SKRIPSI
Dinda Annisa
G1A118026
Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari sempuma, oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan dari semua pihak. Semoga
tulisan ini dapat bermanfaat bagi institusi kesehatan dan masyarakat.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
2.2.5 Manifestasi Klinis Penyakit Diare ..................................................................... 24
2.2.6 Diagnosa Penyakit Diare ................................................................................... 25
2.2.7 Jenis-jenis Penyakit Diare ................................................................................. 26
2.2.8 Faktor Resiko Terjadinya Penyakit Diare ......................................................... 27
2.2.9 Program Penanggulangan Penyakit Diare ......................................................... 32
2.2.10 Pengobatan dan Penatalaksanaan penyakit Diare ............................................. 33
2.2.11 Pencegahan penyakit Diare ............................................................................... 35
2.3 Kerangka Teori .............................................................................................. 37
2.4 Kerangka Konsep ........................................................................................... 38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..........................................................39
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ..................................................................... 39
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................................ 39
3.2.1 Tempat Penelitian ................................................................................... 39
3.2.2 Waktu Penelitian ..................................................................................... 39
3.3 Subjek Penelitian ........................................................................................... 39
3.3.1 Populasi ................................................................................................... 39
3.3.2 Sampel..................................................................................................... 39
3.4 Definisi Operasional ...................................................................................... 40
3.5 Pengumpulan Data ......................................................................................... 43
3.6 Pengolahan dan Analisis Data ....................................................................... 43
3.7 Etika Penelitian .............................................................................................. 43
3.8 Alur Penelitian ............................................................................................... 44
4.1. Hasil Penelitian .............................................................................................. 45
4.1.1. Penyebaran kasus diare berdasarkan jumlah kasus diare ........................... 45
4.1.2. Penyebaran kasus diare berdasarkan usia ................................................... 46
4.1.3. Penyebaran kasus diare berdasarkan jenis kelamin .................................... 46
4.1.4. Penyebaran kasus diare berdasarkan wilayah/tempat tinggal ..................... 47
4.1.5. Penyebaran kasus diare berdasarkan bulan berobat.................................... 47
4.1.6. Penyebaran kasus diare berdasarkan curah hujan ....................................... 49
4.1.7. Penyebaran kasus diare berdasarkan kepadatan penduduk ........................ 50
4.1.8. Penyebaran kasus diare berdasarkan persentase jamban sehat ................... 51
v
4.1.9. Penyebaran kasus diare berdasarkan persentase rumah sehat .................... 51
4.1.10.Penyebaran kasus diare berdasarkan sarana air minum ............................ 51
4.1.11.Penyebaran kasus diare berdasarkan sarana pembuangan air
limbah(SPAL). ............................................................................................. 51
4.1.12.Penyebaran kasus diare berdasarkan desa yang melakukan STBM.......... 53
4.2. Pembahasan .................................................................................................... 54
4.2.1. Penyebaran kasus diare berdasarkan jumlah kasus diare ........................... 54
4.2.2. Penyebaran kasus diare berdasarkan usia ................................................... 54
4.2.3. Penyebaran kasus diare berdasarkan jenis kelamin .................................... 55
4.2.4. Penyebaran kasus diare berdasarkan bulan berobat.................................... 56
4.2.5. Penyebaran kasus diare berdasarkan wilayah/tempat tinggal ..................... 57
4.2.6. Penyebaran kasus diare berdasarkan curah hujan ....................................... 59
4.2.7. Penyebaran kasus diare berdasarkan kepadatan penduduk ........................ 60
4.2.8. Penyebaran kasus diare berdasarkan persentase jamban sehat ................... 61
4.2.9. Penyebaran kasus diare berdasarkan persentase rumah sehat .................... 63
4.2.10.Penyebaran kasus diare berdasarkan sarana air minum ............................ 64
4.2.11.Penyebaran kasus diare berdasarkan Sarana Pembuangan Air Limbah.... .66
4.2.12.Penyebaran kasus diare berdasarkan Desa yang melakukan STBM ......... 67
4.2.13.Keterbatasan penelitian .............................................................................. 68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 71
5.1 Kesimpulan .................................................................................................... 71
5.2 Saran .............................................................................................................. 72
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................73
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.2 Distribusi penyakit diare berdasarkan usia di wilayah kerja Puskesmas
Jambi Kecil tahun 2021……………………………………...……….46
Tabel 4.3 Distribusi penyakit diare diare berdasarkan jenis kelamin di wilayah
kerja Puskesmas Jambi Kecil tahun 2021…………………………….47
Tabel 4.5 Distribusi penyakit diare berdasarkan bulan berobat di wilayah kerja
Puskesmas Jambi Kecil tahun 2021………………………………….48
Tabel 4.6 Distribusi penyakit diare berdasarkan curah hujan di wilayah kerja
Puskesmas Jambi Kecil tahun………………….…………………….49
Tabel 4.7 Jumlah curah hujan berdasarkan bulan di wilayah kerja Puskesmas
Jambi Kecil tahun 2021………………………….…….…………….50
Tabel 4.9 Distribusi penyakit diare berdasarkan jamban sehat di wilayah kerja
Puskesmas Jambi Kecil tahun 2021…………………….……………51
Tabel 4.10 Distribusi penyakit diare berdasarkan rumah sehat di wilayah kerja
Puskesmas Jambi Kecil tahun 2021……………………….………....52
Tabel 4.11 Distribusi penyakit diare berdasarkan sarana air minum di wilayah
kerja Puskesmas Jambi Kecil tahun 2021…………………………….52
Tabel 4.13 Distribusi penyakit diare berdasarkan desa yang melakukan STBM di
wilayah kerja Puskesmas Jambi Kecil tahun 2021………………..….53
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
DAFTAR SINGKATAN
x
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Dinda Annisa, lahir di Jambi, 12 Juni 2000, anak pertama dari pasangan suami
istri bernama Ir. Ahmad Yani, MP dan Silvia Fitri Gamal, S.KM. Penulis
memiliki saudara kandung bernama Anita Salsabila. Penulis merupakan lulusan
dari SD negeri 66/IV Kota Jambi tahun 2010, SMP Negeri 7 Kota Jambi tahun
2015, SMA Negeri 1 Kota Jambi tahun 2018. Kemudian penulis melanjutkan
pendidikannya di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi
pada tahun 2018 melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SBMPTN).
Selama perkuliahan, penulis aktif mengikuti kegiatan intra kampus. Pada
organisasi Himpunan Ikatan Mahasiswa Kedokteran yang menjabat sebagai Wakil
Kepala Departemen Pendidikan dan Profesi (PENDPRO) pada masa jabatan
2020/2021 serta organisasi Center for Indonesian Medical Student sebagai
Liasson Officer dari Standing committee on Human Right and Peace (SCORP)
Universitas Jambi selama masa jabatan 2020/2021
xi
ABSTRAK
Latar Belakang: Penyakit diare hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan
seluruh dunia dimana angka kesakitan dan kematiannya tinggi terutama di negara
berkembang. Diare termasuk 10 penyakit terbanyak di puskesmas Provinsi Jambi
tahun 2016-2020. Diare di Kabupaten Muaro Jambi peringkat nomor 2 tertinggi
dari 11 kabupaten/kota di Provinsi Jambi pada tahun 2020. Kasus diare
Puskesmas Jambi Kecil masuk dalam wilayah Dinas Kesehatan Muaro Jambi
nomor 2 tertinggi dari 22 puskesmas tahun 2021 dan penyakit nomor 2 dari 10
penyakit terbanyak di Puskesmas Jambi Kecil pada tahun 2020. Kejadian penyakit
diare di masyarakat dapat diketahui dengan melakukan studi epidemiologi untuk
mengetahui besar masalah penyakit diare di wilayah kerja Puskesmas Jambi Kecil
tahun 2021
Hasil: Jumlah penderita diare di Wilayah Kerja Puskesmas Jambi Kecil tahun
2021 sebanyak 643, usia penderita paling banyak 5-9 tahun, jenis kelamin laki-
laki lebih banyak dari perempuan, bulan berobat tertinggi berada di bulan
September, curah hujan sedang menjadi paling dominan penderita diare. Variabel
usia,jenis kelamin, bulan berobat dan curah hujan adalah faktor yang
mempengaruhi terjadinya penyakit diare
xii
ABSTRACT
Results: The number of diarrhea sufferers in the Jambi Kecil Community Health
Center Work Area in 2021 was 643, the most sufferers were 5-9 years old, the
male sex was more than female, the highest month of treatment was in September,
the Jambi Kecil Village area was the working area of the health center that the
most, moderate rainfall is the most dominant case of diarrhea. Variables of
age,sex,month of treatment and rainfall are factors that influence diarrheal disease
Conclusion: The incidence of diarrheal disease in 2021 in the Jambi Kecil Health
Center Work Area is caused by various determinant factors with results that are
partly different from theory and partly the same as theory.
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Faktor resiko lainnya seperti kepadatan penduduk dan curah hujan turut
mempengaruhi terjadinya diare. Berdasarkan penelitian dari Novia Anasta dan
dkk, memaparkan bahwa daerah yang punya kepadatan penduduk yang padat
meningkatkan resiko terjadinya kasus diare. Sedangkan untuk curah hujan
menurut penelitian yang dilakukan oleh Taqiyah Hamidah dan Siti Riptifah Tri
Handari memaparkan terdapat korelasi dan hubungan antara curah hujan dengan
kejadian diare, hal ini disebabkan terjadinya kontaminasi terhadap sarana air yang
diakibatkan hujan lebat adapun saat penurunan curah hujan dan terjadi musim
kemarau dapat menyebabkan berkurang kuantitas air bersih.6,7
Penyakit diare juga merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan,
maka dari itu salah satu upaya dan program yang dibuat pemerintah untuk
menurunkan kejadian diare adalah Sanitasi Total Berbasis Masyarakat(STBM).
STBM ini memiliki 5 pilar yaitu berhenti buang air besar, cuci tangan pakai
sabun, pengelolaan air minum dan makanan yang aman di rumah tangga,
pengelolaan sampah yang benar, dan pengelolaan limbah cair rumah tangga
dengan aman.8
Program yang dikeluarkan dari Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia untuk meningkatkan kesehatan dan pencegahan penyakit yang lain
adalah rumah sehat. Rumah sehat adalah rumah yang memenuhi persyaratan
kesehatan. Salah satu persyaratan rumah sehat ini adalah tersedianya sarana air
bersih, air minum yang memenuhi syarat, tersedia sarana penyimpanan makanan
yang aman, pengelolaan limbah. Rumah sehat menjadi salah satu sarana untuk
mencapai derajat kesehatan yang optimal yang dimana derajat kesehatan
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang tidak memenuhi
syarat kesehatan akan berperan dalam meningkatkan resiko berbagai jenis
penyakit, salah satunya diare.9,10
Berdasarkan data dari profil kesehatan Indonesia tahun 2019, kasus diare
mencapai 7.265.013 kasus untuk kategori semua umur dan 3.979.790 kasus untuk
kategori balita.Sedangkan data dari profil kesehatan Indonesia tahun 2020, kasus
diare di Indonesia sebanyak 7.318.417 untuk kategori semua umur dan 3.953.716
untuk kategori balita. Terjadi kenaikan pada tahun 2020 di kategori semua umur
3
sebanyak 53.404 kasus dan penurunan kasus pada kategori balita sebanyak 26.074
kasus. Kasus diare pada Provinsi Jambi tahun 2019 sebanyak 97.864 kasus untuk
kategori semua umur dan 54.014 kasus untuk kategori balita. Pada tahun 2020
terjadi kenaikan sebesar 1.439 kasus dari tahun 2019 pada kategori semua umur
dan penurunan pada kategori balita sebanyak 195 kasus dari tahun 2019.11,12
Berdasarkan data dari profil kesehatan Provinsi Jambi tahun 2019, kasus
penderita diare yang dilayani berjumlah 70.882 kasus yang tersebar di 11
kabupaten/kota. Pada tahun 2020 penemuan penderita diare yang dilayani semua
umur di Provinsi Jambi berjumlah 46.379 kasus yang tersebar pada 11 kabupaten/
kota. Kasus penyakit diare di Kabupaten Muaro Jambi menjadi peringkat nomor
2 tertinggi dari 11 kabupaten/kota di Provinsi Jambi pada tahun 2019 dan 2020.
Penyakit diare juga termasuk dalam 10 penyakit terbanyak di puskesmas Provinsi
Jambi tahun 2016-2020.13,14
Adapun memilih Puskesmas Jambi Kecil yang masuk dalam wilayah
Dinas Kesehatan Muaro Jambi dalam penelitian ini karena berdasarkan data dari
Dinas Kesehatan Muaro Jambi, Puskesmas Jambi Kecil nomor 2 tertinggi dari 22
puskesmas dalam kasus diare 2021. Penyakit diare juga menjadi penyakit nomor 2
dari 10 penyakit terbanyak di Puskesmas Jambi Kecil pada tahun sebelumnya
yaitu tahun 2020. Terdapat 643 penderita diare dengan rentang umur kurang dari 6
bulan sampai lebih dari 20 tahun. Penderita diare ini berasal dari wilayah kerja
Puskesmas Jambi Kecil yang terdiri dari kelurahan jambi kecil, desa Tanjung
Katung, Lubuk Raman, Setiris, Mudung Darat, Danau Kedap, Bakung, Niaso,
Jambi Tulo, Desa Baru, Danau Lamo, Muaro Jambi dengan total seluruh
penduduk sebanyak 21.972 jiwa. Berdasarkan data sekunder di Puskesmas Jambi
Kecil pada tahun 2021 yang didapatkan lengkap pada bulan Maret 2022, adapun
data lengkap tersebut meliputi jumlah kasus diare tahun 2021 berdasarkan
usia,jenis kelamin, bulan terkena diare/bulan berobat ke puskesmas, wilayah
tempat tinggal, data kesehatan lingkungan(rumah sehat, jamban sehat, desa yang
melakukan STBM, sarana air minum, SPAL, kepadatan penduduk.15
Pada penjelasan diatas terdapat banyak faktor resiko penyakit diare pada
lingkungan. Studi epidemiologi salah satu studi yang merupakan suatu langkah
4
yang bertujuan untuk menjelaskan suatu masalah kesehatan di suatu daerah. Studi
epidemiologi mengumpulkan dan menganalisis data berdasarkan variabel waktu,
tempat, dan orang. Melihat data penyakit diare yang masih tinggi di Puskesmas
Jambi Kecil tahun 2021 akan terbantu dengan studi epidemiologi untuk pemetaan
distribusi dan penyebaran penyakit diare berdasarkan variabel epidemiologi dan
juga sarana sanitasi yang menjadi faktor determinan penyakit diare. Sehingga
hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi dan masukan kepada Puskesmas
Jambi Kecil untuk strategi perbaikan sarana sanitasi ataupun rancangan program
agar penyakit diare menurun atau ditekan. 15,16
2.1 Epidemiologi
2.1.1 Definisi Epidemiologi
Ilmu epidemiologi adalah salah satu ilmu yang telah lama dikenal dan
berkembang bersama dengan ilmu kedokteran di bidang kesehatan. Ilmu ini
dipergunakan di masyarakat sebagai pengenal dan tumpuan menyelesaikan
masalah dalam masalah kesehatan. Hal ini karena ilmu epidemiologi memuat
metode dan juga cara untuk mengumpulkan data, manajemen data serta
melaksanakan suatu tindakan untuk mengatasi masalah tersebut.17
Epidemiologi diambil dari 3 kata yaitu epi : pada atau tentang, Demos:
penduduk, Logos: ilmu. Jika digabungkan epidemiologi adalah imu yang
dipergunakan untuk membantu menyelesaikan masalah di dalam masyarakat.
Pada masa kini epidemiologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang frekuensi
dan penyebaran masalah kesehatan pada komunitas ataupun kelompok masyarakat
dan juga faktor-faktor yang mempengaruhi permasalahan tersebut. Studi tentang
penyebaran penyakit manusia dalam hal lingkungan serta cabang dari ilmu
kesehatan yang menyelidik sifat dan penyebaran sebagian masalah kesehatan di
masyarakat juga merupakan artian dari epidemiologi.17
8
9
2.Galen
3. Thomas Sydenham
3. Epidemiologi klinik
4. Epidemiologi kependudukan
12
8. Epidemiologi gizi
13
a. Pertama, dengan mengumpulkan data secara cermat bisa melihat apa data
dapat atau tidak dapat diungkapkan berdasarkan variabel tersedia,
batasannya (misalnya, jumlah catatan dengan informasi yang hilang untuk
setiap variabel penting), dan eksentrisitasnya (misalnya, semua kasus
berkisar antara 2 bulan hingga 6 tahun, ditambah satu anak berusia 17
tahun.).
b. Kedua, bisa mempelajari tingkat dan pola dari masalah kesehatan
masyarakat yang sedang diselidiki dilihat dari bulan, lingkungan mana,
dan kelompok orang mana yang memiliki kasus terbanyak dan terkecil.
c. Ketiga, membuat deskripsi rinci tentang kesehatan suatu populasi yang
dapat dengan mudah dikomunikasikan dengan tabel, grafik, dan peta.
14
2. Epidemiologi analitik
a. Usia
b. Jenis Kelamin
Frekuensi penyakit dapat terjadi berbeda diantara jenis kelamin. Hal ini
disebabkan lebih sering terpaparnya dari agent bagi setiap jenis kelamin berbeda.
16
Seperti penyakit pada kehamilan dan persalinan hanya terjadi pada wanita, dan
penyakit hipertrofi prostat yang hanya menyerang pada laki-laki19,20
c. Ras
Terdapat kolerasi antara ras dan penyakit dikarenakan adat istiadat dan
perkembangan kebudayaan dan tradisi. Seperti penyakit fickle cell anemia yang
terjadi pada ras Negro19
d. Genetik
e. Pekerjaan
Beberapa status pekerjaan ini berperan terjadinya penyakit. Hal ini bisa
disebabkan oleh lingkungan tempat bekerja ataupun kecelakaan yang terjadi saat
bekerja. Seperti keracunan, asbestosis dan lainnya.19,20
f. Gaya Hidup
g. Psikis
Beberapa penyakit seperti depresi dapat disebabkan karena ada
ketidakseimbangan dan emosional berlebihan serta stress.19
B Faktor Agent
Agent dapat berupa makhluk hidup, energi, suasana social, benda tidak
hidup yang dapat menjadi penyebab terjadinya penyakit. Agent dikelompokkan
17
menjadi 2 yaitu agent yang hidup dan tidak hidup. Namun pada penyakit menular,
agent dibedakan menjadi 3 yaitu agent fisik, kimia, dan biologis.19,20
Lingkungan adalah faktor diluar dari host dan individu baik benda tidak
hidup, makhluk hidup , nyata atau abstrak. Faktor lingkungan dibedakan menjadi
2 bagian lingkungan hidup internal dan lingkungan hidup eksternal.19,20
B Variabel tempat
Menggambarkan terjadinya penyakit berdasarkan tempat memberikan
wawasan tentang tingkat geografis masalah dan variasi geografisnya.
Karakterisasi menurut tempat tidak hanya mengacu pada tempat tinggal tetapi
juga ke setiap lokasi geografis yang relevan dengan kejadian penyakit. Seperti
lokasi termasuk tempat diagnosis atau laporan, tempat lahir, tempat bekerja,
distrik sekolah, unit rumah sakit, atau perjalanan baru-baru ini tujuan. Pengertian
19
lokasi ini mungkin sebesar benua atau negara atau sekecil alamat jalan, rumah
sakit, atau ruang operasi. Kadang-kadang tempat tidak mengacu pada lokasi
tertentu sama sekali tetapi pada kategori tempat seperti perkotaan atau pedesaan,
domestik atau asing, dan institusional atau non institusional. Variabel tempat pada
penelitian ini adalah tempat wilayah kerja Puskesmas Jambi Kecil, terdiri dari 12
desa/kelurahan.18,19
C Variabel waktu
Terjadinya penyakit berubah dari waktu ke waktu. Beberapa di antaranya
perubahan terjadi secara teratur, sementara yang lain tidak dapat diprediksi. Untuk
penyakit yang terjadi musiman, petugas kesehatan dapat mengantisipasi terjadinya
dan menerapkan langkah-langkah pengendalian dan pencegahan. Pada penelitian
ini variabel waktu dilihat dari bulan(januari-desember) penderita datang berobat
penyakit diare di Puskesmas Jambi Kecil pada tahun 2021. Untuk penyakit yang
terjadi secara sporadis, peneliti dapat melakukan studi untuk mengidentifikasi
penyebab dan cara penyebaran, dan kemudian berkembang dengan tepat tindakan
yang ditargetkan untuk mengendalikan atau mencegah terjadinya lebih lanjut
penyakit. Dalam kedua situasi, menampilkan pola kejadian penyakit dengan:
waktu sangat penting untuk memantau kejadian penyakit di masyarakat dan untuk
menilai apakah intervensi kesehatan masyarakat yang dilakukan memiliki
perbedaan.17,18
20
B Faktor makanan bisa terjadi jika toksin yang ada tidak bisa diserap
dengan baik dan bisa meningkatkan peristaltic usus yang
menimbulkan penurunan dalam menyerap makanan, seperti :
makanan basi, beracun, dan alergi terhadap makanan21,27
C Faktor psikologis bisa berpengaruh dalam kerja peristaltik sehingga
dapat meningkatkan peristaltic khusus terhadap proses penyerapan
makanan seperti : rasa takut dan cemas.
Infeksi oleh patogen invasif juga sering dikaitkan dengan demam. Itu
menjadi penting karena diagnostic temuan demam bisa menunjukkan adanya
invasive bakteri seperti Salmonella, Shigella, dan Campylobacter, beberapa virus
enterik, atau patogen sitotoksik seperti C. difficile dan E. histolytica.28
B Diare sekretorik
Diare tipe ini terjadi jika terdapat gangguan transport elektrolit seperti
terdapat peningkatan sekresi air dan elektrolit dari usus , di sisi lain terjadi
penurunan absorpsi. Gangguan tersebut muncul karena beberapa bakteri
melepaskan toksin(enterotoksin) seperti infeksi vibrio-cholerae atau Escherichia
coli, penyakit yang menghasilkan hormone (VIPoma) karena hormon intestinal
seperti Vasoactive intenstinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare
sekretorik30,31
C Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik)
Diare ini terjadi saat ada kelebihan produksi musus yang disebabkan oleh
infeksi ataupun non infeksi. Kelebihan produksi musus ini dapat menyebabkan
kerusakan mukosa usus. Infeksi bakteri yang invasif dapat membuat terjadinya
perdarahan atau terdapat leukosit dalam feses.31
B Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik yang dinilai adalah tanda-tanda vital serta
melakukan pemeriksaan abdomen. Pemeriksaan abdomen ini dilakukan untuk
mendengar bunyi usus, menilai ada atau tidak nyeri tekan. Saat terkena diare, air
dan elektrolit termasuk natrium, klorida, kalium dan bikarbonat akan hilang.
Kehilangan beberapa elektrolit tersebut dapat memicu frekuensi nafas lebih cepat,
denyut nadi menjadi lebih cepat, dapat berpotensi terjadinya aritmia jantung,
penurunan tekanan darah.21
C Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada penderita diare yaitu
pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin, hematocrit, leukosit, hitung jenis
leukosit), kadar elektrolit serum, pemeriksaan tinja. Tinja biasanya tidak
mengandung leukosit, jika pada pemeriksaan feses ditemukan leukosit maka
dianggap penanda inflamasi kolon. Pada pemeriksaan feses dapat ditemukan
26
eritrosit, tropozoit amuba, giardia lamblia. Berbagai telur cacing penyebab diare
seperti telur trichuris juga dapat ditemukan. 21,32,33
A diare akut
B diare kronik
kesehatan. Adapun syarat jamban sehat yaitu, tidak mencemari air, tidak
mencemari tanah permukaan, bebas dari serangga, tidak menimbullkan bau dan
nyaman digunakan, aman digunakan oleh pemakainya, mudah dibersihkan dan
tidak menimbulkan gangguan bagi pemakainnya dan menimbulkan pandangan
yang kurang sopan.30,36,38
c. Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Lingkungan salah satu faktor besar terjadinya penyakit, salah satunya
diare. Lingkungan yang tidak sehat dikarenakan pencemaran salah satunya buang
air limbah secara sembarangan ke lingkungan. Air limbah ini dapat menyebabkan
kualitas air turun dan lebih parahnya tidak dapat dipergunakan lagi oleh
masyarakat. Kebanyakan air limbah ini berasal dari limbah industri dan limbah
rumah tangga. Jika dibuang sembarangan dan meresap kedalam air tanah yang
menjadi sumber air untuk minum, makan, cuci, serta mandi dan tetap dipaksakan
digunakan dapat menimbulkan penyakit diare. Sarana Pembuangan Air Limbah
yang sehat harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu tidak mencemari sumber
air bersih, tidak menimbulkan genangan air yang menjadi sarang
serangga/nyamuk, tidak menimbulkan bau, tidak menimbulkan becek,
kelembaban dan pandangan yang tidak menyenangkan30,38
d. Sarana Pembuangan Sampah
Pembuangan sampah yang sembarangan dan tidak sesuai persyarakat pun
menjadi salah satu faktor resiko yang dapat menyebabkan diare, karena sampah
yang dibuang tadi menjadi tempat hinggap atau tinggal hewan (vektor penyakit),
misalnya lalat yang menjadi pembawa bakteri atau kuman dari tempat sampah ke
makanan. Maka dari itu ada beberapa syarat tempat sampah mulai dari penentuan
lokasi pembuangan sampah, konstruksi tempat kuat sehingga tidak mudah bocor
untuk mencegah berseraknya sampah, punya tutup, mudah dibuka dan
dikosongkan serta dibersihkan, dianjurkan penutup tempat sampah dapat dibuka
tanpa menggunakan tangan, ukuran tempat ringan agar mudah diangkat dalam
pengumpulan sampah30,38
29
e. Curah hujan
Perubahan pola curah hujan dapat mempengaruhi terjadinya penyakit
diare melalui air. Perubahan pola curah hujan dapat berpotensi terjadinya banjir
ataupun kemarau yang berhubungan dengan peningkatan resiko kejadian diare.
Saat terjadi banjir akan ada kemungkinan kontaminasi dalam penyediaan air
bersih, sedangkan saat terjadi kemarau panjang dapat berakibat sulitnya
penyediaan air bersih yang dapat menyebabkan penyakit diare karena kurang
menjaga higienitas30,39
f. Kepadatan penduduk
Kepadatan penduduk memiliki peran dalam penyebaran dan pertumbuhan
kuman. Hal ini dikarenakan terjadi kepadatan pada wilayah sehingga
pembangunan septic tank akan saling berhimpitan/ dekat dengan sumber air
minum yang akan lebih mudah terjadi penularan dan kuman berkembang biak
penyakit menular salah satunya diare. Kepadatan penduduk dihitung oleh Badan
Pusat Statistik Nasional dalam sensus penduduk setiap 10 tahun sekali. Data ini
memuat juga penduduk berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan,
tempat tinggal.6
g. Sanitasi buruk
Sanitasi adalah kunci kesehatan, jika sanitasi buruk dan kurang baik dapat
menyebabkan penyakit menular yang salah satunya adalah diare. Adapun sanitasi
ini salah satunya sarana pembuangan kotoran, penyediaan air bersih, dan sebagai
nya. Lingkungan sanitasi buruk ini adalah sanitasi yang tidak memenuhi
persyaratan. Penilaian sanitasi masuk dalam pelayanan kesehatan lingkungan
oleh tenaga kesehatan lingkungan di Puskesmas. Puskesmas sendiri berkewajiban
menyelenggarakan pelayanan kesehatan lingkungan. Pelayanan kesehatan
lingkungan terbagi atas 3 yaitu, konseling, inspeksi kesehatan lingkungan, dan
intervensi kesehatan lingkungan. Laporan hasil inspeksi kesehatan lingkungan
akan diserahkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota dan akan diteruskan lagi
kepada dinas kesehatan provinsi. Salah satu program dari pemerintah untuk
pengubahan sanitasi adalah Sanitasi Total Berbasis Masyarakat atau disingkat
STBM. Terdapat lima pilar dalam STBM yaitu, stop buang air besar sembarang,
30
cuci tangan pakai sabun, pengelolaan air minum dan makanan yang aman dirumah
tangga, pengelolaan sampah dengan benar, pengelolaan limbah cair rumah tangga
dengan aman..39,40,41
h. Lingkungan rumah yang tidak sehat
Rumah serta lingkungan yang tidak memenuhi syarakat kesehatan menjadi
salah satu faktor resiko dan sumber penularan berbagai penyakit. Penyediaan air
bersih dan sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat menjadi faktor resiko
terhadap penyakit diare. Salah satu penyehatan lingkungan adalah rumah yang
memenuhi syarat kesehatan atau rumah sehat. Kriteria rumah sehat diatur dalam
keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia no 829/Menkes/SK/VII/1999.
Adapun syarat/kriteria rumah sehat mulai dari komponen rumah yang dinilai (
langit-langit, dinding, lantai, jendela kamar tidur, jendela ruang keluarga, ventilasi
lubang asap dapur, pencahayaan) , sarana sanitasi ( sarana air bersih, jamban,
SPAL, sarana pembuangan sampah), perilaku penghuni ( membuka jendela kamar
tidur, membuka jendela ruang keluarga, membersihkan rumah dan halaman,
memnuang tinja bayi dan balita ke jamban, membuang sampah pada tempatnya).
Hasil penentuan kriteria rumah dibagi jadi dua yaitu rumah tidak sehat dan rumah
sehat. Skor rumah sehat yaitu 1.068-1200 dan rumah tidak sehat yaitu <1.068.
Penilaian rumah sehat dilakukan 1 kali dalam setahun. Hasil penilaian rumah
sehat dilakukan oleh petugas sanitasi puskesmas yang akan dilaporkan kepada
kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.9,10,42
B Faktor individu
a. Usia
Penyakit diare sering terjadi pada anak-anak, anak yang masih menginjak
2 tahun pertama kehidupan. Hal ini disebabkan karena belum terbentuk
kekebalan alami. Dari data Riset Kesehatan Dasar 2018, pengkelompokkan usia
diare <1 tahun, 1-4 tahun, 5-9 tahun, 10-14 tahun, 15-24 tahun, 25-34 tahun, 35-
44 tahun, 45-54 tahun, 55-64 tahun, 65-74 tahun, >75 tahun. Prevalensi usia
yang paling tinggi pada usia 1-4 tahun. Berdasarkan data Puskesmas Jambi Kecil
tahun 2021, pengkelompokkan usia penderita diare ini mengikuti
31
pengkelompokkan usia penderita diare dari Dinas Kesehatan Muara Jambi , dari
<6 bulan, >6 bulan-<1 tahun, 1-4 tahun , 5-9 tahun, 10-14 tahun, 15-20 tahun, >20
tahun. Usia yang paling tinggi pada usia 1-4 tahun. Pemilihan usia ini dilihat
berdasarkan pemberian zinc dan kerentanan/resiko lebih tinggi terkena penyakit
diare. Anak-anak akan lebih berpotensi terkena jika faktor lingkungan dan pola
asuh ibu buruk.5,30,35
b. Jenis kelamin
Kebanyakan laki-laki memiliki aktivitas atau kontak langsung dengan
lingkungan lebih tinggi ketimbang perempuan, sehingga resiko terjadinya diare
pada laki-laki lebih besar daripada perempuan. Namun data lain seperti data Riset
Kesehatan Dasar 2018 memaparkan bahwa prevalensi perempuan lebih tinggi
daripada laki-laki 30,36
c. Tingkat pendidikan
Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam kesehatan. Semakin
rendah pendidikan maka upaya menerima ilmu pengetahuan menjadi rendah pula,
mereka akan sulit diberitahu bahwa higienitas itu penting dalam hal mencegah
beberapa penyakit menular, salah satunya diare. Dengan pengetahuan yang cukup,
seseorang akan lebih memiliki ilmu pengetahuan lebih dan mengaplikasikan ke
kehidupannya dengan perilaku bersih dan sehat.30,35,36
d. Jenis pekerjaan
Jenis pekerjaan dapat menentukan faktor resiko yang mungkin bisa
menyebabkan suatu penyakit. Hal ini dikarenakan pekerjaan termasuk determinan
terpapar yang hanya bisa dalam bidang pekerjaan tertentu.30,35
e. Status gizi
Status gizi memiliki peranan dan sangat mempengaruhi terjadinya diare.
Seseorang yang mengalami kurang gizi dikarenakan kurang asupan makanan
akan lebih lama dan lebih sering mengalami diare. Bahkan resiko meninggal
akibat diare sangat tinggi jika seseorang atau anak mengamali kurang gizi.
Kekurangan gizi dapat juga menurunkan daya tahan tubuh dalam melawan
kuman.30,35
32
C Faktor perilaku
a. Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun
Mencuci tangan termasuk salah satu kebiasaan yang memiliki hubungan
yang erat dengan penularan diare. Seperti sebelumnya, penularan diare sangat
sering melalui makanan, minuman, tinja yang telah terinfeksi kuman diare.
Mencuci tangan dengan sabun dapat menghindari penularan kuman diare. Sangat
disarankan selalu melakukan kebiasaan mencuci tangan setelah buang air dan
sebelum makan, ataupun setelah membuang tinja anak. Kebiasaan mencuci tangan
tadi dapat mengurangi resiko terkena diare sebesar 40%30,36
b. Kebiasaan membuang tinja
Tinja banyak mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar dan ini
dapat menularkan penyakit pada anak maupun orang dewasa. Maka dari itu
membuang tinja sebaiknya dilakukan dengan benar dan sebersih mungkin.30,36
c. Kebiasaan menggunakan jamban
Jika ingin buang air besar disarankan dilakukan di jamban. Hal ini
terdapat di 5 pilar dalam Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), dimana
salah satu pilarnya adalah Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Maka
dari itu buang air besar sembarangan dalam meningkatkan resiko terkena penyakit
diare karena jika tinja tersebut mengandung kuman diare dan dekat dengan rumah,
tempat bermain anak-anak ataupun sumber air.30,38
misalnya, di kolera, dari 40% menjadi kurang dari 1% bila diberikan dengan
benar. Kemajuan besar dibuat ketika rehidrasi oral yang efektif rejimen dirancang.
Terapi rehidrasi dapat diberikan secara oral, enteral melalui selang nasograstrik
atau melalui intravena. 35,38
a. Terapi rehidrasi oral
Cairan rehidrasi oral awal (CRO) hanya mengandung elektrolit dan air dan
tidak sampai disadari bahwa glukosa atau sukrosa diperlukan untuk meningkatkan
penyerapan natrium sehingga terapi rehidrasi oral yang efektif tersedia. CRO
dapat diperoleh dalam paket dari UNICEF atau dapat dibuat secara lokal.
Pemberian per oral diberikan larutan oralit dengan komposisi 29 g
glukosa, 3,5 g NaCl, 2,5 g Natrium Bikarbonat dan 1,5 g Kalium Klorida setiap
liter. Agar oralit yang sepenuhnya efektif harus tersedia di tingkat desa sehingga
terapi dapat dimulai secepat mungkin.. 35,38
b. Rehidrasi intravena
Sekitar 98% anak akan merespon rehidrasi oral. Namun sebagian sisanya
seperti bayi dengan dehidrasi berat atau mereka yang muntah-muntah banyak
akan membutuhkan rehidrasi melalui rute intravena. 35,38
c. Terapi tambahan
Intervensi terapeutik potensial lainnya termasuk antimikroba obat
antimotilitas dan obat antisekresi. Beberapa obat ini memiliki perbedaan tingkat
kemanjuran dan beberapa benar-benar dikontraindikasikan untuk kondisi
tertentu35,38
1. Obat antimikroba
Secara umum, bayi dengan diare cair akut paling baik ditangani tanpa
menggunakan antibiotik. Namun, jika ada bukti penyebaran sistemik, kolera atau
disentri, kemudian antimikroba akan mempersingkat perjalanan diare dan
memperbaiki efeknya. Penggunaan antimikroba sembarangan dapat menyebabkan
resistensi baik pada patogen maupun normal enterik 35,38
2. Obat antisekresi
Obat ini hanya akan efektif jika ada komponen sekretori pada diare. 35,38
35
5. Pengelolaan Sampah
Sampah adalah sumber dari beberapa penyakit dan menjadi tempat
berkembang biak kuman dan vector penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa,
dan lain-lain. Karena itu penting mengelola sampah untuk memutus rantai
penularan penyakit tersebut. Tempat sampah wajib ada, sampah wajib di
kumpulkan setiap hari, jika tidak terjangkau dari pelayanan pembuangan sampah
maka dapat melakukan pemusnahan sampah dengan cara ditimbun atau
dibakar.30,38
7. Rumah Sehat
Rumah sehat adalah rumah yang wajib memenuhi persyaratan kesehatan.
Faktor lingkungan menjadi faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat selain faktor perilaku dan faktor pelayanan kesehatan. Upaya
kesehatan lingkungan menjadi kegiatan pencegahan untuk memenuhi kualitasi
lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi. Hal ini bisa menjadi upaya
pengendalian faktor resiko lingkungan rumah untuk mencegah terjadinya
penyakit.9,10
37
Segitiga epidemiologi
-Kepadatan penduduk
Pencegahan:
-Lingkungan rumah
-Menggunakan air
yang tidak sehat
bersih
-Sanitasi buruk
-Mencuci tangan
-Menggunakan
jamban
-Pengelolaan
Limbah
-STBM
-Rumah sehat
Gambar 2.3 Kerangka Teori
38
Penjamu(populasi) Lingkungan
-Jamban sehat
-Usia Waktu: Tempat: -Kepadatan
-Jenis penduduk
-Bulan -Desa/Kelurahan
kelamin berobat (wilayah kerja -Sarana
Puskesmas Jambi Pembuangan Air
Kecil) Limbah(SPAL)
-Desa yang
melakukan STBM
-Curah hujan
-Rumah sehat
39
40
Pengumpulan data
Kesimpulan
Tabel 4.1 Distribusi jumlah kasus diare di wilayah kerja Puskesmas Jambi Kecil
tahun 2021
45
46
Tabel 4.2 Distribusi jumlah kasus diare berdasarkan usia penderita diare di
wilayah kerja Puskesmas Jambi Kecil tahun 2021
Tabel 4.3 Distribusi jumlah kasus diare berdasarkan jenis kelamin penderita diare
di wilayah kerja Puskesmas Jambi Kecil tahun 2021
Tabel 4.5 Distribusi jumlah kasus diare berdasarkan bulan berobat penderita
diare di wilayah kerja Puskesmas Jambi Kecil tahun 2021
Cakupan Per-bulan
Wilayah kerja
J F M A M J J A S O N D
Puskesmas Jambi
a e a p e u u g e k o e
Kecil
n b r r i n l s p t v s
Kel. Jambi Kecil 7 7 7 6 6 5 6 8 7 7 10 10
Tanjung Katung 7 8 5 4 4 4 4 6 5 4 5 4
Lubuk Raman 4 4 5 4 3 4 3 5 6 4 5 4
Setiris 3 3 6 3 3 2 3 3 6 4 7 6
Mudung Darat 8 7 6 6 6 5 5 6 6 5 5 5
Danau Kedap 2 2 6 5 4 4 4 4 5 5 4 4
Bakung 0 0 4 3 3 3 3 7 7 7 7 6
Niaso 5 5 5 4 2 2 3 3 3 4 4 4
Jambi Tulo 3 3 3 0 0 1 0 3 5 4 2 1
Desa Baru 4 6 6 5 4 5 5 5 5 4 2 2
Danau Lamo 4 4 4 2 3 3 3 3 4 3 2 2
Muaro Jambi 6 6 6 5 6 6 4 6 8 6 5 5
Jumlah kasus 53 55 63 47 44 44 43 59 67 57 58 53
49
Tabel 4.6 Distribusi jumlah kasus diare berdasarkan curah hujan di wilayah kerja
Puskesmas Jambi Kecil tahun 2021
Tabel 4.7 Jumlah curah hujan berdasarkan bulan di wilayah kerja Puskesmas
Jambi Kecil tahun 2021
Cakupan Per-bulan
J F M A M J J A S O N D
Curah Hujan
a e a p e u u g e k o e
n b r r i n l s p t v s
0-100 mm 1
100-300 mm 1 1 1 NA 1 1 1 1
300-500 mm 1 1 1
Tabel 4.9 Distribusi jumlah kasus diare berdasarkan persentase jamban sehat di
wilayah kerja Puskesmas Jambi Kecil tahun 2021
Tabel 4.10 Distribusi jumlah kasus diare berdasarkan persentase rumah sehat di
wilayah kerja Puskesmas Jambi Kecil tahun 2021
Tabel 4.11 Distribusi jumlah kasus diare berdasarkan sarana air minum di
wilayah kerja Puskesmas Jambi Kecil tahun 2021
Tabel 4.12 Distribusi jumlah kasus diare berdasarkan Sarana Pembuangan Air
Limbah di wilayah kerja Puskesmas Jambi Kecil tahun 2021
Tabel 4.13 Distribusi jumlah kasus diare berdasarkan desa yang melakukan
STBM di wilayah kerja Puskesmas Jambi Kecil tahun 2021
4.2. Pembahasan
4.2.1. Penyebaran kasus diare berdasarkan jumlah kasus diare
Penyebaran kasus diare di wilayah kerja Puskesmas Jambi Kecil tahun
2021 adalah 643 kasus tersebar di 12 wilayah kerja Puskesmas Jambi Kecil.
Hasil data yang diambil peneliti ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Suherman dkk, pada penelitian tersebut didapatkan juga usia 7-9
tahun lebih tinggi daripada usia 10-13 tahun ini dikarenakan sarana sanitasi
sekolah seperti sarana air bersih dan juga toilet yang cukup buruk ditambah lagi
dengan dugaan jajanan kantin telah terkontaminasi oleh lalat pembawa kuman
diare.43 Hal serupa juga ditemukan oleh Ilham dkk yang menyebutkan usia 6-9
55
tahun lebih banyak daripada usia >9 tahun pada penderita diare.44 Penelitian lain
yang dilakukan Selviana dkk juga sejalan dimana usia penderita diare paling
banyak diantara 4-6 tahun dipegang oleh usia 5 tahun dikarenakan cuci tangan
kurang baik tanpa menggunakan sabun dan tidak memasak air yang digunakan
untuk kehidupan sehari-hari yang berpotensi terjadinya penyakit diare.45
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian dari Sri Kurniawati dkk
yang menyebutkan bahwa usia 1-2 tahun menjadi tertinggi di rentang usia 1-4
tahun. Dikarenakan faktor pemberian ASI non ekslusif dan status gizi yang masih
rendah atau buruk.46 Hasil serupa juga ditemukan oleh Anita Margaret Wibisono
dkk bahwa usia penderita <1 tahun – 2 tahun beresiko 3,778 lebih dari usia 2-4
tahun dikarenakan semakin muda usia penderita diare maka semakin rentan
terkena diare, kecuali pada anak <6bulan yang mendapatkan ASI eksklusif.4
Penelitian yang dilakukan Dhea Fakhira Khairunnisa menyebutkkan usia yang
paling banyak terdapat pada usia 1-3 tahun dikarenakan faktor pengetahuan, usia,
dan pekerjaan ibu.47 Perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian lain adalah
perbedaan pengkelompokkan usia, dan hasil usia penderita diare yang paling
banyak.
Berdasarkan data yang diambil peneliti ini dilihat bahwa jenis kelamin
penderita diare paling banyak adalah laki-laki dengan 353 penderita sedangkan
perempuan dengan 290 penderita diare. Jenis kelamin mempengaruhi penyakit
56
diare. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Nurul fitriani yang
menyatakan jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada jenis kelamin
perempuan pada penderita diare.48 Penelitian Suci Reno Monalisa dkk juga sejalan
dengan penelitian ini yang menyebutkan jenis kelamin laki-laki lebih banyak
daripada jenis kelamin perempuan disebabkan laki-laki lebih boleh diizinkan main
keluar daripada perempuan.49 Hal ini serupa dengan penelitian Mallick, dkk., dan
Abuzzer, dkk., yang menemukan angka kejadian diare lebih banyak pada laki-laki
50,51
dibanding perempuan. Didukung juga jenis kelamin seluruh penduduk
wilayah kerja Puskesmas Jambi Kecil lebih banyak di jenis kelamin laki-laki
daripada perempuan.
Hasil data yang diambil peneliti ini tidak sejalan dengan penelitian Seid
dan Kelkay yang ditemukan bahwa anak perempuan 1,15 kali lebih rentan untuk
terkena diare dibanding anak laki-laki.52 Penelitian lain yang dilakukan oleh
Yunita Ratri Adhiningsih dkk menunjukkan hasil yang sama dengan seid dimana
jenis kelamin perempuan lebih banyak daripada jenis kelamin laki-laki penderita
diare.53 Sejalan dengan penelitian Yunita, penelitian dari Cinthya Apri Hapsari
juga mendapati hal yang sama dimana penderita diare lebih banyak perempuan
daripada laki-laki.54 Penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian diatas
dikarenakan jenis kelamin tidak mempengaruhi penyakit diare, hal ini disebabkan
diare dapat menyerang siapapun tergantung faktor gizi, makanan, dan lingkungan.
diteliti ini adalah bulan penderita berobat ke Puskesmas Jambi Kecil. Adapun
bulan ini akan berkaitan dengan curah hujan bulanan . 17,18
Berdasarkan hasil data yang diambil peneliti ini didapatkan bahwa bulan
September menjadi bulan paling banyak penderita diare nya yaitu 67 penderita
dan bulan juli menjadi bulan terendah terjadinya kasus penyakit diare dengan
jumlah kasus sama yaitu 43 kasus. Bulan September merupakan bulan dengan
curah hujan tinggi. Curah hujan yang tinggi dapat berpotensi terjadinya banjir
apalagi wilayah kerja Puskesmas Jambi Kecil merupakan daerah aliran sungai
Batanghari yang sangat rawan terkena banjir jika musim penghujan datang. Hal
serupa juga ditemukan dalam penelitian Mertens, dkk., bahwa hujan deras dapat
menyebabkan patogen diare yang terakumulasi selama cuaca kering berpeluang
lebih tinggi untuk kontak terhadap anak-anak.55 Hal ini sejalan dengan penelitian
Chao, dkk., yang menunjukkan hasil bahwa prevalensi patogen penyebab diare
yaitu Cryptosporidium ditemukan berhubungan signifikan dengan cuaca hujan.
Sementara itu, patogen diare yaitu rotavirus memiliki prevalensi paling tinggi
pada saat cuaca lebih kering.56
Hasil data yang diambil peneliti ini tidak sejalan dengan penelitan yang
dilakukan Ni Ketut Asrin menyebutkan pencemaran terhadap baku mutu air pada
wilayah daerah aliran sungai bisa tergolong kondisi air baik karena belum adanya
pencemaran. Tingginya nilai indeks pencemaran karena terakumulasinya bahan
pencemar dari aktivitas manusia sedangkan penurunannya karena di hilir aktivitas
manusia berkurang, adanya sumber mata air baru dan terjadinya pemurnian air
(self purification) oleh kondisi fisik sungai.58
59
Berdasarkan hasil data yang diambil peneliti ini curah hujan kategori
sedang (100-300mm) paling sering muncul dimana sebanyak 7 dari 12 bulan
mempunyai curah hujan sedang di seluruh wilayah kerja Puskesmas Jambi Kecil
sehingga dihitung total terdapat 356 penderita diare, disusul dengan curah hujan
tinggi (300-500mm) sebanyak 188 penderita diare, dan curah hujan rendah (0-100
mm) sebanyak 55 penderita diare. Penelitian ini menunjukkan bahwa curah hujan
sedang diikuti oleh peningkatan jumlah penderita diare. Intensitas hujan yang
turun ini beresiko muncul genangan atau banjir sehingga bisa berpotensi adanya
kuman diare di sekitar lingkungan tempat tinggal penderita diare.
Hasil data peneliti ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Athena yang mendapati curah hujan sedang maka semakin banyak pula penderita
diare dikarenakan curah hujan yang tinggi berpotensi terjadinya banjir yang
mengakibatkan terkontaminasi sarana air bersih penduduk39, penelitian lain dari
Hunachew Beyene pun juga mendapati hal yang sama dimana curah hujan sedang
beresiko meningkatnya penyakit diare.59 Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian Kraay, dkk., yang menyebutkan bahwa diare lebih umum di musim
hujan, terutama untuk diare bakteri dan parasit. Untuk rotavirus, hubungan ini
dibalik, peningkatan kejadian diare terjadi pada musim kemarau. Pada lokasi yang
60
sebelumnya kering atau hujan dengan curah sedang, lalu mengalami hujan ekstrim
berhubungan dengan peningkatan terjadinya diare. Selain itu, adanya banjir dapat
memberikan peningkatan secara keseluruhan resiko diare dengan infrastruktur
yang berlebihan. Peningkatan curah hujan secara tiba-tiba dapat menyebabkan
patogen yang telah terkonsentrasi pada saat cuaca kering menyebar dengan
cepat.60
Namun penelitian yang dibuat oleh Nabila Ulin Nuha menghasilkan hal
berbeda, dimana tidak terdapat korelasi curah hujan tinggi dengan tingginya
penderita diare, hasil penelitian itu menyimpulkan hasil bahwa curah hujan tinggi
maupun rendah tetap menghasilkan penderita diare yang sama banyaknya.61
Penelitian yang dilakukan Jeanissa Fazri Pertiwi juga menghasilkan hal sama
dengan penelitian Nabila yang menyimpulkan hasil penderita diare lebih tinggi
saat curah hujan rendah dan justru menurun saat curah hujan meningkat.62 Hal
serupa juga ditemukan Dody yang menyebutkan terdapat korelasi negatif dimana
curah hujan tinggi mengalami penurunan penderita diare. Curah hujan rendah
dapat beresiko terjadinya kekurangan sumber air bersih.63
Hasil data yang diambil peneliti tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Indah Margarethy yang mendapati bahwa semakin tinggi
kepadatan penduduk maka semakin tinggi pula penderita diare nya. Penelitian lain
yang dilakukan Dyah Nurmarastri Sasabil Sidqi juga menyebutkan semakin tinggi
kepadatan penduduk maka semakin tinggi pula penderita diare.6 Hal serupa juga
ditemukan oleh Baiq Liana Widiyanti yang menyebutkan kepadatan penduduk
yang padat dapat menimbulkan masalah sampah dan air bersih terlebih jika
penduduk menggunakan sumur gali, sehingga saat dilakukan pengecekan air
bersih tersebut ternyata mengandung bakteri E.coli yang seharusnya tidak boleh
ada dalam kandungan air bersih dan air minum.65
Berdasarkan data yang diambil peneliti ini bahwa persentase jamban sehat
tertinggi berada di wilayah Mudung Darat, Danau Kedap, serta Desa Baru
(100%) dengan penderita diare sebanyak 70, 49, dan 53 penderita. dan persentase
jamban sehat terendah berada di wilayah Lubuk Raman (75,4%) dengan penderita
diare sebanyak 51 penderita. Dilihat bahwa fasilitas jamban sehat di wilayah kerja
Puskesmas Jambi Kecil ini mungkin masih diikuti oleh penderita diare karena
faktor penyebab terjadinya penyakit diare adalah faktor perilaku masyarakat
sehingga fasilitas jamban sehat jika perilaku masyarakat tidak bagus maka kurang
efektif menurunkan penyakit diare.
Hasil data yang diambil peneliti sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Hatta dkk bahwa pemakaian jamban sehat masih ditemukan penderita diare
dikarenakan banyak masyarakat masih belummemanfaatkan fasilitas jamban
dengan maksimal.66. Aolina dkk juga menemukan penggunaan jamban tidak ada
hubungan dengan penyakit diare karena masih ada masyarakat yang belum ada
kesadaran tentang pemanfaatan jamban dan perilaku buang air besar
sembarangan.67 Hal serupa juga ditemukan Jusman Rau yang menyebutkan
responden yang balitanya mengalami diare dengan kondisi jamban yang
memenuhi syarat.68
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Afipah Humaira
yang mendapati jamban yang memenuhi syarat sangat rendah penderita diare
daripada jamban yang tidak memenuhi syarat.69 Penelitian lain yang dilakukan
Endang Setiawaty juga tidak sejalan dengan hasil penelitian ini dikarenakan hasil
penelitian Endang menunjukkan proporsi responden yang tidak diare lebih banyak
pada responden yang penggunaan jamban sehat memenuhi syarat yakni 13
responden (59.1%) dibandingkan dengan yang penggunaan jamban sehat tidak
memenuhi syarat yakni 9 responden (40.9%). Jamban merupakan tempat atau
fasilitas yang bertujuan untuk membuang feses atau urin yang terdiri dari tempat
jongkok dengan leher angsa atau tidak. Penurunan terjadinya diare dapat
diturunkan jika menggunakan jamban.70
63
Hasil data yang diambil peneliti ini sejalan dengan penelitian oleh Cici
Apriza Yanti yang menyimpulkan hasil penelitian bahwa rumah yang memenuhi
syarat atau rumah sehat tidak mempengaruhi terjadinya penyakit diare. Tidak ada
hubungan yang bermakna di antara uji korelasi tersebut atau tidak ada hubungan
antara rumah sehat dengan kejadian diare.71 Penelitian Armin pun juga
64
menyebutkan tidak ada hubungan kondisi fisik rumah dengan kejadian diare di
Desa Tajung Pinang Kecamatan Kusambi Kabupaten Muna Barat meskipun
rumah responden banyak yang tidak memenui syarat rumah sehat, hal ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kebersihan rumah, kebersihan makanan,
pemberian ASI esklusif dan kebersihan diri yang dilakukan sehingga tidak terjadi
penyakit diare pada responden tersebut. 72
Hasil data yang diambil peneliti tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Annisa Fauziyyah dkk yang rumah memenuhi syarat diikuti oleh
penurunan penderita diare. Apabila banyaknya rumah yang memenuhi syarat
rumah sehat meningkat maka angka kasus diare akan mengalami penurunan.73 Hal
ini sejalan dengan penelitian Rinda Fithriyana yang menyebutkan dari 32
responden dengan kondisi lingkungan tidak sehat dari 48 terdapat 12 responden
(37,5%) tidak mengalami kejadian diare. Sedangkan dari 28 responden yang
memiliki lingkungan rumah yang sehat tidak terdapat kejadian diare (0%). Balita
dengan kondisi rumah tidak sehat berpeluang 5,37 kali untuk terkena diare.
Lingkungan rumah yang tidak bersih akan membuat kontak manuasia dengan
lingkungan akan terjadi sehingga memudahkan kuman penyakit masuk. Pengaruh
kesibukan masyarakat sebagai petani dapat juga sebagai penyebab lingkungan
rumah tidak diperhatikan dengan baik, banyak waktu dihabiskan dilokasi
masyarakat bekerja sebagai petani seperti dikebun, sawah dan lain sebagainya 74
air hujan (PAH), perlindungan mata air (PMA), dan perusahaan daerah air minum
(PDAM).30,36,37
Penelitian lain yang tidak sejalan dengan Yazika adalah penelitian yang
dilakukan Jusman Rau menyebutkan sarana air tidak pengaruh terhadap penyakit
diare karena masih ada balita yang menderita diare dengan sarana air memenuhi
syarat serta tidak ada hubungan signifikan dengan penyakit diare. Kemudian ada
pula responden yang tidak mengalami diare dengan sarana air bersih yang berisiko
tinggi terhadap pencemaran dikarenakan mereka beranggapan bahwa air yang
didapatkan dari mata air tersebut tidak aman untuk digunakan karena lokasinya
berdekatan dengan lokasi galian, sehingga sebelum dikonsumsi mereka menyaring
dan memasak air tersebut. Meskipun begitu, masih ada juga responden yang
mengaku tidak menyaring dan memasak airnya Hal ini dikarenakan masyarakat
percaya bahwa air yang didapatkan sudah aman untuk digunakan.68 Menurut
WHO, air minum yang bahkan dari sumber yang terpercaya tidak menjamin atau
belum tentu bebas dari pathogen feses dan aman untuk kesehatan.2
66
Hasil data yang diambil peneliti sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Devi Angeliana Kusumaningtiar yang mendapati bahwa penderita diare
paling sedikit dari rumah tangga yang pengelolahan limbah cair nya tidak
memenuhi syarat. Pengamanan limbah cair rumah tangga tidak terdapat
hubungan dengan kejadian diare karena responden yang tidak memenuhi syarat
tidak melakukan pengamanan limbah cair dengan aman. Limbah cair yang terlihat
di sekitar rumah atau di got tidak terlalu banyak, hal ini karena kondisi pada
67
aktivitas responden yang tidak terlalu sering berada dirumah, sehingga limbah cair
tersebut bukan bukan menjadi faktor yang mempengaruhi, tetapi sebagai faktor
yang lainnya.77 Penelitian Menik Samiyati menyebutkan SPAL tidak
mempengaruhi terjadinya penyakit diare. Pembuangan limbah cair rumah tangga
tidak mempengaruhi penyakit diare ini dikarenakan limbah cair yang tergenang
disekitar lingkungan rumah atau saluran got tidak banyak ataupun SPAL tidak
terdapat lalat sebagai salah satu media penyakit diare. 78
Penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian oleh Santoso Ujang
Effendi yang mendapati bahwa SPAL yang memenuhi syarat lebih rendah
penderita diare daripada SPAL yang tidak memenuhi syarat. dari 38 responden
yang saluran pembuangan air limbah (SPAL) tidak memenuhi syarat. Terdapat 27
responden yang mengalami diare karena jarak antara saluran pembuangan air
limbah (SPAL) responden berdekatan dengan sumur gali sehingga
mengontaminasi sumber air minum yang menyebabkan terjadinya diare, dan
terdapat 11 ibu yang memiliki balita yang tidak mengalami kejadian diare karena
ibu menyimpan makanan atau minuman di tempat atau wadah tertutup.76
Penelitian lain dari Yunik Sri Utami menyebutkan penderita diare paling banyak
mempunyai sarana pembuangan air limbah (SPAL) tidak memenuhi syarat.79
merupakan maanfaat melakukan STBM dalam jangka panjang. Hal ini pun turut
mendorong masyarakat sehat yang mandiri8,43
Berdasarkan hasil data yang diambil peneliti ini didapatkan wilayah kerja
puskesmas Jambi Kecil adalah 0%. Perlu diketahui wilayah yang melakukan
STBM di wilayah kerja Puskesmas Jambi Kecil baru memenuhi satu dari lima
pilar STBM saja dimana pilar tersebut yaitu desa stop BABS. Sehingga seluruh
wilayah kerja puskesmas Jambi Kecil tidak ada desa yang melakukan STBM
dikarenakan tidak melakukan 5 pilar STBM. Variabel ini tidak dapat diteliti
dikarenakan tidak bisa melihat perbandingan persentase desa yang melaksanakan
STBM dengan penyakit diare.
2. Terdapat kekosongan persentase data pada variabel rumah sehat dimana hanya
jumlah rumah sehat saja sedangkan persentase rumah sehat kosong/tidak ada.
3. Terdapat keterbatasan data curah hujan pada bulan juni yang tidak tersedia.
4. Pentitikan lokasi wilayah kerja Puskesmas Jambi Kecil pada peta curah hujan
dari Stasiun Klimatologi Muaro Jambi dilakukan manual oleh peneliti
menggunakan peta muaro jambi dikarenakan curah hujan di wilayah kerja
Puskesmas Jambi Kecil mengikuti curah hujan Kabupaten Muaro Jambi,
Namun Stasiun Klimatologi Muaro Jambi menggambarkan peta seluruh
daerah Kabupaten Muaro Jambi saja tanpa menulis perdaerah di Kabupaten
Muaro Jambi.
5. Penelitian ini tidak melihat hubungan antar variabel sehingga hanya
menggambarkan penyakit diare berdasarkan faktor resiko penyakit tersebut
6. Penelitian ini berdasar data sekunder yang ada di puskesmas. Konfirmasi
keabsahan data di lapangan tidak menjadi bagian dari penelitian ini. Studi
selanjutnya diharapkan dapat dilakukan dengan menggunakan data primer
melalui turun langsung ke lapangan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Diketahui bahwa penderita diare di wilayah kerja puskesmas Jambi Kecil
tahun 2021 berjumlah 643 kasus.
2. Umur paling banyak dan tertinggi penderita diare di wilayah kerja
Puskesmas Jambi Kecil tahun 2021 adalah umur 5-9 tahun
3. Jenis kelamin paling banyak adalah jenis kelamin laki-laki (353 penderita)
daripada jenis kelamin perempuan (290 penderita)
4. Wilayah yang paling banyak penderita diare tinggal berada di wilayah
Kelurahan Jambi Kecil.
5. Bulan paling banyak penderita diare adalah bulan September yaitu bulan
dengan curah hujan sedang.
6. Kepadatan penduduk tidak mempengaruhi penyakit diare. Terlihat pada 8
dari 12 wilayah kerja Puskesmas Jambi Kecil yang dominan kepadatan
penduduk rendah dengan jumlah penderita diare yang banyak.
7. Curah hujan sedang mempengaruhi penyakit diare. Curah hujan sedang
memegang peran paling tinggi daripada rendah dimana pada curah hujan
sedang dan tinggi diikuti jumlah penderita diare yang meningkat.
8. Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL) yang memenuhi syarat diikuti
jumlah penderita diare yang banyak. Sarana Pembuangan Air Limbah
(SPAL) yang memenuhi syarat terdapat di wilayah Tanjung Katung
(66,89%) Sedangkan wilayah dengan persentase SPAL memenuhi syarat
terendah berada di wilayah Danau Kedap (39,37%)..
9. Sarana air minum di seluruh wilayah kerja Puskesmas Jambi Kecil telah
memenuhi syarat sepenuhnya (100%). Data ini tidak bisa ditarik
kesimpulan dikarenakan tidak bisa dilihat perbandingan mempengaruhi
atau tidak di wilayah kerja Puskesmas Jambi Kecil.
71
72
10. Persentase Persentase jamban sehat tinggi diikuti penderita penyakit diare
dilihat dari jumlah penderita diare sama banyak antara wilayah persentase
jamban sehatnya 100% (paling tinggi) dengan wilayah persentase jamban
sehat paling rendah 75,4% .
11. Persentase desa yang melakukan STBM di wilayah kerja Puskesmas Jambi
Kecil adalah 0%. Wilayah kerja puskesmas Jambi Kecil hanya melakukan
1 dari 5 pilar STBM. Data ini tidak bisa diteliti dikarenakan tidak bisa
dilihat perbandingan mempengaruhi atau tidak di wilayah kerja Puskesmas
Jambi Kecil
12. Persentase Rumah sehat yang tinggi juga diikuti jumlah penderita diare
yang banyak yang terdapat Kelurahan Jambi Kecil
5.2. Saran
1. Puskesmas Jambi Kecil diharapkan dapat melakukan sinkronisasi data
sekunder yang ada data persentase rumah sehat, data jumlah penduduk.
2. Dilihat dari hasil penelitian ini pada variabel jamban sehat, rumah
sehat, dan juga SPAL yang tinggi diikuti oleh peningkatan penderita
diare. Kedepannya ini bisa jadi perhatian puskesmas ke wilayah kerja
nya untuk edukasi pemanfaatan prasarana sanitasi
3. Dilihat dari hasil data yang diambil peneliti pada variabel STBM
adalah 0%. Kedepannya diharapkan puskesmas bisa meningkatkan
pelaksanaan STBM di wilayah kerja puskesmas
73
6. Sidqi DNS, Anasta N, Mufidah PK. Analisis Spasial Kasus Diare pada
Balita di Kabupaten Banyumas Tahun 2019. J Biostat Kependudukan, dan
Inform Kesehat. 2021;1(3):135.
73
8. Suwita, Syafri M, Fahri S. Analisis Determinan Rumah Sehat dalam
Mendukung Pembangunan Berwawasan Lingkungan di Kelurahan Kebun
Handil Kota Jambi. J Pembang Berkelanjutan. 2019;2(1):60–73.
12. Pemerintah Daerah Provinsi Jambi. Profil Kesehatan Provinsi Jambi Tahun
2019. Jambi: Dinkes Provinsi Jambi. 2020. hal 164-165
13. Pemerintah Daerah Provinsi Jambi. Profil Kesehatan Provinsi Jambi Tahun
2020. Jambi: Dinkes Provinsi Jambi. 2021. hal 30-31 dan hal 46
15. Lapau, Buchari. Prinsip dan Metode Epidemiologi. Depok: Kencana. 2017.
hal 11-15
16. Hasmi. Dasar - Dasar Epidemiologi. Jakarta:Trans Info Media. 2011. hal
7-12
74
20. Amin Z, Bahar A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI. Jakarta:
Internal Publishing. 2014. hal 1899-1906
28. Neni N, Aisyah IS. Hubungan perilaku higienis terhadap kejadian penyakit
75
diare di dusun jagabaya desa rajadatu kecamatan cineam. Tasikmalaya :
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi. 2019
30. Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins Basic Pathology. 9th ed.
Philadelphia: Elsevier. 2015. hal 576-578
31. Umar Zein. Diare akut dewasa. Medan : USU Press. 2011. hal 7-35
34. Purnama SG. Buku Ajar Penyakit berbasis lingkungan. Indonesia. 2016. hal
1-11 dan 26-28
35. Prawati DD. Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Diare Di Tambak Sari,
Kota Surabaya. J PROMKES. 2019;7(1):34.
38. Wibisono AM, Marchianti Ancah CN, Dharmawan DK. Analisis Faktor
76
Risiko Kejadian Diare Berulang pada Balita di Puskesmas Sumberjambe
Kabupaten Jember. Indonesia : Fakultas Kedokteran Universitas Jember.
2020
39. Athena, Cahyode. Curah hujan , suhu , dan kelembaban ) dengan kejadian
diare di kota denpasar , provinsi bali Relationship Between Climate
Variability ( Rainfall , Temperature , and Humidity ) and Incidence of
Diarrheal Diseases in Denpasar City , Bali Province. J Ekol Kesehat.
2017;15(3):167–78.
42. Mansur A.R. Tumbuh kembang anak usia prasekolah. Padang : Andalas
University Press. 2019.. hal 7
43. Suherman, Aini FQ. Analisis Kejadian Diare pada Siswa di SD Negeri
Pamulang 02 Kecamatan Pamulang Tahun 2018. J Kedokt dan Kesehat.
2019;15.Selviana, Trisnawati E. Faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian diare pada anak usia 4-6 tahun. J Vokasi Kesehat. 2017;3(111):1–
7.
77
Berhubungan Dengan Diare Akut. J Wiyata. 2016;3(2):130..
47. Khairunnisa DF, Zahra IA, Ramadhania B, Amalia R. Faktor Risiko Diare
Pada Bayi Dan Balita Di Indonesia: a Systematic Review. J Semin Nas
Kesehat Masy [Internet]. 2020;11(1):172–89. Available from:
https://conference.upnvj.ac.id/index.php/semnashmkm2020/article/view/16
49. Monalisa SR, Achadi EL, Ayu R, Sartika D, Mulia W. Risiko Diare Pada
Balita Usia 6-59 Bulan di Pulau Sumatera Indonesia. J Ilmu Kesehat Masy.
2020;9:129–36.
52. Seid KW, Kelkay BD. The prevalence of diarrhea and associated factors
among children under five years in Ethiopia. Int J Appl Res.
2018;4(9):236–41
78
puskesmas sunyaragi kota cirebon. [Internet]. 2020. Available from:
https://ejournal.stikku.ac.id/index.php/nnc/article/view/111
56. Chao DL, Roose A, Roh M, Kotloff KL, Proctor JL. The seasonality of
diarrheal pathogens: A retrospective study of seven sites over three years.
PLoS Negl Trop Dis. 2019;13(8):1–20.
58. Asrini K, Sandi Adnyana IW, Rai IN. Studi Analisis Kualitas Air Di
Daerah Aliran Sungai Pakerisan Provinsi Bali. ECOTROPHIC J Ilmu
Lingkung (Journal Environ Sci. 2017;11(2):101.
60. Kraay ANM, Man O, Levy MC, Levy K, Ionides E, Eisenberg JNS.
Understanding the impact of rainfall on diarrhea: Testing the
concentration-dilution hypothesis using a systematic review and meta-
analysis. Environ Health Perspect. 2020;128(12):126001-1-126001–16.
61. Nuha NU, Darundiati YH, Budiyono B. Hubungan Cuaca sebagai Faktor
Risiko Kejadian Diare di Kota Administratif Jakarta Timur Tahun 2015-
2019. Media Kesehat Masy Indones. 2022;21(1):12–21.
62. Pertiwi JF, Sari FE, Aryastuti N. Pengaruh Variabilitas Iklim Terhadap
Kejadian Diare Di Kota Bandar Lampung Tahun 2018-2019. J Dunia
79
Kesmas. 2021;10(1):158–67.
63. Cahyadi DD, Indah MF, Ishak NI, Masyarakat K, Masyarakat FK, Islam U,
et al. Analisis faktor iklim terhadap kejadian diare di kota banjarmasin
tahun 2014 – 2019 analysis of climate factors for diarrhea occurrence in
banjarmasin city at 2014 - 2019. 2020;34:1–10.
64. Ramadani RI. Pengaruh Pemberian ASI Eksklusif , PHBS dan Kepadatan
Penduduk terhadap Kejadian Diare pada Balita di Kota Surabaya Tahun
2018 The Effect of Exclusive Breastfeeding , PHBS And Population
Density on The Incidence of Diarrhea in Toddlers Surabaya City At 20.
media gizi kesmas. 2019;2:39–47.
65. Widiyanti BL. Studi Kandungan Bakteri E.Coli pada Airtanah (Confined
Aquifer) di Permukiman Padat Penduduk Desa Dasan Lekong, Kecamatan
Sukamulia. Geodika J Kaji Ilmu dan Pendidik Geogr. 2019;3(1):1.
68. Rau MJ, Novita S. Pengaruh Sarana Air Bersih Dan Kondisi Jamban
Terhadap Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tipo.
Prev J Kesehat Masy. 2021;12(1):110–26.
80
70. Setiawaty E, Alfian, Fauzi M. Pengaruh Penggunaan Jamban Sehat
Terhadap Kejadian Penyakit Diare Di Desa Ropang Kecamatan Ropang. J
Kesehat Samawa. 2022;15–22.
71. Yanti CA, Akhri IJ. Perbedaan Uji Korelasi Pearson, Spearman Dan
Kendall Tau Dalam Menganalisis Kejadian Diare. J Endur. 2022;6(1):51–8.
73. Fauziyyah, A., Chadidjah, A., & Gede Nyoman Mindra Jaya, I. (2022).
Pemodelan dan Pemetaan Penyakit Diare di Kabupaten Sumedang
Menggunakan Model Bayesian Spatio-Temporal. E-Journal BIAStatistics |
Departemen Statistika FMIPA Universitas Padjadjaran, 16(2), 06 -
77. Kusumaningtiar DA, Vionalita G, Putri NI. Fasilitas Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat(STBM) dengan Kejadian Diare di Desa Cikupa Kabupaten
Tangerang. 2019;16
81
[Online]. 2019 Jan;7(1):388 -
395. https://doi.org/10.14710/jkm.v7i1.23008.
80. Surya J. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat ( STBM Dengan Diare Pada
Balita Metode Hasil Dan Pembahasan. J Ilm Kesehat Sandi Husada.
2019;10(2):281–4.
82
83
LAMPIRAN 1
Lampiran 1
LAMPIRAN 2
LAMPIRAN 3
LAMPIRAN 5
LAMPIRAN 6