OLEH:
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang maha Esa
yang telah memberikan segala rahmatNya kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan Makalah Mata kuliah MANAJEMEN
PENGENDALIAN PENYAKIT BERBASIS WILAYAH DAN TEMPAT
KERJA yang sederhana ini. Penulis menyadari bahwa materi yang
disajikan dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
penulis mengharapkan saran saran yang membangun guna kesempurnaan
modul ini.
Terima kasih disampaikan kepada berbagai pihak yang telah
memberikan dorongan dalam penyusunan makalah ini. Akhir kata semoga
makalah ini dapat bermanfaat.
Medan,
Juli 20
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
yang sehat dari risiko menderita penyakit. Pengendalian faktor risiko maupun penyakit
berkenaan dilakukan dengan cara mengumpulkan fakta dan analisa pada suatu wilayah
komunitas tertentu.
5
Menejemen Penyakit Berbasis wilayah secara esensial memenuhi pendekatan
kesehatan masyarakat yang paling tidak harus menampilkan lima karakteristik spesifik.
(1) Program hendaknya berorientasi pada seluruh masyarakat dalam suatu wilayah,
misal kabupaten, kecamatan dan desa tanpa diskriminasi terhadap ras, suku, agama atau
golongan umur, dan status sosial ekonomi. (2) Berorientasi pada pencegahan primer
misalnya pengendalian faktor risiko. (3) Penanganan masalah menggunakan pendekatan
multidisiplin, misalnya pengendalian faktor risiko rumah sehat atau penanganan
penyakit masyarakat seperti diare, malaria, flu burung dan lain-lain. (4) Kegiatan
dilakukan bersama dengan ciri partisipasi masyarakat. Contoh: pengendalian faktor
risiko flu burung, gizi buruk, penyakit campak, penurunan kematian ibu, penurunan
kematian bayi, penanggulangan wabah virus polio liar, SARS dan lain sebagainya yang
dilakukan bersama masyarakat. (4) Partnership atau kemitraan. (5) Perencanaan dan
pelaksanaan MPBW harus menggunakan pendekatan kesehatan masyarakat.
1.2 Tujuan
Tujuan dari audit manajemen penyakit menular berbasis wilayah yaitu untuk
meningkatkan mutu manajemen tata laksana faktor risiko penyakit yang berkaitan.
Pelaksanaan audit, sebaiknya dipersiapkan dengan seksama, misalnya instrumen
penilaian untuk audit, pertanyaan –pertanyaan, melibatkan dengan siapa saja , jumlah
tenaga dan pembiayaan. Dengan adanya audit, maka manajemen penyakit berbasis
wilayah dapat dilakukan dengan baik
1.3 Manfaat
6
BAB II
ANALISIS SITUASI
Penyakit endemik adalah penyakit selalu ada pada suatu daerah atau
kelompok populasi tertentu. Setiap daerah mungkin memiliki penyakit endemis
yang berbeda-beda. Salah satu penyebab hal ini bisa terjadi adalah perbedaan
iklim di tiap wilayah.Indonesia sebagai negara beriklim tropis dihadapkan
dengan beberapa penyakit endemik, seperti DBD, malaria, hingga tuberkulosis.
Penyakit endemik masih berdampak luas, terutama pada masyarakat di negara
berkembang.
Penyakit menular endemik, untuk menggambarkan penyakit atau faktor
risiko penyakit berkenaan, yang terdapat atau terjadi di Indonesia selama kurun
waktu yang panjang. Penyakit ini mengganggu Indeks Pembangunan Manusia
Indonesia, seperti Diare, TBC, Malaria.
B. Penyakit yang berpotensi menjadi KLB.
Penyakit yang berpotensi menjadi KLB, baik secara periodik yang dapat
diprediksi dan diantisipasi serta pencegahannya. Misalnya :
1. Demam berdarah dengue
Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit
menular yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan
sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).Penyakit DBD sering
menimbulkan kepanikan di masyarakat, karena penyebarannya yang cepat dan
10
berpotensi menimbulkan kematian. Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue
yang penularannya melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus
yang hidup digenangan air bersih di sekitar rumah. Umumnya kasus ini mulai
meningkat saat musim hujan.
Tahun 2011 jumlah kasus yang dilaporkan dan dinyatakan positif
sebanyak 199 kasus dan 4 meninggal 0rang., ( CFR: 2,0%). Dengan demikian
dilihat dari indikator CFR, maka CFR Sambas sedikit di atas indikator nasional
(<1%). Kasus DBD tersebar hampir merata di seluruh keamatan di Kabupaten
Sambas, namun bila dibandingkan dengan tahun 2010 kasus Jumlah kasus
DBDmengalami penurunan yang siknifikan dengan angka insiden DBD tahun
2010 39,3 per 100.000 penduduk.
Dalam penanganan kasus DBD perlu melibatkan dan dukungan semua
sektor, baik pemerintah, masyarakat maupun pihak swasta, dengan gerakan
pemberantasan sarang nyamuk yaitu 3 M (menguras – mengubur - menutup
tempat penampungan air). Upaya lain yaitu melakukan pemantauan
rumah/bangunan bebas jentik serta melakukan pengenalan dini gejala DBD dan
penanganannya di rumah.
2. Kolera Diare
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan,
dimana sarana air bersih dan jamban yang tidak sehat serta perilaku manusia
yang tidak sehat merupakan faktor dominan penyebab penyakit tersebut. Kasus
diare dapat menyebabkan kematian terutama pada saat Kejadian Luar Biasa
(KLB). diare
Pada tahun 2011 di Kabupaten Sambas terdapat 11.532 kasus dan
mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2010. Persentase diare
ditemukan dan ditangani tahun 2011 adalah sebesar 22,75%.
Dengan demikian program penyehatan lingkungan dan kebersihan
individu menjadi sangat penting untu mereduksi penyakit diare ini.penyakit diare
dapat dikorelasikan dengan perbaikan hygiene sanitasi dan perilaku hidup bersih
dan sehat (PHBS) dalam kehidupan sehari–hari serta melibatkan kader dalam
tatalaksana diare karena dengan penanganan yang tepat dan cepat ditingkat
rumah tangga, maka diharapkan dapat mencegah terjadinya kasus dehidrasi berat
yang dapat mengakibatkan kematian.
3. serta penyakit infeksi baru.
Penyakit infeksi baru atau penyakit infeksi yang baru muncul ( emerging
infectious disease, disingkat EID) adalah penyakit menular yang insidennya telah
meningkat dalam beberapa tahun terakhir dan dapat meningkat dalam waktu
dekat. Infeksi baru tersebut menyumbang setidaknya 12% dari semua patogen
manusia.
EID disebabkan oleh spesies atau galur patogen yang baru diidentifikasi
(misalnya SARS dan HIV/ AIDS)yang mungkin telah berevolusi dari infeksi
11
yang diketahui sebelumnya (misalnya influenza) atau menyebar ke populasi baru
(misalnya demam nil barat) atau ke area yang mengalami transformasi ekologis
(misalnya penyakit Lyme), atau kemunculan kembali sebuah infeksi, seperti
tuberkulosis yang resistan terhadap obat. Infeksi nosokomial (didapat di rumah
sakit), seperti Staphylococcus aureus yang resisten terhadap metisilin muncul di
rumah sakit, dan sangat bermasalah karena mereka kebal terhadap banyak
antibiotika.
Hal yang menjadi perhatian adalah interaksi sinergis yang merugikan antara
EID dengan penyakit menular dan tidak menular lainnya, yang mengarah pada
pengembangan sindemik baru. Banyak penyakit yang muncul merupakan
zoonosis, dengan hewan sebagai reservoir yang berperan untuk menginkubasi
patogen, kemudian sesekali berpindah ke populasi manusia.
Faktor yang berkontribusi :
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC)
menerbitkan jurnal Emerging Infectious Diseases yang mengidentifikasi faktor-
faktor berikut yang berkontribusi terhadap munculnya penyakit:
Adaptasi mikrob; misalnya hanyutan genetik dan pergeseran genetik
pada virus influenza A
Mengubah kerentanan manusia; misalnya luluh imun massal oleh
HIV/AIDS
Iklim dan cuaca; misalnya penyakit dengan vektor zoonotik seperti
virus nil barat (ditularkan oleh nyamuk) yang bergerak menjauh dari
daerah tropis saat iklim menghangat
Perubahan demografi manusia dan perdagangan internasional;
misalnya perjalanan cepat yang memungkinkan SARS menyebar
dengan cepat di seluruh dunia
Pertumbuhan ekonomi; misalnya penggunaan antibiotika untuk
meningkatkan produksi daging sapi mengarah pada resistansi
antibiotika
Gangguan kesehatan masyarakat; misalnya situasi saat ini di
Zimbabwe
Kemiskinan dan ketimpangan sosial; misalnya tuberkulosis yang
merupakan masalah di daerah berpenghasilan rendah
Perang dan bencana kelaparan
Bioterorisme; misalnya serangan antraks 2001
Pembangunan bendungan dan sistem irigasi; misalnya malaria dan
penyakit yang ditularkan oleh nyamuk lainnya
Gerakan antivaksin dan beberapa gerakan ilmu semu lainnya;
misalnya campak
Penggunaan pestisida sembarangan pada industri pertanian yang
mengurangi atau menghilangkan pengendali biologis (misalnya
capung, amfibi, burung pemakan serangga, laba-laba) untuk vektor
penyakit yang diketahui (misalnya nyamuk dan caplak).
12
2.8 Epidemiologi Penyakit Menular di Indonesia
a. Epidemiologi global
yakni perjalanan penyakit antar benua penyakit menular bersifat global.
Informasi awal berupa kejadian penyakit secara global, dapat memberikan
indikasi untuk membuat contingency plan. Misalnya wilayah tropik secara
umum memiliki karakteristik ekosistem sama, maka memiliki masalah yang
sama seperti malaria
b. Epidemiologi lokal
Epidemiologi lokal berkaitan dengan dinamika transmisi lokal, misalnya
malaria, schistosomiasis, filariasis.
13
penanggulangan pada tiap simpul kemudian diterjemahkan ke dalam
proses perencanaan dan pembiayaan terpadu.
c) Pelaksanaan dan monitoring pengendalian penyakit menular.
d) Audit manajemen penyakit menular berbasis wilayah.
Penyebab
14
Faktor-faktor risiko
Pengobatan
15
bebek, angsa, atau burung). Flu burung menular melalui kontak langsung
dengan unggas yang sakit atau lingkungan yang terkontaminasi, seperti:
Penyebab Kolera
16
danau, atau sumur. Sumber penyebaran utama bakteri kolera adalah air dan
makanan yang terkontaminasi bakteri kolera. Bakteri kolera dapat masuk
bersama makanan jika makanan tersebut tidak dibersihkan dan dimasak
dengan baik sebelum dimakan. Contoh jenis makanan yang dapat menjadi
sarana penyebaran bakteri kolera adalah:
O. Gejala Kolera
Gejala utama penyakit kolera adalah diare. Diare yang terjadi akibat
kolera dapat dikenali dari tinja penderita yang cair dan berwarna pucat
keputihan seperti susu atau air cucian beras. Beberapa penderita kolera
mengalami diare parah, berkali-kali, hingga kehilangan cairan tubuh dengan
cepat (dehidrasi). Selain diare, gejala lain yang dapat dirasakan penderita
kolera adalah:
Mual
Muntah
Kram perut
Pencegahan Kolera
17
mengalir dan sabun, terutama sebelum makan dan setelah dari toilet. Selain
kebersihan diri, kebersihan makanan dan minuman yang dikonsumsi juga
perlu diperhatikan. Caranya adalah dengan:
18
Gejala Tuberkulosis
Demam
Lemas
Berat badan turun
Tidak nafsu makan
Nyeri dada
Berkeringat di malam hari
Pencegahan Tuberkulosis
19
Gejala Malaria
Gejala malaria timbul setidaknya 10-15 hari setelah digigit nyamuk.
Munculnya gejala melalui tiga tahap selama 6-12 jam, yaitu menggigil,
demam dan sakit kepala, lalu mengeluarkan banyak keringat dan lemas
sebelum suhu tubuh kembali normal. Tahapan gejala malaria dapat timbul
mengikuti siklus tertentu, yaitu 3 hari sekali (tertiana) atau 4 hari sekali
(kuartana).
Penyebab Malaria
Pengobatan Malaria
Komplikasi Malaria
20
Pencegahan Malaria
Penyebab ISPA
21
Gejala bronkitis akut meliputi:
Batuk kering.
Dahak berwarna kuning, putih, atau hijau, biasanya muncul 24 sampai 48 jam setelah
batuk dimulai.
Demam, menggigil.
Rasa nyeri dan sesak di dada.
Nyeri di bawah tulang dada saat bernapas dalam-dalam
Sesak napas.
Batuk persisten (menetap) yang memproduksi dahak kuning, putih, atau hijau
(setidaknya tiga bulan dalam setahun atau selama lebih dari dua tahun berturut-turut).
Kadang-kadang disertai mengi atau sesak napas.
22
BAB III
KERANGKA TEORI
Manajemen penyakit menular berbasis wilayah pada dasarnya merupakan upaya tata
laksana pengendalian penyakit menular dengan cara mengintegrasikan upaya pencarian kasus
secara proaktif tata laksana penderita secara tuntas, yang dilakukan secara bersama dengan
pengendalian berbagai faktor risiko penyakit tersebut serta keduanya dilakukan secara
simultan, paripurna, terencana dan terintegrasi pada wilayah tertentu.
Dilakukan terencana berdasar evidens (fakta terpecaya), sistematik dalam pelaksanaannya serta
senantiasa diaudit secara periodik.
Kunci keberhasilan pengendalian penyakit menular terletak pada penemuan kasus sebagai
sumber penularan secara proaktif pengobatan secara tuntas dan secara simultan dilakukan
upaya pengendalian faktor risiko yang berhubungan dengan penyakit.
Manajemen pengendalian faktor risiko penyakit menular, misalnya penyehatan lingkungan
memerlukan penggalangan kemitraan dengan mitra relevan yang memiliki perhatian sama
yakni pemberantasan penyakit menular tertentu dengan penyehatan lingkunganyang relevan
dengan penyakit menular disuatu wilayah berakar pada budaya, ekosistem, dan kondisi sosial
kependudukan.
23
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Pembangunan kesehatan wilayah dapat dilakukan dengan merujuk kepada konsep
Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah dan rancangan SKK setiap wilayah pemerintahan otonom.
Secara lebih terperinci, perlu disusun suatu pedoman Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah
kabupaten dan kota yang dapat dijadikan panduan oleh para perancang dan pelaksana. Manajemen
Penyakit Berbasis Wilayah diharapkan dapat meningkatkan kesehatan penduduk di suatu
kabupaten kota tertentu secara bertahap dan berkesinambungan.
Terakhir dan yang tidak kalah pentingnya, pelaksanaan Manajemen Penyakit Berbasis
Wilayah harus menggunakan prinsip-prinsip Ilmu Kesehatan Masyarakat.
4.2 Saran
24
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Umar fahmi. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah, Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia (UI-Press), 2008.
Hasibuan SP. Malayu, 1996, Manajemen, dasar Pengertian dan Masalah, Jakata, PT.
Gunung Agung
25
26