Oleh
………………………..
NIM : …………
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi yang berjudul : “Gambaran Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS)
Penderita Tuberkulosis Paru BTA + Diwilayah kerja RSUD Tanjung Lombok
Utara Tahun 2019” telah mendapat persetujuan pada :
Hari :
Tanggal :
Tahun : 2020
Pembimbing 1 : ………………………….. ( )
NIK : ……………………
Pembimbing 2 : ………………………….. ( )
NIK : ……………………
Mengetahui
Ketua Program Studi S1 Keperawatan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Penderita Tuberkulosis Paru BTA +
Diwilayah kerja RSUD Tanjung Lombok Utara Tahun 2019” dapat terselesaikan.
Proposal ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana
Keperawatan (S.Kep) pada Program Studi Ilmu Keperawatan S.1 STIKES Yarsi
Mataram.
sebesar-besarnya dengan hati yang tulus kepada ibu Eka Adithia Pratiwi,
penulisan Skripsi. Tidak lupa kami sampaikan banyak terima kasih kepada :
telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada kami untuk mengikuti dan
4. Kepada orang tuaku tercinta yang telah membantu dan memberikan motivasi
Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah memberi
sadari bahwa Skripsi ini jauh dari sempurna, tetapi kami berharap Skripsi ini
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman Cover.................................................................................................
ii
iii
ix
Daftar Lampiran................................................................................................
xi
BAB I PENDAHULUAN
5
vi
14
vii
2.2.1 Definisi.................................................................................
14
2.2.2 Etiologi.................................................................................
15
15
17
18
20
21
2.2.8 Diagnosis..............................................................................
24
24
26
Tuberkolusis.........................................................................
26
viii
28
HIPOTESIS
29
30
31
31
31
31
4.2.1 Populasi................................................................................
31
4.2.2 Sampel..................................................................................
31
32
ix
32
32
33
33
33
34
34
34
34
4.6.1 Editing..................................................................................
34
4.6.2 Coding..................................................................................
34
x
4.6.3 Skoring..................................................................................
34
4.6.4 Tabulating............................................................................
35
35
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 4. Kuesioner
b. Batuk darah
Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah.
Beratdan ringannya batuk darah yang timbul, tergantung dari
besar kecilnya pembuluh darah yang pecah. Batuk darah tidak
selalu timbul akibat pecahnya aneurisma pada dinding kavitas,
juga dapat terjadi katena ulserasi pada mukosa bronkhus. Batuk
darah inilah yang paling sering membawa penderita berobat ke
dokter.
c. Sesak nafas
Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan
kerusakan paru yang cukup luas. Pada awal penyakit gejala ini
tidak pernah ditemukan.
d. Nyeri dada
Gejala ini timbul apabila sistem persyarafan yang terdapat di
pleura terkena, gejala ini dapat bersifat lokal atau pleuritik.
2.2.4 Patofisiologi Tuberkulosis
Seseorang dicurigai menghirup basil Micobacterium tuberkulosis
akan menjadi terinfeksi. Bakteri menyebar melalui jalan nafas ke
alveoli, dimana pada daerah tersebut bakteri bertumpuk dan
berkembang biak. Penyebaran basil ini bisa juga melalui sistem limfe
dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang, korteksserebri) dan
area lain dari paru-paru (lobus atas).
Sistem kekebalan tubuh merespon dengan melakukan reaksi
inflamsi. Neutrofil dan magrofag memfagositosis (menelan) bakteri.
Limfosit yang spesifik terhadap tuberkulosis menghancurkan
(melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan inin
mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alfeoli dan terjadilah
bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10
minggu setelah terpapar.
Masa jaringan baru disebut granuloma, yang berisi gumpalan basil
yang hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh magrofag yang
membentuk dinding. Granuloma berubah bentuk menjadi massa
jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut Ghon
Tubercle.Materi yang terdiri atas magrofag dan bakteri menjadi
nekrotik, membentuk perkijuan (necrotizing caseosa). Setelah itu akan
berbentuk kalsifikasi, membentuk jaringan kolagen. Bakteri menjadi
non-aktif.
Penyakit akan berkembang menjadi aktif setelah infeksi awal,
karena respons sistem imun yang tidak adekuat. Penyakit aktif dapat
juga timbul akibat infeksi ulang atau aktifnya kembali bakteri yang
tidak aktif. Pada kasus ini, terjadi ulserasi pada ghon tubercle, dan
akhirnya meanjadi perkijuan. Tuberkel yang ulserasi mengalami proses
penyembuhan membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi
kemudian meradang, mengakibatkan bronkopneumonia, pembentukan
tuberkel, dan seterusnya. Peneumonia seluler ini dapat sembuh dengan
sendirinya.
Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau
berkembangbiak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar
getah bening. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang
dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang
mengalami nekrosis serta jaringan granulasi yang dikelilingi sel
epiteloid dan fibroblast akan menimbulkan respons berbeda dan
akhirnya membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel
(Somantri, 2009: 67).
b. Pengobatan lengkap
Pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara
lengkap tetapi tidak ada hasil pemeriksaan apusan dahak ulang pada
AP dan pada satu pemeriksaan sebelumnya (Kemenkes RI, 2011).
c. Meninggal
Pasien yang meninggal dari masa pengobatan karena sebab
apapun (Kemenkes RI, 2011).
d. Pindah (Transfer out)
Pasien yang dipindah ke unit pencatatan dan pelaporan
(register) lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui (Kemenkes
RI, 2011).
e. Putus berobat(Defaulted)
Pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih
sebelum masa pengobatannya selesai (Kemenkes RI, 2011).
f. Gagal
Pasien yang pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau
lebih selama pengobatan (Kemenkes RI, 2011).
g. Keberhasilan pengobatan (Treatment success)
Jumlah yang sembuh dan pengobatan lengkap. Digunakan
pada pasien dengan BTA+ atau biakan positif (Kemenkes RI, 2011)
2.3 Kerangka Teori
Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat
4.10Lokasi Penelitian
Penelitian ini rencananya akan dilaksanakan pada bulan Desember
tahun 2019 di Wilayah Kerja RSUD Tanjung Lombok Utara, pemilihan
lokasi tersebut dengan alasan tersedianya data tentang penderita TB paru
BTA+ baru pada tahun 2017 tercatat 132 orang, tahun 2018 terjadi
peningkatan, jumlah penderita TB paru BTA + baru sebanyak 136 orang
belum pernah dilakukan penelitian yang serupa dan lokasi mudah dijangkau
oleh peneliti.
4.12Etika Penelitian
Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat
penting dalam penelitian, mengingat penelitian kebidanan berhubungan
langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan
(Hidayat, 2010).
4.7.4 Informed Consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti
dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.
Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan
dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden.
Tujuan informed consent adalah agar subyek mengerti maksud dan
tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subyek bersedia maka
mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak
bersedia, maka peneliti harus menghormati hak itu. Beberapa informasi
yang harus ada dalam informed consent tersebut antara lain : partisipasi
pasien, tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang dibutuhkan,
komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi,
manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah di hubungi, dan lain-lain.
4.7.5 Anonymity
Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak
mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data.
Peneliti menggunakan nomor register untuk membedakan sampel yang
satu dengan yang lainnya.
4.7.6 Confidentiality
Kerahasiaan informasi dijamin oleh peneliti, hanya kelompok
data tertentu yang akan disajikan sebagai hasil.
4.13Instrumen Penelitian
Menurut Arikunto (2010), instrumen penelitian adalah alat atau
fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar
pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat,
lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah.
Uji Kualitas Instrumen
1. Uji Validitas
Sebelum instrumen penelitian digunakan untuk mengumpulkan
data perlu dilakukan pengujian validitas. Hal ini digunakan untuk
mendapatkan data yang valid dari instrumen yang valid. Menurut
Sugiyono (2012), “Hasil penelitian yang valid bila terdapat kesamaan
antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada
objek yang diteliti”. Pengujian instrumen dalam penelitian ini dilakukan
dengan korelasi bivariate antara masing-masing skor indikator dengan
total skor konstruk.
2. Uji Reliabilitas
Menurut Sugiyono (2012), “Instrumen yang reliabel adalah
instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek
yang sama, akan menghasilkan data yang sama.” Setelah instrumen di uji
validitasnya maka langkah selanjutnya yaitu menguji reliabilitas. Adapun
menurut Imam Ghozali pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu:
a. Repeated Measure atau pengukuran ulang: disini seseorang akan
disodori pertanyaan yang sama pada waktu yang berbeda, dan
kemudian dilihat apakah ia tetap konsisten dengan jawabannya.
b. One Shot atau pengukuran sekali saja: disini pengukurannya hanya
sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain
atau pengukur korelasi antar jawaban pertanyaan. SPSS memberikan
fasilitas untuk mengukur reliabilitas dengan uji statistic Cronbach
Aplha (α). (Ghozali, 2011)
Penelitian yang akan dilakukan menggunakan pengukuran
reliabilitas cara kedua yaitu One Shot atau pengukuran sekali saja.
Pengukuran reliabilitas dalam penelitian ini dibantu dengan SPSS untuk
uji statistik Cronbach Aplha (α). Hasil dari uji statistik Cronbach Aplha
(α) akan menentukan instrument yang digunakan dalam penelitian ini
reliabel digunakan atau tidak.
4.14Pengumpulan Data
4.6.3 Data Primer
Data Primer adalah data/materi yang di kumpulkan sendiri oleh
peneliti pada saat berlangsungnya penelitian (Sugiono, 2010).
Data mengenai perilaku hidup sehat dan bersih pada penderita
Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja RSUD Tanjung Lombok Utara
diperoleh secara online dengan menggunakan google form.
4.6.4 Data Sekunder
Data Sekunder adalah data/angka yang diambil dari suatu
sumber dan biasanya data sudah dikomplikasikan terlebih dahulu oleh
yang punya data (Sugiono, 2010).
Data sekunder dalam penelitian ini yaitu data tentang gambaran
umum RSUD Tanjung Lombok Utara Tahun 2019.
4.15Pengolahan Data
Tekhnik Pengolahan data :
4.6.5 Editing
Melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan dan kejelasan
jawaban koesioner dan penyesuaian data yang diperoleh dengan
kebutuhan penelitian. Hal ini dilakukan dilapangan sehingga apabila
terdapat data yang meragukan ataupun salah maka dijelaskan lagi ke
responden.
4.6.6 Coding
Mengkode data merupakan kegiatan mengklasifikasi data
memberi kode untuk masing-masing kelas terhadap data yang
diperoleh dan sumber yang telah diperiksa kelengkapanya.
Data tentang perilaku hidup sehat dan bersih pada penderita
tuberkulosis paru di Wilayah Kerja RSUD Tanjung Lombok Utara
diolah dan dikelompokkan menjadi dua macam yaitu:
1. Melakukan PHBS : diberi kode 2
2. Tidak Melakukan PHBS : diberi kode 1
4.6.7 Skoring
Pertanyaan yang diberikan skor hanya pertanyaan yang
berhubungan dengan perilaku hidup sehat dan bersih pada penderita
tuberkulosis paru di Wilayah Kerja RSUD Tanjung Lombok Utara
masing-masing pertanyaan dan penjumlahan skoring dari semua
pertanyaan.
4.6.8 Tabulating
Pada tahap ini, data yang sama dikelompokkan dengan teliti dan
teratur kemudian dihitung dan dijumlahkan, setelah itu dituliskan
dalam bentuk tabel-tabel.
4.16Analisis Data
Analisa data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisa
univariat yaitu analisa yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil
penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi
dan persentase dari tiap variabel yaitu perilaku hidup sehat dan bersih pada
penderitan tuberkulosis paru.
Sehingga secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
Sp
×100 %
Sm
P=
No PHBS n %
1 Baik 11 19,0
2 Cukup 17 29,3
3 Kurang 30 51,7
Jumlah 58 100
5.2 Pembahasan
Hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai gambaran perilaku
hidup bersih dan sehat pada pasien tuberkulosis paru BTA + diketahui bahwa
dari 58 pasien tuberkulosis paru BTA+ sebagian besar perilaku hidup bersih
dan sehat berada pada kategori kurang sebanyak 30 orang (51,7%) dan
sebagian kecil perilaku hidup bersih dan sehat berada pada kategori baik
sebanyak 11 orang (19,0%).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa
tingkat perilaku hidup bersih dan sehat pada pasien tuberkulosis paru BTA+
di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Lombok Utara sebagian besar
masuk dalam kategori kurang sebesar 51,7%. Kuesioner PHBS yang
digunakan dalam penilaian PHBS pada responden yang ada di Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Lombok Utara mencakup kesehatan lingkungan
dan gaya hidup pasien tuberkulosis paru TBA +. Jadi melalui penilaian PHBS
kepada responden tersebut, secara tidak langsung bisa didapatkan gambaran
umum responden mengenai kesehatan lingkungan dan gaya hidup. Pada
pelaksanaan penilaian PHBS terhadap pasien tuberkulosis paru TBA +
tersebut, peneliti juga melakukan observasi secara langsung, sehingga
didapatkan data yang sesuai dengan kondisi lingkungan keluarga pasien.
Hasil ini menunjukkan bahwa responden yang PHBS-nya kurang di
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Lombok Utara, perlu adanya usaha
untuk merubah kebiasaan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang
belum sesuai agar menjadi lebih baik untuk menghindari suatu penyakit.
Kebiasaan hidup yang kurang baik tersebut diantaranya belum terbiasanya
responden untuk menggosok gigi 2 kali sehari dan kurangnya olah raga
minimal 2 kali seminggu, hal ini sesuai dengan latar belakang responden yang
sebagian besar buruh sehingga mereka tidak terbiasa atau tidak sempat untuk
melakukannya secara rutin. Kebiasaan merokok responden yang termasuk
tinggi berdasarkan jawaban kuesioner yaitu sehabis makan kemudian
merokok, menghabiskan rokok 1 bungkus dalam sehari yang menjadi risiko
menderita penyakit pernapasan dan merokok bergantian dengan orang lain
yang sangat berisiko terjadinya penularan Tuberkulosis Paru.
Selain itu kebiasaan hidup pada pasien tuberkulosis paru BTA + di
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Lombok Utara seperti menutup
makanan dan minuman dimeja makan belum diterapkan sepenuhnya dalam
kehidupan sehari-hari, hal ini menyebabkan bakteri Tuberkulosis dapat
dengan mudah hinggap di makanan atau minuman, sehingga akhirnya
menyebabkan penularan Tuberkulosis Paru BTA+. Kebiasaan menjemur alat-
alat tidur seperti kasur, bantal, selimut, dan membuka ventilasi (jendela
rumah) setiap hari juga belum sepenuhnya dilakukan responden khususnya
kelompok kasus, sehingga wajar apabila bagi responden yang pernah atau
sedang menderita Tuberkolusis Paru memiliki perilaku hidup bersih dan sehat
yang kurang baik. Sebagian besar responden juga belum memeriksakan setiap
keluhan kesehatan ke fasilitas kesehatan, sehingga jika ternyata terkena
Tuberkulosis Paru, kondisi penyakitnya akan semakin kronik karena tidak
segera mendapat pengobatan dan sangat berisiko menularkan ke anggota
keluarga dan orang-orang di sekitarnya.
Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa tuberkulosis
terutama banyak terjadi di populasi yang mengalami stres, gizi jelek, penuh
sesak, ventilasi rumah yang tidak bersih serta perawatan yang tidak cukup
dan perpindahan tempat. Selain itu, genetik ternyata memiliki peran kecil,
namun faktor-faktor lingkungan berperan besar pada insidensi kejadian
tuberculosis. Lingkungan rumah menjadi salah satu faktor yang memberikan
pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya (Notoatmodjo, 2012).
Oleh karena itu, sesuai dengan tujuan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS) yaitu untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, kesadaran dan
kemampuan masyarakat agar hidup bersih dan sehat, serta meningkatkan
peran serta aktif masyarakat termasuk swasta dan dunia usaha dalam upaya
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sehingga masyarakat dapat
terhindar dari penyakit (Dinkes, 2016).
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang “Gambaran
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Pada Pasien Tuberkulosis Paru
BTA+ di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Lombok Utara”, maka dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar perilaku hidup bersih dan sehat pada
pasien tuberkulosis paru BTA+ berada pada kategori kurang sebanyak 30
orang (51,7%)
6.2 Saran
6.2.1 Bagi Tenaga Kesehatan
Disarankan kepada tenaga kesehatan yang ada di Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Lombok Utara agar hasil penelitian ini dapat
dijadikan sebagai tambahan informasi dan promosi kesehatan tentang
pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat. Selain itu juga diharapkan
lebih meningkatkan ilmu yang berkaitan dengan perilaku hidup bersih
dan sehat dan penyakit Tuberkulosis Paru BTA+, sehingga masyarakat
akan mengetahui informasi dengan baik untuk diterapkan agar angka
kejadian Tuberkulosis Paru dapat ditekan semaksimal mungkin.
6.2.2 Bagi Masyarakat
Disarankan kepada masyarakat khususnya pasien tuberkulosis paru
BTA+ agar hasil penelitian ini dapa dijadikan sebagai tambahan
informasi dan meningkatkan wawasan tentang perilaku hidup bersih
dan sehat (PHBS) serta lebih aktif untuk berperilaku hidup bersih dan
sehat dengan cara menjaga kesehatan diri dan kebersihan rumah serta
lingkungan sekitar di manapun berada. Selain itu masyarakat lebih aktif
mencari informasi, pengetahuan dan penerapan dalam kehidupan serta
aktif berperan serta diberbagai penyuluhan kesehatan mengenai
pentingnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) terhadap
penularan Tuberkulosis Paru
6.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Disarankan kepada peneliti selanjutnya agar hasil penelitian ini
dapat dijadikan sebagai literatur untuk melakukan penelitian tentang
gambaran perilaku hidup bersih dan sehat pada pasien tuberkulosis paru
BTA+ dengan menambahkan beberapa variabel yang belum diteliti.
,
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
volume 2. Jakarta : EGC.
Dinas Provinsi NTB, 2018. Jumlah Seluruh Pasien TB. Mataram : NTB.
RSUD Tanjung Lombok Utara, 2018. Jumlah Penderita TB paru BTA+ baru.
Mataram : Lombok Utara.
World Health Organization. 2011. The World Medicine Situation 2011 3ed.
Rational Use of Medicine. Geneva.
KUESIONER
PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) PENDERITA
TUBERKULOSIS PARU BTA + DIWILAYAH KERJA RSUD
TANJUNG LOMBOK UTARA
TAHUN 2019
A. Identitas
1. Nama Anda :
2. Umur :
3. Pendidikan :
4. Pekerjaan :
5. Sudah berapa lama terinfeksi TB :
6. Apakah sudah sembuh atau belum :
7. Lama Pengobatan :