Anda di halaman 1dari 26

PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN 

MALARIA

DOSEN PENGAMPU : SUSANTI BR PERANGIN-ANGIN, SKM, M.Kes


RISNAWATI TANJUNG, SKM. M.Kes  

NELSON TANJUNG, SKM, M.Kes 

DISUSUN OLEH :

NAMA : ROSMAIDA HELEN FARINA NAINGGOLAN

KELAS: ALIH JENJANG

JURUSAN SANITASI KESEHATAN LINGKUNGAN


POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN
KABANJAHE
2021
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL PRAKTEK : PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN MENGENAI  MALARIA

DILAKSANAKAN : KAMIS, 02 DESEMBER 2021


OLEH : ROSMAIDA HELEN FARINA NAINGGOLAN

Disahkan pada :  Desember 2021 

Mengetahui

Dosen Pembimbing

Susanti Br Perangin-Angin,SKM,M.Kes 
NIP : 197308161998032001

KATA PENGANTAR 

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga makalah 
ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih 
yang sebesar besarnnya terhadap bantuan dari pihak yag telah berkontribusi dengan 
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. 

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan  dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini  bisa
pembaca mengimpletasikannya dalam kehidupan sehari- hari. 

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini memiliki banya kekurangan 


baik dari kelengkapan teori maupun penuturan bahasa, karena itu kami 
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini. 

Harapan kami semoga makalah ini dapat memberi manfaat dan menambah 
pengetahuan serta dapat menjadi arahan dalam mengimplementasikan dalam  kehidupan
sehari- hari. 

Kabanjahe,  Desember 2021 

Penulis
ii 
DAFTAR ISI 

SAMPUL DEPAN 

LEMBAR PERSETUJUAN…................................................................... i KATA

PENGANTAR................................................................................ ii DAFTAR

ISI……...................................................................................... iii 

BAB I PENDAHULUAN 

1.1. Latar Belakang……………………………………………………………….

1 1.2. Tujuan Makalah....................................................................................... 3 

1.3. Manfaat Makalah.................................................................................... 3 

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 

2.1. Pengertian Penyakit ………………………………………………………. 4

2.2. Pengertian Lingkungan……………………………………………………. 4

2.3. Pengertian Penyakit Berbasis Lingkungan…………………………….

42.4.Definisi Penyakit Malaria…………………………………………..…. 5 2.5.

Etiologi Malaria………….……………………………………………………. 5

2.6. Epidemiologi Malaria……….…………………………………………….. 6

2.7. Sumber Penularan dan Cara Penularan………………..……………. 7 2.8.

Tanda dan Gejala Malaria……….……………………………………….. 8 2.9.

Masa Inkubasi…………………………………………………………….. 10 

2.10. Pencegahan Malaria…………………………………………….. 11


2.11. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Malaria………..…… 11 BAB

III METODE PENGAMBILAN DATA 

3.1 Lokasi Praktek Lapangan……………………………………………….. 24

3.2 Pelaksanaan Praktek Lapangan………………………………………. 24 3.3

Sumber Data…………………………………………………………..…… 24 3.4

Teknik Pengumpulan Data…………………………………………….... 24 

BAB IV PEMBAHASAN 

4.1 Latar belakang……………………………………………………………… 25

4.2. Sejarah terjadinya Malaria……………………………………………. 26 4.3

Penyebab Malaria…………………………………………………….. 27 4.4.

Penularan Malaria...………………………………………………… 30 4.5

Pencegahan Malaria………… …………………………………………….. 34 4.6

Potensi Lingkungan Terhadap Malaria………………………………… 39 BAB

V PENUTUP 

5.1 Kesimpulan………………………………………………………………. 40 5.2

Saran...........………………………………………………………………. 40

BAB I  
PENDAHULUAN 

1.1. Latar Belakang 

Masalah kesehatan merupakan masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan  dengan
masalah lain diluar masalah kesehatan itu sendiri demikian pula untuk mengatasi  masalah
kesehatan masyarakat tidak hanya dilihat dari segi kesehatannya sendiri akan tetapi  harus dari
segi lingkungannya yang mempengaruhi derajat kesehatan tersebut, salah satu  masalah
masyarakat yang harus mendapat perhatian yaitu masalah malaria.Malaria merupakan salah satu
penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat utama di dunia termasuk
Indonesia. Penyakit malaria menjadi salah satu perhatian global karena kasus malaria yang tinggi
dapat berdampak luas terhadap kualitas hidup dan ekonomi bahkan mengancam keselamatan
jiwa manusia. (Erdinal, 2006).  

Terdapatnya suatu penyakit di suatu daerah tergantung pada terdapatnya manusia yang 
mengerti akan kondisi lingkungan yang sesuai bagi kehidupan mikroorganisme penyebab 
penyakit. Daerah pertanian, peternakan, kebiasaan menggunakan tinja untuk pupuk,  kebersihan
lingkungan hidup, sanitasi dan higiene perorangan yang buruk serta kemiskinan  merupakan
faktor-faktor yang dapat meningkatkan penyebaran penyakit. Penyakit malaria merupakan
penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang,  sehingga dapat
menimbulkan wabah. Pada usia 5–14 tahun merupakan usia anak yang kurang memperhatikan
Wilayah endemis malaria pada umumnya adalah desa-desa terpencil. Menurut perhitungan para
ahli berdasarkan teori ekonomi kesehatan, dengan jumlah kasus malaria tersebut di atas, dapat
menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar mencapai sekitar 3 triliun rupiah lebih.
Kerugian tersebut sangat berpengaruh terhadap pendapatan daerah (Depkes RI, 2009)
Penyakit malaria sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) di Indonesia. Pada tahun 2006
terjadi KLB malaria di beberapa daerah di Indonesia. Beberapa KLB disebabkan terjadinya
perubahan lingkungan oleh bencana alam, migrasi penduduk dan pembangunan yang tidak
berwawasan lingkungan sehingga tempat perindukan potensial nyamuk malaria semakin meluas
(Harijanto, 2010).. 

Berdasarkan data WHO (2010), terdapat sebanyak 247 juta kasus malaria di seluruh dunia
dan menyebabkan lebih dari 1 juta kematian pada tahun 2008. Sebagian besar kasus dan
kematian malaria ditemukan di Afrika dan beberapa negara di Asia, Amerika Latin, Timur
Tengah serta Eropa. Setiap 45 detik seorang anak di Afrika meninggal dunia akibat penyakit
malaria.

Kejadian penyakit malaria berhubungan dengan perilaku hidup bersih sehat  diantaranya
sanitasi lingkungan yang buruk ventilasi rumah, menjaga kondisi sarana penampungan air,
memperhatikan kebersihan tempat pembuangan sampah dan kebersihan saluran Pembuangan Air
Limbah (SPAL) yang kesemuanya ditujukan untuk memutus mata rantai penularan malaria
(Depkes RI, 2003 ).
Faktor yang penting dalam mempengaruhi intensitas penularan dan tinggi prevalensi
penyakitmalaria.Faktor Host (Pejamu),Faktor Agent (Penyebab),Faktor Environment
(Lingkungan), Intensitas penularan juga akan ditentukan oleh derajat kontak antara vektor dan
manusianya. Besarnya ancamanmalaria di suatu daerah terkait dengan dimana dan kapan
masalah malaria terjadi, kelompok mana (umur, jenis kelamin, pekerjaan) penularan terjadi.
Keadaan ini memungkinkan kepadatan nyamuk Anopheles meningkat, sehingga suatu daerah
menjadi endemis. Adanya vektordi suatu tempat dan d itemukan penderitamalaria maka
penularan akan berlangsung dari orang sakit ke orang sehat. Untuk memutuskan rantai penularan
dan penanggulangan malaria dapat melalui pengendaliaan vektor dan mencegah kontak antara
vektor dan manusia. Faktor resikoyang terdapat pada kelompok pendudukpada suatu waktu dan
tempat tertentu sertaagent yang menyebabkan terjadinya penyakit. Sehingga perlu dilakukan
analisis ini, untuk mencari hubungan antara faktor-faktor tersebut terhadap angka kesakitan
malaria menggunakan data Riskesdas 2007.

1.2. Tujuan Makalah 

Tujuan Umum: 

Untuk menjelaskan faktor perilaku masyarakat dan sanitasi lingkungan hubungannya dengan 
kejadian.. 

Tujuan khusus: 

a. Menganalisis hubungan perilaku masyarakat dengan kejadian malaria. 

c. Menganalisis lingkungan  bersih dengan kejadian malaria. 

d. . Menganalisis hubungan sanitasi  lingkungan yang buruk ventilasi rumah, menjaga kondisi
sarana penampungan air, memperhatikan kebersihan tempat pembuangan sampah dan
kebersihan saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) yang kesemuanya ditujukan untuk
memutus mata rantai penularan malaria 

1.3 Manfaat 

Dengan penulisan makalah ini diharapkan dapat mempelajari mengetahui penyebab penyakit 
malaria, cara penularannya serta cara mencegah terjadinya penyakit berbasis  lingkungan
terutama malaria.

BAB II  

TINJAUAN PUSTAKA 

2.1. Pengertian Penyakit 

Penyakit adalah suatu keadaan abnormal dari tubuh atau pikiran yang menyebabkan 
ketidak nyamanan, disfungsi atau kesukaran terhadap orang yang dipengaruhuinya. 

2.2. Pengertian Lingkungan 

Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan 


sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang 
tumbuh diatas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi 
ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut. 
Lingkungan juga dapat diartikan menjadi segala sesuatu yang ada disekitar manusia  dan
mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia. 

Lingkungan terdiri dari komponen abiotik dan biotik. 

Komponen abiotik adalah segala yang tidak bernyawa seperti tanah, udara, air, iklim, 
kelembaban, cahaya, bunyi. 

Sedangkan komponen biotik adalah segala sesuatu yang bernyawa seperti tumbuhan, 
hewan, manusia dan mikroorganisme (virus dan bakteri). 

2.3. Pengertian Penyakit Berbasis Lingkungan 

Penyakit berbasis lingkungan adalah suatu kondisi patologis berupa kelainan fungsi  atau
morfologi suatu organ tubuh yang disebabkan oleh interaksi manusia dengan  segala
sesuatu disekitarnya yang memiliki potensi penyakit.


2.4. Definisi Penyakit Malaria
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan
masyarakat utama di dunia termasuk Indonesia. Penyakit malaria menjadi salah satu
perhatian global karena kasus malaria yang tinggi dapat berdampak luas terhadap kualitas
hidup dan ekonomi bahkan mengancam keselamatan jiwa manusia. (Erdinal, 2006). 

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah
kesehatan bagi masyarakat. Ada 2 jenis parasit yang berperan besar dalam penularan
malaria yaitu parasit malaria (yang disebut Plasmodium) dan nyamuk anopheles betina.
Plasmodium terbagi dalam empat jenis spesies di dunia yang dapat menginfeksi sel darah
merah manusia. Pengobatan yang diberikan meliputi pengobatan radikal malaria dengan
membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia bertujuan sebagai
pengobatan radikal untuk mendapat kesembuhan kilinis dan parasitologik serta
memutuskan rantai penularan. Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko
terinfeksi malaria sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Prognosis
malaria berat tergantung kecepatan diagnosa dan ketepatan & kecepatan pengobatan.
(Kata Kunci: Malaria; Plasmodium; Nyamuk Anopheles Betina)

2.5. Etiologi Malaria

Ada 2 jenis parasir  yang berperan besar dalam penularan malaria yaitu parasit malaria
(yang disebut Plasmodium) dan nyamuk anopheles betina. Parasit malaria memiliki siklus
hidup yang kompleks, untuk kelangsungan hidupnya parasit tersebut membutuhkan host
(tempatnya menumpang hidup) baik pada manusia maupun nyamuk, yaitu nyamuk
anopheles. Ada empat jenis spesies parasit malaria di dunia yang dapat menginfeksi sel darah
merah manusia, yaitu2,3,4: 1. Plasmodium falciparum 2. Plasmodium vivax 3. Plasmodium
malariae 4. Plasmodium ovale Keempat spesies parasit malaria tersebut menyebabkan jenis
penyakit malaria yang berbeda, yaitu4,5,6,7,8: 1. Plasmodium falciparum Menyebabkan
malaria falsiparum (disebut juga malaria tropika), merupakan jenis penyakit malaria yang
terberat dan satu-satunya parasit malaria yang menimbulkan penyakit mikrovaskular., karena
dapat menyebabkan berbagai komplikasi berat seperti cerebral malaria (malaria otak),
anemia berat, syok, gagal ginjal akut, perdarahan, sesak nafas, dll. 2. Plasmodium vivax
Menyebabkan malaria tertiana. Tanpa pengobatan: berakhir dalam 2 – 3 bulan. Relaps 50%
dalam beberapa minggu – 5 tahun setelah penyakit awal. 3. Plasmodium malariae
Menyebabkan malaria quartana. Asimtomatis dalam waktu lama. Jurnal Averrous Vol.4 No.2
2018 4. Plasmodium ovale Jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan
Pasifik Barat. Lebih ringan. Seringkali sembuh tanpa pengobatan. Seorang penderita dapat
dihinggapi oleh lebih dari satu jenis plasmodium. Infeksi demikian disebut infeksi campuran
(mixed infection). Biasanya campuran P.Falciparum dengan P.Vivax atau P.Malariae. Infeksi
campuran tiga jenis sekaligus jarang sekali terjadi. Infeksi jenis ini biasanya terjadi di daerah
yang tinggi angka penularannya. Malaria yang disebabkan oleh P.Vivax dan P.Malariae
dapat kambuh jika tidak diobati dengan baik. Malaria yang disebabkan oleh spesies selain
P.Falciparum jarang berakibat fatal, namun menurunkan kondisi tubuh; lemah, menggigil
dan demam yang biasanya berlangsung 10-14 hari4,6 . Parasit Plasmodium sebagai penyebab
(agent). Agar dapat hidup terus menerus, parasit penyebab penyakit malaria harus berada
dalam tubuh manusia untuk waktu yang cukup lama dan menghasilkan gametosit jantan dan
betina yang sesuai untuk penularan. Parasit juga harus menyesuaikan diri dengan sifat-sifat
spesies nyamuk Anopheles yang antropofilik agar sporogoni memungkinkan sehingga dapat
menghasilkan sporozoit yang infektif.2,3 Sifat-sifat spesifik parasitnya berbeda untuk setiap
spesies Plasmodium dan hal ini mempengaruhi terjadinya manifestasi klinis dan penularan.
P.falciparummempunyai masa infeksi yang paling pendek diantara jenis yang lain, akan
tetapi menghasilkan parasitemia yang paling tinggi. Gametosit P.falciparum baru
berkembang setelah 8-15 hari sesudah masuknya parasit ke dalam darah. Parasit P.vivax dan
P.ovale pada umumnya menghasilkan parasitemia yang rendah, gejala yang lebih ringan dan
mempunyai masa inkubasi yang lebih lama daripada P.falciparum. Walaupun begitu,
sporozoit P.vivax dan P.ovale di dalam hati dapat berkembang menjadi skizon jaringan
primer dan hipnozoit. Hipnozoit ini menjadi sumber terjadinya relaps2,3 . Setiap spesies
Plasmodium terdiri dari berbagai strain yang secara morfologis tidak dapat dibedakan. Strain
suatu spesies yang menginfeksi vektor lokal, mungkin tidak dapat menginfeksi vektor dari
daerah lain. Lamanya masa inkubasi dan pola terjadinya relaps juga berbeda menurut
geografisnya. P.vivax dari daerah Eropa Utara mempunyai masa inkubasi yang lama,
sedangkan P.vivaxdari daerah Pasifik Barat (antara lain Irian Jaya) mempunyai pola relaps
yang berbeda. Terjadinya resistensi terhadap obat anti malaria juga berbeda menurutstrain
geografis parasit. Pola resistensi di Irian Jaya juga berbeda dengan di Sumatera dan Jawa2,3 .
Jurnal Averrous Vol.4 No.2 2018 Nyamuk Anopheles. Pada manusia, nyamuk yang dapat
menularkan malaria hanya nyamuk Anopheles betina. Pada saat menggigit host terinfeksi
(manusia yang terinfeksi malaria), nyamuk Anopheles akan menghisap parasit malaria
(plasmodium) bersamaan dengan darah, sebab di dalam darah manusia yang telah terinfeksi
malaria banyak terdapat parasit malaria. Parasit malaria tersebut kemudian bereproduksi
dalamtubuh nyamuk Anopheles, dan pada saat menggigit manusia lain (yang tidak terinfeksi
malaria), maka parasit malaria masuk ketubuh korban bersamaan dengan air liur nyamuk.
Malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk betina anopheles. Dari lebih 400
spesies anopheles di dunia, hanya sekitar 67 yang terbukti mengandung sporozoit dan dapat
menularkan malaria4,5 . Nyamuk Anopheles terutama hidup di daerah tropik dan subtropik,
namun bisa juga hidup di daerah beriklim sedang dan bahkan di daerah Antarika. Anopheles
jarang ditemukan pada ketinggian 2000 – 2500 m, sebagian Anopheles ditemukan di dataran
rendah. Semua vektor tersebut hidup sesuai dengan kondisi ekologi setempat, antara lain ada
nyamuk yang hidup di air payau pada tingkat salinitas tertentu (An. sundaicus,
An.subpictus), ada yang hidup di sawah (An. aconitus), air bersih di pegunungan (An.
maculatus), genangan air yang terkena sinar matahari (An. punctulatus, An. farauti)4,5 .
Kehidupan nyamuk sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan yang ada, seperti suhu,
kelembaban, curah hujan, dan sebagainya.Efektifitas vektor untuk menularkan malaria
ditentukan hal-hal sebagai berikut4,5: 1) Kepadatan vektor dekat pemukiman manusia. 2)
Kesukaan menghisap darah manusia atau antropofilia. 3) Frekuensi menghisap darah (ini
tergantung dari suhu). 4)Lamanya sporogoni (berkebangnya parasit dalam nyamuk sehingga
menjadi efektif). 5) Lamanya hidup nyamuk harus cukup untuk sporogoni dan kemudian
menginfeksi jumlah yang berbeda-beda menurut spesies. Nyamuk Anopheles betina
menggigit antara waktu senja dan subuh, dengan jumlah yang berbeda-beda menurut
spesiesnya. Kebiasaan makan dan istrahat nyamuk Anopheles dapat dikelompokkan
menjadi3,4: 1. Endofilik : suka tinggal dalam rumah/bangunan. 2. Eksofilik : suka tinggal
diluar rumah. 3. Endofagi : menggigit dalam rumah/bangunan. 4. Eksofagi : menggigit diluar
rumah/bangunan. Jurnal Averrous Vol.4 No.2 2018 5. Antroprofili : suka menggigit manusia.
6. Zoofili : suka menggigit binatang. Jarak terbang nyamuk Anopheles adalah terbatas,
biasanya tidak lebih dari 2-3 km dari tempat perkembangbiakan. Bila ada angin yang kuat
nyamuk Anophelesbisa terbawa sampai 30 km. Nyamuk Anopheles dapat terbawa pesawat
terbang atau kapal laut dan menyebarkan malaria ke daerah yang non endemik3,4 . Nyamuk
Anopheles menggigit penderita malaria dan menghisap juga parasit malaria yang ada di
dalam darah penderita. Parasit malaria berkembang biak di dalam tubuh nyamuk Anopheles
(menjadi nyamuk yang infektif). Nyamuk Anopheles yang infektif menggigit orang yang
sehat (belum menderita malaria). Sesudah +12-30 hari (bervariasi tergantung spesies parasit)
kemudian, bila daya tahan tubuhnya tidak mampu meredam penyakit ini maka orang sehat
tsb berubah menjadi sakit malaria dan mulai timbul gejala malaria . 

2.6. Epidemiologi Malaria

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan mempunyai respon imun yang lebih
kuat dibandingkan dengan laki-laki, namun kehamilan dapat maningkatkan resiko malaria.
Ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi seseorang terinfeksi malaria adalah4 : 1. Ras
atau suku bangsa Pada penduduk benua Afrika prevalensi Hemoglobin S (HbS) cukup tinggi
sehingga lebih tahan terhadap infeksi P. falciparum karena HbS dapat menghambat
perkembangbiakan P. falciparum. 2. Kekurangan enzim tertentu Kekurangan terhadap enzim
Glukosa 6 Phosphat Dehidrogenase (G6PD) memberikan perlindungan terhadap infeksi P.
falciparum yang berat. Defisiensi terhadap enzim ini merupakan penyakit genetik dengan
manifestasi utama pada wanita. 3. Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu
mengancurkan Plasmodium yang masuk atau mampu menghalangi perkembangannya. Hanya
pada daerah dimana orang-orang mempunyai gametosit dalam darahnya dapat menjadikan
nyamuk anopheles terinfeksi. Anak-anak mungkin terutama penting dalam hal ini. Penularan
malaria terjadi pada kebanyakan daerah tropis dan subtropics, walaupun Amerika Jurnal
Averrous Vol.4 No.2 2018 Serikat, Kanada, Eropa, Australia dan Israel sekarang bebas
malaria local, wabah setempat dapat terjadi melalui infeksi nyamuk local oleh wisatawan
yang datang dari daerah endemis9 . Malaria congenital, disebabkan oleh penularan agen
penyebab melalui barier plasenta, jarang ada. Sebaliknya malaria neonates, agak sering dan
dapat sebagai akibat dari pencampuran darah ibu yang terinfeksi dengan darah bayi selama
proses kelahiran.

2.7. Sumber Penularan dan Cara Penularan 


Silkus Pada Manusia. Ketika nyamuk anoples betina (yang mengandung parasit malaria)
menggigit manusia, akan keluar sporozoit dari kelenjar ludah nyamuk masuk ke dalam
darahdan jaringan hati. Dalam siklus hidupnya parasit malaria membentuk stadium sizon
jaringan dalam sel hati (stadium ekso-eritrositer). Setelah sel hati pecah, akan keluar
merozoit/kriptozoit yang masuk ke eritrosit membentuk stadium sizon dalam eritrosit
(stadium eritrositer). Disitu mulai bentuk troposit muda sampai sizon tua/matang sehingga
eritrosit pecah dan keluar merozoit. Sebagian besar Merozoit masuk kemabli ke eritrosit dan
sebagian kecil membentuk gametosit jantan. Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina. Betina
yang siap untuk diisap oleh nyamuk malaria betina dan melanjutkan siklus hidupnya di tubuh
nyamuk (stadium sporogoni). Didalam lambung nyamuk, terjadi perkawinan antara sel gamet
jantan (mikro gamet) dan sel gamet betina (makro gamet) yang disebut zigot. Zigot berubah
menjadi ookinet, kemudian masuk ke dinding lambung nyamuk berubah menjadi ookista.
Setelah ookista matang kemudian pecah, keluar sporozoit yang berpindah ke kelenjar liur
nyamuk dan siap untuk ditularkan ke manusia . Khusus P. vivax dan P. ovale pada siklus
parasitnya di jaringan hati (sizon jaringan) sebagian parasit yang berada dalam sel hati tidak
melanjutkan siklusnya ke sel eritrosit, akan tetapi tertanam di jaringan hati –disebut
hipnosit-. Bentuk hipnosit inilah yang menyebabkan malaria relapse. Pada penderita yang
mengandung hipnosoit, apabila suatu saat dalam keadaan daya tahan tubuh menurun
misalnya akibat terlalu lelah, sibuk, stress atau perubahan iklim (musim hujan), hipnosoit
dalam tubuhnya akan terangsang untuk melanjutkan siklus parasit dari sel hati ke eritrosit.
Setelah eritrosit yang berparasit pecah akan timbul kembali gejala penyakit. Misalnya 1 – 2
tahun sebelumnya pernah menderita P. vivax/ovale dan sembuh setelah diobati, bila kemudia
mengalami kelelahan atau stress, gejala malaria akan muncul kembali sekalipun yang
bersangkutan tidak digigit oleh nyamuk anopheles. Bila dilakukan pemeriksaan, akan
didapati Pemeriksaan sediaan darah (SD) positif P. vivax/ovale. Jurnal Averrous Vol.4 No.2
2018 Pada P. Falciparum serangan dapat meluas ke berbagai organ tubuh lain dan
menimbulkan kerusakan seperti di otak, ginjal, paru, hati dan jantung, yang mengakibatkan
terjadinya malaria berat atau komplikasi. Plasmodium Falciparum dalam jaringan yang
mengandung parasit tua – bila jaringan tersebut berada di dalam otak- peristiwa ini disebut
sekustrasi. Pada penderita malaria berat, sering tidak ditemukan plasmodium dalam darah
tepi karena telah mengalami sekuestrasi. Meskipun angka kematian malaria serebral
mencapai 20-50% hampir semua penderita yang tertolong tidak menunjukkan gejala sisa
neurologis (sekuele) pada orang dewasa. Malaria pada anak kecil dapat terjadi sekuel.Pada
daerah hiperendemis atau immunitas tinggi apabila dilakukan pemeriksaan Pemeriksaan
sediaan darah (SD) sering dijumpai Pemeriksaan sediaan darah (SD) positif tanpa gejala
klinis pada lebih dari 60% penduduk9 . 

2.7. Tanda dan Gejala Malaria

Menurut berat-ringannya gejala malaria dapat dibagi menjadi 2 jenis9,10: A. Gejala


malaria ringan (malaria tanpa komplikasi) Meskipun disebut malaria ringan, sebenarnya
gejala yang dirasakan penderitanya cukup menyiksa (alias cukup berat). Gejala malaria yang
utama yaitu: demam, dan menggigil, juga dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare,
nyeri otot atau pegal-pegal. Gejala-gejala yang timbul dapat bervariasi tergantung daya tahan
tubuh penderita dan gejala spesifik dari mana parasit berasal. Malaria sebagai penyebab
infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium mempunyai gejala utama yaitu demam. Demam
yang terjadi diduga berhubungan dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit atau skizon),
pengaruh GPI (glycosyl phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya.
Pada beberapa penderita, demam tidak terjadi (misalnya pada daerah hiperendemik) banyak
orang dengan parasitemia tanpa gejala. Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam
periodic, anemia dan splenomegali. Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut: Jurnal
Averrous Vol.4 No.2 2018 1. Masa inkubasi Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari
tergantung dari spesies parasit (terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P.
malariae), beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi
hospes. Selain itu juga cara infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara
induksi (misalnya transfuse darah yang mengandung stadium aseksual). 2. Keluhan-keluhan
prodromal Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa:
malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot, anoreksia, perut
tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal
sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan P. falciparum dan P. malariae keluhan
prodromal tidak jelas. 3. Gejala-gejala umum Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya
trias malaria (malaria proxym) secara berurutan yang disebut trias malaria, yaitu : 1. Stadium
dingin (cold stage) Stadium ini berlangsung + 15 menit sampai dengan 1 jam. Dimulai
dengan menggigil dan perasaan sangat dingin, gigi gemeretak, nadi cepat tetapi lemah, bibir
dan jari-jari pucat kebiru-biruan (sianotik), kulit kering dan terkadang disertai muntah. 2.
Stadium demam (hot stage) Stadium ini berlangsung + 2 – 4 jam. Penderita merasa
kepanasan. Muka merah, kulit kering, sakit kepala dan sering kali muntah. Nadi menjadi kuat
kembali, merasa sangat haus dan suhu tubuh dapat meningkat hingga 41oC atau lebih. Pada
anak-anak, suhu tubuh yang sangat tinggi dapat menimbulkan kejang-kejang. 3. Stadium
berkeringat (sweating stage) Stadium ini berlangsung + 2 – 4 jam. Penderita berkeringat
sangat banyak. Suhu tubuh kembali turun, kadang-kadang sampai di bawah normal. Setelah
itu biasanya penderita beristirahat hingga tertidur. Setelah bangun tidur penderita merasa
lemah tetapi tidak ada gejala lain sehingga dapat kembali melakukan kegiatan sehari-hari.
Gejala klasik (trias malaria) berlangsung selama 6 – 10 jam, biasanya dialami oleh penderita
yang berasal dari daerah non endemis malaria, penderita yang belum mempunyai kekebalan
Jurnal Averrous Vol.4 No.2 2018 (immunitas) terhadap malaria atau penderita yang baru
pertama kali menderita malaria.Di daerah endemik malaria dimana penderita telah
mempunyai kekebalan (imunitas) terhadap malaria, gejala klasik timbul tidak berurutan,
bahkan tidak selalu ada, dan seringkali bervariasi tergantung spesies parasit dan imunitas
penderita. Di daerah yang mempunyai tingkat penularan sangat tinggi (hiperendemik)
seringkali penderita tidak mengalami demam, tetapi dapat muncul gejala lain, misalnya: diare
dan pegal-pegal. Hal ini disebut sebagai gejala malaria yang bersifat lokal spesifik9,10 .
Gejala klasik (trias malaria) lebih sering dialami penderita malaria vivax, sedangkan pada
malaria falciparum, gejala menggigil dapat berlangsung berat atau malah tidak ada. Diantara
2 periode demam terdapat periode tidak demam yang berlangsung selama 12 jam pada
malaria falciparum, 36 jam pada malaria vivax dan ovale, dan 60 jam pada malaria
malariae9,10 . B. Gejala malaria berat (malaria dengan komplikasi)5,7,10 Penderita
dikatakan menderita malaria berat bila di dalam darahnya ditemukan parasit malaria melalui
pemeriksaan laboratorium Sediaan Darah Tepi atau Rapid Diagnostic Test (RDT) dan
disertai memiliki satu atau beberapa gejala/komplikasi berikut ini: 1. Gangguan kesadaran
dalam berbagai derajat (mulai dari koma sampai penurunan kesadaran lebih ringan dengan
manifestasi seperti: mengigau, bicara salah, tidur terus, diam saja, tingkah laku berubah) 2.
Keadaan umum yang sangat lemah (tidak bisa duduk/berdiri) 3. Kejang-kejang 4. Panas
sangat tinggi 5. Mata atau tubuh kuning 6. Tanda-tanda dehidrasi (mata cekung, turgor dan
elastisitas kulit berkurang, bibir kering, produksi air seni berkurang) 7. Perdarahan hidung,
gusi atau saluran pencernaan 8. Nafas cepat atau sesak nafas 9. Muntah terus menerus dan
tidak dapat makan minum 10. Warna air seni seperti teh tua dan dapat sampai kehitaman 11.
Jumlah air seni kurang sampai tidak ada air seni 12. Telapak tangan sangat pucat (anemia
dengan kadar Hb kurang dari 5 g%) Penderita malaria berat harus segera dibawa/dirujuk ke
fasilitas kesehatan untuk mendapatkan penanganan semestinya.

                                                                                                                                                 
                                                                                                                                                      
                                                                                                                                                      
                                                                                                                                    

                                                                                                                    

2.8. Masa Inkubasi 

 Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit (terpendek
untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae), beratnya infeksi dan pada
pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes. Selain itu juga cara infeksi yang
mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya transfuse darah yang
mengandung stadium aseksual). 

Keluhan-keluhan prodromal Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya


demam, berupa: malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot,
anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung.
Keluhan prodromal sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan P. falciparum dan P.
malariae keluhan prodromal tidak jelas. disebut sebagai gejala malaria yang bersifat lokal
spesifik9,10 . Gejala klasik (trias malaria) lebih sering dialami penderita malaria vivax,
sedangkan pada malaria falciparum, gejala menggigil dapat berlangsung berat atau malah
tidak ada. Diantara 2 periode demam terdapat periode tidak demam yang berlangsung selama
12 jam pada malaria falciparum, 36 jam pada malaria vivax dan ovale, dan 60 jam pada
malaria malariae9,10 . B. Gejala malaria berat (malaria dengan komplikasi)5,7,10 Penderita
dikatakan menderita malaria berat bila di dalam darahnya ditemukan parasit malaria melalui
pemeriksaan laboratorium Sediaan Darah Tepi atau Rapid Diagnostic Test (RDT) dan
disertai memiliki satu atau beberapa gejala/komplikasi berikut ini: 1. Gangguan kesadaran
dalam berbagai derajat (mulai dari koma sampai penurunan kesadaran lebih ringan dengan
manifestasi seperti: mengigau, bicara salah, tidur terus, diam saja, tingkah laku berubah) 2.
Keadaan umum yang sangat lemah (tidak bisa duduk/berdiri) 3. Kejang-kejang 4. Panas
sangat tinggi 5. Mata atau tubuh kuning 6. Tanda-tanda dehidrasi (mata cekung, turgor dan
elastisitas kulit berkurang, bibir kering, produksi air seni berkurang) 7. Perdarahan hidung,
gusi atau saluran pencernaan 8. Nafas cepat atau sesak nafas 9. Muntah terus menerus dan
tidak dapat makan minum 10. Warna air seni seperti teh tua dan dapat sampai kehitaman 11.
Jumlah air seni kurang sampai tidak ada air seni 12. Telapak tangan sangat pucat (anemia
dengan kadar Hb kurang dari 5 g%) Penderita malaria berat harus segera dibawa/dirujuk ke
fasilitas kesehatan untuk mendapatkan penanganan semestinya. 

2.9. Pencegahan Malaria 

Usaha yang bisa dilakukan untuk mencegah penyakit ini adalah :  

1.Dari sisi manusia : 

Cara pencegahan dengan menggunakan pakaian tertutup (lengan

panjang, celana panjang, sarung), memasang kawat kasa, dan tidur

berkelambu berinsektisida.

Higiene. 

2. Dari sisi lingkungan hidup : 

Kejadian penyakit malaria berhubungan dengan perilaku hidup bersih sehat  diantaranya:

 Sanitasi lingkungan yang buruk ventilasi rumah tidak menggunakan kawat kasa, 
 Menjaga kondisi sarana penampungan air,harus bersih dan tertutup
 Memperhatikan kebersihan tempat pembuangan sampah dan
 Kebersihan saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) yang kesemuanya ditujukan untuk
memutus mata rantai penularan malaria (Depkes RI, 2003 ).

3.0. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Malaria 


Faktor Host (Pejamu) 

Secara alami, penduduk di suatu daerah endemis malaria ada yang mudah dan ada yang
sukar terinfeksi malaria, meskipun gejala klinisnya ringan. Perpindahan penduduk dari dan ke
daerah endemis malaria hingga kini masih menimbulkan masalah. Sejak dahulu telah diketahui
bahwa wabah penyakit ini sering terjadi di daerah-daerah pemukiman baru, seperti di daerah
perkebunan dan transmigrasi. Hal ini terjadi karena pekerja yang datang dari daerah lain belum
mempunyai kekebalan sehingga rentan terinfeksi (Prabowo, 2008). Kerentanan manusia terhadap
penyakit malaria berbeda-beda. Ada manusia yang rentan, yang dapat tertular oleh penyakit
malaria, tetapi ada pula yang lebih kebal dan tidak mudah tertular oleh penyakit malaria.
Berbagai bangsa (ras) mempunyai kerentanan yang berbeda-beda (faktor rasial) (Gandahusada,
2003). 13 Banyak orang dari Afrika Barat dan beberapa kulit hitam Amerika mempunyai “duffy
antigen” negatif yang dapat menerangkan rendahnya insiden dari Plasmodium vivax di Afrika
Barat, namun di daerah lain di Afrika, prevalensi Plasmodium vivax cenderung lebih tinggi
(Garcia, 1996). 

Faktor Agent (Penyebab) 

Penyakit malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk anopheles betina.
Spesies anopheles di seluruh dunia terdapat sekitar 2.000 species dan 60 spesies diantaranya
diketahui sebagai penular malaria. Spesies anopheles di Indonesia ada sekitar 80 jenis dan 24
spesies di antaranya telah terbukti penular penyakit malaria (Prabowo, 2008). Nyamuk anopheles
hidup di daerah beriklim tropis dan subtropis, tetapi juga bisa hidup di daerah yang beriklim
sedang. Nyamuk ini jarang ditemukan pada daerah ketinggian lebih dari 2.000-2.500 m. Tempat
perindukannya bervariasi (tergantung spesiesnya) dan dapat dibagi menjadi tiga kawasan, yaitu
pantai, pedalaman dan kaki gunung. Nyamuk anopheles betina biasanya menggigit manusia pada
malam hari atau sejak senja hingga subuh. Jarak terbangnya tidak lebih dari 0,5-3 km dari tempat
perindukannya (Prabowo, 2008). Nyamuk anopheles biasa meletakkan telurnya di atas
permukaan air satu per satu. Telur dapat bertahan hidup dalam waktu cukup lama dalam bentuk
dorman. Bila air cukup tersedia, telur-telur tersebut biasanya menetas 2-3 hari sesudah
diletakkan. Nyamuk anopheles sering disebut nyamuk malaria karena banyak jenis nyamuk ini
yang menularkan penyakit malaria (Sembel, 2009).

Faktor Environment (Lingkungan) 


Keadaan lingkungan berpengaruh besar terhadap ada tidaknya malaria di suatu daerah.
Keberadaan danau air payau, genangan air di hutan, persawahan, 14 tambak ikan, pembukaan
hutan dan pertambangan di suatu daerah akan meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit
malaria karena tempat-tempat tersebut merupakan tempat perindukan nyamuk malaria (Prabowo,
2008). Hal ini diperburuk dengan adanya perpindahan penduduk dari daerah endemis ke daerah
bebas malaria dan sebaliknya (Mursito, 2002). Tidak semua daerah yang dimasuki penderita
malaria akan terjangkit penyakit malaria. Jika daerah tersebut tidak terdapat nyamuk malaria,
penularan penyakit tersebut tidak akan terjadi. Demikian pula sebaliknya, sekalipun di suatu
daerah terdapat nyamuk malaria tetapi jika di daerah tersebut tidak ada penderita malaria,
penularan malaria tidak akan terjadi. Suatu daerah akan terjangkit penyakit malaria apabila di
daerah itu ada nyamuk malaria yang pernah menggigit penderita malaria (Mursito, 2002).

Determinan Perilaku Masyarakat 

Menurut Notoatmodjo (2005), meskipun perilaku adalah bentuk respon terhadap stimulus dari
luar diri seseorang, namun karakteristik dan faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan juga
dapat memengaruhi respon seseorang. 
Menurut Green dalam Notoatmodjo (2003), perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu: 
a. Faktor pemudah (predisposing factor) Faktor pemudah perilaku adalah faktor yang dapat
mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku pada individu atau masyarakat,
meliputi: pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, sistem dan nilai yang ada di masyarakat.
Apabila seorang penderita penyakit malaria memiliki pengetahuan tentang manfaat pengobatan
dan kemana harus berobat, itu akan mempermudah dirinya untuk memeriksakan penyakitnya.
Hal tersebut juga akan dipermudah pula apabila ia memiliki sikap positif terhadap penyakit
malaria. 
b. Faktor pendukung (enabling factor) Faktor pendukung perilaku adalah fasilitas, sarana dan
prasarana yang mendukung atau memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat,
misalnya: tersedianya pusat kesehatan masyarakat (puskesmas), obat-obatan, alat- alat
kontrasepsi, jamban dan sebagainya. 
c. Faktor pendorong (reinforcing factor) Faktor pendorong perilaku adalah faktor yang
mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku, misalnya: untuk berperilaku sehat diperlukan
contoh dari para tokoh masyarakat, seperti lurah, dokter (tenaga kesehatan), camat dan lain-lain.
Kognitif (Pengetahuan) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera
manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior)
(Notoatmodjo, 2007) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah proses penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang. Perilaku baru atau adopsi perilaku yang didasari pengetahuan,
kesadaran dan sikap positif akan bersifat langgeng (long lasting). Sedangkan perilaku yang tidak
didasari pengetahuan dan kesadaran tidak akan berlangsung lama.
Attitude (Sikap) Sikap merupakan reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus
atau objek. Sikap belum merupakan tindakan, tetapi merupakan predisposisi tindakan. Sikap itu
masih merupakan reaksi tertutup, bukan reaksi terbuka atau tingkah laku terbuka. Allport dalam
Notoatmodjo (2003), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yaitu : 
1) kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek. 
2) kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 
3) kecenderungan untuk bertindak. 

Dalam penentuan sikap yang utuh, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi
memegang peranan penting. Menurut Azwar (2007), sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau
reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau
memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) . 

Informasi/Media Massa Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non
formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan
perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam
media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai
sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan
lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam
penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang
berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai
sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal
tersebut (Notoatmodjo, 2007).

Tindakan (Practice) Menurut Notoatmodjo (2007), suatu sikap belum tentu terwujud dalam
suatu tindakan (overt behaviour). Tindakan dapat dibedakan menjadi 4 tingkatan yaitu: 
1. Persepsi (perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan
yang akan diambil merupakan tindakan tingkat pertama. 
2. Respon Terpimpin (guided respons) Respon terpimpin adalah kemampuan untuk melakukan
sesuatu dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh yang telah diberikan. 
3. Mekanisme (mechanism) Mekanisme adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu secara
benar dan hal itu sudah menjadi kebiasaan. 
4. Adaptasi (adaptation) Adaptasi adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya
tersebut.
BAB III

METODE PENGAMBILAN DATA

3.1 Lokasi Praktek Lapangan 

Praktek lapangan ini dilakukan di daerah Kecamatan Silimakuta 

3.2 Pelaksanaan Praktek Lapangan 

Praktek lapangan ini dilakukan pada, 1 November 2021, bertempat di Saribudolok

3.3 Sumber Data 

Sumber data di peroleh dari observasi tempat . 

3.4 Teknik Pengumpulan Data 

Pada teknik ini penulis memperoleh data dengan mengadakan observasai/pengamatan 


langsung ke lapangan dan melakukan wawancara kepada staff bagian kesling dan para 
pegawai di puskesmas.
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Latar belakang 

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan
masyarakat utama di dunia termasuk Indonesia. Penyakit malaria menjadi salah satu perhatian
global karena kasus malaria yang tinggi dapat berdampak luas terhadap kualitas hidup dan
ekonomi bahkan mengancam keselamatan jiwa manusia. (Erdinal, 2006). Penyakit malaria dapat
dicegah dan disembuhkan. Dengan demikian tindakan pencegahan merupakan salah satu
tindakan yang penting untuk mengatasi penyakit malaria. Undang-Undang Kesehatan RI Nomor
36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan menyatakan bahwa upaya pencegahan penyakit menular
adalah tanggung jawab bersama pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Pencegahan
penyakit malaria yang paling efektif adalah dengan melibatkan peran serta masyarakat melalui
perubahan perilaku yang berhubungan dengan pemberantasan penyakit malaria. Tingkat
pengetahuan tentang pencegahan, cara penularan serta upaya pengobatan penyakit malaria,
sangat berpengaruh terhadap perilaku masyarakat yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap
terjadinya penyakit malaria (Dalimunthe, 2008). Upaya pencegahan penyakit malaria difokuskan
untuk meminimalkan jumlah kontak manusia dengan nyamuk melalui pemakaian kelambu dan
penyemprotan rumah. Beberapa daerah menekankan penggunaan kelambu yang telah direndam
dengan insektisida. Salah satu hambatan utama penggunaan kelambu secara massal adalah faktor
ekonomi (Utomo, 2007). 

Wilayah endemis malaria pada umumnya adalah desa-desa terpencil. Menurut


perhitungan para ahli berdasarkan teori ekonomi kesehatan, dengan jumlah kasus malaria
tersebut di atas, dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar mencapai sekitar 3
triliun rupiah lebih. Kerugian tersebut sangat berpengaruh terhadap pendapatan daerah (Depkes
RI, 2009). Penyakit malaria sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) di Indonesia. Pada
tahun 2006 terjadi KLB malaria di beberapa daerah di Indonesia. Beberapa KLB disebabkan
terjadinya perubahan lingkungan oleh bencana alam, migrasi penduduk dan pembangunan yang
tidak berwawasan lingkungan sehingga tempat perindukan potensial nyamuk malaria semakin
meluas (Harijanto, 2010). Kasus malaria yang tinggi berdampak terhadap beban ekonomis yang
besar baik bagi keluarga yang bersangkutan dan bagi pemerintah melalui hilangnya produktivitas
kerja, hilangnya kesempatan rumah tangga untuk membiayai pendidikan serta beban biaya
kesehatan yang tinggi. Dalam jangka panjang, akan menimbulkan efek menurunnya mutu
Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakat Indonesia (Trihono, 2009). Berdasarkan hasil
penelitian Kasnodihardjo (2008), tentang pola kebiasaan masyarakat dalam kaitannya dengan
masalah malaria di daerah Sihepeng Kabupaten Tapanuli Selatan, menunjukkan bahwa sebagian
besar masyarakat mengetahui bahwa malaria adalah penyakit menular dan nyamuk sebagai
vektor penular. Mereka bahkan menganggap penyakit malaria berbahaya, namun kebanyakan
mereka kurang mengetahui bagaimana cara penularan penyakit malaria. Hal ini memengaruhi
tindakan masyarakat dalam pencegahan penyakit malaria. 

Penyakit malaria juga dapat membawa dampak kerusakan ekonomi yang signifikan.
Penyakit malaria dapat menghabiskan sekitar 40% biaya anggaran belanja kesehatan masyarakat
dan menurunkan sebesar 1,3% Produk Domestik Bruto (PDB) khususnya di negara-negara
dengan tingkat penularan tinggi (WHO, 2010). Berdasarkan data WHO (2010), terdapat
sebanyak 247 juta kasus malaria di seluruh dunia dan menyebabkan lebih dari 1 juta kematian
pada tahun 2008. Sebagian besar kasus dan kematian malaria ditemukan di Afrika dan beberapa
negara di Asia, Amerika Latin, Timur Tengah serta Eropa. Setiap 45 detik seorang anak di
Afrika meninggal dunia akibat penyakit malaria. Penyebaran penyakit malaria di dunia sangat
luas yakni antara garis lintang 60º di utara dan 40º di selatan yang meliputi lebih dari 100 negara
beriklim tropis dan subtropis (Erdinal, 2006). Menurut World Health Organization (WHO) tahun
2010, penyakit malaria menyerang 108 negara dan kepulauan di dunia pada tahun 2008.
Penduduk dunia yang berisiko terkena penyakit malaria hampir setengah dari keseluruhan
penduduk di dunia, terutama negara-negara berpenghasilan rendah. Pengendalian malaria di
Indonesia yang tertuang dalam Keputusan Menteri KesehatanRepublik Indonesia Nomor
293/MENKES/SK/IV/2009 tanggal 28 April 2009 tentang Eliminasi Malaria di Indonesia
bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang hidup sehat, yang terbebas dari penularan malaria
secara bertahap sampai tahun 2030 (Profil Kesehatan RI, 2009). Target yang disepakati secara
internasional oleh 189 negara adalah mengusahakan terkendalinya penyakit malaria dan mulai
menurunnya jumlah kasus malaria pada tahun 2015 dengan indikator prevalensi malaria per
1.000 penduduk. 

Berdasarkan laporan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2012 Angka


kejadian malaria per 1000 penduduk pada tahun 2012 adalah 1.69% sedangkan data tahun 2011
adalah 1.75%. Sementara itu, pengendalian vektor, prosentase Kabupaten/Kota yang melakukan
mapping vektor pada tahun 2012 adalah 47,23%, dan data tahun 2011 yaitu 40,5%. Secara
nasional kasus malaria selama tahun 2011 – 2012 cenderung menurun. (Kemkes, 2013).
Indonesia mengalami kemajuan dalam pemberantasan malaria, seperti mayoritas penduduk yang
bertempat di daerah dengan API (Annual Parasite Incident) <1 per 1000 (75% populasi), sisanya
masih berada di daerah dengan API >1 per 1000. Pada tahun 2012 Angka API Malaria di
Indonesia sebesar 1.69 per 1.000 penduduk, angka ini menurun dibandingkan dengan tahun 2011
yaitu sebesar 1,75 per 1.000 penduduk (Kemkes. 2013) Di Provinsi Aceh Malaria masih
merupakan penyakit endemis di beberapa kabupaten di Provinsi Aceh. Berdasarkan laporan
profil kesehatan pada tahun 2010 jumlah penderita malaria klinis (demam tinggi disertai
menggigil) tanpa pemeriksaan darah sebanyak 32.667 orang dan dengan pemeriksaan sediaan
darah (malaria positif) sebanyak 4.136 orang Dengan jumlah angka kesakitan (Incidence Rate)
sebesar 0.9% dan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 0%. (Profil Kesehatan Provinsi Aceh, 2010).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Aceh Barat pada tahun 2012 berjumlah
161 kasus penyakit malaria. sedangkan di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tangkeh tahun 2012
jumlah kasus malaria sebesar 26 kasus. Berdasarkan hasil survei pendahuluan, secara umum
geografis daerah Woyla Timur ini terdiri dari hutan lebat, rawa-rawa, sungai dan persawahan. 

Kondisi geografis seperti ini secara entomologi telah mengakibatkan semakin meluasnya
tempat perkembangbiakan vektor malaria atau nyamuk anopheles. Berdasarkan hal tersebut di
atas maka penulis merasa perlu melakukan penelitian tentang pengaruh faktor pengetahuan,
sikap, informasi dan ketersediaan sarana terhadap tindakan kepala keluarga dalam pencegahan
penyakit malaria di wilayah kerja Tangkeh Woyla Timur tahun 2013.

4.3 Penyebab Malaria

Penyakit malaria disebabkan oleh sporozoa genus plasmodium dan ditularkan oleh
nyamuk spesies anopheles. Golongan yang berisiko tertular malaria antara lain: ibu hamil,
pelancong yang tidak memiliki kekebalan terhadap malaria, pengungsi dan pekerja yang
berpindah ke daerah endemis malaria (Yatim, 2007). Kegiatan pemberantasan penyakit ini
sudah dilakukan sejak lama. Adanya parasit malaria kebal (resisten) terhadap obat-obatan,
merupakan salah satu penyebab sulitnya usaha pemberantasan penyakit ini (Prabowo,
2008).Salmonella sp mempunyai 3 macam antigen, yaitu: 

 Faktor Host (Pejamu) 

Secara alami, penduduk di suatu daerah endemis malaria ada yang mudah dan ada
yang sukar terinfeksi malaria, meskipun gejala klinisnya ringan. Perpindahan penduduk dari
dan ke daerah endemis malaria hingga kini masih menimbulkan masalah. Sejak dahulu telah
diketahui bahwa wabah penyakit ini sering terjadi di daerah-daerah pemukiman baru, seperti
di daerah perkebunan dan transmigrasi. Hal ini terjadi karena pekerja yang datang dari
daerah lain belum mempunyai kekebalan sehingga rentan terinfeksi (Prabowo, 2008).
Kerentanan manusia terhadap penyakit malaria berbeda-beda. Ada manusia yang rentan,
yang dapat tertular oleh penyakit malaria, tetapi ada pula yang lebih kebal dan tidak mudah
tertular oleh penyakit malaria. Berbagai bangsa (ras) mempunyai kerentanan yang berbeda-
beda (faktor rasial) (Gandahusada, 2003). 13 Banyak orang dari Afrika Barat dan beberapa
kulit hitam Amerika mempunyai “duffy antigen” negatif yang dapat menerangkan rendahnya
insiden dari Plasmodium vivax di Afrika Barat, namun di daerah lain di Afrika, prevalensi
Plasmodium vivax cenderung lebih tinggi (Garcia, 1996). 2.2. 2 Faktor Agent (Penyebab)
Penyakit malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk anopheles betina.
Spesies anopheles di seluruh dunia terdapat sekitar 2.000 species dan 60 spesies diantaranya
diketahui sebagai penular malaria. Spesies anopheles di Indonesia ada sekitar 80 jenis dan 24
spesies di antaranya telah terbukti penular penyakit malaria (Prabowo, 2008). Nyamuk
anopheles hidup di daerah beriklim tropis dan subtropis, tetapi juga bisa hidup di daerah yang
beriklim sedang. Nyamuk ini jarang ditemukan pada daerah ketinggian lebih dari 2.000-
2.500 m. Tempat perindukannya bervariasi (tergantung spesiesnya) dan dapat dibagi menjadi
tiga kawasan, yaitu pantai, pedalaman dan kaki gunung. Nyamuk anopheles betina biasanya
menggigit manusia pada malam hari atau sejak senja hingga subuh. Jarak terbangnya tidak
lebih dari 0,5-3 km dari tempat perindukannya (Prabowo, 2008). Nyamuk anopheles biasa
meletakkan telurnya di atas permukaan air satu per satu. Telur dapat bertahan hidup dalam
waktu cukup lama dalam bentuk dorman. Bila air cukup tersedia, telur-telur tersebut
biasanya menetas 2-3 hari sesudah diletakkan. Nyamuk anopheles sering disebut nyamuk
malaria karena banyak jenis nyamuk ini yang menularkan penyakit malaria (Sembel, 2009).
2.2. 3 Faktor Environment (Lingkungan) Keadaan lingkungan berpengaruh besar terhadap
ada tidaknya malaria di suatu daerah. Keberadaan danau air payau, genangan air di hutan,
persawahan, 14 tambak ikan, pembukaan hutan dan pertambangan di suatu daerah akan
meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit malaria karena tempat-tempat tersebut
merupakan tempat perindukan nyamuk malaria (Prabowo, 2008). Hal ini diperburuk dengan
adanya perpindahan penduduk dari daerah endemis ke daerah bebas malaria dan sebaliknya
(Mursito, 2002). Tidak semua daerah yang dimasuki penderita malaria akan terjangkit
penyakit malaria. Jika daerah tersebut tidak terdapat nyamuk malaria, penularan penyakit
tersebut tidak akan terjadi. Demikian pula sebaliknya, sekalipun di suatu daerah terdapat
nyamuk malaria tetapi jika di daerah tersebut tidak ada penderita malaria, penularan malaria
tidak akan terjadi. Suatu daerah akan terjangkit penyakit malaria apabila di daerah itu ada
nyamuk malaria yang pernah menggigit penderita malaria (Mursito, 2002). 2.2. 4 Penyebab
Penyakit Malaria Penyebab penyakit malaria di Indonesia ada 4 jenis yaitu: Plasmodium
vivax, Plasmodium malariae, Plasmodium ovale dan Plasmodium falcifarum. Gejala dan
intensitas serangan ke-4 plasmodium tersebut pada garis besarnya sama, namun setiap
plasmodium tersebut memberikan karakteristik tersendiri dalam intensitas dan frekuensi
serangan. a. Plasmodium vivax (P.vivax) Plasmodium vivax memberikan intensitas serangan
dalam bentuk demam setiap 3 hari sekali, sehingga sering dikenal dengan istilah malaria
tertiana. Jenis malaria ini tersebar hampir di seluruh kepulauan di Indonesia dan merupakan
jenis malaria terbanyak yang dijumpai di daerah malaria. Masa inkubasi malaria tertiana
berkisar antara 12-17 hari yang diawali dengan gejala nyeri kepala, nyeri pinggang, mual,
muntah dan badan terasa lesu. 15 Gejala awalnya adalah muncul demam tidak teratur tapi
kemudian demamnya menjadi teratur setiap 48 jam sekali di waktu siang atau sore hari. Suhu
badan dapat mencapai 41ºC. Keadaan ini dapat diikuti dengan pembengkakan limpa dan
timbul cacar herpes pada bibir, pusing dan rasa mengantuk. Kondisi tersebut disebabkan oleh
adanya gangguan di otak. b. Plasmodium malariae (P.malariae) Plasmodium malariae
menyebabkan serangan demam setiap 4 hari sekali sehingga sering dikenal dengan istilah
malaria kuartana. Jenis malaria ini dapat tumbuh subur di daerah tropik, baik di dataran
rendah maupun tinggi. Masa inkubasi plasmodium ini antara 18-40 hari. Gejala serangannya
menyerupai Plasmodium vivax tetapi demam dirasakan pada sore hari dengan frekuensi yang
teratur. Plasmodium malariae dapat menyebabkan gangguan pada ginjal yang bersifat
menahun. c. Plasmodium ovale (P.ovale) Plasmodium ovale banyak dijumpai di Indonesia
bagian timur terutama di Papua. Gejala yang ditimbulkan oleh P.ovale mirip dengan P.vivax.
Penyakit malaria yang disebabkan parasit jenis ini relatif jarang kambuh dan dapat sembuh
sendiri tanpa pengobatan. d. Plasmodium falcifarum (P. falcifarum) Penyakit malaria yang
disebabkan oleh Plasmodium falcifarum banyak dijumpai di seluruh kepulauan Indonesia.
Penyakit malaria jenis ini termasuk malaria ganas dengan masa inkubasi 9-14 hari.
Plasmodium falcifarum dapat menyerang limpa dan hati. Apabila organ hati sudah terkena,
akan timbul gejala yang menyerupai penyakit kuning. Penderita akan merasa gelisah dan
terkadang 16 mengigau diikuti keluarnya keringat dingin. Frekuensi denyut nadi serta
pernapasan juga akan meningkat pada saat serangan tersebut. Akibat yang paling buruk akan
terjadi bila plasmodium tersebut sudah menyerang otak sehingga menyebabkan gumpalan
darah pada pembuluh darah. Akibat lebih lanjut dapat menyebabkan proses kelumpuhan,
menurunnya kesadaran dan akhirnya penderita tersebut meninggal dunia (Mursito, 2002).
4.4. Penyebaran dan Penularan Malaria 

Penyebaran penyakit malaria ditemukan pada 64º Lintang Utara (Archangel di Rusia) sampai 32º
Lintang Selatan (Cordoba di Argentina), dari daerah rendah 400 m di bawah permukaan laut
(Londiani di Kenya) atau 2.800 m (Cochabamba di Bolivia). Beberapa daerah bebas malaria
ditemukan di antara batas-batas garis lintang dan garis bujur tersebut. Penyakit malaria di Indonesia
dapat berjangkit di daerah dengan ketinggian sampai 1.800 m di atas permukaan laut. Spesies yang
paling banyak dijumpai adalah P. falcifarum dan P. vivax sedangkan P. ovale dan P. malariae pernah
ditemukan di Papua dan NTT (Prabowo, 2008). Penyakit malaria ditularkan melalui 2 cara, yaitu
alamiah dan non alamiah. Penularan secara alamiah adalah melalui gigitan nyamuk anopheles yang
mengandung parasit malaria dan non alamiah jika bukan melalui gigitan nyamuk anopheles. 19
Berikut beberapa penularan penyakit malaria secara non alamiah: 1) Malaria bawaan (kongenital)
Malaria kongenital adalah malaria pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria.
Penularannya terjadi karena adanya kelainan pada sawar plasenta (selaput yang melindungi plasenta),
sehingga tidak ada penghalang infeksi dari ibu kepada janinnya. Selain melalui plasenta, penularan
dari ibu kepada bayinya juga dapat melalui tali pusat. 2) Penularan mekanik (transfusion malaria)
Transfusion malaria adalah infeksi malaria yang ditularkan melalui transfusi darah dari donor yang
terinfeksi penyakit malaria, pemakaian jarum suntik secara bersama-sama pada pecandu narkoba atau
melalui transplantasi organ. Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada para pecandu obat
bius yang menggunakan jarum suntik yang tidak steril. Parasit malaria dapat hidup selama 7 hari
dalam darah donor. Masa inkubasi transfusion malaria biasanya lebih singkat dibandingkan dengan
infeksi malaria secara alamiah (Prabowo, 2008).

4.5 Pencegahan Malaria 

Pencegahan Malaria Usaha pencegahan penyakit malaria di Indonesia belum mencapai hasil
yang optimal karena beberapa hambatan diantaranya yaitu: tempat perindukan nyamuk malaria
yang tersebar luas, jumlah penderita yang sangat banyak serta keterbatasan SDM, infrastruktur
dan biaya. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan dalam upaya pencegahan penyakit malaria,
diantaranya:

1. Menghindari gigitan nyamuk malaria Tindakan menghindari gigitan nyamuk sangat penting,
terutama di daerah dimana angka penderita malaria sangat tinggi. Penduduk yang tinggal di
daerah 20 pedesaan atau pinggiran kota yang banyak sawah, rawa-rawa, atau tambak ikan
(tempat ideal untuk perindukan nyamuk malaria), disarankan untuk memakai baju lengan panjang
dan celana panjang saat ke luar, terutama pada malam hari. Nyamuk malaria biasanya menggigit
pada malam hari. Mereka yang tinggal di daerah endemis malaria, sebaiknya memasang kawat
kasa di jendela dan ventilasi rumah serta menggunakan kelambu saat tidur. Masyarakat juga
dapat memakai minyak anti nyamuk (mosquito repellent) saat tidur di malam hari untuk
mencegah gigitan nyamuk malaria (Prabowo, 2008) . Upaya penggunaan kelambu juga
merupakan salah satu cara untuk menghindari gigitan nyamuk. Kelambu merupakan alat yang
telah digunakan sejak dahulu (Yatim, 2007).

2. Membunuh jentik dan nyamuk malaria dewasa Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk
membunuh jentik dan nyamuk malaria dewasa adalah sebagai berikut:
a) Penyemprotan rumah Penyemprotan rumah-rumah di daerah endemis malaria dengan
insektisida sebaiknya dilaksanakan dua kali dalam setahun dengan interval waktu enam bulan.

b) Larvaciding Larvaciding merupakan kegiatan penyemprotan rawa-rawa yang potensial sebagai


tempat perindukan nyamuk malaria.

c) Biological control Biological control adalah kegiatan penebaran ikan kepala timah (Panchax-
panchax) dan ikan guppy/water cetul (Lebistus reticulatus) pada genangan- genangan air yang
mengalir dan persawahan. Ikan-ikan tersebut berfungsi sebagai 21 pemangsa jentik-jentik
nyamuk malaria.

3. Mengurangi tempat perindukan nyamuk malaria Tempat perindukan nyamuk malaria


bermacam-macam, tergantung spesies nyamuknya. Ada nyamuk malaria yang hidup di kawasan
pantai, rawa-rawa, empang, sawah, tambak ikan, atau hidup di air pegunungan. Masyarakat di
daerah endemis malaria, yaitu daerah yang seringkali terjangkit penyakit malaria juga sangat
perlu menjaga kebersihan lingkungan. Tambak ikan yang kurang terpelihara harus dibersihkan,
parit-parit di sepanjang pantai bekas galian yang terisi air payau harus ditutup, persawahan
dengan saluran irigasi, airnya harus dipastikan mengalir dengan lancar, bekas roda yang
tergenang air atau bekas jejak kaki hewan pada tanah berlumpur yang berair harus segera ditutup
untuk mengurangi tempat perkembangbiakan larva nyamuk malaria . 

4.6 Potensi Lingkungan Terhadap Malaria 

Faktor lingkungan fisik yang mempunyai potensi tinggi dalam penularan malaria meliputi rumah
responden tanpa kasa ventilasi, rumah responden yang tidak memiliki atap rumah plafon suhu daerah
penelitian 22–31°C, kelembapan udara 58–95%, serta kecepatan angin 35km/jam. Faktor lingkungan
biologis yang mempunyai potensi tinggi dalam penularan malaria meliputi tempat perindukan
nyamuk di sekitar rumah sebagian besar responden dengan jarak kurang dari 500 m, tempat
peristirahatan nyamuk di sekitar rumah seluruh responden dengan jarak kurang dari 500 m,
keberadaan kandang ternak jauh dari rumah yaitu lebih dari 10 m, serta kepemilikan ternak
responden.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan 

Penyakit berbasis Lingkungan masih mendominasi dalam kesehatan masyarakat.  Terjadinya


penyakit Malaria  karena masih rendahnya sanitasi dasar dan  tingkat pengetahuan masyarakat
tentang kesehatan dan kebersihan Lingkungan sekitar tempat tinggal.Penularan malaria dapat 
dihindarkan dengan cara tidak membiasakan keluar malam,memasang kawat kasa pada ventilasi
rumah,membiasakan tidur dengan menggunakan kelambu,membersihkan selokan rumah Penyakit
Malaria  ini bisa ditekan angka kematiannya dengan  Perilaku Hidup Bersih dan Sehat serta
melakukan tindakan  perawatan di fasilitas kesehatan secara tepat dan meningkatkan personal
Hygiene  pada setiap orang dengan memperhatikanfaktor-faktor lingkungan yang ada di
sekitar.Mengadakan penyuluhan cara hidup sehat dan pencegahan penyakit malaria 
kepada masyarakat, terutama masyarakat dengan pendidikan yang kurang.

5.2 Saran 
Disarankan untuk keadaan lingkungan fisik perlu adanya perbaikan lingkungan dalam rumah
seperti halnya penambahan atap dalam rumah atau plafon serta pengadaan atau pemasangan kasa
pada ventilasi untuk menghindari adanya risiko penularan malaria. Untuk kondisi lingkungan biologi
diharapkan responden mengurangi tanaman liar yang berada di tepian sumber air atau sungai serta di
halaman luar rumah responden sehingga mengurangi tempat peristirahatan nyamuk malaria.
Responden diharapkan menempatkan ternak dengan jarak 10 m dari rumah tinggal sebagai
penghalang terhadap gigitan nyamuk serta meningkatkan frekuensi pembersihan kandang ternak dari
sisa makan dan minum ternak agar tidak menjadi sarang nyamuk.

Anda mungkin juga menyukai