Anda di halaman 1dari 49

2

SKRIPSI

HUBUNGAN KIPI DAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN


STATUS IMUNISASI DASAR BAYI DI PRAKTEK MANDIRI
BIDAN LINDA KECAMATAN BINJAI KABUPATEN
LANGKAT TAHUN 2022

OLEH :

MASYITHA
NPM : 2119201422

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM


SARJANA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
(STIKes) MITRA HUSADA MEDAN
T.A 2021/2022
10
9

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, atas berkah yang

diberikan kepada penulis, dalam menyelesaikan skripsi : Hubungan KIPI Dan

Karakteristik Ibu Dengan Status Imunisasi Dasar Bayi Di Praktek Mandiri Bidan

Linda Kecamatan Binjai Kabupatenlangkat Tahun 2022.

Dalam penyusunan proposal skripsi ini, penulis banyak mendapatkan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. Imran Saputra Surbakti, MM, Ketua Yayasan Mitra Husada Medan yang

telah menyediakan sarana prasarana.

2. Dr.Siti Nurmawan Sinaga, SKM., M.Kes., Ketua STIKes Mitra Husada Medan

yang menyediakan fasilitas yang baik .

3. Febrina Sari., SST.,M.Keb., Kaprodi Kebidanan Program Sarjana, yang telah

memberikan saya kesempatan untuk melakukan penelitian ini

4. Ribur Sinaga, S.Tr.Keb, Bd, M.Si, selaku dosen pembimbing yang dengan sabar

telah membimbing saya dalam menyelesaikan penelitian ini.

5. Suami dan seluruh Keluarga dan juga teman teman yang telah memberi dukungan.

6. Semua pihak yang yang telah ikut membantu skripsi penelitian ini .

Saya menyadari kekurangan dari skripsi ini, saya mengharapkan saran dan

masukan untuk kesempurnaan dan kebaikan dalam penulisan skripsi ini.


10

Medan, A p r i l 2022

Peneliti
10

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.....................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ix

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1


1.1. Latar Belakang Penelitian ............................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah............................................................................ 5
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................. 5
1.3.1. Tujuan Umum....................................................................... 5
1.3.2. Tujuan Khusus ...................................................................... 5
1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 7


2.1. Konsep Imunisasi ........................................................................... 7
2.1.1. Pengertian Imunisasi.............................................................. 7
2.1.2. Tujuan Imunisasi ........................................................................... 7
2.1.3. Jadwal Imunisasi............................................................................. 12
2.1.4. Tata Cara Imunisasi ........................................................................ 12
2.1.5. Penyimpanan Vaksin ............................................................. 13
2.2. Konsep DPT..................................................................................... 13
2.3. Konsep KIPI .................................................................................... 21
2.3.1. Pengertian KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) ............. 21
2.3.2. Faktor Penyebab .................................................................... 21
2.3.3. Gejala Klinis KIPI.......................................................................... 23
2.3.4. Survailans KIPI ..................................................................... 24
2.3.5. KIPI........................................................................................ 25
2.4. Karektristik Ibu ................................................................................ 26

BAB 3 METODE PENELITIAN.................................................................. 27


3.1. Desain Penelitian ............................................................................ 27
3.2. Kerangka Konsep Penelitian............................................................ 27
3.3. Variabel Dan Definisi Operasional ................................................. 28
3.3.1. Variabel................................................................................. 28
3.3.2. Definisi Operasional ............................................................. 28
3.4. Populasi dan Sampel........................................................................ 29
12

3.4.1. Populasi ................................................................................. 29


3.4.2. Sampel ................................................................................... 29
3.5. Lokasi Penelitian ............................................................................. 29
3.6. Pengumpulan Data........................................................................... 29
3.6.1. Data Primer ............................................................................ 29
3.6.2. Data Sekunder........................................................................ 29
3.6.3. Pengolahan data ..................................................................... 30
3.7. Metode Analisis Data ...................................................................... 30
3.7.1. Analisis Univariat .................................................................. 30
3.7.2. Analisis Bivariat .................................................................... 30
3.8. Jadwal Penelitian ............................................................................. 31

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................


LAMPIRAN....................................................................................................
13

BAB 1

PENDAHULUA

1.1 Latar Belakang

Imunisasi sebagai salah satu pencegahan upaya preventif yang berdampak

positif terhadap kesehatan masyarakat harus dilaksanakan secara terus menerus,

menyeluruh, dan sesuai standar sehingga mampu memutus mata rantai penularan

penyakit serta menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap

suatu penyakit. Imunisasi juga dapat menimbulkan dampak yang tidak diinginkan

seperti efek panas setelah imunisasi DPT dan campak. Sebetulnya, masih ada efek

lain daripada itu seperti sakit pada tempat suntikan, warna kemerahan di sekitar bekas

tempat suntikan, anak yang menangis terus menerus setelah mendapat imunisasi

DPT. Kejadiannya agak jarang, sehingga sering luput dari perhatian orangtua balita

(Narulita, 2012).

Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) adalah Adalah semua kejadian sakit

dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi. WHO (Global

Immunization Data) tahun 2010 menyebutkan 1,5 juta anak meninggal karena

penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dan hampir 17% kematian pada anak

< 5 tahun dapat dicegah dengan imunisasi. Laporan dari Jurnal Kesehatan The Lancet

menyebutkan bahwa 7.000 bayi meninggal dunia setiap harinya dan 98% terjadi di

negara-negara Miskin. Negara yang paling tinggi kasus kematian ibu dan bayi adalah

negara-negara di Sub-Sahara Afrika dan Asia Selatan. Angka kematian bayi di

1
2

Indonesia sebesar 34 bayi / 1.000 kelahiran hidup. Jumlah tersebut tidak terlalu

mengesankan karena apabila dibandingkan dengan 5 tahun yang lalu perubahannya

hanya sedikit. Penyebab utama kematian bayi di Indonesia adalah Infeksi Saluran

Pernafasan Akut ( ISPA ) sebanyak 37%, dan 50% kematian bayi dan balita berkaitan

dengan masalah kekurangan gizi. 13% penyebab lainnya adalah penyakit yang dapat

dicegah melalui imunisasi seperti campak dan TBC. Jika program imunisasi

dilaksanakan dengan baik dan menyeluruh maka keefektifan imunisasi dapat dicapai

secara maksimal, dan akan berpengaruh terhadap AKB (Kompas, 2010 dalam Elviani

2012). Cakupan imunisasi dasar lengkap di Jawa Timur tahun 2018 sebesar 92,5%

(Profil Dinkes Jatim, 2017).

Data World Health Organization (WHO) Tahun 2016, ada 21,8 juta anak pada

tahun 2013 tidak mendapatkan imunisasi. Pelaksanaan imunisasi dapat mencegah 2-3

juta kematian setiap tahun akibat penyakit difteri, tetanus, pertusis, dan campak pada

tahun 2014, namun pada tahun 2014 terdapat 18,7 juta bayi diseluruh dunia tidak

mendapat imunisasi rutin DPT3, yang lebih dari 60% dari anak-anak ini tinggal di 10

negara yaitu Republik Demokrasi Kongo, Eutopia, India, Indonesia, Iraq, Nigeria,

Pakistan, Philipina, Uganda, dan Afrika selatan. Cakupan imunisasi dasar lengkap di

Indonesia dalam lima tahun terakhir selalu di atas 85%, namun masih belum

mencapai target Renstra Kementerian Kesehatan yang ditentukan. Pada tahun 2017

imunisasi dasar lengkap di Indonesia sebesar 91,12%. Angka ini sedikit di bawah

target Renstra tahun 2017 sebesar 92%, menurut provinsi, terdapat 15 provinsi yang

mencapai target Renstra tahun 2017. Angka imunisasi DPT/HB1-Campak


3

menunjukkan kecenderungan penurunan sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2016

yang asumsinya semakin banyak bayi yang mendapatkan imunisasi dasar secara

lengkap. Angka imunisasi DPT/HB1-Campak pada tahun 2017 meningkat menjadi

4,1% dibandingkan tahun 2016 yang sebesar 2,4% meskipun masih mencapai target

di bawah 5%(3). Dari dinas kesehatan Aceh Pada tahun 2016 terdapat 10

kabupaten/kota aceh yang memiliki persentase desa Universal child imunization

(UCI) melebihi 3 target 80 %. Kota Sabang memiliki capaian tertinggi dalam

pelaksanaan imunisasi dengan persentase desa UCI mencapai 100 %, di ikuti

Kabupaten Aceh Tengah sebesar 99 % dan Langsa sebesar 95 %. Sedangkan capaian

terendah terdapat di Kabupaten Pidie dengan persentase desa UCI sebesar 19 %(4).

Dari data Dinas Kesehatan Nagan Raya Tahun 2017 diperoleh cakupan imunisasi

dasar lengkap pada bayi sebanyak 3,359 orang, yang melakukan imunisasi DPT-

HB3/DPT-HB-HB3 sebanyak 2,603 (77%), Polio sebanyak 2,349 (69,9%) Campak

sebanyak 2,555 (76,0%) yang melakukan imunisasi dasar lengkap sebanyak 2,181

(64,9%)(5).

Gejala klinis pasca imunisasi dapat timbul secara cepat maupun lambat dan

dapat dibagi menjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi

lainnya. Tanda dan gejala yang muncul dari efek samping setelah imunisasi pada bayi

satu dengan yang lain akan berbeda, tergantung daya tahan tubuh bayi. Beberapa bayi

akan akan sulit tidur, lebih mudah menangis dan gelisah. Hal tersebut bukan karena

vaksin yang tidak cocok, namun disebabkan karena naiknya suhu badan yang

membuat bayi anda tidak nyaman. Bahkan berhasil atau tidaknya imunisasi bisa
4

dilihat setelah dilakukan imunisasi, dengan tanda perubahan suhu tubuh bayi yang

meningkat atau bengkak disekitar area suntikan. Efek samping imunisasi, seperti

peningkatan suhu tubuh sering membuat orangtua panik, serba salah bahkan ikut

menangis melihat kondisi bayi (Susanti, 2014). Kejadian yang memang akibat

imunisasi tersering adalah akibat kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan

(pragmatic errors). Tidak semua kejadian KIPI disebabkan oleh imunisasi karena

sebagian besar ternyata tidak ada hubungannya dengan imunisasi (Dokter Anak

Indonesia, 2013).

Penangulangan kecemasan ibu dalam mengatasi efek samping dari imunisasi

bidan harus memberikan pendidikan kesehatan ini sebelum imunisasi diberikan pada

anak dengan cara memberikan informasi atau penyuluhan pada orang tua tentang

imunisasi, dan memberikan penjelasan pada ibu yang berkaitan dengan pemeliharaan

kesehatan anak melalui pencegahan penyakit dengan imunisasi supaya dapat

memberikan pemahaman yang tepat. Pada akhirnya diharapkan adanya kesadaran

orang tua untuk memelihara kesehatan anak sebagai upaya meningkatkan

pertumbuhan dan perkembangan anak khususnya (Kemenkes RI, 2010).

Studi pendahuluan yang dilakukan di Praktek Mandiri Bidan Linda

Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat kepada 3 ibu yang mempunyai bayi usia 0-1

tahun dengan metode wawancara, didapatkan bahwa 2 ibu yang tidak memberikan

imunisasi DPT kepada bayinya, karena takut demam. Berdasarkan uraian latar

belakang tersebut diatas maka peneliti akan meneliti lebih lanjut tentang : “

Hubungan KIPI Dan Karakteristik Ibu Dengan Status Imunisasi Dasar Bayi Di

Praktek Mandiri Bidan Linda Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat Tahun 2022”.
5
1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas yang menjadi masalah

pada penelitian ini adalah “ Bagaimanakah Hubungan KIPI Dan Karakteristik Ibu

Dengan Status Imunisasi Dasar Bayi Di Praktek Mandiri Bidan Linda Kecamatan

Binjai Kabupaten Langkat Tahun 2022 ”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum :

Tujuan umum dari penelitian ini adalah Untuk melihat “ Hubungan KIPI Dan

Karakteristik Ibu Dengan Status Imunisasi Dasar Bayi Di Praktek Mandiri Bidan

Linda Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat Tahun 2022”.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk menganalisis distribusi karakteristik responden berdasarkan Paritas,

pendidikan dan pekerjaan Di Praktek Mandiri Bidan Linda Kecamatan Binjai

Kabupaten Langkat

2. Untuk menganalisis distribusi kejadian KIPI dan status kelengkapan Imunisasi

Dasar Di Praktek Mandiri Bidan Linda Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat

3. Untuk menganalisis Hubungan KIPI Dengan status Kelengkapan Imunisasi

Dasar Di Praktek Mandiri Bidan Linda Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat


6

4. Untuk menganalisis Hubungan Karakteristik Ibu : Paritas, pekerjaan dan

pendidikan Dengan Status kelengkapan imunisasi dasar Di Praktek Mandiri

Bidan Linda Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat

1.4. Manfaat Penelitian

Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang “ Hubungan KIPI

Dan Karakteristik Ibu Dengan Status Imunisasi Dasar Bayi Di Praktek Mandiri

Bidan Linda Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat Tahun 2022”.

1. Bagi Responden yang diteliti

Merupakan sumber informasi, wawasan, dan pengetahuan tentang Motivasi

Ibu Terhadap kelengkapan Imunisasi dasar

2. Bagi Masyarakat

Memberikan pengetahuan bagi masyarakat pada umumnya dan ibu nifas

khususnya terhadap imunisasi dasar

3. Bagi Peneliti

Menambah wawasan dan pengalaman khususnya dibidang penelitian dan

pemahaman lebih dalam tentang hubungan KIPI Dan Karakteristik Ibu Bayi

Dengan Imunisasi dasar

4. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat menjadi sarana masukan dan bacaan yang akan

menambah wawasan bagi mahasiswa/mahasiswi di STIKes Mitra Husada


7

Medan sebagai bahan informasi dibidang kesehatan yang sangat bermanfaat

khususnya di instalasi Pendidikan STIKes Mitra Husada Medan


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Imunisasi

2.1.1 Pengertian Imunisasi

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara

aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa,

tidak terjadi penyakit. Dilihat dari cara timbulnya maka terdapat dua jenis kekebalan,

yaitu kekebalan pasif dan kekebalan aktif. Kekebalan pasif adalah kekebalan yang

diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat oleh indivindu itu sendiri. Contohnya adalah

kekebalan pada jenis yang diperoleh dari ibu, atau kekebalan yang diperoleh setelah

pemberian suntikan imunoglobulin, kekebalan pasif tidak berlangsung lama karena

akan dimetabolisme oleh tubuh. Kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat oleh

tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen seperti pada imunisasi, atau terpajan secara

alamiah, kekebalan aktif biasanya berlangsung lebih lama.

2.1.2 Tujuan Imunisasi

Tujuan imunisasi untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang

dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau

bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi Cacar

Variola. Keadaan ini biasanya terjadi pada jenis penyakit penularannya melalui

manusia, misalnya penyakit difteri

7
9

1) Macam-macam Vaksin dan Fungsinya

a. Imunisasi BCG

BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tubercolosis (TBC).

Vaksin ini mengandung bakteri bacillus calmate Guerin hidup yang

dilemahkan BCG diberikan satu kali sebelum anak berumur dua bulan.

b. Imunisasi DPT

Imunisasi DPT adalah suatu vaksin yang melindungi terhadap difteri, pertusis,

dantetanus (Marimbi, 2010).Vaksin DPT diberikan dengan cara disuntikan

pada lengan dan paha. Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada

saat anak berumur dua bulan (DPT-1), tiga bulan (DPT-2) dan empat bulan

(DPT-3) selang waktu tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi DPT ulang

diberikan 1 tahun setelah DPT-3 dan usia prasekolah (5-6 tahun). Jika anak

mengalami reaksi alergi terhadap vaksin, pertusis, maka sebaiknya diberikan

DT, bukan DPT. DPT/DT merupakan vaksin yang mengandung tiga elemen

yaitu toksoid corynebacterium diptheriae (difteri), bakteri bordetella pertusis,

dan toksoid clostridium tetani (tetanus).

(1) Toksoid difteri

Toksoid difteri adalah preparat toksin difteri yang diinaktifkan pada

formaldehid dan di absorbsi pada garam aluminium untuk menaikkan

antigenesitasnya. Toksoid ini melindungi tubuh terhadap kerja toksin.

Orang yang telah diimunisasi dapat terinfeksi strain difteri penghasil

toksin tanpa mengalami manifestasi difteri sistemik. Toksoid difteri


10

hampir selalu duberikan bersamaan dengan toksoid tetanus dan vaksin

pertusis sebagai bagian dari vaksin DPT pada seri imunisasi primer.

Toksoid difteri juga tersedia sebagai komponen dari vaksin kombinasi lain

atau sebagai vaksin monovalen. Vaksin DPT mengandung 10-20 lf

toksoid difteri per dosis dengan potensi toksoid difteri sekitar 30 IU per

dosis. Vaksin kombinasi difteri-tetanus ada dua sediaan, yaitu DT dengan

10-30 lf per dosis untuk anak berumur 7 tahun atau kurangdan dT dengan

kadar toksoid difteri yang lebih rendah (2-5 lf per dosis) untuk anak lebih

tua dan orang dewasa karena adanya hipereaktivitas terhadap toksoid

difteri pada orang-orang yang telah tersensitisasi antigen. DT diberikan

pada anak yang mempunyai kontraindikasi terhadap vaksin pertusis,

sedangkan dT digunakan di negara-negara yang pemberian booster

toksoid ini direkomendasikan seumur hidup.

(2) Toksoid tetanus

Preparat toksin tetanus yang diinaktifkan dengan formaldehid dan di

absorbsi pada garam aluminium untuk menaikkan antigenesitasnya. TT

merangsang pembentukan antitoksin untuk menetralkan toksin tetanus.

Antitoksin yang melewati plasenta ke janin pasca imunisasi aktif pada ibu

dapat mencegah kejadian tetanus neonatorum.

(3) Vaksin pertusis

Vaksin pertusis ada dua jenis yaitu :

(a)Vaksin seluruh sel


11

Vaksin seluruh sel adalah vaksin yang mengandung seluruh bakteri

pertusis yang dimatikan dengan bahan kimia atau panas. Vaksin seluruh

sel sering mengakibatkan reaksi lokal dan demam. Kadang-kadang dapat

menimbulkan reaksi neurologis seperti ensefalopati, kejang dan episode

hipotonik hiporesponsif, serta menangis dan menjerit berkepanjangan

lebih dari 3 jam.

(b) Vaksin aseluler.

Vaksin aseluler mengandung protein antigen pertusis murni yang

diekstraksi dari bakteri. Biasanya vaksin ini merupakan kombinasi dari

antigen-antigen toksoid pertusis (toksin pertusis yang telah rusak

toksisitasnya), hemaglutinin filamentoosa, aglutinogen, dan protein

membran luar seperti fimbrie. Kejadian efek samping lokal maupun

sistemik dua sampai empat kali lebih jarang dengan vaksin aseluler ini

bila dibandingkan dengan vaksin pertusis seluruh sel. Keparahan efek

samping juga jauh lebih ringan dengan vaksin aseluler ini. Derajat

proteksi vaksin aseluler dipengaruhi oleh kombinasi antigen yang

digunakan, vaksin dengan antigen multipel mempunyai kemampuan

proteksi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan vaksin yang hanya

terdiri dari antigen hemaglutinin filamentosa (Wahab, 2002).

(c) Imunisasi polio

Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit polio

poliomyelitis. Imunisasi polio diberikan pada anak umur 0-4 bulan


12

sebanyak 4 kali (polio I, II, III, IV) dengan interval tidak kurang dari 4

minggu. Imunisasi polio ulang diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio

IV, kemudian pada saat anak masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat

meninggalkan SD (12 tahun).

(d) Imunisasi campak

Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak.

Imunisasi campak diberikan sebanyak 2 kali pertama pada saat anak

berumur 9 bulan atau lebih, campak 2 diberikan pada umur 5-7 tahun.

Pada kejadian luar biasa dapat diberikan pada umur 6 bulan dan diulangi

lagi 6 bulan kemudian.

(e) Imunisasi hepatitis B

Hepatitis B adalah masuknya virus hepatitis B kedalam tubuh, terutama

menyerang hati, sehingga bisa menimbulkan gejala-gejala hepatitis. Virus

hepatitis B sangat mudah menular dan menyebabkan 20 % - 40 % dari

semua infeksi hepatitis. Waktu pemberian imunisasi hepatitis B uniject

dimulai pada usia 0-6 jam saat lahir. Pemberian vaksin hepatitis B

selanjutnya berulang sampai 3 kali penyuntikan dan harus lengkap

sebelum berusia satu tahun.


13

2.1.3 Jadwal Imunisasi

Adapun jadwal imunisasi dapat dilihat pada table berikut ini

(sumber : permenkes no 9 tahun 2021 tentang penyelenggaraan imunisasi)

2.1.4 Tata Cara Pemberian Imunisasi

Sebelum melakukan imunisasi, dianjurkan mengikuti tata cara sebagai berikut

1) Memberitahukan secara rinci tentang risiko vaksinasi dan risiko apabila tidak

diimunisasi.

2) Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan secepatnya bila terjadi

reaksi ikutan yang tidak diharapkan.

3) Baca dengan teliti informasi tentang produk (vaksin) yang akan diberikan jangan

lupa mengenai persejutuan yang telah diberikan kepada orang tua.

4) Melakukan tanya jawab dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum melakukan

imunisasi

5) Tinjau kembali apakah ada kontra indikasi terhadap vaksin yang akan diberikan
14

6) Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila diperlukan

7) Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan dengan baik

8) Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda perubahan,

periksa tanggal kadaluwarsa dan cacat hal-hal istimewa, misalnya perubahan

warna menunjukkan adanya kerusakan.

9) Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal.

10) Berilah petunjuk (sebaiknya tertulis) kepada orang tua atau pengasuh apa yang

harus dikerjakan dalam kejadian reaksi yang biasa atau reaksi ikutan yang lebih

berat.

11) Catat imunisasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis

12) Catatan imunisasi secara rinci harus disampaikan kepada Dinas Kesehatan

bidang Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)

13) Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan vaksinasi untuk

mengejar ketinggalan, bila diperlukan

14) Dalam situasi yang dilaksanakan untuk kelompok besar, pengaturan secara rinci

bervariasi, namun rekomendasi tetap seperti di atas dan berpegang pada prinsip-

prinsip higienis, surat persejutuan yang valid, dan pemerikasaan /penilaian

sebelum imunisasi harus dikerjakan. (Ranuh, dkk., 2001, p.15-16).

2.1.5 Penyimpanan Vaksin

1) Semua vaksin disimpan pada suhu 20C sampai dengan 80C

2) Bagian bawah lemari es diletakkan cool pack sebagai penahan dingin dan

kestabilan suhu
15

3) Peletakan dus vaksin mempunyai jarak antara minimal 1-2 cm atau satu jari

tangan

4) Vaksin BCG, Campak, Polio diletakkan dekat dengan evaporato

5) Vaksin DPT, TT, DT, Hepatitis B, DPT diletakkan jauh dengan evaporator

6) Vaksin dalam lemari es harus diletakkan dalam kotak vaksin

2.2. Konsep DPT

1) Pengertian Imunisasi DPT

Imunisasi DPT adalah suatu vaksin yang melindungi terhadap difteri, pertusis,

dan tetanus (Marimbi, 2010). Vaksin DPT diberikan dengan cara disuntikan pada

lengan dan paha. Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak

berumur dua bulan (DPT-1), tiga bulan (DPT-2) dan empat bulan (DPT-3) selang

waktu tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi DPT ulang diberikan 1 tahun setelah

DPT-3 dan usia prasekolah (5-6 tahun). Jika anak mengalami reaksi alergi terhadap

vaksin, pertusis, maka sebaiknya diberikan DT, bukan DPT. DPT/DT merupakan

vaksin yang mengandung tiga elemen yaitu toksoid corynebacterium diptheriae

(difteri), bakteri bordetella pertusis, dan toksoid clostridium tetani (tetanus). Menurut

Sari (2012) dalam penelitian yang berjudul “Gambaran tingkat pengetahuan ibu

tentang imunisasi DPT/HB Combo di Posyandu desa doyong kecamatan miri

Kabupaten Seragen” dengan tujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan

ibu tentang imunisasi DPT/HB Combo Posyandu desa doyong kecamatan miri

Kabupaten Seragen yang menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif,

dengan sampel sebanyak 30 orang dengan menggunakan purposive sampling sebagai


16

teknik pengambilan sampel, alat pengambilan data menggunakan kuesioner. Hasil

penelitian yaitu 30 responden mendapatkan hasil 26 responden (54%) memiliki

pengetahuan yang cukup baik, sedangkan 12 responden (40%) berpengetahuan baik 2

responden (6%) yang berpengetahuan kurang baik dan tidak ada responden yang

mempunyai pengetahuan tidak baik. Perbedaannya terletak pada judul penelitian,

variabel penelitian, metode penelitian dan responden penelitian.

2) Manfaat Imunisasi DPT

Pemberian imunisasi DPT pada bayi dapat memberikan sistem kekebalan

tubuh terhadap 3 penyakit sekaligus, yaitu difteri, pertusis, dan tetanus (Atikah,

2010).

a. Difteri

Adalah penyakit akut yang bersifat toxin mediated disease dan disebabkan

oleh kuman Corynebacterium diptheriae. Seorang anak dapat terinfeksi difteri

pada nasofaringnya dan kuman tersebut kemudian akan memproduksi toksin

yang menghambat sintesis protein seluler sehingga menyebabkan destruksi

jaringan setempat lalu terjadi suatu keadaan dimana selaput/ membran

penyumbat jalan nafas. Toksin yang terbentuk di membran tersebut kemudian

diabsorpsi ke dalam aliran darah dan dibawa ke seluruh tubuh, penyebaran

toksin ini berakibat komplikasi berupa miokarditis dan neuritis, serta

trombositopenia dan proteinnuria (Vivian, 2011).

b. Pertusis (Batuk rejan)


17

Merupakan infeksi bakteri yang disebabka Bordetella pertusis. Penyakit ini

merupakan penyakit berbahaya pada bayi yang masih sangat kecil, dan sangat

mengganggu pada semua usia. Bayi yang menderita pertusis batuknya tidak

berbunyi keras, namun batuk terjadi proksimal dan berhubungan dengan

muntah. Spasme berat dapat menyebabkan ruptur kapiler atau hipoksia yang

menimbulkan kejang. Pada anak yang telah diimunisasi, penyakit ini

cenderung ringan, tidak ada bunyi batuk yang keras. Penyakit pertusis atau

dikenal dengan batuk seratus hari gejalanya khas yaitu batuk yang terus-

menerus dan sukar berhenti, muka menjadi merah atau kebiruan dan muntah

kadang-kadang bercampur darah. Batuk diakhiri dengan tarikan napas panjang

dan dalam berbunyi melengking. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi

serius seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak.

c. Tetanus

Merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhu sistem

urat syaraf dan otot. Infeksi tetanus disebabkan bakteri Clostridium Tetani

yang memproduksi toksin tetanospasmin. Tetanospasmin menempel di area

sekitar luka dan dibawa darah ke sistem saraf otak dan saraf tulang belakang,

sehingga terjadi gangguan urat saraf, terutama saraf yang mengirim pesan ke

otot. Neonatal tetanus umunya terjadi pada bayi yang baru lahir. Neonatal

tetanus menyerang bayi yang baru lahir karena dilahirkan ditempat yang tidak

bersih dan steril, terutama jika tali pusat terinfeksi. Neonatal tetanus dapat

menyebabkan kematian pada bayi dan banyak terjadi dinegara berkembang.

Infeksi tetanus terjadi karena luka terpotong, terbakar, aborsi, narkoba


18
(misalnya memakai silet untuk memasukkan obat ke dalam kulit) maupun

frostbite. Walaupun luka kecil bukan berarti bakteri tetanus tidak dapat hidup

di sana. Sering kali orang lalai, padahal luka sekecil apapun dapat menjadi

tempat bakteri tetanus berkembang biak. Periode inkubasi tetanus terjadi

dalam waktu 3-14 hari dengan gejala mulai timbul di hari ketujuh. Gejala

neonatal tetanus mulai pada dua minggu pertama kehidupan seorang bayi.

Walaupun tetanus berbahaya, jika cepat didiagnosa dan mendapat perawatan

benar, penderita tetanus dapat disembuhkan. Penyembuhan tetanus umumnya

terjadi selama 4-6 minggu. Tetanus dapat dicegah dengan pemberian imunisasi

sebagai bagian vaksinasi DPT. Setelah lewat masa kanak-kanak, imunisasi

tetanus terus dilanjutkan walaupun telah dewasa, dengan vaksin TT (Tetanus

Toxoid). Dianjurkan imunisasi tetanus setiap interval 5 tahun: 25, 30, 35 dst.

Wanita hamil sebaiknya mendapat imunisasi tetanus dan melahirkan di tempat

bersih dan steril (Marimbi, 2010).

3) Cara Imunisasi, Efek Samping, dan Kontra Indikasi Pemberian Imunisasi DPT

a. Cara Imunisasi

Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi

menjadi homogen (Depkes RI, 2005). Pemberian dengan cara intra musculer

0,5 ml, suntikan diberikan pada paha tengah luar. Vaksin DPT sensitif

terhadap beku (freeze sensitive) yaitu vaksin akan rusak bila terpapar atau

terkena suhu dingin atau suhu pembekuan (Iswandi, 2008). Cara pemberian

DPT adalah melalui injeksi intramuskular. Suntikan diberikan pada paha

tengah luar atau subkutan dalam denga dosis 0,5 cc (Atikah, 2010).

b. Efek samping Pemberian Imunisasi

Pemberian imunisasi DPT memberikan efek samping ringan dan berat, efek
19
ringan seperti terjadi pembekakan dan nyeri pada tempat penyuntikan dan

demam, sedangkan efek berat bayi menangis hebat karena kesakitan selama

kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang , ensefalopati, dan

shock (Atikah , 2010).

(1) Panas

Kebanyakan anak menderita panas pada sore hari setelah mendapat

vaksinasi DPT, tetapi panas ini akan sembuh dalam 1-2 hari. Bila panas

yang timbul lebih dari 1 hari

sesudah pemberian DPT, maka itu bukanlah disebabkan oleh vaksin DPT,

mungkin ada infeksi lain yang perlu diteliti lebih lanjut. Berikan 1 tablet

antiperatik kepada ibu untuk mengatasi efek samping tersebut dan katakan

bahwa bila anak panas tinggi lebih dari 39 °C, maka anak perlu diberi ¼

tablet yang dihancurkan dengan sedikit air. Anjurkan ibu untuk tidak

membungkus anak dengan baju tebal dan mandikan anak dengan cara sibin

(membasuh tubuh dengan waslap tanpa disabuni) (Vivian, 2010).

(2) Rasa sakit di daerah suntikan

Sebagian anak merasa nyeri, sakit, kemerahan, dan bengkak di tempat

suntikan. Hal ini perlu diberitahukan kepada ibu sesudah vaksinasi, serta
20

yakinkan ibu bahwa keadaan itu tidak berbahaya dan tidak perlu

pengobatan.

(3) Peradangan

Bila pembengkakan sakit terjadi seminggu atau lebih sesudah vaksinasi,

maka hal ini mungkin disebabkan oleh peradangan yang mungkin

diakibatkan oleh beberapa faktor berikut :

(a) Jarum suntik tidak steril dikarenakan jarum yang tersentuh tangan, jarum

yang diletakkan di atas tempat yang tidak steril, sterilisasi yang kurang

lama, atau kontaminasi.

(b) Penyuntikan kurang dalam.

(4) Kejang-kejang

Kejang-kejang merupakan reaksi yang jarang terjadi, tetapi perlu

diketahui petugas. Reaksi ini disebabkan oleh komponen pertusis dari

DPT. Oleh karena efek samping ini cukup berat, maka anak yang pernah

mendapat reaksi ini tidak boleh diberi vaksin DPT lagi dan sebagai

gantinya diberi DT saja (Vivian, 2010).

c. Kontra Indikasi

Imunisasi DPT tidak boleh diberikan pada anak dengan kelainan neurologis

dan terlambat tumbuh kembang, dan riwayat kejang, penyakit degeneratif dan

pernah sebelumnya divaksinasi DPT menunjukkan anafilaksis, hiperpreksia,

tangisan/ teriakan hebat (Hanum, 2010). Perhatian khusus demam > 40,5oC

dalam 48 jam pasca imunisasi DPT sebelumnya, yang tidak berhubungan


21

dengan penyebab lain, kolaps dan keadaan seperti syok dalam 48 jam pasca

DPT sebelumnya, kejang dalam 3 hari pasca DPT sebelumnya, menangis terus

> pasca DPT sebelumnya, sindrom Guillain-Barre dalam 6 minggu pasca

vaksinasi (Depkes, 2005).

4) Jadwal Pemberian Imunisasi DPT

Jadwal pemberian imunisasi DPT adalah diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan,

dengan interval 4-6 minggu yaitu :

a. DPT-1 umur 2 bulan

b. DPT-2 umur 3 bulan

c. DPT-3 umur 4 bulan

d. DPT ulangan (DPT-4) di berikan setelah 1 tahun dari DPT-3 yaitu umur 18-24

bulan.

e. DPT-5 diberikan pada saat anak masuk sekuolah (umur 5 tahun)

f. DT-6 diberikan pada saat anak berumur 12 tahun pada bulan imunisasi anak

sekolah (Muslihatun, 2010).

5) Penanganan Efek Samping imunisasi DPT

a. Demam dapat diatasi dengan obat penurun panas

b. Bila ada reaksi berlebihan pasca imunisasi seperti demam >40oC, kejang,

syok imunisasi selanjutnya diganti dengan DpaT.

c. Memberi ASI lebih banyak

d. Tidak memakai pakaian terlalu banyak.

e. Jika demam tinggi setelah dua hari, segera bawa ke dokter


22

f. Mengompres tempat suntikan

2.3. Konsep KIPI

2.3.1 Pengertian KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi)

Adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan

setelah imunisasi

2.3.2 Faktor Penyebab

Kelompok Kerja (Pokja) KIPI Depkes RI membagi penyebab KIPI menjadi 5

kelompok faktor etiologi yaitu:

1) Kesalahan program/teknik pelaksanaan (Programmic errors)

Sebagian kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik

pelaksanaan imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan, pengelolaan,

dan tata laksana pemberian vaksin. Kesalahan tersebut dapat terjadi pada berbagai

tingkatan prosedur imunisasi, misalnya:

a. Dosis antigen (terlalu banyak)

b. Lokasi dan cara menyuntik

c. Sterilisasi semprit dan jarum suntik

d. Jarum bekas pakai

e. Tindakan aseptik dan antiseptik

f. Kontaminasi vaksin dan perlatan suntik

g. Penyimpanan vaksin

h. Pemakaian sisa vaksin

i. Jenis dan jumlah pelarut vaksin


23

j. Tidak memperhatikan petunjuk produsen

2) Reaksi suntikan

Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik

langsung maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi suntikan

langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan,

sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai

sinkope.

3) Induksi vaksin (reaksi vaksin)

Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi

terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dan secara klinis biasanya

ringan. Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi

anafilaksis sistemik dengan resiko kematian. Reaksi simpang ini sudah teridentifikasi

dengan baik dan tercantum dalam petunjuk pemakaian tertulis oleh produsen sebagai

indikasi kontra, indikasi khusus, perhatian khusus, atauberbagai tindakan dan

perhatian spesifik lainnya termasuk kemungkinan interaksi obat atau vaksin lain.

Petunjuk ini harus diperhatikan dan ditanggapi dengan baik oleh pelaksana imunisasi.

4) Faktor kebetulan (Koinsiden)

Seperti telah disebutkan di atas maka kejadian yang timbul ini terjadi secara

kebetulan saja setelah diimunisasi. Indikator faktor kebetulan ini ditandai dengan

ditemukannya kejadian yang sama disaat bersamaan pada kelompok populasi

setempat dengan karakteristik serupa tetapi tidak mendapatkan imunisasi.

5) Penyebab tidak diketahui


24

Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan

kedalam salah satu penyebab maka untuk sementara dimasukkan kedalam kelompok

ini sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya dengan kelengkapan informasi

tersebut akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI (Ranuh, dkk., 2005, p.97-

98).

2.3.3 Gejala Klinis KIPI

Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat dibagi

menjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya. Pada

umumnya makin cepat KIPI terjadi makin cepat gejalanya.

1) Reaksi KIPI lokal

a. Abses pada tempat suntikan

b. Limfadenitis

c. Reaksi lokal lain yang berat, misalnya selulitis, BCG-itis

2) Reaksi KIPI susunan syaraf pusat

a. Kelumpuhan akut

b. Ensefalopati

c. Ensefalitis

d. Meningitis

e. Kejang

3) Reaksi KIPI lainnya

a. Reaksi alergi: urtikaria, dermatitis, edema

b. Reaksi anafilaksis
25

c. Syok anafilaksis

d. Demam tinggi >38,5°C

e. Episode hipotensif-hiporesponsif

f. Osteomielitis

g. Menangis menjerit yang terus menerus

Setelah pemberian setiap jenis imunisasi harus dilakukan observasi selama 15

menit. untuk menghindarkan kerancuan maka gejala klinis yang dianggap sebagai

KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu

2.3.4 Survailans KIPI

Adalah kegiatan untuk mendeteksi dini, merespon kasus KIPI dengan cepat

dan tepat, mengurangi dampak negatif imunisasi untuk kesehatan individu dan pada

program imunisasi dan merupakan indikator kualitas program. Kegiatan survailans

KIPI meliputi :

1) Mendeteksi, memperbaiki, dan mencegah kesalahan program

2) Mengidentifikasi peningkatan rasio KIPI yang tidak wajar pada petunjuk vaksin

atau merek vaksin tertentu

3) Memastikan bahwa suatu kejadian yang diduga KIPI merupakan koinsiden (suatu

kebetulan)

4) Memberikan kepercayaaan masyarakat pada program imunisasi dan memberi

respon yang tepat terhadap perhatian orang tua/masyarakat tentang keamanan

imunisasi di tengah kepedulian (masyarakat dan professional) tentang adanya

resiko imunisasi
26

5) Memperkirakan angka kejadian KIPI (rasio KIPI) pada suatu populasi.

2.3.5 KIPI

1) Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaporan :

a. Identitas : nama anak, tanggal dan tahun lahir, jenis kelamin nama orang

tua dan alamat harus jelas

b. Jenis vaksin yang diberikan, dosis, siapa yang memberikan. Vaksin sisa

disimpan dan diperlakukan seperti vaksin yang masih utuh

c. Nama dokter yang bertanggung jawab

d. Riwayat KIPI pada imunisasi terdahulu

e. Gejala klinis yang timbul dan atau diagnosis, pengobatan yang diberikan

dan dan perjalanan penyakit, (sembuh, dirawat atau meninggal, sertakan

hasil laboratorium yang per nah dilakukan tulis juga apabila terdapat

penyakit yang menyertai

f. Waktu pemberian imunisasi (tanggal, jam)

g. Saat timbulnya gejala KIPI sehingga diketahui, berapa lama interval

waktu antara pemberian imunisasi dengan terjadinya KIPI, lama gejala

KIPI

h. Apakah terdapat gejala sisa, setelah dirawat dan sembuh

i. Bagaimana cara menyelesaikan masalah KIPI

j. Adakah tuntutan dari keluarga

k. Angka Kejadian KIPI

2.4 Karakteristik Ibu


27

Karakteristik ibu :

1) Paritas

Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh ibu. Paritas mempengaruhi

perilaku seseorang dalam kesehatan.

2) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap orang

lain menuju kearah suatu cita-cita tertentu, semakin tinggi pendidikan orang semakin

tinggi tingkat pengetahuanya. Menurut Depdiknas jenjang atau tingkat pendidikan

antara lain Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah

Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Akademi dan Perguruan Tinggi

2) Pekerjaan

Pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang

kehidupannya dan keluarganya


28

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan Analitik observasional dengan

menggunakan pendekatan cross sectional. Pengumpulan data melalui wawancara

kuesioner, pengolahan data statistic uji chisquare.

3.2. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan rumusan teori tersebut, maka peneliti dapat merumuskan

kerangka konsep penelitian serta varibel-variabel yang akan diteliti, seperti pada

gambar berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

KIPI
Karakteristik Ibu :
Status Imunisasi Dasar
Paritas
Pendidikan
Pekerjaan

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.3.Variabel dan Definisi Operasional

3.3.1 Variabel

Variabel didefinisikan sebagai karakteristik subjek penelitian yang berubah

dari satu subyek ke subyek lain. Variabel independen adalah variabel yang bila ia

berubah akan mengakibatkan perubahan variabel lain, variabel yang berubah akibat
27
29

perubahan variabel independen ini disebut sebagai variabel dependen.

(Arikunto,2016). Varibel penelitian ini dikategorikan kedalam 2 (dua) kelompok

yaitu; variabel independen adalah KIPI, umur, pendidikan, pekerjaan Variabel

dependen yaitu status imunisasi dasar

3.3.2. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Pengukuran Definisi Operasional

Alat Cara Skala


No Variabel Definisi Operasional Ukur Hasil Ukur
Ukur Ukur
1 KIPI Kejadian ikutan berupa Kuesio Wawan 1. Ringan Ordinal
keluhan sakit pasca ner cara (Skor 1-2)
2. Sedang
imunisasi yang dialami (skor 2--3)
oleh bayi 3. Berat ( skor
4-5)
2 Pekerjaan Status pekerjaan ibu atau Wawan 1. bekerja
ibu responden sebagai pencari Kuesio cara 2. tidak Ordinal
nafkah ner bekerja

3 Paritas Jumlah anak yang pernah Wawan 1. Primipara


dikandung maupun Kuesio cara 2.Multipara Ordinal
dilahirkan oleh responden ner

4 Pendidika Riwayat terakhir pendidikan Wawan 1. SD


n formal Kuesio cara 2. SMP Ordinal
ner 3. SMA
4. PT

5 Imunisasi Status kelengkapan Wawan 1. Lengkap


Dasar pemberian imunisasi dasar Kuesio cara 2.Tidak Ordinal
bayi dari responden ner lengkap
30

3.3.3. Metode Pengukuran Data

3.4. Populasi dan Sampel

3.4.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai bayi 2-6 bulan yang ada

di Di Praktek Mandiri Bidan Linda Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat Tahun

2022

3.4.2. Sampel

Jumlah sampel sebanyak 42 ibu yang mempunyai bayi 2-6 bulan yang ada di Di Di

Praktek Mandiri Bidan Linda Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat Tahun 2022,

diambil dengan teknik acidental sampling.

3.5. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi Penelitian dan Waktu

Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan Di Praktek Mandiri Bidan Linda Kecamatan

Binjai Kabupaten Langkat Tahun 2022. Penelitian ini dimulai bulan April 2022 yaitu

dengan melakukan penelusuran kepustakaan dan penyusunan proposal, penelitian

dan analisis data.

3.6. Pengumpulan Data

3.6.1. Data Primer

Data primer adalah pengumpulan data diperoleh secara langsung dari responden

melalui kuesioner yang dilakukan dengan wawancara langsung kepada responden.


31

3.6.2. Data Sekunder

Data diperoleh melalui penelusuran dokumen tentang jumlah data ibu yang

ada Di Praktek Mandiri Bidan Linda Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat Tahun

2022

3.6.3 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan setelah pengumpulan data selesai, dilakukan

dengan maksud agar data yang dikumpulkan memiliki sifat yang jelas. Adapun

langkah dalam pengolahan data yaitu:

1. Editing, yaitu memeriksa apakah semua pertanyaan yang diajukan penulis

kepada responden sudah terjawab.

2. Coding, yaitu memberikan kode pada kuesioner.

3. Tabulating, yaitu mentabulasikan data berdasarkan kelompok data yang telah

ditentukan.

3.7. Metode Analisis Data

3.7.1. Analisis Univariat

Dalam analisis ini variabel-variabel penelitian disusun secara deskriptif

melalui tabel frekuensi. Tabel frekuensi distribusi karakteristik responden.

3.7.2. Analisis Bivariat

Analisis untuk melihat hubungan variabel independen yaitu hubungan KIPI,

umur, pendidikan, pekerjaan dengan motivasi imunisasi DPT lanjutan menggunakan

uji statistic chi square.


33

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Univariat

Analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi atau

besarnya proporsi berdasarkan variabel yang diteliti yaitu variabel independen : KIPI

dan karakteristik Ibu : paritas, pendidikan, pekerjaan sedangkan variabel dependen

adalah Imunisasi Dasar.

4.1.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Paritas, Pendidikan


dan Pekerjaan

No Paritas Frekuensi Persentasi (%)


1 Primipara 12 40
2 Multipara 18 60
Total 30 100

No Pendidikan Frekuensi Persentasi (%)


1 SD 3 10
2 SMP 4 13,3
3 SMA 21 70
4 Perguruan Tinggi 2 6,7
Total 30 100

No Pekerjaan Frekuensi Persentasi (%)


1 Bekerja 22 73,3
2 Tidak bekerja 8 26,7
Total 30 100

Dari table diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden multipara 60 %,

riwayat pendidikan terakhir SMA 70 %, status bekerja 73,3 %


33
4.2.2. KIPI ( Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi ) dan Status Imunisasi Dasar

Data KIPI yang ditemukan pada imunisasi Dasar pada bayi di Praktek Mandiri

Bidan Linda tahun 2022 adalah pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4.2
Distribusi KIPI pada Imunisasi dasar pada Bayi

No KIPI
Frequency Percent (%)
1 Ringan
`19 63,3
2 Sedang 11 36,7
Total 30 100

Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa KIPI kategori ringan sebayak 19 (63,3

%)

4.2.3 Status Imunisasi Dasar pada Responden di Praktek Mandiri Bidan Linda tahun

2022

Data kelengkapan status imunisai Dasar pada Bayi Di Praktek Mandiri

Bidan Linda Kecamatan Binjai Kabupatenlangkat Tahun 2022 tahun 2021 yaitu

Tabel 4.3
Distribusi Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada Bayi Di Praktek Mandiri Bidan
Linda Kecamatan Binjai Kabupatenlangkat Tahun 2022
tahun 2021

No Imunisasi
Dasar Frequency Percent (%)
1 Tidak Lengkap 12 40
2 Lengkap 18 60
Total 30 100

Berdasarkan Tabel 4.4 diketahui bahwa masih terdapat bayi yang belum mendapatkan

imunisasi dasar lengkap Di Praktek Mandiri Bidan Linda Kecamatan Binjai

Kabupatenlangkat Tahun 2022 tahun 2021 yaitu sebanyak 12 orang (40%).


34

4.2 Analisa Bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk menjelaskan atau mengetahui adanya

hubungan yang signifikan antara variabel independen dan variabel dependen. Dengan

menggunakan teknik analisa data Chi-square dengan derajat kemaknaan yaitu α=0,05.

Hasil analisa bivariat sebagai berikut:

4.2.1 Hubungan KIPI dan karakteristik ibu dengan imunisasi dasar Bayi Di

Praktek Mandiri Bidan Linda Kecamatan Binjai Kabupatenlangkat

Tahun 2022.

Hubungan KIPI dan karakteristik ibu :paritas, pendidikan, pekerjaan dengan

imunisasi dasar pada bayi Di Praktek Mandiri Bidan Linda Kecamatan Binjai

Kabupatenlangkat Tahun 2022. dapat dilihat pada table berikut :

Tabel 4.4
Hubungan KIPI dengan Imunisasi Dasar

Imunisasi Dasar
Jumlah
KIPI Lengkap Tidak lengkap p

n % n % n %
Ringan 16 84,2 3 15,8 19 100
Sedang 2 18,2 9 81,2 11 100 0,04
Jumlah 18 60 12 40 30 100

Berdasarkan Tabel 4.5. menunjukkan bahwa KIPI ringan sebanyak 16 orang

(84,2 %) melakukan imunisasi Dasar lengkap. Sedangkan KIPI sedang 9 orang (81,2

%) tidak melakukan imunisasi dengan lengkap

Table 4.5

Hubungan Paritas Dengan Imunisasi Dasar


35

Imunisasi Dasar
Jumlah
Paritas Lengkap Tidak lengkap p

n % n % n %
Primipara 2 16,7 10 83,3 12 100
Multipara 16 88,9 2 11,1 18 100 0,80
Jumlah 18 60 12 40 30 100

Berdasarkan Tabel 4.6. menunjukkan bahwa paritas multipara yang

melakukan imunisasi dasar lengkap sebanyak 16 orang (88,9 %) .

Table 4.6

Hubungan Pendidikan Dengan Imunisasi Dasar

Imunisasi Dasar
Jumlah
Pendidikan Lengkap Tidak Lengkap p

n % n % n %
SD 2 66,7 1 33,3 3 100
SMP 2 50 2 50 4 100 0,62
SMA 13 61,9 8 38,1 21 100
Perguruan 1 50 1 50 2 100
Tinggi
Jumlah 18 60 12 40 30 100

Berdasarkan Tabel 4.7. menunjukkan bahwa tidak ada hubungan pendidikan

ibu dengan status imunisasi dasar.

Tabel 4.7

Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Status Imunisasi

Imunisasi
Jumlah
Pekerjaan Lengkap Tidak lengkap p

n % n % n %
Bekerja 11 50 11 50 22 100
36
Tidak bekerja 7 87,5 1 12,5 8 100 0,00
Jumlah 18 60 12 40 30 100

Berdasarkan Tabel 4.8 menunjukkan bahwa ada hubungan antara pekerjaan

ibu dengan status kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di Puskesmas Kebayakan

tahun 2021
37

PEMBAHASAN

5.1. Hubungan Karakteristik Ibu ; Paritas, Pendidikan dan Pekerjaan dengan

Imunisasi Dasar

Dari hasil penelitian ditemukan masih cukup banyak bayi yang belum

mendapatkn imunisasi dasar lengkap 12 (40 %). Salah satu penyebab atau alasan ibu

adalah factor KIPI. Faktor lain yang menjadi alasan ibu adalah karena riwayat anak

sebelumnya yang tidak mendapat imunisasi namun terlihat sehat dan baik – baik saja.

Antara status pekerjaan ibu dengan imunisasi dasar ada hubungan yang

bermakna ( p value 0,001). Sebagian besar ibu yang tidak bekerja lebih banyak

melakukan imunisasi dasar lengkap, beberapa alasan ibu bekerja tidak melakukan

imunisasi adalah lupa dengan jadwal dan sudah terlewat sehingga tidak dibawa

imunisasi. Penelitian ini sejalan dengan Astrida 2020, dalam penelitiannya di RW 03

Kelurahan Kedung Cowek Kenjeren Surabaya, menyimpulkan bahwa ada hubungan

yang bermakna antara pekerjaan ibu dan dukungan keluarga dengan kepatuhan ibu

dalam melakukan imunisasi dasar pada bayi.

5.2. Hubungan KIPI dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar

Dari hasil uji statistik didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

KIPI dengan status imunisasi dasar bayi dengan p value 0,04. Sebagian responden

berpikir KIPI adalah hal yang meresahkan sehingga memilih tidak melanjutkan

imunisasi berikutnya. Penelitian ini sejalan dengan Sari 2017 dalam penelitiannya di

Puskesmas Bendo Kabupaten Magetan, bahwa pengetahuan tentang KIPI

berhubungan dengan status kelengkapan imunisasi pada Bayi. Sementara penelitian Rahmawati

2020 menyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan antara pengetahuan dan sikap ibu tentang
38
KIPI dengan kepatuhan ibu dalam melakukan imunisasi DPT-Hb-Hib di Puskesmas Lubuk Buaya

Padang Sumtra Barat.

Hasil penelitian juga menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara

paritas dan pendidikan ibu dengan status imunisasi dasar. Ada yang berpendidikan

rendah SD namun melakukan imunisasi dasar lengkap, dan ada juga yang

berpendidikan Sarjana namun memilih untuk tidak melakukan imunisasi dasar

lengkap.
42

BAB V KESIMPULAN DAN

SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh maka dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Ada hubungan yang signifikan antara KIPI dengan imunisasi dasar pada bayi

p value 0, 04

2. Tida Ada hubungan yang signifikan antara paritas dengan imunisasi dasar

pada bayi dengan p value 0,80

3. Tida Ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan imunisasi

dasar pada bayi dengan p value 0,62

4. Ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu dengan imunisasi dasar

pada bayi dengan p value 0,00

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Responden

Agar responden lebih lagi mengaktifkan diri dalam mencari sumber yang

benar terkait Imunisasi Dasar dan KIPI

5.2.2 Bagi Tempat Peneliti

Penelitian ini agar dapat dijadikan sebagai masukan dan sumber informasi

bagi puskesmas serta dapat melakukan penyuluhan kesehatan dalam

41
44

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2016. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


PT Rineka Cipta

Astrida. Budiarti. (2020). Hubungan Pekerjaan Pendidikan Sikap dan Dukungan


Keluarga dengan Terhadap Imunisasi dasar di RW 03 Kelurahan Kedung Cowek
Kenjeran Surabaya. Jurnal Kesehatan Mesencephalon Vol 5 No 2

BPPSDMK ( Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan ) Buku Ajar


Imunisasi Tahun 2019 – Jakarta.

Hety, D. S., & Susanti, I. Y. (2020). Pengetahuan Ibu Tentang Cara Penanganan
Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI) Pada Bayi Usia 0-1 Tahun Di
Puskesmas Mojosari Kabupaten Mojokerto. Journal for Quality in Women’s
Health, 3(1), 72–77. https://doi.org/10.30994/jqwh.v3i1.53

Suparwati, R., Kartini, H., & Atik, S. (2015). Perbedaan Kipi Pada Pemberian
Parasetamol Sebelum Dan Sesudah Imunisasi Pentabio Di Wilayah Puskesmas
Wonosari. Jurnal Kesehatan Poltekkes Kemenkes Malang, 6(1), 448–454.

Rahmawati, L., & Ningsih, M. P. (2020). Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap
tentang Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi dengan Kepatuhan Ibu dalam
Memberikan Imunisasi DPT-HB-Hib di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya
Kota Padang. Jurnal Medikes (Media Informasi Kesehatan), 7(1), 209–220.
https://doi.org/10.36743/medikes.v7i1.223

Sari, M. P., Izzah, A. Z., & Harmen, A. P. (2018). Gambaran Kejadian Ikutan Pasca
Imunisasi pada Anak yang Mendapatkan Imunisasi Difteri Pertusis dan Tetanus
di Puskesmas Seberang Padang Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 7(3),
352. https://doi.org/10.25077/jka.v7i3.885

Sari, D. N. I., Basuki, S. W., & Triastuti, N. J. (2017). Hubungan Pengetahuan Ibu
Tentang Imunisasi Dasar Dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar Bayi Di
Wilayah Kerja Puskesmas Bendo Kabupaten Magetan. Biomedika, 8(2).
https://doi.org/10.23917/biomedika.v8i2.2910

Ismanto, E. M. M. D. S. S. A. Y. (2014). Ejournal keperawatan (e-Kp) Volume 2,


Nomor 1. Februari 2014. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap
45

Pengetahuan Dan Sikap Orang Tua Tentang Kejadian Ikutan Pacsa


Imunisasi (KIPI), 2, 2.

Muliadi, D. (2015). Universitas Sumatera Utara 7. 7–37.

Wittmann-Price, R. A., Wilson, L., & Gittings, K. K. (2019). Kebidanan Komunitas.


In Certified Academic Clinical Nurse Educator (CNE ® cl) Review Manual.

Norlita, W., & KN, T. S. (2016). Analisis Simtomatik Reaksi Kejadian Ikutan Pasca
Imunisasi (KIPI) Pada Bayi Di Desa Sialang Kubang , Kecamatan Perhentian
Raja , Kabupaten Kampar. Lp2M-Umri, 1, 51–54.

Hadinegoro, S. R. S. (2016). Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi. Sari Pediatri, 2(1), 2.


https://doi.org/10.14238/sp2.1.2000.2-10

Malasari, L. (2019). SKRIPSI Oleh: LINDARNI MALASARI 1801032066.

Safira, B. R. (2013). Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Terhadap


Kelengkapan Imunisasi Dasar Di Wilayah Puskesmas
MerdekaPalembang. 52.
http://repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/387/1/SKRIPSI227-
1704155250.pdf
47

LAMPIRAN
KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN KIPI DAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN


STATUS IMUNISASI DASAR BAYI DI PRAKTEK MANDIRI
BIDAN LINDA KECAMATAN BINJAI KABUPATEN
LANGKAT TAHUN 2022

I. Identitas Responden
Nama …………………………………
Umur a. <20 tahun

b. 20-35 tahun

c. >35 tahun

Paritas a. Jumlah anak 1

b. Jumlah anak > 1

a. SD
Pendidikan b. SMP
Terakhir
c. SMA
d. Perguruan Tinggi

Pekerjaan a.Bekerja
b. Tidak Bekerja
48

II. KIPI

No Pertanyaan KIPI Jawaban


Ya Tidak

1. Sakit pada daerah suntikan Ringan

2 Demam ringan < 38 C


3 Merah bengkak pada daerah Sedang
suntikan
4 Demam >38 C
5 Bengkak Abses pada daerah Berat
suntikan
6 Kejang sampai kelumpuhan

III.Status Imunisasi Dasar

No Pertanyaan Jawaban
Ya Tidak

1. Apakah ibu sudah memberikan


imunisasi dasar dengan lengkap

Anda mungkin juga menyukai