Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH FILARIASIS DAN MALARIA

Dosen pengampu : Supardi,S.Kep.,Ns.,M.Sc

Di Susun Oleh :

NAMA : Alfina Choirunisa

NIM : 1902040

KELAS : 2B / DIII Keperawatan

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

MUHAMMADIYAH KLATEN

2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.

Alhamdulillah kami panjatkan puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat
hidayah serta inayah-Nya, sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan Tugas makalah
ini dengan judul “MAKALAH FILARIASIS DAN MALARIA”. Dengan segala kemampuan
yang ada, kami dapat menyelesaikan tugas dari mata kuliah Keperawatan Maternitas untuk
memenuhi salah satu peniliaian mata kuliah kami dari pendidikan Program Studi DIII
Keperawatan Stikes Muhammadiyah Klaten tahun 2020/ 2021.

Kami menyadari bahwa segala sesuatu di dunia ini tiada yang sempurna, maka Makalah
ini pun tidak luput dari kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun guna memperbaiki Makalah ini.Kami berharap semoga Makalah ini dapat
bermanfaat dan dapat menambah wawasan pengetahuan yang luas bagi kalayak umum atau
pembaca.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.............................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................4
C. Tujuan............................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

A. Malaria...........................................................................................................................6
B. Etiologi..........................................................................................................................6
C. Epidemiologi..................................................................................................................7
D. Patofisiologi..................................................................................................................7
E. Gejala Klinis.................................................................................................................8
F. Pemeriksaan Penunjang................................................................................................9
G. Pencegahan..................................................................................................................10
H. Filariasis.......................................................................................................................11
I. Etiologi........................................................................................................................11
J. Epidemiologi...............................................................................................................11
K. Patofisiologi................................................................................................................11
L. Gejala Klinis...............................................................................................................12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................15

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Iklim tropis menyebabkan berbagai penyakit yang ditularkan oleh nyamuk, seperti malaria,
demam berdarah, filariasis (kaki gajah), dan cikungunya. Penyebab utama munculnya
penyakit tersebut karena terjadinya perkembang biakan dan penyebaran nyamuk sebagai
vektor penyakit yang tidak terkendali. Salah satu penyakit berbasis lingkungan yang masih
menjadi masalah kesehatan dan menimbulkan kejadian luar biasa adalah Demam berdarah
Dangue (DBD). Penyakit DBD adalah penyakit tular vektor yang sering menimbulkan wabah
dan menyebabkan kematian pada banyak orang. Penyakit ini disebabkan oleh virus dangue
dan di tularkan oleh nyamuk Aedes sp. Nyamuk ini tersebar luas di rumah- rumah, sekolah
dan tempat-tempat umum lainnya seperti tempat ibadah,restoran, kantor, dan balai desa
sehingga setiap keluarga dan masyarakat beresiko tertular penyakit DBD. Jumlah kasus DBD
di Indonesia menempati urutan pertama setiap tahunnya dengan kasus tertinggi di Asia
Tenggara.(Rahmawati, 2016)

Berdasarkan data yang ada di Puskesmas Ngaglik 1 tahun 2017 terdapat 4 wilayah yang
berturut turut dari tahun 2015 hingga 2017 yang endemis DBD yaitu Kelurahan Drono,
Banteng, Jaban dan terdapat sebanyak 16 kasus DBD di tahun 2017. Kasus tersebut melebihi
HI (House Indeks) di atas 20 % dan sudah menjadi resiko penularan. Digunakan sebagi
alternatif pengendalian larva nyamuk Aedes sp yang efektif. (Roeberji,2017)

Larvitrap adalah wadah yang dapat menampung air dengan penambahan kain strimin. Prinsip
kerja alat ini adalah sebagai perangkap larva dengan membuat breeding places Aedes sp
untuk bertelur. Telur yang diletakkan oleh nyamuk di dinding larvitrap saat menetas dan
menjadi larva tidak mampu keluar dari wadah tersebut. Telah diketahui bahwa tahap
pradewasa (telur dan jentik/larva) merupakan titik kritis pengendalian nyamuk Aedes sp.
Pembuatan larvitrap dapat menggunakan bahan-bahan bekas yang mudah ditemukan di
lingkungan sekitar seperti ember, pot bunga , gerabah dan plastik bekas (Roeberji,2017)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dari permasalahan tersebut didapatkan rumusan masalah yaitu
berapa ketinggian kain strimin yang paling efektif terhadap daya jebak larva Aedes sp ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh ketinggian kain strimin yang paling efektif pada larvitrap terhadap
daya jebak larva Aedes sp.

2. Tujuan Khusus

4
1. Diketahuinya jumlah larva Aedes sp yang terjebak pada larvitrap dengan ketinggian kain
strimin 10 cm dari dasar permukaan gerabah.

2. Diketahuinya jumlah larva Aedes sp yang terjebak pada larvitrap dengan ketinggian kain
strimin 7 cm dari dasar permukaan gerabah.

3. Diketahuinya jumlah larva Aedes sp yang terjebak pada larvitrap yang di isi air dan tanpa
pemasangan kain strimin. 4. Diketahuinya pengaruh ketinggian kain strimin yang paling
efektif terhadap jumlah larva Aedes sp yang terjebak pada ketinggian 10 cm dan 7 cm dari
permukaan dasar gerabah .

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Malaria

Malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat yang dapat mempengaruhi angka


kematian bayi, anak balita, ibu hamil serta dapat menurunkan produktivitas kerja. Penyakit
tersebut dapat menjadi ancaman masyarakat di daerah tropis dan sub tropis terutama pada
bayi, anak balita dan ibu melahirkan. Sebanyak 300-500 juta penduduk dunia menderita
malaria setiap tahunnya, 23 juta diantaranya tinggal di daerah endemis tinggi di Benua
Afrika. Sebanyak 1,5-2,7 juta jiwa meninggal setiap tahunnya terutama terjadi pada anak-
anak dan ibu hamil (Depkes RI., 2005).

World Malaria Report (2015) menyebutkan bahwa malaria telah menyerang 106 negara di
dunia. Pada SDGs, upaya pemberantasan malaria tertuang dalam tujuan ketiga yaitu
menjamin kehidupan yang sehat dan mengupayakan kesejahteraan bagi semua orang, dengan
tujuan spesifik yaitu mengakhiri epidemi AIDS, tuberkulosis, malaria, penyakit neglected
tropical sampai dengan tahun 2030. Morbiditas malaria pada suatu wilayah ditentukan
dengan Annual Parasite Incidence (API) per tahun. API merupakan jumlah kasus positif
malaria per 1.000 penduduk dalam satu tahun. Tren API secara nasional pada tahun 2011
hingga 2015 terus mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan keberhasilan program
pengendalian malaria yang dilakukan baik oleh pemerintah pusat, daerah, masyarakat, dan
mitra terkait. Gambar 1. Tren API Malaria di Indonesia Tahun 2011– 2015.Jika dilihat secara
provinsi pada tahun 2015, tampak bahwa wilayah timur Indonesia masih memiliki angka API
tertinggi. Sedangkan DKI Jakarta dan Bali memiliki angka API nol dan sudah masuk dalam
kategori provinsi bebas malaria.

Pengertian Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (protozoa) dari
genus plasmodium, yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles Istilah malaria
diambil dari dua kata bahasa Italia yaitu mal (buruk) dan Area (udara) atau udara buruk
karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa-rawa yang mengeluarkan bau busuk. Penyakit
ini juga mempunyai nama lain, seperti demam roma, demam rawa, demam tropik, demam
pantai, demam charges, demam kura dan paludisme (Prabowo, 2008).

Soemirat (2009) mengatakan malaria yang disebabkan oleh protozoa terdiri dari empat jenis
spesies yaitu Plasmodium vivax menyebabkan malaria tertiana, Plasmodium malariae
menyebabkan malaria quartana,Plasmodium falciparum menyebabkan malaria tropika dan
Plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale

B. Etiologi

Malaria disebabkan oleh parasit sporozoa Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk anopheles betina infektif. Sebagian besar nyamuk anopheles akan menggigit pada

6
waktu senja atau malam hari, pada beberapa jenis nyamuk puncak gigitannya adalah tengah
malam sampai fajar (Widoyono, 2008).

Pada manusia plasmodium terdiri dari 4 spesies, yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium
vivax,Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale. Akan tetapi jenis spesies Plasmodium
falciparum merupakan penyebab infeksi berat bahkan dapat menimbulkan kematian
(Harijanto, dkk, 2010)

C. Epidemiologi

Malaria secara epidemiologi adalah penyakit endemik di daerah tropis dunia. Di Indonesia,
malaria terutama ditemukan di daerah Indonesia timur. Malaria terjadi terutama di daerah
tropis, tergolong sebagai penyakit berbahaya yang dapat menimbulkan kematian bila tidak
tertangani baik.Dalam ilmu epidemiologi sering disebut dengan segitiga epidemiologi yakni
hubungan timbal balik antara host (pejamu), agent (penyebab penyakit) dan environment
(lingkungan). Penyakit terjadi karena adanya ketidak-seimbangan (inbalancing) dari ketiga
komponen tersebut. Dalam keadaan tertentu dapat terjadi penularan dengan bentuk Tropozoit,
misalnya melalui transfusi darah, melalui plasenta dari ibu kepada bayinya dan penularan
melalui jarum suntik yang terkontaminasi.Faktor Lingkungan; beberapa faktor lingkungan
yang cukup ideal mendukung keberadaan penyakit malaria di Indonesia, antara lain:
lingkungan fisik (suhu, kelembaban udara, curah hujan, ketinggian, angin), lingkungan
biologik dan lingkungan sosial-budaya.

Ada beberapa bentuk manifestasi penyakit malaria, antara lain:

(1) Malaria tertiana, disebabkan oleh Plasmodium vivax, dimana penderita merasakan demam
muncul setiap hari ketiga.

(2) Malaria quartana, disebabkan oleh Plasmodium malariae, penderita merasakan demam
setiap hari keempat.

(3) Malaria serebral, disebabkan oleh Plasmodium falciparum, penderita mengalami demam
tidak teratur dengan disertai gejala terserangnya bagian otak, bahkan memasuki fase koma
dan kematian yang mendadak.

(4) Malaria pernisiosa, disebabkan oleh Plasmodium vivax, gejala dapat timbul sangat
mendadak, mirip Stroke, koma disertai gejala malaria yang berat. Dalam kesehatan wisata
(travel health), para turis dari Amerika dan Eropa Barat yang datang ke Asia dan Amerika
Tengah diberikan obat anti malaria seperti profilaksis (obat pencegah) seiring peningkatan
prevalensi penyakit malaria, apalagi para turis yang datang ke tempat yang dijangkiti oleh
penyakit malaria yang sedang mewabah.

D. Patofisiologi

Infeksi malaria berkembang melalui dua tahap: melalui tahap yang melibatkan hati (fase
eksoeritrositik), dan melalui tahap yang melibatkan sel-sel darah merah, atau eritrosit (fase
eritrositik). Ketika nyamuk yang terinfeksi menembus kulit seseorang untuk mengambil

7
makan darah, sporozoit dalam air liur nyamuk memasuki aliran darah dan bermigrasi ke hati
di mana mereka menginfeksi hepatosit, bereproduksi secara aseksual dan tanpa gejala untuk
jangka waktu 8-30 hari.

Setelah masa dorman potensial dalam hati, organisme ini berdiferensiasi untuk menghasilkan
ribuan merozoit. Setelah pecahnya sel inang mereka, merozoit masuk ke dalam darah dan
menginfeksi sel-sel darah merah untuk memulai tahap eritrositik dari siklus hidup.[36] Parasit
yang telah keluar dari hati menjadi tidak terdeteksi dengan membungkus dirinya dalam
membran sel dari sel inang hati yang terinfeksi.Dalam sel darah merah, parasit berkembang
biak lebih lanjut, secara aseksual lagi, secara berkala keluar dari sel inang mereka untuk
menyerang sel-sel darah merah segar. Beberapa siklus amplifikasi tersebut terjadi. Dengan
demikian, deskripsi klasik gelombang demam timbul dari gelombang simultan merozoit
melarikan diri dan menginfeksi sel-sel darah merah.

Beberapa sporozoit P. vivax tidak segera berkembang menjadi merozoit fase-eksoeritrositik,


melainkan menghasilkan hipnozoit yang dorman untuk periode tertentu mulai dari beberapa
bulan (7-10 bulan khas) hingga beberapa tahun. Setelah masa dormansi, mereka aktif kembali
dan menghasilkan merozoit. Hipnozoit bertanggung jawab untuk inkubasi yang panjang dan
relapse akhir infeksi P. Meskipun keberadaannya pada P. ovale tidak pasti.Parasit ini relatif
terlindungi dari serangan sistem kekebalan tubuh karena pada sebagian besar siklus hidup
manusia parasit itu berada di dalam sel-sel hati dan darah dan relatif tidak terlihat bagi
surveilans kekebalan tubuh. Namun, sel darah yang beredar yang terinfeksi hancur di limpa.
Untuk menghindari hal ini, parasit P. falciparum menampilkan protein perekat pada
permukaan sel-sel darah yang terinfeksi, menyebabkan sel-sel darah menempel pada dinding
pembuluh darah kecil, sehingga parasit tidak melalui sirkulasi umum dan limpa.[39]
Penyumbatan mikrovaskulatur menyebabkan gejala seperti malaria plasenta.[40] Sel darah
merah bisa menembus penghalang darah-otak dan menyebabkan malaria serebral.

E.Gejala Klinis

Gejala malaria yang umum terdiri dari tiga stadium (trias malaria) yaitu:

a. Periode dingin. Mulai menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering membungkus
diri dengan selimut atau sarung dan saat menggigil seluruh tubuh sering bergetar dan
gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini
berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan peningkatan temperatur.
b. Periode panas. Penderita berwajah merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas
badan tetap tinggi dapat mencapai 40°C atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala,
terkadang muntah-muntah, dan syok. Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat
sampai dua jam atau lebih diikuti dengan keadaan berkeringat.
c. Periode berkeringat. Mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah,
temperatur turun, lelah, dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan
dapat melaksanakan pekerjaan seperti biasa (Harijanto, dkk, 2010).

8
F. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum penderita, meliputi pemeriksaan
kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah leukosit, eritrosit dan trombosit. Bisa juga dilakukan
pemeriksaan kimia darah (gula darah, SGOT, SGPT, tes fungsi ginjal), serta pemeriksaan
foto toraks, EKG, dan pemeriksaan lainnya sesuai indikasi.

Pemerikasaan laboratorium :

Pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan darah yang menurut teknis
pembuatannya dibagi menjadi preparat darah (SDr, sediaan darah) tebal dan preparat darah
tipis, untuk menentukan ada tidaknya parasit malaria dalam darah. Tes diagnostik cepat
Rapid Diagnostic Test(RDT) adalah pemeriksaan yang dilakukan bedasarkan antigen parasit
malaria dengan imunokromatografi dalam bentuk dipstick .Test ini digunakan pada waktu
terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) atau untuk memeriksa malaria pada daerah terpencil yang
tidak ada tersedia sarana laboratorium. Dibandingkan uji mikroskopis, tes ini mempunyai
kelebihan yaitu hasil pengujian cepat diperoleh, akan tetapi Rapid Diagnostic Test (RDT)
sebaiknya menggunakan tingkat sentitivity danspecificity lebih dari 95% .

Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum


penderita, meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah leukosit, eritrosit dan
trombosit. Bisa juga dilakukan pemeriksaan kimia darah (gula darah, SGOT, SGPT, tes
fungsi ginjal), serta pemeriksaan foto toraks, EKG, dan pemeriksaan lainnya sesuai indikasi.

Cara Penularan :

Penyakit malaria ditularkan melalui dua cara, yaitu alamiah dan non alamiah. Penularan
secara alamiah adalah melalui gigitan nyamuk Anopheles yang mengandung parasit malaria,
sedangkan non alamiah penularan yang tidak melalui gigitan nyamuk Anopheles.

Faktor Risiko :

a. Dinding rumah yang terbuat dari kayu/papan yang tidak rapat serangga (berlubang)
mempunyai risiko 3,14 kali untuk terkena malaria dibandingkan dinding rumah yang dari
tembok (rapat serangga).

b. Keberadaan kandang ternak besar disekitar rumah mempunyai risiko 2,44 kali untuk
terkena malaria daripada rumah yang tidak memiliki kandang ternak di sekita rumah.

c. Kasa tidak terpasang pada semua ventilasi mempunyai risiko 2,14 kali untuk terkena
malaria daripada kasa terpasang pada semua ventilasi.

d. Kebiasaan keluar rumah pada malam hari mempunyai risiko untuk terkena malaria 5,54
kali dibandingakn dengan orang yang tidak keluar rumah pada malam hari.

e. Pendidikan yang rendah (≤SMP) mempunyai risiko untuk terkena malaria 3,56
dibandingkan dengan yang pendidkan > SMP. Menurut Depkes RI (2005), terdapat beberapa
faktor risiko yang mempengaruhi kerentanan pejamu terhadap agent malaria diantaranya

9
faktor usia, jenis kelamin, ras, sosial ekonomi, status perkawinan, riwayat penyakit
sebelumnya, cara hidup, keturunan, status gizi dan imunitas. Faktor risiko tersebut penting
diketahui karena akan mempengaruhi risiko terpapar oleh sumber penyakit malaria.

G. Pencegahan

Pada umunya pencegahan dan pemberantasan malaria dilakukan dengan cara mengobati
penderita malaria atau yang diduga menderita malaria atau memberikan pengobatan
pencegahan malaria yang ditujukan pada orang-orang yang berasal dari daerah non-endemik
malaria yang akan berkunjung ke daerah endemik malaria. Selain itu harus dilakukan
pemberantasan nyamuk Anopheles yang menjadi vektor malaria dan memusnahkan sarang-
sarang nyamuk Anopheles serta mencegah gigitan nyamuk dengan menggunakan Repellent
dan menggunakan kelambu atau kasa pada jendela kamar tidur

Pencegahan juga dapat dibagi ke dalam 3 level yaitu :

a.Pencegahan Primer, adalah upaya untuk mempertahankan orang yang sehat tetap sehat atau
mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Kegiatannya sederhana dan dapat dilakukan oleh
sebagian besar masyarakat, seperti :

1) Menghindari atau mengurangi gigitan nyamuk malaria dengan cara tidur menggunakan
kelambu pada malam hari, tidak berada di luar rumah, mengolesi badan dengan obat anti
gigitan nyamuk (repelen), memakai obat nyamuk bakar, memasang kawat kasa pada jendela,
dan menjauhkan kendang ternak dari rumah.

2) Membersihkan tempat sarang nyamuk dengan cara membersihkan semak-semak di sekitar


rumah dan melipat kain-kain yang bergantungan, dan mengalirkan atau menimbun
genangan-genangan air serta tempat-tempat yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk
Anopheles.

3)Membunuh nyamuk dewasa dengan penyemprotan insektisida.

4)Membunuh jentik-jentik dengan menebarkan ikan pemakan jentik.

5) Membunuh jentik dengan menyemprot larvasida.

Selain itu pencegahan primer juga dilakukan terhadap parasit yaitu :

b.Pencegahan Sekunder, adalah upaya untuk mencegah orang yang telah sakit agar sembuh,
menghambat progresifitas penyakit dan menghindarkan komplikasi. Kegiatannya meliputi:
pencarian penderita secara aktif melalui skrining dan secara pasif dengan melakukan
pencatatan dan pelaporan kunjungan penderita malaria, diagnosa dini dan pengobatan yang
adekuat, dan memperbaiki status gizi guna membantu proses penyembuhan.

c. Pencegahan Tertier, adalah upaya untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan


rahabilitasi. Kegiatannya meliputi: penanganan lanjut akibat komplikasi malaria, dan
rehabilitasi mental/psikologi (Mutia, 2016).

10
H. Filariasis

Filariasis merupakan salah satu penyakit tertua yang paling melemahkan yang dikenal di
dunia. Penyakit filariasis lymfatik merupakan penyebab kecacatan menetap dan berjangka
lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental. Di Indonesia, mereka yang terinfeksi
filariasis bisa terbaring di tempat tidur selama lebih dari lima mingggu per tahun, karena
gejala klinis akut dari filariasis yang mewakili 11% dari masa usia produktif. Untuk keluarga
miskin, total kerugian ekonomi akibat ketidakmampuan karena filariasis adalah 67% dari dari
total pengeluaran rumah tangga perbulan (Kemenkes RI., 2010).

Pengertian Filariasis atau yang lebih dikenal juga dengan penyakit kaki gajah merupakan
penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh
berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini dapat menimbulkan cacat seumur hidup berupa
pembesaran tangan, kaki, payudara, dan buah zakar. Cacing filaria hidup di saluran dan
kelenjar getah bening. Infeksi cacing filaria dapat menyebabkan gejala klinis akut dan atau
kronik (Depkes RI, 2005). Menurut Chin, J. (2006) Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah
penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk
Mansonia, Anopheles, Culex, Armigeres.Cacing tersebut hidup di saluran dan kelenjar getah
bening dengan manifestasi klinik akut berupa demam berulang, peradangan saluran dan
saluran kelenjar getah bening. Pada stadium lanjut dapat menimbulkan cacat menetap berupa
pembesaran kaki, lengan, payudara dan alat kelamin.

I. Etiologi

Filariasis disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang hidup di saluran dan kelenjar getah
bening. Anak cacing yang disebut mikrofilaria hidup dalam darah. Mikrofilaria ditemukan
dalam darah tepi pada malam hari.

Filariasis di Indonesia disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria yaitu :

- Wuchereria bancrofti
- Brugia malayi
- Brugia timori

J. Epidemiologi

Epidemiologi filaria bergantung dari masing-masing spesies filaria. Spesies penyebab filaria
limfatik (kaki gajah) lebih banyak ditemukan pada negara-negara di Asia, termasuk
Indonesia, sedangkan Onchocerca, Loa loa, dan Mansonella lebih sering ditemukan di
negara-negara Afrika dan Amerika.Global Secara umum, filaria dapat ditemukan di negara-
negara tropis dan subtropis, tetapi masing-masing spesies filaria memiliki persebaran
geografis tersendiri. Indonesia merupakan negara endemis untuk Wucheria bancrofti, Brugia
malayi, dan Brugia timori. Berikut adalah persebaran masing-masing spesies filaria.

11
K. Patofisiologi

Patofisiologi filariasis secara umum disebabkan oleh respons imun tubuh terhadap nematoda
dewasa dan mikrofilaria. Proses ini umumnya terjadi secara kronik dan membutuhkan waktu
bulan sampai tahun.

L. Gejala Klinis

Gejala Klinis Penderita filariasis bisa tidak menunjukkan gejala klinis (asimtomatis), hal ini
disebabkan oleh kadar mikrofilaria yang terlalu sedikit dan tidak terdeteksi oleh pemeriksaan
laboratorium atau karena memang tidak terdapat mikrofilaria dalam darah. Apabila
menimbulkan gejala, maka yang sering ditemukan adalah gejala akibat manifestasi perjalanan
kronik penyakit. Gejala penyakit pada tahap awal (fase akut) bersifat tidak khas seperti
demam selama 3-4 hari yang dapat hilang tanpa diobati, demam berulang lagi 1-2 bulan
kemudian, atau gejala lebih sering timbul bila pasien bekerja terlalu berat. Dapat timbul
benjolan dan terasa nyeri pada lipat paha atau ketiak dengan tidak ada luka di badan. Dapat
teraba garis seperti urat dan berwarna merah, serta terasa sakit dari benjolan menuju ke arah
ujung kaki atau tangan. Gejala terjadi berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, mulai dari yang
ringan sampai yang berat. Cacing akan menyebabkan fibrosis dan penyumbatan pembuluh
limfe. Penyumbatan ini akan mengakibatkan pembengkakan pada daerah yang bersangkutan.
Tanda klinis yang sering ditemukan adalah pembengkakan skrotum (hidrokel) dan
pembengkakan anggota gerak terutama kaki (elefantiasis).

Cara Penularan :

Penularan dapat terjadi apabila ada 5 unsur yaitu sumber penular (manusia dan hewan),
parasit, vektor, manusia yang rentan, lingkungan (fisik, biologik dan sosial-ekonomi-budaya)
(Natadisastra, dkk, 2009). Filariasis tidak langsung menular orang ke orang. Manusia dapat
menularkan melalui nyamuk pada saat mikrofilaria berada pada darah tepi, mikrofilaria akan
terus ada selama 5-10 tahun atau lebih sejak infeksi awal. Nyamuk akan menjadi infektif
sekitar 12-14 hari setelah menghisap darah yang terinfeksi (Arsin, 2016).

Faktor Risiko :

a.Manusia

1) Umur Filariasis menyerang pada semua kelompok umur. Pada dasarnya setiap orang dapat
tertular filariasis apabila mendapat tusukan nyamuk infektif (mengandung larva stadium 3)
ribuan kali (Depkes RI 2006a). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kadarusman (2003)
variabel umur merupakan salah satu variabel yang berhubungan dengan terjadinya filariasis.
2)Jenis Kelamin Semua jenis kelamin dapat terinfeksi mikrofilaria. Insiden filariasis pada
laki-laki lebih tinggi daripada perempuan karena pada umumnya laki-laki lebih sering
terpapar dengan vektor karena pekerjaannya (Depkes RI, 2006).

3) Imunitas Orang yang pernah terinfeksi filariasis sebelumnya tidak terbentuk imunitas
dalam tubuhnya terhadap filaria demikian juga yang tinggal di daerah endemis biasanya tidak
mempunyai imunitas alami terhadap penyakit filariasis. Pada daerah endemis filariasis, tidak

12
semua orang terinfeksi filariasis menunjukkan gejala klinis. Seseorang yang terinfeksi
filariasis tetapi belum menunjukkan gejala klinis biasanya terjadi perubahan patologis dalam
tubuhnya (Depkes RI, 2006b).

4) Pekerjaan Pekerjaan yang dilakukan pada saat nyamuk mencari darah dapat berisiko
untuk terkena filariasis. Menurut Nasrin (2008), terdapat hubungan pekerjaan dengan
kejadian filariasis. Orang yang memiliki pekerjaan petani. buruh tani, buruh pabrik, dan
nelayan berisiko tertular penyakit filariasis.

5) Ras Penduduk pendatang pada suatu daerah endemis filariasis mempunyai risiko terinfeksi
filariasis lebih besar dibanding penduduk asli. Penduduk pendatang dari daerah non-endemis
ke daerah endemis, misalnya transmigran, walaupun pada pemeriksaan darah jari belum atau
sedikit mengandung mikrofilaria, akan tetapi sudah menunjukkan gejala klinis yang lebih
berat (Depkes RI, 2006).

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat yang dapat mempengaruhi angka


kematian bayi, anak balita, ibu hamil serta dapat menurunkan produktivitas kerja.
Penyakit tersebut dapat menjadi ancaman masyarakat di daerah tropis dan sub tropis
terutama pada bayi, anak balita dan ibu melahirkan. Sebanyak 300-500 juta penduduk
dunia menderita malaria setiap tahunnya, 23 juta diantaranya tinggal di daerah endemis
tinggi di Benua Afrika. Sebanyak 1,5-2,7 juta jiwa meninggal setiap tahunnya terutama
terjadi pada anak-anak dan ibu hamil .

Pengertian Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (protozoa) dari
genus plasmodium, yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles Istilah
malaria diambil dari dua kata bahasa Italia yaitu mal (buruk) dan Area (udara) atau udara
buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa-rawa yang mengeluarkan bau busuk.
Penyakit ini juga mempunyai nama lain, seperti demam roma, demam rawa, demam
tropik, demam pantai, demam charges, demam kura dan paludisme .

Filariasis merupakan salah satu penyakit tertua yang paling melemahkan yang dikenal di
dunia. Penyakit filariasis lymfatik merupakan penyebab kecacatan menetap dan berjangka
lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental. Di Indonesia, mereka yang
terinfeksi filariasis bisa terbaring di tempat tidur selama lebih dari lima mingggu per
tahun, karena gejala klinis akut dari filariasis yang mewakili 11% dari masa usia
produktif. Untuk keluarga miskin, total kerugian ekonomi akibat ketidakmampuan karena
filariasis adalah 67% dari dari total pengeluaran rumah tangga perbulan.

14
DAFTAR PUSTAKA

https://www.kompasiana.com/yantigobel/epidemiologi-penyakit
malaria_550060fa813311971ffa7672

https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/filariasis

https://www.academia.edu/36113763/Malaria_dan_Filariasis

https://www.academia.edu/9907513/Makalah_blok_12_Malaria

Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, et al. Harrison’s
Infectious Disease. McGraw Hill. 2010

Fischer PU. Filarial infection deserves attention as neglected tropical disease. Lancet Infect
Dis. 2017;17(1):12-13

https://www.who.int/lymphatic_filariasis/epidemiology/en/

15
16

Anda mungkin juga menyukai