Disusun Oleh :
Pendamping :
MINI PROJECT
Disusun Oleh :
SAMPUL ........................................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................
BAB I.PENDAHULUAN
C. Tujuan Penelitian.............................................................................
D. Manfaat Penelitian...........................................................................
1. Definisi.....................................................................................
2. Epidemiologi............................................................................
3. Klasifikasi ................................................................................
4. Etiologi.....................................................................................
5. Faktor Resiko....................................................................
6. Patofisiologi .............................................................................
8. Penatalaksanaan .......................................................................
9. Pencegahan ..............................................................................
BAB III METODE PENGUMPULAN DATA, PERENCANAAN DAN PEMILIHAN
INTERVENSI
1. Populasi........................................................................
2. Sampel..........................................................................
E. Pengolahan Data........................................................................
F. Etika Penelitian..................................................................
A. Hasil Penelitian..........................................................................
B. Diskusi.......................................................................................
A. Kesimpulan ......................................................................
B. Saran................................................................................
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
penyakit, menurunkan angka kesakitan dan angka kematian serta mencegah akibat buruk
lebih lanjut sehingga memungkinkan tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Kusta adalah salah satu penyakit menular yang masih merupakan masalah nasional
kesehatan masyarakat, dimana beberapa daerah di Indonesia prevalensi rate masih tinggi
Penyakit kusta pada saat ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan di
dunia. Kecacatan yang sering timbul akibat penyakit ini merupakan ancaman terhadap
sumber daya manusia yang diperlukan dalam pembangunan. Ancaman yang dimaksud
tidak hanya berasal dari segi kesehatan tetapi meluas sampai dengan segi sosial dan
menjadikan penyakit kusta sudah tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat lagi, akan
tetapi sebagian negara di dunia masih mempunyai penyakit kusta sebagai salah satu
Kusta atau juga dikenal sebagai lepra atau Morbus Hansen merupakan penyakit
menular yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Penyakit ini masih menjadi
penyakit ini tidak ditangani secara cermat dapat menyebabkan kecacatan bagi
penderitanya yang berakibat terganggunya kualitas sumber daya manusia, sehingga akan
menjadi halangan dalam memenuhi kebutuhan sosial ekonomi. Penyakit ini sangat
ditakuti bukan karena menyebabkan kematian melainkan lebih banyak menyebabkan
Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami peningkatan kasus baru
kusta setiap tahunnya. Hal ini menjadikan Indonesia menduduki peringkat ketiga di dunia
setelah India dan Brazil sebagai negara dengan jumlah kasus kusta tertinggi. Prevalensi
kusta di Indonesia sebesar 0.70 kasus/10.000 penduduk dan angka penemuan kasus baru
(NCDR) sebesar 8.08 kasus/10.000 penduduk pada tahun 2017. Berdasarkan data Profil
Maluku, dan Papua merupakan provinsi dengan angka penemuan kasus baru yang tinggi
(jumlah kasus baru lebih dari 1.000). Jawa Timur sebagai satu-satunya provinsi di
wilayah barat Indonesia yang memiliki jumlah kasus baru yang tinggi pada tahun 2015-
2016.
Penyakit ini bersifat kronis pada manusia, yang bisa menyerang saraf-saraf dan
kulit. Bila dibiarkan begitu saja tanpa diobati, maka akan menyebabkan cacat-cacat
jasmani yang berat. Namun, penularan penyakit kusta ke orang lain memerlukan waktu
yang cukup lama tidak seperti penyakit menular lainnya. Penyakit ini sering
menyebabkan tekanan batin pada penderita dan keluarganya, bahkan sampai menggangu
Kusta memberikan stigma yang sangat besar pada masyarakat, sehingga penderita
kusta tidak hanya menderita karena penyakitnya saja, tetapi juga menyebabkan
penderitaan psikis dan sosial seperti dijauhi atau dikucilkan oleh masyarakat. Penyakit
ini sangat ditakuti, bukan karena menyebabkan kematian melainkan lebih banyak oleh
diperlukan pengetahuan dasar yang memadai pada masyarakat dalam mendeteksi dini
penyaki kusta. Atas latar belakang tersebut dilaksanakan mini project berupa penelitian
mengetahui kejadian penyakit kusta beserta deteksi dan intervensi dini pada anak.
B. Rumusan Masalah
2. Berapa jumlah kasus baru berdasarkan Jenis kelamin di wilayah kerja Puskesmas
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
sehingga diharapkan dapat menjadi dasar dalam melakukan intervensi untuk menurunkan
2. Tujuan Khusus
a. Berperan serta dalam upaya deteksi dan intervensi dini Penyakit kusta
kusta
kesehatan baik dalam hal penemuan kasus kusta baru, penatalaksanaan kepada pasien
b. Keluarga menjadi lebih memahami mengenai masalah kesehatan yang ada dalam
lingkungan keluarga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Penyakit kusta adalah suatu penyakit infeksi granulo matosa menahun yang
susunan saraf tepi, lalu menyerang kulit, mukosa, saluran napas, retikuloendotelial,
mata, otot, tulang, dan testis. Penyakit kusta dinamakan juga sebagai Lepra, Morbus
B. Epidemiologi
Penyakit kusta menyebar di seluruh dunia, namun sebagian kasus yang terjadi
pada daerah tropis dan sub tropis.Konsultan rehabilitasi kusta dari lembaga Netherlands
Leprasy Relief, Indonesia menempati urutan ketiga di dunia dengan penderita terbanyak
setelah India dan Brazil. Penyebaran penyakit ini dapat terjadi karena beberapa hal
dibawa oleh pendatang dari India yang datang ke Indonesia untuk meyebarkan agamanya
dan berdagang.
PP & PL) telah menetapkan 33 provinsi di Indonesia kedalam dua kelompok beban kusta
yaitu kelompok dengan beban kusta tinggi (high endemic) dan beban kusta rendah (low
endemic). Berdasarkan data dari Ditjen PP&PL, Kemenkes RI tahun 2011, pada tahun
2010 dilaporkan terdapat kasus baru penyakit kusta dengan jenis Multi Basiler sebanyak
13.734 dan kasus tipe Pausi Basiler sebanyak 3.278 dengan Newly Case Detection Rate
C. Klasifikasi
berdasarkan manifestasi klinis (jumlah lesi, jumlah saraf yang terganggu), hasil
II. Klasifikasi Ridley-Jopling (1966): pada klasifikasi ini penyakit kusta adalah suatu
spektrum klinis mulai dari daya kekebalan tubuhnya rendah pada suatu sisi
sampai mereka yang memiliki kekebalan yang tinggi terhadap M.leprae di sisi
yang lainnya. Kekebalan seluler (cell mediated imunity = CMI) seseorang yang
akan menentukan apakah dia akan menderita kusta apabila individu tersebut
mendapat infeksi M.leprae dan tipe kusta yang akan dideritanya pada spektrum
penyakit kusta. Sistem klasifikasi ini banyak digunakan pada penelitian penyakit
kusta, karena bisa menjelaskan hubungan antara interaksi kuman dengan respon
imunologi seseorang, terutama respon imun seluler spesifik. Kelima tipe kusta
Lepromatous (BL), tipe Mid- Borderline (BB), tipe Borderline Tuberculoid (BT),
dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe Pausibasiler (PB) dan tipe Multibasiler (MB).
WHO sebagai pedoman pengobatan penderita kusta. Dasar dari klasifikasi ini
kusta yang ditemukan oleh sarjana dari Norwegia GH.Armauer Hansen padatahun 1873.
Kuman ini bersifat tahan asam, berbentuk batang dengan ukuran 1-8 µ, lebar 0,2-0,5 µ,
biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan
yang bersuhu dingin dan tidak dapat dikultur dalam media buatan. Penyakit kusta dapat
ditularkan dari penderita kusta tipe multibasilar (MB) kepada orang lain dengan cara
penularan langsung. Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi sebagian besar
para ahli berpendapat bahwa penyakit kusta dapat ditularkan melalui saluran pernafasan
dan kulit. Penularan terjadi apabila Mycobacterium Leprae yang masih hidup (solid)
keluar dari tubuh penderita dan masuk kedalam tubuh orang lain. Belum diketahui secara
pasti bagaimana cara penularan penyakit kusta, secara teoritis penularan dapat terjadi
dengan cara kontak erat dan lama dengan penderita. Luka dikulit dan mukosa hidung
telah lama dikenal sebagai sumber dari kuman dan terbukti bahwa saluran nafas bagian
lingkungan. Kusta mempunyai masa inkubasi 2-5 tahun, dapat juga beberapa bulan
mengandung antigen yang relatif sedikit (sekitar 20) yang dikenali antibodi di dalam
serum pasien penderita lepra dibandingkan dengan BCG (sekitar 100), dan banyak
diantaranya yang bersifat antigenik lemah. Hingga tahun 1981, saat Brennan melaporkan
phenolic glikolipid dan menunjukkan bahwa phenolic glikolipid bersifat spesifik pada M.
leprae, semua antigen yang diidentifikasi sampai sejauh ini umumnya bereaksi-silang
dengan Mycobacteria lainnya, walaupun ada sebagian kecil molekul, suatu epitope, yang
spesifik pada M. leprae. Spesifisitas epitope memungkinkan tes antibodi spesifik bisa
Mycobacteria lainnya
dilihat karena faktor geografi. Namun jika diamati dalam satu Negara atau wilayah
yang sama kondisi lingkungannya ternyata perbedaan distribusi dapat terjadi karena
faktor etnik.
Di Myanmar kejadian kusta lepromatosa lebih sering terjadi pada etnik Burma
yang sama, kejadian kusta lepromatosa lebih banyak pada etnik China dibandingkan
Demikian pula kejadian di Indonesia etnik Madura dan Bugis lebih banyak
kusta terdapat hampir di seluruh daerah dengan penyebaran yang tidak merata.
Suatu kenyataan, di Indonesia bagian timur terdapat angka kesakitan kusta yang
lebih tinggi. Penderta kusta 90 % tinggal diantara keluarga mereka dan hanya
beberapa pasien saja yang tinggal di Rumah Sakit kusta, koloni penampungan atau
perkampungan kusta.
b. Faktor sosial ekonomi
Sudah diketahui bahwa faktor social ekonomi berperan penting dalam kejadian
kusta. Hal ini terbukti pada Negara-negara di Eropa. Dengan adanya peningkatan
sosial ekonomi, maka kejadian kusta sangat cepat menurun bahkan hilang. Kasus
kusta impor pada Negara tersebut ternyata tidak menularkan kepada orang yang
sosial ekonominya tinggi. Kegagalan kasus kusta impor untuk menularkan pada
kasus kedua di Eropa juga disebabkan karena tingkat sosial ekonomi yang tinggi.
berdasarkan prevalensi, hanya sedikit yang berdasarkan insiden karena pada saat
timbulnya penyakit sangat sulit diketahui. Dengan kata lain kejadian penyakit sering
terkait pada umur pada saat diketemukan dari pada saat timbulnya penyakit. Pada
penyakit kronik seperti kusta, informasi berdasarkan data prevalensi dan data umur
pada saat timbulnya penyakit mungkin tidak menggambarkan resiko spesifik umur.
Kusta diketahui terjadi pada semua umur berkisar antara bayi sampai umur tua (3
minggu sampai lebih dari 70 tahun). Namun yang terbanyak adalah pada umur muda
dan produktif.
lingkungan atau faktor biologi. Seperti kebanyakan penyakit menular lainnya laki-
laki lebih banyak terpapar dengan faktor resiko sebagai akibat gaya hidupnya.
a. Penyebab
kali ditemukan oleh G.H. Armauer Hansen pada tahun 1873. Mycobacterium leprae
hidup intraseluler dan mempunyai afinitas yang besar pada sel saraf (Schwan cell)
dan sel dari system retikuloendotelial. Waktu pembelahan sangat lama, yaitu 2-3
minggu. Di luar tubuh manusia (dalam kondisi tropis) kuman kusta dari secret nasal
dapat bertahan sampai 9 hari. Pertumbuhan optimal in vivo kuman kusta pada tikus
b. Sumber Penularan
Hanya manusia satu-satunya sampai saat ini yang dianggap sebagai sumber
penularan walaupun kuman kusta dapat hidup pada armadillo, simpanse dan pada
telapak kaki tikus yang tidak mempunyai kelenjar thymus (Athymic nude mouse).
Sumber penularan penyakit ini adalah Penderita Kusta Multi basiler (MB) atau
Kusta Basah. Mukosa hidung telah lama dikenal sebagai sumber dari kuman. Suatu
kerokan hidung dari penderita tipe Lepromatous yang tidak diobati menunjukkan
jumlah kuman sebesar 1010 dan telah terbukti bahwa saluran napas bagian atas dari
lingkungan. Penularan bisa melalui udara ketika kontak erat dan lama dengan pasien
kusta. Ibu penderita kusta sangat mungkin menularkan penyakit kepada anak dan
keluarganya.
d. Cara Penularan
Kuman kusta mempunyai masa inkubasi selama 2-5 tahun, akan tetapi dapat
(hidup) keluar dari tubuh penderita dan masuk kedalam tubuh orang lain. Belum
diketahui secara pasti bagaimana cara penularan penyakit kusta. Secara teoritis
penularan ini dapat terjadi dengan cara kontak yang lama dengan penderita.
Penderita yang sudah minum obat sesuai regimen WHO tidak menjadi sumber
penularan kepada orang lain. Masa inkubasi kusta yang panjang, bisa lebih dari 10
tahun dan tanpa rasa sakit menyebabkan pengidap kerap tidak menyadari dirinya
terkena kusta.
Tempat masuk kuman kusta ke dalam tubuh pejamu sampai saat ini belum
Hanya sedikit orang yang akan terjangkit kusta setelah kontak dengan
termasuk kuman obligat intraseluler dan sistem kekebalan yang efektif adalah sistem
faktor infeksi dan malnutrisi dapat meningkatkan perubahan klinis penyakit kusta.
Dari studi keluarga kembar didapatkan bahwa faktor genetic mempengaruhi tipe
Sebagian besar (95%) manusia kebal terhadap kusta, hanya sebagian kecil yang
dapat ditulari (5%). Dari 5% yang tertular tersebut, sekitar 70% dapat sembuh
Contoh: dari 100 orang yang terpapar: 95 orang tidak menjadi sakit, 3 orang
sembuh sendiri tanpa obat, 2 orang menjadi sakit dimana hal ini belum
Seseorang dalam lingkungan tertentu akan termasuk dalam salah satu dari 3
terbesar yang telah atau akan menjadi resisten terhadap kuman kusta.
Pejamu yang tidak mempunyai kekebalan terhadap kuman kusta yang merupakan
F. Patofisiologi
diketahui dengan pasti, beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa yang tersering
ialah melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mukosa
nasal. Pengaruh Mycobakterium Leprae terhadap kulit bergantung pada faktor imunitas
seseorang, kemampuan hidup Mycobakterium Leprae pada suhu tubuh yang rendah,
waktu regenerasi yang lama, serta sifat kuman yang avirulen dan nontoksis.
Mycobakterium Leprae merupakan parasit obligat intraselular yang terutama terdapat
pada sel makrofag di sekitar pembuluh darah superficial pada dermis atau sel Schwann di
jaringan saraf. Bila kuman Mycobakterium Leprae masuk kedalam tubuh, maka tubuh
Pada kusta tipe LL terjadi kelumpuhan sistem imunitas selular, dengan demikian
dengan bebas, yang kemudian dapat merusak jaringan. Pada kusta tipe TT kemampuan
kuman. Sayangnya setelah kuman di fagositosis, makrofag akan berubah menjadi sel
epiteloid yang tidak bergerak aktif dan kadang-kadang bersatu membentuk sel Dantia
Langhans. Bila infeksi ini tidak segera diatasi akan terjadi reaksi berlebihan dan masa
epiteloid akan menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan sekitarnya. Sel Schwann
merupakan sel target untuk pertumbuhan Mycobakterium Leprae, di samping itu sel
Schwann berfungsi sebagai demielinisasi dan hanya sedikit berfungsi sebagai fagositosis.
Jadi, bila terjadi gangguan imunitas tubuh dalam sel Schwann, kuman dapat bermigrasi
dan beraktivasi.Akibatnya aktivitas regenerasi saraf berkurang dan terjadi kerusakan saraf
yang progresif.
Respon imun pada penyakit kusta sangat kompleks, dimana melibatkan respon
imun seluler dan humoral. Sebagian besar gejala dan komplikasi penyakit ini disebabkan
oleh reaksi imunologi terhadap antigen yang dimiliki oleh M. leprae. Jika respon imun
yang terjadi setelah infeksi cukup baik, maka multiplikasi bakteri dapat dihambat pada
stadium awal sehingga dapat mencegah perkembangan tanda dan gejala klinis
selanjutnya.
M. leprae merupakan bakteri obligat intraseluler, maka respon imun yang
berperan penting dalam ketahanan tubuh terhadap infeksi adalah respon imun seluler.
Respon imun seluler merupakan hasil dari aktivasi makrofag dengan meningkatkan
humoral terhadap M. leprae merupakan aktivitas sel limfosit B yang berada dalam
jaringan limfosit dan aliran darah. Rangsangan dari komponen antigen basil tersebut akan
mengubah sel limfosit B menjadi sel plasma yang akan menghasilkan antibodi yang akan
membantu proses opsonisasi. Namun pada penyakit kusta, fungsi respon imun humoral
ini tidak efektif, bahkan dapat menyebabkan timbulnya beberapa reaksi kusta karena
G. Diagnosis
tanda kardinal. Diagnosis ditegakkan apabila individu memiliki satu atau lebih tanda
kardinal berikut
I. Lesi kulit hipopigmentasi atau eritematosa yang disertai dengan gangguan atau
hilangnya sensasi.
berwarna seperti tembaga. Permukaan dapat kering atau kasar karena hilangnya
fungsi kelenjar keringat, dapat pula mengkilap. Anestesi merupakan hal yang
komunis. Adanya pembesaran saraf yang lebih dari satu biasanya lebih sering
ditemukan pada kusta tipe MB. Penebalan saraf diketahui dengan pemeriksaan
palpasi. Evaluasi meliputi rasa nyeri (nyeri spontan atau dengan palpasi),
Pemeriksaan hapusan sayatan kulit dapat diambil dari mukosa nasal, lobus
Berdasarkan pemeriksaan hapusan kulit dapat ditentukan indeks bakteri (IB) dan
indeks morfologi (IM) yang membantu dalam menentukan tipe kusta dan evaluasi
terapi
dilakukan saat ini. Selain untuk penunjang diagnostik klinis penyakit kusta, tes
antibodi spesifik terhadap M. leprae di dalam darah. Dengan diagnosis yang tepat,
apalagi jika dilakukan sebelum timbul manifestasi klinis lepra diharapkan dapat
Selain itu pemeriksaan ini dapat membantu diagnosis kusta pada keadaan yang
meragukan karena tanda-tanda klinis dan bakteriologis tidak jelas. Karena yang
diperiksa adalah antibodi spesifik terhadap basil kusta maka bila ditemukan
antibodi dalam titer yang cukup tinggi pada seseorang maka patutlah dicurigai
orang tersebut telah terinfeksi oleh M.leprae. Pada kusta subklinis seseorang
tampak sehat tanpa adanya penyakit kusta namun di dalam darahnya ditemukan
antibodi spesifik terhadap basil kusta dalam kadar yang cukup tinggi
lain:
yang telah dilabel dengan zat fluoresensi. Hasil uji ini memberikan
PGL-1 dengan antibodi dalam serum. Uji MLPA merupakan uji yang
atau antigen spesifik, teknik ELISA juga dapat diaplikasikan dalam uji
I. Direct ELISA
yang telah terbukti sangat spesifisik terhadap residu gula dari PGL-
nilai setara individu yang sakit kusta dan yang tidak sakit kusta. Di
daerah Jawa Timur, nilai ambang untuk antibodi IgM anti PGL-1
H. Penatalaksanaan
bertambahnya cacat yang sudah ada sebelum pengobatan. Dengan hancurnya kuman
maka sumber penularan dari penderita terutama tipe MB ke orang lain terputus. Penderita
yang sudah dalam keadaan cacat permanen, penggobatan hanya dapat cacat lebih lanjut.
Penderita kusta yang tidak minum obat secara teratur maka kuman kusta dapat menjadi
aktif kembali, sehingga timbul gejala-gejala baru pada kulit dan saraf yang dapat
membunuh kuman kusta dengan demikian pengobatan akan memutuskan mata rantai
tidak berdaya merusak jaringan tubuh dan tanda-tanda penyakit jadi kurang aktif sampai
akhirnya hilang. Hancurnya kuman maka sumber penularan dari penderita terutama tipe
MB ke orang lain terputus Penderita yang sudah dalam keadaan cacat permanen,
pengobatan hanya dapat mencegah cacat lebih lanjut.Bila penderita kusta tidak minum
obat secara eratur, maka kuman kusta dapat menjadi aktif kembali sehingga timbul
gejala-gejala baru pada kulit dan saraf yang dapat memperburuk keadaan.Di sinilah
penderita dapat terus bersekolah atau bekerja seperti biasa dapat mencegah cacat lebih
lanjut.Bila penderita kusta tidak minum obat secara teratur, maka kuman kusta dapat
menjadi aktif kembali sehingga timbul gejala-gejala baru pada kulit dan saraf yang dapat
seperti biasa.\
III. Dosis MDT menurut umur bagi dewasa dan anak usia 10-14 tahun tersedia
paket dalam bentuk blister. Dosis anak disesuaikan dengan berat badan.
I. Pencegahan
Secara umum, penyakit kusta dapat dicegah dengan terjanganya kebersihan diri
dan lingkungan.Secara luas, penyakit kusta dapat ditekan dengan adanya perbaikan pada
kondisi sosial ekonomi masyarakat di suatu daerah.Hal ini dikarenakan penyakit kusta
diduga dapat dengan mudah menular melalui penderita kusta apabila disokong oleh
lingkungan dan kebersihan diri yang buruk. Adapun usaha untuk pemutusan rantai
II. Isolasi terhadap penderita kusta. Namun hal ini tidak dianjurkan karena
lain.
III. Melakukan vaksinasi BCG pada kontak serumah dengan penderita kusta. Dari
untuk mengetahui atau melihat gambaran tingkat pengetahuan masyarakat terhadap penyakit
kusta di Puskesmas Meomeo tahun 2022 serta kejadian baru penyakit kusta di Puskesmas
Meomeo Periode Juni 2022 – November 2022. Serta mengadakan analisa tentang gambaran
tersebut dengan pengamatan lisan dengan alat bantu penelitian berupa kuesioner, dimana
data dan informasi yang menyangkut variable bebas dan variable terikat dikumpulkan dalam
waktu yang bersamaan. Pemilihan rancangan ini didasarkan karena mudah dilaksanakan,
ekonomis dan efektif dari segi biaya dan waktu, sedangkan hasilnya dapat diperoleh dengan
Puskesmas Meomeo.
1. Populasi
Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti, dan
dianggap dapat mewakili seluruh populasi. Dalam hal ini sampel diambil adalah
warga yang tinggal di wilayah puskesmas MeoMeo yaitu sebanyak 8 orang dan warga
yaitu dengan cara Consecutive Sampling, yaitu cara pengambilan sampel yang
dilakukan dengan cara memilih sampel yang memenuhi kriteria penelitian sampai
kurun waktu tertentu sehingga jumah sampel terpenuhi. Kriteria yang ditentukan
peneliti pada penelitian ini yaitu warga yang tinggal disekitar puskesmas kanjilo.
Dalam pengumpulan data ini dilakukan langsung oleh peneliti dengan melakukan
penelitian adalah suatu hubungan atau keterkaitan antara konsep yang satu dengan
kuesioner dengan cara tatap muka yang menanyakan tentang isi materi yang ingin
diukur dari objek penelitian atau responden berdasarkan teori yang ada di tinjauan
Dengan kategori rendah jika jawaban < 55 % dari total nilai, dan kategori sedang bila
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampling jenuh. Yaitu teknik
pengambilan sample bila semua anggota populasi digunakan sebagai sample. Hal ini
Dalam pengumpulan data ini dilakukan langsung oleh peneliti pada masyarakat yang
berkunjung dipuskesmas kanjilo dalam kurun waktu Juni – November 2022. Data penelitian
berupa :
1. Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber utama yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti, baik pengolahan maupun analisis dan publikasi yang
dilakukan sendiri. (Machfoedz, 2006). Data primer ini berupa data identitas responden
dan hasil kuesioner (mengenai tingkat pengetahuan tentang kusta), serta wawancara
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil laporan atau penelitian orang lain
atau studi kepustakaan. (Machfoedz, 2006). Data sekunder ini berupa diperoleh dari
Profil Puskesmas, laporan poli TB, laporan petugas Surveilans dan petugas poli TB,
serta data lainnya yang berasal dari studi kepustakaan. Data sekunder ini berupa data
jumlah penduduk, data ketenagaan dan sarana kesehatan, data demografi Puskesmas
Semua data yang diperoleh dicatat, diolah secara manual kemudian disusun dalam
E. Etika Penelitian
penelitian serta diberikan bahwa data yang diperoleh tidak akan disebar luaskan
BAB IV
PROFIL PUSKESMAS
Wameo. Adapun pelayanan yang diberikan yaitu ruang tindakan , Pelayanan Obat,
Laboratorium, poli KIA/KB, poli Gizi (Konseling), poli Immunisasi, poli Perkesmas, Poli
MTBS, Poli Umum, Poli Gigi, Homecare, dan pelayanan kesehatan di masyarakat.
sebagai berikut :
Kelurahan yang meliputi pesisir tepi laut bukan daerah aliran sungai yaitu Kelurahan
Wameo dan Kelurahan Kaobula. Sedangkan Kelurahan yang bukan daerah pesisir dan
bukan pula daerah aliran sungai yaitu kelurahan Lanto. Untuk Kelurahan yang berada
pada pesisir / tepi laut dan merupakan daerah aliran sungi yaitu Kelurahan
Nganganaumala.Wilayah kerja Puskesmas Meo-Meo berpenduduk 18.707 jiwa dimana
9.178 jiwa laki-laki dan 9.529 jiwa perempuan, serta jumlah KK sebanyak 4.176.
kusta tahun 2000, sampai saat ini penyakit kusta masih menjadi salah satu
masalah kesehatan masyarakat. Hal ini terbukti dari masih tingginya jumlah
dikalangan masyarakat dan sebagian petugas. Akibat dari kondisi ini sebagian
angka kemiskinan.
Pada tahun 2022 dari awal tahun sampai bulan agustus hanya
ditemukan 5 kasus pasien Kusta tipe MB dengan reaksi kusta, kemudian bulan
A. Hasil Penelitian
Penelitian dilakukan di pada bulan November 2022. Penelitian dilakukan dengan cara
menyebar kuesioner pada warga sekitar puskesmas Meomeo yang datang berkunjung di
puskesmas Meomeo. Dan mengambil data puskesmas berapa jumlah data pasien kusta, dan di
dapatkan terdapat 5 pasien kusta baru dari bulan Juni - November 2022. Terdapat total 20 subjek
penelitian yang bertempat tinggal pada wilayah UPT Puskesmas Meomeo dan seleuruh
3 Pendidikan
SD/Sederajat 9 45
SMP Sederajat 5 25
SMA Sederajat 5 25
Perguruan Tinggi 1 5
Terdapat 20 subjek yang memenuhi kriteria penelitian dengan berbagai usia dimana yang
terbanyak berada pada rentang usia 20-<40 tahun sebanyak 10 orang ( 50%), lalu rentang usia
40-<60 tahun sebanyak 6 orang (30%), lalu pada rentang usia >60 tahun sebanyak 2 orang (10%)
Pekerjaan responden yang paling banyak dijumpai adalah swasta yaitu sebanyak 10 orang
( 50%), lalu Ibu Rumah Tangga sebanyak 5 orang (25%), petani 3 0rang (15%), dan pelajar 2
orang (10%).
Dari seluruh riwayat pendidikan yang diteliti, SD/Sederajat merupakan pendidikan yang
paling banyak yaitu 9 orang ( 45 %), lalu SMA/ sederajat sebanyak 5 orang (25%), dan
SMP/sederajat sebanyak 5 orang (35%) dan perguruan tingi sebanyak 1 orang (5%)
Baik 2 10
Sedang 4 20
Kurang 14 70
tentang kusta.
baik tentang kusta berdasarkan hasil penelitian ini adalah 2 orang (10%), sedangkat yang
termasuk dalam kategori sedang berjumlah 4 orang (20%) dan yang termasuk dalam kata
2.Penyebab kusta 5 11 4
3.Gejala kusta 7 5 8
Tabel menunjukkan bahwa responden paling banyak menjawab benar pada pertanyaan
apakah kusta menular atau tidak. Jawaban benar sebanyak 17 orang (85%), jawaban salah 1
orang (5%), dan tidak tahu 2 orang (10%). Pertanyaan paling banyak dijawab salah oleh
responden adalah pertanyaan mengenai penyebab kusta Jawaban benar sebanyak 5 orang (25%),
jawaban salah sebanyak 11 orang (55%), dan tidak tahu sebanyak 4 orang (20%).
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan analisis pemecahan masalah dapat dilihat bahwa pemecahan masalah adalah
dengan melakukan penyuluhan yang dapat dilakukan di pustu maupun posyandu lansia atau
kegiatan kemasyaraatan lainnya. Dimana saat penyuluhan dapat diberikan materi-materi tentang
pengertian kusta penyebab gejala, cara penularan, pencegaan, dan pengobatan kusta.
Berdasarkan pemecahan masalah tersebut didapatkan urutan alternatif pemecahan masalah
sebagai berikut :
1. Penyuluhan dan pemberian informasi dapat dilakukan di pustu atau pusling atau posyandu
lansia atau kegiatan kemasyarakatan lainnya
2. Pembentukan kader kusta di setiap desa terutama desa endemis kusta, serta mengadakan
pelatihan kader secara rutin dan berkelanjutan.
4. Pembuatan leaflet, brosur atau poster mengenai kusta dan dapat ditempel di pustu atau
dibagikan saat pemeriksaan
BAB VI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut : Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai kusta di wilayah
kerja Puskesmas Meomeo dikategorikan masih kurang baik sehingga diperlukan intervensi
untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai kusta, sehingga dapat
meningkatkan sikap dan periaku masyarakat dalam pencegahan kusta, dan dapat
menurunkan prevalensi kusta. Dan pada penelitian ini juga disimpulkan bahwa jumlah
penderita kusta kasus baru pada Juni 2022 – Oktober 2022 kasus baru berjenis kelamin laki-
laki 2 penderita perempuan 0. Berdasarkan tipe, penderita tipe PB berjumlah 0 penderita,
penderita tipe MB berjumlah 2 orang.
B. Saran
2. Arif Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius Fakultas.
3. Alif, Deddy Utama. Gambaran Faktor yang Berhubungan dengan Penderita Kusta di
UNHAS, 2012.
4. Awaluddin. Beberapa Faktor Risiko Kontak dengan Penderita Kusta dan Lingkungan
yang Berpengaruh terhadap Kejadian Kusta pada Anak (Studi Kasus terhadap Penderita
6. Departemen Kesehatan RI, 2008, Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
7. Maria Christiana, 2008, Analisis Faktor Risiko Kejadian Kusta (Studi Kasus di Rumah
Sakit Kusta Donorejo Jepara) Tahun 2008. Skripsi : Universitas Negeri Semarang.
9. Muh. Dali Amiruddin. 2012. Penyakit Kusta Sebuah Pendekatan Klinis. Sidoarjo: