Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

MANAJEMEN PENGENDALIAN PENYAKIT BERBASIS


WILAYAH DAN TEMPAT KERJA

MANAJEMEN PENYAKIT MENULAR BERBASIS WILAYAH

OLEH:

1. Jenni Susanto Sipayung, SKM ( NIM: 200101033)


2. Redi Hanjani Sitorus, SKM ( NIM: 200101067)
3. Tivany Ovilla Muliadi,SKM ( NIM.200101023 )

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


DIREKTORAT PASCASARJANA
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang maha Esa
yang telah memberikan segala rahmatNya kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan Makalah Mata kuliah MANAJEMEN
PENGENDALIAN PENYAKIT BERBASIS WILAYAH DAN TEMPAT
KERJA yang sederhana ini. Penulis menyadari bahwa materi yang
disajikan dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
penulis mengharapkan saran saran yang membangun guna kesempurnaan
modul ini.
Terima kasih disampaikan kepada berbagai pihak yang telah
memberikan dorongan dalam penyusunan makalah ini. Akhir kata semoga
makalah ini dapat bermanfaat.

Medan,
Juli 20

2
DAFTAR ISI

MANAJEMEN PENYAKIT MENULAR BERBASIS WILAYAH..................................1


KATA PENGANTAR........................................................................................................2
BAB I.................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................4
1.2 Tujuan...........................................................................................................................6
1.3 Manfaat.........................................................................................................................7
BAB II................................................................................................................................8
ANALISIS SITUASI........................................................................................................8
2.1 Audit Manajemen penyakit menular berbasis wilayah................................................8
2.2 Strategi Pengendalian Penyakit....................................................................................8
2.3 Alasan-alasan perlunya manajemen penyakit berbasis wilayah..................................9
2.4.............................................Langkah-langkah Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah
............................................................................................................................................9
2.5 Lintas Batas................................................................................................................10
2.6 Keterpaduan...............................................................................................................11
2.7 Perbedaan penyakit menular berdasarkan proses kejadiannya..................................11
2.8 Epidemiologi Penyakit Menular di Indonesia...........................................................14
2.9 APLIKASI MANAJEMEN PENYAKIT BERBASIS WILAYAH PENYAKIT
MENULAR......................................................................................................................14
BAB III............................................................................................................................24
KERANGKA TEORI....................................................................................................24
BAB IV............................................................................................................................25
4.1 Kesimpulan...............................................................................................................25
4.2 Saran..........................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................26

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam berbagai program, WHO seringkali menggunakan tema pengendalian
penyakit untuk meningkatkan derajat kesehatan manusia di seluruh dunia. Sebagai
contoh, Roll Back Malaria (RBM), tuberkulosis, kecacingan, schistosomiasis, ca cervix,
kusta, penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, obesitas, hipertensi, penyakit
paru-paru obstruktif menahun, hingga penyakit kardiovaskuler dan lain sebagainya.
WHO mencanangkan pengendalian penyakit secara global. Tiap negara menerima dan
menjadikan berbagai program tersebut sebagai komitmen nasional yang selanjutnya
harus menjadi komitmen kabupaten dan wilayah kota.
Merupakan inti permasalahan kesehatan masyarakat. Masyarakat sehat adalah
masyarakat yang bebas dari kejadian penyakit menampilkan wilayah yang sehat dan
negara yang kuat. Untuk itu, tidak banyak pilihan kejadian penyakit yang merupakan inti
masalah kesehatan harus dicegah. Bayangkan dunia sejahtera yang tanpa kejadian
penyakit, suasana kantor dinas kesehatan yang biasanya hiruk pikuk akan menjadi
senyap atau bahkan tidak ada dan tidak diperlukan sama sekali. Dengan demikian,
mempelajari proses kejadian penyakit merupakan komponen esensial yang
memungkinkan kita melakukan upaya pencegahan. Dengan kata lain, untuk memelihara
kualitas sumber daya manusia dalam suatu wilayah, masyarakat secara individu atau
bersama pemerintah harus berupaya keras mencegah kejadian penyakit. Masyarakat
akan terbebas dari sebagian besar risiko kesehatan dan kondisi kesehatan mereka akan
terpelihara.
Suatu wilayah, penyakit disatu pihak serta lingkungan dan perilaku penduduk, dilain
pihak bagaikan dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan. Pemecahan masalah
kesehatan tidak mungkin dicapai dengan hanya memperhatikan lingkungan atau
sebaliknya hanya mengobati penderita. Berhadapan dengan setiap penyakit, seorang
manajer kesehatan harus melakukan upaya yang menyeluruh dan terintegrasi dengan
menggerakkan seluruh komponen sistem kesehatan masyarakat dalam wilayah
yurisdiksi kabupaten/kota ataupun puskesmas. Secara populer, upaya tersebut disebut
manajemen penyakit berbasis wilayah.
Manajemen penyakit berbasis wilayah pada hakikatnya adalah manajemen
penyakit yang dilakukan secara komprehensif dengan melakukan serangkaian upaya,
yaitu : pertama tata laksana (manajemen) kasus atau penderita penyakit dengan baik,
mulai dari upaya menegakkan penyakit melakukan pengobatan dan penyebuhan
penyakit dalam sebuah komunitas penduduk dalam suatu wilayah. Kasus-kasus penyakit
disini yang merupakan prioritas wilayah administrasi, wilayah pemerintah pusat atau
WHO. Kedua adalah tata laksana faktor risiko atau pengendalian faktor risiko, untuk
mencegah penularan atau proses kejadian yang berkelanjutan dan melindungi penduduk

4
yang sehat dari risiko menderita penyakit. Pengendalian faktor risiko maupun penyakit
berkenaan dilakukan dengan cara mengumpulkan fakta dan analisa pada suatu wilayah
komunitas tertentu.

Manajemen penyakit berbasis wilayah harus dilakukan secara terpadu,


yakni keterpaduan antara pengendalian sumber penyakit, media transmisi dan
pengendalian faktor risiko kependudukan serta penyembuhann kasus penyakit
pada suatu wilayah komunitas tertentu. Keterpaduan juga dimaksudkan dalam
hal perencanaan serta pembiayaan. Untuk itu diperlukan mekanisme
integrated planning and budgeting berdasarkan informasi dan fakta.
Manajemen pengendalian penyakit berbasis wilayah (MPBW) mencakup upaya
pengendalian kasus penyakit disuatu wilayah tertentu bersama pengendalian berbagai
faktor risiko yang dilakukan secara terintegrasi. Upaya tersebut dapat dilakukan secara
prospektif dan secara retrospektif. Upaya prospektif mengutamakan pengendalian faktor
risiko penyakit terintegrasi dengan upaya pencarian dan penatalaksanaan kasus penyakit
tersebut. Upaya retrospektif mengutamakan penatalaksanaan penyakit tertentu terlebih
dahulu yang terintegrasi dengan pengendalian faktor risiko penyakit tersebut atau
direncanakan dan dilaksanakan secara serentak. Hal tersebut ditandai dengan
perencanaan dan alokasi sumber daya yang juga dilakukan secara terintegrasi.
Faktor risiko penyakit pada dasarnya adalah semua faktor yang berperan dalam
kejadian suatu penyakit di tingkat individu dan tingkat masyarakat. Berbagai variabel
lingkungan dan penduduk yang mencakup perilaku hidup sehat merupakan faktor risiko
utama penyakit. Dengan demikian, penyehatan lingkungan dan pemberdayaan
masyarakat merupakan upaya utama pengendalian berbagai faktor risiko penyakit di
dalam satu wilayah tertentu. Dalam suatu wilayah, MPBW harus dirancang berdasarkan
eviden yang dikumpulkan secara periodik, sistematik dan terencana dan dilaksanakan
oleh ”tim terpadu” kesehatan. Bagaikan suatu orkestra, tim terpadu tersebut disatu pihak
terdiri dari kumpulan pemain yang mahir memainkan alat musik, dilain pihak tim
tersebut memiliki kesamaan visi berupa lagu yang sama dalam satu kesatuan orkestra.
Tim tersebut bisa merupakan pimpinan dan/atau staf dinas kesehatan yang bermitra
dengan para dokter di rumah sakit, seluruh staf kesehatan di puskesmas, LSM bidang
kesehatan, dinas-dinas non kesehatan dalam lingkungan pemda, serta masyarakat.
Dengan demikian, MPBW merupakan kerja sama yang harmonis antara para dokter di
unit pelayanan kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit dan petugas kesehatan
masyarakat. Dalam menghadapi penyakit yang sama, kedua kelompok tersebut harus
menyamakan visi dan persepsi, penyakit yang dianggap prioritas adalah penyakit yang
ada atau endemik di suatu wilayah tertentu. Pelaksana manajemen tidak harus kepala
dinas kesehatan, dokter di rumah sakit dan petugas Klinik Sanitasi di puskesmas,
merupakan bagian dari orkestra yang harus mempunyai visi yang sama, serta berpikir
dan bertindak mengendalikan penyakit tertentu dalam satu wilayah.

5
Menejemen Penyakit Berbasis wilayah secara esensial memenuhi pendekatan
kesehatan masyarakat yang paling tidak harus menampilkan lima karakteristik spesifik.
(1) Program hendaknya berorientasi pada seluruh masyarakat dalam suatu wilayah,
misal kabupaten, kecamatan dan desa tanpa diskriminasi terhadap ras, suku, agama atau
golongan umur, dan status sosial ekonomi. (2) Berorientasi pada pencegahan primer
misalnya pengendalian faktor risiko. (3) Penanganan masalah menggunakan pendekatan
multidisiplin, misalnya pengendalian faktor risiko rumah sehat atau penanganan
penyakit masyarakat seperti diare, malaria, flu burung dan lain-lain. (4) Kegiatan
dilakukan bersama dengan ciri partisipasi masyarakat. Contoh: pengendalian faktor
risiko flu burung, gizi buruk, penyakit campak, penurunan kematian ibu, penurunan
kematian bayi, penanggulangan wabah virus polio liar, SARS dan lain sebagainya yang
dilakukan bersama masyarakat. (4) Partnership atau kemitraan. (5) Perencanaan dan
pelaksanaan MPBW harus menggunakan pendekatan kesehatan masyarakat.
1.2 Tujuan

Tujuan dari audit manajemen penyakit menular berbasis wilayah yaitu untuk
meningkatkan mutu manajemen tata laksana faktor risiko penyakit yang berkaitan.
Pelaksanaan audit, sebaiknya dipersiapkan dengan seksama, misalnya instrumen
penilaian untuk audit, pertanyaan –pertanyaan, melibatkan dengan siapa saja , jumlah
tenaga dan pembiayaan. Dengan adanya audit, maka manajemen penyakit berbasis
wilayah dapat dilakukan dengan baik
1.3 Manfaat

Sebagai upaya pengendalian penyakit dengan cara mengendalikan berbagai faktor


risiko penyakit pada satu wilayah tertentu agar tidak terjadi outbreak atau Kejadian Luar
Biasa (KLB). KLB merupakan kejadian penyakit di luar kebiasaan (base line condition)
yang terjadi dalam waktu relatif singkat serta memerlukan upaya penanggulangan
secepat mungkin, karena dikhawatirkan akan meluas dari segi jumlah kasus maupun
wilayah yang terkena persebaran penyakit tersebut.

6
BAB II
ANALISIS SITUASI

2.1 Audit Manajemen penyakit menular berbasis wilayah

Audit Manajemen Penyakit Menular berbasis wilayah, adalah satu proses


sistematis untuk mengukur kinerja suatu kegiatan dibandingkan dengan standar
dan tujuan yang telah ditetapkan untuk menentukan adanya penyimpangan atau
mencari penyebabnya sehingga dapat segera diperbaiki.
Audit penyakit menular dapat dikategorikan menjadi dua kelompok,yakni :
a. Audit kasus, yakni suatu kegiatan tata laksana penderita suatu penyakit
menular yang , meliputi pencarian kasus secara proaktif, penegakkan diagnosis,
pengobatan, rujukan, perawatan untuk kesembuhan mencegah penularan
menghindari kematian atau cacat.
b. Audit faktor risiko penyakit menular audit aspek kesehatan masyarakat
adalah tata laksana suatu kegiatan yang meliputi upaya promotif, preventif,
kuratif, rehabititatif, pada kelompok masyarakat dan lingkungan dengan
mengikuti standar yang telah ditetapkan baik input, output.
Audit penyakit menular berbasis wilayah merupakan bagian dari
manajemen, yakni manajemen penyakit berbasis wilayah yang merupakan upaya
peningkatan derajat kesehatan menuju visi masyarakat bebas penyakit.
Audit penyakit berbasis wilayah bukanlah audit yang merupakan bagian
dari manajemen program yang bersifat administratif saja. Audit penyakit
menular berbasis wilayah bisa dilaksanakan kapan saja maupun bisa dilakukan
secara periodik.
2.2 Strategi Pengendalian Penyakit

Intensifikasi pencarian dan pengobatan kasus. Melakukan pencarian dan


pengobatan secara intensif terhadap penderita, selain mengobati dan
menyembuhkan penderita yang juga merupakan upaya pokok untuk
menghilangkan sumber penularan dengan cara memutuskan mata rantai
penularan. Misalnya pemberdayaan tenaga semi profesional, menciptakan tenaga
lapangan.
Memberikan perlindungan spesifik dan imunisasi. Manajemen pengendalian
penyakit menular dapat dilakukan dengan memberikan kekebalan secara artifisal
yaitu imunisasi.
7
Pemberantasan penyakit berbasis lingkungan. Upaya pencegahan sekaligus
pemberantasan penyakit menular dapat dilakukan dengan menciptakan
lingkungan sehat dan perilaku hidup sehat.
Penggalangan Upaya Kemitraan. Masalah kesehatan khususnya faktor risiko
penyakit menular dan penyehatan lingkungan berkaitan erat dengan unit, sektor,
individu hal diluar kewenangan administratif bidang kesehatan.
2.3 Alasan-alasan perlunya manajemen penyakit berbasis wilayah

Banyak alasan mengapa diperlukan manajemen penyakit


berbasis wilayah, antara lain : (Achmadi, 2008)

A. Fenomena kejadian penyakit adalah sebuah peristiwa yang berkesinambungan.


Penderita penyakit dimulai dengan adanya kontak dengan lingkungan, agen
berproses dalam tubuh dan akhirnya pergulatan melawan agen penyakit didalam
tubuh dengan hasil akhir sakit atau sehat. Dengan kata lain memandang penderita
harus memandang keseluruhan proses untuk tujuan pengendalian faktor-faktor
yang mempengaruhi serta mengendalikan faktor tersebut agar orang lain yang
sehat tidak terkena penyakit yang sama.
B. Dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai kondisi lingkungan yang tidak
baik, maka harus segera dikendalikan agar orang lain tidak terkena dampak
negatifnya dalam jangka pendek ataupun jangka panjang.
C. WHO atau World Health Organization memiliki banyak program kesehatan
masyarakat dengan ataupun melalui pendekatan pengendalian penyakit.
Misalnya pemberantasan TB paru, Pemberantasan Malaria dan sebagainya
diperlukan upaya pengendalian untuk mencegahnya. Tugas pengendalian
berbagai penyakit tersebut adalah tanggung jawab wilayah otonom.
D. Dalam sebuah wilayah administratif diperlukan upaya keterpaduan dalam
mengendalikan penyakit, perencanaan maupun alokasi sumber daya untuk
menangani berbagai masalah kesehatan yang dianggap prioritas.

2.4 Langkah-langkah Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah

Untuk melaksanakan Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah disuatu wilayah


administrasi tertentu, maka dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut : (Achmadi, 2008)
1. Tentukan wilayah administratifnya, seperti wilayah kabupaten atau wilayah
puskesmas. Penentuan wilayah administrative perlu diidentifikasi batas-batas
8
wilayah, ekosistem, faktor kependudukan dan wilayah kerjanya.
2. Tentukan prioritas penyakit atau faktor risiko yang akan dikendalikan bersama
dengan sektor lain, berdasarkan angka prevalensi dan insiden dari suatu penyakit.
Lakukan penilaian faktor risiko, apa sajakah parameternya, kegiatan di
lingkungan seperti pertanian atau pertambangan.
3. Buat modeling dari prioritas masalah dan atau faktor risiko dengan mengacu
pada teori simpul sehingga tergambar jelas sumber penyakit, media lingkungan,
dimana dan kapan kontak serta komunitas yang terkena. Model atau bagan
jangan terlalu sederhana sehingga dapat menimbulkan kekeliruan dan juga
jangan terlalu komplek karena dapat mengacaukan sasaran.
4. Deskripsikan model kejadian penyakit ke dalam model manajemen beserta
rangkaian kegiatan di masing-masing simpul. Kegiatan apa sajakah yang
diperlukan untuk pengendalian di sumber penyakit dan di tiap-tiap simpul.
5. Model gambaran kejadian penyakit beserta prioritas kegiatan pada tiap-tiap
simpul diterjemahkan ke dalam proses perencanaan dan pembiayaan terpadu.
6. Pelaksanaan dan monitoring. Kegiatan ini harus dilaksanakan secara sistematik,
terencana, periodeik mengumpulkan data yang terintegrasi antara data kejadian
penyakit dengan faktor risikonya, diikuti oleh analisis data sebagai dasar
pengambilan kebijakan dan perencanaan terpadu. Pada waktu pelaksanaan upaya
advokasi dan kemitraan harus tetap terpelihara.
7. Audit manajemen penyakit berbasis wilayah dimulai dari tahap perencanaan,
capaian dan penggunaan anggaran. Apakah pelaksanaan program sudah sesuai
dengan pendekatan manajemen penyakit berbasis wilayah?

2.5 Lintas Batas

Penyakit menular bersifat lintas batas, terutama penyakit menular melalui


transmisi serangga atau binatang yang memiliki reservoir. Binatang pada
umumnya memiliki habitat tertentu dan tekait dengan batasan ekosistem.
Kemudian penyakit menular juga berpindah ke wilayah lain melalui mobilitas
penduduk sebagai sumber penularan maupun komoditas sebagai wahana
transmisi.

Penyakit menular tidak mengenal batas wilayah administratif. Penyakit


menular di wilayah ‘tertutup’ lebih dipengaruhi dengan batasan ekosistem,
ketimbang batasan administratif sedangkan di wilayah ‘terbuka’ dengan
9
teknologi transportasi jarak jauh, penyakit menular di pengaruhi mobilitas
penduduk, komoditas, serangga, hewan, udara dan air sebagai sumber penyakit.

Hal ini memerlukan kerjasama global dan mekanisme jaringan antarnegara


bersifat lintas batas.
2.6 Keterpaduan

Untuk memvisualisasikan proses tranmisi penyakit serta simpul


manajemen, membutuhkan model manajemen penyakit menular berbasis wilayah
kabupaten/kota.
Didukung fakta hasil survaillance terpadu, untuk kepentingan perencanaan dan
kegiatan berdasar keperluan (fakta).
Analisis masing-masing faktor risiko dilakukan sekaligus terpadu melalui
perencanaan, kemudian dipadukan dikaitkan dengan promosi kesehatan seperti
penggunaan alat pelindung ketika bekerja dan berbagai upaya lain secara
bersama dengan lintas sektor.
Keterpaduan termasuk penggunaan sumber daya, jadwal dll. Bahkan
keterpaduan surveilans yakni surveilans kasus sekaligus bersama-sama dengan
faktor risiko terkait.
2.7 Perbedaan penyakit menular berdasarkan proses kejadiannya.

A. Penyakit menular endemik

Penyakit endemik adalah penyakit selalu ada pada suatu daerah atau
kelompok populasi tertentu. Setiap daerah mungkin memiliki penyakit endemis
yang berbeda-beda. Salah satu penyebab hal ini bisa terjadi adalah perbedaan
iklim di tiap wilayah.Indonesia sebagai negara beriklim tropis dihadapkan
dengan beberapa penyakit endemik, seperti DBD, malaria, hingga tuberkulosis.
Penyakit endemik masih berdampak luas, terutama pada masyarakat di negara
berkembang.
Penyakit menular endemik, untuk menggambarkan penyakit atau faktor
risiko penyakit berkenaan, yang terdapat atau terjadi di Indonesia selama kurun
waktu yang panjang. Penyakit ini mengganggu Indeks Pembangunan Manusia
Indonesia, seperti Diare, TBC, Malaria.
B. Penyakit yang berpotensi menjadi KLB.
Penyakit yang berpotensi menjadi KLB, baik secara periodik yang dapat
diprediksi dan diantisipasi serta pencegahannya. Misalnya :
1. Demam berdarah dengue
Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit
menular yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan
sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).Penyakit DBD sering
menimbulkan kepanikan di masyarakat, karena penyebarannya yang cepat dan
10
berpotensi menimbulkan kematian. Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue
yang penularannya melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus
yang hidup digenangan air bersih di sekitar rumah. Umumnya kasus ini mulai
meningkat saat musim hujan.
Tahun 2011 jumlah kasus yang dilaporkan dan dinyatakan positif
sebanyak 199 kasus dan 4 meninggal 0rang., ( CFR: 2,0%). Dengan demikian
dilihat dari indikator CFR, maka CFR Sambas sedikit di atas indikator nasional
(<1%). Kasus DBD tersebar hampir merata di seluruh keamatan di Kabupaten
Sambas, namun bila dibandingkan dengan tahun 2010 kasus Jumlah kasus
DBDmengalami penurunan yang siknifikan dengan angka insiden DBD tahun
2010 39,3 per 100.000 penduduk.
Dalam penanganan kasus DBD perlu melibatkan dan dukungan semua
sektor, baik pemerintah, masyarakat maupun pihak swasta, dengan gerakan
pemberantasan sarang nyamuk yaitu 3 M (menguras – mengubur - menutup
tempat penampungan air). Upaya lain yaitu melakukan pemantauan
rumah/bangunan bebas jentik serta melakukan pengenalan dini gejala DBD dan
penanganannya di rumah.
2. Kolera Diare
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan,
dimana sarana air bersih dan jamban yang tidak sehat serta perilaku manusia
yang tidak sehat merupakan faktor dominan penyebab penyakit tersebut. Kasus
diare dapat menyebabkan kematian terutama pada saat Kejadian Luar Biasa
(KLB). diare
Pada tahun 2011 di Kabupaten Sambas terdapat 11.532 kasus dan
mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2010. Persentase diare
ditemukan dan ditangani tahun 2011 adalah sebesar 22,75%.
Dengan demikian program penyehatan lingkungan dan kebersihan
individu menjadi sangat penting untu mereduksi penyakit diare ini.penyakit diare
dapat dikorelasikan dengan perbaikan hygiene sanitasi dan perilaku hidup bersih
dan sehat (PHBS) dalam kehidupan sehari–hari serta melibatkan kader dalam
tatalaksana diare karena dengan penanganan yang tepat dan cepat ditingkat
rumah tangga, maka diharapkan dapat mencegah terjadinya kasus dehidrasi berat
yang dapat mengakibatkan kematian.
3. serta penyakit infeksi baru.
Penyakit infeksi baru atau penyakit infeksi yang baru muncul ( emerging
infectious disease, disingkat EID) adalah penyakit menular yang insidennya telah
meningkat dalam beberapa tahun terakhir dan dapat meningkat dalam waktu
dekat. Infeksi baru tersebut menyumbang setidaknya 12% dari semua patogen
manusia.
EID disebabkan oleh spesies atau galur patogen yang baru diidentifikasi
(misalnya SARS dan HIV/ AIDS)yang mungkin telah berevolusi dari infeksi
11
yang diketahui sebelumnya (misalnya influenza) atau menyebar ke populasi baru
(misalnya demam nil barat) atau ke area yang mengalami transformasi ekologis
(misalnya penyakit Lyme), atau kemunculan kembali sebuah infeksi, seperti
tuberkulosis yang resistan terhadap obat. Infeksi nosokomial (didapat di rumah
sakit), seperti Staphylococcus aureus yang resisten terhadap metisilin muncul di
rumah sakit, dan sangat bermasalah karena mereka kebal terhadap banyak
antibiotika.
Hal yang menjadi perhatian adalah interaksi sinergis yang merugikan antara
EID dengan penyakit menular dan tidak menular lainnya, yang mengarah pada
pengembangan sindemik baru. Banyak penyakit yang muncul merupakan
zoonosis, dengan hewan sebagai reservoir yang berperan untuk menginkubasi
patogen, kemudian sesekali berpindah ke populasi manusia.
Faktor yang berkontribusi :
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC)
menerbitkan jurnal Emerging Infectious Diseases yang mengidentifikasi faktor-
faktor berikut yang berkontribusi terhadap munculnya penyakit:
 Adaptasi mikrob; misalnya hanyutan genetik dan pergeseran genetik
pada virus influenza A
 Mengubah kerentanan manusia; misalnya luluh imun massal oleh
HIV/AIDS
 Iklim dan cuaca; misalnya penyakit dengan vektor zoonotik seperti
virus nil barat (ditularkan oleh nyamuk) yang bergerak menjauh dari
daerah tropis saat iklim menghangat
 Perubahan demografi manusia dan perdagangan internasional;
misalnya perjalanan cepat yang memungkinkan SARS menyebar
dengan cepat di seluruh dunia
 Pertumbuhan ekonomi; misalnya penggunaan antibiotika untuk
meningkatkan produksi daging sapi mengarah pada resistansi
antibiotika
 Gangguan kesehatan masyarakat; misalnya situasi saat ini di
Zimbabwe
 Kemiskinan dan ketimpangan sosial; misalnya tuberkulosis yang
merupakan masalah di daerah berpenghasilan rendah
 Perang dan bencana kelaparan
 Bioterorisme; misalnya serangan antraks 2001
 Pembangunan bendungan dan sistem irigasi; misalnya malaria dan
penyakit yang ditularkan oleh nyamuk lainnya
 Gerakan antivaksin dan beberapa gerakan ilmu semu lainnya;
misalnya campak
 Penggunaan pestisida sembarangan pada industri pertanian yang
mengurangi atau menghilangkan pengendali biologis (misalnya
capung, amfibi, burung pemakan serangga, laba-laba) untuk vektor
penyakit yang diketahui (misalnya nyamuk dan caplak).
12
2.8 Epidemiologi Penyakit Menular di Indonesia

a. Epidemiologi global
yakni perjalanan penyakit antar benua penyakit menular bersifat global.
Informasi awal berupa kejadian penyakit secara global, dapat memberikan
indikasi untuk membuat contingency plan. Misalnya wilayah tropik secara
umum memiliki karakteristik ekosistem sama, maka memiliki masalah yang
sama seperti malaria
b. Epidemiologi lokal
Epidemiologi lokal berkaitan dengan dinamika transmisi lokal, misalnya
malaria, schistosomiasis, filariasis.

2.9 APLIKASI MANAJEMEN PENYAKIT BERBASIS WILAYAH


PENYAKIT MENULAR

1) Tentukan wilayah administratif, apakah wilayah Puskesmas atau


wilayah Kabupaten/ Kota atau provinsi
2) Tentukan setiap wilayah kabupaten/kota, tentukan prioritas penyakit
menular atau faktor risiko berkenaan yang hendak dikendalikan .
Modelling .
Baik faktor risiko maupun penyakit menular hendaknya
digambarkan dalam sebuah model kejadian penyakit atau paradigma
dengan mengacu kepada teori simpul dan dapat dimodifikasi. Model
gambaran kejadian (Patogenesis) penyakit menular dideskripsikan ke
dalam model manajemen untuk masing-masing simpul dengan rangkaian
kegiatan untuk masing-masing simpul
a) Model teori simpul advance dapat pula dikembangkan ke dalam
model manajemen malaria di wilayah pertambakan
b) Model gambaran kejadian penyakit menular beserta prioritas

13
penanggulangan pada tiap simpul kemudian diterjemahkan ke dalam
proses perencanaan dan pembiayaan terpadu.
c) Pelaksanaan dan monitoring pengendalian penyakit menular.
d) Audit manajemen penyakit menular berbasis wilayah.

Investigasi Penyakit DBD

Demam berdarah dengue atau biasa disingkat DBD adalah penyakit


menular akibat virus yang dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa kasus demam berdarah di seluruh
dunia meningkat pesat dalam beberapa dekade terakhir. Diperkirakan ada
sekitar 50-100 juta kasus demam berdarah setiap tahun, dan sekitar setengah
dari populasi manusia di dunia berisiko terkena penyakit ini.

Tanda-tanda & gejala:

 Sakit kepala parah


 Nyeri pada bagian belakang mata
 Nyeri otot dan sendi parah
 Mual dan muntah
 Ruam

Penyebab

Demam berdarah disebabkan oleh virus dengue yang disebarkan


lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Biasanya
pergelangan kaki dan leher menjadi bagian tubuh yang umum digigit
nyamuk.

14
Faktor-faktor risiko

 Tinggal atau bepergian ke daerah dengan iklim tropis. Berada di


daerah tropis dan subtropis meningkatkan risiko kena demam
berdarah. Daerah yang berisiko tinggi adalah Asia Tenggara, bagian
barat Kepulauan Pasifik, Amerika Latin, dan Karibia.
 Pernah kena DBD. Jika sebelumnya pernah sakit DBD, Anda
berpeluang tinggi mengalami gejala yang lebih serius jika terinfeksi
lagi.

Pengobatan

1. Minum obat untuk menurunkan demam

2. Istirahat yang banyak di tempat tidur

3. Minum banyak cairan

Investigasi Penyakit Fluburung

Flu burung adalah suatu jenis penyakit influenza yang ditularkan


oleh burung kepada manusia.

Gejala Flu Burung

Masa inkubasi virus dari masuk ke tubuh manusia sampai


menimbulkan gejala adalah 3-5 hari. Seseorang yang terkena flu burung
akan mengalami gejala seperti demam, sakit kepala, pegal-pegal, pilek,
batuk, dan sesak. Namun sebelum gejala tersebut muncul, ada juga
penderita flu burung yang terlebih dahulu mengalami Muntah,Sakit
perut.,Diare.,Gusi berdarah.,Mimisan.,Nyeri dada.

Penyebab Flu Burung

Virus flu burung merupakan virus influenza yang sebenarnya


menyerang unggas, baik itu unggas liar maupun unggas peternakan (ayam,

15
bebek, angsa, atau burung). Flu burung menular melalui kontak langsung
dengan unggas yang sakit atau lingkungan yang terkontaminasi, seperti:

 Menyentuh unggas yang telah terinfeksi, baik yang masih hidup


maupun yang sudah mati.
 Kontak dengan cairan tubuh unggas yang sakit, misalnya ludah.
Atau tidak sengaja menghirup percikan cairan tubuh tersebut.
 Kontak dengan debu dari kotoran unggas sakit yang telah mengering
atau menghirupnya.
 Menyantap daging atau telurnya dengan tidak dimasak sampai
benar-benar matang. Makan daging dan telur yang matang tidak
akan membuat Anda tertular virus flu burung.

Pengobatan Flu Burung

Pasien yang telah terbukti menderita flu burung biasanya akan


dirawat di ruang isolasi di rumah sakit untuk menghindari penularan. Selain
dianjurkan untuk minum banyak cairan, mengonsumsi makanan sehat,
istirahat, dan minum obat pereda rasa sakit, dokter juga biasanya akan
memberikan obat-obatan antivirus agar penyakit tidak berkembang makin
parah.
Investigasi Penyakit Kolera

Kolera adalah diare akibat infeksi bakteri yang bernama Vibrio


cholerae. Penyakit ini dapat terjadi pada orang dewasa maupun anak-anak
dan diare yang ditimbulkan dapat parah hingga menimbulkan dehidrasi.
Kolera merupakan penyakit yang menular melalui makanan atau minuman
yang terkontaminasi bakteri. Kondisi ini biasanya mewabah di daerah yang
padat penduduk dan memiliki lingkungan yang kotor.

Penyebab Kolera

Kolera disebabkan oleh infeksi bakteri Vibrio cholerae. Bakteri


kolera hidup di alam bebas, terutama di lingkungan perairan seperti sungai,

16
danau, atau sumur. Sumber penyebaran utama bakteri kolera adalah air dan
makanan yang terkontaminasi bakteri kolera. Bakteri kolera dapat masuk
bersama makanan jika makanan tersebut tidak dibersihkan dan dimasak
dengan baik sebelum dimakan. Contoh jenis makanan yang dapat menjadi
sarana penyebaran bakteri kolera adalah:

 Makanan laut seperti kerang dan ikan.


 Sayuran dan buah-buahan.
 Biji-bijian seperti beras dan gandum.

Selain beberapa sumber infeksi kolera seperti yang disebutkan di


atas, ada juga beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko terjangkit
bakteri kolera, yaitu:

 Hidup di lingkungan yang tidak bersih.


 Tinggal serumah dengan penderita kolera.
 Bergolongan darah

O. Gejala Kolera

Gejala utama penyakit kolera adalah diare. Diare yang terjadi akibat
kolera dapat dikenali dari tinja penderita yang cair dan berwarna pucat
keputihan seperti susu atau air cucian beras. Beberapa penderita kolera
mengalami diare parah, berkali-kali, hingga kehilangan cairan tubuh dengan
cepat (dehidrasi). Selain diare, gejala lain yang dapat dirasakan penderita
kolera adalah:

 Mual
 Muntah
 Kram perut

Pencegahan Kolera

Risiko terjangkit kolera dapat diminimalkan dengan menjaga


kebersihan diri, misalnya dengan rajin mencuci tangan menggunakan air

17
mengalir dan sabun, terutama sebelum makan dan setelah dari toilet. Selain
kebersihan diri, kebersihan makanan dan minuman yang dikonsumsi juga
perlu diperhatikan. Caranya adalah dengan:

 Tidak membeli makanan yang tidak terjamin kebersihannya


 Tidak mengonsumsi makanan mentah atau setengah matang
 Tidak mengonsumsi susu segar yang belum diolah
 Minum air mineral botol atau air yang telah dimasak hingga
mendidih
 Mencuci bersih sayur dan buah sebelum dimakan

Investigasi Penyakit TBC

TBC (Tuberkulosis) yang juga dikenal dengan TBadalah penyakit


paru-paru akibat kuman Mycobacterium tuberculosis. TBC akan
menimbulkan gejala berupa batuk yang berlangsung lama (lebih dari 3
minggu), biasanya berdahak, dan terkadang mengeluarkan darah. Kuman
TBC tidak hanya menyerang paru-paru, tetapi juga bisa menyerang tulang,
usus, atau kelenjar. Penyakit ini ditularkan dari percikan ludah yang keluar
penderita TBC, ketika berbicara, batuk, atau bersin. Penyakit ini lebih
rentan terkena pada seseorang yang kekebalan tubuhnya rendah, misalnya
penderita HIV.

18
Gejala Tuberkulosis

Selain menimbulkan gejala berupa batuk yang berlangsung lama,


penderita TBC juga akan merasakan beberapa gejala lain, seperti:

 Demam
 Lemas
 Berat badan turun
 Tidak nafsu makan
 Nyeri dada
 Berkeringat di malam hari

TBC dapat dideteksi melalui pemeriksaan dahak. Beberapa tes lain


yang dapat dilakukan untuk mendeteksi penyakit menular ini adalah foto
Rontgen dada, tes darah, atau tes kulit (Mantoux).

Pencegahan Tuberkulosis

TBC dapat dicegah dengan pemberian vaksin, yang disarankan


dilakukan sebelum bayi berusia 2 bulan. Selain itu, pencegahan juga dapat
dilakukan dengan cara:

 Mengenakan masker saat berada di tempat ramai.


 Tutupi mulut saat bersin, batuk, dan tertawa.
 Tidak membuang dahak atau meludah sembarangan.

Penularan TBC paling umum terjadi melalui udara. Ketika seseorang


yang telah mengidap penyakit TBC batuk, bersin, atau berbicara dengan
memercikkan ludah, bakteri TB akan ikut melalui ludah tersebut untuk
terbang ke udara. Selanjutnya, bakteri akan masuk ke tubuh orang lain
melalui udara yang dihirup.

Investigasi penyakit Malaria

Malaria adalah penyakit infeksi menular yang menyebar melalui


gigitan nyamuk.

19
Gejala Malaria
Gejala malaria timbul setidaknya 10-15 hari setelah digigit nyamuk.
Munculnya gejala melalui tiga tahap selama 6-12 jam, yaitu menggigil,
demam dan sakit kepala, lalu mengeluarkan banyak keringat dan lemas
sebelum suhu tubuh kembali normal. Tahapan gejala malaria dapat timbul
mengikuti siklus tertentu, yaitu 3 hari sekali (tertiana) atau 4 hari sekali
(kuartana).

Penyebab Malaria

Manusia dapat terkena malaria setelah digigit nyamuk yang terdapat


parasit malaria di dalam tubuh nyamuk. Gigitan nyamuk tersebut
menyebabkan parasit masuk ke dalam tubuh manusia. Parasit ini akan
menetap di organ hati sebelum siap menyerang sel darah merah. Parasit
malaria ini bernama Plasmodium. Jenis Plasmodium bermacam-macam, dan
akan berpengaruh terhadap gejala yang ditimbulkan serta pengobatannya.
Pemeriksaan darah untuk mendiagnosa malaria meliputi tes diagnostik cepat
malaria (RDT malaria) dan pemeriksaan darah penderita di bawah
mikroskop.

Pengobatan Malaria

Malaria harus segera ditangani untuk mencegah risiko komplikasi


yang berbahaya. Penanganan malaria dapat dilakukan dengan pemberian
obat antimalaria. Obat-obatan ini perlu disesuaikan dengan jenis parasit
penyebab malaria, tingkat keparahan, atau riwayat area geografis yang
pernah ditinggali penderita.

Komplikasi Malaria

Beberapa komplikasi serius yang disebabkan oleh malaria, di


antaranya anemia berat, hipoglikemia, kerusakan otak, dan banyak organ
gagal berfungsi. Komplikasi tersebut dapat berakibat fatal dan lebih rentan
dialami oleh balita serta lansia

20
Pencegahan Malaria

Meski belum ada vaksinasi untuk mencegah malaria, dokter dapat


meresepkan obat antimalaria sebagai pencegahan jika seseorang berencana
bepergian atau tinggal di area yang banyak kasus malarianya. Selain itu,
pencegahan bisa dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk dengan
memasang kelambu pada tempat tidur, menggunakan pakaian lengan
panjang dan celana panjang, serta menggunakan krim atau semprotan
antinyamuk.

Investigasi Penyakit ISPA

Penyakit ISPA adalah infeksi yang sangat menular. Orang yang


menderita penyakit ISPA atau infeksi saluran pernafasan akut ini bisa
menularkan penyakitnya kepada mereka yang berkontak langsung
dengannya. Penularan penyakit ISPA ini juga disebabkan karena si
penderita mengalami batuk atau bersin, kemudian bakteri penyebab ISPA
tersebut menular kepada orang yang ada di dekatnya.

Penyebab ISPA

Bronkitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi paru-paru, 90% di


antaranya adalah virus. Serangan berulang dari bronkitis akut, yang
melemahkan dan mengiritasi bronkus saluran udara dari waktu ke waktu,
dapat mengakibatkan bronkitis kronis.

Bronkitis kronis ditemukan dalam tingkat yang lebih tinggi pada


kawasan industri seperti pertambangan batu bara di mana para pekerja
terpapar debu dan asap. Tapi penyebab utama adalah merokok jangka
panjang, yang mengiritasi saluran bronkial dan menyebabkan saluran
bronkhial untuk menghasilkan lendir yang berlebihan. Gejala bronkitis
kronis juga diperparah dengan konsentrasi tinggi sulfur dioksida dan polutan
lainnya di atmosfer.

21
Gejala bronkitis akut meliputi:

 Batuk kering.
 Dahak berwarna kuning, putih, atau hijau, biasanya muncul 24 sampai 48 jam setelah
batuk dimulai.
 Demam, menggigil.
 Rasa nyeri dan sesak di dada.
 Nyeri di bawah tulang dada saat bernapas dalam-dalam
 Sesak napas.

Gejala-gejala bronkitis kronis adalah:

 Batuk persisten (menetap) yang memproduksi dahak kuning, putih, atau hijau
(setidaknya tiga bulan dalam setahun atau selama lebih dari dua tahun berturut-turut).
 Kadang-kadang disertai mengi atau sesak napas.

22
BAB III
KERANGKA TEORI

3.1 Kerangka Teori

Manajemen penyakit menular berbasis wilayah pada dasarnya merupakan upaya tata
laksana pengendalian penyakit menular dengan cara mengintegrasikan upaya pencarian kasus
secara proaktif tata laksana penderita secara tuntas, yang dilakukan secara bersama dengan
pengendalian berbagai faktor risiko penyakit tersebut serta keduanya dilakukan secara
simultan, paripurna, terencana dan terintegrasi pada wilayah tertentu.
Dilakukan terencana berdasar evidens (fakta terpecaya), sistematik dalam pelaksanaannya serta
senantiasa diaudit secara periodik.
Kunci keberhasilan pengendalian penyakit menular terletak pada penemuan kasus sebagai
sumber penularan secara proaktif pengobatan secara tuntas dan secara simultan dilakukan
upaya pengendalian faktor risiko yang berhubungan dengan penyakit.
Manajemen pengendalian faktor risiko penyakit menular, misalnya penyehatan lingkungan
memerlukan penggalangan kemitraan dengan mitra relevan yang memiliki perhatian sama
yakni pemberantasan penyakit menular tertentu dengan penyehatan lingkunganyang relevan
dengan penyakit menular disuatu wilayah berakar pada budaya, ekosistem, dan kondisi sosial
kependudukan.

23
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Pembangunan kesehatan wilayah dapat dilakukan dengan merujuk kepada konsep
Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah dan rancangan SKK setiap wilayah pemerintahan otonom.
Secara lebih terperinci, perlu disusun suatu pedoman Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah
kabupaten dan kota yang dapat dijadikan panduan oleh para perancang dan pelaksana. Manajemen
Penyakit Berbasis Wilayah diharapkan dapat meningkatkan kesehatan penduduk di suatu
kabupaten kota tertentu secara bertahap dan berkesinambungan.
Terakhir dan yang tidak kalah pentingnya, pelaksanaan Manajemen Penyakit Berbasis
Wilayah harus menggunakan prinsip-prinsip Ilmu Kesehatan Masyarakat.
4.2 Saran

Untuk pengelola program :


Lakukan koordinasi dengan lintas program lain didalam Dinas Kesehatan Kota Bekasi untuk
meningkatkan efektifitas dan efisiensi pencapaian program.

24
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Umar fahmi. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah, Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia (UI-Press), 2008.

Achmadi, Umar Fahmi, Manajemen Penyakit Berbasis wilayah. Jakrta: Kompas;2005

Azwar A., 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Binarupa Aksara.


Chriswardani S. Metode Penentuan Prioritas Masalah. Bahan Kuliah Perencanaan dan Evaluasi
Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro.

Hasibuan SP. Malayu, 1996, Manajemen, dasar Pengertian dan Masalah, Jakata, PT.
Gunung Agung

25
26

Anda mungkin juga menyukai