Anda di halaman 1dari 51

SEMINAR KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA AN.A DENGAN MENINGITIS DI RUANG


RAWAT AKUT ANAK DI RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
TAHUN 2022

Disusun Oleh:
KELOMPOK 10

1. Cindy Novalarantri 6. Riyanti Irawan


2. M. Fadhil Rasyid Arnaz 7. Suci Permata Sari
3. Melija Salakkokoai 8. Muhammad Haris
4. Mila Sagita 9. Yola Aulya Rahma
5. Novia Mardina Ariyanti

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Ns. Rischa Hamdanesti, S. Kep, M.Kep (Ns. Yori Rahmi, S.Kep)

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN ANAK (PPKA)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG
T.A. 2022/2023
KATAPENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanallahwa Ta’ala atas berkat dan
rahmat-Nyalah sehingga kelompok dapat menyelesaikan Seminar Kasus Keperawatan anak
dalam rangka memenuhi tugas Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alifah Padang dengan judul
“Asuhan Keperawatan Medikal Anak Pada An. A Dengan M e n i n g i t i s Di Ruang Rawat
Anak RSUP DR. M. Djamil Padang Tahun 2022”.
Pada kesempatan ini, kelompok hendak menyampaikan terimakasih kepada semua
pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materil sehingga Laporan
Pendahuluan ini dapat selesai. Ucapan terimakasih ini penulis tujukan kepada :
1. Ns.Rischa Hamdanesti, M.Kep selaku Preceptor Akademik dan dosen keperawatan
anak STIKes Alifah Padang
2. Teman-teman satu bimbingan yang telah berjuang bersama-sama dalam
menyelesaikan laporan ini
Kelompok menyadari bahwa Laporan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,
kelompok mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca guna
menyempurnakan segala kekurangan dalam penyusunan ini.

Padang, 13 Januari 2023

Kelompok 10

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan.......................................................................................................2
D. Manfaat.....................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian............................................................................................... 3
B. Etiologi......................................................................................................3
C. Tanda Gejala..............................................................................................4
D. Patofisiologi...............................................................................................4
E. Pathway......................................................................................................6
F. Pemeriksaan Diagnostik.............................................................................7
G. Penatalaksanaan.......................................................................................10
H. Komplikasi dan Prognosis.......................................................................11
I. Konsep Asuhan Keperawatan...................................................................11
BAB III TINJAUAN KASUS.....................................................................................19
A. Pengkajian................................................................................................19
B.Diagnosa Keperawatan ............................................................................32
C. Intervensi Keperawatan...........................................................................32
D. Implementasi Keperawatan......................................................................34
E. Evaluasi....................................................................................................34
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian................................................................................................39
B. Diagnosa Keperawatan ...........................................................................39
C. Intervensi Keperawatan...........................................................................39
D. Implementasi Keperawatan......................................................................40
E. Evaluasi....................................................................................................40
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................41
B. Saran……………………………………………………………….……41
DAFTAR PUSTAKA

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Meningitis merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan aracnoid dan piamatter di

otak serta spinal cord. Inflamasi ini lebih sering disebabkan oleh bakteri dan virus

meskipun penyebab lainnya seperti jamur dan protozoa juga terjadi. (Donna D,2015).

Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan

medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur (Smeltzer,

2017). 

Secara global, diperkirakan terjadi 500.000 kasus dengan kematian sebesar 50.000

jiwa setiap tahunnya (Borrow, 2017). Meningitis bakterial menjadi salah satu dari 10

penyakit infeksi penyebab kematian di seluruh dunia. WHO mencatat sampai dengan bulan

Oktober 2018 dilaporkan 19.135 kasus suspek meningitis dengan 1.398 kematian di

sepanjang meningitis belt (Case Fatality Rate 7,3%). Dari 7.665 sampel yang diperiksa

diketahui 846 sampel positif bakteri Nesseria meningitis (Kemenkes, 2019).

Di Australia pada tahun 1995 meningitis yang disebabkan Neisseria meningitis 2,1

kasus per 100.000 populasi, dengan puncaknya pada usia 0 – 4 tahun dan 15– 19 tahun.

Sedangkan kasus meningitis yang disebabkan Steptococcus pneumoniae angka kejadian

pertahun 10 – 100 per 100.000 populasi pada anak kurang dari 2 tahun dan diperkirakan

ada 3000 kasus per tahun untuk seluruh kelompok usia, dengan angka kematian pada anak

sebesar 15%, retardasi mental 17%, kejang 14% dan gangguan pendengaran 28%.

Meningitis merupakan peradangan dari meningen yang menyebabkan terjadinya gejala

perangsangan meningen seperti Sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia disertai peningkatan

jumlah leukosit pada liuor cerebrospinal (LCS) (Kemenkes, 2019).

Penyakit infeksi di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan yang utama. Salah

satu penyakit tersebut adalah infeksi susunan saraf pusat. Penyebab infeksi susunan saraf
pusat adalah virus, bakteri atau mikroorganisme lain. Meningitis merupakan penyakit

infeksi dengan angka kematian berkisar antara 18-40% dan angka kecacatan 30-50%.

Bakteri penyebab meningitis ditemukan di seluruh dunia, dengan angka kejadian penyakit

yang bervariasi. Di Indonesia, dilaporkan bahwa Haemophilus influenzae tipe B ditemukan

pada 33% diantara kasus meningitis. Pada penelitian lanjutan didapatkan 38%  penyebab

meningitis pada anak kurang dari 5 tahun (Piotto, 2019).

Di Indonesia untuk mendeteksi adanya suspek meningitis pada masyarakat,

digunakan Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR). Berdasarkan data SKDR 3

tahun terakhir, jumlah kasus suspek meningitis pada tahun 2015 sebanyak 339 kasus, pada

tahun 2016 sebanyak 279 kasus, dan pada tahun 2017 sebanyak 353 kasus (Kemenkes RI,

2019). Menurut Anniazi (2020), 23,9 % dari 46 pasien anak dengan meningitis akut klinis

dikategorikan sebagai meningitis bakterial. Saat ini diperkirakan angka kejadian meningitis

pediatrik di Indonesia masih terus meningkat dengan tingkat kematian 18 - 40%. Pada anak

gejala meningitis bakterial yang muncul lebih bersifat non spesifik atau umum dari pada

orang dewasa. Manifestasi klinis yang sering ditemukan pada anak adalah demam, kaku

kuduk, dan perubahan kesadaran. Gejala non spesifik juga bisa terjadi akibat oleh penyakit

yang menyertai anak. Penyakit yang biasa menyertai anak pada meningitis bakterial seperti

pneumonia, otitis media, sinusitis, mastoiditis, dan infeksi gigi (Piotto, 2019).

Berdasarkan hasil penelitian Aulia, (2021) yang dilakukan di RSUP DR. M Djamil

Padang menunjukkan kejadian meningitis bakterial lebih sering terjadi pada anak dengan

jenis kelamin laki-laki (71%) dan umur dibawah 5 tahun (67%). Manifestasi klinis

terbanyak yang muncul adalah demam (91%). Pada anak didapatkan paling banyak status

gizi baik (71%) dan tidak pernah diimunisasi hib (48%) dan angka mortalitas tinggi

mencapai 24%.

Berdasarkan durasi dari gejalanya, meningitis dapat dibagi menjadi akut dan kronik.

Meningitis akut memberikan manifestasi klinis dalam rentang jam hingga beberapa hari,
sedangkan meningitis kronik memiliki onset dan durasi berminggu-minggu hingga

berbulan-bulan. Pada banyak kasus, gejala klinik meningitis saling tumpang tindih karena

etiologinya sangat bervariasi. Oleh karena itu sangat diperlukan tenaga kesehatan perawat

yang kompeten dalam melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan meningitis

(Smeltzer, 2017). 

Berdasarkan penjelasan diatas kelompok tertarik untuk membuat sebuah seminar

kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan Anak Pada An .A Dengan Meningitis Di

Ruang Rawat Anak RSUP DR.M. Djamil Padang Tahun 2022”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut maka kelompok tertarik untuk membuat seminar kasus
yang berjudul “Asuhan Keperawatan Anak Pada An.A Dengan Meningitis Di Ruang
Rawat Anak RSUP DR.M. Djamil Padang Tahun 2022”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran, pengalaman dan
menganalisa secara langsung tentang bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan
Anak Pada An. A Dengan Meningitis Di Ruangan Rawat Anak RSUP Dr. M.
Djamil Padang Tahun 2022
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian secara komprehensif pada pasien dengan meningitis
b. Mampu merumuskan masalah dan diagnosa keperawatan berdasarkan data yang
diperoleh pada pasien dengan meningitis
c. Mampu membuat intervensi sesuai dengan diagnosa pada pasien dengan meningitis
d. Mampu melaksanakan implementasi pada pasien dengan meningitis
e. Mampu mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan pada pasien meningitis
f. Melakukan pendokumentasian pada pasien dengan meningitis
D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Untuk menambah wawasan mahasiswa agar dapat mengaplikasikan asuhan
keperawatan anak tentang asuhan pada pasien meningitis dan meningkatkan analisa
kasus sebagai profesi keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien yang mengalami meningitis.
2. Bagi Penulis Selanjutnya
Seminar kasus ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar atau masukan untuk
melakukan Asuhan Keperawatan Anak pada pasien meningitis.
3. Bagi STIKes Alifah Padang
Seminar Kasus ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan terhadap
pembelajaran didalam pendidikan keperawatan di STIKes Alifah, terutama pada mata
ajar keperawatan anak khususnya asuhan keperawatan pada pasien meningitis.

4. Bagi Lahan Praktek


Seminar Kasus ini dapat memberikan masukan terhadap tenaga kesehatan untuk
lebih meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat dan selalu menjaga mutu
pelayanan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Meningitis merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan aracnoid dan piamatter di
otak serta spinal cord. Inflamasi ini lebih sering disebabkan oleh bakteri dan virus
meskipun penyebab lainnya seperti jamur dan protozoa juga terjadi. (Donna D,2015).
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan
medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur (Smeltzer,
2017).

B. Etiologi
Penyebab dari meningitis adalah :
Merupakan penyebab tersering dari meningitis, adapun beberapa bakteri yang secara
umum diketahui dapat menyebabkan meningitis adalah :
1. Haemophillus influenza
2. Nesseria meningitides (meningococcal)
3. Diplococcus pneumoniae (pneumococcal)
4. Streptococcus grup A
5. Staphylococcus aureus
6. Escherichia coli
a. Klebsiella, Proteus
b. Pseudomonas
Meningitis bakteri juga bisa disebabkan oleh adanya penurunan system kekebalan
tubuh seperti AIDS.
1. Faktor pencetus terjadinya meningitis bacterial diantaranya adalah :
a. Otitis media
b. Pneumonia
c. Sinusitis
d. Sickle cell anemia
e. Fraktur cranial, trauma otak
f. Operasi spinal
2. Faktor predisposisi : jenis kelamin laki - laki lebih sering dibandingkan dengan wanita
3. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir
kehamilan
4. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
5. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem
persarafan
6. Selain dari adanya invasi bakteri, virus, jamur maupun protozoa, point d’entry
masuknya kuman juga bisa melalui trauma tajam, prosedur operasi, dan abses otak yang
pecah, penyebab lainnya adalah adanya rinorrhea, otorrhea pada fraktur bais cranii yang
memungkinkan kontaknya CSF dengan lingkungan luar.

C. Tanda Gejala
Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :
1. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
2. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.
3. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb:
a. Rigiditas nukal (kaku leher). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena
adanya spasme otot-otot leher.
b. Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi
kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
c. Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan
pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka
gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.
d. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
e. Kejang akibat area  fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat
purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda
vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala,
muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
f. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
g. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba muncul,
lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata.

D. Patofisiologi
Meningitis dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan septikemia, yang
menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas. Faktor predisposisi mencakup
infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan
hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis.
Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid
menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang
menyokong perkembangan bakteri. Organisme masuk ke dalam aliran darah dan
menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat
menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral.Jaringan serebral mengalami
gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat
purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis.Radang juga menyebar ke
dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan
fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah
pertahanan otak (barier otak), edema serebral dan peningkatan TIK. Pada infeksi akut
pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis.Infeksi terbanyak dari
pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya
hemoragi (pada sindrom Waterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan
endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.
Mikroorganisme penyebab dapat masuk mencapai membran meningen dengan cara
hematogen atau limfogen, perkontuinitatum, retrograd melalui saraf perifer atau dapat
langsung masuk CSF.
Protein di dalam bakteri sebagai benda asing dapat menimbulkan respon peradangan.
Neutropil, monosit, limfosit dan yang lainnya merupakan sel – sel sebagai respon
peradangan.Eksudat yang terbentuk terdiri dari bakteri – bakteri fibrin dan lekosit yang
dibentuk di ruang sub arachnoid. Penambahan eksudat di dalam ruang sub arachnoid dapat
menimbulkan respon peradangan lebih lanjut dan meningkatkan tekanan intra cranial.
Eksudat akan mengendap di otak, syaraf-syaraf spinal dan spinal. Sel – sel meningeal akan
menjadi edema dan membran sel tidak dapat lebih panjang lagi untuk mengatur aliran
cairan yang menuju atau keluar dari sel. Vasodilatasi yang cepat dari pembuluh darah
dapat terjadi, sehingga dapat menimbulkan ruptur atau trombosis dinding pembuluh darah.
Jaringan otak dapat menjadi infark, sehingga dapat menimbulkan peningkatan tekanan intra
kranial lebih lanjut. Proses ini dapat menimbulkan infeksi sekunder dari otak jika bakteri
makin meluas menuju jaringan otak sehingga menyebabkan encephalitis dan ganggguan
neurologi lebih lanjut (Wong, 2015 dan Pillitteri, 2016).
E. Pathway

Sumber : (Wong, 2015 dan Pillitteri, 2016)


F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Lumbal Pungsi
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung jenis sel dan
protein.Cairan cerebrospinal dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK.
Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, leukosit dan
protein meningkat, glukosa menurun, kultur positif terhadap beberapa jenis
bakteri.Cairan otak pada meningitis purulenta :
a. Tekanan : Tekanan cairan otak meningkat diatas 180 mm H2O.
b. Warna : Cairan otak berwarna mulai dari keruh sampai purulen bergantung pada
jumlah selnya.
c. Sel : Jumlah leukosit meningkat. Biasanya berjumlah 200-10.000 dan 95% terdiri
dari sel PMN. Setelah pengobatan dengan antibiotika perbandingan jumlah sel MN
(Mononuklear) terhadap sel PMN meningkat.
d. Protein : Kadar protein meningkat, biasanya diatas 75 mg/100 ml
e. Klorida : Kadar klorida menurun. Kurang dari 700 mg/100 ml.
f. Gula : Kadar gula menurun. Biasanya kurang dari 40 mg% atau kurang dari 40%
kadar gula darah yang diambil pada saat yang bersamaan.
Meningitis Virus : tekanan bervariasi, CSF jernih, leukositosis, glukosa dan
protein normal, kultur biasanya negatif.
a. Glukosa & LDH : meningkat
b. LED/ESRD : meningkat
c. CT Scan/MRI : melihat lokasi lesi, ukuran ventrikel, hematom, hemoragik
Pada keadaan yang diduga meningitis bakterialis dengan penurunan kesadaran,
pemeriksaan CT-Scan cranium direkomendasikan sebelum lumbal punksi untuk
menghindari herniasi otak akibat edema serebri.Bagaimanapun, pengobatan antibiotik
empiris harus dilakukan sebelum CT-Scan dan lumbal punksi dilaksanakan. pada
meningitis fase akut, Pemeriksaan CT-Scan biasanya norma. Lesi pada parenkim tidak
mudah terlihat pada gambaran CT-Scan, kecuali pada iskemik yang disebabkan oleh
vaskulitis sekunder yang merupakan komplikasi pada lebih dari 20% kasus (Gambar
1).CT-Scan penting dan cukup untuk mengetahui kelainan pada basis cranii yang
mungkin sebagai penyebab dan menentukan penanganan yang cepat dan konsultasi
bedah jika diperlukan. Sumber infeksi yang potensial diantaranya adalah fraktur sinus
paranasal dan os petrosa maupun infeksi telinga bagian dalam dan mastoitis. CT
venografi merupakan pemeriksaan yang sangat baik untuk mendiagnosa komplikasi
thrombosis sinus sagitalis dan transversa, yang mengharuskan pemberian terapi
antikoagulan heparin intra vena, pada stadium lanjut, persistennya tanda-tanda
rangsangan meningeal dipikirkan sebagai indikasi untuk CT-Scan untuk menyingkirkan
kemungkinan diserapnya hidrosefalus. Jika drainase ventrikuler diperlukan,
pemeriksaan CT-Scan diperlukan untuk menentukan waktu operasi berikutnya.pada
beberapa kasus, efusi subdural sering ditemukan yang biasanya sembuh dengans
endirinya tanpa pengobatan. Gambaran parenkim yang abnormal sebanding lurus
dengan gejala neurologis dan akan memperburuk prognosisnya.
Computed tomography (CT) scan sering dilakukan pertama kali untuk
mengecualikan kontraindikasi untuk pungsi lumbal. Sayangnya, sementara tekanan
intrakranial meningkat dianggap sebagai kontraindikasi untuk pungsi lumbal, CT scan
yang normal temuan mungkin tidak cukup bukti tekanan intrakranial yang normal pada
pasien dengan meningitis bakteri. Nonenhanced CT scan dan gambar resonansi
magnetik (MRI) dari pasien dengan meningitis bakteri akut rumit mungkin biasa-biasa
saja.
Saat ini, MRI adalah modalitas pencitraan yang paling sensitif, karena kehadiran
dan luasnya perubahan peradangan di meninges, serta komplikasi, dapat dideteksi. MRI
lebih unggul CT scan dalam evaluasi pasien dengan meningitis diduga, serta
menunjukkan peningkatan lepto meningeal dan distensi dari ruang subarachnoid dengan
pelebaran fisura interhemispheric, yang dilaporkan menjadi temuan awal meningitis
parah. Lihat gambar di bawah ini.
Efusi, hidrosefalus, cerebritis, dan abses dapat dievaluasi dengan baik dengan CT
scan dan ultrasonografi (AS) pada bayi, namun, MRI adalah modalitas yang paling
efektif untuk melokalisir tingkat patologi. Radiografi dada dapat diperoleh untuk
mencari tanda-tanda pneumonia atau cairan di paru-paru, terutama pada anak-anak.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) bukan merupakan pemeriksaan rutin pada
kasus meningitis bakterialis tanpa komplikasi. pemeriksaan MRI akan membantu
memberikan gambaran yang lebih jelas pada parenkim otak. Terkadang, perbaikan
setelah pemberian godalinum (gd)-DTPA pada pemeriksaan MRI bukan hanya pada
jaringan otak dan meedula spinalis, namun juga pada LCS, seperti yang pernah
dilaporkan pada kasus meningitis spirosetal. penelitian terbaru menunjukkan bahwa
pemeriksaan MRI sangat berguna pada kasus meningitis tuberculosis. Karena visibilitas
gambaran meningen pada T1-weighted lebih bagus terlihat, maka pada meningitis
tuberculosis sangat dianjurkan untuk diperiksa dengan cara ini. hal ini sangat penting
untuk memulai pengobatan tuberculosis tersebut karena angka morbiditas dan
mortilitasnya masih sangat tinggi. penelitian terbaru mengatakan bahwa dengan terapi
adjuvan deksametason pada kasus meningitis tuberculosis dewasa mampu menurunkan
morbidtas, namun tidak mampu mencegah hendaya.
Pada kasus komplikasi berupa kejang dan disertai dengan gejala-gejala fokal, MRI
lebih baik jika dibandingkan dengan CT-Scan dalam menggambarkan lesi parenkim
pada kasus meningoensefalitis atau komplikasi vaskulitis akibat rentetan FLAIR (Fluid
Attenuated Inversion Recovery).Pada penyakit Lyme, multifocal nonenhancing patchy
lesions dapat dilihat pada T2 W1.bersamaan dengan dugaan pada riwayat penyakit dan
kelainan patologis LCS, pemberian ceftriaxone intravena harus segera dilakukan selama
21 hari. informasi tambahan bisa dilakukan pada pemeriksaan Diffusion Weighted
Imaging (DWI). lesi inflamasi akut, termasuk ensefalitis, cerebritis dan tuberculosis
akan terlihat gambaran hiperintens. Neurocystecerosis akan terlihat hipointens pada
DWI. diagnosis Neurocystecerosis bisa ditegakkan dengan neuroimaging. operasi
pembukaan jaringan otak dan biopsy stereotaxic tidak diperlukan. lesi yang timbul akan
menghilang dengan pemberian praziquantel atau mebendazol. Gambaran toxoplasmosis
bervariasi pada pemeriksaan DWI.Pengobatan harus segera dilakukan, dan respon
terhadap pemberian dilakukan dengan pemeriksaan ulang setelah 4 minggu.
Beberapa pathogen berpredileksi pada lekukan batang otak, dan akan Nampak
pada pemeriksaan MRI. khususnya, pada pasdien rhombensefalitis akibat Listeria
monositogen, perlu pemberiana ntibiotik yang sesuai termasuk ampisilin.
Neurobrecellosis menunjukkan gambaran yang bervariasi, mulai dari normal hingga
inflamasi non spesifik SSP dan nervus, atau komplikasi vaskuler.pengobatan penyakit
ini berupa terapi empiris.
Komplikasi vascular harus di pikirkan pada pasien dengan perburukan kondisi,
walaupun telah diterapi. Pada kasus ini, pemeriksaan DWI lebih sensitive jika
dibandingkan dengan MRI standar dalam menentukan defisit yang minimal pada
korteks, atau infakr pada substansia alba yang dalam akibat vaskulitis sepsis. Magnetic
Resonsnce Angiography (MRA) mampu menyingkirkan atau menegakkan diagnosis
vaskulitis yang akan membantu klinisi memutuskan pemberian steroid dosis tinggi.
penelitian terbaru menyatakan bahwa pemberian steroid dosis tinggi sebelum pemberian
antibiotik mampu memberikan hasil yang lebih baik, tanpa meningkatkan efek
perdarahan saluran cerna.
Ventrikulitis piogenik merupakan kasus yang jarang ditemukan namun sangat
berakibat fatal sehingga perlu penegakan diagnosis dan terapi yang cepat.Neuroimaging
merupakan satu-satunya alat yang dipercaya untuk menegakkan penyakit yang
mengancam jiwa ini.MRI FLAIR lebih sensitif dengan menggambarkan periventrikuler,
kelainan ependimal dan pada beberapa kasus juga pada pial atau kelainan dura-
arachnoid. Debris yang ireguler pada intraventikuler merupakan gambaran yang
spesifik.MRI diperlukan untuk mengetahui ruptur intraventrikuler akibat abses
piogenik.terapi antibiotik intravena dosis tinggi harus diberikan selama beberapa
minggu.Pada kasus yang etrjadi perburukan kondisi pasien walaupun telah diberikan
terapi antibiotic intravena dosis tinggi, tindakan Ommaya harus dilakukan.
Dalam kasus rumit meningitis purulen, awal CT scan dan MRI biasanya
menunjukkan temuan normal atau ventrikel kecil dan penipisan dari sulci. Nilai CT scan
dalam diagnosis awal subdural empiema terbatas karena adanya artefak tulang.
a. Rontgen kepala : mengindikasikan infeksi intracranial
b. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah pusat
infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
c. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi bakteri)

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara medis yang dapat dilakukan pada pasien dengan meningitis
adalah sebagai berikut : menurut Donna Ignativicus (1995) meliputi:
1. Pengkajian Neurologis
a. Ukur TTV sekurang-kurangnya 4 jam sekali atau sesuai indikasi
b. Pantau nervus kranial III,IV,VI dan VII dan VIII.
c. Pantau keluaran urine
2. Therapi Obat
Dilakukan untuk menghindari komplikasi termasuk hiperosmolar agen, steroid dan
antikonvulsan. Dalam memberikan therpi perwat harus :
a. Yakinkan klien tidak alergi terhadap obat
b. Mulai berikan antar 1-2 jam setelah obat diresepkan
c. Berikan pengobatan tepat waktu untuk menjaga keefektivan pengobatan.
d. Monitor dan catat respon pasien terhadap pengobatan.
3. Isolasi
Untuk pasien menigitis bakterial, perawat harus waspada pada 24 jam pertama
pengobatan.
4. Mencegah kejang
Perawat harus waspada terhadap timpbulnya kejang dengan menjaga penghalang
tempat tidur dan meposisikan tempat tidur menjadi lebih rendah. Peralatan suction dan
oksigen harus selalu tersedia. Jika terjadi kejang perwat harus melaporkan :
a. Deskripsi terjadinya kejang
b. Lamanya kejang
c. Terjadinya deviasi mata
d. Intervensi yang digunakan untuk mengatasi kejang
5. Pengendalian nyeri
Pengendalian nyeri dapat dilakukan dengan tindakan medik dan nonmedik. Perwat
dapat mengelevasikan kepala 30° dan mengajarkan agar tidak memfleksikan leher dan
pinggul.Perwat juga harus menjaga ketenangan kamar dan menghindarkan
cahaya.Analgetik seperti asetaminophen (Tylenol. Ace-tabs0 atau kodein mungkin dapat
mengurangi nyeri yang berat

H. Komplikasi dan Prognosis


1. Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi adalah ;
a. Gangguan pembekuan darah
1) Syok septic
2) Demam yang memanjang
3) Hidrosefalus obstruktif
4) Meningococcus Septicemia ( mengingocemia )
5) Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral)
6) SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )
7) Efusi subdural
8) Kejang Edema dan herniasi serebral
9) Cerebral palsy
10) Gangguan mental Gangguan belajar
11) Attention deficit disorder
2. Prognosis
Penderita meningitis dapat sembuh, baik sembuh dengan cacat motorik atau
mental atau meninggal tergantung :
a. Umur penderita.
1) Jenis kuman penyebab
2) Berat ringan infeksi
3) Lama sakit sebelum mendapat pengobatan
4) Kepekaan kuman terhadap antibiotik yang diberikan
5) Adanya dan penanganan penyakit

I. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1) Data Demografi
Umunya epidemi meningitis terjadi di daerah dengan populasi tinggi, seperti
asrama, daerah dengan rumah yang padat dan penjara.( Donna Ignativicus,1995)
2) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Umumnya pasien meningitis datang dengan keluhan penurunan
kesadaran dan nyeri kepala yang hebat. Riwayat kesehatan saat dikaji meliputi
tentang proses perjalanan penyakit sampai timbulnya keluhan, faktor apa saja
memperberat dan meringankan keluhan dan bagaimana cara klien
menggambarkan apa yang dirasakan, daerah terasanya keluhan, semua
dijabarkan dalam bentuk PQRST.
b) Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji apakah klien pernah mengalami infeksi pada traktus respirasi,
telinga, hidung dan sinus.Kaji apakah klien pernah mengalami trauma kepala
atau fraktur tulang tengkorak.Kaji apakah pernah mendapat therapi
imunosuprsan, prosedur pembedahan terutama neurologis, telinga dan
hidung.kaji apakah klien pernah mendapat chemotherapi.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular,
adanya kontak dengan penderita TB, riwayat keluarga yang mempunyai
penyakit yang sama dengan klien atau adanya penyakit keturunan, bila ada
cantumkan genogram.
3) Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan Umum
(1) Suhu tubuh lebih dari 38 C.
(2) Nadi cepat, tapi jika terjadi peningkatan tekanan intra kranial nadi menjadi
cepat.
(3) Nafas lebih dari 24 x/menit
b) Sistem Pernafasan
Kaji apakah ada pernafasan cuping hidung dan sianosis akibat hipoksia,
kaji adanya nyeri tekan pada daerah sinus, kaji adanya perubahan tipe dari pola
pernafasan akibat peningkatan TIK/ daerah serebral. Kaji adanya suara ronchi
atau wheezing akibat penumpukan sekret disaluran nafas dan kemampuan
bernafas klien karena pasien dengan kesadaran menurun memerlukan upaya
membebaskan jalan nafas. pasien yang menderita tekanan intrakranial perlu
mendapat tambahan oksigen guna mencegah hipoksia.
c) Sistem Kardiovaskular
Kaji warna konjungtiva akibat penurunan intake nutrisi yang
menyebabkan Hb berkurang, kaji perubahan pada frekuensi (tersering adalah
bradikardia) dan disritmia yang mencerminkan trauma/ tekanan batang otak
pada tidak adanya penyakit jantung yang mendasari.Kaji peningkatan sistolik
dari tekanan darah akibat herniasii yang bisa menyebabkan asheni pada puast
vasomotor yang merangsang serabut vasoconstrictor.
Bila tekanan intracranial terus berlanjut kaji penurunan tekanan darah,
terutama diastolic.Kenaikan sistolic yang disusul dengan penurunan tekanan
darah yang tajam biasanya terjadi bila kondisi pasien memburuk.
Kaji adanya perlambatan nadi akibat tekanan pada pusat vasomotor juga
meningkatkan transmisi impuls parasimpatis melalui nervus vagus ke jantung;
sebagai akibatnya nadi menjadi lambat.
d) Sistem Pencernaan
Kaji kelembapan mukosa bibir karena dehidrasi akibat hipertermi, kaji
adanya mual dan muntah yang dapat menurunkan nafsu makan. Kaji
kemampuan makan akibat adanya parese pada syaraf kranial N V,VII kaji
bising usus akibat adanya penurunan cardiac output dapat menyebakan
menurunnya peristaltik usus dan dapat meningkatkan transit time feses
sehingga mudajh terjadi konstipasi.
e) Sistem Muskuloskeletal
Kaji adanya kelemahan otot yang prgresif akibat kompresi pada jalur
neuron motorik atas (jalur coticospinal) menghentikan transmisi impuls ke
neuron bawah.Kaji adanya nyeri pada otot akibat perubahan posisi seperti
fleksi pada leher dan pinggul.
f) Sistem Persyarafan
Kaji tingkat kesadaran dan GCS (kemapuan visual, verbal dan motorik)
klien), orientasi klien terhadap orang,tempat dan waktu juga kemampuan
memory. Kaji saraf kranial NII,IV, VII dan VIII yaitu adanya reaksi pupil
terhadap cahaya, palsi okular, nistagmus diplopia, paresis fasial, ketulian dan
vertigo. Kaji adanya hiperalgesia (meningkatnya sensitivitas nyeri).Adanya
congesti venosus dan ketegangan pembuluh darah intra cranial karena tekanan
otak meningkat dapat mengakibatkan nyeri kepala.Sakit kepala karena adanya
ICP biasany intensitasnya semakin meningkat bila batuk, mengedan pada
waktu BAB, membungkuk.Sakit kepala biasnya muncul pada pagi hari dan
dapat membangunkan pasien dari luar.
Tes meningen:
a) Tanda Brudzinski
Pada adanya iritasi meningeal, maka gerakan fleksi di sendi panggul
dengan tungkai dalam posisi lurus (di sendi lutut), membangkitkan secara
reflektorik gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul tungkai kontralateral.
Gerakan reflektorik itu mencegah timbulnya nyeri yang dapat
dibangkitkan oleh peregangan radiks-radiks saraf spinal. Cara membnagkitkan
tanda tersebut adalah dengan cara pasien berbaring dalam posisi terlentang.
Salah satu tungkai diangkat dalam sikap lurus di sendi lutut dan ditekukan di
sendi panggul. Tes ini adalah positif apabila pada tungkai kontralateral timbul
gerakan fleksi reflektorik di sendi lutut dan juga di sendi panggul.

b) Tanda Leher Brudzinski


Pada adanya iritasi meningeal, maka gerakan fleksi leher akan disusul
secara reflektorik oleh gerakan fleksi pada kedua tungkai di sendi lutut dan
panggul. Gerakan fleksi reflektorik itu mencegah timbulnya nyeri akibat
pergerakan radiks-radiks dorsalis.Cara memangkitkan tanda tersebut adalah
pasien berbaring dan terlentang.Kepala difleksikan sehingga dagu menyentuh
sternum.Tes ini adalah positif (ada iritasi meningeal) apabila gerakan fleksi
pasif kepala itu disusul oleh gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua
tungkai secara reflektorik.
c) Sistem Perkemihan
Kaji adanya retensiatau inkontinensia.
d) Sistem Integumen
Kegagalan pusat termoregulatotor karena tekanan timbul kemudian pada
peningkatan tekanan intracranial bila peningkatan terus meningkat, sehingga
suhu tidak terkendali.Hipertermi perlu diamati karena ini bisa menaikan tingkat
metbolisme pada jaringan otak. Kaji adanya rash makular merah terdapat pada
meningitis meningococcal dan kaji adanya perdarahan sub kutan.
4) Data psikologis
Pasien merasa takut dan cemas akibat keluhan demam, nyeri kepala hebat,
nausea, vomitus dan mengantuk.Kaji adanya perubahan status mental, perilaku
dan kepribadian.
5) Data social
Biasanya didapatkan interaksi klien dengan lingkungannya menjadi
menurun dikarenakan adanya penurunan kesdaran dan disorientasi klien terhadap
lingkungan.
6) Data spiritual
Kaji tentang keyakinan atau persepsi klien terhadap penyakitnya. Biasanya
klien akan merasa kesulitan dalam menjalankan ibadahnya.
7) Data Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan CSF (Cerebro spinal Fluid) : jumlah sel, protein dan
konsentrasi glukosa. Konsentrasi glukosa untuk menntukan, kultur,
sensitivitas dan Gram.
2) Pemeriksaan CIE untuk menentukan adanya virus atau protozoa di CSF. CIE
juga mengindikasikan bahwa klien pernah mndapat antibiotik
sebelumnya.Untuk identifikasi kemunngkinan sumber penyebab infeksi,
specimen untuk kultur.
3) Pemeriksaan CBC (Complete Blood Count) : jumlah leukosit yang biasanya
meningkat lebih dari angka nilai normal. Serum glukosa berbanding dengan
jumlah glukosa CSF.
4) Kultur darah, urine, tenggorok dan hidung.
5) Jumlah natrium karena dalam meningitis biasanya terjadi hiponatremi.
b) Pemeriksaan Diagnostik
1) CT Scan: menggambarkan adanya edema serebral/ penyakit neurologis
lainnya.
2) Foto rontgen kepala : identifikasi adanya sinus yang terinfeksi
2. Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. DS: Nyeri kepala, Faktor-faktor Gangguan perfusi
Pusing, kehilangan predisposisi jaringan serebral
memori, bingung, ↓
kelelahan, kehilangan Invasi bakteri, virus ke
visual, kehilangan jaringan serebral
sensasi. ↓
DO: Bingung / Reaksi peradangan
disorientasi, penurunan jaringan serebral
kesadaran, perubahan ↓
status mental, gelisah, Gangguan metabolisme
perubahan motorik, serebral
dekortikasi, deserebrasi, ↓
kejang, dilatasi pupil, Trombus daerah korteks
edema papil dan aliran darah serebral
menurun

Kerusakan adrenal,
kolaps sirkulasi,
kerusakanendotel, dan
nekrosis pembuluh
darah

Infeksi/septikimia
jaringan otak

Iritasi meningen

Perubahan fisiologis
intracranial

↑ Permeabilitas darah
otak

Bradikardi
2. DS : klien mengeluh Faktor-faktor Nyeri Akut
nyeri pada kepala predisposisi
DO : ↓
 Gelisah Invasi bakteri, virus ke
 Perilaku distraksi jaringan serebral

 Ekspresi wajah ↓

tegang, menahan Reaksi peradangan

nyeri jaringan serebral

 skala nyeri > 7 ↓


Gangguan metabolisme
serebral

Trombus daerah korteks
dan aliran darah serebral
menurun

Kerusakan adrenal,
kolaps sirkulasi,
kerusakanendotel, dan
nekrosis pembuluh
darah

Infeksi/septikimia
jaringan otak

Iritasi meningen

Perubahan fisiologis
intracranial

Nyeri kepala
3. DS :Pasien mengeluh Faktor-faktor Hipertemi
panas. Pasien predisposisi
mengatakan badannya ↓
terasa lemas/ lemah Invasi bakteri, virus ke
DO : Suhu tubuh >37oC jaringan serebral
- Takikardia ↓
- Mukosa bibir Reaksi peradangan
kering jaringan serebral

Gangguan metabolisme
serebral

Trombus daerah korteks
dan aliran darah serebral
menurun

Kerusakan adrenal,
kolaps sirkulasi,
kerusakanendotel, dan
nekrosis pembuluh
darah

Infeksi/septikimia
jaringan otak

Iritasi meningen

Perubahan fisiologis
intracranial

Demam

3. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial.
b. Nyeri Akut berhubungan dengan agens cedera (peradangan pada selaput otak)
c. Hipertermi berhubungan dengan penyatkit (proses peradangan pada selaput otak)
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan
kekuatan/ ketahanan, kerusakan persepsi/ kognitif, nyeri/ ketidaknyamanan, terapi
pembatasan
e. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi; transmisi interpersonal dan keikutsertaan
mersakan, ancaman kematian/ perubahan dalam status kesehatan (keterlibtan otak),
pemisahan dari sistem pendukung (hospitalisasi).
f. Defisiensi pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai penyebab infeksi dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan, kesalahan interpreasi
informasi, kurang mengingat, keterbatasan kognitif
BAB III
TINJAUAN KASUS

1. Biodata
A. Identitas Klien
1. Nama : An. A
2. Tempat tgl lahir/ Usia : 17 April 2006/ 16 Tahun
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : SMA
6. Alamat : Jl. Ampelo Pengambiran
7. Tgl masuk : 03 Januari 2023
8. Tgl pengkajian : 06 Januari 2023
9. Sumber Informasi : Ibu Klien, Buku Rekam Medik
10. Diagnosa Medik : Meningitis TB
B. Identitas orang tua
1. Ayah
a. nama : Tn. D
b. Usia : 30 Tahun
c. Pendidikan : SMA
d. Pekerjaan : Wiraswasta
e. Agama : Islam
f. Alamat :Jl. Ampelo Pengambiran
2. Ibu
a. Nama : Ny. N
b. Usia : 28 Tahun
c. Pendidikan : SMA
d. Pekerjaan : IRT
e. Agama : Islam
f. Alamat :Jl. Ampelo Pengambiran.
C. Identitas Saudara Kandung
No Nama Usia Hubungan Status Kesehatan
1. An.R 22 tahun Kakak Kandung Sehat

2. An. B 19 tahun Kakak Kandung Sehat

II. Riwayat Kesehatan


A. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Keluhan Utama:
Pasien datang melalui IGD RSUP. Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 03
Januari 2023 pada jam 13.48 wib dengan keluhan Ibu klien mengatakan
anaknya demam kejang di seluruh tubuh, anak mengalami penurunan kesadaran
setelah mengalami kejang selama 6 jam sebelum masuk RS, Kejang berhenti
setelah diberikan diazepam secara injeksi. An.A dirawat diruang Akut anak
dengan diagnosa medis Meningitis TB.
2) Keluhan Pada saat pengkajian:
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 06 Januari 2023 pukul 14.30 wib pada
An.A dengan hari rawatan ke 4. Ibu klien mengatakan anaknya mengalami
penurunan kesadaran, demam, disertai kejang durasi hari ini ± 5 menit, anak
batuk berdahak, reflek batuk lemah, tampak sesak, tidak bisa bicara dan hanya
mengerang.
B. Riwayat Kesehatan Dahulu
An. A sering mengeluh sakit kepala, kemudian dibelikan obat diwarung namun sakit
kepala tidak hilang, An.A juga mengalami demam selama 2 minggu. Badan sudah
tampak kurus 3 bulan sebelum masuk RS dan tidak ditimbang. An.A memiliki riwayat
kontak dengan penderita TB (saudara laki-laki ayah), menderita TB selama 2,5 tahun
dan sudah mendapat obat OAT. An.A tidak memiliki riwayat trauma kepala dan
riwayat keluar cairan dari telinga.
C. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu klien mengatakan jika saudara laki-laki dari ayah klien menderita TB paru selama
2,5 tahun dan sudah mendapat obat OAT. Ibu klien juga mengatakan tidak ada anggota
keluarga lain yang menderita penyakit yang sama dan penyakit degeneratif seperti
DM, jantung, hipertensi.
III. Genogram

Keterangan:

: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien

: Tinggal Serumah

: Meninggal

IV. Riwayat imunisasi

No Jenis imunisasi Waktu pemberian frekuensi Reaksi setelah pemberian


1. BCG Usia 1 bulan 1x Tidak ada reaksi
2. DPT (I,II,III) Usia 2-4 bulan 3x Demam
3. Polio (I,II,III,IV) Usia 1-3 bulan 3x Tidak ada reaksi
4. Campak Usia 9 bulan 1x Demam
5. Hepatitis 0 bulan 1x Tidak ada reaksi
V. Riwayat Tumbuh Kembang
A. Pertumbuhan Fisik
1. Berat badan: 41 Kg
2. Tinggi badan: 145 cm
3. Waktu tumbuh gigi: 9 bulan

B. Perkembangan Tiap Tahap


Usia anak saat
1. Berguling : 6 bulan
2. Duduk : 6 bulan
3. Merangkak : 10 bulan
4. Berdiri : 12 bulan
5. Berjalan : 1,5 tahun
6. Senyum kepada orang lain pertama kali: 1 tahun
7. Bicara pertama kali : 1 tahun
8. Berpakaian tanpa bantuan: 5 tahun

VI. Riwayat Nutrisi


A. Pemberian ASI : Pemberian ASI ekslusif selama 1,5 tahun
B. Pemberian Susu formula
1. Alasan pemberian : Ibu klien mengatakan klien tidak diberikan susu formula
2. Jumlah pemberian : -
3. Cara pemberian :-
Usia Jenis nutrisi Lama pemberian
0-6 bulan ASI Eklusif 6 bulan
6-9 bulan ASI + MPASI (Halus) 4 bulan
9-12 bulan ASI + MPASI (Cincang) 4 bulan
>12 bulan ASI + MPASI (Biasa) 5 bulan

VII. Riwayat Psikososial


 Anak tinggal bersama : Orang tua dan saudara dirumah
 Lingkungan berada di : Didaerah pedesaan
 Rumah dekat dengan : Perumahan penduduk
 Rumah ada tangga : Ibu klien mengatakan rumahnya memiliki tangga
 Hubungan antar anggota keluarga: Ibu klien mengatakan hubungan dengan keluarga
terjalin baik
 Pengasuh anak : Ibu klien mengatakan tidak memiliki pengasuh

VIII. Riwayat Spritual


 Support sistem dalam keluarga : Ibu klien mengatakan keluarga turut
memberikan dukungan yang baik dan positif
 Kegiatan keagamaan : Ibu klien mengatakan sholat 5 waktu &
mengaji

IX. Reaksi Hospitalisasi


A. Pengalaman keluarga tentang sakit dan rawat inap
- Ibu membawa anaknya ke RS karena anak mengalami sakit yang tidak kunjung
sembuh
- Apakah dokter menceritakan tentang kondisi anak : ibu klien mengatakan dokter
menceritakan kondisi anaknya
- Perasaan orang tua saat ini : ibu klien mengatakan merasa sedih melihat keadaan
anaknya yang terbaring sakit, ibu ingin melihat anaknya cepat sembuh dan pulang
kerumah berkumpul dengan keluarga
- Orang tua selalu berkunjung ke RS : ibu klien mengatakan selain dirinya, ayah klien
juga selalu berkunjung ke rumah sakit
- Yang akan tinggal dengan anak : ibu klien mengatakan bergantian dengan suaminya
untuk menjaga klien di RS
B. Pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap
Anak tampak gelisah saat dirawat di RS
X. Aktivitas sehari-hari
A. Nutrisi
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1. Selera makan Nafsu makan normal Nafsu makan berkurang
3x sehari 3x sehari

B. cairan
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1. Jenis minuman Air Putih Air Putih
2. Frekuensi minum 8 liter sehari 50 cc, 8x/hari
3. Cara pemenuhan Oral dengan gelas Minum melalui NGT

C. Eliminasi (BAB & BAK)


Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1. Tempat pembuangan Toilet Terpasang kateter
2. Frekuensi BAB 1x sehari/ BAK ± 5-6x BAB 1x/2 hari
sehari
3. Konsistensi BAB lunak/ BAK warna BAB lembek/ BAK warna

kuning jernih kuning pekat


4. Kesulitan Tidak Ada
Tidak Ada
5. Obat pencahar Tidak Ada
Tidak Ada

D. Istirahat & tidur


Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1. Jam tidur
- Siang 13.00-13.30 wib 12.00-14.00 wib
- Malam 22.00-06.00 wib 20.00-05.00 wib
2. pola tidur Baik, teratur Sedikit terganggu
3. kebiasaan sebelum tidur Berdoa Berdoa
4. kesulitan tidur Tidak ada Anak sulit tidur karena
sesak dan batuk

C. olah raga
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
Program Olahraga Senam Tidak ada
Jenis dan Frekuensi 1 x 2 minggu -
Kondisi Setelah Olahraga Klien merasa sehat -

D. Personal Hyhiene
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
Mandi
- Cara - Menggunakan air di - Menggunakan air hangat di
kamar mandi Waskom dengan di lap
- Frekuensi - 1 x sehari - 1x setiap pagi
- Sabun mandi, sampo - Sabun mandi
- Alat mandi
Cuci rambut
- Frekuensi - 1 x/ sehari - Belum ada cuci rambut
- Cara - Mengunakan - Di lap, menggunakan
sampo bayi sedikit sampo
Gunting kuku
- Frekuensi - 1 kali seminggu - 1 kali seminggu
- Cara - Menggunakan - Menggunakan gunting
guntig kuku kuku
E. Aktifitas/Mobilitas Fisik
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
Kegiatan sehari- hari Sekolah Tidak ada
Pengaturan jadwal Tidak ada Tidak ada
harian
Penggunaan alat bantu Tidak ada Klien tidak menggunakan alat
aktifitas batu seperti tongkat atau kaca
mata

Kesulitan pergerakan Tidak ada kesulitas Klien tidak mengalami


tubuh pergerakan tubuh kesulitan pergerakan

F. Rekreasi
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
Perasaan saat sekolah Klien merasa senang Klien tidak sekolah
Waktu luang Bermain bersama teman Tidak ada kegiatan
Perasaan setelah rekreasi Klien merasa senang Klien tidak pergi rekreasi
Waktu senggang Menonton TV Tidak ada
keluarga
Kegiatan hari libur Bermain bersama teman Tidak ada
XI. Pemeriksaan Fisik
1. keadaan umum: Berat
2. Kesadaran: Somnolen (E4 V2 M3)
3. tanda-tanda vital
a. tekanan darah :110/70 mmHg
b. Nadi : 87x/menit
c. Suhu : 37,8℃
d. Pernafasan : 29 x/ menit
4. Berat badan : 41 kg
5. Tinggi badan : 145 cm
6. Kepala
inspeksi
keadaan rambut dan hygiene kepala
a. Warna rambut : Hitam
b. Penyebaran: penyebaran tampak merata
c. Mudah rontok: Tidak ada rontok
d. Kebersihan rambut: Bersih
Palpasi
a. Benjolan : Tidak terdapat benjolan
b. Nyeri tekan: tidak ada nyeri tekan
c. Tekstur rambut: Tampak halus
7. Muka
Inspeksi
- Simetris/tidak: simetris kiri dan kanan wajah tampak pucat
- Bentuk wajah: oval
- Gerakan abnormal: tidak ada ekspresi wajah: normal

Palpasi
- Nyeri tekan: Tidak ada nyeri tekan
- Wajah teraba panas
8. Mata
Inspeksi
- Palpebra: Tidak ada radang dan edema
- Sclera : Sclera tampak tidak ikterik
- Konjungtiva : Tampak anemis
- Pupil : isokor
Reflek pupil terhadap cahaya: pupil mengecil saat didekatkan cahaya
- Posisi mata : Simetris kiri dan kanan
- Gerakan bola mata : Klien dapat menggerakkan bola mata dengan baik
- Penutupan kelopak mata: Klien dapat membuka dan menutup kelopak mata
- Keadaan bulu mata: Bulu mata tampak baik
- Penglihatan: Klien dapat melihat dengan baik
9. Hidung dan sinus
Inspeksi
- Posisi hidung : Simetris kanan dan kiri
- Bentuk hidung: Normal, tidak ada kelainan
- Secret/cairan : Tidak ada secret maupun cairan yang keluar dari hidung
10. Telinga
Inspeksi
- Posisi telinga: Kiri dan kanan tidak ada kelainan
- Ukuran/ bentuk telinga: Simetris kiri dan kanan
- Daun telinga: Tampak bersih dan tidak ada kelaianan
- Lubang telinga: Tidak ada secret berlebihan
- Pemakaian alat bantu: tidak menggunakan alat bantu

Palpasi
Nyeri tekan: tidak ada nyeri tekan
11. Mulut
Inspeksi
a. Gigi
- Keadaan gigi: Gigi tampak lengkap
b. Gusi: tidak ada peradangan pada gusi
c. Lidah: tampak bersih
d. Bibir
Sianosis : Tidak ada sisnosis
Basah/kering/pucat : Bibir tampak kering dan sering mengalami sariawan
serta bengkak dan berdarah
Mulut berbau : Mulut tidak berbau
Kemampuan bicara : Anak tampak mampu berbicara dengan baik
12. Tenggorokkan
a. Warna mukosa: Kemerahan
b. Nyeri tekan : Tidak ada nyeri tekan
c. Nyeri menelan: Tidak ada gangguan atau kesulitan menelan
13. Leher
Inspeksi
Kelenjer tiroid : Tidak ada pembesaran kelenjer tyroid
Palpasi
- Kelenjer tyroid : Tidak teraba adanya kelenjer tyroid
- Kaku kuduk : Tidak ada kaku kuduk
- Kelenjer limfe : Tampak pembesaran kelenjar getah bening , ukuran
1x1x1 cm
14. Thorax dan pernafasan
- Bentuk dada : Simetris kiri dan kanan. Tampak
penggunaan otot bantu nafas
- Irama pernafasan : Teratur
- Pengembangan di waktu bernapas : Lebih cepat
- Tipe pernapasan : Tidak sesak
Palpasi
- Vocal fremitus : Vocal fremitus teraba sama kiri dan kanan
- Massa / nyeri : Tidak ada nyeri tekan
Auskultasi
- Suara nafas : Vesikular
- Suara tambahan : tidak ada suara nafas tambahan
15. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pembesaran jantung tidak ada
Auskultasi:
a. BJ I: regular
b. BJ II: regular
c. BJ III: regular
d. Bunyi jantung tambahan: tidak ada

16. Abdomen
Inspeksi
a. Membuncit : Perut tampak tidak membuncit
b. Ada luka/tidak : Tidak ada luka, tampak bintik – bintik merah
Palpasi
a. Hepar : Hepar teraba 1/3 pinggir tajam
b. Lien : Lien teraba di S 1
c. Nyeri tekan : Nyeri pada ulu hati
Perkusi
- Tympani: -
- Redup: Redup
Auskultasi : Peristaltik 20x/menit
17. Genetalia dan anus:
I: Tidak ada hemoroid, Tidak ada pendarahan, Terpasang kateter
18. Ekstremitas
Ekstermitas atas
Tampak bintik – bintik merah pada ekstremitas
CRT >3 detik
a. Motorik
- Pergerakan kanan/kiri: normal
- Pergerakan abnormal: tidak ada
- Kekuatan otot kanan/kiri: 5 5
5 5
- Tonus otot kanan/kiri: normal
- Koordinasi gerak: normal
b. Refleks
- Biceps kanan/kiri: (+)
- Triceps kanan/kiri: (+)
c. sensori
- nyeri: tidak ada
Ekstremitas bawah
a. Motorik
b. Saat berjalan: Anak tampak bisa berjalan
c. Refleks
- Kpr kanan/kiri: kanan kiri (+)
- Apr kanan/kiri: kanan kiri (+)
- Babinsky kanan/kiri: kanan kiri (+)

d. Sensori
- Nyeri: nyeri tekan tidak ada
- Ransangan suhu: (+)
19. Status neurologi
Saraf-saraf cranial
a. Nervus I (alfactorius) : Anak dapat membedakan bau-bauan
b. Nervus II (opticus) : Anak dapat melihat dengan baik
c. Nervus III, IV, VI (oculomotorius, trochlearis, abducens): Anak dapat
menggerakakan bola mata ,dapat menggerakan kelopak mata, anak dapat
menggerakkan mata kebawah dan dalam
d. Nervus V (trigeminus) : Anak dapat menggerakkan rahang dengan baik, anak
dapat merasakan sentuhan kapas
e. Nervus VII (facialis) : Anak dapat membedakan rasa, anak dapat senyum dan
mengangkat alis mata
f. Nervus VIII (Acisticus) : Anak mampu mendengar dengan baik
g. Nervus IX dan X (glosopharingeus dan Vagus): Anak dapat membedakan
manis dan asam , anak dapat menelan seliva, adanya refleks muntah
h. Nervus XI (assesosius) : Anak dapat menganggkat bahu, memalingkan kepala
kekiri dan kana
i. Nervus XII (hypoghlosus): Anak mampu menggerakkan lidah

XI. Test diagnostic (Urinanalisis, laboratorium, kultur urin)


 Pemeriksaan Laboratorium
1. Hemoglobin 10,7 gr/dl (12-16)
2. Leukosit 8.620/mm3 (6.000-18.000)
3. Trombosit 229.000/mm3 (150.000-400.000)
4. Hematokrit 30 % (37-43)
5. Kalsium 8 mg/dl (8,1-10,4)
6. Natrium 132 mmol/L (136-145)
7. Kalium 3,1 mmol/L (3,5-5,1)
8. Korida serum 107 mmol/L (97-111)

XII. Terapi saat ini


1. INH 1x150 mg
2. Rifampisin 1x225 mg
3. Pirazinamid 1x300 mg
4. Etambutol 1x250 mg
5. Diazepam 3x1 mg
6. Asam folat 1x1 mg
7. Ambroxol sirup 3x1
8. Bicnat 3x3/4 tablet
9. Prednison 3x10 mg
10. Vit. B6
11. Diamox 3x150 gr
12. Paracetamol 4x 150 mg
13. Luminal 2x30 gr
14. IUFD KA-EN 1B 22 tts/i

ANALISA DATA

N DATA ETIOLOGI MASALAH


O
1 Data Subjektif: Invansi bakteri / kuman Resiko
- Ibu pasien ↓ termoregulasi
mengatakan anak Meningkatnya monosit /
demam kejang makrofag
- Ibu mengatakan suhu ↓
anak naik turun Mempengaruhi
Data Objektif hipotalamus anterior
- Suhu anak 37,8 ↓
- Badan teraba hangat Demam
- Mukosa bibir kering ↓
- Anak tampek Resiko termoregulasi
dikompres hangat
2 Data Subjektif: Perfusi jaringan Perfusi Serebral
- Ibu mengatakan anak ↓ Tidak Efektif
tida bisa bicara Aliran darah berkurang
- Ibu mengatakan anak ↓
hanya diam CO2 berkurang
Data Objektif: ↓
- Kesadaran samnolen Ketidakefektifan perfusi
- Anak tampak hanya jaringan perifer
mengerang
- Anak tidak bisa
bicara
3 Data Subjektif: Bakteri / alergen Bersihan Jalan
- Ibu mengatakan anak ↓ Nafas Tidak Efektif
batuk berdahak Hipertrofi, hiperplasi
- Ibu mengatakan anak kelenjar mukus
nya sesak ↓
Data Objektif: Akumulasi mukus
- Anak tampak ↓
terpasang oksigen 3 Obstruksi saluran nafas
liter nasal kanul ↓
- Anak tampak batuk Ketidakefektifan bersihan
berdahak jalan nafas
- RR 29x/i

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko Termoregulasi b.d
2. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif b.d Dengan peningkatan tekanan intrakranial.
3. Bersihan Jalan Tidak Efektif

RENCANA KEPERAWATAN
No SDKI SLKI SIKI
1 Resiko Setelah dilakukan asuhan Manajemen kejang
Termoregulasi keperawatan selama 3x24 jam Observasi
maka diharapkan kriteria hasil 1. Monitor terjadinya kejang
1.Kejang menurun berulang
2. Pucat menurun 2. Monitor tanda-tanda vital
3. Suhu tubuh membaik 3. Monitor status neurologis
1. Terapeutik
1.baringkan pasien agar tidak
jatuh
2. Berikan alas empuk dibawah
kepala
3. Pertahankan kepatenan jalan
napas
4. Longgarkan pakaian, terutama
dibagian leher
5. Catat durasi kejang
Edukasi
1.anjurkan keluarga menghindari
memasukkan apapun kedalam
mulut pasien saat periode kejang

2. Risiko Perfusi Setelah dilakukan asuhan Manajemen Peningkatan


Serebral Tidak keperawatan selama 3x24 jam Tekanan Intrakranial
Efektif maka diharapkan kriteria hasil: Observasi
1.frekuensi kejang menurun 1.Monitor status pernafasan
2. hipertermia menurun 2. Monitor intake dan output
3. pucat menurun cairan
Terapeutik
1.Pertahankan suhu tuibuh
normal
2. Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang
tenang
3. Berikan posisi semi fowler
3 Bersihan Jalan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Nafas
Nafas Tidak Efektif keperawatan selama 3x24 jam Observasi
maka diharapkan kriteria hasil: 1.Monitor jalan nafas (frekuensi,
1.batuk efektif meningkat kedalaman, usaha napas)
2. produksi sputum menurun 2. Monitor bunyi nafas
3. sulit bicara menurun tambahan
4. gelisah menurun 3. Monitor sputum
5. frtekuensi napas membaik Terapeutik
6. pola nafas membaik 1.pertahankan kepatenan jalan
nafas
2. posisikan semi fowler atau
fowler
3. Berikan minum hangat
4. Berikan oksigen
Edukasi
1.Anjurkan teknik batuk efektif

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi


Keperawatan
06 Jan Resiko Manajemen Kejang S:
2023 Termoregulasi Observasi - Ibu pasien
1. Memonitor terjadinya kejang mengatakan anak
berulang
2. Memonitor tanda-tanda vital demam kejang
3. Memonitor status neurologis -Ibu mengatakan suhu
Terapeutik anak naik turun
1.Membaringkan pasien agar
tidak jatuh O:
2. Memberikan alas empuk -Suhu anak 37,8
dibawah kepala -Badan teraba hangat
3. Mempertahankan kepatenan -Mukosa bibir kering
jalan napas -Anak tampak
4. Melonggarkan pakaian, dikompres hangat
terutama dibagian leher A: Masalah Belum
5. Mencatat durasi kejang Teratasi
Edukasi P: Intervensi
1.Menganjurkan keluarga Dilanjutkan
menghindari memasukkan
apapun kedalam mulut pasien
saat periode kejang
06 Jan Risiko Perfusi Manajemen Peningkatan S:
2023 Serebral Tidak Tekanan Intrakranial -Ibu mengatakan anak
Efektif Observasi tidak bisa bicara
1.Memonitor status pernafasan -Ibu mengatakan anak
2. Memonitor intake dan output hanya diam
cairan O:
Terapeutik -Kesadaran samnolen
1.Mempertahankan suhu tuibuh -Anak tampak hanya
normal mengerang
2. Meminimalkan stimulus -Anak tidak bisa bicara
dengan menyediakan A: Masalah belum
lingkungan yang tenang teratasi
3. Memberikan posisi semi P: intervensi dilanjutkan
fowler
06 Jan Bersihan Jalan Manajemen Jalan Nafas S:
2023 Nafas Tidak Efektif Observasi -Ibu mengatakan anak
1.Memonitor jalan nafas batuk berdahak
(frekuensi, kedalaman, usaha -Ibu mengatakan anak
napas) nya sesak
2. Memonitor bunyi nafas O:
tambahan -Anak tampak terpasang
3. Memonitor sputum oksigen 3 liter nasal
Terapeutik kanul
1.Mempertahankan kepatenan -Anak tampak batuk
jalan nafas berdahak
2. Memposisikan semi fowler RR: 29 X/i
atau fowler S : 37,8 c
3. Memberikan minum hangat N :110 X/i
4. Memberikan oksigen A: Masalah belum
Edukasi teratasi
1.Menganjurkan teknik batuk P : Intervensi
efektif dilanjutkan

07 Jan Resiko Manajemen Kejang S:


2023 Termoregulasi Observasi - Ibu pasien
1. Memonitor terjadinya kejang mengatakan anak masih
berulang demam kejang
2. Memonitor tanda-tanda vital -Ibu mengatakan suhu
3. Memonitor status neurologis anak naik turun
Terapeutik
1.Membaringkan pasien agar O:
tidak jatuh -Suhu anak 37,6
2. Memberikan alas empuk -Badan masi teraba
dibawah kepala hangat
3. Mempertahankan kepatenan -Mukosa bibir kering
jalan napas -Anak tampak
4. Melonggarkan pakaian, dikompres hangat
terutama dibagian leher A: Masalah Belum
5. Mencatat durasi kejang Teratasi
Edukasi P: Intervensi
1.Menganjurkan keluarga Dilanjutkan
menghindari memasukkan
apapun kedalam mulut pasien
saat periode kejang
07 Jan Risiko Perfusi Manajemen Peningkatan S:
2023 Serebral Tidak Tekanan Intrakranial
Efektif Observasi -Ibu mengatakan anak
1.Memonitor status pernafasan tidak bisa bicara
2. Memonitor intake dan output -Ibu mengatakan anak
cairan hanya diam
Terapeutik O:
1.Mempertahankan suhu tuibuh -Kesadaran delirium
normal -Anak tampak hanya
2. Meminimalkan stimulus mengerang
dengan menyediakan -Anak tidak bisa bicara
lingkungan yang tenang A: Masalah belum
3. Memberikan posisi semi teratasi
fowler P: intervensi dilanjutkan

07 Jan Bersihan Jalan Manajemen Jalan Nafas S:


2023 Nafas Tidak Efektif Observasi -Ibu mengatakan anak
1.Memonitor jalan nafas masih batu
(frekuensi, kedalaman, usaha -Ibu mengatakan anak
napas) nya sesak
2. Memonitor bunyi nafas O:
tambahan -Anak tampak terpasang
3. Memonitor sputum oksigen 3 liter nasal
Terapeutik kanul
1.Mempertahankan kepatenan -Anak tampak batuk
jalan nafas RR: 26 X/i
2. Memposisikan semi fowler S : 37,6 c
atau fowler N :104 X/i
3. Memberikan minum hangat A: Masalah belum
4. Memberikan oksigen teratasi
Edukasi P : Intervensi
1.Menganjurkan teknik batuk dilanjutkan
efektif
08 Jan Resiko Manajemen Kejang S:
2023 Termoregulasi Observasi - Ibu pasien
1. Memonitor terjadinya kejang mengatakan anak
berulang demam tidak lagi kejang
2. Memonitor tanda-tanda vital -Ibu mengatakan suhu
3. Memonitor status neurologis anak turun
Terapeutik
1.Membaringkan pasien agar O:

tidak jatuh -Suhu anak 36,8

2. Memberikan alas empuk -Badan teraba hangat

dibawah kepala -Mukosa bibir lemab

3. Mempertahankan kepatenan -Anak rileks

jalan napas A: Masalah Teratasi

4. Melonggarkan pakaian, P: Intervensi Dihentikan

terutama dibagian leher


5. Mencatat durasi kejang
Edukasi
1.Menganjurkan keluarga
menghindari memasukkan
apapun ke dalam mulut pasien
saat periode kejang

08 Jan Risiko Perfusi Manajemen Peningkatan S:


2023 Jaringan Serebral Tekanan Intrakranial -Ibu mengatakan anak
Tidak Efektif Observasi tidak bisa bicara
1.Memonitor status pernafasan -Ibu mengatakan anak
2. Memonitor intake dan output mengerang
cairan O:
Terapeutik -Kesadaran samnolen
1.Mempertahankan suhu tuibuh -Anak tampak hanya
normal mengerang
2. Meminimalkan stimulus -Anak tidak bisa bicara
dengan menyediakan A: Masalah teratasi
lingkungan yang tenang sebagian
3. Memberikan posisi semi P: intervensi dilanjutkan
fowler
08 Jan Bersihan Jalan Manajemen Jalan Nafas S:
2023 Nafas Tidak Efektif Observasi -Ibu mengatakan batuk
1.Memonitor jalan nafas anak sudah mulai hilang
(frekuensi, kedalaman, usaha -Ibu mengatakan
napas) anaknya sudah tidak lagi
2. Memonitor bunyi nafas sesak
tambahan O:
3. Memonitor sputum -anak tampak berbaring
Terapeutik -Anak tampak batuk
1.Mempertahankan kepatenan sesekali
jalan nafas RR: 21X/i
2. Memposisikan semi fowler S : 36,8 c
atau fowler N :98 X/i
3. Memberikan minum hangat A: Masalah teratasi
4. Memberikan oksigen P : Intervensi dihentikan
Edukasi
1.Menganjurkan teknik batuk
efektif

BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 06 Januari pukul 14.30 wib pada An.A
dengan hari rawatan ke 4. Ibu klien mengatakan anaknya mengalami penurunan
kesadaran. Demam, kejang , anak batuk berdahak, reflek batuk lemah, tampak sesak,
tidak bisa bicara dan hanya mengerang, mukosa bibir tampak kering dengan tanda-
tanda vital, Nadi: 110 x/i, RR: 38x/i, Suhu: 37,8.
Menurut teori, Meningitis adalah inflamasi yang terjadi pada lapisan aracnoid
dan piamatter di otak serta spinal cord. Inflamasi ini lebih sering disebabkan oleh
bakteri dan virus meskipun penyebab lainnya seperti jamur dan protozoa juga
terjadi.Meningitis merupakan radang pada meningen (membran yang mengelilingi
otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur.
Berdasarkan analisa kelompok bahwa meningitis merupakan suatu inflamasi
yang terjadi pada lapisan aracnoid dan piamatter di otak serta spinal cord. Inflamasi ini
lebih sering disebabkan oleh bakteri dan virus meskipun penyebab lainnya seperti
jamur dan protozoa juga terjadi. Meningitis merupakan radang pada meningen
(membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus,
bakteri atau organ-organ jamur. Hal ini dibuktikan sesuai dengan data yang didapatkan
selama pengkajian pada tanggal 06 Januari 2023.
B. Diagnosa
Pada kasus kelolaan penulis, berdasarkan hasil pengkajian penulis menemukan tiga
masalah keperawatan pada An. A yaitu Resiko Termoregulasi, Risiko Perfusi Serebral
Tidak Efektif, Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif. Masalah tersebut berdasarkan pada
data langsung dari pasien dan data observasi perawat serta hasil pemeriksaan
penunjang.
1. Resiko Termoregulasi
Menurut SDKI (2016), batasan karakteristik untuk menegakkan hipertermi
yaitu, suhu tubuh diatas normal, kulit kemerahan, kejang, takikardia dan takipnea.
Menurut analisa penulis pada kasus An. A ditemukan beberapa batasan
karakteristik tersebut yaitu berupa suhu tubuh diatas normal, kulit kemerahan
disertai kejang.
2. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif
3. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif.
C. Intervensi
Intervensi merupakan suatu strategi untuk mengatasi masalah pasien yang perlu
ditegakkan diagnose dengan tujuan yang akan dicapai serta kriteria hasil. Umumnya
perencanaan yang ada pada tinjauan teoritis dapat diaplikasikan dan diterapkan dalam
tindakan keperawatan sesuai dengan masalah yang ada atau sesuai dengan prioritas
masalah.
D. Implementasi
Implementasi keperawatan yang dilakukan pada kasus An. A ini mengacu pada
intervensi yang telah disusun oleh penulis pada Asuhan Keperawatan pada klien An. A
dengan meningitis tidak semua intervensi dilakukan karena disesuaikan dengan
kondisi klien.
Menurut asumsi kelompok berdasarkan dari pencernaan keperawatan pada
klien kelompok melakukan beberapa aktivitas pada masing-masing diagnosa, tindakan
yang dilakukan terhadap klien sesuai dengan intervensi yang sudah dirancang
sebelumnya dan disesuaikan dengan kondisi klien.
E. Evaluasi
Tahap evaluasi merupakan tahap dalam asuhan keperawatan dimana kelompok
menilai asuhan asuhan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi pada klien An. A
dengan meningitis menurut diagnosa keperawatan yang ditemukan diantaranya:
1. Resiko Termoregulasi
Ditandai dengan ibu pasien mengatakan anak kejang demam dan suhu
anak naik turun. Menurut diagnosa ini dapat teratasi dalam waktu 3x24 jam
ditandai dengan suhu tubuh membaik. Dalam hal ini terdapat kesesuaian antara
fakta dan teori karena pada kasus ini ibu klien mengatakan bahwa anaknya
tidak demam kejang lagi dan suhunya sudah turun.
2. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif
Ditandai dengan ibu mengatakan anak tidak bisa bicara dan anak hanya
diam saja. Dalam teori diagnose ini rentan mengalamai penurunan sirkulasi
jaringan otak yang dapat menganggu kesehatan. Dalam hal ini masalah belum
teratasi dalam waktu 3x24 dan intervensi tetap dilanjutkan karena ibu klien
mengatakan anak belum bisa bicara dan anak masih mengerang.
3. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
Ditandai dengan ibu mengatakan anak batuk berdahak dan sesak nafas.
Menurut teori diagnose ini dapat teratasi dalam waktu 3x24 jam ditandai
dengan produksi sputum menurun. Dalam hal ini terdapat keseuaian antara
fakta dan teori karena pada kasus ini ibu klien mengatakan batuk anak sudah
berkurang dan sesak pada anak sudah tidak ada lagi.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah dilakukan proses keperawatan didapatkan kesimpulan:
1. Pada pengkajian didapatkan tanda dan gejala utama yang muncul adalah demam
yang disertai dengan kejang serta kesadaran yang menurun.
2. Diagnosa keperawatan yaitu Risiko Termoregulasi, Risiko Perfusi Serebral Tidak
Efektif, Bersihan jalan nafas tidak efektif
3. Intervensi keperawatan yang dilakukan pada pasien umumnya perencanaan yang
ada pada tinjauan teoritis dapat diaplikasikan dan diterapkan dalam tindakan
keperawatan sesuai dengan masalah yang ada atau sesuai dengan prioritas masalah.
4. Implementasi keperawatan terhadap klien sesuaikan dengan intervensi yang telah
penulis rumuskan yang didaptkan dari teoritis. Semua intervensi diimplementasikan
oleh penulis dan dapat tercapai sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
5. Evaluasi oleh kelompok sudah dilakukan selama tiga hari dan mendapatkan hasil
sesuai dengan teori yang sudah tercantum.

B. Saran

Dengan selesainya dilakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan

Meningitis, diharapkan dapat memberikan masukan terutama pada :

1. Bagi Mahasiswa

Diharapkan hasil karya ilmiah ners ini dapat menambah wawasan mahasiswa

dan dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan tentang asuhan keperawatan

anak khususnya pada pasien Meningitis.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat dijadikan sebagai bahan untuk pelaksanaan pendidikan serta masukan


dan perbandingan untuk penelitian lebih lanjut asuhan keperawatan pada pasien
dengan Meningitis.
3. Bagi Pelayanan Keperawatan

Diharapkan hasil karya ilmiah akhir ners ini akan memberikan manfaat bagi

pelayanan keperawatan dengan memberikan gambaran dan mengaplikasikan

acuan dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien Meningitis yang

komprehensif serta memberikan pelayanan yang lebih baik dan menghasilkan

pelayanan yang memuaskan pada pasien serta melihatkan perkembangan

pasien yang lebih baik.

4. Bagi Pasien Dan Keluarga

Sebagai media informasi tentang penyakit yang diderita pasien dan bagaimana

penanganan bagi pasien dan keluarga baik dirumah sakit maupun dirumah.
DAFTAR PUSTAKA

Anniazi. M. L (2020). Nilai Diagnostik Tnf-? Dalam Cairan Serebrospinalis Membedakan


Meningitis Bakterialis Dengan Meningitis Viral Anak (Doctoral dissertation, UNS
(Sebelas Maret University)

Aulia, A.P. (2021). Profil Pasien Meningitis Bakterial Pada Anak di RSUP DR. M. Djamil
Padang Periode 2018-2020. Diploma thesis, Universitas andalas

Borrow, R., Caugant, D. A., Ceyhan, M., Christensen, H., Dinleyici, E. C., & Findlow, J.
(2017). Meningococcal disease in the Middle East and Africa: Findings and updates
from the Global Meningococcal Initiative. Journal of Infection, 75(1), 1-11

Doenges, Marilyn E, dkk.(2018).Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih Bahasa, I Made Kariasa, N Made
Sumarwati. Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester, Yasmin asih. Ed.3. Jakarta :
EGC

Harsono.(2016).Buku Ajar Neurologi Klinis.Ed.I.Yogyakarta : Gajah Mada University Press

Kemenkes RI. (2019). Panduan Diteksi dan Respon Penyakit Meningitis Meningokokus

Long, Barbara C. 2016. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.
Bandung : yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan.

L. Betz, Cecily, Linda A. Sowden. 2015. Buku Saku Keperawatan Pediatric.Jakarta : EGC.

http://gudangkeperawatan.blogspot.com/2009/02/laporan-pendahuluan-meningitis.html.
Diakses pada tanggal 2 Januari 2016.

Piotto. (2019). Paradoxical Inflammatory Response Syndrome in a Previously Healthy, HIV-


Negative, Pediatric Patient With Cryptococcusgatii Meningitis. Frontiers in Pediatrics.
Vol. 9.

Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih


Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4.Jakarta : EGC; 2017.

Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G.(2017).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah


Brunner & Suddarth.Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor edisi bahasa Indonesia,
Monica Ester.Ed.8.Jakarta : EGC.

Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And
Outcome. Alih bahasa Yasmin asih.Ed.5.Jakarta : EGC; 2015.

Harsono.(2016).Buku Ajar Neurologi Klinis.Ed.I.Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G..Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth.Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor edisi bahasa Indonesia, Monica
Ester.Ed.8.Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai