KELOMPOK 3
Bardiatul Azkia 2106676474
Devvy Chaesya A.M. 2106776565
Era Renjana D. 2106776640
Hendra Ayusra 2106776703
Indah Dwitasari 2106776741
Ni Nengah Sri Kusumadewi 2106776924
Porman Tiurmaida Simbolon 2106776981
Definisi kesehatan yang telah dioperasionalkan di bawah kapitalisme Barat memiliki dua
aspek yang saling berhubungan, yaitu ketiadaan penyakit (definisi biomedis) dan sebagai
komoditas (definisi ekonomi). Dalam konteks masyarakat, kesehatan dipandang sebagai
hasil dari faktor-faktor individu seperti riwayat genetik atau pilihan gaya hidup, dan sebagai
komoditas bahwa individu tersebut dapat mengakses baik ke pasar atau sistem kesehatan
(Scott-Samuel, 1979).
Dalam pengertian ini, kesehatan adalah komoditas individual yang diproduksi dan
disampaikan oleh pasar atau layanan kesehatan. Oleh karena itu, ketidaksetaraan dalam
distribusi kesehatan merupakan akibat dari kegagalan individu (misalnya karena pilihan
gaya hidup mereka), atau cara produk pelayanan kesehatan diproduksi, didistribusikan, dan
disampaikan. Untuk mengatasi ketidaksetaraan ini, perhatian politik diarahkan pada variabel
yang paling dapat dimanipulasi, yaitu sistem pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, politik
pelayanan kesehatan adalah politik institusi, sistem, pendanaan, dan interaksi elit.
Pada dasarnya, kesehatan merupakan sebuah isu politik dalam banyak hal (Bambra, et al,
2005), antara lain:
a. Kesehatan bersifat politis, karena sama seperti sumber daya atau komoditas di bawah
sistem ekonomi neo-liberal lainnya, beberapa kelompok sosial tertentu memilikinya
lebih daripada yang lainnya
b. Kesehatan bersifat politis, karena determinan sosialnya mudah diterima dalam intervensi
politik dan oleh karenanya bergantung pada tindakan politik (political action)
c. Kesehatan bersifat politis, karena hak terhadap standar kehidupan yang layak untuk
kesehatan dan kesejahteraan harus menjadi aspek kewarganegaraan dan hak asasi
manusia
Pada akhirnya, kesehatan adalah politik karena kekuasaan dijalankan di atasnya sebagai
bagian dari sistem ekonomi, sosial dan politik yang lebih luas. Perubahan sistem ini
membutuhkan kesadaran dan perjuangan politik. Masalah kesehatan juga merupakan
masalah politik, sehingga untuk memecahkannya diperlukan komitmen politik.
2.3 Contoh-contoh penerapan health diplomacy and health politic tingkat nasional dan
global
2.3.1 Contoh Health Diplomacy
Kasus 1
Kasus : Pandemic Infuenza Preparedness: Sharing of Influenza Viruses and Acces to
Vaccine and other Benefits pada tanggal 14 – 23 Mei 2007.
Tujuan : mengajak dunia internasional untuk membangun mekanisme virus sharing yang
transparan dan adil, agar negara-negara berkembang dapat merasakan manfaatnya dan juga
menjamin bahwa kerjasama sharing sampel virus dapat menghormati kedaulatan negara asal
virus yang telah memberikan sumbangsih besar terhadap upaya menangani kesehatan global.
Hasil : Keberhasilan Indonesia tercapai setelah empat tahun kemudian, dalam sidang WHA
ke-64 resolusi WHA No.64/56 tentang “Pandemic Infuenza Preparedness: Sharing of
Influenza Viruses and Acces to Vaccine and other Benefits” secara sah ditetapkan. Sidang
tersebut dipimpin oleh Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih dan dilaksanakan
pada tanggal 16 – 24 Mei 2011 di Jenewa. Di hadapan 193 negara anggota WHO resolusi ini
ditetapkan agar kerangka kerjasama multilateral dalam kesiapan dunia menghadapi pandemi
influenza khususnya mekanisme virus sharing, akses pada vaksin dan manfaat lain serta
Standard.
Kasus 2
Kasus : Pemulangan WNI dari wuhan yang merupakan daerah asal Covid 19
Tujuan : mencegah korban warga indonesia yang bvekerja, belajar, dan tingga di wuhan.
Hasil : sebanyak 238 WNI yang telah lulus Sreening dapat dipulangkan diIndonesia. Pada
bulan Februari 2020
Kasus 2
Kasus : Jaminan kesehatan nasional (JKN)
Tujuan : warga masyarakatnya sehat dan produktif.
Hasil : tersedianya anggaran JKN pada derah yang dikelola melalui APBD sehingga
program kesehatan yang dibuat dapat disesuaikan dengan kebutuhan daerah serta kebijakan
pemerintah daerah.
http://kesmas-id.com/pentingnya-memahami-politik-kesehatan/
Kasus 3
Kasus : Pembuatan Undang-undang Tembakau dan meningkatkan cukai rokok.
Tujuan : Untuk menekan jumlah konsumsi rokok di Indonesia.
Hasil : Meningkatnya cukai rokok, selain itu adanya Perda Kawasan Tanpa Rokok untuk
melimitasi perokok aktif dan menekan jumlah perokok pasif dan dampak yang ditimbulkan.
Penerapan kawasan tanpa rokok melindungi hak bukan perokok untuk menghirup udara yang
bersih dan sehat, bebas dari asap rokok. Penerapan kawasan tanpa rokok juga semakin
menyadarkan banyak orang akan bahaya adiktif rokok dan sekaligus memenuhi hak bukan
perokok untuk menghirup udara bersih dan sehat.
http://kesmas-id.com/pentingnya-memahami-politik-kesehatan/
Sejak tahun 2013, Indonesia secara proaktif telah menunjukkan kehadirannya dalam
diplomasi kesehatan global. Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nafsiah Mboi, telah
menjadi ketua the Global Fund untuk memerangi isu penyakit mematikan, seperti AIDS,
Tuberkulosis, dan Malaria. Berbagai forum kesehatan internasional juga menjadi panggung
Indonesia mendapatkan peran lebih dalam diplomasi kesehatan global. Bahkan, sejak tahun
2017 hingga 2021, Indonesia telah berhasil menduduki jabatan sebagai anggota executive
board WHO yang menandakan besarnya peluang Indonesia untuk mempromosikan
kesehatan global. Sementara dalam lingkup tatanan bilateral, Indonesia juga telah aktif
menjalin kerja sama dengan 15 negara yang secara umum mencakup area pencegahan dan
pengendalian penyakit menular, penguatan sistem kesehatan, kesehatan digital, pengiriman
tenaga kesehatan, pengembangan SDM kesehatan, kerja sama farmasi dan alat kesehatan,
kerja sama di area perbatasan, serta jaminan kesehatan.
Guna mengatasi masalah kesehatan secara global, sejak tahun 2007 WHO menginisiasi
Global Health Diplomacy yang merupakan bentuk komitmen dan kerjasama multilateral
yang dilakukan oleh negara-negara di dunia. Konsep Global Health Diplomacy merujuk
pada proses negosiasi multilevel dan multiaktor yang dilakukan guna membentuk dan
mengatur kebijakan global untuk kesehatan (Kickbusch 2007). Global health diplomacy
menjadi katalisator bagi global health governance, yang mendorong terbentuknya
kesepakatan dan perjanjian internasional, baik di level multilateral maupun bilateral.
Berkaitan dengan penanganan Covid-19, WHO dalam kerangka Global Health Diplomacy
menyerukan komitmen politik dan koordinasi politik di tingkat global, terutama para
pemimpin kelompok negara-negara G20, untuk mendorong kerja sama guna meningkatkan
produksi peralatan pelindung, menghindari larangan ekspor dan memastikan pemerataan
distribusi alat-alat kesehatan atas dasar kebutuhan (BBC News Indonesia 2020).
Resolusi tersebut menekankan upaya persatuan, solidaritas, dan kerjasama secara global
guna memitigasi dan mengatasi Covid-19. Dalam resolusi tersebut disebutkan pentingnya
kerjasama internasional yang lebih intensif untuk mengontrol, memitigasi dan mengatasi
pandemi, serta komitmen untuk membantu masyarakat, terutama yang rentan dan lemah,
serta merekognisi upaya dari pemerintah di berbagai negara yang menawarkan bantuan dan
dukungan sebagai bentuk solidaritas dan hubungan yang mutual. Komitmen tersebut secara
implisit, juga menekankan equity akses kesehatan bagi semua individu baik di level
nasional,
regional, maupun global, mengingat bahwa pandemi tidak hanya terjadi di negara maju
tetapi juga negara berkembang dan negara miskin.
Salah satu contoh penerapan healthy diplomacy dalam penanganan covid -19 adalah
Diplomasi Kesehatan: Bantuan Penanganan COVID-19 dari Jepang dan Korea
Selatan ke Indonesia.
Di tengah pandemic yang juga dialami oleh masyarakat di negaranya, pemerintah Jepang
dan Korea Selatan justru mengirimkan bantuan berupa alat-alat kesehatan dan obat-obatan
ke Indonesia sebagai bentuk diplomasi kesehatan bilateral. Seperti yang diketahui, Jepang
dan Korea Selatan merupakan negara di Asia dengan jumlah kasus terinfeksi terbanyak.
Dikatakan bahwa, Korea Selatan dan Jepang merupakan episentrum zona merah di Asia.
Namun, dalam perkembangannya Korea Selatan dan Jepang justru berhasil mengatasi
masalah Covid19 dengan relatif baik dengan tingkat kematian yang relatif rendah
dibandingkan negara-negara lainnya. Bahkan tingkat kematian di Korea Selatan dan Jepang
relatif rendah dibandingkan negara-negara maju di Kawasan Eropa danAmerika.
a. Bentuk diplomasi kesehatan Jepang ke Indonesia
Global Health Diplomacy (GHD) adalah bidang baru yang menjembatani disiplin kesehatan
masyarakat, hubungan internasional, manajemen, hukum, dan ekonomi, dengan fokus pada
negosiasi yang berdampak pada lingkungan kebijakan global untuk kesehatan. (WHO dalam
Brown et al. 2018)
Konsep Global Health Diplomacy merujuk pada proses negosiasi multilevel dan multiaktor yang
dilakukan guna membentuk dan mengatur kebijakan global untuk kesehatan. Global health
diplomacy menjadi katalisator bagi global health governance, yang mendorong terbentuknya
kesepakatan dan perjanjian internasional, baik di level multilateral maupun bilateral (Brown., et
al., 2018).
Pengertian politik dapat dilasifikasikan menjadi 2, yaitu politik dalam arti kepentingan umum
(politics) dan politik dalam arti kebijakan (policy). Politik dalam arti kepentingan umum memliki
pemahaman rangkaian asas/prinsip, keadaan, cara atau alat yang digunakan untuk mencapai
tujuan. Sedangkan dalam arti kebijakan, politik bermakna pemanfaatan dari suatu pertimbangan
tertentu yang dapat menjamin terlaksananya usaha untuk mewujudkan keinginan atau cita-cita
yang dikehendaki.
Mengatasi ketidaksetaraan kesehatan yang ada, perhatian politik diarahkan pada variabel yang
paling dapat dimanipulasi, yaitu sistem pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, politik pelayanan
kesehatan adalah politik institusi, sistem, pendanaan, dan interaksi elit. Pada akhirnya, kesehatan
adalah politik karena kekuasaan dijalankan di atasnya sebagai bagian dari sistem ekonomi, sosial
dan politik yang lebih luas. Perubahan sistem ini membutuhkan kesadaran dan perjuangan
politik. Masalah kesehatan juga merupakan masalah politik, sehingga untuk memecahkannya
diperlukan komitmen politik.
Lancaster menjelaskan bahwa dengan tujuan diplomatik, bantuan luar negeri dilakukan guna
mencapai tujuan politik, seperti upaya untuk mempertahankan sphere of influence atau simbol
untuk menjaga hubungan baik antar pemerintah; dalam hal bantuan kemanusiaan, bantuan
diberikan guna menunjang kapasitas dan sumber daya negara penerima untuk mengakomodasi
atau memenuhi kebutuhan masyarakat; sedangkan tujuan komersial dikaitkan dengan upaya
untuk melakukan ekspansi pasar (ekspor) serta mengamankan akses impor terhadap kebutuhan
bahan mentah (Lancaster 2007).
Setelah terjadi pandemic, Tahun 2020, prioritas diplomasi Indonesia mengalami refocusing
menjadi:
• Penguatan upaya perlindungan Warga Negara Indonesia,
• Dukungan terhadap upaya penanggulangan pandemi baik dari aspek kesehatan maupun
dampak sosial ekonomi
• Selalu berupaya dalam berkontribusi pada perdamaian dan stabilitas dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Brown, D. Matthew, Julie N. Bregmann, Thomas E, Novontny, and Tim K. Mackey. 2018.
Applied global health diplomacy: profile of health diplomats accredited to the UNITED
STATES and foreign governments. Globalization and Health (2018) 14:2
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. 2018. Kesehatan untuk Semua: Strategi
Diplomasi Kesehatan Global Indonesia.
PAHO. 2021. What is Health Diplomacy and Why is it so Important and Relevant at this Time?.
Diaksespadahttps://www.paho.org/spccrb/dmdocuments/What%20is%20Health
%20Diplomacy%20and%20Why%20Important%20&%20Relevant.pdf
WHO. 2021. Health Diplomacy. Diakses pada http://www.emro.who.int/health-topics/health-
diplomacy/index.html
Bambra, C., Fox, D., Scott-Samuel, A., (2005). Towards A Politics of Health. Health Promotion
International, 20 (2), 187–193. https://doi.org/10.1093/heapro/dah608
Palutturi, S. (2013). Pentingnya Politik Bidang Kesehatan. Jurnal AKK, 2 (3), p.42-46.
https://media.neliti.com/media/publications/8228-ID-pentingnya-politik-bidang-
kesehatan.pdf
Narendra, P. (2017). Pentingnya Memahami Politik Kesehatan. Portal Kesmas Indonesia.
http://kesmas-id.com/pentingnya-memahami-politik-kesehatan/
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. (2021). Menlu RI Sampaikan Capaian Politik
LuarNegeri Indonesia 2020 Dan Prioritas Diplomasi 2021. Retrieved from Kementerian
Luar Negeri Republik Indonesia: https://kemlu.go.id/manama/id/news/10500/menlu-ri-
sampaikancapaian-politik-luar-negeri-indonesia-2020-dan-prioritas-diplomasi-2021.
Kickbusch, I., Lister, G., Told, M., & Drager, N. (2013). Global Health Diplomacy Concepts,
Issues,Actors, Instruments, Fora and Cases. London: Springer.
Kickbusch, Silberschmidt, & Buss. (2007). Global health diplomacy: the need for new
perspectives,strategic approaches and skills in global health. Bull World Health Organ,
230-232.
Lancaster, C., 2007. Foreign Aid: Diplomacy, Development, Domestic Politics. Chicago: the
University of Chicago Press.
Limantara C.A, dkk. Tujuan Diplomasi Kesehatan Indonesia di Masa Pandemi COVID-19: Studi
Kasus dalam Diplomasi Bilateral Indonesia dengan Fiji dan Kepulauan Solomon.
Adiasri, dkk. Diplomasi Kesehatan di Era Pandemik Global. Analisa Bantuan Penanganan
Covid-19 dari Negara Jepang dan Korea Selatan ke Indonesia. UPN “Veteran” Jawa Timur.
Global & Policy Vol.8, No.1, Januari-Juni 2020.