiri dari 12

item pernyataan tentang pengetahuan. Skala penilaian yang digunakan adalah skala guttman

dengan rentang jawaban Benar =1 atau Salah =0. Kuesioner ini merupakan modifikasi
30
kuisioner tentang pengetahuan menganai demam tifoid dan sudah dilakukan Uji Validasi

p=0,002 dan Uji Reliabilitas r=0,8762 yang di ambil dari peneltian yang dilakukan oleh Siti

Nur Cholifah, (2018). Dari defenisi operasional untuk variabel pengatahuan orang tua data

menggunakan nilai median yaitu untuk total skor dikategorikan Baik jika skor >70% atau

jawaban responden benar 8-12 pertanyaan dan Kurang jika skor <70% atau jawaban

responden benar 1-7 pertanyaan. Rumus perhitungan kuisioner pengetahuan yaitu:

total jawaban x 100%

Total pertanyaan

b. Kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui personal hygiene terhadap kejadian demam

tifoid. Terdiri dari 9 item pernyataan tentang personal hygiene. Skala penilaian yang

digunakan adalah skala guttman dengan rentang jawaban YA=1 atau TIDAK=0.

Kuesioner ini merupakan modifikasi kuisioner tentang personal hygene dan sudah

dilakukan uji validasi p= 0,004 dan reliabilitas r= 0,9764 yang diambil dari peneltian

yang dilakukan oleh Haslinda (2016). Dari defenisi operasional untuk personal hygene

distribusi data menggunakan nilai median yaitu untuk total skor dikategorikan Baik jika

skor >75% atau jawaban responden benar 6-9 pertanyaan dan Kurang jika skor <75%

atau jawaban responden benar 1-5 pertanyaan. Rumus perhitungan kuisioner personal

hygiene yaitu:

total jawaban x 100%

total pertanyaan

c. Lembar observasi untuk melihat keadaan sanitasi lingkungan rumah. Terdiri dari 8 item

pernyataan tentang sanitasi lingkungan rumah dan memiliki total skor secara

keseluruhan yaitu 23. Skala penilaian yang digunakan adalah skala likert dengan rentang

31
jawaban Sanitasi tidak baik, jika jawaban responden < 75% atau memiliki total

skor (0 – 17) dan Sanitasi Baik, jika jawaban responden > 75% atau jika memiliki total

skor (18 - 23). Rumus perhitungan lembar observasi sanitasi lingkungan yaitu:

total skor jawaban x 100%

total skor pertanyaan

G. Tahapan Penelitian

Adapun tahap-tahap dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut:

1. Persiapan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan setelah peneliti memperoleh rekomendasi dari prodi S-1

Ilmu Keperawatan Universitas Kristen Indonesia Maluku, selanjutnya melakukan

pengurusan ijin penelitian yang ditujukan pada Kepala Puskesmas Kairatu, serta

menyiapkan bahan penelitian berupa kuesioner.

2. Pelaksnaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui pengumpulan data awal sebagai bahan untuk

menyusun latar belakang permasalahan. Selanjutnya melaksanakan penelitian dengan

tahapan sebagai berikut:

a. Permintaan surat dari prodi S-1 Ilmu Keperawatan UKIM

b. Setelah peneliti mendapat ijin dari Rektor Universitas Kristen Indonesia Maluku

dan Ketua Prodi S-1 Ilmu keperawatan Universitas Kristen Indonesia Maluku,

peneliti mengantar surat permohonan ijin melakukan penelitian ke Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat dengan tembusan kepada pihak

Puskesmas Kairatu

c. Melakukan studi pendahuluan di Wilayah Kerja Puskesmas Kairatu

32
d. Menghitung jumlah populasi penderita Tifoid

H. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berdasarkan penelitian yang dilakukan yaitu dengan data primer

maupun data sekunder.

1. Data Primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab tujuan dari

pada penelitian yang telah dirumuskan. Data yang dikumpulkan dengan menggunakan

kuesioner yang memuat tentang pertanyaan dari vanabel independen.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari instansi dimana peneliti

melakukan penelitian. Data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari dokumen

tertulis pada Puskesmas Kairatu.

I. Pengelohan Dan Analisa Data

1. Pengolahan data

Pengolahan data hasil penelitian ini menggunakan bantuan komputer. Dalam proses

data terdapat langkah-langkah sebagai berikut:

a. Editing

Pada tahap ini peneliti melakukan koreksi data untuk melihat kebenaran

pengisian lembar observasi.

b. b. Coding

Peneliti melakukan pemberian kode pada untuk mempermudah mengolah data,

semua variabel diberi kode.

33
c. Entry

Entry adalah suatu proses memasukan data kedalam computer untuk selanjutnya

dilakukan analisa data dengan mnggunakan program kompter

d. Tabulating (Penyusunan Data)

Penyusunan data merupakan pengorganisasian data sedemikian rupa aga dengan

mudah untuk dapat dijumlahkan, disusun, dan disajikan serta dianalisis

2. Analisa Data

a. Analisa Univariat

univariate digunakan untuk melihat, menyajikan dan mendeskripsikan

karakteristik responden data dari variabel pendukung umur, pendidikan dan

variabel dependen yaitu pengetahuan, personal hygiene dan sanitasi lingkungan.

b. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan terhadap variabel independen yang meliputi yaitu

sanitasi lingkungan dan Hygiene perorangan. Analisa bivariate dalam penelitian

ini dilakukan dengan uji Chi Square untuk semua variabel. Dengan asumsi

bahwa batas bermakna a=0,05, hal ini berarti bahwa jika nilai p≤0,05 dapat

dikatakan mempunyai hubungan yang bermakna, namun jika nilai p>0.05, maka

dikatakan tidak mempunyai hubungan yang bermakna.

34
DAFTAR PUSTAKA

Addin, A. (2018). Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit. Bandung: Puri Delco

http://perpus tasikmalayakab.go.id/opac/detail opacid-5321

Alamsyah, D. (2013). Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat Yogyakarta: Nuba 7(2),

32-38. Medika (1)114-123.

Andiaria, M. (2019) Epidemiologi, Manifestasi Klinis, dan Penatalaksanaan Tifoid.

Journal of Nutrition and Health https://garuda kemdikbud void document

detail/1190973

Ashurst. J. (2020) Salmonella typhi. Treasure Island (FL) StatPearls Publishing Available

at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NAKS19082

Bhandari, J., Thada, P. K. and DeVos, E. (2020). Typhoid Fever Florida StatPearls. at:

gov.translate goog/books/NBK557513/?x tr_sl=en&_x_tr_tl-id&_x_tr_hl=

id&_x_tr_pto-ajax sc# NBK557513_pubdethttps://www.ncbi.nlm-nih

Depkes RI 2018. Laporan Hasil Riset Dasar (RISKESDAS) 2018 Jakarta

https://www.litbang kemkes go.id/laporan riset-kesehatan-dasar rakendas/

Dinkes Provinsi Maluku, (2022). Prevalensi Penderita Demam Tifoid

Elisabeth Purba, (2016). Program Pengendalian Demam Tifoid di Indonesia: Tantangan

dan Peluang. Media Penelit. Dan Pengemb. Kesehat. 26, 99-108.

doi:10.22435/mpk.v2612.5447.99 108

Global Burden of Disease Collaborative Network. Global Burden of Disease Study 2017

(GBD 2017) Results. Seattle, United States: Institute for Health Metrics and

Evaluation (IHME). 2018

https://www.sciencedirect.com/science/article/pi/S0140673617321542

35
Kumar, (2019) Karakteristik Usia, Jenis Kelamin, Tingkat Demam, Kadar Hemoglobin,

Leukosit, dan Trombosit Penderita Demam Tifoid Pada Pasien Anak di RSU

Anutapura Tahun 2013. Jurnal Ilmiah Kedokteran, 4(2), 30-40.

http://jurnal.untad ac id/jurnal/index.php/Medika Tadulako/article/view/9285

Naveed, A. and Ahmed, Z., (2016). Treatment of Typhoid Fever in Children Comparison

of Efficacy of Ciprofloxacin with Ceftriaxone. European Scientific Journal,

12(6) ISSN: 1857-7881 (Print) e-ISSN 1857-7431

https://cujournal.org/index.php/c/article/view/7069/6830

Radhakrishnan, A, Als, D, Mintz, ED, Crump, JA, Stanaway, J. Breiman, RF, Bhutta, ZA

(2019), Introductory article on global burden and epidemiology of typhoid

fever, American Journal of Tropical Medicine and Hygiene, pp. 4 9(online

NCBI) https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6128367/

Suyono A. (2016). Hubungan Sanitasi Lingkungan dan Higiene Perorangan dengan

Kejadian Demam Tifoid di Puskesmas Bobotsari Kabupaten Purbalingga.

[Skripsi Ilmiah] Semarang : Universitas Diponegoro bup/lib unes as

id:18154/1/6450408802.pdf

Velina dkk. (2016). Demam Tifoid Fakultas Kedokteran Universitas

MuhammadiyahSurakarta.http://repo.poltekkesmedan.ac.id/jspui/bitstream/1

23456789/1496/1/PDP NANDA.pdf

36
World Health Organization. (2018). Call for nomination of experts to serve on the

Strategic Advisory Group of Experts on immunization (SAGE) Working Group

on Typhoid Vaccines Immunization Vaccines and Bioligicals: WHO

http://eprints.ums.ac.id/59665/8/DAFTAR 20PUSTAKA.pl

37
LAMPIRAN

38
SURAT PERMINTAAN UNTUK MENJADI RESPONDEN HUBUNGAN
PENGETAHUAN DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN
DEMAM TIFOID DI PUSKESMAS KAIRATU KABUPATEN SERAM
BAGIAN BARAT (SBB)

Kepada Yth: Calon Responden Penelitian


Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini
Nama: FENSKA RUSPANAH
Npm: 12114201180136
Adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Kristen Indonesia
Maluku yang sedang melakukan penelitian dengan judul :

"HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN


KEJADIAN DEMAM TIFOID DI PUSKESMAS KAIRATU KABUPATEN
SERAM BAGIAN BARAT (SBB)"

Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang merugikan bagi saudara sebagai
responden, kerahasiaan mengenai semua informasi yang diberikan akan dijaga dan
hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Apabila saudara menyetujui untuk
berpartisipasi dalam penelitian saya, mohon kesediaanya untuk mendatangani
persetujuan dan menjawab pertanyaan pertanyaan yang saya buat. Atas perhatian dan
kesediaan saudara menjadi responden sebelumnya saya ucapkan terima kasih.

Ambon, 2022

Responden

(………………………..)

39
LEMBAR KUESIONER

Kode responden ………………………………………..(diisi oleh peneliti)


Tanggal Pengumpulan Data :
Petunjuk Umum Pengisian
I. Bacalah setiap pertanyaan dengan hati-hati sehingga dapat dimengerti
2. Harap mengisi seruluh pernyataan yang ada dalam kuesioner dan
pastikantidak ada yang terlewat
3. Keterangan :
Tahu B = Benar Aplikasi: S = Sudah
S = Salah B = Belum
A. Data Demografi
Petunjuk Pengisian
Isilah pertanyaan berikut secara langsung dan dengan memberikan
tanda (Å) padakotak ang telah disediakan.
1. Nama responden (Inisial) :
2. Usia :
3. Pendidik terakhir :

SD SMP SMA

Pernguruan tinggi Tidak Sekolah

4. Pekerjaan :

Kuesioner Pengetahuan Demant Tifoid


No Pernyataan Benar Salah
1. Demam Tifoid (Tipes) adalah penyakit pada saluran pencernaan
(usus).
2. Demam Tifoid (Tipes) disebabkan Oleh bakteri.

40
3. Gejala penyakit Tifoid (Tipes) ini adalah demamselama I
minggu.
4. Sakit kepala adalah tanda-tanda dari penyakit demam tifoid
(tipes) ini.
5.Demam Tifoid (Tipes) mengakibatkan mual-muntah.

6.Demam Tifoid (Tipes) mengakibatkan tubuh menjadi lemas,


dan perut terasa sakit.
7. Bakteri penyebab Tifoid (Tipes) dapat menular melalui lalat.
8. Demam Tifoid (Tipes) dapat menular melalui kotoran manusla.

9. Demam Tifoid (Tipes) dapat mengakibatkan penyakit usus


yang parah seperti perdarahan usus.
10. Anda sudah melakukan pemeriksaan darah untuk memastikan
terjadinya Demam Tifoid (Tipes).
11 Anda sudah beristirahat selama 7-14 hari untuk mempercepat
. penyembuhan penyakit Tifoid (Tipes).
12. Anda sudah mencuci makanan dengan bersih untuk mencegah
terjadinya penyakit Tifoid (Tipes).

Kusioner personal hygiene

No. Pengatahuan Benar Salah


1. Apakah anda mencuci tangan setelah buang air
besar?
2. Apakah anda mencuci tangan dengan
menggunakan sabun?
3. Apakah anda mencuci tangan dengan
menggosok tangan, sela-sela jaru dan kuku?

41
4. Apakah anda mencuci tangan sebelum makan?

5. Apakah anda mencuci tangan dengan


menggunakan sabun?

6. Apakah anda mencuci tangan dengan


menggosok tangan, sela-sela jaru dan
kuku?
7. Apakah anda suka makan diluar rumah
seperti di warung, rumah makan, ataupun pedagang
keliling ≥3 kali dalam seminggu?
8. Ketika anda makan buah-buahan, apakah buah
tersebut di cuci sebelum, dimakan?
9. Ketika anda makan sayuran mentah, (lalapan),
apakah sayuran tersebut dicuci sebelum dimakan?

Lembar Observasi Sanitasi Lingkungan

No Aspek Penilaian Kriteria Nilai


I. Komponen Rumah
1. Lantai a. Tanah 0
b. Papan/ anyaman bambu dekat dengan tanah/ 1
plesteran retak atau berdebu
c. Diplester/ ubin/keramik/papan (rumah 2
panggung)
II. Sarana Sanitasi
2. Sarana Air a. Tidak ada 0
Bersih b. Ada, bukan milik sendiri dan tidak 1
memenuhi syarat kesehatan

42
(SGL/SPT/PP/K c. Ada, milik sendiri dan tidak memenuhi 2
U/PAH) syarat kesehatan
d. Ada, bukan milik sendiri dan memenuhi 3
syarat kesehatan
e. Ada, milik sendiri dan memenuhi syarat 4
kesehatan
3. Jamban (sarana a. Tidak ada 0
pembuangan b. Ada, bukan leher angsa, tidak ada tutup, 1
kotoran) disalurkan ke sungai/kolam
c. Ada, bukan leher angsa, ada tutup, 2
disalurkan ke sungai/kolam
d. Ada, bukan leher angsa, ada tutup, 3
disalurkan ke septic tank
e. Ada, leher angsa, ada tutup, disalurkan ke 4
septic tank
4. Sarana a. Tidak ada, sehingga tergenang tidak teratur 0
Pembuangan Air di halaman rumah
Limbah (SPAL) b. Ada, diresapkan tetapi mencemari sumber 1
air (jarak dengan sumber air <10 m)
c. Ada, dialirkan ke selokan terbuka 2
d. Ada, diresapkan tetapi tidak mencemari 3
sumber air (jarak dengan sumber air >10 m)
e. Ada, disalurkan ke selokan tertutup (saluran 4
kota) untuk diolah lebih lanjut
5. Sarana a. Tidak ada 0
pembuangan b. Ada, tidak kedap air dan tidak ada tutup 1
sampah (tempat c. Ada, kedap air dan tidak ada tutup 2
sampah d. Ada, kedap air, dan tertutup 3

43
44
45
46

Anda mungkin juga menyukai