Anda di halaman 1dari 19

LINGKUNGAN KESEHATAN GLOBAL

ANALISIS RISIKO DAN KOMUNIKASI RISIKO KESEHATAN

KELOMPOK 4

Aan Edison (2006559470)


Arif Purnomo Aji (2006505291)
Desy Shinta Dewi (2006505373)
Irene Tenriana Kenia (2006505713)
Nur Fatimah (1906430610)
Okti Fitmala Sari (1906336220)
Pramita Puspaningtyas (2006560125)
Reny Widyasari (2006560195)

PASCASARJANA
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK

2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan Lingkungan merupakan suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara
manusia dan lingkungan agar menjamin keadaan manusia sehat. Upaya Kesehatan
Lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan sehat mencakup fisik, kimia,
biologi maupun sosial. Air yang merupakan salah satu sumber penting di kehidupan, idealnya
harus bersih, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau. Air minum seharusnya tidak
mengandung kuman patogen maupun segala makhluk hidup yang membahayakan kesehatan
manusia, tidak mengandung zat kimia yang dapat mengubah fungsi tubuh dan dapat
merugikan secara ekonomis. Air itu seharusnya tidak korosif, tidak meninggalkan endapan
pada seluruh jaringan distribusinya (Agustina, 2019).

Udara mengandung oksigen, yang merupakan komponen penting bagi kehidupan di


bumi bagi manusia maupun makhluk hidup lain. Pencemaran udara dapat menimbulkan
masalah bagi kesehatan manusia seperti sesak nafas, iritasi mata, batuk, infeksi saluran
pernapasan, dan rentan terhadap virus influenza. Dampak negatif juga dapat dirasakan
tanaman; zat NO2 yang menimbulkan bintik-bintik pada daun dan merusak tulang daun.
Selain itu, pencemaran udara juga dapat merusak bangunan; pada hasil reaksi antara SO 3
dengan uap air yang mengakibatkan hujan asam (Ma’rufi, 2017). Dua contoh pajanan
terhadap sumber daya alam yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, memiliki
faktor resiko. Seperti saluran pembuangan atau saluran air yang kurang baik, meningkatnya
penggunaan kendaraan bermotor, dan pembakaran sampah yang buruk. Resiko-resiko
tersebut dapat dianalisis agar tidak meningkatkan risiko penyakit kepada makhluk hidup.

Analisis risiko adalah padanan istilah untuk risk assessment, yaitu karakterisasi efek-
efek yang potensial merugikan kesehatan manusia oleh pajanan bahaya lingkungan. Analisis
risiko merupakan suatu alat pengelolaan risiko, proses penilaian bersama para ilmuwan dan
birokrat untuk memperkirakan peningkatan risiko kesehatan pada manusia yang terpajan.
Resiko sendiri didefinisikan sebagai probabilitas suatu efek merugikan pada suatu organisme,
sistem atau (sub)populasi yang disebabkan oleh pajanan suatu agent dalam keadaan tertentu.
Di Indonesia Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) masih belum banyak dikenal
dan digunakan sebagai metode kajian dampak lingkungan terhadap kesehatan. Dalam konteks
AMDAL, efek lingkungan terhadap kesehatan umumnya masih dikaji secara epidemiologis
(Basri et al., 2007).

1.2 Rumusan Masalah


1. Jelaskan pengertian dari Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (Environmental
Health Risk Assessment, EHRA)
2. Jelaskan Perbedaan ARKL dengan Epidemiologi Kesehatan Lingkungan!
3. Bagaimana cara menerapkan Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan? Tahap-tahap
apa saja yang harus dilaksanakan? Jelaskan secara detil pada tiap tahap tersebut.
4. Berikan beberapa contoh produk dari Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan yang
menargetkan kesehatan masyarakat secara luas.
5. Menurut anda, mengapa Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan perlu dibahas pada
mata kuliah ini?

1.3 Ruang Lingkup


1. Pengertian Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (Environmental Health Risk
Assesment, EHRA).
2. Perbedaan ARKL dengan Epidemiologi Kesehatan Lingkungan
3. Cara menerapkan Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan dan tahap yang harus
dilaksanaan
4. Contoh produk dari Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan yang menargetkan
kesehatan masyarakat secara luas
5. Alasan Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan perlu dibahas pada mata kuliah ini
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian dari Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (Environmental Health Risk


Assessment, EHRA)
Definisi ARKL (Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan) adalah kajian program
lingkungan sehat dan merupakan pemberdayaan masyarakat sehat dan lingkungan
(Keputusan Menkes RI Nomor 1202/MENKES/SK/VIII/2003). Environmental Health
Risk Assessment (EHRA) adalah kajian yang bertujuan untuk memetakan kondisi fasilitas
sanitasi dan perilaku-perilaku yang memiliki risiko pada kesehatan masyarakat. EHRA
adalah kajian yang dilakukan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2
(dua) teknik pengumpulan data, yakni 1) wawancara (interview) dan 2) pengamatan
(observation). Semisal fasilitas sanitasi yang diteliti umumnya mencakup sumber air
(minum, cuci, mandi, kelangkaan air), layanan pembuangan sampah dan saluran
pembuangan air limbah. Untuk perilaku yang dipelajari adalah yang terkait dengan
hieginitas dan sanitasi (Environmental Health Risk Assessment, 2014).
Ruang lingkup Environmental Health Risk Assessment (EHRA) dapat mencakup
dampak dari polutan kimia dan kontaminan udara, air, tanah, dan makanan. Keberadaan
mikrobiologi pathogen kontaminan dalam makanan dan air, sumber radiasi medan
elektromagnetik (EMF) serta perubahan iklim global. Penilaian risiko kesehatan
lingkungan dimaksudkan 'untuk memberikan informasi lengkap kepada manajer risiko
kesehatan lingkungan, khususnya pembuat kebijakan dan regulator, sehingga keputusan
terbaik diciptakan untuk upaya menanggulangi resiko sebaik mungkin (Paustenbach,
1989). Hal ini sama untuk dapat menjelaskan kepada pemangku kepentingan dalam proses
analisis risiko (Environmental Health Risk Assessment/EHRA) dan bagaimana
ketidakpastian ini telah diidentifikasi dan dikelola (Paustenbach, 2002).

2. Perbedaan ARKL dengan Epidemiologi Kesehatan Lingkungan

2.1 Pengertian Epidemiologi Kesehatan Lingkungan

Ilmu yang menganalisa dan mengukur efek-efek kesehatandari faktor-faktor


lingkungan dan menilai keefektifanstrategi-strategi pengawasan (WHO, 1989).

Ilmu dan seni yang mempelajari dan menilai (mengukur dananalisis) kejadian
penyakit atau ganggguan kesehatan danpotensi bahaya faktor penyebab (bahan,
kekuatan, kondisi)akibat perubahan keseimbangan lingkungan serta menilaiupaya-
upaya pengendaliannya (Pentaloka EpidemiologiLingkungan, Ciloto, 28 Oktober dan
2 November 1991).

2.2. Tujuan Dan Level Epidemiologi (Epidkesling )

A. Tujuan Epidemiologi (Epidkesling)

Tujuan Epid (kesling), yaitu :

a) Mengumpulkan fakta dan data tentang berbagai masalah kesehatan yang ada
dalam masyarakat yang berkaitan dengan pengaruh (perubahan) kondisi
lingkungan.
b) Menjelaskan sifat dan penyebab masalah kesehatan berdasarkan fakta dan data
yang diperoleh setelah dilakukan analisa.
c) Menemukan atau merencanakan pemecahan masalah serta mengevaluasi
pelaksanaannya

B. Level Penerapan Epidemiologi Kesehatan Lingkungan

a) Level Pemahaman
Dimulai dari pengamatan yang dilakukansecara ilmiah sampai pada penarikan
kesimpulan yangmengarah pada akumulasi pengetahuan kejadian penyakit.
b) Level Intervensi
Mengumpulkan informasi empiris yangdapat digunakan untuk pengambilan
keputusan kesehatanmasyarakat.

2.3. Ruang Lingkup Epidemiologi Kesehatan Lingkungan :

1. Kondisi Lingkungan
Perubahan kualilitas lingkungan berpengaruh terhadap agent (penyebab
penyakit), host(manusia).
2. Variabel Epidemiologi: orang, waktu dan tempat
3. Penyakit
Penyakit Infeksi/menular akibat kondisi sanitasi yang buruk. Penyakit
menahun atau tidak menular akibat menurunnya (perubahan) kualitas
lingkungan yang timbul sebagai dampak negatif dari aktivitas pembangunan
misalnyapencemaran yang terjadi pada air, tanah dan udara akibatlimbah
industri, pertanian, pertambangan/energi,transportasi, domestik dan
sebagainya.
4. Ilmu sosial dan perilaku
Perilaku manusia (higieneperorangan) dan hubungannya dengan timbulnya
kejadianpenyakit.
5. Metoda (Design)
sebagai dasar yang digunakan dalammelakukan kajian (analisa) untuk menarik
kesimpulan baiklevel pemahaman maupun level intervensi, misal
penggunaanMetode-metode Statistik (kajian Ilmiah) dan penggunaan konsep
simpul kesehatan lingkungan.

2.4 Variabel Epidemiologi (Epidkesling)

Variabel Epidemiologi dikelompokkan menurut :

a. Orang (person)
Perbedaan Sifat/karakteristik individu secara tidak langsung memberikan
perbedaan sifat/keterpaparan, dipengaruhi oleh:
1) Faktor Genetik bersifat tetap, seperti : jenis kelamin, ras, data
kelahiran, dsb.
2) Faktor biologik berhubungan dengan kehidupan biologik, seperti :
umur, status gizi, kehamilan, dsb.
3) Faktor Perilaku berpengaruh secara individu, seperti: adat istiadat,
mobilitas, dsb.
4) Faktor Sosial Ekonomi seperti pekerjaan, status perkawinan,
pendidikan, daerah tempat tinggal.
b. Tempat (place)
Pengetahuan distribusi geografis suatu penyakit berguna untuk perencanaan
pelayanan kesehatan dan dapat memberikan penjelasan etologi penyakit.
Keterangan tempat dapat bersifat :
 Keadaan geografis, misal: daerah pegunungan, pantai, dataran rendah,
dsb.
 Batas administratif (misal: batas negara, propinsi, kabupaten/kota,
kecamatan/kelurahan), batas ekologis (batas penyebaran dampak).
 Menganalisa hubungan penyakit dengan tempat harus dipikirkan
keadaan penduduk setempat dan sifat karakteristiknya.
1. Apakah penyakit berhubungan langsung dengan tempat
2. Angka kesakitan tinggi pada semua golongan umur.
3. Penyakit tidak dijumpai/kurang ditempat lain.
4. Penduduk yang pindah ke tempat tersebut akan terserang
penyakit.
5. Penduduk yang keluar dari tempat ybs akan sembuh atau
penyakitnya tidak bertambah.
6. Adanya gejala penyakit yang sama pada hewan.
7. Faktor lingkungan biologis dan sosial ekonomi setempat harus
diperhitungkan.
c. Waktu (time)
Perubahan-perubahan penyakit menurut waktu menunjukkan adanya
perubahan faktor-faktor etiologis, yaitu dengan adanya :
a) faktor penyebab penyakit pada waktu tertentu
b) perubahan komposisi dan jumlah penduduk menurut waktu
c) perubahan komposisi lingkungan menurut waktu (lingk. fisik, biologi dan
sosial ekonomi).
d) perubahan kriteria dan alat diagnosa dari waktu ke waktu.
e) perubahan pola penyakit karena usaha pencegahan dan penanggulangan
serta perubahan lainnya dari waktu ke waktu.

2.5 Perubahan Penyakit Menurut Waktu :

a. Epidemi adalah jumlah penderita melampaui keadaan normal, umumnya


terjadi pada penyakit menular, namun tidak menutup kemungkinan karena
akibat bahan kimia/akibat fisik serta kelainan perilaku, misal penyakit menular
DBD.
b. Common sources/Point epidemic adalah timbul wabah mendadak dengan
terfokus pada limit waktu sesuai dengan masa inkubasi terpanjang pada
penyakit, misal keracunan makanan.
c. Epidemi berkepanjangan adalah epidemi yang terus menerus berlangsung,
terutama penyakit dengan kontak person (umpama AIDS) maupun oleh vektor
penyakit, misal malaria.

2.6.1 Perubahan secara periodik :

a. Pengaruh musim : Hubungan penyakit dengan musim tertentu terutama


penyakit menular, juga dijumpai pada penyakit kronik, seperti asmatik.
Perbedaan waktu erat hubungannya dengan keadaan cuaca yang dapat
mempengaruhi sifat penyebab, pejamu serta lingkungan. Perubahan tahunan
secara epidemiologi karena sifat penyakit.
b. Perubahan periodik yang bersifat siklus : Perubahan insidensi penyakit secara
reguler antara beberapa bulan tertentu secara teratur.

2.6.2 Perubahan secara sekuler

Perubahan yang terjadi setelah sekian tahun (5-10 tahun atau lebih) yang
menampakkan perubahan keadaan penyakit/kematian yang cukup berarti dalam
hubungan interaksi antara pejamu/manusia (H), penyebab (A) dan lingkungan (E).

2.7. Masalah kesehatan lingkungan dipengaruhi oleh :

1) Pertumbuhan dan sebaran penduduk


2) Kebijakan/policy para pengambil keputusan
3) Mentalitas dan prilaku masyarakat
4) Kemampuan alam untuk mengendalikan penc.lingk (Self Purification).

Dalam studi Epidkesling juga harus diperhatikan beberapa hal terhadap


kejadian penyakit akibat kondisi lingkungan antara lain :

a. Kelompok risiko tinggi sekelompok manusia (masyarakat) yang akan


mengalami risiko (sakit) terlebih dahulu dibandingkan dengan kelompok
lain dalam skala ruang, waktu dan dosis yang sama. Misal : Polisi lalu
lintas, penjaga pintu tol, berisiko tinggi terpapar Pb
b. Behavioral Exposure konsep perkiraan (pengukuran) pemaparan bahan
pencemar/agent penyakit dengan memperhatikan faktor perilaku penduduk
(sebagai kelompok risiko tinggi). Misal : Masyarakat yang tinggal
dibantaran sungai yang tercemar, dan menggunakan air sungai tsb untuk
keperluan hidup sehari-hari.
c. Population at Risk sekelompok penduduk yang mimiliki ancaman yang
sama dengan para korban, misal : Peserta pesta (memiliki risiko sama
dengan korban keracunan makanan dalam pesta tsb)
d. Penyebaran, waktu dan geografis dengan mengetahui hal ini upaya
pencegahan dapat dilakukan.

2.8 ARKL (Analisis Resiko Kesehatan Lingkungan)

Mengingat pentingnya peran ADKL dalam mewujudkan pembangunan


berkelanjutan yang berwawasan lingkungan dan kesehatan, Menteri Kesehatan
mengeluarkan Keputusan No. 876/Menkes/SK/VIII/2001 tentang Pedoman Teknis
Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan (ADKL) yang berisi panduan kajian yang
harus dilaksanakan bagi suatu kegiatan atau usaha mulai dari perencanaan,
pelaksanaan dan penilaian. Di dalam Keputusan Menteri tersebut, ADKL
didefinisikan sebagai suatu pendekatan untuk mencermati masalah kesehatan
masyarakat dengan menggunakan rencana pembangunan sebagai titik awal dan
melihat dampak kesehatan yang berhubungan baik dampak langsung maupun tidak
langsung sehingga ADKL merupakan bagian tak terpisahkan dari proses perencanaan
dalam suatu pembangunan. ARKL (Risk assessment) menawarkan kerangka
sistematik dan ilmiah untuk mendefinisikan, memberi prioritas dan mitigasi risiko
dalam ranah pengambilan keputusan kesehatan masyarakat dan lingkungan.
Risk assessment memberikan estimasi risiko, bukan menjawab pertanyaan
bagaimana aman itu adalah aman, tetapi memberikan jawaban tentang risiko yang
dapat diterima atau ditoleransi dan bentuk pengelolaan risiko yang diperlukan. Di
dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 876 tahun 2001 tentang Pedoman Teknis
Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan (ADKL), ARKL didefinisikan sebagai suatu
pendekatan untuk mencermati potensi besarnya risiko yang dimulai dengan
mendeskripsikan masalah lingkungan yang telah dikenal dan melibatkan penetapan
risiko pada kesehatan manusia yang berkaitan dengan masalah lingkungan yang
bersangkutan. Pada aplikasinya, ARKL dapat digunakan untuk memprediksi besarnya
risiko dengan titik tolak dari kegiatan pembangunan yang sudah berjalan, risiko saat
ini dan memprakirakan besarnya risiko di masa yang akan datang.

3. Bagaimana cara menerapkan Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan? Tahap-tahap


apa saja yang harus dilaksanakan? Jelaskan secara detil pada tiap tahap tersebut!

Berdasarkan buku Environmental Health Risk Assesment, Analisis Risiko Kesehatan


Lingkungan (ARKL) dilakukan dalam lima tahapan, yaitu: (1) Issue Identification, (2)
Hazard Identification, (3) Dose-response assessment, (4) Exposure assessment for the
relevant population dan (5) Risk characterization.
Gambar diatas dijelaskan bahwa ARKL merupakan pendekatan yang digunakan
untuk melakukan penilaian risiko kesehatan di lingkungan yang menjelaskan apakah agen
risiko/parameter lingkungan berisiko terhadap kesehatan masyarakat atau tidak.
Selanjutnya hasil ARKL akan dikelola dan dikomunikasikan kepada masyarakat sebagai
tindak lanjutnya.

A. Identifikasi Isu (Issue Identification)


Identifikasi isu merupakan tahap pertama yang dilakukan pada ARKL dengan tujuan
untuk mengetahui masalah utama dalam penilaian risiko. Identifikasi dapat dilakukan
dengan cara menganalisis dari beberapa pertanyaan berikut:
a. Apa penyebab utama untuk untuk permasalahan yang sedang di nilai?
Contoh: tidak ada titik dalam melakukan kanker kuantitatif penilaian risiko
jika perhatian sebenarnya adalah gangguan kognitif anak-anak, dan jika yang
terakhir tidak dapat diatasi dengan risiko penilaian, lalu pendekatan lain
mungkin diperlukan.
b. Apakah strategi intervensi tersedia untuk mengelola hasil ARKL?
Contoh: penahanan tanah yang terkontaminasi, klorinasi air, pasteurisasi
makanan.
c. Apakah mekanisme transportasi telah dipertimbangkan secara memadai?
Contoh: faktor meteorologi yang mempengaruhi udara polusi, vektor untuk
menular penyakit.
d. Adakah faktor yang bisa mempengaruhi persistensi?
Contoh: fotolisis dan volatilisasi bahan kimia, pengeringan mikro-organisme.
e. Apakah penilaian risiko sudah dilihat sebagai hasil dari kerusakan tindakan
kesehatan masyarakat?
Contoh: banjir mempengaruhi pengendalian limbah dan dapat diminum
pengolahan air.

B. Identifikasi Bahaya (Hazard Identification)


Identifikasi bahaya digunakan untuk mengetahui secara spesifik agen risiko
apa yang berpotensi menyebabkan gangguan kesehatan bila tubuh terpajan. Sebagai
pelengkap dalam identifikasi bahaya dapat ditambahkan gejala – gejala gangguan
kesehatan apa yang terkait erat dengan agen risiko yang akan dianalisis. Tahapan ini
harus menjawab pertanyaan agen risiko spesifik apa yang berbahaya, di media
lingkungan yang mana agen risiko eksisting, seberapa besar kandungan/konsentrasi
agen risiko di media lingkungan, gejala kesehatan apa yang potensial. Identifikasi
bahaya dapat dilakukan dengan menganalisis beberapa pertanyaan berikut:
1) Apakah telah mempertimbangkan tingkat keparahan dan reversibilitas efek
kesehatan?
2) Apakah ada interaksi antara bahaya yang teridentifikasi dan agen lain di
lingkungan?
3) Apakah timbul efek kesehatan yang langsung atau tertunda? Umumnya
mengasumsikan jangka Panjang eksposur terus menerus dan biasanya
berdasarkan dosis kronis (lebih disukai seumur hidup) pada studi hewan,
Model penilaian risiko kesehatan lingkungan menjadi keadaan dimana data
dari sebuah mungkin uji toksisitas akut atau jangka pendek lebih tepat
digunakan di penilaian risiko. Contoh: efek samping terkait dengan iritasi.
4) Apakah ada jendela kritis paparan? Ini sering dikaitkan dengan bahan kimia
yang memodifikasi janin perkembangan, baik selama kehamilan atau pada
periode postnatal awal saat saraf atau organ kritis proses pengembangan
sistem sedang terjadi. Mungkin juga begitu gangguan epigenetik dan hormonal
mekanisme bertindak terutama selama kritis jendela eksposur.
5) Apakah memiliki karsinogenik dan / atau potensi genotoksik yang
teridentifikasi bahaya telah diatasi?

C. Analisis dosis-respon (Dose-response assessment)


Setelah melakukan identifikasi bahaya (agen risiko, konsentrasi dan media
lingkungan ), maka tahap selanjutnya adalah melakukan analisis dosis- respons yaitu
mencari nilai dosis referensi (RfD), dan/atau konsentrasi referensi (RfC), dan/atau
slope factor (SF) dari agen risiko yang menjadi fokus ARKL, serta memahami efek
apa saja yang mungkin ditimbulkan oleh agen risiko tersebut pada tubuh manusia.
Analisis dosis – respon bertujuan untuk mengetahui jalur pajanan (pathways) dari
suatu agen risiko masuk ke dalam tubuh manusia. Untuk mengetahui analis dosis
respon, dapat menggunakan pertanyaan berikut:
 Apakah data dosis-respons yang sesuai tersedia, dan apakah datanya telah
diskalakan dengan tepat dalam terjemahan dari hewan ke manusia?
 Apakah potensi agen telah ditentukan untuk akut dan kronis dosis?
 Apakah threshold atau non-threshold model terbaik yang menggambarkan
data?

D. Analisis Pajanan (Exposure assessment for the relevant population)


Analisis pemajanan yaitu denganmengukur atau menghitung intake / asupan
dari agen risiko. Untuk menghitung intake digunakan persamaan atau rumus yang
berbeda. Data yang digunakan untuk melakukan perhitungan dapat berupa data primer
(hasil pengukuran konsentrasi agen risiko pada media lingkungan yang dilakukan
sendiri) atau data sekunder (pengukuran konsentrasi agen risiko pada media
lingkungan yang dilakukan oleh pihak lain yang dipercaya seperti BLH, Dinas
Kesehatan, LSM, dll), dan asumsi yang didasarkan pertimbangan yang logis atau
menggunakan nilai default yang tersedia Berikut hal yang harus diketahui ketika
melakukan analisis pajanan:
 Berapakah durasi, waktu, frekuensi dan konsistensi pemaparan?
 Apakah eksposur kontinu, intermiten atau episodik, atau apakah terlihat jelas
pola?
 Apakah ada masa lalu yang relevan, saat ini atau pola eksposur masa depan
untuk dipertimbangkan?
 Apakah sudah mempertimbangkan semua rute eksposur (konsumsi, inhalasi,
dermal)?
 Apakah eksposur antargenerasi atau kumulatif, atau seharusnya dikumpulkan?

E. Karakterisasi risiko (Risk Characterization)


Langkah ARKL yang terakhir adalah karakterisasi risiko yang dilakukan
untuk menetapkan tingkat risiko atau dengan kata lain menentukan apakah agen risiko
pada konsentrasi tertentu yang dianalisis pada ARKL berisiko menimbulkan
gangguan kesehatan pada masyarakat (dengan karakteristik seperti berat badan, laju
inhalasi/konsumsi, waktu, frekuensi, durasi pajanan yang tertentu) atau tidak.
Karakteristik risiko dilakukan dengan membandingkan / membagi intake dengan
dosis /konsentrasi agen risiko tersebut. Berikut merupakan hal yang harus di analisis
dalam menentukan karakteristik risiko:
 Apakah keragaman genetik di populasi terpapar (atau dalam sumbernya data
toksikologi) telah memadai dicatat?
 Apakah ada karakteristik individu (misalnya usia, jenis kelamin, berat badan,
kesehatan buruk yang sudah ada sebelumnya, status kekebalan, status gizi,
eksposur atau reproduksi sebelumnya status) yang perlu dipertimbangkan?
 Adakah karakteristik penduduk (mis. kekebalan kawanan dan social perilaku
untuk menular penyakit, mobilitas sosial untuk paparan terhadap kontaminan
udara dan tanah, pola rekreasi untuk terpapar air rekreasi yang terkontaminasi)
yang perlu diperhatikan?
 Apakah perkiraan risiko telah diungkapkan secara kuantitatif atau kualitatif
dan, jika kuantitatif, apakah itu risiko yang terbatas perkiraan berdasarkan
ekstrapolasi hubungan dosis-respons, atau apakah itu acceptable daily intake
(ADI) atau tolerable daily intake (TDI), berdasarkan tentang penerapan
keamanan / ketidakpastian / modifying factors to a no observed adverse effect
level (NOAEL), lowest observed adverse effect level (LOAEL) yang diamati
atau benchmark dose (BMD)?

Pemangku kepentingan menilai bahwa ARKL dilakukan untuk melihat


penilaian risiko berdasarkan ekstrapolasi atau pendekatan ADI / TDI, yang dapat
diambil sebagai garis tengah antara kemungkinan bahaya dan keamanan (NRC 2008
hal. 8) atau, dengan kata lain, file pemisahan antara aman dan tidak aman suatu
eksposur.

4. Berikan beberapa contoh produk dari Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan yang
menargetkan kesehatan masyarakat secara luas.
1) Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (SO2 , H2S, NO2 dan TSP) Akibat
Transportasi Kendaraan Bermotor di Kota Surabaya. Kadar pencemaran udara
ditentukan oleh adanya zat-zat seperti karbon monoksida, debu/partikel, sulfur
dioksida (SO2), nitrogen oksida (NO2), hidrokarbon dan hidrogen sulfida (H2S) serta
partikel (PM2,5, PM10, TSP). Zat-zat tersebut dapat mengakibatkan dampak yang
merugikan bagi kesehatan manusia seperti sakit kepala, sesak nafas, iritasi mata,
batuk, iritasi saluran pernafasan, rusaknya paru-paru, bronkhitis, dan menimbulkan
kerentanan terhadap virus influensa. Selain manusia zat-zat tersebut juga dapat
menimbulkan kerusakan pada tanaman, misalnya zat NO2 dapat menimbulkan bintik-
bintik pada daun sampai mengakibatkan rusaknya tulang-tulang daun.
Pencemaran udara juga akan menimbulkan kerusakan pada bangunan,
misalnya asam sulfat yang terbentuk sebagai hasil reaksi antara SO3 dengan uap air
yang dapat menyebabkan terjadinya hujan asam. Udara dimana di dalamnya
terkandung sejumlah oksigen, merupakan komponen esensial bagi kehidupan, baik
manusia maupun makhluk hidup lainnya. Udara merupakan campuran dari gas, yang
terdiri dari sekitar 78% Nitrogen; 20% Oksigen; 0,93% Argon; 0,03% Karbon
Dioksida (CO2) dan sisanya terdiri dari Neon (Ne), Helium (He), Metana (CH4) dan
Hidrogen (H2). Udara dikatakan "normal" dan dapat mendukung kehidupan manusia
apabila komposisinya seperti tersebut di atas. Sedangkan apabila terjadi penambahan
gas-gas lain yang menimbulkan gangguan serta perubahan komposisi tersebut, maka
dikatakan udara sudah tercemar/terpolusi.
Pengendalian yang paling mendesak adalah dengan menggalakkan program
langit biru, menggalakkan penanaman tumbuhan, pembuatan papan pengumuman
hasil pemantauan kadar pencemaran udara, melarang penduduk untuk bertempat
tinggal di sepanjang jalan utama, dan penduduk bisa pindah ke tempat yang lebih
aman dari paparan risk agent karena manajemen risiko yang dilakukan terkait
pengurangan konsentrasi dan waktu pajanan sudah tidak realistik, atau dapat juga
dengan penggunaan masker, namun hanya bersifat sementara.

2) Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan Dengan Risk Agent Total Suspended


Particulate di Kawasan Industri Kota Probolinggo (Environmental Health Risk
Assessment With Risk Agent Total Suspended Particulate In Industrial Area
Probolinggo)
Berdasarkan analisis dan pembahasan mengenai “Analisis Risiko Kesehatan
Lingkungan Dengan Risk Agent Total Suspended Particulate di Kawasan Industri
Kota Probolinggo” diatas dapat disimpulkan:
 Rusunawa Bayuangga adalah permukiman penduduk yang berada di pusat
kawasan industri di Jalan Brantas Kota Probolinggo;
 Hasil pengukuran konsentrasi Total Suspended Particulate di Kawasan
Industri Kota Probolinggo dapat dikategorikan aman atau tidak.
Berdasarkan hasil kesimpulan diatas, maka saran yang dapat diberikan adalah:
 Bagi Pemerintah Kota Probolinggo perlu melakukan monitoring dan evaluasi
terhadap sumber emisi pada industri-industri yang berada di Jalan Brantas,
memberikan sanksi kepada industri yang tidak melakukan pengujian sumber
emisi secara berkala dan mengkomunikasikan konsentrasi zat pencemar udara
kepada masyarakat melalui ISPU di beberapa lokasi di Kota Probolinggo;
 Bagi Badan Lingkungan Hidup Kota Probolinggo (BLH), perlu melakukan
pemantauan dan pengujian kualitas udara secara berkala di beberapa titik
lokasi di Jalan Brantas dan wilayah sekitar kawasan industri sebagai dasar
pengukuran pencemaran lingkungan;
 Bagi Dinas Pekerjaan Umum perlu melakukan penanaman berbagai jenis
pohon yang dapat menghalau debu serta mengurangi konsentrasi Total
Suspended Particulate seperti tanaman Kembang Sepatu, Tanjung dan Kiara
Payung di sekitar Rusunawa Bayuangga dan perlu dilakukan rolling atau
pertukaran tempat tinggal antara masyarakat yang tinggal di Rusunawa
Bayuangga dengan masyarakat yang tinggal di Rusunawa lainnya di Kota
Probolinggo setiap minimal 5 tahun sekali;
 Bagi masyarakat untuk mencegah penyakit lebih dini sebaiknya memeriksakan
diri ke pelayanan kesehatan secara rutin dan menggunakan masker jika keluar
rumah;
 Perlu adanya penelitian lebih lanjut terkait risiko kesehatan lingkungan dengan
pengambilan titik sampel yang lebih banyak dan anak – anak sebagai populasi
berisiko dengan mempertimbangkan faktor yang mempengaruhi kesehatan
masyarakat seperti perilaku merokok.

5. Mengapa analisis resiko kesehatan lingkungan perlu untuk dibahas?

Karena kesehatan manusia juga dapat dipengaruhi oleh bahaya pajanan dari
lingkungan, seperti polusi dan kontaminasi kimia dalam makanan, air, udara, tanah;
mikroba patogen dalam makanan dan minuman; sumber radiasi; iklim dan
perubahannya. Maka resiko-resiko tersebut perlu dikaji agar dapat mengambil
keputusan yang tepat dalam mengendalikan dan mengurangi resiko tersebut yang
dapat mengganggu kesehatan manusia dan lingkungan (Djafri, 2014).

Analisis resiko dapat memberikan informasi yang membantu dalam menilai


tipe-tipe resiko baru dan berbeda, memilih masalah prioritas sesuai level resiko,
membuat health guidance values untuk melindungi kesehatan masyarakat, membuat
kebijakan berdasarkan temuan resiko. Analisis resiko juga menjadi informasi untuk
membuat keputusan yang paling aman saat mencapai tujuan tertentu, melalui skrining
level resiko.

Di Indonesia Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) masih belum


banyak dikenal dan digunakan sebagai metoda kajian dampak lingkungan terhadap
kesehatan. Padahal, di beberapa negara Uni Eropa, Amerika dan Australia ARKL
telah menjadi proses central idea legislasi dan regulasi pengendalian dampak
lingkungan. Karenanya, merupakan hal penting untuk mengenalkan metode ARKL
dalam pengukuran risiko kesehatan yang dapat ditimbulkan karena faktor lingkungan
khususnya pencemaran udara.
BAB III
KESIMPULAN

Analisis risiko merupakan suatu alat pengelolaan risiko (risk assessment), yaitu
proses penilaian bersama untuk karakterisasi efek-efek yang potensial dalam peningkatan
risiko kesehatan manusia oleh pajanan bahaya lingkungan yang terpajan. Resiko sebagai
probabilitas merupakan suatu efek merugikan pada suatu organisme, sistem atau (sub)
populasi. Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) dilakukan dalam lima tahapan,
yaitu: (1) Issue Identification, (2) Hazard Identification, (3) Dose-response assessment,
(4) Exposure assessment for the relevant population dan (5) Risk characterization.

Upaya analisis resiko seperti menilai tipe-tipe resiko baru dan berbeda, memilih
masalah prioritas sesuai level resiko, membuat health guidance values untuk melindungi
kesehatan masyarakat dan membuat kebijakan berdasarkan temuan resiko.

REFERENSI

Agustina, L. 2019. Analisis Resiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) Parameter Air


Minum untuk Pekerja di Kabupaten Pasuruan Tahun 2017. MPTH Journal, 3(1),
61–69.

Basri, S., Bujawati, E., Amansyah, M., Kesehatan, B., Jurusan, L., Masyarakat, K., …
Udara, P. 2007. Analisis risiko kesehatan lingkungan.

Basri dkk, 2014, Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (Model Pengukuran Risiko
Pencemaran Udara Terhadap Kesehatan), Jurnal Kesehatan Vol 4(2): 427-442

Besmanto dkk, 2012, Pedoman Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL),


Direktorat Jenderal PP dan PL Kementerian Kesehatan : Jakarta hal. 18-19

Djafri, D. 2014. Prinsip dan metode analisis risiko kesehatan lingkungan. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Andalas, 8, No. 2(94): 100–104.

Health, E., & Assessment, R. (n.d.). Contents.


Keputusan Menteri Kesehatan. 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman
Penetapan Indikator Provinsi Sehat-Kabupaten/Kota Sehat. Departemen Kesehatan
R.I. Jakarta.

LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment). 2014. Program


Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman. Pemerintah Kabupaten Langkat Provinsi
Sumatera Utara.

Ma’rufi, I. 2017. Artikel Penelitian Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan ( SO 2 , H 2


S , NO 2 dan TSP ) Akibat Transportasi Kendaraan Bermotor di Kota Surabaya.
Media Pharmaceutica Indonesiana, 1(4): 189–196.

Paustenbach, D.J. 1989. A survey of health risk assessment. In DJ Paustenbach (Ed.),


The risk assessment of environmental and human health hazards: A textbook of
case studies. New York: John Wiley & Sons. Halaman 28.

Paustenbach, D.J. 2002. Human and ecological risk assessment: Theory and practice.
New York: John Wiley & Sons.

Anda mungkin juga menyukai