Anda di halaman 1dari 54

ANALISIS HUBUNGAN IKLIM ORGANISASI DAN

LINGKUNGAN KERJA PERAWAT DENGAN PENCEGAHAN


INFEKSI DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh
WILDA AFRIANI
1810105039

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang

telah memberikan berkah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan tesis ini dengan judul “Analisis Hubungan Iklim Organisasi dan

Lingkungan Kejra Perawat dengan Pencegahan Infeksi di Rumah Sakit Universitas

Sumatera Utara”. Selama melakukan penulisan tesis ini, penulis banyak memperoleh

bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini

penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H, M.Hum sebagai Rektor Universitas Sumatera

Utara

2. Bapak Setiawan, S.Kp, MNS, Ph.D sebagai Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatra Utara

3. Ibu Dewi Elizadiani Suza, S.Kp, MNS, Ph.D selaku Ketua Program Studi

Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

yang telah banyak memfasilitasi untuk penyusunan tesis ini.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, M.S.M.E selaku pembimbing I dan Ibu Dewi

Elizadiani Suza, S.Kp, MNS, Ph.D selaku pembimbing II yang telah banyak

memberikan masukan, saran, ide-ide terbaru dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Bapak Destanul Aulia, SKM, MBA, MEc, Ph.D selaku penguji I dan bapak

Roymond H Simamora, S.Kep, NS, M.Kep selaku penguji II yang telah banyak

memberikan masukan, saran, ide-ide terbaru dalam menyelesaikan tesis ini.

i
6. Orang tua, adik dan tunangan saya yang selalu mendoakan dan memotivasi

dalam penyelesaian pendidikan.

7. Teman-teman mahasiswa Magister keperawatan angkatan 2016, teman-teman

pelayanan di GKB NHC, teman-teman Generasi Muda Nias dan teman lain yang

telah banyak membantu penulis dalam menjalani pendidikan.

Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari

sempurna. Namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada seluruh

pembaca. Semoga kiranya Tuhan Yang Maha Esa memberikan keberkahan untuk kita

semua. Amin.

Medan, 06 Mei 2021

Fitri Welya Zurmaini


DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................vii
ABSTRAK............................................................................................................viiI
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................ 1
Latar Belakang ................................................................................ 1
Tujuan Penelitian ............................................................................ 8
Hipotesis Penelitian ....................................................................... 8
Manfaat Penelitian ......................................................................... 8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................11
Landasan Teori...................................................................................... 36
Kerangka Penelitian...............................................................................40
BAB 3 METODE PENELITIAN...................................................................... 41
Desain Penelitian...................................................................................41
Lokasi dan Waktu Penelitian.................................................................41
Populasi dan Sampel..............................................................................41
Metode Pengumpulan Data................................................................... 43
Validitas dan Reliabilitas.......................................................................44
Definisi Operasional..............................................................................47
Pengolahan Data dan Metode Analisa Data..........................................48
Pertimbangan Etik ............................................................. ............. 50
BAB 4 HASIL PENELITIAN .................................................................. 52
Analisa Univariat ........................................................................... 52
Analisa Bivariat ............................................................................. 57
Analisa Multivariat ......................................................................... 62
BAB 5 PEMBAHASAN ............................................................................ 68
Analisa Univariat ........................................................................... 68
Analisa Bivariat ............................................................................. 79
Analisa Multivariat ......................................................................... 85
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 89
Kesimpulan .................................................................................... 89
Saran .............................................................................................. 90

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................92
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jumlah Sampel perawat.......................................................................43


Tabel 3.2 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel.........................47
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden....................................53
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Iklim Organisasi.................................................54
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Sub Variabel Iklim Organisasi...........................54
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Lingkungan Kerja...............................................55
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Sub Variabel Lingkungan Kerja.........................55
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Pencegahan Infeksi.............................................56
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Sub Variabel Pencegahan Infeksi.......................57
Tabel 4.8 Hasil Uji Bivariat Iklim Organisasi dengan Pencegahan Infeksi.........58
Tabel 4.9 Hasil Uji Bivariat Sub Variabel Iklim Organisasi dengan
Pencegahan Infeksi...............................................................................59
Tabel 4.10 Hasil Uji Bivariat Lingkungan kerja dengan Pencegahan Infeksi… 60
Tabel 4.11 Hasil Uji Bivariat Sub Variabel Lingkungan Kerja dengan
Pencegahan Infeksi...............................................................................60
Tabel 4.12 Nilai Probabilitas (P Value) Hasil Seleksi Kandidat
Variabel Independen untuk Uji Regresi Logistik……………… . 61
Tabel 4.13 Pemodelan Pertama Uji Regresi Logistik ….……………………. 62
Tabel 4.14 Pemodelan Kedua Uji Regresi Logistik….……………………… 57
Tabel 4.15 Pemodelan Ketiga Uji Regresi Logistik ….……………………… 57
Tabel 4.16 Pemodelan Keempat Uji Regresi Logistik ….…………………… 57
Tabel 4.17 Pemodelan Kelima Uji Regresi Logistik ….…………………….. 57
Tabel 4.18 Pemodelan Keenam Uji Regresi Logistik ….……………………. 65
Tabel 4.19 Pemodelan Ketujuh Uji Regresi Logistik ….……………………. 57
Tabel 4.20 Pemodelan KedelapanUji Regresi Logistik ….………………….. 57
Tabel 4.21 Uji Regresi Logistik Variabel Independen ….………………….... 57
TABEL GAMBAR

Gambar 2.1 Teori Keperawatan King dengan Teori Dynamic Interacting


System……………………………………...………….. 37
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Penelitian ………….………….. 39
Gambar 2.3 Kerangka Penelitian …………………………..…………. 40
BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Infeksi yang terjadi di rumah sakit merupakan masalah kesehatan yang terjadi

diberbagai negara di dunia termasuk Indonesia (PMK No 27, 2017). Infeksi yang

terjadi di rumah sakit adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di

rumah sakit dimana ketika pasien masuk rumah sakit tidak didapatkan adanya infeksi

dan tidak dalam masa inkubasi, termasuk infeksi yang terjadi di rumah sakit yang

muncul setelah pasien pulang, serta infeksi karena pekerjaan para petugas rumah sakit

ataupun perawat terkait proses pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan

(Weston, 2013).

Prevalensi infeksi di rumah sakit pada negara maju bervariasi mulai dari 3,5%

sampai dengan 12%. The European Centers for Disease Control melaporkan bahwa

rata-rata prevalensi infeksi di negara Eropa adalah 7,1% dan di Amerika sekitar 4,5%

pada tahun 2002. World Health Organization (2011) menyatakan bahwa kejadian

infeksi di negara berpendapatan tinggi bervariasi antara 3,5-12% dan pada negara

berpendapatan rendah antara 5,7 sampai dengan 19,1%. Prevalensi infeksi di

Indonesia termasuk ke dalam Negara berpendapatan menengah sekitar 7,1%. Weston

(2013) menyatakan bahwa 9% atau sama dengan 100.000 pasien per tahun

mengalami infeksi yang berasal dari layanan rumah sakit, dan memperkirakan bahwa

1
infeksi yang didapat di rumah sakit membunuh sekitar 5.000 pasien per tahunnya

di Inggris.

Kejadian infeksi juga ditemukan di rumah sakit Universitas Sumatera

Utara. Kejadian infeksi yang ditemukan di rumah sakit Universitas Sumatera

Utara pada tahun 2017 adalah kejadian infeksi saluran kemih (ISK), infeksi

daerah operasi (IDO), infeksi pneumonia ventilator (VAP) dan infeksi lainnya

seperti dekubitus, dan flebitis. Berdasarkan data pelaporan pencegahan infeksi di

rumah sakit Universitas Sumatera Utara pada tahun 2017 ditemukan 3 kejadian

ISK pada bulan Januari, April dan Juni, 2 kejadian IDO pada bulan Maret dan

Mei, 6 kejadian VAP pada bulan Januari, April, Agustus, September, Oktober dan

Desember (RS USU, 2017). Tahun 2018 ditemukan 3 kejadian ISK, 13 kejadian

infeksi VAP dan ditemukan 1 kejadian decubitus. Tahun 2019 ditemukan 8

kejadian VAP, 4 kejaidan ISK, 1 kejadian IDO dan 1 kejadian infeksi aliran darah

(IAD) (RS USU, 2019).

Tingginya angka kejadian infeksi di rumah sakit dan besarnya dampak

yang ditimbulkan oleh infeksi yang terjadi di rumah sakit menjadikan pencegahan

infeksi sebagai salah satu fokus utama yang harus diatasi dengan baik oleh rumah

sakit (PMK No 27, 2017). World Health Organization (2013) menyatakan bahwa

dalam pencegahan infeksi diperlukan tindakan kewaspadaan standar, yang

meliputi tentang kebersihan tangan dan penggunaan alat pelindung diri (APD)

untuk menghindari kontak langsung dengan darah, cairan tubuh, sekret (termasuk

sekret pernapasan) dan kulit pasien yang terluka serta tindakan pencegahan luka

akibat benda tajam dan jarum suntik, pengelolaan limbah yang aman,
pembersihan, desinfeksi, sterilisasi linen dan peralatan perawatan pasien, serta

pembersihan dan desinfeksi lingkungan.

Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan Alvadri (2016)

yang menyatakan bahwa pelaksanaan cuci tangan memiliki hubungan yang

bermakna dengan kejadian infeksi yang terjadi di rumah sakit. Hasil penelitian

menunjukkan 27 orang (79.4%) melakukan pelaksanaan 5 momen mencuci tangan

sesuai prosedur, 25 orang (73.5%) melakukan pelaksanaan cuci tangan sesuai

prosedur dan didapatkan (73.5%) pasien tidak terjadi infeksi. Hasil penelitian

Masloman, Kandou dan Tilaar (2014) menunjukkan bahwa pelaksanaan

kebersihan tangan, pemakaian alat pelindung diri, pemrosesan peralatan pasien,

pengelolaan limbah, pengelolaan lingkungan, program kesehatan petugas

kesehatan, penempatan pasien, praktek menyuntik yang aman dan praktek untuk

lumbal fungsi belum berjalan sesuai dengan pedoman pencegahan dan

pengendalian infeksi Kementerian Kesehatan.

Keberadaan organisasi diyakini menjadi salah satu faktor kunci dalam

keberhasilan atau kegagalan pencegahan infeksi (Gilmartin & Sousa, 2016). Hal

ini sesuai dengan hasil penelitian Fauzi, Ahsan dan Azzuhri (2015) yang

menyatakan bahwa organisasi memiliki pengaruh terhadap kepatuhan perawat

dalam pelaksanaan hand hygiene di rumah sakit dalam pencegahan infeksi.

Jumlah responden yang diteliti 71 orang, dimana hasil penelitian menyatakan 55

responden (77,4%) sangat setuju bahwa variabel organisasi dapat mempengaruhi

kepatuhan perawat dalam pelaksanaan hand hygiene di rumah sakit. Hasil

penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Holmes dan Castro-Sanchez (2015)
yang menyatakan bahwa organisasi memiliki dampak terhadap pencegahan

infeksi.

Hasil penelitian Varleni (2015) menyatakan bahwa organisasi memiliki

pengaruh terhadap kepatuhan perawat dalam penerapan kewaspadaan standar

universal dalam pencegahan infeksi di rumah sakit. Peneliti menggambarkan lebih

jelas faktor organisasi yang mempengaruhi kepatuhan perawat dalam penerapan

kewaspadaan standar universal yaitu faktor informasi, iklim keselamatan kerja

dan ketersediaan sarana prasarana. Hasil penelitian menyatakan bahwa konteks

organisasi (iklim organisasi dan lingkungan kerja), kepatuhan pelaksanaan

intervensi bundles infeksi memiliki hubungan yang signifikan dengan outcome

CLABSI (Central Line Associated Bloodstream Infection) yaitu infeksi yang

terjadi pada pasien yang menggunakan alat sentral intra vaskuler (CVC Line)

setelah 48 jam dan ditemukan tanda atau gejala infeksi yang dibuktikan dengan

hasil kultur positif bakteri patogen yang tidak berhubungan dengan infeksi pada

organ tubuh yang lain dan bukan infeksi sekunder. Hal ini menunjukkan bahwa,

konteks organisasi memiliki peranan penting dalam pencegahan infeksi yang

terjadi di rumah sakit (Gilmartin & Sousa, 2016).

Konteks organisasi telah diidentifikasi sebagai salah satu komponen

integral dalam keberhasilan pelaksanaan program keselamatan pasiendi rumah

sakit (Shekelle, Pronovost & Wachter, 2010). Gilmartin dan Sousa (2016)

mengukur konteks organisasi dengan iklim organisasi dan lingkungan kerja,

dimana iklim organisasi diukur dengan menggunakan instrument Leading a

Culture of Quality Instrument for Infection Prevention (LCQ-IP) yang telah


dimodifikasi dan lingkungan kerja diukur dengan menggunakan instrumen

Relational Coordination Survey (RCS).

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia No 5 tahun 2018

menyatakan bahwa lingkungan kerja merupakan aspek higiene di tempat kerja

yang di dalamnya mencakup faktor fisika, kimia, biologi, ergonomi dan psikologi

yang keberadaannya di tempat kerja dapat mempengaruhi keselamatan dan

kesehatan tenaga kerja (Permenaker No 5, 2018). American Association of

Critical-Care Nurses mengesahkan pentingnya lingkungan kerja dan hubungan

potensial lingkungan kerja dengan keselamatan pasien. Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Gilmartin, Maziarz, Thompson dan Sousa (2015)

yang menyatakan bahwa pencegahan infeksi memerlukan multifase yang

mempertimbangkan lingkungan kerja dimana intervensi dilakukan.

Lingkungan kerja yang baik berpotensi pada tingkat pencegahan infeksi di

rumah sakit. Hasil penelitian Kelly, Kutney-Lee, Lake dan Aiken (2013)

menyatakan bahwa jika dibandingkan dengan lingkungan kerja yang buruk,

lingkungan kerja yang baik memiliki 31% sampai dengan 41% perawat

melaporkan adanya kejadian infeksi di rumah sakit. Penelitian yang dilakukan

oleh Gilmartin, Maziarz, Thompson dan Sousa (2015) menyatakan bahwa

lingkungan kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pencegahan infeksi.

Penelitian hubungan lingkungan kerja berfokus pada kemajuan profesional

dan dukungan manajer, partisipasi perawat di tempat kerja, ketenagaan dan

kecukupan sumber daya, landasan perawat untuk perawatan berkualitas dan

hubungan kolegial dokter-perawat (Bogaert & Clarke, 2018). Hasil penelitian

yang dilakukan oleh Ulva (2017) menyatakan bahwa komunikasi sangat penting
dalam penerapan keselamatan pasien salah satunya dalam pengurangan resiko

infeksi terkait pelayanan kesehatan.

Hasil penelitian yang dilakukan Lelonowati, Koeswo dan Rokhmad (2015)

menyatakan bahwa pencegahan infeksi di rumah sakit belum terlaksana dengan

optimal. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya sosialisasi dan komunikasi

dalam kelompok ataupun organisasi. Komunikasi sangatlah penting dalam

hubungan antar manusia dan komunikasi merupakan metode utama yang

digunakan dalam mengimplementasikan proses keperawatan. Perawat

memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup

keterampilan intelektual, teknikal dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku

caring dalam berkomunikasi dengan orang lain (Simamora, 2014).

Iklim organisasi diyakini sebagai salah satu faktor penting yang perlu

diperhatikan dalam penurunan tingkat kejadian infeksi yang terjadi di rumah sakit

(Gilmartin, Maziarz, Thompson & Sousa, 2015). Scheider dan Barbera (2014)

menyatakan bahwa iklim organisasi merupakan persepsi perawat tentang

organisasi baik dalam hal praktik, kebijakan organisasi, prosedur, rutinitas, dan

penghargaan. Nelson (2013) menyatakan bahwa iklim organisasi yang baik akan

mampu mempengaruhi perilaku individu untuk berlatih dan meningkatkan

kemampuan dalam penurunan tingkat kejadian infeksi yang tinggi di rumah sakit

yang berdampak pada kinerja individu. Iklim organisasi yang baik dapat dinilai

melalui survei terhadap perawat dalam hal keterbukaan, persahabatan, kolaborasi,

semangat, kebebasan individu, dan kepercayaan yang mengarah pada peningkatan

tingkat kognitif dan afeksi perawat (Ashkanasy, Wilderom & Peterson, 2011).
Hasil penelitian Holmes dan Sanchez (2015) menyatakan bahwa iklim

organisasi memiliki kapasitas dalam peningkatan strategi pencegahan infeksi

melalui peningkatan kinerja individu dalam menjaga keselamatan pasien. Hasil

penelitian lainnya yang dilakukan oleh Nelson (2013) menyatakan bahwa iklim

organisasi memiliki hubungan yang signifikan dengan pencegahan infeksi. Hal ini

sesuai dengan penelitian Maziarz, Nembhard, Schball, Nelson dan Stone (2016)

menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara iklim organisasi

dengan pencegahan infeksi. Larson, Early, Cloonan, Sugrue dan Parides (2014)

yang menyatakan bahwa iklim organisasi berdampak terhadap penurunan kejadian

infeksi di rumah sakit. Berdasarkan penelitian Gilmartin dan Sousa (2016), iklim

organisasi difokuskan pada kepemimpinan, iklim dan keamanan psikologi

perawat dalam mengetahui hubungan iklim terhadap pencegahan infeksi.

Gillies (2000) menyatakan bahwa kepemimpinan sangat penting dalam

sebuah organisasi, dimana pemimpin bertugas untuk mengarahkan, mensupervisi,

mengawasi, mengkoordinasikan serta mempersatukan setiap usaha individu yang

berbeda untuk mencapai tujuan organisasi. Berdasarkan Peraturan Menteri

Kesehatan No 1691 tahun 2011 tentang keselamatan pasien rumah sakit,

menyatakan bahwa diperlukan adanya peran pemimpin dalam mencapai standar

keselamatan pasien dengan salah satu sasaran yang harus dicapai adalah

terjadinya penurunan kejadian resiko infeksi pada layanan kesehatan. Penelitian

yang dilakukan oleh Muslimin, Pasinringi dan Anggraeni (2016) yang

menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang berhubungan

dengan keselamatan pasien.


Penelitian yang dilakukan oleh Nelwan, Mandagi dan Boky (2017)

menyatakan bahwa salah satu faktor penyebab pelaksanaan program pencegahan

infeksi di rumah sakit adalah faktor kepemimpinan dalam suatu organisasi. Hal ini

sesuai dengan hasil penelitian Antonio, Anggraeni dan Noor (2014) menunjukkan

bahwa dari 52 orang kepala ruangan yang memiliki kepemimpinan efektif yang

baik, mayoritas perawatnya memiliki tindakan pencegahan infeksi yang baik yaitu

sebanyak 44 orang (84,6%). Hal ini menunjukkan bahwa kepemimpinan yang

efektif memiliki pengaruh terhadap pencegahan infeksi di rumah sakit.

Pentingnya pencegahan infeksi menjadi salah satu tolak ukur mutu rumah

sakit. Kepatuhan melakukan intervensi berdasarkan bundles mampu untuk

mencegah infeksi dan mengurangi kejadian infeksi di rumah sakit, akan tetapi

prevalensi infeksi yang terjadi di rumah sakit masih tetap ditemukan dibeberapa

negara di dunia termasuk di Indonesia. Pencegahan infeksi tidak hanya dilakukan

berdasarkan standar pencegahan dan pengendalian infeksi dengan cuci tangan,

melakukan tindakan berdasarkan standar operasional prosedur (SOP) yang ada

tapi perlu adanya dukungan organisasi dengan menciptakan iklim organisasi dan

lingkungan kerja yang baik di dalam organsiasi. Berdasarkan masalah diatas,

maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah “bagaimana analisis hubungan

iklim organisasi dan lingkungan kerja perawat dengan pencegahan infeksi di

Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara”.


Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan iklim

organisasi dan lingkungan kerja perawat dengan pencegahan infeksi di Rumah

Sakit Universitas Sumatera Utara.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Menganalisis iklim organisasi yang dipersepsikan perawat di Rumah

Sakit Universitas Sumatera Utara

2. Menganalisis lingkungan kerja yang dipersepsikan perawat di Rumah

Sakit Universitas Sumatera Utara

3. Menganalisis pencegahan infeksi di Rumah Sakit Universitas

Sumatera Utara

4. Menganalisis hubungan iklim organisasi dengan pencegahan infeksi di

Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara

5. Menganalisis hubungan lingkungan kerja dengan pencegahan infeksi

di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara

6. Menganalisis hubungan iklim organisasi dan lingkungan kerja perawat

dengan pencegahan infeksi di Rumah Sakit Universitas Sumatera

Utara.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat bagi pihak-pihak


yang bersangkutan, yaitu:

Bagi pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan

untuk pengembangan ilmu keperawatan bagi instansi pendidikan keperawatan

tentang hubungan iklim organisasi dan lingkungan kerja dengan pencegahan

infeksi di rumah sakit.

Bagi rumah sakit

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan iklim organisasi dan

lingkungan kerja yang positif di rumah sakit terutama dalam upaya pencegahan

infeksi di rumah sakit.

Bagi penelitian selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan untuk penelitian

selanjutnya sehingga dapat mengembangkan ilmu keperawatan dengan berbagai

inovasi dengan kebutuhan pasien. Dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberi bahwa oraganisasi memiliki kontribusi dalam pencegahan infeksi yang

terjadi di rumah sakit.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Iklim organisasi

Definisi

Iklim organisasi merupakan persepsi individu tentang suatu organisasi

dalam hal melakukan praktik, kebijakan, prosedur, rutinitas dan penghargaan

(Schneider & Barbera, 2014). Sinding dan Waldstrom (2014) menyatakan bahwa

iklim organisasi merupakan suatu situasi ataupun perasaan, refleksi dan perilaku

yang dirasakan oleh orang-orang dalam organisasi. Huber (2017) menyatakan

bahwa iklim organisasi disebut juga sebagai kepribadian organisasi yang dapat

dirasakan anggota suatu organisasi, ketika perawat menyatakan persepsi atau

pendapat umum yang menimbulkan dinamika pada tempat kerja, sikap dan

tingkah laku perawat akan dipengaruhi.

Rumah sakit sebagai satu organisasi memiliki suatu sistem yang berbeda

dengan organisasi lainnya. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri rumah sakit yaitu

memiliki berbagai macam dan jenis professional, kecenderungan otonom dan

mandiri, terdapat pelayanan gawat darurat, pelayanan 24 jam terus menerus dan

selalu ada dokter jaga. Berdasarkan sistem manajemen rumah sakit memiliki ciri

yaitu memiliki visi dan misi jelas, berdasarkan pada azaz keterpaduan,

kepedulian, keadilan, rumah sakit berorientasi pada tujuan, adanya keterbukaan

serta menjadikan kepemimpinan sebagai salah satu faktor dominan (Huffman,

1999).
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa iklim organisasi

merupakan persepsi individu terhadap tempat kerja yang dirasakan selama bekerja

dalam sebuah organisasi yang dapat mempengaruhi perilaku dan motivasi

individu dalam melakukan pekerjaannya.

Dimensi Iklim Organisasi

Stringer (2002) menyebutkan bahwa dimensi iklim organisasi organisasi

dapat mempengaruhi perilaku anggota organisasi. Terdapat enam dimensi yang

diperlukan dalam menilai iklim organisasi (Stringer, 2002), yaitu:

Struktur (Structure)

Merupakan pandangan anggota terhadap aturan, prosedur kebijaksanaan

yang diberlakukan dalam suatu organisasi, yang merupakan batasan-batasan yang

diberikan oleh atasan atau organisasi terhadap anggota organisasi (Stringer, 2002).

Tanggung jawab (Responsibility)

Mengukur besarnya tanggung jawab yang dipercayakan kepada anggota

organisasi, yang timbul karena tersedianya tantangan kerja, tuntutan untuk

bekerja, serta kesempatan untuk menikmati prestasi. Faktor tantangan akan

muncul dengan kuat dan berhubungan secara positif dengan pengembangan

prestasi karyawan (Stringer, 2002).

Kehangatan dan dukungan (Warm and support)

Menekankan adanya hubungan baik dalam situasi kerja. Adanya dukungan

yang bersifat positif dan pertolongan kepada anggota dari pada pemberian

penghargaan dan hukuman dalam situasi kerja, sehingga menumbuhkan rasa

tentram dalam bekerja. Adanya kehangatan dan dukungan akan mengurangi

kecemasan dalam bekerja (Stringer, 2002).


Penghargaan (Reward)

Menekankan pada pemberian penghargaan dalam situasi kerja. Imbalan

menunjukkan penerimaan terhadap perilaku, sedangkan hukuman menunjukkan

penolakan terhadap perilaku. Lingkungan kerja yang berorientasi pada pemberian

imbalan daripada hukuman akan cenderung meningkatkan minat individu untuk

bekerjasama dan berprestasi (Stringer, 2002).

Konflik (Conflict)

Merupakan persepsi anggota terhadap kompetensi dan konflik-konflik

dalam situasi kerja (Stringer, 2002).

Standar kerja (Standard)

Merupakan persepsi anggota terhadap derajat pentingnya hasil kerja yang

harus dicapai dan penampilan kerja bagi organisasi dan kejelasan harapan

organisasi terhadap penampilan kerja anggota organisasi (Stringer, 2002).

Identitas (Organizational Identity)

Menekankan pada derajat pentingnya loyalitas kelompok dalam diri

anggota organisasi, apakah individu dapat merasakan suatu kebanggan menjadi

anggota organisasi tersebut atau tidak (Stringer, 2002).

Pengambilan resiko (Risk Taking)

Merupakan persepsi anggota terhadap kebijakan organisasi tentang

seberapa besar anggota diberikan kepercayaan untuk mengambiI resiko dalam

membuat keputusan, yang timbul akibat diberikannya kesempatan untuk

menyalurkan ide dan kreativitas (Stringer, 2002).

Kolb dan Rubin (1974) menyatakan bahwa terdapat 6 dimensi iklim

organisasi, yaitu:
1. Struktur (structure) merupakan perasaan yang dirasakan pegawai tentang

batasan-batasan dalam situasi kerja seperti seberapa banyak aturan, regulasi

dan prosedur yang ada

2. Tanggung jawab (responsibility) merupakan tingkat pengawasan yang

dilakukan oleh pimpinan, pemimpin tidak harus berulang kali memeriksa

keputusan yang dibuat oleh pegawai

3. Resiko (risk) merupakan pemberian kesempatan kepada pegawai dalam

melakukan atau menghadapi resiko dalam menjalankan tugas sebagai sebuah

tantangan dalam bekerja

4. Penghargaan (reward) merupakan pemberian penghargaan atas pekerjaan

yang telah diselesaikan dengan baik, penekanan pada hadiah, kritik dan

hukuman

5. Kehangatan dan dukungan (Warm and support) merupakan perasaaan puas

dan dukungan dari organisasi

6. Konflik (conflict) merupakan memanajemen perasaan takut terhadap

perbedaan pendapat atau konflik yang terjadi dalam situasi kerja

Ciri-ciri Iklim Organisasi

Davis (2000) mengungkapkan bahwa iklim organisasi memiliki ciri-ciri

organisasi yang penting, dimana dapat dirumuskan dalam beberapa unsur

organisasi, yaitu dengan mengukur: 1) Kualitas kepemimpinan, yaitu kemampuan

untuk mempengaruhi, menggerakkan dan mengarahkan suatu tindakan pada diri

seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan tertentu yang dipraktikkan oleh

pimpinan terhadap perawat; 2) Kepercayaan, yaitu kepercayaan yang diberikan

pimpinan kepada perawat dalam menjalankan pekerjaan di perusahaan tersebut; 3)


Komunikasi, yaitu proses transfer informasi serta pemahamannya dari komunikasi

ke atas, ke bawah, ke samping dalam suatu organisasi; 4) Tanggung Jawab, yaitu

sikap yang ada pada pimpinan dan perawat terhadap kepemilikan perusahaan serta

tugas-tugas yang dikerjakan; 5) Imbalan yang adil, yaitu upah yang diberikan

pada perawat sesuai dengan pengharapan mereka yakni perkerjaan yang

dihasilkan, keterampilan dan standar pengupahan komunitas; 6) Kesempatan,

yaitu suatu peluang yang diberikan kepada perawat untuk meningkatkan prestasi

kerjanya; dan 7) Pengendalian, yaitu suatu tindakan yang dilakukan oleh

pimpinan agar perusahaan atau organisasi terkontrol dengan baik sehingga tidak

mengalami kerugian.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Iklim Organisasi

Klob dan Rubin (1974) berpendapat bahwa terdapat dua faktor utama yang

yang mempengaruhi terbentuknya iklim organisasi yaitu:

1. Gaya kepemimpinan atasan

Gaya kepemimpinan atasan yang mendukung pekerjanya dan lebih

demokratis dalam pengambilan keputusan akan mempengaruhi pekerjaan

pegawai ke arah yang lebih baik dan menunjukkan iklim organisasi yang

positif atau menyenangkan pegawainya (Klob, 1974).

2. Struktur organisasi

Organisasi yang memiliki struktur yang jelas akan menciptakan iklim

organisasi yang positif (Klob, 1974).

Stringer (2002) menyatakan bahwa ada empat prinsip utama faktor-faktor

yang mempengaruhi iklim organisasi, yaitu:


1. Manajer/pimpinan

Setiap tindakan yang diambil oleh pimpinan mempengaruhi iklim dalam

beberapa hal, seperti aturan, kebijakan, prosedur organisasi terutama masalah

personalia, distribusi imbalan, gaya komunikasi, cara-cara untuk memotivasi,

teknik dan tindakan pendisiplinan, interaksi antara manajemen dan kelompok,

perhatian pada permasalahan yang dimiliki karyawan, serta kebutuhan akan

kepuasan dan kesejahteraan karyawan (Stringer, 2002).

2. Tingkah laku karyawan

Tingkah laku karyawan mempengaruhi iklim melalui kepribadian mereka,

terutama kebutuhan karyawan dan tindakan-tindakan yang dilakukan untuk

memuaskan kebutuhan pribadi masing-masing karyawan. Komunikasi yang

terjadi secara terus-menerus menjadi bagian penting dalam terbentuknya

iklim organisasi. Cara seseorang berkomunikasi menentukan tingkat sukses

atau gagalnya hubungan antarmanusia (Stringer, 2002).

3. Tingkah laku kelompok kerja

Terdapat kebutuhan tertentu pada kebanyakan orang dalam hal hubungan

persahabatan, suatu kebutuhan yang seringkali dipuaskan oleh kelompok

dalam organisasi. Kelompok-kelompok berkembang dalam organisasi dengan

dua cara, yaitu secara formal, utamanya pada kelompok kerja; dan informal,

sebagai kelompok persahabatan atau kesamaan minat (Stringer, 2002).

4. Faktor eksternal organisasi

Sejumlah faktor eksternal organisasi mempengaruhi iklim pada organisasi.

Banyak faktor eksternal organisasi yang mampu mempengaruhi iklim


organisasi salah satunya adalah keadaaan ekonomi. Keadaan ekonomi adalah

faktor utama yang sering mempengaruhi iklim organisasi (Stringer, 2002).

Pengukuran Iklim Organisasi

Beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli berkaitan dengan

pengukuran iklim dalam organisasi adalah sebagai berikut:

Pengukuran menurut Stringer (2002)

Stringer (2002) melakukan pengukuran dengan menggunakan kuesioner

yang berhubungan dengan keenam dimensi iklim kerja, yaitu kesesuaian perasaan,

tanggung jawab, standar, penghargaan, kejelasan dan hubungan antar manusia

yang akan saling berinteraksi dalam membentuk iklim kerja, namun tidak

diketahui jumlah pertanyaan, validitas dan reliabilitas serta skalanya.

Pengukuran menurut Gilmartin & Sousa (2016)

Gilmartin dan Sousa (2016) melakukan pengukuran iklim organisasi

dengan menggunakan kuesioner yang telah dimodifikasi sebagai instrumen

(Leading a Culture of Quality Instrument for Infection Prevention) yang

berhubungan dengan keamanan psikologi (pertanyaan psikis, berbicara terbuka,

iklim terbuka, masalah psikis, nilai psikis, rasa hormat dan kesalahan psikis),

iklim organisasi (dukungan, komunikasi, hasil, urgensi, arus informasi dan

akuntabel) dan kepemimpinan (manajemen, fokus, perubahan, sibuk dan

lingkungan). Instrumen yang digunakan telah dilakukan uji validitas dan

reliabilitas serta telah dilakukan uji korelasi antara keamanan psikologi dengan

kepemimpinan, kepemimpinan dengan iklim dan keamanan psikologi dengan

iklim (Gilmartin dan Sousa, 2016).


Patterson (2004), mengembangkan suatu pengukuran baru terhadap

variabel iklim organisasi secara multi-dimensi berdasarkan pada model empat

kuadran. Kuadran pertama berfokus pada hubungan individu. Dimensi dalam

kuadran pertama diuraikan sebagai berikut:

a. Kesejahteraan karyawan (employee welfare) sejauh mana organisasi

memperhatikan kesejahteraan individu dan peduli terhadap kebutuhan setiap

individu di dalam organisasi.

b. Otonomi (autonomy) desain kerja yang memberi kesempatan dan ruang gerak

cukup luas kepada karyawan untuk memainkan peran kerjanya.

c. Partisipasi (participation) karyawan memiliki andil dalam pengambilan

kebijakan di dalam organisasi.

d. Komunikasi (communication) kebebasan memberi dan memperoleh informasi

dalam lingkungan korganisasi.

e. Pengembangan diri (emphasison training) menekankan kepada

pengembangan keahlian dan kualitas karyawan.

f. Kepercayaan (integration) tingkat kepercayaan dan kerjasama antar

departemen dalam organisasi.

g. Dukungan dari pimpinan (supervisory support) sejauh mana karyawan

merasa didukung dan dimengerti oleh atasan.

Kuadran kedua berfokus pada keadaan keterbukaan terhadap sistem.

Patterson (2004, dalam Ehrhart, Schneider & Macey, 2014) membagi dimensi

kuadran kedua dalam empat bagian, yaitu:

a. Fleksibilitas (flexibility) berorientasi pada perubahan.


b. Inovasi (innovation) dukungan terhadap pendekatan yang inovatif, ide-ide

baru dari karyawan.

c. Kepekaan (outward focus) sejauh mana kepekaan organisasi terhadap

kepuasan pelanggan dan kebutuhan pasar.

d. Refleksi (reflexivity) kemampuan organisasi dalam mengadakan evaluasi

yang objektif terhadap kinerja dan efektivitas organisasi.

Kuadran ketiga berorientasi pada tujuan organisasi. Dimensi kuadran

ketiga (Patterson, 2004, dalam Ehrhart, Schneider & Macey, 2014) terdiri dari:

a. Kejelasan tujuan (Clarity of organizations goals) sejauh mana tingkat

kejelasan dalam menjabarkan tujuan organisasi.

b. Usaha (effort) seberapa keras usaha karyawan untuk mencapai tujuan

organisasi.

c. Efisiensi kerja (efficiency) penekanan terhadap efisiensi dan produktivitas

kerja.

d. Kualitas (quality) memberi penekanan pada kualitas kerja karyawan yang

bekerja di dalam organisasi.

e. Tekanan (Pressure to produce) untuk karyawan agar mencapai target yang

diharapkan didalam organisasi.

f. Umpan balik (Performance feedback) penilaian dan umpan balik terhadap

perfomansi kerja.

Kuadran keempat fokus pada proses internal dalam organisasi. Dimensi

kuadran keempat (Patterson, 2004, dalam Ehrhart, Schneider & Macey, 2014)

terdiri dari:
a. Prosedur formal (formalization) konsen pada aturan dan prosedur yang

formal.

b. Kebiasaan (tradition) mempertahankan kebiasaan dan cara-cara lama dalam

melaksanakan kerja

Sinding dan Waldstrom (2014) menyatakan bahwa iklim organisasi dapat

diukur dengan menilai tujuh item yaitu komunikasi, nilai, harapan, norma,

kebijakan, program dan kepemimpinan yang dinilai untuk mengambil tindakan

dalam mengubah iklim organisasi. Ketujuh item pengukuran iklim organisasi

diuraikan sebagai berikut:

1. Komunikasi: seberapa sering informasi dikomunikasikan dan jenis sarana

yang digunakan dalam berbagi informasi dalam organisasi

2. Nilai: prinsip dalam bekerja berdasarkan panduan organisasi dan apakah

prinsip tersebut dipegang oleh semua karyawan, termasuk para pemimpin

3. Harapan: jenis ekspektasi mengenai bagaimana manajer dan karyawan

berperilaku dan membuat keputusan

4. Norma: cara normal dan rutin berperilaku dan memperlakukan satu sama lain

dalam organisasi

5. Kebijakan dan aturan: menyampaikan tingkat fleksibilitas dan pembatasan

perilaku dalam organisasi

6. Program: pemrograman dan inisiatif formal dalam membantu atau

mendukung dan menekankan iklim tempat kerja

7. Kepemimpinan: pemimpin yang secara konsisten mendukung iklim yang

diinginkan dalam organisasi.


Lingkungan Kerja

Definisi

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia No 5 tahun 2018

mendefinisikan lingkungan kerja sebagai aspek higiene di tempat kerja yang di

dalamnya mencakup faktor fisika, kimia, biologi, ergonomi dan psikologi yang

keberadaannya di tempat kerja dapat mempengaruhi keselamatan dan kesehatan

tenaga kerja. Lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada disekitar

karyawan dan dapat mempengaruhi dalam menjalankan tugas yang diembankan

kepadanya misalnya dengan adanya air conditioner (AC), penerangan yang

memadai dan sebagainya (Nuraini, 2013).

Sunyoto (2015) lingkungan kerja merupakan komponen yang sangat

penting ketika perawat melakukan aktivitas saat bekerja di tempat kerja.

Lingkungan kerja berdampak secara langsung terhadap kesejahteraan dan

kenyamanan perawat. Lingkungan kerja yang sehat sangat mendukung dalam

meningkatkan kualitas serta memelihara keberlangsungan suatu organisasi

(Vollers, Hill, Roberts, Dambaugh & Brenner, 2009). Menciptakan lingkungan

kerja yang baik merupakan salah satu upaya untuk menjamin dan melindungi

keselamatan dan kesehatan kerja ditempat kerja (Permenaker No 5, 2018).

Jenis Lingkungan Kerja

Sundstrom dan Sundstrom (1998) mengelompokkan lingkungan kerja

dalam tiga kelompok, yaitu:

Lingkungan kerja fisik

Lingkungan kerja fisik merupakan lingkungan kerja yang berhubungan

dengan fisik di tempat kerja. Hal-hal yang termasuk dalam lingkungan fisik
adalah mesin, tata letak kantor atau ruangan, suhu, ventilasi, pencahayaan, panas,

kebisingan. Pengaturan lingkungan fisik dapat berdampak pada tingkat dan sifat

interaksi sosial antar rekan kerja. Faktor lingkungan fisik seperti kebisingan,

pencahayaan, warna, kualiatas udara, pengulangan gerak yang tinggi, pekerjaan

yang melibatkan pengangkatan beban dan pekerjaan yang melibatkan beban statis

pada otot (Foldspang et al, 2014).

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia No 5 tahun 2018

membagi lingkungan kerja fisik dalam beberapa aspek yang dapat diukur

berdasarkan Nilai Ambang Batas (NAB) atau standar faktor bahaya ditempat

kerja, yaitu:

1. Faktor fisika adalah faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas tenaga kerja

yang bersifat fisika, disebabkan oleh penggunaan mesin, peralatan, bahan dan

kondisi lingkungan di sekitar tempat kerja yang dapat menyebabkan

gangguan dan penyakit akibat kerja pada tenaga kerja, meliputi iklim kerja,

kebisingan, getaran, radiasi gelombang mikro/makro, radiasi ultra ungu (ultra

violet), radiasi medan magnet statis, tekanan udara dan pencahayaan

(Permenaker No 5, 2018). Faktor fisika diuraikan sebagai berikut:.

a. Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan

gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari

tuhuh tenaga kerja sebagai akibat dari pekarjaannya yang maliputi

tekanan panas dan dingin. Indeks suhu basah dan bola (Wet Bulb Globe

Temperature Index) yang selanjutnya disingkat ISBB adalah parameter

untuk menilai tingkat iklim kerja panas yang merupakan hasil perhitungan

antara suhu udara kering, suhu basah alami, dan suhu bola. Suhu kering
adalah suhu yang ditunjukkan oleh termometer suhu kering, suhu basah

alami adalah suhu yang ditunjukkan oleh termometer bola basah alami

(Natural Wet Bulb Thermometer) dan suhu bola adalah suhu yang

ditunjukkan oleh termometer bola (Globe Thermometer). Tekanan dingin

adalah pengeluaran panas akibat pajanan terus menerus terhadap dingin

yang mempengaruhi kemampuan tubuh untuk menghasilkan panas

sehingga mengakibatkan hipotermi atau suhu tubuh di bawah 36 0C

(Permenaker No 5, 2018).

b. Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber

dari alat-alat dan proses produksi danatau alar-alat kerja yang pada tingkat

tertentu dapat menimbulkan gangguan pada pendengaran (Permenaker No

5, 2018).

c. Getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah

bolak-balik dari kedudukan keseimbangannya (Permenaker No 5, 2018).

d. Radiasi gelombang radio atau gelombang mikro adalah radiasi

elektromagnetik dengan frekuensi 30 kilohertz sampai 300 gigahertz

(Permenaker No 5, 2018).

e. Radiasi ultra ungu (Ultra Violet) adalah radiasi elektromagnetik dengan

panjang gelombang 180 (seratus delapan puluh) nanometer sampai 400

(empat ratus) nanometer (Permenaker No 5, 2018).

f. Medan magnet statis adalah suatu medan atau area yang ditimbulkan oleh

pergerakan arus listrik (Permenaker No 5, 2018).


g. Tekanan udara ekstrim adalah tekanan udara yang lebih linggi atau

tekanan udara yang lebih rendah dari tekanan udara normal (1

atmosphere) (Permenaker No 5, 2018).

h. Kebersihan adalah bebas dari kotoran serta rapi dan tidak bercampur

dengan unsur atau zat lain yang berbahaya (Permenaker No 5, 2018).

i. Pencahayaan adalah sesuatu yang memberikan terang (sinar) atau yang

menerangi, meliputi pencahayaan alami dan pencahayaan buatan

(Permenaker No 5, 2018).

2. Faktor kimia adalah faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas tenaga kerja

yang bersifat kimiawi, disebabkan oleh penggunaan bahan kimia dan

turunannya di tempat kerja yang dapat menyebabkan penyakit pada tenaga

kerja, meliputi kontaminan kimia di udara berupa gas, uap dan partikular

(Permenaker No 5, 2018).

3. Faktor biologi adalah faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas tenaga kerja

yang bersifat biologi, disebabkan oleh makhluk hidup meliputi hewan,

tumbuhan dan produknya serta mikroorganisme yang dapat menyebabkan

penyakit akibat kerja.

4. Faktor ergonomi adalah faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas tenaga

kerja, disebabkan oleh ketidaksesuaian antara fasilitas kerja terhadap tenaga

kerja.

Lingkungan kerja sosial

Lingkungan kerja sosial berkaitan dengan pengaturan pekerjaan di dalam

sebuah organisasi. Dimensi Sosial, yaitu meliputi aspek interaksi dengan klien
(dari segi kuantitas dan ciri-ciri permasalahannya), rekan sejawat (tingkat

dukungan dan kerja sama), dan penyelia-penyelia (dukungan dan imbalan).

Lingkungan kerja sosial menggambarkan gaya komunikasi, hubungan antara

atasan dan bawahan, hubungan di antara rekan kerja, kesiapan dalam tim dan

kerjasama di dalam tim. Pencapaian lingkungan kerja sosial yang baik akan

meningkat apabila adanya penghargaan yang diberikan kepada perawat yang

berprestasi, adanya rasa hormat dan tidak adanya dikriminasi dalam organisasi

(Foldspang et al, 2014).

Lingkungan kerja psikologis

Lingkungan psikologi adalah lingkungan yang mempengaruhi aktivitas

karyawan yang disebabkan oleh hubungan antar personal, peran dan tanggung

jawab terhadap pekerjaan. Lingkungan kerja mampu memberikan bahaya terhadap

psikologi pekerja. Hal ini disebabkan oleh ketidakjelasan dari peran, konflik

peran, beban kerja yang berlebihan, pengembangan karir, dan tanggung jawab

terhadap orang lain (Permenaker No 5, 2018). Lingkungan kerja psikologis yang

baik memberikan gambaran tentang psikologis perawat selama berkerja, termasuk

gambaran kerjasama, kebebasan dalam mengerjakan pekerjaan/bekerja dan

konflik yang terjadi diantara perawat (Foldspang et al, 2014).

Pencegahan Infeksi

Definisi

Pencegahan infeksi merupakan tindakan untuk mengurangi resiko

terjadinya infeksi bagi pasien dan perawat di rumah sakit. Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No 27 tahun 2017 menyatakan bahwa pencegahan


infeksi di rumah sakit dapat dilakukan dengan menerapkan prosedur kewaspadaan

standar terhadap semua petugas rumah sakit meliputi:

Kebersihan tangan

Penyebaran infeksi di rumah sakit dapat diminimalkan dengan cara

mencuci tangan dengan tepat. Menurut PMK No 27 tahun 2017, kegiatan mencuci

tangan dapat dilakukan dalam 5 momen, yaitu:

Sebelum kontak langsung dengan klien

Mencuci tangan sebelum menyentuh pasien ketika mendekati pasien

dalam situasi seperti berjabat tangan, membantu pasien bergeser ataupun

berpindah posisi, dan pemeriksaan klinis.

Sebelum melakukan tindakan aseptik/invasif

Mencuci tangan segera sebelum tindakan aseptik dalam situasi seperti

perawatan gigi dan mulut, aspirasi sekresi, pembalutan dan perawatan luka,

insersi kateter, mempersiapkan makanan, dan pemberian obat.

Sesudah kontak dengan cairan tubuh/benda yang terkontaminasi

Mencuci tangan segera setelah terpapar dengan cairan tubuh pasien yang

beresiko tinggi atau setelah melepaskan sarung tangan dalam situasi seperti

perawatan gigi dan mulut, aspirasi sekresi, pengambilan dan memeriksa darah,

membersihkan urin, feses, dan penanganan limbah.

Setelah kontak dengan klien

Mencuci tangan setelah menyentuh pasien dan lingkungan sekitarnya dan

ketika meninggalkan pasien dalam situasi seperti berjabat tangan, membantu

pasien merubah posisi dan pemeriksaan klinik.


Setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar klien

Mencuci tangan setelah menyentuh benda atau peralatan pasien di

lingkungan sekitarnya dan ketika meninggalkan ruangan pasien bahkan bila tidak

menyentuh pasien dalam situasi mengganti linen tempat tidur pasien dan

penyetelan kecepatan perfusi.

Alat pelindung diri

Selain mencuci tangan, yang harus selalu dilakukan petugas kesehatan

dalam kewaspadaan standar adalah mengenakan alat pelindung diri (APD) sesuai

dengan prosedur yang dilakukan dan tingkat kontak dengan pasien untuk

menghindari kontak darah atau cairan tubuh pasien. Alat pelindung diri terdiri atas

sarung tangan, masker, gaun pelindung, goggle (pelindung mata), perisai wajah,

kap penutup kepala, sandal/sepatu tertutup (PMK No 27, 2017).

Sarung tangan

Sarung tangan merupakan alat pelindung diri yang digunakan untuk

mencegah kontak langsung petugas kesehatan dengan darah atau cairan tubuh

pasien yang terinfeksi. Setelah sarung tangan dilepas perawat atau petugas harus

kembali mencuci tangan (PMK No 27, 2017).

Masker

Masker digunakan untuk melindungi wajah dan membran mukosa mulut

dari cipratan darah dan cairan tubuh dari pasien atau permukaan lingkungan udara

yang kotor dan melindungi pasien atau permukaan lingkungan udara dari petugas

pada saat batuk atau bersin (PMK No 27, 2017).

Gaun pelindung
Gaun pelindung digunakan sebagai pelindung untuk mencegah agar

pakaian petugas kesehatan tidak terkena darah atau cairan tubuh lainnya ataupun

digunakan untuk melindungi pasien dari paparan pakaian petugas pada tindakan

steril (PMK No 27, 2017).

Pelindung mata dan perisai wajah

Pelindung mata dan perisai wajah merupakan alat pelindung diri yang

digunakan untuk melindungi mata dan wajah dari percikan darah, cairan tubuh,

sekresi dan eksresi (PMK No 27, 2017).

Sepatu pelindung

Sepatu pelindung digunakan untuk melindung kaki petugas dari

tumpahan/percikan darah atau cairan tubuh lainnya dan digunakan untuk

mencegah dari kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhan alat kesehatan,

sepatu tidak boleh berlubang agar berfungsi optimal.Jenis sepatu pelindung yang

digunakan seperti sepatu boot atau sepatu yang menutup seluruh permukaan kaki

(PMK No 27, 2017).

Topi pelindung

Pemakaian topi pelindung bertujuan untuk mencegah jatuhnya

mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit kepala petugas terhadap alat-

alat/daerah steril atau membran mukosa pasien dan juga sebaliknya untuk

melindungi kepala ataupun rambut petugas dari percikan darah atau cairan tubuh

dari pasien (PMK No 27, 2017).

Dekontaminasi peralatan perawatan pasien

Peralatan yang dapat digunakan kembali harus dibersihkan dengan sabun,

detergen dan air sampai semua tanda kotoran yang dapat dilihat hilang dan
kemudian harus dilakukan disinfeksi dengan benar sebelum perlatan tersebut

digunakan. Semua perlengkapan yang dirancang untuk sekali pakai harus dibuang

ke wadah atau penampung limbah. Dekontaminasi peralatan dilakukan

penatalaksanaan peralatan bekas pakai perawatan pasien yang terkontaminasi

darah atau cairan tubuh (pre-cleaning, cleaning, disinfeksi, dan sterilisasi) sesuai

standar prosedur operasional (PMK No 27, 2017).

Pengendalian Lingkungan

Pengendalian lingkungan di fasilitas pelayanan kesehatan, antara lain

berupa upaya perbaikan kualitas air, kualitas udara, dan permukaan lingkungan,

serta desain dan konstruksi bangunan, dilakukan untuk mencegah transmisi

mikroorganisme kepada pasien, petugas dan pengunjung (PMK No 27, 2017).

Kualitas air bersih harus dipenuhi sesuai persyaratan baik menyangkut

bau, rasa, warna dan susunan kimianya termasuk debitnya sesuai ketentuan

peraturan perundangan mengenai syarat-syarat dan pengawasan kualitas air

minum dan mengenai persyaratan kualitas air minum (PMK No 27, 2017).

Perbaikan kualitas udara tidak dianjurkan melakukan fogging dan sinar

ultraviolet untuk kebersihan udara, kecuali dry mist dengan hydrogen peroksida

(H2O2) dan penggunaan sinar ultraviolet untuk terminal dekontaminasi ruangan

pasien dengan infeksi yang ditransmisikan melalui air borne. Diperlukan

pembatasan jumlah personil di ruangan dan ventilasi yang memadai. Tidak

direkomendasikan melakukan kultur permukaan lingkungan secara rutin kecuali

bila ada outbreak atau renovasi/pembangunan gedung baru (PMK No 27, 2017).

Permukaan lingkungan harus datar, bebas debu, bebas sampah, bebas

serangga (semut, kecoa, lalat, nyamuk) dan binatang pengganggu (kucing, anjing
dan tikus) dan harus dibersihkan secara terus menerus. Tidak dianjurkan

menggunakan karpet di ruang perawatan dan menempatkan bunga segar, tanaman

pot, bunga plastik di ruang perawatan. Perbersihan permukaan dapat dipakai

klorin 0,05%, atau hidrogen peroksida (H2O2) 0,5-1,4%, bila ada cairan tubuh

menggunakan klorin 0,5% (PMK No 27, 2017).

Desain bangunan harus mencerminkan kaidah pencegahan dan

pengendalian infeksi yang mengacu pada pedoman pencegahan dan pengendalian

infeksi (PPI) secara efektif dan tepat guna. Desain yang dapat mempengaruhi

penularan infeksi yaitu jumlah petugas kesehatan, desain dan luas ruangan yang

tersedia, jumlah dan jenis pemeriksaan/prosedur, persyaratan teknis komponen

lantai, dinding dan langit-langit, air, listrik dan sanitasi, ventilasi dan kualitas

udara, pengelolaan alat medis, pengelolaan makanan, laundry dan limbah (PMK

No 27, 2017).

Pengelolaan limbah

Fasilitas pelayanan kesehatan harus mampu melakukan minimalisasi

limbah yaitu upaya yang dilakukan untuk mengurangi jumlah limbah yang

dihasilkan dengan cara mengurangi bahan (reduce), menggunakan kembali

limbah (reuse) dan daur ulang limbah (recycle). Tujuan pengelolaan limbah

adalah untuk melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan masyarakat

sekitar fasilitas pelayanan kesehatan dari penyebaran infeksi dan cidera, serta

untuk membuang bahan-bahan berbahaya (sitotoksik, radioaktif, gas, limbah

infeksius, limbah kimiawi dan farmasi) dengan aman. Proses pengelolaan limbah

dimulai dari identifikasi, pemisahan, labeling, pengangkutan, penyimpanan

hingga pembuangan/pemusnahan (PMK No 27, 2017).


Penatalaksanaan linen

Linen terbagi menjadi linen kotor dan linen terkontaminasi. Linen

terkontaminasi adalah linen yang terkena darah atau cairan tubuh lainnya,

termasuk juga benda tajam. Penatalaksanaan linen yang sudah digunakan harus

dilakukan dengan hati-hati. Kehatian-hatian ini mencakup penggunaan

perlengkapan alat pelindung diri (APD) yang sesuai dan membersihkan tangan

secara teratur sesuai pedoman kewaspadaan standar. Prinsip umumnya adalah

semua linen yang sudah digunakan dan limbah harus dimasukkan ke dalam

kantong atau wadah yang tidak rusak saat diangkut. Semua bahan padat pada

linen yang kotor harus dihilangkan dan dibilas dengan air. Linen yang sudah

digunakan harus dibawa dengan hati-hati untuk mencegah kontaminasi

permukaan lingkungan atau orang-orang disekitarnya. Linen yang sudah

digunakan harus dicuci sesuai prosedur pencucian linen yang telah ditetapkan

(PMK No 27, 2017).

Perlindungan kesehatan petugas

Pencegahan penularan infeksi pada atau dari petugas dilakukan dengan

pengendalian administratif, untuk petugas yang rentan tertular infeksi ataupun

berisiko menularkan infeksi. Petugas kesehatan harus selalu waspada dan hati-hati

dalam bekerja untuk mencegah terjadinya trauma saat menangani jarum, scalpel

dan alat tajam lainnya. Apabila terjadi kesalahan ataupun kecelakaan kerja seperti

tertusuk jarum suntik bekas pasien, maka perlu pengelolaan yang cermat dan tepat

serta efektif untuk mencegah terjadinya infeksi yang tidak diinginkan.


Penempatan Pasien

Penempatan atau penanganan pasien dengan penyakit menular ataupun

suspek sebagai berikut: 1) Tempatkan pasien infeksius terpisah dengan pasien non

infeksius; 2) Penempatan pasien disesuaikan dengan pola transmisi infeksi

penyakit pasien; 3) Bila tidak tersedia ruang tersendiri, dibolehkan dirawat

bersama pasien lain yang jenis infeksinya sama dengan menerapkan jarak antara

tempat tidur minimal 1 meter; 4) Semua ruangan terkait cohorting harus diberi

tanda kewaspadaan berdasarkan jenis transmisinya; 5) Pasien yang tidak dapat

menjaga kebersihan diri dan lingkungannya seyogyanya dipisahkan pada ruangan

tersendiri; 6) Mobilisasi pasien infeksius yang jenis transmisinya melalui udara

(airborne) agar dibatasi di lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan untuk

menghindari terjadinya transmisi penyakit yang tidak perlu kepada yang lain; 7)

Pasien human immunodeficiency virus (HIV) tidak diperkenankan dirawat

bersama dengan pasien tuberkulosis (TB) dalam satu ruangan tetapi pasien TB-

HIV dapat dirawat dengan sesama pasien TB (PMK No 27, 2017).

Kebersihan pernapasan/etika batuk dan bersin

Kebersihan pernapasan/etika batuk dan bersin diterapkan untuk semua

orang terutama pada kasus infeksi dengan jenis transmisi air borne dan droplet.

Fasilitas pelayanan kesehatan harus menyediakan sarana untuk mencuci tangan

seperti wastafel dengan air mengalir, tisu, sabun cair, tempat sampah infeksius

dan masker bedah. Petugas, pasien dan pengunjung dengan gejala infeksi saluran

napas, harus melaksanakan dan mematuhi langkah-langkah berikut: 1) Menutup

hidung dan mulut dengan tisu atau sapu tangan atau lengan atas; 2) Tisu dibuang

ke tempat sampah infeksius dan kemudian mencuci tangan (PMK No 27, 2017).
Praktik menyuntik yang aman

Pakai spuit atau jarum suntik steril sekali pakai untuk setiap suntikan,

berlaku juga pada penggunaan vial multidose untuk mencegah timbulnya

kontaminasi mikroba saat obat dipakai pada pasien lain. Beberapa hal yang perlu

diperhatikan untuk mencegah terjadinya transmisi infeksi antara pasien dengan

alat injeksi, yaitu: 1) Kurangi injeksi yang kurang dibutuhkan; 2) Gunakan jarum

yang steril; 3) Gunakan jarum yang sekali pakai; 4) Cegah adanya kontaminasi

terhadap obat-obatan pada jarum yang akan dipakai kembali; 5) Jangan tutup

kembali jarum yang sudah dipakai; 6) Buang suntikan, jarum suntik, pisau bedah

atau benda tajam lainnya pada wadah yang tahan tusukan (PMK No 27, 2017).

Praktik lumbal fungsi yang aman

Semua petugas kesehatan di rumah sakit harus menggunakan masker

bedah, gaun bersih, sarung tangan steril saat akan melakukan tindakan lumbal

fungsi, anastesi spinal dan epidural, atau pemasangan kateter vena sentral. Hal ini

dilakukan agar tidak terjadinya penularan droplet flora orofaring yang dapat

menimbulkan meningitis bakterial (PMK No 27, 2017).

Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu adanya

pengelolaan difasilitas pelayanan kesehatan dengan dibentuknya komite atau tim

PPI yang bertanggung jawab langsung kepada pimpinan fasilitas pelayanan

kesehatan. Tim PPI melibatkan komite/departemen/instalasi/unit yang terkait

difasilitas pelayanan kesehatan. Susunan organisasi tim PPI terdiri dari ketua dan

anggota yang terdiri dari dokter, perawat PPI atau Infection Prevention and

Control Nurse (IPCN), dan anggota lainnya (PMK No 27, 2017).


Fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki kapasitas tempat tidur kurang

dari 100 harus memiliki IPCN minimal 1 (satu) orang. Kriteria IPCN adalah

perawat dengan pendidikan minimal Diploma III Keperawatan, mempunyai minat

dalam PPI, mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI dan IPCN, memiliki

pengalaman sebagai Kepala Ruangan atau setara, memiliki kemampuan

leadership dan inovatif dan bekerja purnawaktu (PMK No 27, 2017).

IPCN memiliki tugas dan tanggung jawab (PMK No 27, 2017), yaitu:

melakukan kunjungan kepada pasien yang berisiko infeksi, memonitor, surveilans

dan melaporkan kejadian infeksi, mendeteksi dan investigasi kejadian luar biasa,

memantau petugas kesehatan yang terpajan bahan infeksius/tertusuk bahan tajam

bekas pakai, diseminasi prosedur kewaspadaan isolasi dan memberikan konsultasi

tentang PPI yang diperlukan pada kasus tertentu, melakukan audit, memonitor

pelaksanaan pedoman penggunaan antibiotika, mendesain, melaksanakan,

memonitor, mengevaluasi dan melaporkan surveilans infeksi yang terjadi bersama

komite/tim PPI, memotivasi kepatuhan pelaksanaan program PPI, memberikan

saran desain ruangan rumah sakit sesuai prinsip PPI, meningkatkan kesadaran

pasien dan pengunjung rumah sakit tentang PPI, memprakarsai penyuluhan

tentang infeksi, sebagai koordinator antar departemen ataupun unit dalam

mendeteksi, mencegah dan mengendalikan kejadian infeksi dan memonitoring

serta mengevaluasi peralatan medis (PMK No 27, 2017).

Pelaksaan tugas dan tanggaung jawab IPCN dibantu oleh Infection

Prevention and Control Link Nurse (IPCLN). Tugas IPCLN adalah sebagai

perawat pelaksana harian/penghubung yang bertugas: mencatat data surveilans,

memotivasi dan mengingatkan tentang pelaksanaan kepatuhan PPI pada setiap


personil ruangan di unitnya masing-masing, memonitor kepatuhan petugas

kesehatan dalam penerapan kewaspadaan isolasi, memberitahukan kepada IPCN

apabila ada kecurigaan infeksi nosocomial pada pasien, melakukan penyuluhan

bagi pengunjung dan konsultasi prosedur PPI berkoordinasi denganIPCN,

memantau pelaksanaan penyuluhan bagi pasien, keluarga dan pengunjung serta

konsultasi prosedur yang harus dilaksanakan (PMK No 27, 2017).

Landasan Teori

Konsep keperawatan yang akan diaplikasikan pada penelitian ini adalah

konsep Keperawatan Pencapain Tujuan King. King menyatakan bahwa

pemahaman konsep teori pencapaian tujuan tidak memisahkan antara lingkungan

dan manusia tetapi memberi pemahaman tentang interaksi manusia dengan

berbagai jenis lingkungan. King mengembangkan teori atas sebuah kesadaran

terhadap dinamika yang kompleks tentang perilaku manusia dan situasi

keperawatan yang mendorong King merumuskan teori Dynamic Interacting

System yang mewakili sistem personal, interpersonal dan sosial sebagai domain

keperawatan seperti yang tertera pada gambar 2.1. Sistem personal adalah

individu atau klien yang dilihat sebagai sistem terbuka, mampu berinteraksi,

mengubah energi, dan informasi dengan lingkungannya. Sistem personal dapat

dipahami dengan memperhatikan konsep interaksi yaitu: persepsi, diri, gambaran

diri, pertumbuhan dan perkembangan, waktu dan jarak. Sistem interpersonal

merupakan dua atau lebih individu atau grup yang saling berinteraksi (Alligood,

2017).
Gambar 2.1. Teori Keperawatan King dengan teori Dynamic Interacting System

Interaksi ini dapat dipahami dengan melihat lebih jauh konsep tentang

peran, interaksi, komunikasi, transaksi, stress, koping. Sistem sosial merupakan

sistem dinamis yang akan menjaga keselamatan lingkungan. Sistem sosial dapat

mengantarkan organisasi kesehatan dengan memahami konsep organisasi,

kekuatan, wewenang, dan pengambilan keputusan (Alligood, 2017).

Kerangka Konsep Penelitian

Penyusunan kerangka konsep penelitian dilakukan berdasarkan landasan

teori keperawatan King yakni Dynamic Interacting System yang dikaitkan dengan

iklim organisai, lingkungan kerja dan pencegahan infeksi di rumah sakit. Tiga

sistem yang dijelaskan dalam teori King yaitu: personal system, interpersonal

system, dan social system. Sistem individu mempersepsikan gambaran diri dalam

meningkatkan dan mengembangkan keterampilan dan pengetahuan dalam

perilaku diri individu (Alligood, 2017).


Sistem interpersonal merupakan interaksi antar dua individu yang

membantu seseorang mempengaruhi kompleksitas interaksi antar individu. Sistem

interpersonal merupakan suatu proses interaksi antara perawat manajer dan

perawat pelaksana meliputi komunikasi dan persepsi yang mempengaruhi perilaku

perawat dalam melaksanakan layanan keperawatan (Alligood, 2017).

Sistem sosial merupakan suatu komunitas yang membentuk kepentingan

bersama dilingkungan dan sistem kerja sehingga membantu perawat manajer

dalam organisasi, otoritas, kekuasaan, status dan pengambilan keputusan.

Lingkungan yang baik akan mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi

(Alligood, 2017).

Pencapaian tujuan suatu organisasi terjadi karena adanya interaksi yang

terjadi diantara setiap individu. PMK No 27 tahun 2017 menyatakan bahwa,

pencegahan infeksi yang terjadi di rumah sakit sangatlah penting. Hal ini

didukung dengan diterbitkannya prosedur pencegahan infeksi berdasarkan

kewaspadaan standar. Pencegahan infeksi sebagai salah satu tujuan dari rumah

sakit dipengaruhi oleh iklim organisasi (Ehrhart, Schneider & Macey, 2014) dan

lingkungan kerja yang baik dapat mendukung perawat dalam melaksanakan setiap

layanan keperawatan (Bogaert & Clarke, 2018). Interaksi yang terjadi di dalam

organisasi akan mempengaruhi pencapaian tujuan oraganisasi yaitu menurunkan

tingkat infeksi yang terjadi di rumah sakit.

Adapun kerangka konsep penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.2

sebagai berikut:
Teori Dynamic Interacting System
dalam teori keperawatan King’s
(1981).

Interaksi yang terjadi Kerjasama yang


dalam organisasi baik terjadi dalam
perawat pelaksana dan kelompok
manager keperawatan

Iklim Organisasi:

Struktur Lingkungan Kerja:


Tanggung jawab Peningkatan
Resiko Lingkungan kerja fisik
pengetahuan Lingkungankerja psikologi
Penghargaan kemampuan dan Lingkungan kerja sosial
Dukungan individu
Konflik
Pencegahan Infeksi
denganmelakukan
tindakan:Prinsip
kewaspadaan standar

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian


Kerangka Penelitian

Berdasarkan uraian teori yang dipaparkan dalam konsep teoritis penelitian

tentang iklim organisasi, lingkungan kerja dan pencegahan infeksi di rumah sakit

kerangka penelitian dapat dilihat pada gambar 2.3. Penelitian ini menggunakan

asumsi dengan sistem tertutup (closed system), kedua variabel independen tidak

saling mempengaruhi atau tidak adanya interaksi antar kedua variabel.

Variabel Independen

Iklim Organisasi:

- Struktur
- Tanggung jawab
- Resiko
- Penghargaan Variabel Dependen
- Dukungan
- Konflik

Pencegahan Infeksi di
Rumah Sakit

- Prinsip kewaspadaan
standar

Lingkungan Kerja Perawat:

- Lingkungan kerja fisik


- Lingkungan kerja psikologi
- Lingkungan kerja sosial

Gambar 2.3 Kerangka Penelitian


Hubungan Iklim Organisasi, Lingkungan Kerja dengan Pencegahan Infeksi di
Rumah Sakit
DAFTAR PUSTAKA

Alemania, R., Djafri, D., & Pabuti, A. (2016). Hubungan Peran Manajer dengan
Pelaksanaan Pencegahandan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit di Ruang
Rawat InapBedah RSUP Dr.M.Djamil Padang Tahun 2016. Diakses di
http:jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/781 pada tanggal 02
Maret 2019

Alligood, M. R. (2017). Nursing Theory: Utilization & Application. 5th edition.


United States: Mosby, an imprint of Elsevier Inc.

Almeida, Sherri-Lynne. (2015). Health Care-Associated Infections (HAIs).


Journal of Emergency Nursing, vol. 41,hal. 100-101.
DOI:10.1016/j.jen.2015.01.006

Alvadri, Z. (2016). Hubungan Pelaksanaan Tindakan Cuci Tangan Perawat


dengan Kejadian Infeksi Rumah Sakit di Rumah Sakit Sumber Waras
Grogol. JurnalKeperawatan, vol. 1, no. 1, hal. 1–7

Antonio, S., Anggraeni, R., & Noor, N. B. (2014). Determinant of Nosocomial


Infection Prevention in Inpatient Unit of Stella Maris Hospital. Diakses
di https://repository.unhas.ac.id.pdf pada tanggal 14 Maret 2018

Ashkanasy, N. M., Wilderom, C. PM., & Peterson, M. F. (2011). The Handbook


of Organizational Culture and Climate. 2th edition. United States of
America. SAGE Publications, Inc. Retrieved from www. bookfi.org

Bach, S., & Grant, A. (2009). Communication and Interpersonal Skills for
Nurses.British: Learning Matters Ltd. Retrieved from www. bookfi.org

Basuki, D., & Nofita, M. (2016). Hubungan Kepatuhan Cuci Tangan Enam
Langkah Lima Moment Perawat dengan Kejadian Phlebitis di RSUD Dr.
Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto. Diakses di
https://media.neliti.com/media/publications/104563-ID-hubungan-
kepatuhan-cuci-tangan-enam-lang.pdf pada tanggal 14 Maret 2018

Bogaert, P., & Clarke, S. (2018). The Organizational Context of Nursing Practice.
Switzerland: Springer International Publishing AG

Butt, H., Khan, F., Rasli, A., & Iqbal, M. (2012). Impact of Work and Physical
Environment on Hospital Nurses Commitment. Diakses di
https://www.researchgate.net/.../234096971_IMPACT_OFpada tanggal 02
Maret 2019

Cahyani, P., & Ardana, I. (2013). Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik, Gaya
Kepemimpinan dan Insentif Finansial terhadap Kinerja Pegawai Non
Medis pada Rumah Sakit Balimed Denpasar. Diakses
dihttps://ojs.unud.ac.id/index.php/Manajemen/article/view/4771 pada tanggal
02 Maret 2019

Corsalini, N. (2012). Relationship Between Rewards and Nurses' Work


Motivation in Addis Ababa Hospitals. Diakses di
https://www.researchgate.net/publication/230639036_Relationship_Betw
een_Rewards_and_Nurses'_Work_Motivation_in_Addis_Ababa_Hospita
lspada tanggal 01 Maret 2019

Cho, E., Chin, D., Kim, S., Hong, O. (2015). The Relationships of Nurse Staffing
Level and Work Environment with Patient Adverse Events.Journal of
Nursing Scholarship.Doi: 10.1111/jnu.12183

Cho, E., Sloane, D., Kim, E., Kim, S., choi, M., Yoo, Y., Lee, H., & Aiken, L.
(2014). Effects of Nurse Staffing, Work Environments, and Education on
Patient Mortality: an Observational Study. Institutes journal of Health.
Doi:10.1016/j.ijnurstu.2014.08.006.

Davis, K., & Newstran, J.W. (2000). Human Behaviour Of Work Organization
Behaviour. Terjemahan, Jakarta: Erlangga. Retrieved from www.
pdfdrive.com

Davis & Newstrom. (1996). Perilaku dalam Organisasi. Ed. 7. Jilid 1. Jakarta:
Erlangga.

Ehrhart, G., Schneider, B., & Macey, H. (2014). Organizational Climate and
Culture: an Introductionto Theory, Research, and Practice. New York:
Routledge. Retrieved from www. bookfi.org

Elmiyasna, K., & juvita, F. (2017). Hubungan Penerapan Kewaspadaan Standar


dengan Kejadian Infeksi karena Jarum Infus (Phlebitis) di Irna Non
Bedah Rsup. Dr. M. Djamil Padang. Diakses di
https://journal.mercubaktijaya.ac.id/downlotfile.php?file=3c.pdf pada
tanggal 14 Maret 2018

Fauzi, N., Ahsan., & Azzuhri, M. (2015). Pengaruh Faktor Individu, Organisasi
dan Perilakuterhadap Kepatuhan Perawat dalam Melaksanakan Hand
Hygiene di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Tk. II Dr. Soepraoen
Malang. Jurnal Aplikasi Manajemen, vol 13, no. 4, hal. 566-574

Fleury-Bahi, G., Navarro, G.,& Pol, E. (2016). Handbook of Environmental


Psychology and Quality of Life Research. Switzerland: Springer
International Publishing

Foldspang et al. (2014). Working Environmentand Productivity. Denmark: Nordic


Council of Ministers.Retrieved from www. bookfi.org
Gillies, D.A. (2000). Manajemen Keperawatan: Suatu Pendekatan Sistem. Edisi
kedua. Philadelphia: W. B. Saunders

Gilmartin, H. M., & Sousa, K. H. (2016). Capturing the Central Line Bundle
Infection Prevention Interventions Comparison of Reflective and
Composite Modeling Methods. Nursing Research, September/October
2016, Vol 65, No 5, 397–407. DOI: 10.1097/NNR.0000000000000168

Gilmartin, H. M., Maziarz, M., Thompson, S., & Sousa, K. H. (2015).


Confirmation of the Validity of the Relational Coordination Survey as a
Measure of the Work Environment in a National Sample of Infection
Preventionists. Journal of Nursing Measurement, Vol 23, Number 3.
Doi:10.1891/1061-3749.23.3.379

Cho, E., Sloane, D., Kim, E., Kim, S., choi, M., Yoo, Y., Lee, H., & Aiken, L.
(2015). Effects of Nurse Staffing, Work Environments, and Education on
Patient Mortality: An Observational study. Institutes journal of Health.
Doi:10.1016/j.ijnurstu.2014.08.006.

Gittell, J. H. (2011). Impact of Relational Ccoordination on Job Satisfaction and


Quality Outcomes: a Study of Nursing Homes. Human Resource
Management Journal, Vol 18, no 2, 2008, pages 154–170.
Doi:10.1111/j.1748-8583.2007.00063.x

Ghozali, I. (2012). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.


Semarang: Badan Penerbit Universitas Dipoegoro.

Haseeb, M., Ali, J., Shaharyar, M., & Butt, S. (2016). Relationship, Motivation
and Organizational Climate: A Case of Sustainability. International
Journal of Academic Research in Business and Social Sciences 2016,
Vol. 6, No. 7. DOI:10.6007/IJARBSS/v6-i7/2232

Holmes, A. H., & Sanchez, E. (2015). Impact of Organizations on Healthcare-


Associated Infections. Journal of Hospital Infection.
Doi:10.1016/j.jhin.2015.01.012

Huber, D. L. (2017). Leadership and Nursing Care Management. United States of


America: Saunders, Elsevier Inc. 6th. Retrieved from www. pdfdrive.com

Jannah, N., Handiyani, H., & Pujasari, H. (2013). Strategi Pemberdayaan


Meningkatkan Iklim Organisasi Perawat Pelaksana di Rumah
Sakitdiakses di
https://www.google.com/url?media.meneliti.com.publicationsF107930- ID-
strategi-pemberdayaan-meningkatkan-klim.pdf pada tanggal 26
Februari 2019
Kamil, H. (2017). Penerapan Prinsip Kewaspadaan Standar oleh Perawat
Pelaksana di Ruang Rawat Inap Penyakit Bedah RSUD Banda Aceh.
Idea Nursing Journal, vol. II No. 1

Kasim, Y., Mulyadi., & Kallo, V. (2017) Hubungan Motivasi & Supervisi dengan
Kepatuhan Perawat dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (Apd) pada
Penanganan Pasien Gangguan Muskuloskeletal di IGD RSUP Prof Dr. R.
D. Kandou Manado. E-journal Keperawatan (e-Kp), vol 5 no. 1, Februari
2017

Kelly, D., Kutney-Lee, A., Lake, E. T., & Aiken, L. H. (2013). The Critical Care
Work Environment and Nurse-Reported Health Care–Associated
Infections. American Journal of Critical Care, November 2013, vol. 22,
no. 6. Doi:10.4037/ajcc2013298

Kolb, A., & Rubin. (1974). Organization Psychology. Edisi ke IV. New Jersey:
Prentice Hall. Retrieved from www. bookfi.org

Kraszewski, S., & McEwen, A. (2010). Communication Skills for Adult Nurses.
New York: Open University Press. Retrieved from www. bookfi.org

Larson, E. L., Early, E., Cloonan, P., Sugrue, S., & Parides, M. (2014). An
Organizational Climate Intervention Associated with Increased
Handwashing and Decreased Nosocomial Infections. Behavioral
Medicine, vol.26:1, hal.14-22. DOI:10.1080/08964280009595749

Lelonowati, D., Koeswo, M., & Rakhmad, K. (2015). The Causes of Low
Performance on Nosocomial Infection Surveillance at Dr. Iskak Hospital
Tulungagung. Jurnal Kedokteran Brawijaya, vol. 28, no. 2

Masloman, A. P., Kandou, G. D., & Tilaar, C. R. (2014). Implementation


Analysis of Prevention and Control of Infection in Operating Room Dr.
Sam Ratulangi Hospital Tondano. Diakses di
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jikmu/article/view/7440 pada tanggal
10 April 2018

Maziarz, M. P., Nembhard, IM., Schnall, R., Nelson, S., & Stone, PW. (2016).
Psychometric Evaluation of an Instrument for Measuring Organizational
Climate for Quality: Evidence From a National Sample of Infection
Preventionists. American Journal of Medical Quality.
DOI:10.1177/1062860615587322

McCaughey, D., McGhan, G., Walsh, E., Rathert, C., & Belue, R. (2014). The
Relationship of Positive Work Environments and Workplace
Injury:Evidence from the National NursingAssistant Survey. Health
Care Manage. DOI: 10.1097/HMR.0b013e3182860919
Muslimin, F., Pasinnringi, S. A., & Anggraeni,R. (2016). Factors that Related to
Patient Safety Incident at Inpatient Unit in Stella Maris Hospital
Makassar. Diakses di repository.unhas.ac.id/handle/123456789/19789
pada tanggal 10 April 2018

Muzannil, A., Hendriani, S., & Noviasari, H. (2014). Analisis Lingkungan Kerja
dan Beban Kerja terhadap Kinerja Perawat SUD Petala Bumi Pekanbaru.
Diakses di https://www.google.com/url? jom.unri.ac.id%2Findex.php pada
tanggal 02 Maret 2019

Nelson, S. G. (2013). Organizational Climate and Hospital Infection


Preventionists. Diakses di
http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.867.5462=pdf pada
tanggal 10 April 2018

Nelwan, R. M., Mandagi, C. K. F., & Boky, H. (2017). Analisis Pelaksanaan


Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RSUP Ratatotok Buyat
Tahun 2017. Diakses di
https://ejournalhealth.com/index.php/medkes/article/view/253 pada
tanggal 12 april 2018

Ningrum, I. (2015). Analisis Pengaruh Iklim Organisasi terhadap Kepuasan Kerja


Perawat Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 201 5. Diakses
di http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/57091 pada tanggal 26
Februari 2019

Norianggono, Y., Hamid, D., & Ruhana, I. (2014). Pengaruh Lingkungan Kerja
Fisik dan Non Fisik terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada Karyawan
PT. Telkomsel Area III Jawa-Bali Nusra di Surabaya). Diakses di
https://media.neliti.com/.../80670-ID-pengaruh-lingkungan-kerja-fisik- dan-
non.pdf pada tanggal 02 Maret 2019

Nuraini, T. (2013). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yayasan Aini Syam:


Pekanbaru

Organ, D. W., & Bateman, T. S. (1986). Organizational Citizens Behaviour: It’s


Construct Clean up Time. Ed. 3. Business Publications, INC.

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5. (2018).


Keselamatan dan Keshatan Keja Lingkungan Kerja.Diakses di
https://jdih.kemnaker.go.id/data_puu/Permen_5_2018.pdf pada tanggal
10 September 2018

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27. (2017). Pedoman


pencegahan dan pengen Dalian infeksi di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan. Diakses di
http://akreditasi.my.id/download/PMK_No._27_ttg_Pedoman_Pencegaha
n_dan_Pengendalian_Infeksi_di_FASYANKES.pdfpada tanggal 14
Maret 2018

Peraturan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia..(2011). Keselamatan


Pasien Rumah Sakit. Diakses di
http://bprs.kemkes.go.id/pdffiles/peraturan/PMK/1691/Keselamatan- pasien-
Rumah-Sakit.pdf pada tanggal 10 September 2018

Pogorzelska-Maziarz, M., Schnall, R., & Stone, P. W. (2015). Psychometric


Evaluation of an Instrument for Measuring Organizational Climate for
Quality: Evidence From a National Sample of Infection Preventionists.
American Journal of Medical Quality. DOI: 10.1177/1062860615587322

Polit, D. F., & Beck, T. C. (2012). Essentials of nursing research appraising


evidence for nursing practice: Seventh Edition. Philadelphia: Lipincot

Polit, D. F., & Beck, C. T. (2014). Essential of Nursing Research: Appraising


Evidence for Nursing Practice. 9th Edition. China: Lippincott Williams &
Wilkins. Retrieved from www. bookfi.org

Rochman, H., Ridwan, E., & Afifah, E. (2014). Sistem Penghargaan dan Rasio
Perawat Pasien dengan Kinerja Perawat di RSUD Panembahan Senopati
Bantul. Diakses di
http://ejournal.almaata.ac.id/index.php/JNKI/article/view/103 pada
tanggal 02 Maret 2019

Rudianti, Y., Handayani, H., & Sabri, L. (2013). Peningkatan Kinerja Perawat
Pelaksana melalui Komunikasi Organisasi di Ruang Rawat Inap Rumah
Sakit. Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol. 16, No.1, hal 25-32. Diakses
di jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/download/16/16 pada tanggal 15
April 2018

Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara. (2017). Formulir pelaporan Infeksi


Nosokomial di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.

Runtu, L., Haryanti, F., & Rahayujati., T. (2013). Faktor-Faktor yang


Berhubungan dengan Perilaku Perawat dalam Penerapan Universal
Precautions Di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Diakses di
https://media.neliti.com/.../92770-ID-faktor-faktor-yang-berhubungan dengan-
pe.pdf pada tanggal 02 Maret 2019

Sarode, A. P., & Shirsath, M. (2014). The factors affecting Employees work
environment and its relationship with Employee productivity.
International journal of Science and Resource 11 (3): 2735-2737

Satiti, A., Wigati, P., & Fatmasari, E. (2017). Analisis Penerapan Standard
Precautions dalam Pencegahan dan Pengendalian Hais (Healthcare
Associated Infections di RSUD Raa Soewondo Pati. Diakses di
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm pada tanggal 02 Maret 2019

Schneider, B., & Barbera, K. M. (2014). The Oxford Handbook of Organizational


Climate and Culture. United States of America: Oxford University Press.
Retrieved from www. bookfi.org

Shekelle, P. G., Pronovost, P. J., & Wachter, R. M. (2010). Assessing the


Evidence for Context-Sensitive Effectiveness and Safety of Patient Safety
Practices: Developing Criteria. Rockville, MD: AHRQ Publication.
Retrieved from www. bookfi.org

Simamora, R. H. (2014). Buku Ajar Manajemen Keperawatan. ISBN 979-044-


207-8 Jakarta: EGC

Sinding, K., & Waldstrom, C. (2014). Organizational Behaviour. New York:


McGraw-Hill Education. Retrieved from www. bookfi.org

Stringer, R. (2002). Leadership and Organization Climate. New Jersey: Prentice


Hall. Retrieved from www. bookfi.org

Sundstrom, E., & Sundstrom, M. G. (2005). Work Places: The Psychology of the
Physical Environment in Offices and Factories. Cambridge: Cambridge
University Press. Retrieved from www. bookfi.org
Sunyoto, D. 2015. Penelitian Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: PT Buku Seru

Ulva, F. (2017). Picture of Effective Communication in the Application of Patient


Safety (Case Study of Hospital X In Padang City). Jurnal Pembangunan
Nagari, vol. 2,no. 1, hal: 95 – 102

Utami. (2015). Hubungan Iklim Organisasi dengan Kepuasan Kerja Perawat


Pelaksana di Ruang Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Karanganyar.
Diakses di https://skripsistikes.files.wordpress.com/2009/08/59.pdf 02 Maret
2019

Varleni, R. (2015). Hubungan Faktor Organisasi dengan Kepatuhan Perawat


Dalam Penerapan Kewaspadaan Universal Di Rsi Ibnu Sina Padang.
Diakses di repo.unand.ac.id/205/ pada tanggal 10 April 2018

Vollers, D., Hill, E., Roberts, C., Dambaugh, L., & Brenner, Zr. (2009). AACN’s
Healthy Work Environment Standards and an Empowering Nurse
Advancement System. American Association of Critical-Care Nurses.
DOI:10.4037/ccn200263

Weston, D. (2013). Fundamentals of Infection Prevention and Control: Theory


and Practice. 2th edition. United states of America: Wiley Blackwell.
Retrieved from www. bookfi.org
Widodo, A., & Yusuf, E. (2017). Pengaruh Pemberian Pendidikan
Kesehatan tentang Infeksi Nosokomial terhadap Kepatuhan
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)di RS Aisyiyah
Bojonegoro. Diakases di e-
journal.stikesmuhbojonegoro.ac.id/index.php pada tanggal 10
April 2018

Wirawan. (2007). Budaya dan Iklim Organisasi; Teori Aplikasi dan Penelitian.
Jakarta: PT Salemba Empat

World Health Organization. (2002). Five Moment for Hand Hygiene.


Departement of Communicable Disease, Surveilance and
Response. Diakses di
http://www.who.int/gpsc/5may/Your_5_Moments_For_Hand_H
ygiene.p df pada tanggal 15 April 2018

World Health Organization. (2002). Prevention of Hospital-Acquired


Infections a Practical Guide. 2nd Edition. Departement of
Communicable Disease, Surveilance and Response. Diakses
dihttp://www.who.intpada tanggal 15 April 2018

World Health Organization. (2011). Report on the Burden of Endemic


Health Care-Associated Infection Worldwide. Departement of
Communicable Disease, Surveilance and
Response. Di akses di
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/80135/1/9789241501507_eng.
p df. pada tanggal 15 April 2018

Yunita, S. (2017). Hubungan Motivasi Perawat dengan Upaya Pencegahan


Infeksi Nosokomial di RSUP Haji Adam
Malik. Diakses di
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1
&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjdqIX9o43hAhVA73MBHTkCA
3kQFjA AegQIBhAB&url=http%3A%2F%2Frepository.usu.ac.id
%2Fhandle%2F12
3456789%2F64565&usg=AOvVaw0dH2EfV8TF3TZHGUkWDypC pada
tanggal 02 Maret 2019

Zang, L., You, L., Liu, K., Zheng, J., Fang, J., Lu, M., Lv, A., dkk.
(2014). The Association of Chinese Hospital Work Environment
with Nurse Burnout, Job Satisfaction, and Intention to Leave.
Science Direct. Doi.org/10.1016/j.outlook.2013.10.010

Anda mungkin juga menyukai