Anda di halaman 1dari 57

PENGARUH PEMBERIAN INFORMASI MELALUI

MEDIA LEAFLET TERHADAP PENINGKATAN


PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG
PENGENDALIAN SCHISTOSOMIASIS DI KECAMATAN
LINDU KABUPATEN SIGI

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Tugas Mata


Kuliah Penulisan Ilmiah Jurusan Kesehatan Lingkungan

Disusun Oleh:
FADHILAH
NPM: 2011071034

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS


ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMADIYAH PALU 2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat,

rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan kesehatan dan kemampuan kepada

penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah dengan judul

“Pengaruh Pemberian Informasi Melalui Media Leaflet Terhadap Peningkatan

Pengetahuan Masyarakat Tentang Pengendalian Schistosomiasis Di Kecamatan

Lindu Kabupaten Sigi”.

Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, diharapkan dapat menambah wawasan dan

pengetahuan para pembaca untuk mengenal lebih jauh tentang pengendalian

Schistosomiasis. Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini merupakan salah satu syarat dalam

penyelesaian Tugas Mata kuliah Penulisan Ilimah Jurusan Kesehatan Lingkungan.

Penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini meskipun sebagian besar dilakukan

penulis sendiri, namun dukungan moril maupun material dari berbagai pihak yang

sangat berperan dalam keberhasilan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. Oleh karena

itu, Kami menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi

dalam pembuatan penulisan karya ilmiah ini.


Peneliti berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi para

pembaca sekalian dan dengan segala keterbatasan, peneliti menyadari bahwa dalam

Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak terdapat kekurangan ataupun kekeliruan. Oleh

karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi

kesempurnaan peneliti selanjutnya.

Akhir kata, peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

semua pihak yang membantu semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan balasan

yang setimpal. Amin

Palu, 2021

Peneliti
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1


A. Latar Belakang .................................................................................................. 6
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 6
C. Tujuan Penelitian .............................................................................................. 7
D. Manfaat Penelitian ............................................................................................ 7
BAB II TINJAUAN TEORI ...................................................................................... 8
A. Tinjauan Umum Tentang Pengtahuan (Knowlodge) ......................................... 8
B. Tinjauan Umum Tentang Schistosomiasis ...................................................... 12
C. Tinjauan Umum Tentang Leaflet .................................................................... 28
D. Kerangka Konsep ............................................................................................ 32
E. Hipotesis Penelitiann ....................................................................................... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................................35


A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian............................................................................35
B. Hasil Penelitian...................................................................................................................37
C. Pembahasan..........................................................................................................................43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................................49
A. Kesimpulan..........................................................................................................................49
B. Saran.......................................................................................................................................49

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional

diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup

sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang

optimal. Dan kesehatan yang demikian yang menjadi dambaan setiap orang

sepanjang hidupnya. Tetapi datangnya penyakit merupakan hal yang tidak bisa

ditolak meskipun kadang -kadang bisa dicegah atau dihindari. (Sunanti Z.

Soejoeti)

Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang disebabkan hasil

dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan

manusia, sosial budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika dan sebagainya.

Lingkungan menyediakan sumber daya alam dimana manusia dapat

mengelolanya sedemikian rupa berdasarkan kemampuan dan pengetahuan yang

dimiliki. Manusia dengan pengetahuannya dapat memanfaatkan sumber daya

alam yang ada sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan. Seringkali manusia

mendayagunakan alam lingkungannya dan berusaha melakukan dengan cermat

dan penuh kehati-hatian, namun disisi lain manusia terkadang tidak menyadari

bahwa lingkungan dapat menyebabkan sumber penyakit (Notoatmodjo, 2011)

1
Salah satu penyakit yang merupakan suatu fenomena kompleks yang

berpengaruh terhadap kehidupan suatu komunitas adalah Schsistosomiasis.

Penyakit yang dapat menyebabkan kematian ini menginfeksi lebih dari 200 juta

manusia di 76 negara di dunia, terutama anak-anak dan dewasa muda, dengan

pengembangan proyek-proyek irigasi, infeksi menyebar karena terciptanya

habitat yang sesuai untuk siput sebagai hospes perantara (Zhou dkk, 2012)

Laporan WHO tahun 2010 schistosomiasis telah menginfeksi 230 juta

orang yang terdapat di 77 negara dan 600 juta orang berisiko terinfeksi.

Penyebaran penyakit ini cukup luas yaitu di negara-negara berkembang baik

tropik maupun subtropik. Schistosomiasis di Asia ditemukan di wilayah Asia

Timur (China dan Jepang) dan di Asia Tenggara (Philipina, Indonesia, Vietnam,

Laos, Thailand, Kamboja)

Secara global, ditemukan 200.000 kematian yang dikaitkan dengan

Schistosomiasis per tahun. Variasi dalam perkiraan prevalensi tergantung pada

karakter fokus dari epidemiologi. Distribusi umum mencakup wilayah yang

sangat besar, terutama di Afrika, tetapi juga di Timur Tengah, Amerika Selatan

dan Asia Tenggara.

Di Indonesia, schistosomiasis disebabkan oleh Schistosoma japonicum

ditemukan endemic di dua daerah di Sulawesi Tengah, yaitu di Dataran Tinggi

Lindu dan Dataran Tinggi Napu. Secara keseluruhan penduduk yang berisiko

tertular schistosomiasis (population of risk) sebanyak 15.000 orang (Rosmini,

dkk, 2010)

2
Penelitian schistosomiasis di Indonesia telah dimulai pada tahun 1940

yaitu sesudah ditemukannya kasus schistosomiasis di Tomado, Dataran Tinggi

Lindu, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah pada tahun

1935. Pada tahun 1940 Sandground dan Bonne mendapatkan 53% dari 176

penduduk yang diperiksa tinjanya positif ditemukan telur cacing Schistosoma

(Rosmini, dkk, 2010)

Sulawesi Tengah merupakan satu-satunya provinsi dari 33 provinsi di

Indonesia yang endemis Schistosomiasis. Penyakit ini terdapat di 2

kabupaten/kota yang ada di Sulawesi Tengah, tepatnya di Lembah Lindu

Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi, Lembah Napu Kecamatan Lore Utara, Lore

Timur, dan Lore Piore, Lembah Besoa Kecamatan Lore Tengah dan Lembah

Bada Kecamatan Lore Barat Kabupaten Poso (Rasyika Nurul, dkk, 2014)

Tahun 2013 dari 4 desa yang disurvei di Lembah Lindu Kecamatan Lindu

Kabupaten Sigi dengan jumlah penduduk yang di periksa 3.788 jiwa, yang

mengumpulkan tinja 3.222 jiwa terdapat 23 jiwa yang positif Schistosomiasis

(Rasyika Nurul, dkk 2014)

Tahun 2014 terjadi peningkatan jumlah kasus yang positif

Schistosomiasis yaitu berjumlah 52 kasus di Kecamatan Lindu. Dan dari 7 Desa

di kecamatan Lindu Desa Puroo merupakan desa yang paling tinggi jumlah

kasusnya yaitu berjumlah 16 kasus (Rasyika Nurul, dkk 2014)

Berdasarkan data yang telah didapatkan tentang tingkat populasi

penduduk yang berjumlah sebanyak 1.121 jiwa dan jumlah kejadian kasus

3
Schistomiasis dari 3 tahun terakhir pada Desa Tomado Kecamatan lindu yaitu

peningkatan kejadian kasus yang terlihat positif Schistosomiasis pada tahun 2013

telah ditemukan kasus tersebut sejumlah 12 orang (1,8%), dan pada tahun 2014

kasus kejadian Schistosomiasis mengalami peningkatan sejumlah 14 orang

(2,5%) dari 4817 jumlah penduduk dan data terakhir yang telah didapatkan yaitu

pada tahun 2015 kasus kejadian Schistosomiasis mengalami penurunan sejumlah

17 orang (2,2%) dari 4917 jumlah penduduk yang teridentifikasi positif

Schistosomiasis (Dinas Kesehatan Kabupaten Sigi, 2015 dalam KTI Aldiandri

2016 ).

Pengetahuan dipengaruhi oleh pengalaman seseorang, faktor-faktor diluar

orang tersebut seperti lingkungan, baik lingungan fisik maupun non fisik sosial

budaya yang kemudian pengalaman tersebut diketahui, dipresepsikan, diyakini

sehingga menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak dan akhirnya menjadi

perilaku (Marimbi,2009).

Perilaku masyarakat dalam mendukung ataupun mencegah terjadinya

penularan penyakit sangat dipengaruhi oleh pengetahuan masyarakat terhadap

penyakit tersebut. Dengan pengetahuan yang baik terhadap suatu penyakit akan

memberikan pengaruh untuk bersikap dan bahkan melakukan tindakan yang

mendukung upaya pencegahan penularan terhadap penyakit

(Karnodihardjo,1994).

Pengetahuan kesehatan mencakup apa yang diketahui oleh seseorang

terhadap cara-cara memelihara kesehatan, seperti pengetahuan tentang penyakit

4
menular, pengetahuan tentang factor-faktor yang mempengaruhi kesehatan,

pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan dan pengetahuan untuk

menghindari penyakit. Perilaku kesehatan untuk hidup sehat yaitu semua

kegiatan atau aktivitas orang dalam rangka memelihara kesehatan, seperti

tindakan terhadap penyakit menular dan tidak menular, tindakan terhadap faktor-

faktor yang terkait dan atau mempengaruhi kesehatan dan tindakan untuk

menghindari penyakit (Notoadmodjo, 2007).

Media pendidikan Kesehatan merupakan alat bantu untuk menyampaikan

informasi kesehatan serta mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi

masyarakat atau klien. Berdasarkan fungsinya media dibagi menjadi 3, yaitu

media cetak (Booklet, Leaflet, Flayer, Flip Chart, Rubrik, Poster dan Foto),

media elektronik (Televisi,Radio,Slide,dan Film Strip) dan media papan (Papan

billboard) (Notoadmodjo,2007)

Salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan memberikan penyuluhan

dengan pemberian media leaflet. Leaflet dipilih sebagai media karena mudah

disimpan, ekonomis, dan bisa berfungsi sebagai remainder bagi sasaran. Metode

penyuluhan bertujuan agar meningkatkan pengetahuan. Pengetahuan akan

menjadi titik tolak perubahan sikap dan gaya hidup. Pada akhirnya perubahan

perilaku dan meningkatnya kepatuhan yang selanjutnya akan meningkatkan

kualitas hidup. Untuk meningkatkan pengetahuan dapat dilakukan perubahan

dengan memberikan pendidikan kesehatan.

5
Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan kesehatan, yang

dilakukan dengan menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga

masyarakat tidak saja sadar, tahu, dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa

melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Pengaruh Pemberian Informasi Melalui Media Leaflet Terhadap

Peningkatan Pengetahuan Masyarakat Tentang pengendalian Schistosomiasis Di

Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan

permasalahan dalam penelitian ini yaitu Apakah Ada Pengaruh Pemberian

Informasi Melalui Media Leaflet Terhadap Peningkatan Pengetahuan Masyarakat

Tentang Pengendalian Schistosomiasis Di Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi?

C. Tujuan

a. Tujuan Umum

Diketahui apakah ada Pengaruh Pemberian Informasi Melalui Media

Leaflet Terhadap Peningkatan Pengetahuan Masyarakat Tentang

Pengendalian Schistosomiasis Di Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi.

b. Tujuan Khusus

1. Diketahui pengetahuan masyarakat tentang pengendalian

Schistosomiasis Di Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi Sebelum

Pemberian Informasi Melalui Media Leaflet.

6
2. Diketahui pengetahuan masyarakat tentang pengendalian

Schistosomiasis Di Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi Sesudah

Pemberian Informasi Melalui Media Leaflet.

3. Diketahui pengaruh pemberian informasi melalui media Leaflet terhadap

peningkatan pengetahuan masyarakat tentang pengendalian

Schistosomiasis Di Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi.

D. Manfaat

1. Bagi instansi terkait

Dapat memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan yang luas

dibidang pemberian informasi melalui media leaflet terhadap peningkatan

pengetahuan masyarakat tentang pengendalian schistosomiasis.

2. Bagi institusi

Sebagai bahan referensi dan bacaan bagi pembaca yang ingin

melanjutkan penelitian mengenai pengendalian Schistosomiasis.

3. Bagi peneliti

Sebagai bahan tambahan pengetahuan dan wawasan, serta dapat

dikembangkan oleh peneliti selanjutnya.

7
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan(Knowledge)

1. Definisi

Pengetahuan (Knowledge) juga diartikan sebagai hasil penginderaan

manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang

dimilikinya (mata, hidung dan sebagainya), dengan sendirinya pada waktu

pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan. Hal tersebut sangat

dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek

(Notoatmodjo. 2007)

2. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau

tingkatan yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat

pengetahuan :

a. Tahu (know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah

ada sebelumnya setelah mengamati sesuatus (Notoatmodjo. 2010) Oleh

sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari

antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan,

dan sebagainya (Notoatmodjo. 2007)

8
b. Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut,

tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat

menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut

(Notoatmodjo. 2010.)

c. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan apabila seseorang yang telah memahami objek

yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang

telah diketahui tersebut pada situasi yang lain (Notoatmodjo. 2010.)

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan

memisahkan, dan mencari hubungan antara komponen-komponen yang

terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa

pengetahuan seseorang telah sampai pada tingkat analisis adalah apabila

orang tersebut telah dapat membedakan, atau mengelompokan, membuat

diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut (Notoatmodjo.

2010.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan seseorang untuk

merangkum atau meletakan dalam satu hubungan yang logis dari

komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain

9
sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang telah ada (Notoatmodjo. 2010.)

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.

Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang

ditentukan sendiri. (Notoatmodjo. 2010).

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Mubarak (2007) “ ada tujuh faktor-faktor yang mempengaruhi

pengetahuan seseorang, yaitu :

a. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada

orang lain terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat

dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah

pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula

pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat

pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang

terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai baru diperkenalkan.

b. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh

pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak

langsung.

10
c. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada

aspek psikis dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar

ada empat kategori perubahan, yaitu perubahan ukuran, perubahan

proporsi, hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi

akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis dan mental taraf

berfikir seseorang semakin matang dan dewasa.

d. Minat

Sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap

sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dab menekuni suatu

hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih dalam.

e. Pengalaman

Adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam

berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman

yang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika

pengalaman terhadap objek tersebut menyenangkan maka secara

psikologis akan timbul kesan yang membekas dalam emosi sehingga

menimbulkan sikap positif.

f. Kebudayaan

Kebudayaan lingkungan sekitar, apabila dalam suatu wilayah

mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat

11
mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga

kebersihan lingkungan.

g. Informasi

Kemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat

seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

B. Tinjauan Umum Tentang Schistosomiasis

1. Pengertian Schistosomiasis

Schistosomiasis merupakan salah satu penyakit parasit terpenting

dalam kesehatan masyarakat. Bahkan menurut WHO, schistosomiasis

dianggap suatu penyakit kemiskinan yang mengarah ke gangguan kesehatan

kronis. Infeksi diperoleh ketika manusia kontak dengan air tawar yang

terdapat serkaria dari cacing parasit darah, yang dikenal sebagai

schistosoma. Schistosomiasis sendiri telah mempengaruhi kurang lebih 240

juta penduduk dunia, dan ada sekitar 700 juta penduduk tinggal di daerah

endemis. Infeksi ini sering terjadi di daerah tropis dan sub-tropis, dimana

masih banyak ditemukan masyarakat yang tidak memiliki air minum dan

sanitasi yang memadai. Schistosomiasis dibagi menjadi urogenital

disebabkan oleh Schistosoma haematobium dan schistosomiasis intestinal

yang disebabkan oleh salah satu organisme S. guineensis, S. intercalatum,

S.mansoni, S. japonicum, dan S. Mekongi (WHO,2014).

Schistosomiasis adalah penyakit endemis kronik, yang ditandai oleh

gejala-gejala abdominal dan disentri, disebabkan oleh cacing Schistosoma

12
japonicum Sp yang termasuk golongan trematoda. Penyakit ini dapat

dikatakan sebagai masalah kesehatan masyarakat setempat di beberapa

Negara Asia Tenggara, mulai dengan tersebarnya penyakit secara luas di

Filipina, dan ditemukannya fokus baru di Laos, Kamboja, Thailand, dan

Malaysia (Barodji dkk, 1983).

Katsurada pada tahun 1904 menjelaskan telur dan cacing dewasa yang

ditemukan pada anjing, kucing, dan manusia, parasitnya disebut Schistosoma

japonicum Sp dan disebut juga Oriental Blood Fluke yang infeksinya

terbatas di Negara Timur jauh dan dibedakan dari Schistosoma mecongi Sp,

suatu spesies baru yang juga yang ditemukan di Negara Timur jauh.

Penyakit ini banyak ditemukan di China, Jepang, Taiwan, Filipina dan

Indonesia (Natadisastra dan Agoes,2009).

Schistosomiasis merupakan suatu penyakit pada manusia dan

vertebrata yang disebabkan oleh cacing Schistosoma. Schistosoma

merupakan trematoda yang sering menimbulkan penyakit infeksi kronik

pada lebih 200 juta orang di negara berkembang. Terdapat lima spesies yang

dapat menginfeksi manusia yaitu Schistosoma mansoni, Schistosoma

japonicum, Schistosoma mekongi, Schistosoma haematobium dan

Schistosoma intercalatum. S.mansoni, S.japonicum, S.Mekongi dan

S.intercalatum menimbulkan penyakit hepar kronik dan fibrosis intestinal.

S.haematobium dapat mengakibakan fibrosis, striktur, dan kalsifikasi traktus

13
urinarius. Schistosoma mansoni dan Schistosoma haematobium telah

menimbulkan kematian sebanyak 280.000 orang per tahun di Afrika.

Schistosomiasis yang terdapat di Indonesia pada awalnya hanya

terdapat di area yang terisolir yaitu di Dataran Tinggi Lindu dan Napu,

Sulawesi Tengah. Kasus schistosomiasis pertama kali ditemukan di

Indonesai pada tahun 1927 oleh Muller dan Tesch di daerah Kecamatan

Lindu. Penyebab dari penyakit ini adalah cacing Shistosoma japonicum,

sedangkan perantara penularan penyakit ini adalah keong yang sangat kecil

yaitu Oncomelania hupensis lindoensis. Kegiatan survei yang dilakukan

selanjutnya pada tahun 1971 baru menemukan hospes perantara

Oncomelania hupensis lindoensis (Barodji et al., 1983)

2. Epidemiologi Schistosomiasis

Penyakit Schisitosomiasis di Indonesia baru dikenal pada tahun 1937

yaitu dengan ditemukannya sebuah kasus pertama oleh Muller dan Tesch

dimana pada pemeriksaan histology ditemukan adanya telur trematoda

didalam jaringan paru dan hati. Pada permulaan dibuat diagnosis sebagai

telur paragonimus atau telur cacing Schistosoma japonicum Sp. Isolasi telur

dari jaringan yang dilakukan oleg Brug untuk memastikan bahwa telur

tersebut adalah telur Schistosoma japonicum Sp (Veridiana dan Chadijah,

2013).

Telah diketahui ada dua strain yang bersifat geographical yaitu strain

Thailand-Malaysia dan strain Sulawesi. Terdapat perbedaan pada strain

14
tersebut, yaitu pada tuan rumah siput yangs sesuai. Di Indonesia, di Pulau

Sulawesi, keadaan endemik tinggi di Daerah Danau Lindu. Pada tahun 1971

dari pemeriksaan tinja terdapat infeksi Schistosoma japonicum Sp 53% dari

126 orang penduduk pada usia antara 7 sampai 70 tahun dan di Lembah

Napu dilaporkan infection rate 8 dari 12% pada rattus exulans, tikus liar.

Pada tahun 1972 dari hasil survey Departemen Kesehatan, Sub-direktorat

Schistosomiasis dari beberapa desa sekitar Danau Lindu, Lembah Napu dan

Daerah Besoa Propinsi Sulawesi Tengah, terdapat prevelensi Schistosoma

japonicum Sp antara 1-67%. Setelah melalui program pemberantasan secara

terpadu di sekitar Danau Lindu dan Lembah Napu, terlihat sekali penurunan

prevalensi di Danau Lindu menjadi 1,9%, Napu menjadi 1,5%(Sandjaja,

2007).

3. Faktor yang Mempengaruhi Kejadian

Schistosomiasis a. Agent (Bibit Penyakit)

Schistosomiasis adalah penyakit zoonotik yang disebabkan oleh

infeksi cacing yang tergolong dalam kelas trematoda, genus Schistosoma.

Terdapat tiga spesies schistosoma yang menimbulkan masalah kesehatan

pada manusia (Schistosomiasis),yaitu: Schistosoma japonicum Sp,

Schistosoma haematobium Sp dan Schistosoma mansoni Sp. Ketiga

spesies tersebut merupakan golongan trematoda darah (Soedarti,2008).

15
Manusia merupakan hospes definitif Schistosomiasi japonicum Sp

(Oriental Blood Fluke), sementara babi, anjing, kucing, kerbau, sapi,

kambing, kuda, dan rodensia merupakan hospes reservoir (Muslim,2009).

b. Morfologi

Secara morfologis cacing ini agak berbeda dengan cacing

trematoda lainnya, cacing ini tidak berbentuk pipih dorso-ventral tetapi

berbentuk silinder dan memanjang, mempunyai bentuk jantan dan betina

yang terpisah dan telurnya tidak memiliki operculum dan dilengkapi

semacam duri (spina) (Soegeng, 2005). Saluran pencernaan cacing ini

mula-mula bercabang dua sekum, kemudian di daerah posterior tubuh,

keduanya kembali menjadi satu saluran buntu (Soedarto, 2008).

1) Cacing dewasa

a) Cacing jantan panjang antara 1,5-2 cm, cacing betina lebih

panjang dan berbentuk filiform.

b) Mempunyai batil hisap mulut (Oral Sucker) dan asetabulum

(Ventral Sucker).

c) Cacing jantan mempunyai Canalis gynacophorus, tempat

dimana cacing betina masuk dan meletakkan diri.

d) Cacing jantan tubuhnya diselimuti kutikula (tegument) ada

yang berbintil kasar, halus, dan ada yang tidak berbintil.

e) Usus bercabang menjadi dua caeca dan bergabung menjadi

satu bagian posterior dan berakhir buntu.

16
2) Telur

a) Tidak mempunyai operculum tapi dilengkapi dengan duri

(spina) atau tonjolon tumpul (knob).

b) Pada waktu oviposisi tidak mengandung embrio yang sudah

matang (mirasidium).

3) Serkaria

a) Merupakan stadium infektif yang keluar dari tubuh siput,

berbentuk seperti kecebong dengan ekor bercabang (Bariah

dan Pusarawati, 2007).

b) Patologi dan Gejala Klinis

Perubahan disebabkan oleh 3 stadium perkembagan cacing,

yaitu serkaria, cacing dewasa dan terutama telur. Perubahan

pada Schistosomiasis dapat dibagi dalam 3 stadium

(Muslim,2005):

(1) Masa tunas biologis, Dimulai ketika serkaria menembus

kulit yang dapat menimbulkan pruritis dan kemerahan

yang bersifat sementara. Selama invasi hati dan organ

lain oleh cacing belum dewasa, timbul perdarahan berupa

petekia dan sarang infiltrasi sel eosinofil dan leukosit.

Reaksi toksik dan alergi dapat menyebabkan urtikaria,

endema subkutan, serangan asma, leukositas dan

eosinofil. Pada waktu berakhir masa tunas, hati menjadi

17
besar dan nyeri. Terdapat pula rasa tidak nyaman di

bagian perut, demam, berkeringat, menggigil dan kadang-

kadang diare. Kemudian cacing muda bermigrasi

melawan aliran darah ke vena mesenterika dan cabang-

cabangnya dan telur menyerbu ke dinding usus. Dengan

terjadinya perletakan telur,, stadium akut dimulai. Pada

ingkaran hidup normal, telur mencari jalan melewati

dinding usus dan masuk ke feses. Apabila terdapat

banyak telur disertai darah dan sel jaringan nekrosis,

sejumlah besar telur akan terbawa kembali masuk ke

aliran darah menuju hati.

(2) Stadium Akut

Stadium yang menunjukkan permulaan

masuknya telur ke dalam usus, hati, dan paru. Stadium

ini ditandai oleh demam, malaise, urtikaria, eosinofilia,

sakit perut, diare, berat badan menurun, hati mulai

membesar dan pada kasus yang jarang terjadi limpa

juga akan membesar. Hepatomegali timbul lebih dini

disusul dengan splenomegali dapat terjadi pada waktu

5-8 bulan. Telur Schistosoma diletakkan dikelenjar

limfe mesenterium dan dinding usus. Telur yang masuk

menimbulkan infeksi sel yang hebat di dalam dinding

18
usus dengan poliferasi jaringan ikat yang luas,

pembentukan papiloma dan thrombosis pembulu darah

kecil. Perubahan ini bersifat kongesti, mukosa menjadi

bergraanula atau mengadakan hipertrofi, papil yang

kekuning-kuningan dan pembentukan ulkus.

Lesi yang berat disebabkan oleh Schistosoma

japonicum Sp karena menghasilkan 10 kali lebih

banyak telur dibandingkan Schistosoma mansoni Sp.

Telur ditemukan dalam apendiks pada 75% kasus

infeksi usus, kadang disertai dengan infeksi bakteri

sekunder, tetapi telur ini jarang menimbulkan sindrom

apendisitis. Telur yang menjadi emboli terutama

menyebabkan poliferasi progresif dan fibroblastic,

fibrosis periduktus dan sirosis interstisial dan hipertensi

portal yang semakin tinggi. Fibrosis hati yang

mengarah ke sirosis merupakan hal yang dapat pula

terjadi pad infeksi Schistosoma japonicum Sp. Infeksi

otak yang jarang sekali dapat juga terjadi, terutama

disebabkan oleh telur Schistosoma japonicum Sp yang

menjadi emboli, dan bereaksi secara mekanis sebagai

zat protein asing, sebagai bahan toksik dan

menimbulkan reaksi yang hebat dengan edema,

19
infiltrasi sel pada susunan saraf, sel-sel raksasa,

perubahan pada vena dan degenerasi jaringan

sekitarnya.

Sakit daerah perut, hepatitis, anoreksi, demam,

mialgia, disentri dan berat badan turun adalah gejala

khas untuk Schistosomiasis usus. Stadium akut

berlangsung 3 sampai 4 bulan dan dapat lebih hebat

pada nfeksi berat dan infeksi oleh Schistosoma

japonicum Sp karena jumlah telur yang dihasilkan

spesies ini lebih besar.

(3) Stadium menahun

Terjadi ppenyembuhan jaringan dengan

pembentukan jaringan ikat atau fibrosis. Hati yang

semula membesar karena peradangan, kemudian

mengecil karena terjadi fibrosis yang disebut sirosis.

Pada Schistosomiasis, sirosis yang terjadi adalah sirosis

periportal yang mengakibatkan terjadinya hipertensi

portal karena adanya bendungan di dalam jaringan hati.

Gejala yang timbul adalah splenomegali dan edema,

yang biasanya ditemukan pada tungkai bawah dapat

pula pada alat kelamin. Dapat ditemukan asites dan

20
ikterus. Pada stadium lanjut sekali dapat terjadi

hematemesis karena pecahnya varises esophagus.

4. Siklus Hidup Schistosomiasis

Siklus hidup dari Schistosoma Japonicum dimulai dari telur yang

keluar bersama feses dan dalam 16 jam menetas menjadi mirasidium.

Selanjutnya mirasidium masuk dalam tubuh keong dan mengalaami

perkembangan dalam tubuh keong. Kurun waktu 4-8 jam berkembang

menjadi sporocyst I dan sporocyst II, selanjutnya dalam waktu 1-3 hari

sporocyst keluar dari keong berubah menjadi serkaria.

Serkaria menembus kulit manusia dan dalam 3-5 menit masuk

sirkulasi melalui pembuluh limfe. Schistosoma awal terbawa oleh sirkulasi

darah ke seluruh tubuh, umumnya hanya dapat hidup pada vena porta.

Schistosoma dewasa bermigrasi ke pleksus vena pelvia atau vena

mesenterika, meletakkan telurnya dalam venula kecil. Telur dikeluarkan

melalui jaringan ke lumen visera dan keluar bersama feces (Ideham dan

Pusarawati,2007).

21
Gambar 2.1 Siklus Penularan Schistosomiasis

Gambar 2.2 Bentuk Dari Telur, Mirasidium, Sporosista, Serkaria,


Serkaria Dewasa

22
Gambar 2.3 Daur Hidup Schistosoma Sp.

1) Perlindungan khusus (specific protection)

Dalam program pembagian sepatu boot sebagai bentuk pelayanan

perlindungan khusus ini pendidikan kesehatan sangat diperlukan terutama

di Negara-negara yang endemik Schistosomiasis.

a. Diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt

treatment)

Dikarenakan rendahnya pengetahuan dan kesadaran

masyarakat terhadap kesehatan dan penyakit, maka sulit mendeteksi

penyakit-penyakit yang terjadi dalam masyarakat. Bahkan kadang-

kadang, masyarakat sulit atau tidak mau diperiksa dan diobati

penyakit. Hal ini akan menyebabkan masyarakat tidak memperoleh

pelayanan kesehatan yang layak. Penata laksanaan anak-anak dengan

Schistosomiasis harus berdasarkan pada intensitas infeksi dan

23
luasnya penyakit. Pengobatan Schistosomiasis mendapat manfaat dari

penggunaan Prazikuantel, di berikan per oral (30mg/kgBB, dua kali

sehari). Saat ini Prazikuantel menjadi agen antischistosoma utama

karena selain efektif melawan human pathogen, sensivitasnya juga

luas, tidak terbatas seperti metrifonate dan oxamniquine

(Soegeng,2005)

b. Pembatasan cacat (disability limitation)

Kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat tentang

kesehatan dan penyakit, maka sering masyarakat tidak melaanjutkan

pengobatannya sampai tuntas. Dengan kata lain, mereka tidak

melakukan pemeriksaan dan pengobatan yang komplit terhadap

penyakitnya. Pengobatan yang tidak layak dan sempurna dapat

mengakibatkan orang yang bersangkutan cacat atau mengalami

ketidakmampuan.

c. Rehabilitasi (rehabilitation)

Setelah sembuh dari suatu penyakit tertentu, kadang-kadang

orang menjadi cacat. Untuk memulihkan cacatnya tersebut diperlukan

latihan-latihan tertentu. Oleh karena kurangnya pengertian dan

kesadaran orang tersebut, ia tidak atau segan melakukan latihan-

latihan yang dianjurkan. Disamping itu, oran yang cacat setelah

sembuh dari penyakit, kadang-kadang malu untuk kembali ke

24
masyarakat. Sering terjadi pula masyarakat tidak mau menerima

mereka sebagai anggota masyarakat yang normal.

d. Pencegahan

Hindari kontak lebih jauh dengann air mengalir pada daerah

endemis. Penularan Schistosomiasis pada daerah endemis dapat

menurun dengan cara mengurangi beban parasit dalam populasi

(Soegeng,2005)

Beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk

mencegah infeksi Schistosomiasis adalah sebagai berikut :

1) Hindari mandi dan mencuci dengan air yang mengandung

serkaria.

2) Menggunakan jamban yang memenuhi standar kesehatan.

3) Hindari tempat habitat keong penular atau jika beraktifitas di

sekitar habitat keong penular sebaiknya memakai sepatu boot.

4) Menggunakan air yang berasal dari sumber air yang terjamin

kualitas kebersihan sebagai kebutuhan sehari-hari.

5. Host (Pejamu)

Host Schistosoma terbagi menjadi dua yaitu host perantara dan

host tetap, yang menjadi host perantara adalah keong, yang tiap jenis

cacing Schistosoma mempunyai Host tersendiri. Cacing Schistosoma

haematobium Sp memerlukan keong air Burlinus, cacing Schistosoma

mansoni Sp memerlukan keong air Biomphalaria dan Schistosoma

25
japonicum Sp memerlukan keong Oncomelania Hupensis Linduensis

yang merupakan keong amphibi oleh karena itu dapat hidup di darat

dan di air.

Jenis keong Oncomelania Hupensis Linduensis ini pertama kali

ditemukan di Sulawesi tegah pada tahun 1971 dan pada tahun 1973

dilakukan identifikasi spesies keong oleh Davis dan Carney dan beri

nama Oncomelania Hupensis Linduensis (Barodji dkk,1983).

6. Environment (Lingkungan)

a. Lingkungan Biologi

Habitat dari keong dibagi dalam dua macam yaitu habitat

alamiah atau habitat premier yang merupakan habitat asli yang tidak

terjamah oleh penduduk. Habitat ini terdapat di aderah pinggirann

hutan, didalam hutan atau tepi daun dimana tempat-tempat ini hampir

selalu terlindungi dari sinar matahari dengan adanya pohon-pohon

besar maupun kecil dan selalu basah karena terdapat air yang

mengalir secara terus –menerus dari mata air. Habitat yang lain adalah

habitat jamahan manusia (habitat sekunder) yang berupa bekas sawah

yang di tinggalkan atau tidak digarap lagi,padang rumput bekas

peladangan penduduk, tepi-tepi saluran pengairan (irigasi) dan lahan

pemukiman lainnya (Barodji,1983).

Habitat keong merupakan sumber penularan penyakit bagi

manusia karena adanya keong yang terinfeksi dan adanya larva

26
serkaria yang disebut sebagi focus. Kondisi lapangan yang disenangi

keong adalah rerumputan yang berguna sebagi pelindung terhadap

radiasi matahari yang kuat. Keadaan air yang tergenang merupakan

media perkembangan bagi anak keong serta untuk menjaga

kelembaban, keadaan tanah yang berlumpur merupakan media alami

bagi perkembangan alga sebagai makanan keong. Kondisi ini

umumnya dijumpai pada sawah yang ditinggalkan atau tidak dikelola

secar intensif (Barodji,1983).

Kehidupan masyarakat pedesaan yang pekerjaannya nelayan

maupun bertani yang mengelola sawahnya tak punya pilihan lain

selain bekerja pada lingkungan air yang sangat mungkin sudah

terkontaminasi oleh cacing Schistosoma japonicum Sp.

Infeksi pada manusia terjadi oleh karena serkaria keluar dari

tubuh siput kemudian menembus kulit manusia pada waktu ia bekerja

disawah, saluran irigasi, waktu mandi, dan mencuci. Oleh karena itu,

penderita umumnya adalah petani dan juga nelayan pencari ikan di

danau. Para pekerja pembuatan bendungan air, penggali saluran

irigasi yang tidak menggunakan sepatu pelindung juga menjadi

korban infeksi Schistosoma japonicum Sp (Soedarto, 2008).

b. Lingkungan Sosial Budaya

Lingkungan sosial budaya turut berperan penting terhadap

kejadian Schistosomiasis seperti kebiasaan masyarakat yang tidak

27
memanfaatkan air bersih yang memenuhi syarat kesehatan untuk

keperluan hidupnya sehari-hari merupakan faktor risiko terhadap

penularan penyakit melalui air (Rosmini dkk, 2010).

Tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya Schistosomiasis

akan mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk memberantas

penyakit tersebut seperti penyehatan lingkungan, menggunakan alat

pelindung diri jika ingin melakukan kontak dengan wilayah fokus,

memberantas vektor Schistosomiasis. Berbagai kegiatan manusia

seperti pembuatan bedungan, pembuatan jalan, pertambangan dan

pembangunan pemukiman baru sering mengakibatkan perubahan

lingkungan yang menguntungkan penularan Schistosomiasis

(Kasnodihardjo, 1994).

C. Tinjauan Umum Tentang Leaflet

1. Pengertian Leaflet

Leaflet merupakan media komunikasi grafis yang dibuat dengan

ukuran relatif kecil dan biasanya hanya satu lembar. Pujiriyanto (2005).

Pengertian / definisi leaflet adalah selebaran atau leaflet adalah Lembaran

kertas berukuran kecil mengandung pesan tercetak untuk disebarkan kepada

umum sebagai informasi mengenai suatu hal atau peristiwa.

(pusatbahasa.kemdiknas.go.id).

Sebuah leaflet adalah produk dokumentasi dan komunikasi yang

menyediakan pengenalan dan gambaran mengenai sebuah organisasi atau

28
kegiatan. Sebuah leaflet bisa digunakan untuk mempromosikan LSM/

organisasi berbasis masyarakat dengan kegiatannya, mempublikasikan

layanan atau kegiatan, dan berkomunikasi dengan pesan; pesan yang spesifik

Berisi laporan singkat dan informasi yang jelas untuk menyediakan

gambaran yang jelas dan sederhana ketimbang deskripsi yang mendetail.

Leaflet adalah bentuk penyampaian informasi atau pesan‐pesan

kesehatan melalui lembar yang dilipat (Notoatmodjo, 1993).

2. Kegunaan dan keunggulan leaflet

Kegunaan dan keunggulan dari leaflet adalah sederhana dan sangat

murah, orang dapat menyesuaikan dan belajar mandiri, pengguna dapat

melihat isinya pada saat santai, informasi dapat dibagikan dengan keluarga

dan teman. Leaflet juga dapat memberikan detil (misalnya statistik) yang

tidak mungkin bila disampaikan lisan.

3. Keterbatasan leaflet

Leaflet profesional sangat mahal, materi yang diproduksi massal

dirancang untuk sasaran pada umumnya dan tidak cocok untuk setiap orang,

serta terdapat materi komersial berisi iklan. Leaflet juga tidak tahan lama

dan mudah hilang, dapat menjadi kertas percuma kecuali pengajar secara

aktif melibatkan klien dalam membaca dan menggunakan materi. Uji coba

dengan sasaran sangat dianjurkan.

29
4. Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Membuat Leaflet

a. Tentukan kelompok sasaran yang ingin dicapai.

b. Tuliskan apa tujuannya.

c. Tentukan isi singkat hal-hal yang mau ditulis dalam leaflet

d. Kumpulkan tentang subyek yang akan disampaikan.

e. Buat garis-garis besar cara penyajian pesan, termasuk didalamnya

bagaimana bentuk tulisangambar serta tata letaknya.

f. Buatkan konsepnya.

g. Konsep dites terlebih dahulu pada kelompok sasaran yang hampir sama

dengan kelompok sasaran.

h. Perbaiki konsep dan buat ilustrasi yang sesuai dengan isi.

5. Keuntungan Leaflet

a. Dapat disimpan lama.

b. Materi dicetak unik.

c. Sebagai refensi.

d. Jangkauan dapat jauh.

e. Membantu media lain.

f. dapat disebarluaskan dan dibaca atau dilihat oleh khalayak, target yang

lebih luas.

g. Isi dapat dicetak kembali dan dapat sebagai bahan diskusi.

30
6. Kekurangan Leaflet

a. Tingkat buta huruf yang tinggi mengurangi efektivitas dan manfaat

dari pesan dicetak.

b. Percetakan memerlukan operasi khusus, yang luas, dan dukungan

logistic.

c. Diseminasi memakan waktu dan mahal.

d. Membutuhkan penggunaan fasilitas khusus dan koordinasi kompleks.

e. Sebagai bahan cetakan harus secara fisik dikirim ke target audience.

f. musuh dapat mencegah atau mengganggu penyebarannya.

7. Kategori Leaflet

a. Leaflet Persuasif

b. Leaflet Informatif

c. Leaflet Direktif

8. Cara Menyajikan Teks Leaflet

a. Heading

Leaflet pos biasanya bagian paling penting dari selebaran

tersebut karena itu adalah bagian yang pertama menangkap mata.

Dalam menyusun judul, penulis propaganda harus singkat, meringkas

tema dengan menggunakan pendek, kata-kata kuat.

b. Subpos

Subpos leaflet digunakan ketika tidak mungkin untuk

meringkas teks dalam pos utama dan penjelasan lebih lanjut

31
diperlukan untuk menunjukkan pentingnya pesan. Mereka juga dapat

digunakan untuk memperkenalkan paragraf terpisah dalam tubuh teks

dan untuk menjembatani kesenjangan antara judul dan teks.

c. Teks

Untuk mendapatkan kepentingan khalayak sasaran dalam

beberapa kata pertama, kalimat pertama atau kedua dari teks harus

berisi substansi pesan, dengan fakta dan rincian sebagai berikut:

1) Fakta yang kredibel dan diverifikasi apakah menguntungkan atau

tidak.

2) Ketika gambar, sebaiknya foto, yang digunakan, gambar-gambar

dan teks harus melengkapi satu sama lain-menyampaikan ide yang

sama ke target, masing-masing memperluas ide-ide yang lain.

D. Kerangka Konsep

Salah satu penyakit yang merupakan suatu fenomena kompleks yang

berpengaruh terhadap kehidupan suatu komunitas adalah Schsistosomiasis.

Penyakit yang dapat menyebabkan kematian ini menginfeksi lebih dari 200

juta manusia di 76 negara di dunia, terutama anak-anak dan dewasa muda,

dengan pengembangan proyek-proyek irigasi, infeksi menyebar karena

terciptanya habitat yang sesuai untuk siput sebagai hospes perantara

Schistosomiasis merupakan penyakit endemis kronik, yang ditandai

oleh gejala-gejala abdominal dan disentri, disebabkan oleh cacing

32
Schistosoma japonicum Sp yang termasuk golongan trematoda. Penyakit ini

dapat dikatakan sebagai masalah kesehatan masyarakat.

Perilaku masyarakat dalam mendukung ataupun mencegah terjadinya

penularan penyakit sangat dipengaruhi oleh pengetahuan masyarakat terhadap

penyakit tersebut. Dengan pengetahuan yang baik terhadap suatu penyakit

akan memberikan pengaruh untuk bersikap dan bahkan melakukan tindakan

yang mendukung upaya pencegahan penularan terhadap penyakit.

Leaflet adalah bentuk penyampaian informasi kesehatan melalui

lembaran yang dilipat. Adapun keuntungan menggunakan leaflet antara lain

sasaran dapat menyesuaikan dan belajar mandiri serta praktis karena

mengurangi kebutuhan mencatat. Sasaran dapat melihat isinya di saat santai

dan sangat ekonomis. Berbagai informasi dapat diberikan atau dibaca oleh

anggota kelompok sasaran sehingga bisa didiskusikan dan dapat memberikan

informasi yang detail yang mana tidak dapat diberikan secara lisan, mudah

didapat, diperbanyak, dan diperbaiki serta mudah disesuaikan dengan

kelompok sasaran.

Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini, dapat di lihat sebagai

berikut:

33
MEDIA INFORMASI
LEAFLET

Sebelum Sesudah

PENGETAHUAN MASYARAKAT

- Tahu (Know) - Analisis (analyze)


- Memahami (Comprehension)
- Aplikasi (Application)

PENGENDALIAN SCHISTOSOMIASIS

E. Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh pemberian informasi melalui media leaflet terhadap peningkatan

pengetahuan masyarakat tentang pengendalian Schistosomiasis.

34
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Dataran Tinggi Lindu terletak di wilayah Kabupaten Sigi Berjarak ±

100 Km arah Selatan Kota Palu dengan luas wilayah 131.000 ha, ditetapkan

berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Pertanian Republik Indonesia No.

522/Kpts/Um/10/1973. Dataran Tinggi Lindu merupakan daerah dengan

topografi yang relatif bervariasi, dari dataran sampai perbukitan. Sebagin

besar wilayah Dataran Tinggi Lindu merupakan kawasan hutan taman

nasional dan perairan berupa danau yang dikenal dengan Danau Lindu,

sedangkan selebihnya merupakan sawah, perkebunan cokelat, kopi, dan

semak belukar.

Secara administratif Danau Lindu sebelumnya berada di Kecamatan

Kulawi Kabupaten Donggala, namun sejak tahun 2008 ketika Kabupaten Sigi

sudah menjadi Kabupaten tersendiri maka wilayah Lindu Kemudian

ditetapkan sebagai kecamatan tersendiri pemekaran dari Kecamatan Kulawi,

dengan masing-masing Desa Puroo, Langko, Tomado dan Anca. Desa

Tomado memiliki bagian wilayah yang luas dibanding Desa Anca, Langko

dan Puroo. Bagian wilayah Desa Tomado terdiri dari dusun Kanawu,

Kangkuru dan Saluti. Di Desa Tomado sendiri terdapat laboratorium

Schistosomiasis, dan puskesmas yang jarak kedua bangunan tersebut sangat

dekat.

35
Masyarakat Lindu mayoritas baragama Kristen, geraja berada depan

jalan umum desa dan berhadapan dengan rumah-rumah penduduk. Setiap desa

terdapat gereja. Beberapa masyarakat Lindu beragama islam, mereka bukan

penduduk asli Lindu, namun mereka sudah lama, bahnkan sudah bertahun-

tahun tinggal di Lindu, kebanyakan mereka adalah suku bugis dan kaili yang

berasal dari Kulawi.

Ketinggian wilayah Dataran Tinggi Lindu berkisar 1000 m dpa.

Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Lindu:

- Sebelah Utara dengan Kec. Palolo

- Sebelah Timur dengan Kec. Lore Utara/Napu

- Sebelah Barat dengan Kec. Gumbasa

- Sebelah Selatan dengan Kec. Kulawi.

Jumlah penduduk Kecamatan Lindu tahun 2011 sebanyak 4690 jiwa

yang terdiri dari laki-laki 2495 orang dan perempuan 2195 orang. Penduduk

Dataran Tinggi Lindu umumnya bekerja sebagai petani sawah, cokelat, kopi

dan sebagai nelayan Danau Lindu yang menangkap ikan Mujair dan ikan

sigili. Fasilitas perekonomian warga berupa hasil pertanian, perkebunan dan

hasil penagkapan ikan, diangkut dengan mengunakan kendaraan roda dua

(motor) untuk sampai ke desa sadaunta.

Perumahan penduduk umumnya permanen dan beberapa rumah warga

terbuat dari papan. Beberapa rumah warga sudah memiliki sarana MC (mandi

cuci kakus), namun masih banyak warga yang tidak memiliki sarana MCK,

36
sehingga mereka harus mandi dan BAB (buang air besar) di sungai. Belum

ada alat penerang listrik di desa Lindu, namun beberapa rumah warga ada

yang mengunakan alata penerang listrik dengan menggunakan genset.

Aktivitas yang sering dilakukan masyarakat pada pagi sampai sore hari adalah

bekerja di sawah, perkebunan (cokelat dan kopi), dan sebagai nelayan.

B. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 29 Juni -1 Juli 2017 dan

28 Juli- 30 Juli 2017 di kecamatan lindu kabupaten sigi diperoleh hasil

sebagai berikut:

1. Karakteristik Responden

a. Jenis Kelamin

Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat

pada tabel 4.1 dibawah ini:

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin

No Jenis Desa Jumlah Persentase


Kelamin Puro'o Langko Tomado Anca (%)
1 Laki-Laki 1 11 12 11 35 36.5
2 Perempuan 8 14 22 17 61 63.5
Total 96 100
Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan tabel 4.1 karakteristik responden menurut jenis kelamin

untuk semua desa, jumlah keseluruhan laki-laki yaitu 35 orang (36.5%)

37
dibandingkan dengan jumlah keseluruhan perempuan yaitu 61 orang (63.5%)

yang lebih banyak.

b. Umur

Distribusi responden berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel

4.2 dibawah ini:

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Menurut Umur

No Umur Desa Jumlah Persentase(%)


Puro'o Langko Tomado Anca
1 15-19 2 5 0 0 7 7.3
2 20-24 0 1 2 1 4 4.5
3 25-29 0 0 2 1 3 3.3
4 30-34 4 3 6 1 17 17
5 35-39 0 4 6 4 14 14.6
6 40-44 0 2 4 0 6 6.3
7 45-49 0 2 2 4 8 8.3
8 50-54 1 3 5 5 14 14.6
9 55-59 1 2 4 3 10 10.5
10 60-64 1 3 3 6 13 13.6
Total 96 100
Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan tabel 4.2 karakteristik responden menurut umur, semua

desa jumlah keseluruhan responden untuk yang berumur 25-29 tahun yaitu

terdapat 3 responden (3.3%) yang terendah, dibandingkan dengan jumlah

keseluruhan yang berumur 35-39 tahun dan 50-54 tahun yang sama-sama

memiliki 14 responden (14.6%) yang tertinggi.

38
c. Pendidikan

Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat

dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini.

Tabel 4.3 Karakteristik Responden Menurut Pendidikan

N Pendidikan Desa Jumlah Persentase


o Terakhir Puro'o Langko Tomado Anca (%)
1 SD 5 8 11 14 38 39.6
2 SMP 3 7 9 5 24 25
3 SMA 1 6 12 6 25 26
4 PT 0 4 2 3 9 9.4
Total 96 100
Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan tabel 4.3 karakteristik responden menurut pendidikan

untuk semua desa jumlah keseluruhan yang berpendidikan SD yaitu 38

responden yang terbanyak, yang berpendidikan Perguruan Tinggi yaitu 9

responden yang jumlah sedikit

d. Pekerjaan

Distribusi responden berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada

tabel 4.4 dibawah ini.

39
Tabel 4.4 Karakteristik Responden Menurut Pekerjaan

No Pekerjaan Desa Jumlah Persentase


Puro'o Langko Tomado Anca (%)
1 Petani 7 21 31 26 85 88.5
2 Pelajar 2 2 0 0 4 4.2
3 Mahasiswa 0 2 0 0 2 2.1
4 PNS 0 0 2 0 2 2.1
5 Honorer 0 0 1 0 1 1
6 Guru 0 0 0 2 2 2.1
Total 96 100
Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan tabel 4.4 karakteristik responden menurut pekerjaan,

untuk semua dusun jumlah keseluruhan responden yang bekerja sebagai

petani yaitu 85 responden (88.5%) yang lebih banyak dari pada yag bekerja

sebagai honorer yaitu 1 responden (1 %) yang jumlahnya sedikit.

40
2. Pengetahuan Responden Sebelum dan sesudah Di Berikan Leaflet.

a. Analisis Univariat

Distribusi skor pengetahuan responden sebelum dan sesudah di

berikan leaflet.

Tabel 4.5 Distribusi Skor Pengetahuan Responden Sebelum Di Berikan


Leaflet

Skor Ʃ % Rata-rata
0– 4 8 8.33
5– 9 23 23.96
10 – 14 23 23.96
13.18
15 – 19 17 17.71
20 – 24 25 26.04
Jumlah 96 100
Data Primer Diolah 2017

Berdasarkan tabel 4.5 distribusi skor responden menurut

pengetahuan sebelum di berikan leaflet, menunjukkan bahwa skor 0 – 4

memiliki 8 (8.33%) responden, skor 5 – 9 memiliki 23 (23.96%)

responden, skor 10 – 14 memiliki 23 (23.96%) responden, skor 15 – 19

memiliki 17 (17.71%) dan skor 20 – 24 memiliki 25 (26.04%) dengan

memiliki nilai rata-rata yaitu 13.18.

41
Tabel 4.6 Distribusi Skor Pengetahuan Responden Sesudah Di Berikan
Leaflet

Skor Ʃ % Rata-rata
0– 4 0 0
5– 9 0 0
10– 14 5 5.21
20.47
15– 19 21 21.88
20– 24 70 72.91
Jumlah 96 100
Data Primer Diolah 2017

Berdasarkan tabel 4.6 distribusi skor responden menurut

pengetahuan sesudah di berikan leaflet, menunjukkan bahwa skor 0 – 4

memiliki 0 responden, skor 5 – 9 memiliki 0 responden, skor 10 – 14

memiliki 5 (5.21%) responden, skor 15 – 19 memiliki 21 (21.88%) dan

skor 20 – 24 memiliki 70 (72.91%) dengan memiliki nilai rata-rata yaitu

20.47.

3. Pengaruh Pemberian Informasi Melalui Media Leaflet Terhadap

Peningkatan Pengetahuan Masyarakat Tentang Pengendalian

Schistosomiasis.

a. Analisis bivariat.

Pemberian informasi melalui media leaflet memberikan

pengaruh terhadap pengetahuan masyarakat, dan dapat dilihat pada

tabel di bawah ini.

42
Tabel 4.7 Hasil Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Di Berikan Leaflet
Pengetahuan Rata-rata N P - Value
Sebelum 13.18 (54.91%) 96
0.000
Sesudah 20.47 (85.29%) 96
Data Primer Diolah 2017

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa p value 0,000 < 0,05

yang berarti bahwa ada perbedaan sebelum dan sesudah diberikan informasi

melalui media leaflet, sehingga pemberian leaflet tersebut berpengaruh positif

terhadap peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai pengendalian

Schistosomiasis.

C. Pembahasan

1. Pengetahuan Masyarakat Tentang Pengendalian Schistosomiasis Di

Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi Sebelum Pemberian Informasi

Melalui Media Leaflet

Sebelum diberikan media leaflet, kelompok eksperimen diberikan pre

test dalam hal ini menggunakan alat ukur kuesioner dengan tujuan untuk

mengetahui pengetahuan awal masyarakat pada setiap desa. Hasil

penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil kemampuan rata-rata

masyarakat sebelum diberikan leaflet adalah 13,18 (54,91%). Setelah

diberikan pre-test menggunakan alat ukur kuesioner pada masyarakat

disetiap desa, kemudian masyarakat disetiap desa diberikan treatment atau

sebuah perlakuan yaitu memberikan dan melakukan penyuluhan dengan

menggunakan media leaflet.

43
2. Pengetahuan Masyarakat Tentang Pengendalian Schistosomiasis Di

Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi Sesudah Pemberian Informasi

Melalui Media Leaflet

Sesudah diberikan treatment atau perlakuan, maka masyarakat disetiap

desa diberikan post test yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan

akhir masyarakat setelah satu bulan sejak pre test dilakukan. Hasil

penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa kemampuan rata-rata

masyarakat sesudah diberikan leaflet adalah 20,47 (85.29%), hal

menunjukkan bahwa pemberian informasi melalui media leaflet dapat

memberikan pengaruh yang positif terhadap peningkat pengetahuan

masyarakat.

3. Pengaruh Pemberian Informasi Melalui Media Leaflet Terhadap

Peningkatan Pengetahuan Masyarakat Tentang Pengendalian

Schistosomiasis.

Sebelum diberikan leaflet rata-rata pengetahuan masyarakat tentang

pengendalian schistosomiasis yaitu 13.18 (54,91%) sedangkan sesudah di

berikan leaflet rata-rata pengetahuan masyarakat tentang pengendalian

schistosomiasis yaitu 20.47 (85.29%). Setelah di berikan treatment atau

perlakuan, di dapatkan hasil bahwa rata-rata peningkatan pengetahuan

masyarakat sebelum dan sesudah meningkat menjadi 7.29 (30.38%). Hal

ini dipengaruhi karena pada saat melakukan penelitian, peneliti melakukan

wawancara terhadap responden perempuan yang jumlahnya sebesar 63.5%

44
dibandingkan jumlah responden laki-laki sebesar 36.5% yang sedikit

dikarenakan kesibukkan. Selain itu ada hal lain yang mempengaruhi

peningkatan pengetahuan masyarakat tentang pengendalian

schistosomiasis yaitu umur. Dengan bertambahnya umur seseorang akan

terjadi perubahan pada aspek psikis dan psikologis (mental). Pada aspek

psikis dan psikologis taraf berfikir seseorang semakin matang dan dewasa.

Pada penelitian ini umur 35-39 dan 50-54 tahun yang sama-sama memiliki

14 responden (14.6%). Selain umur, ada pekerjaan yang mempengaruhi

peningkatan pengetahuan masyarakat tentang pengendalian

schistosomiasis. Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang

memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun

tidak langsung, dalam penelitian pekerjaan sebagai petani sebesar 88.5%,

Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil pengolahan data dengan

menggunakan uji paired sample t-test yang telah peneliti lakukan,

menunjukkan bahwa p value 0,000 < 0,05 yang berarti bahwa ada

perbedaan sebelum dan sesudah diberikan informasi melalui media leaflet,

sehingga pemberian leaflet tersebut berpengaruh positif terhadap

peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai pengendalian

Schistosomiasis.

Menurut peneliti, responden yang mengalami peningkatan

pengetahuan disebabkan oleh adanya pengetahuan yang sudah dimiliki

oleh masyarakat sebelumnya. Sehingga, peneliti tidak merasa kesulitan

45
dalam pemberian informasi melalui media leaflet tentang pengendalian

Schistosomiasis, dan juga masyarakat tidak mengalami kesulitan dalam

menerima pengetahuan yang berikan oleh peneliti, disamping itu peranan

petugas kesehatan dan juga kader yang terlibat dalam pengendalian

Schistosomiasis selalu memberikan informasi melalui penyuluhan yang

dilakukan kepada masyarakat.

Pengetahuan masyarakat Lindu dalam menanggulangi schistosomiasis

dapat dilihat dalam bentuk tindakan mereka, dengan cara melakukan dan

menerima sistem perawatan kesehatan secara medis yaitu, bersedia

mengumpulkan tinja setiap enam bulan sekali, bersedia minum obat yang

diberikan petugas kesehatan, selalu membersihkan saluran air di sawah

atau kebun, menggunakan sepatu boot jika pergi ke daerah fokus aktif,

menggunakan air bersih yang tidak terinfeksi sercaria dan menggunakan

jamban.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Nur Syamsiyah (2013) tentang “Pengaruh Media Leaflet Terhadap

Perubahan Pengetahuan” menunjukkan bahwa ada pengaruh dari media

leaflet terhadap perubahan pengetahuan (p-value) sebesar 0.000.

Seseorang yang terpapar informasi mengenai suatu topik tertentu akan

memiliki pengetahuan yang lebih banyak dari pada yang tidak terpapar

informasi. Pemberian media leaflet merupakan salah satu metode untuk

46
meningkatkan pengetahuan dengan melalui tulisan - tulisan dan gambar

mengenai suatu materi.

Informasi yang diberikan oleh media leaflet ini dapat langsung dibaca

dan dapat dipahami, pada dasarnya isi dari media leaflet ini berupa gambar

dan tulisan sehingga terlihat lebih menarik bagi sasaran pendidikan agar

mempermudah sasaran menerima pesan atau informasi. Dengan demikian

fungsi dari media dapat berfungsi untuk mempertinggi daya serap dan

retensi seseorang terhadap materi pembelajaran.

Notoadmodjo (2007), media dapat digunakan untuk meningkatkan

pengetahuan, dengan peningkatan pengetahuan diharapkan adanya

perubahan perilaku masyarakat tentang penyakit Schistosomiasis. Media

merupakan alat bantu dalam proses pendidikan. Pemberian informasi

secara formal maupun nonformal dapat meningkatkan pengetahuan.

Pemberian media leaflet merupakan salah satu pemberian non formal yang

sering digunakan dalam pendidikan kesehatan.

Pengetahuan yang baik dapat membentuk keyakinan yang baik.

Keyakinan yang dimilki seseorang dapat mempengaruhi sikap seseorang

terhadap perilaku. Keyakinan tersebut akan mempengaruhi sikap

seseorang apakah perilaku tersebut menghasilkan sesuatu yang diinginkan

atau tidak diinginkan.

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya

47
(mata,hidung.telinga,dan sebagainya). Dengan sendirinya pengindraan

sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh

intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar

pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran (telinga), dan

indra penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek

mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda (Notoadmodjo,

2010).

48
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pengetahuan masyarakat tentang pengendalian Schistosomiasis Di

Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi Sebelum Pemberian Informasi Melalui

Media Leaflet yaitu sebesar 54.91%

2. Pengetahuan masyarakat tentang pengendalian Schistosomiasis Di

Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi Sesudah Pemberian Informasi Melalui

Media Leaflet yaitu sebesar 85.29%

3. Hasil pengolahan data dengan menggunakan uji paired sample t-test yang

telah peneliti lakukan, menunjukkan bahwa p value 0,000 < 0,05 yang

berarti bahwa ada perbedaan sebelum dan sesudah diberikan informasi

melalui media leaflet, sehingga pemberian leaflet tersebut berpengaruh

positif terhadap peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai

pengendalian Schistosomiasis.

B. Saran

1. Bagi instansi terkait

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi

dan Sebaiknya bagi Dinas Kesehatan atau petugas kesehatan dan kader

dapat melakukan penyuluhan menggunakan media leaflet. Pada dasarnya

informasi yang diberikan oleh media leaflet ini dapat langsung dibaca dan

dapat dipahami, isi dari media leaflet ini berupa gambar dan tulisan

49
sehingga terlihat lebih menarik dan mempermudah sasaran menerima

pesan atau informasi.

2. Bagi institusi

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dan

referensi bagi mahasiswa yang ingin melanjutkan penelitian tentang

pengaruh pemberian informasi melalui media leaflet terhadap peningkatan

pengetahuan masyarakat tentang pengendalian Schsitosomiasis

3. Bagi peneliti

Bagi peneliti yang ingin melanjutkan penelitian seperti ini, diharapkan

karya tulis ilmiah ini dapat menjadi bahan tambahan pengetahuan dan

wawasan, serta dapat menjadi acuan dalam mengembangkan variabel-

variabel yang lebih luas.

50
DAFTAR PUSTAKA

Anis Nurwidayati dkk. 2015. Survei cepat terhadap tikus dan keong perantara
Schistosomiasis di daerah endemis, Dataran Tinggi Bada Kabupaten
Poso, Sulawesi Tengah. Jurnal Buski, Jurnal Epidemiologi dan Penyakit
Bersumber Binatang. Balai Litbang P2b2 Donggala. Vol. 5, No. 3
(Online).
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/buski/article/view/4485/40
66 di akses 7 februari 2017

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT.


Rineka Cipta.

Anonim.http://pppl.depkes.go.id/_asset/_download/program_pengendalian_schistoso
miasis.pdf di akses 6 februari 2017

Anonim. eprints.undip.ac.id/29781/2/6_Pendahuluan.pdf, diakses pada tanggal 22


oktober 2016
Anonim, 2012 Menentukan Jumlah Sampel dengan Rumus Slovin
http://analisis-statistika.blogspot.co.id/2012/09/menentukan-
jumlah-sampel-dengan-rumus.html di akses 08/02/2017
Barodji, Sudomo, M, et al. 1983. Percobaan Pemberantasan Hospes Perantara
Schistosomiasis (Oncomelania hupensis lindoensis) dengan Bayluscide
dan Kombinasi Pengeringan dengan Bayluscide di Dataran Lindu,
Sulawesi Tengah. Buletin Penelitian Kesehatan

Badan Pusat Statistik. https://weareindostudents.blogspot.co.id/2016/04/kelompok-


usia-produktif-kunci-majunya.html diakses 25 nopember 2016

Dinas Kesehatan Sigi. 2015 dalam KTI Aldiandri 2016

Ideham, B., Pusarawati, S., 2007. Helmitologi Kedokteran. Surabaya : Airlangga

Koto,F. 2014. Model Pencegahan Kejadian Schistosomiasis Di Dataran Tinggi Napu


Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso TAHUN 2014. Tesis. Tidak
dipublikasikan

Kasnodiharjo. (1994). Penularan Schistosomiasis dan Penanggulangannya –


Pandangan dari Perilaku. Badan penelitian dan pengembangan
kesehatan. Jakarta : Jurnal Cermin Dunia Kedokteran.

51
Mujiyanto. Jastal. 2014. Pemanfaatan Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi
Geografis Dalam Identifikasi Fokus Baru Schistosomiasis Di Dataran
Tinggi Bada Kabupaten Poso Provinsi Sulawesi Tengah.(Online)
(http://sinasinderaja.lapan.go.id/wpcontent/uploads/2014/06/bukuprosidin
g_732-739.pdf) di akses 10 januari 2017

Muslim, H. M., 2009. Parasitologi Untuk Keperawatan. EGC, Jakarta.

Mubarak. Wahid Iqbal. (2007). Promosi Kesehatan. Jogjakarta : Graha ilmu.(


http://dr-suparyanto.blogspot.co.id/2011/08/konsep-pengetahuan.html) di
akses 20 desember 2017

Nurul, R., Rau, M. J. dan Anggraini, L. 2014. Analisis Faktor Risiko Kejadian
Schistosomiasis Di Desa Puroo Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi Tahun
2014 (Online).
(jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/Preventif/article/download/5813/4571)
di akses 30 nopember 2016

Notoadmodjo, P. D. S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta Jakarta

Notoatmodjo S, 2007. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Rineka Cipta : Jakarta

Notoatmodjo, Soekidjo, 1993. Ilmu Kesehatan Masyarakat : Prinsip‐Prinsip Dasar..


PT. Rineka Cipta : Jakarta

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Pusatbahasa.kemdiknas.go.id, dalam Proposal Riset Media Edy Sutrisno

Padri Feri. 2011. https://feripadri.files.wordpress.com/2011/11/leaflets2.pdf(diakses


pada hari senin tanggal 2 januari 2017.

Pujiriyanto, 2005. Desain Grafis Komputer (Teori Grafis Komputer). Cetakan


Pertama. Yogyakarta : CV. Andi Offset

Poltekkes Kemenkes Palu, 2016. Pedoman Teknis Penulisan Tugas Akhir Mahasiswa
Poltekkes Kemenkes Palu. Politeknik Kesehatan Kemenkes Palu

Rosmini. Soeyoko. Sumarni, S. 2010. Penularan Schistosomiasis Di Desa Dodolo


Dan Mekarsari Dataran Tinggi Napu Sulawesi Tengah. Artikel, (1): 113-
117.

52
Syamsiyah, N. 2013. Pengaruh Media Leaflet Terhadap Perubahan Pengetahuan
dan Intensi pemberian Asi Eksuklusif Pada Ibu Hamil Di Wilayah
Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2013.
Skripsi. Tidak dipublikasikan. Peminatan Gizi Program Studi Kesehatan
Masyarakat

Sutrisno, E. 2016. Efektifitas leaflet sebagai media sosialisasi pelayanan pada Badan
Perijinan Terpadu & Penanaman Modal (BPTPM) Kabupaten Sragen.
(Online).(https://edysut.files.wordpress.com/2012/06/proposal-riset-media-
efektifitas-leaflet.pdf\) di akses 2 januari 2017

Sugiyono, P.,D. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta,
CV. Jl.Gegerkalong Hilir No. 84 Bandung

Sunanti Z. Soejoeti. 2017. Konsep Sehat, Sakit dan Penyakit dalam Konteks Sosial
Budaya.(Online).(http://www.yuniawan.blog.unair.ac.id/files/2008/03/seha
tsakit.pdf) di akses 7 januari 2017

Soedarto(2008). Parasitologi Klinik, Airlangga University Press,Surabaya.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D. Alfabeta

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan


R&D. Bandung: Alfabeta

Soegeng S. 2005. Kumpulan Makalah Penyakit Tropis Dan Infeksi Di Indonesia. Jilid
4.Airlangga University Press. Surabaya. (Online). https://books.google. co.
id/books/about/Kumpulan_makalah_penyakit_tropis_dan_inf.html?hl=id&i
d=YBISqAAACAAJ di akses 7 februari 2017

Sandjaja B. 2007. Parasitologi Kedokteran Helmintologi Kedokteran. Jakarta:


Prestasi Pustaka.

Veridiana Ni Nyoman dan Sitti Chadijah, 2013. Faktor-faktor yang Berhubungan


dengan Perilaku Masyarakat dalam mencegah Penularan Schistosomiasis
di Dua Desa di Dataran Tinggi Napu Kabupaten Poso Sulawesi Tengah
Tahun 2010. Media Litbangkes Vol 23 No. 3

[WHO] World Health Organization. 2014. Schistosomiasis. (Online)


(http://www.who.int/schistosomiasis/en/) di akses tanggal 6 Februari 2017

WHO.Schistosomiasis Fact Sheet. 2010. http://www.who.int di akses 7 februari 2017

53

Anda mungkin juga menyukai