Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR

KUSTA
KELOMPOK 10

1. FONI BELL
2. LARSONLIUS UPA
3. MIASNIUSON TAMU INA DAPAJIANGU
4. SYELA E.S. KARUNDENG
5. ANASTASIA Y. ANU
6. DANIEL SELAN
7. RAMLIA FUAD
8. MARIA KOMEP
9. JUAN NDUN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2018

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat rahmatNya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang
“PENYAKIT KUSTA” untuk memenuhi salah satu tugas Epidemiologi Penyakit
Menular

Selanjutnya kami menyadari jika dalam pembuatan makalah ini banyak


berbagai pihak, yang memberi dukungan dan sambutan sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini dengan baik. Oleh karena itu dalam kesempatan ini kami
ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung
penulis menyelesaikan makalah ini.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, kepada para pembaca
kami mohon dapat menyampaikan saran dan kritik untuk perbaikan selanjutnya

Kupang, 23 November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 7

1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................. 7

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi penyakit Kusta .................................................................... 8

2.2 Penyebab penyakit Kusta .................................................................. 9

2.3 Masa inkubasi penyakit Kusta .......................................................... 9

2.4 Gejala penyakit Kusta ....................................................................... 10

2.5 Patofisiologi penyakit Kusta ............................................................. 11

2.6 Cara Penularan penyakit Kusta ......................................................... 13

2.7 Pencegahan dan pengobatan penyakit Kusta .................................... 14

2.8 Epidemiologi penyakit Kusta ........................................................... 17

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ....................................................................................... 21

3.2 Saran ................................................................................................. 22

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 2

3
BAB I
PENDAHULUAN

I.I LATAR BELAKANG


Kusta merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium Leprae. Kusta dikenal dengan “The Great Imitator Disease”
karena penyakit ini seringkali tidak disadari karena memiliki gejala yang hampir
mirip dengan penyakit kulit lainnya. Hal ini juga disebabkan oleh bakteri kusta
sendiri mengalami proses pembelahan yang cukup lama yaitu 2–3 minggu dan
memiliki masa inkubasi 2–5 tahun bahkan lebih (Kemenkes RI, 2018).
Insiden kusta di dunia pada tahun 2016 berdasarkan data WHO mengalami
peningkatan, yakni dari 211.973 pada tahun 2015 menjadi 214.783 di tahun 2016.
Sebesar 94% dari insiden kusta ini dilaporkan oleh 14 negara dengan >1000 kasus
baru tiap tahunnya. Hal ini menunjukkan masih banyak wilayah yang menjadi
kantong endemisitas tinggi kusta di dunia. Asia Tenggara merupakan regional
dengan insiden kusta tertinggi yakni 161.263 kasus tahun 2016. Indonesia
merupakan negara dengan penyumbang insiden kusta ke-3 tertinggi di dunia,
yakni sebanyak 16.286 kasus, setelah Brazil (25.218 kasus) & India (145.485
kasus), (Donadeu, Lightowlers, Fahrion, Kessels, & Abela-Ridder, 2017).
Indonesia merupakan negara tropis dan termasuk salah satu daerah endemik
kusta.Data Profil Kesehatan Republik Indonesia mencatat angka penemuan kasus
baru kusta pada tahun 2013 sebanyak 16.856 kasus.Sebesar 83,4% kasus di
antaranya merupakan tipe Multi Basiler dan35,7% Kasusberjenis kelamin
perempuan.Terdapat 1.041 kasus baru kusta yang terdeteksi antara tahun 2006
hingga2009 di Jakarta (Widodo,2012).Pada tahun 1991, World Health
Assembly(WHA) membuat suatu resolusi mengenai eliminasi kusta pada tahun
2000 dengan menurunkan prevalensi kusta menjadidibawah 1 kasus per 10.000

4
Penduduk(WHO, 2015). Resolusi ini di Indonesia dikenal sebagai Eliminasi Kusta
Tahun 2000(EKT 2000). Meski Indonesia telah mencapai target eliminasi
nasional, tetapi14 wilayah Indonesia terutama bagian timur masih merupakan
daerah dengan beban kusta tinggi (angka penemuan kasus baru ≥10 per 100.000)
(Depkes RI, 2013).

Kusta merupakan penyakit menular yang dapat menyebabkan


permasalahan yang kompleks. Masalah yang timbul bukan hanya dari sisi medis,
tetapi juga aspek sosial,ekonomi,dan budaya(Widoyono, 2008). Kusta
menimbulkan stigma yang besar di masyarakat, sehingga penderita kusta
seringkali dijauhi dan dikucilkan oleh masyarakat yang menyebabkan timbulnya
masalah psikososial (Dewi, 2011).

Keterlambatan diagnosis pada penderita kusta dapat menyebabkan


kerusakan sistem saraf yang bersifat ireversibel bahkan dapat menyebabkan
kecacatan permanen (Widodo, 2012). Kecacatan pada penderita kusta
menyebabkanproduktifitas kerja menurun. Hal ini sangat berpengaruh
terhadappenurunan kualitas hidup penderita kusta (Rahayuningsih, 2012). Faktor
penting dalam terjadinya kusta adalah adanya sumber penularandan sumber
kontak, baik dari penderita maupun dari lingkungan.

Penderita kusta yang tidak diobatidapat menjadi sumber penularan kepada


orang lain, terutama penderita tipe multibasiler yangberkaitan dengan banyaknya
jumlah kuman pada Lesi(Depkes RI, 2012). Orang-orang yangkontak serumah
dengan penderita multibasilerberisiko 4x lebih tinggi tertular kusta(Moet, 2006).
Hal ini berkaitan dengan tingginya frekuensi paparan terhadap penderita yang
mengandung kuman kusta,sehingga menyebabkan kasuskusta semakin
bertambahsetiap tahunnya. Secara teori banyak faktor yang berperan terhadap
terjadinya kusta, yaitu letak geografis, ras, iklim (cuaca panas dan lembab), diet,
status gizi, statussocial ekonomi dan genetik (Harahap,2000).Penelitian yang

5
dilakukan oleh Kerr-Pontes(2006) di Brazil menemukan bahwavariabel signifikan
yang berpengaruh terhadap kejadian kusta adalah tingkat pendidikan rendah,
kurangnya ketersediaan pangan, sering kontak denganbadan air seperti
sungai,kolam, dan danau, sertajarang mengganti alas tempat tidur(linen).
Penelitian di Indonesia oleh Yuniarasari (2013) & Muharry (2014),mendapatkan
faktor yang berpengaruh terhadap kusta adalah tingkat pengetahuan, sanitasi, jenis
pekerjaan,dan sosial ekonomi. Selain faktor penyebab dan host, faktor lingkungan
juga berpengaruh besar dalam penularan penyakit kusta. Kondisi lingkungan yang
mendukung seperti kepadatan hunian, luas ventilasi, dan akses air bersih
memudahkan kuman berkembang dan meningkatkan virulensinya (Amiruddin,
2012. Patmawati, 2015).Kuman kusta dapat menyebar secara langsung maupun
tidak langsung denganpenggunaan peralatanpribadi (sabun, handuk, sisir) secara
bersama yang terkontaminasi kuman. Kuman kusta lebih cepat menyebar pada
kelompok padat huni. Kepadatan hunian yang tidak memenuhi standar berisiko
menularkan kustamultibasiler3x lebih cepat (Rismawati, 2013).

Penularan kuman kusta juga dapat terjadi melalui udara, ventilasi ruangan
yang tidak baik dapat memfasilitasi kuman untuk berkembang lebih banyak.
Patmawati (2015) mendapatkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara luas
ventilasi rumah dengan kejadian kusta.Diagnosis dan pengobatan dini kusta sangat
berperan dalam mengurangitransmisi dankecacatan pada penderita kusta(Paredes,
2015). Pengetahuan mengenai factor risiko penyakit kusta dapat memfasilitasi
pendeteksian dini penyakit ini (Sales, 2011).

6
1.2. Rumusan Masalah
a. Apa itu definsi penyakit kusta?
b. Apa Penyebab penyakit kusta?
c. Apa saja masa inkubasi penyakit kusta ?
d. Apa saja Manifestasi klinis dan gejala penyakit kusta?
e. Bagaimana Patofisiologi penyakit kusta?
f. Bagaimana Cara penularan penyakit kusta?
g. Apa saja Pencegahan dan pengobatan penyakit menular?
h. Bagaimana Epidemiologi penyakit kusta?

1.3. Tujuan

a. Untuk mengetahui definisi penyakit kusta


b. Untuk mengetahui penyebab penyakit kusta
c. Untuk mengetahui masa inkubasi penyakit kusta
d. Untuk mengenali dan mengetahui gejala dan tanda tanda penyakit kusta
e. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit kusta
f. Untuk mengetahui cara penularan penyakit kusta
g. Untuk mengetahui cara pencegahan dan pengobatan penyakit kusta
h. Untuk mengetahui epidemiologi penyakit kusta

7
BAB 11
PEMBAHASAN

2.1. Defenisi Penyakit Kusta

Kusta berasal dari bahasa Sansekerta, yakni kustha berarti kumpulan


gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta atau lepra disebut juga Morbus
Hansen, sesuai dengan nama yang mnemukan kuman. Kusta adalah penyakit yang
disebabkan oleh infeksi mycrobacterium leprae. Kusta menyerang berbagai bagian
tubuh diantaranya saraf dan kulit. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa
pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernafasan atas dan lesi pada kulit, saraf-
saraf, anggota gerak dan mata. Tidak seperti mitos yang beredar di masyarakat,
kusta tidak menyebabkan pelepasan anggota tubuh yang begitu mudah seperti pada
penyakit tzaraath yang digambarkan dan sering disamakan dengan kusta.
Kusta atau disebut juga Morbus Hansen (MH) merupakan infeksi kronik
pada kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Predileksi awal penyakit
ini adalah saraf perifer dan kulit, selanjutnya dapat mengenai mukosa saluran
pernafasan dan organ-organ lain,tetapi tidak mengenai saraf pusat (Menaldi,
2015).
Menurut World Health Organization(WHO), kusta merupakan salah satu
dari tujuh belas penyakit tropis yang terabaikan dan membutuhkanperhatian
khususdunia (Smith, 2012). Kusta dikenal juga sebagai “The Great Imitator
Disease” karena manifestasi yang mirip dengan banyak penyakit kulit
lainnyasepertiinfeksijamur kulit, sehingga seseorang jarang menyadari bahwa
dirinya telah menderita kusta(Widoyono, 2008).

8
2.2. Penyebab penyakit kusta

Penyakit kusta disebabkan oleh bakteri yang bernama mycobacetrium


leprae. Dimana micobacterium ini adalah kuman aerob, tidak membentuk spora,
berbentuk batang, dikeliling oleh membran sel lilin yang merupakan cirri dari
species mycobacterium, berukuran panjang 1-8 micro, lebar 0,2-0,5 micro
biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel dan tahan
asam (BTA) atau gram positif, tidak mudah diwarnai namun jika diwarnai akan
tahan terhadap dekolorisasi oleh asam atau alcohol sehingga oleh karena itu
dinamakan sebagai basil “tahan asam “.

Mycobacterium leprae belum dapat dikultur pada laboratorium. Kuman ini


menular kepada manusia melalui kontak langsung dengan penderita (keduanya
harus ada lesi baik mikroskopis maupun makroskopis, dan adanya kontak yang
lama dan berulang-ulang) dan melalui pernapasan, bakteri ini dalam tubuh
manusia mampu bertahan 9 hari di luar tubuh manusia kemudian kuman
membelah dalam jangka 14-21 hari dengan masa inkubasi rata-rata dua hingga
lima tahun bahkan juga dapat memakan waktu lebih dari 5 tahun. Setelah lima
tahun, tanda- tanda seseorang menderita penyakit kusta mulai muncul antara lain,
kulit mengalami bercak putih, merah ,rasa kesemutan bagian anggota tubuh hingga
tidak berfungsi ebagaimana mestinya. Penatalaksanaan kasus yang buruk dapat
menyebabkan kusta menjadi progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada
kulit,saraf,anggota gerak, dan mata.

2.3. Masa inkubasi


Berkisar antara 9 bulan sampai 20 tahun dengan rata-rata adalah 4 tahun
untuk kusta tuberkuloid dan dua kali lebih lama untuk kusta lepromatosa. Penyakit
ini jarang sekali ditemukan pada anak-anak dibawah usia 3 tahun; meskipun, lebih
dari 50 kasus telah ditemukan pada anak-anak dibawah usia 1 tahun, yang paling
muda adalah usia 2,5 bulan.

9
2.4. Manifestasi klinis atau Tanda dan gejala kusta

klasifikasi yang digunakan bertujuan untuk menentukan regimen


pengobatan dan perencanaan operasional. Untuk keperluan pengobatan kombinasi
atau Multi Drug Therapy (MDT), dengan menggabungkan rifampisin, lamprene, dan
DDS. Berdasarkan hal ini klasifikasi penyakit kusta di Indonesia dibagi menjadi dua
tipe yaitu PB dan tipe MB. Beberapa karakteristik tipe kusta ini antara lain :

1. Kusta tipe Pausi Bacillery


Kusta jenis ini disebut kusta kering dengan gejala bercak keputihan seperti
panu dan mati rasa. Bercak kering dan kasar dan tidak tumbuh bulu.
Kusta tipe PB jika jumlah bercak pada kulit berjumlah 1-5, bulu pada bercak
rontok, ukuran bercak kecil dan besar, bercak terdistribusi secara asimetris,
bercak biasanya kering dan kasar, batas bercak tegas, kehilangan rasa pada
bercak selalu ada dan jelas, terdapat central healing (penyembuhan di tengah),
cacat biasanya terjadi dini dan asimetris, penebalan syaraf terjadi dini,
infiltrat, nodulus dan perdarahan hidung tidak ada dan BTA negatif.
2. Kusta tipe Multi Bacillery
Kusta jenis ini juga disebut kusta basah dengan gejala bercak putih kemerahan
yang tersebar satu-satu atau merata diseluruh badan, terjadi penebalan dan
pembengkakan pada kulit. Kusta tipe MB memiliki karakteristik jumlah
bercak banyak, ukuran bercak kecil-kecil, bercak terdistribusi simetris, bercak
biasanya halus dan berkilat, batas bercak kurang tegas, kehilangan rasa pada
bercak biasanya tidak jelas dan terjadi pada stadium lanjut, bulu pada bercak
tidak rontok, infiltrat, perdarahan hidung ada dan kadang-kadang tidak ada,
ciri khusus terdapat punced out lesion (lesi berbentuk seperti kue donat),
madarosis, ginecomastia, hidung pelana, suara parau, penebalan syaraf pada
tahap lanjut, cacat terjadi pada stadium lanjut dan BTA positif

10
Gejala umum kusta atau Lepra:
Tanda tanda dan gejala seseorang menderita penyakit kusta antara lain,
mengalami bercak putih seprti panu, pada awalnya hanya sedikit tetapi lama-
kelamaan semakin lebar dan banyak,adanya bintil-bintil kemerahan yang tersebar
pada kulit, rasa kesemutan pada anggota badan dan atau bagian raut muka, muka
berbenjol-benjol dan tegang yang disebut yang disebut facies leomina (muka
singa),dan mati rasa karena kerusakan syaraf tepi
Kusta terkenal sebgai penyakit yang paling ditakuti karena deformitas
atau cacat tubuh. Namun pada tahap awal kusta, gejala yang timbul hanya dapat
berupa kelainan warna kulit, kelainan kulit yang dijumpai dapat perubahan warna
seperti hipopigemntasi (warna kulit menjafi lebih terang), atau hiperpigmentasi
(warna kulit menjadi lebih gelap), dan eritematosa (kemerahan pada kulit)
Gejala lain yang menyertai yaitu antara lain :
a. Reaksi panas dari derajat yang rendah sampai dengan menggigil
b. Noreksia, Nausea, kadang-kadang disertai vomitus
c. Cephalgia, kadang-kadang disertai iritasi
d. Orchitis dan Pleuritis, kadang-kadang disertai nephrosia, Nepritis dan
Hepatospleenomegali

Kelompok yang tinggi terkena resiko yaitu orang yang tinggal didaerah
endemik dengan kondisi yang buruk seperti tempat tidur yang itdak memadai, air
yang tidak bersih, asupan gizi yang buruk dan adanya penyertaan penyakit lain
seperti HIV yang dapat menekan sistem imun

2.5. Patofisiologi Pentakit Kusta


 Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh manusia masa sampai
timbulnya gejala dan tanda adalah sangat lama dan bahkan bertahun – tahun ,
masa inkubasinya bisa 3- 20 tahun. Sering kali penderita tidak menyadari
adanya proses penyakit di dalam tubuhnya. Umunya penduduk yang tinggal di

11
daerah endemis muda terinfeksi, namun banyak orang punya kekebalan
alamiah dan tidak menjadi penderita kusta (Agusni,2001).
 Mycobacterium leprae seterusnya bersarang di sel Schwann yang terletak di
perineum, karena basil kusta suka daerah yang dingin yang dekat dengan kulit
dengan suhu sekitar 27 – 300 C. Mycobacterium leprae mempunyai kapsul
yang dibentuk dari protein 21 KD, yang mampu berikatan dengan reseptor
yang -2 G receptor sejenis α dipunyai sel Schwann yaitu laminin –
dystroglycam. Kemampuan adesi tersebut merupakan cara invasi basil α
kusta pada perineum, sel schwnn sendiri merupakan sejenis fagosit yang bisa
menangkap antigen seperti Mycobacterium leprae, tetapi tidak dapat
menghancurkannya karena sel tersebut tidak mempunyai MHC klas II yang
mampu berikatan dengan SD4 limfosit, akibatnya basil kusta dapat
berkembang biak di sel Schwann ( Agusni, 2003).
 Sel Schwann seterusnya mengalami kematian dan pecah, lalu basil kusta
dikenali oleh sistem imunitas tubuh host, tubuh melakukan proteksi melalui 2
aspek yaitu imunitas non-spesifik dan spesifik, makrofag menjadi aktif
memfagosit dan membersihkan dari semua yang tidak dikenali (non-self).
Peran Cell mediated immunity sebagai proteksi kedua tubuh mulai mengenali
DNA mengidentifikasi antigen dari Mycobacterium leprae. Ternyata
makrofag mampu menelan Mycobacterium lepraetetapi tidak mampu
mencernanya. Limfosit akan membantu makrofag untuk menghasilkan enzim
dan juicase agar proses pencernaan dan pelumatan berhasil.
 Keterkaitan humoral immunity dan cell mediated immunity dalam membunuh
basil kusta dapat memunculkan rentangan spectrum gambaran penyakit kusta
seperti tipe Tuberkoloid-Tuberkuloid (TT), tipe Borderline Tuberkuloid (BT),
tipe Borgerline –Bordeline (BB), tipe Bordeline Lepromatous (BL) dan tipe
Lepromatous-Lempramotpus (LL) (Jopling,2003)

12
2.6. Cara Penularan Penyakit Kusta
Cara penularan penyakit kusta sampai saat ini belum diketahui secara pasti
tetapi ada yang beranggapan bahwa Kusta ditularkan melalui kontak kulit yang
lama dan erat dengan penderita(keluarga). Anggapan lain menyebutkan kusta juga
bisa ditularkan melalui inhalasi alias menghirup udara, karena M. Leprae dapat
hidup beberapa hari dalam bentuk droplet di udara.
M.leprae ini merupakan basil obligat intraseluler yang terutama dapat
berkembang biak di dalam sel Schwann saraf dan makrofag kulit. Bakteri ini
merupakan bakteri yang menyerang kulit dan syaraf tepi. M. leprae berkembang
biak secara perlahan dengan cara binary fision yang membutuhkan waktu 11-13
hari. Pertumbuhan yang sangat lambat ini tidak diragukan sebagai faktor utama
yang menyebabkan masa inkubasi yang sangat lama dari kusta dan menyebabkan
semua manifestasi klinisnya menjadi kronis. .
Kusta juga bisa ditularkan melalui kontak langsung dengan binatang
tertentu seperti armadilo. Lepra memerlukan waktu inkubasi yang cukup lama,
antara 40 hari sampai 40 tahun, rata-rata membutuhkan 3-5 tahun setelah tertular
sampai timbulnya gejala.Sekitar 95% orang kebal terhadap lepra, dan hanya
sekitar 5% yang dapat tertular. Dari sejumlah 5%, sekitar 70% akan sembuh
sendiri, dan hanya 30% yang menjadi sakit kusta. Artinya, dari 100 orang yang
terpapar erat oleh bakteri Mycobacterium leprae, hanya 2 orang yang akan sakit.
Sebetulnya perjalanan penyakitnya itu sendiri cukup lama, karena itu
disebut penyakit menahun. Semua orang bisa terkena penyakit ini, namun pada
umumnya manusia kebal terhadap penyakit ini. Tetapi apabila sifat kekebalannya
melemah maka seseorang akan mudah terkena penyakit ini. Jadi penyakit kusta
sangat berkaitan dengan proses kekebalan. Oleh karena itu penyakit ini banyak
diderita di negara-negara berkembang pada penduduk miskin yang kehidupannya
berhimpitan dengan sosial ekonomi yang lemah . Timbulnya penyakit kusta bagi
seseorang tidak mudah dan tidak perlu ditakuti. Beberapa faktor yang
memengaruhi penularan kusta antara lain :

13
1. Faktor Sumber Penularan :
Sumber penularan adalah penderita kusta tipe MB. Penderita MB inipun tidak
akan menularkan kusta, apabila berobat teratur.
2. Faktor Kuman Kusta :
Kuman kusta dapat hidup diluar tubuh manusia antara 1-9 hari tergantung
pada suhu atau cuaca, dan diketahui hanya kuman kusta yang utuh (solid) saja
yang dapat menimbulkan penularan.
3. Faktor Daya Tahan Tubuh :
Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta (95 %). Tetapi juga ada
yang juga faktor daya tahan tubuh yang lemah
2.7. Cara Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Kusta
a. Pencegahan
 pemeriksaan dan pengobatan secara dini terhadap penderita kusta,agar
tidak menularkan pada orang lain.
 memberi vaksin atau imunisasi BCG.
 meningkatkan kebersihan diri dan lingkungan.
 tidak bertukar pakaian dengan penderita,karena basil bakteri juga
terdapat pada kelenjar keringat.
 melaksanakan penyuluhan kesehatan mengenai kusta.
 diusahakan penderita tidak meludah sembarangan,sebab penularan
lewat droplet dan basil dalam droplet selama beberapa hari.
b. Pengobatan
Setelah menegakkan diagnosa dan ternyata seseorang menderita kusta
segera diberikan pengobatan dengan kombinasi Multi Drug Therapy (MDT)
secara gratis dan dicatat oleh petugas dalam kartu penderita. Memberikan
penderita dosis pertama di puskesmas dan menganjurkan ambil obat secara
teratur di puskesmas. Kemasan blister obat kombinasi atau Multi Drug Ttherapy
(MDT) adalah gratis, disimpan ditempat yang kering, aman, teduh dan jauh dari

14
jangkauan anak-anak. Selama menjalani pengobatan penderita dapat menjalani
kehidupan normal, dapat tinggal dirumah, pergi kesekolah, bekerja, bermain,
menikah, mempunyai anak serta dalam acara-acara sosial (Depkes RI, 2000
dalam Hutabarat, 2008).
Obat yang diberikan pada penderita Tipe PB 1 Lesi 1 langsung di telan di
depan petugas dan apabila obat tersebut tidak ada maka sementara diobati dengan
dosis obat Pauci Baciler 2-5. Untuk tipe Pauci Baciler (PB) lesi 2-5, pada
dewasa pengobatan bulanan, hari pertama diminum di depan petugas 2 kapsul
Rifampisin 600 mg dan 1 tablet Dapsone 100 mg, pengobatan harian hari ke 2-
28, 1 tablet Dapsone 100 mg 1 blister untuk 1 bulan dan diminum sebanyak 6
blister.
Untuk tipe Multi Baciler (MB) pada dewasa pengobatan bulanan, hari
pertama dosis diminum di depan petugas 2 kapsul Rifampisin 600 mg, 3 tablet
Lanhmpren 300 mg dan 1 tablet Dapsone 100 mg, pengobatan harian yang ke 2-
28 hari 1 tablet Lamprene 50 mg, 1 tablet dapsone 100 mg. Satu blister untuk 1
bulan dan diminum sebanyak 12 blister.Untuk anak dibawah usia 10 tahun obat
diberikan berdasarkan berat badan dengan dosis sebagai berikut : Rifampisin 10-
15 mg/kg BB, Dapsone 1-2 mg/Kg BB dan Clofazimin 1 mg/Kg BB (Depkes RI,
2005a dalam Hutabarat, 2008).

Pengobatan penderita kusta dapat menggunakan beberapa jenis obat, yaitu :


a. Rifamficin, dapat membunuh bakteri kusta dengan menghambat
perkembangbiakan bakteri (dosis 600 mg)
b. Vitamin A (untuk menyehatkan kulit yang bersisik).
c. Clofamizine (CLF), menghambat pertumbuhan dan menekan efek
bakteri perlahan pada Mycobacterium Leprae dengan berikatan pada
DNA bakteri
Setelah penderita menyelesaikan pengobatan MDT sesuai dengan peraturan
maka ia akan menyatakan RFT (Relasif From Treatment), yang berarti tidak perlu

15
lagi makan obat MDT dan dianggap sudah sembuh. Sebelum penderita dinyatakan
RFT, petugas kesehatan harus :
a. Mengisi dan menggambarkan dengan jelas pada lembaran tambahan RFT
secara teliti.
· Semua bercak masih nampak.
· Kulit yang hilang atau kurang rasa terutama ditelapak kaki dan tangan.
· Semua syaraf yang masih tebal
· Semua cacat yang masih ada.
b. Mengambil skin semar (sesudah skin semarnya diambil maka penderita
langsung dinyatakan RFT tidak perlu menunggu hasil skin semar).
c. Mencatat data tingkat cacat dan hasil pemeriksaan skin semar dibuku register.
Pada waktu menyatakan RFT kepada penderita, petugas harus memberi
penjelasan tentang arti dan maksud RFT, yaitu :
 Pengobatan telah selesai.
 Penderita harus memelihara tangan dan kaki dengan baik agar jangan
sampai luka.
 Bila ada tanda-tanda baru, penderita harus segera datang untuk
pemeriksaan ulang.
Pengobatan kepada penderita kusta adalah salah satu cara untuk pemutusan
mata rantai penularan.Upaya pemutusan mata rantai penularan penyakit kusta
dapat dilakukan melalui pengobatan MDT pada pasien kusta dan vaksinasi BCG.
Tujuan pengobatan MDT pada kusta tipe PB dan MB adalah:
1. Memutuskan mata rantai penularan
2. Mencegah resistensi obat
3. Memperpendek masa pengobatan
4. Meningkatkan keteraturan berobat
5. Mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya cacat yang
sudah ada sebelum pengobatan.

16
Pengobatan biasanya berjalan selama beberapa tahun. Kuman kusta diluar
tubuh manusia dapat hidup selama 24-48 jam danada yang berpendapat hingga 7-9
hari, tergantung dari suhu dan cuaca di luar tubuh manusia tersebut. Makinpanas
cuaca makin cepat juga kumannya akan mati. Jadi dalam hal ini, pentingnya sinar
matahari masuk kedalam rumah dan hindarkan terjadinya tempat-tempat yang
lembab.
Ada beberapa obat yang dapat menyembuhkan penyakit kusta. Akan tetapi
tidak dapat menyembuhkan kasus-kasus kusta kecuali masyarakat mengetahui ada
obat penyembuhan kusta dan mereka datang ke puskesmas untuk berobat.Harus
dimulai sesegera dengan tablet DDS (DADSFS, diamino difenil sulfon)
pengobatan harus diteruskan di bawah pengawasan sampai secara klinik terlihat
sembuh, dan pemeriksaan kulit melaporkan hasil negative tentang bakteri
2.8. Epidemiologi Penyakit Kusta
Cara-cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih merupakan tanda
tanya. Yang diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh si penderita,
yakni selaput lendir hidung. Tetapi ada yang mengatakan bahwa penularan
penyakit kusta adalah:
a. Melalui sekret hidung basil yang berasal dari sekret hidung penderita yang
sudah mengering, diluar masih dapat hidup 2-7 x 24 jam
b. Kontak kulit dengan kulit. Syarat –syaratnya adalah harus dibawah umur
15 tahun, keduanya harus ada lesi baik mikroskopis maupun makroskopis
dan adanya kontak yang lama dan berulang-ulang.
Faktor-faktor penyebab penyakit kusta :
a. Host
Manusia sampai saat ini di anggap sebagai sumber penularan walaupun
Kuman kusta dapat hidup pada Armadillo, simpanse dan pada telapak kaki tikus
yang mempunyai kelenjar Thymus . Tempat masuk kuman kusta ke dalam tubuh
host sampai saat ini belum dapat di pastikan. Di perkirakan cara masuknya adalah
melalui saluran pernafasan bagian atas dan melalui kontak kulit yang tidak

17
utuh.Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta (95%). Dari hasil
penilitian direktorat jenderal pemberantasan penyakit menular dan penyehatan
lingkungan dari 100 orang terpapar: 95 orang tidak menjadi sakit, 3 orang menjadi
sembuh sendiri tanpa di obati, 2 orang menjadi sakit, hal ini belum lagi
memperhitungkan pengaruh pengobatann.
b. Agent
Penyebab penyakit kusta adalah mycobacterium leprae yang pertama kali di
temukan oleh gerhard amaeur hansen pada tahun 1873. Mycobacterium
lepraehidup intraseluler dan mempunyai afinitas yang besar pada sel saraf dan sel
dari system retikulo endothelial. Waktu pembelahan sangat lama, yaitu 2-3
minggu. Di luar tubuh manusia (dalam kondisi tropis) kuman kusta dapat bertahan
sampai 9 hari. Pertumbuhan optimal dari kuman kusta adalah pada suhu 270-30
derajat C.
c.Environment
Faktor lingkungan sangat besar hubungannya dengan kejadian penyakit
kusta, misalnya kurang menjaga kebersihan , karena bakteri ini masuk melalui
mukosa kulit. Akibat kontak angsung maupun tidak langsung. Dan bakteri ini
dapat hidup pada suhu 270C.

18
Menurut Orang
1. Tentang Umur
Penyakit kusta jarang ditemukan pada bayi. Insiden Rate penyakit ini
meningkat sesuai umur dengan puncak pada umur 10 – 20 tahun dan kemudian
menurun. Prevalensinya juga meningkat sesuai dengan umur dengan puncak umur
30 – 50 tahun dan kemudian secara perlahan-lahan menurun.
2. Tentang Jenis Kelamin
Penyakit kusta dapat menyerang manusia baik pada jenis kelamin laki-laki
maupun perempuan, tetapi jenis kelamin laki-laki lebih banyak menderita
dibandingkan perempuan. Jumlah penderita laki-laki dewasa biasanya 2-3 kali
lebih besar daripada wanita, hal ini dihubungkan dengan aktifitas pria diluar rumah
sehingga resiko tertular lebih besar. Kecuali di Afrika dimana wanita lebih banyak
dari pada laki-laki. Faktor fisiologik seperti pubertas, menopause, kehamilan, serta
faktor infeksi dan malnutrisi dapat meningkatkan perubahan klinis penyakit kusta.
b. Menurut Waktu
Pemeriksaan skin smear penderita sebagai pemeriksaan rutin sebelum dimulai
MDT untuk menentukan kategori pengobatan, disamping gambaran klinis. Seleksi
penderita untuk mendapat MDT yaitu : 1) semua penderita baru (PB dan MB), 2)
semua penderita yang telah mendapat DDS dalam waktu lama, tetapi enyakit tetap
aktif, 3) Semua penderita yang berobat kurang dari 2 tahun. Pelaksanaan MDT
yaitu 1) Tipe PB (Pauci Baciler) dengan pengobatan selama 6 bulan dapat
diselesaikan dalam waktu 9 bulan. Setelah selesai pengobatan penderita
dinyatakan RFT (Release From Treatment) atau berhenti minum obat kusta,
meskipun secara klinis lesinya lasih aktif. 2) Tipe MB (Multi Baciler) dengan
pengobatan selama 2 tahun dapat diselesaikan dalam waktu 36 bulan, sesudah
selesai pengobatan penderita dinyatakan RFT (berhenti minum obat kusta).

19
c. Menurut Tempat
Penyakit kusta tersebar diseluruh dunia dengan endemisitas yang berbeda-
beda. Pada tahun 1985 diperkirakan jumlah penderita kusta di dunia lebih dari 11
juta. Sebagian besar dari 6 negara di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Sedangkan
di Eropa Barat dan Utara penderita ini tersebar separodik. Dengan penyakit kusta
di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan yang kemungkinan masih
banyaknya penderita tersembunyi atau belum diketemukan

Data tentang Penyakit Kusta

Gambar. Kasus Baru Kusta Menurut Provinsi Tahun 2017

Dari gambar berikut, dapat dilihat bahwa jumlah penderita kusta terbanyak
terdapat di provinsi Jawa Timur pada periode tahun 2015-2017, namun dengan
penurunan penderita sebesar 15,95%, sedangkan provinsi yang mengalmi kenaikan
jumlah penderita paling tinggi dalam kurun waktu 2015-2017 terdapat di Provinsi
Maluku sebanyak 102,84%.

20
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Kusta berasal dari bahasa Sansekerta, yakni kustha berarti kumpulan
gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta atau lepra disebut juga Morbus
Hansen, sesuai dengan nama yang mnemukan kuman. Kusta adalah penyakit
yang disebabkan oleh infeksi mycrobacterium leprae. Kusta menyerang rbagai
bagian tubuh diantaranya saraf dan kulit. Penyakit ini adalah tipe penyakit
granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernafasan atas dan lesi
pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak dan mata. Tidak seperti mitos yang
beredar di masyarakat, kusta tidak menyebabkan pelepasan anggota tubuh yang
begitu mudah seperti pada penyakit tzaraath yang digambarkan dan sering
disamakan dengan kusta.

Kusta atau disebut juga Morbus Hansen (MH) merupakan infeksi kronik
pada kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Predileksi awal
penyakit iniadalahsaraf perifer dan kulit, selanjutnya dapat mengenai
mukosasaluran pernafasandan organ-organ lain,tetapi tidak mengenai saraf
pusat (Menaldi, 2015).

Menurut World Health Organization(WHO), kusta merupakan salah satu


dari tujuh belas penyakit tropis yang terabaikan dan membutuhkanperhatian
khususdunia (Smith, 2012). Kusta dikenal juga sebagai “The Great Imitator
Disease” karena manifestasi yang mirip dengan banyak penyakit kulit
lainnyasepertiinfeksijamur kulit, sehingga seseorang jarang menyadari bahwa
dirinya telah menderita kusta(Widoyono, 2008).

21
3.2. Saran
1. Untuk pembaca sebagai referensi
Untuk pembaca makalah ini bisa dijadikan sebagai referensi,bila ada
kekurangan mohon dimaklumi dan diberi saran atau masukan.
2. Untuk tenaga kesehatan
Memberikan pendidikan kesehatan yang baik khususnya penyakit kusta
kepada masyarakat
3. Untuk masyarakat
Menjaga pola hidup dan ikut berpartisipasi dalam pencegahan penyakit kusta.

22
DAFTAR PUSTAKA

Irianto Koes. 2014. Epidemiologi penyakit menular dan tidak


menular.Bandung:Alfabeta.

Kementerian kesehatan RI. INFODATIN pusat data dan informasi kementerian


kesehatan RI Hapuskan Stigma dan diskriminasi terhadap Kusta.2018.

Kementrian Kesehatan RI.INFODATIN Pusat Data Dan Informasi Kementrian


Kesehatan RI

Kusta.2014.hhtp://scholar.unand.ac.id/5143/2/BAB%20I%20MIA%20EKA%20PU
TRI.

http://journal.unnes.ac.ad/faktor risiko kejadian kusta.index./kesmas

Kemenkes RI. (2015). Infodatin Kusta. Jakarta

Nabila(2010) , profil penderita penyakit kusta dirumah sakit kdiri kusta


kediriperiode januari 2010 sampai desember 2010,jurnal kesehatan
masyarakat, volume 8 no2 desember 2012

Laili, alif., 2016.hubungan dukungan keluarga dan pengethuan terhadap


perawatan diri penderita kusta di puskesmas grati tahun 2016, The
Indonesian Journal of Public Health, Vol. 12 No. 1, Desember 2016: 13–
226

23

Anda mungkin juga menyukai