Oleh :
dr. Fielzah Intan Miranda
dr. Rizka Fegi Refanaz
dr. Rara Novtria
dr. Raihan Arif
Pembimbing
dr. Dona Karmela
i
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Pendamping, Pembimbing,
Kepala Puskesmas,
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan berkat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proses penyusunan Mini Project
ini dengan judul Gambaran Tingkat Pengetahuan Siswa SMK N 2 Pariaman
Mengenai Bahaya Dan Pencegahan HIV /AIDS Tahun 2023
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih yang tulus
kepada dr. Dona Karmela sebagai dokter pembimbing, serta semua pihak yang telah
mendukung dalam penyusunan mini project ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari kata sempurna.
Penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa membalas segala kebaikan semua pihak
yang telah membantu. Semoga mini project ini dapat bermanfaat dikemudian hari.
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................................ii
KATA PENGANTAR..................................................................................................iii
DAFTAR ISI................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL........................................................................................................vi
DAFTAR GRAFIK.....................................................................................................vii
BAB I............................................................................................................................8
1.1 Latar Belakang................................................................................................8
1.2 Perumusan Masalah........................................................................................9
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................9
1.3.1 Tujuan Umum.................................................................................................9
1.3.2 Tujuan Khusus................................................................................................9
1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................................9
BAB II.........................................................................................................................11
2.1.1 Definisi HIV....................................................................................................11
2.1.3 Etiologi..................................................................................................12
2.1.4 Faktor Resiko Infeksi HIV....................................................................12
2.1.5 Manifestasi Klinis..................................................................................13
2.1.6 Diagnosis...............................................................................................14
2.1.7 Tatalaksana............................................................................................16
2.1.8 Pencegahan............................................................................................17
2.2.1 Definisi Remaja.....................................................................................19
2.2.2 Fase pertumbuhan dan perkembangan remaja.......................................20
2.2.3 Proses perkembangan kognitif pada remaja..........................................20
2.2.5 Faktor –faktor yang mempengaruhi pengetahuan................................22
BAB III.......................................................................................................................24
3.1 Desain Penelitian..........................................................................................24
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian.......................................................................24
iv
v
DAFTAR TABEL
DAFTAR GRAFIK
BAB I
PENDAHULUAN
menikah..(1)(2)
Dari data yang ada di World Population Data Sheet pada tahun 2018
jumlah dari populasi dunia adalah 7,6 milyar jiwa dan menurut United Nations
International Children's Emergency Fund (UNICEF) sekitar 16% dari total
penduduk dunia adalah remaja atau sekitar 1,2 milyar jiwa adalah remaja. Pada
tahun 2017 jumlah penduduk di Indonesia yang berumur 10-24 tahun sebanyak
25,44% dari seluruh total penduduk Indonesia. Di daerah Sumatera Barat
penduduk yang berumur 10-24 tahun sebanyak 14,93% dari total penduduk
Sumatera Barat dan di Kota Padang yang berumur 10-24 tahun berjumlah 31,73%
karena masa remaja adalah masa individu berada pada mobilitas sosial yang
paling tinggi karena akan membuka peluang baginya untuk terpapar terhadap
dengan jumlah kematian yang berhubungan AIDS 690 jiwa (UNAIDS, 2020).
Infeksi HIV dikalangan anak-anak dan remaja pada tahun 2020 yaitu 2,8 juta anak
dan remaja hidup dengan HIV. Sejumlah 120.000 anak-anak dan remaja
diperkirakan terdapat 543.100 orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) di tahun
Seiring melajunya kasus HIV pada remaja di dunia, mereka yang terkena
infeksi penyakit ini tentunya ada dipengaruhi dari beberapa faktor diantaranya
pendidikan, pengetahuan tentang HIV/AIDS, sosial, budaya, wilayah, ekonomi
dan juga tradisi. Faktanya di kehidupan nyata masyarakat masih sulit untuk
10
tersebut.(6)
Masalah remaja yang sering terjadi belakangan ini adalah seputar Tiga
Permasalahan Kesehatan Rereproduksi atau yang disebut juga dengan TRIAD
KRR yaitu seksualitas, HIV/AIDS dan NAPZA. Pada masa remaja sering kali
timbul rasa ingin mencoba-coba ini merupakan hal penting bagi kesehatan
rereproduksi remaja. Perilaku ingin mencoba hal yang baru jika didorong oleh
rangsangan seksual dapat membawa remaja masuk pada hubungan seks pranikah
dengan salah satu akibatnya penularan penyakit kelamin termasuk HIV/AIDS. (7)
(8)
penyuka sesama jenis di Sumatera Barat 14.469 orang dan jumlah waria 2.501
Pada tahun 2016 Sumatera Barat memiliki kasus HIV sebanyak 396 kasus
dan meningkat di tahun 2017 menjadi 563 kasus.(1) Di Kota Padang pada tahun
2017 kasus HIV yaitu sebanyak 370 kasus, tahun 2018 meningkat menjadi 447
kasus dan menurun pada tahun 2019 menjadi 287 kasus. Sedangkan untuk kasus
AIDS di Kota Padang tahun 2017 sebanyak 93 kasus, meningkat pada tahun 2018
menjadi 104 kasus dan mengalami penurunan pada tahun 2019 menjadi 52 kasus
dan untuk kasus HIV Kota Padang tahun 2019 yang mana 7 diantaranya adalah
sebanyak 145 kasus, diikuti Kota Pariaman, 18 kasus, Kota Bukittinggi 16 kasus,
pendorong yang meliputi peran keluarga dan peran teman sebaya. (3) Faktor lain
yang bisa menyebabkan perilaku seksual remaja yang dapat mengakibatkan
infeksi HIV/AIDS adalah kurangnya informasi yang tepat diperoleh remaja. Pada
hasil penelitian Aung (2013) menyimpulkan bahwa 57,6% siswa tidak tahu
informasi tentang HIV/AIDS. Remaja yang tidak memiliki pengetahuan cukup
tidak akan bisa memahami perilaku beresiko yang bisa meningkatkan terjadinya
infeksi HIV/AIDS.(1)
12
4. Peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian sejenis yang
dilakukan oleh peneliti selanjutnya.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
usia lanjut. Jumlah penderita tertinggi berasal dari golongan rentang usia 25
hingga 49 tahun dengan persentase 69,9%, disusul rentang usia 20 hingga 24
tahun sebesar 15,8% dan usia di atas 50 tahun sebesar 9,1%. Sementara itu,
sebanyak 2,9% penderita HIV berasal dari usia 15 hingga 19 tahun dan usia di
bawah 4 tahun sebesar 1,5%. Persentase terkecil penderita HIV yang dilaporkan
terdapat pada golongan usia 5 hingga 14 tahun sebesar 0,8%.
2.1.3 Etiologi
Penyebab infeksi HIV atau AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus
(HIV) yang termasuk dalam famili retroviridae. Terdapat dua strain utama HIV:
HIV-1 dan HIV-2 (Deeks et al., 2015). HIV-1 merupakan penyebab infeksi HIV
terbanyak di seluruh dunia dan lebih virulen. Strain ini pertama ditemukan di
Afrika Tengah. HIV-2 lebih tidak virulen dan ditemukan pertama kali di Afrika
Barat. Kedua strain HIV berhubungan dengan virus-virus imunodefisiensi yang
utamanya ditemukan pada primata (Justiz Valliant et al., 2021).
2.1.4 Faktor Resiko Infeksi HIV
HIV ditransmisikan melalui kontak cairan tubuh dengan jaringan mucosa,
darah, atau lapisan kulit yang mengalami kerusakan. Faktor-faktor yang
meningkatkan resiko transmisi dari seorang penderita infeksi HIV adalah
tingginya kadar virus dalam plasma atau sekresi genitalia, dan adanya infeksi
menular seksual (IMS) lainnya (Deeks et al., 2015). Karakteristik-karakteristik
virus seperti konten envelope yang lebih tinggi, peningkatan infektivitas bebas sel,
peningkatan interaksi dengan sel-sel dendritik, dan resistensi terhadap IFN-α juga
berhubungan dengan peningkatan infektivitas HIV (Parrish et al., 2013).
Seseorang yang belum terinfeksi HIV akan lebih beresiko terinfeksi HIV
jika orang tersebut memiliki jumlah sel-sel target potensial HIV (sel-sel CD4 +
yang telah teraktivasi) di tempat paparan. Hal tersebut akan terjadi jika orang
tersebut telah terinfeksi oleh IMS lainnya atau setelah terjadi trauma di tempat
paparan (Haase, 2005). Selain kondisi IMS atau trauma, perilaku-perilaku yang
meningkatkan resiko penularan HIV mencakup hubungan seksual yang tidak
menggunakan kondom, penggunaan jarum atau alat-alat injeksi lainnya yang telah
terkontaminasi, penerimaan injeksi/ transfusi darah/ transplantasi jaringan/
16
prosedur medis lainnya yang tidak aman atau tidak steril, dan needle stick injury
yang terjadi secara tidak sengaja.
2.1.5 Manifestasi Klinis
Gejala HIV setiap orang berbeda beda ketika awal terjangkit HIV.
Sebagian orang akan merasakan flu ringan, kulit ruam-ruam merah pada kulit,
merasa kelelahan dan sakit kepala. Sebagian orang lainnya mungkin tidak
bergejala. Oleh karena itu, tes HIV secara rutin merupakan salah satu jalan untuk
mengetahui apakah seseorang terjangkit HIV atau tidak. Orang yang mempunyai
riwayat HIV terlihat sehat, banyak yang tidak mengetahui bahwa dirinya
mempunyai riwayat HIV. Tanpa tidak disadari, mereka bisa menularkan virus
tersebut ke pasangan mereka atau bahkan ke orang lain. Karena mereka tidak
mengetahui, maka sistem kekebalan tubuh terus diserang, semua virus masuk,
gejala penyakit HIV terus berkembang. Gejala HIV ini dapat berlangsung lama.
Ketika sistem kekebalan tubuh rusak parah, AIDS terjadi sebagai tahapan terakhir
infeksi HIV (Public Health of Western Australia, 2013).
Menurut Katiandagho D (2017) ada 4 fase dalam riwayat alamiah terjadinya
infeksi HIV/AIDS, yakni:
Fase I
Fase ini virus HIV sudah menginfeksi dan terjadi perubahan serologi dimana
antibodi terhadap virus sudah berubah dari negatif menjadi positif. Fase ini
disebut dengan window period yang biasanya terjadi dalam kurun waktu 15 hari
sampai 3 bulan bahkan bisa hingga 6 bulan. Pada masa ini orang yang terinfeksi
belum merasakan gejala apapun, namun dapat menularkan kepada orang lain.
Fase II
Memasuki fase ini biasanya gejala mulai tampak, seperti hilangnya nafsu makan,
diare berkepanjangan, pembengkakan kelenjar-kelenjar, gangguan mulut dan
tenggorokan, timbulnya bercak-bercak dikulit, demam dan keringat berlebih.
Gejala-gejala tersebut belum dapat dijadikan patokan bahwa seseorang telah
terinfeksi HIV karena masih merupakan gejala umum yang dicurigai. Jika sudah
mengalami berbagai gejala tersebut sangat disarankan bagi seseorang untuk segera
memeriksakan diri kepada dokter agar segera mendapat pertolongan yang tepat.
17
Fase III
Pada fase inilah HIV sudah menjadi AIDS. Kekebalan tubuh penderita mengalami
penurunan yang signifikan sehingga sudah tidak dapat lagi melawan berbagai
penyakit yang menyerang tubuh, termasuk pertumbuhan tumor. Penampakan dari
sakit yang diderita bergantung pada bakteri, jamur, virus atau protozoa yang
menyerang tubuh penderita.
Fase IV
Karena ketidak mampuan tubuh untuk melawan berbagai penyakit yang datang,
biasanya penderita yang sudah memasuki fase ini hanya dapat bertahan 1- 2 tahun
saja
2.1.6 Diagnosis
Rekomendasi pemeriksaan HIV saat ini yang digunakan oleh CDC (AS)
dan European guidelines for HIV testing adalah dengan menggunakan antigen-
antibody assay. Pemeriksaan HIV memiliki prinsip yang disepakati secara global,
yaitu 5 komponen dasar yang disebut 5C (Informed Consent, Confidentiality,
Counselling, Correct Test Results, dan Connections to care, treatment, dan
prevention services). Prinsip 5C ini harus diterapkan pada Tes HIV dan layanan
Konseling (Kemenkes RI, 2016).
Terdapat beberapa indikasi tes HIV yang tercatat dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS, yaitu:
1. Setiap orang dewasa, anak, dan remaja dengan kondisi medis yang diduga
terjadi infeksi HIV terutama dengan riwayat tuberkulosis dan IMS.
2. Asuhan antenatal pada ibu hamil dan ibu bersalin.
3. Laki-laki dewasa yang meminta sirkumsisi sebagai tindak pencegahan HIV.
Terkait tes HIV pada bayi dan anak, izin/ consent diminta dari orang tua
atau wali yang memiliki hak hukum atas anak tersebut dan kompeten untuk
memberikan persetujuan. Terdapat beberapa indikasi untuk dilakukannya tes HIV
pada anak-anak, yakni:
1. Anak sakit (jenis penyakit yang berhubungan dengan HIV seperti TB berat atau
mendapat OAT berulang, malnutrisi, atau pneumonia berulang dan diare kronis
atau berulang).
18
2. Bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV dan sudah mendapatkan tindakan
pencegahan penularan dari ibu ke anak.
3. Untuk mengetahui status bayi/anak kandung dari ibu yang didiagnosis
terinfeksi HIV (pada umur berapa saja).
4. Untuk mengetahui status seorang anak setelah salah satu saudara kandungnya
terdiagnosis HIV; atau salah satu atau kedua orangtua meninggal oleh sebab yang
tidak diketahui, tetapi masih mungkin karena HIV.
5. Terpajan atau potensial terkena infeksi HIV melalui jarum suntik yang
terkontaminasi, menerima transfusi berulang dan sebab lain.
6. Anak yang mengalami kekerasan seksual.
Sesuai dengan perkembangan program serta inisiatif SUFA (Strategic Use
for AntiRetroviral) maka tes HIV juga harus ditawarkan secara rutin kepada:
1. Populasi Kunci (Pekerja seks, Penasun, LSL, Waria) dan diulang minimal
setiap 6 bulan sekali.
2. Pasangan ODHA.
3. Ibu hamil di wilayah epidemi meluas dan epidemi terkonsentrasi.
4. Pasien TB.
5. Semua orang yang berkunjung ke fasyankes di daerah epidemi HIV meluas.
6. Pasien IMS.
7. Pasien Hepatitis.
8. Warga Binaan Permasyarakatan.
9. Lelaki Berisiko Tinggi (LBT).
2.1.7 Tatalaksana
Pemeriksaan CD4 dilakukan bila tes serologi positif. Selanjutnya ODHA
yang sudah melakukan pemeriksaan CD4 akan mendapatkan paket layanan
perawatan dan dukungan pengobatan (WHO, 2016; Permenkes RI, 2019). ARV
(Antiretroviral) diindikasikan pada semua ODHA tanpa melihat stadium klinis
dan jumlah CD4. Sebelum memutuskan untuk memulai ARV, kesiapan ODHA
harus selalu dipastikan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa memastikan
kepatuhan yang baik sejak fase awal pengobatan ARV sangat penting untuk
menentukan keberhasilan terapi jangka panjang. Karena itu, konseling yang baik
kepada ODHA tentang ARV, termasuk penggunaan seumur hidup, efek samping
yang mungkin terjadi, bagaimana memonitor ARV, dan kemungkinan terapi
selanjutnya jika terjadi kegagalan, pada saat sebelum memulai terapi ARV dan
19
saat diperlukan obat tambahan sesudah memulai ARV (WHO, 2016; Permenkes
RI, 2019).
Pada ODHA yang datang tanpa gejala infeksi oportunistik, ARV dimulai
segera dalam 7 hari setelah diagnosis dan penilaian klinis. ODHA yang sudah siap
dapat ditawarkan untuk memulai ARV pada hari yang sama, terutama pada ibu
hamil. Tanpa terapi ARV, sebagian besar ODHA akan menuju imunodefisiensi
secara progresif yang ditandai dengan menurunnya kadar CD4, kemudian
berlanjut hingga kondisi AIDS dan dapat berakhir kematian. Tujuan utama
pemberian ARV adalah untuk mencegah morbiditas dan mortalitas yang
berhubungan dengan HIV. Tujuan kedua dari pemberian terapi ARV adalah untuk
mengurangi risiko penularan HIV (WHO, 2016; Permenkes RI, 2019).
a. Lini Pertama
Anjuran pemilihan obat ARV pada lini pertama yang dianjurkan
pemerintah adalah kombinasi obat golongan 2 NRTI (Nucleoside reverse
transcriptase inhibitor) + 1 NNRTI (Non-Nucleoside reverse transcriptase
inhibitor). Satu atau lebih obat dalam regimen ini dapat diganti (substitusi) jika
terdapat efek samping (Tarigan, 2020).
b. Lini Kedua
Apabila terjadi kegagalan terapi akibat munculnya virus yang resisten atau
adanya toksisitas, sedikitnya dua obat dalam kombinasi harus diganti dengan obat
baru. Kombinasi untuk lini kedua yang baku di Indonesia adalah 2 NRTI +
booster PI (Protease Inhibitors) (Tarigan, 2020).
2.1.8 Pencegahan
Individu dapat mengurangi risiko infeksi HIV dengan membatasi paparan
faktor risiko. Pendekatan utama untuk pencegahan HIV sebagai berikut:
1) Penggunaan kondom pria dan wanita
Penggunaan kondom pria dan wanita yang benar dan konsisten selama penetrasi
vagina atau dubur dapat melindungi terhadap penyebaran infeksi menular seksual,
termasuk HIV. Bukti menunjukkan bahwa kondom lateks laki-laki memiliki efek
perlindungan 85% atau lebih besar terhadap HIV dan infeksi menular seksual
(IMS) lainnya.
20
merasa di bawah tingkatan orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam
tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak.
Menurut undang-undang No. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak,
remaja adalah individu yg belum mencapai usia 21 tahun dan belum menikah.
Namun menurut undang-undang perburuhan, anak dianggap remaja apabila telah
mencapai usia 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal.
Menurut undang-undang perkawinan No.1 tahun 1974, anak dianggap sudah
remaja apabila cukup matang untuk menikah, yaitu usia 16 tahun untuk anak
perempuan dan 19 tahun untuk anak laki-laki. Menurut WHO, disebut remaja
apabila anak telah mencapai usia 10-18 tahun. Berdasarkan beberapa pendapat
tersebut, masa remaja umumnya berumur 16-19 tahun dan merupakan masa
peralihan menuju kematangan (dewasa). (Proverawati, 2009)
2.2.2 Fase pertumbuhan dan perkembangan remaja
a. Fase remaja awal (usia 12 tahun sampai dengan 15 tahun)
Pada masa ini, individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan
berusaha mengembangkan diri sebagai individu yng unik dan tidak tergantung
pada orang tua. Pada fase ini, (11 atau 12 tahun hingga 16 tahun) terdapat masa
pubertas, yang terkadang juga menjadi masalah tersendiri bagi remaja, selain dari
perubahan fisik (Proverawati, 2009).
b. Fase remaja pertengahan (usia 15 tahun sampai dengan 18 tahun)
Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru.
Teman sebaya memiliki peran yang penting, namun individu sudah lebih mampu
mengarahkan/mengatur diri sendiri.
c. Fase remaja akhir (usia 18 sampai dengan 21 tahun).
Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang
dewasa.
d. Fase pubertas, (usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 16 tahun).
Merupakan fase yang singkat dan terkadang menjadi masalah tersendiri
bagi remaja dalam menghadapinya. (Proverawati dan Misaroh, 2009).
23
Faktor-fator yang
mempengaruhi
Pengetahuan Tingkat Pengetahuan
1. Usia
mengenai HIV/AIDS
2. Tingkat pendidikan
3. Pengalaman
4. Sumber informasi
5. Penghasilan
6. Sosial Budaya Tindakan-
tindakan
pencegahan
Grafik 1 Kerangka Teori
Form
kuisioner 1. Usia
Pengetahuan 2. Jenis kelamin
HIV/AIDS 3. Tingkat pengetahuan
mengenai transmisi dan
pencegahan HIV/AIDS
berdasarkan jawaban
SMK N 2 kuesioner:
PARIAMAN a. Baik
b. Cukup
c. Kurang
26
Keterangan :
n = ukuran sampel/jumlah responden
N = ukuran populasi
e = persentase kelonggaran ketelitian kesalahan pengambilan sampel yang masih
bisa ditolerir
Dalam rumus Slovin ada ketentuan sebagai berikut :
Nilai e = 0,1 (10%) untuk populasi dalam jumlah besar
Nilai e = 0,2 (20%) untuk populasi dalam jumlah kecil
27
28
Kriteria inklusi:
1. Siswa Kelas XI SMK N 2 Pariaman
2. Bersedia mengisi kuesioner
Kriteria eksklusi:
Terdapat pertanyaan yang tidak terjawab.
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang
berasal dari populasi sampel penelitian. Pengumpulan data dilakukan 1x setelah
peneliti menyebar kuisioner.
29
Merupakan penyajian dalam data berbentuk tabel yang terdiri dari beberapa
baris dan beberapa kolom. Tabel dapat digunakan untuk memaparkkan sekaligus
data veriabel hasil observasi, survei atau penelitian sehingga data mudah terbaca
dan dimengerti.
GAMBARAN KEGIATAN
30
BAB IV
PEMBAHASAN
Laki -laki 93 73 76
Dari tabel diatas dapat dilihat total siswa kelas XI yaitu 353 orang.
Adapun dalam penelitian ini tidak menggunakan responden dari kelas XII karena
pada saat melakukan penelitian siswa kelas X dan XII sedang melakukan kegiatan
lain sesuai kurikulum.
Responden dalam penelitian ini adalah siswa SMK N 2 Pariaman kelas
XI yang memenuhi kriteria Inklusi berjumlah 31 siswa, seluruh siswa menyatakan
bahwa bersedia menjadi responden dan bersedia mengisi kuisioner yang
dibagikan. Agar dapat memperoleh data dalam penelitian ini dilakukan dengan
31
22 8 11 3
2 Perempuan 71
responden responden responden responden
31 12 16 3
Jumlah 100
responden responden responden responden
Tabel 4 Persentase tingkat pengetahuan remaja berdasarkan usia pada kategori
baik, cukup, kurang
32
4.3 Pembahasan
BAB V
5.1 Kesimpulan
1. Tingkat pengetahuan tertinggi pada siswa SMK N 2 Pariaman masuk
dalam kategori berpengetahuan cukup yaitu 16 responden (51%).
2. Tingkat pengetahuan tertinggi berdasarkan usia, paling banyak pada usia
16 dan 17 tahun (71%)
3. Tingkat pengetahuan tertinggi berdasarkan jenis kelamin adalah kategori
berpengetahuan cukup yaitu terdiri dari 5 responden laki-laki (16%) dan
11 responden perempuan (35%)
4. Pengetahuan Siswa SMK N 2 Pariaman perlu ditingkatkan lagi
5.2 Saran
2. Untuk Siswa SMK N 2 Pariaman diharapkan untuk lebih giat lagi dalam
mencari Informasi tentang bahaya HIV/AIDS.
3. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan bisa mengembangakan penelitian
untuk mencari hubungan dari berbagai faktor terhadap pengetahuan bahaya
dan pencegahan HIV/AIDS.
DAFTAR PUSTAKA
Berek, P. A. L., BE, M. F., RUA, Y. M. & ANUGRAHINI, C., 2018. Hubungan
Jenis Kelamin dan Umur dengan Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang
HIV/AIDS di SMAN 3 Atambua Nusa Tenggara Timur.
Brew BJ, Garber JY. Neurologic sequelae of primary HIV infection. Handb Clin
Neurol. 2018; 152:65-74.
Budiman & Riyanto, A., 2013. Pengetahuan dan Sikap Dalam Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
Deeks, S. G., Overbaugh, J., Phillips, A., & Buchbinder, S. HIV infection. Nature
Reviews Disease Primers. 2015: 15035. doi:10.1038/nrdp.2015.35
Haase, A. T. Perils at mucosal front lines for HIV and SIV and their hosts. Nat.
Rev. Immunol. 2005; 5, 783–792.
36
37
Kemenkes RI, 2016. Program Pengendalian HIV AIDS dan PIMS. [Online]
Available at: https://siha.kemkes.go.id/portal/files_upload/BUKU_3_PENGE
NDALIAN HIV_COLOR_A5_15x21_cm.pdf.
Notoatmodjo, S., 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta.
Pandey A dan Galvani AP. The global burden of HIV and prospects for control.
Lancet. 2019; 6(12):E809-E811.
Pires CAA, Noronha MAN, Monteiro JCMS, Costa ALCD, Abreu Júnior JMC.
Kaposi's sarcoma in persons living with HIV/AIDS: a case series in a tertiary
referral hospital. An Bras Dermatol. 2018 Jul-Aug;93(4):524-528.
Lampiran 1. Kuisioner