Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

Health Diplomacy dan Politik Kesehatan dalam Era Global

Disusun sebagai salah satu tugas untuk mata kuliah


LINGKUNGAN DAN KESEHATAN GLOBAL

KELOMPOK 3
Bardiatul Azkia 2106676474
Devvy Chaesya A.M. 2106776565
Era Renjana D. 2106776640
Hendra Ayusra 2106776703
Indah Dwitasari 2106776741
Ni Nengah Sri Kusumadewi 2106776924
Porman Tiurmaida Simbolon 2106776981

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
2021
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam mengatasi masalah kesehatan secara global, sejak tahun 2007 WHO
menginisiasi global health diplomacy yang merupakan bentuk komitmen dan kerja sama
multilateral yang dilakukan oleh negara-negara di dunia. Konsep global health diplomacy
merujuk pada proses negosiasi multilevel dan multiaktor yang dilakukan guna
membentuk dan mengatur kebijakan global untuk kesehatan. 
Saat ini, dunia sedang mengalami ancaman keamanan akibat penyebaran virus
Covid-19, yang menjadi pandemi global. Terdapat pentingnya sebuah aksi kolektif dalam
mengatasi isu pandemik yang mengancam keamanan seluruh manusia secara global. Oleh
karena itu pembahasan terkait health diplomacy dan bagaiamana penerapannya dalam isu
pandemic menjadi penting,
B. Pokok Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas, makalah ini disusun untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang berkaitan dengan diplomasi kesehatan, sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan health diplomacy?
2. Apa yang dimaksud dengan health politics?
3. Berikan contoh-contoh penerapan health diplomacy and health politic tingkat
nasional dan global?
4. Bagaimana penerapan healthy diplomacy dalam pandemi Covid-19?
5. Bagaimana diplomasi Indonesia dalam penanganan pandemi?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari disusunnya makalah ini yaitu :
1. Memahami apa yang dimaksud dengan health diplomacy.
2. Memahami apa yang dimaksud dengan health politics.
3. Memahami penerapan health diplomacy and health politic tingkat nasional dan
global.
4. Memahami penerapan healthy diplomacy dalam pandemi Covid-19.
D. Manfaat
Manfaat dari disusunnya makalah ini yaitu :
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami segala hal berkaitan dengan health
diplomacy dan health politics serta penerapannya di tingkat nasional dan global.
2. Mahasiswa dapat memahami penarapan health diplomacy dalam kasus pandemic
Covid-19.
3. Hasil diskusi ini dapat menjadi sumber referensi dalam pembelajaran dan studi
pustaka.
BAB II
DIPLOMASI KESEHATAN

1.1 Definisi Diplomasi Kesehatan


Diplomasi adalah alat atau instrumen di mana negara menerapkan kebijakan luar negeri dan
mengartikulasikan dan membela kepentingan nasional. Diplomasi mengacu pada metode
khusus untuk mencapai kompromi dan konsensus, serta sistem organisasi untuk
representasi, komunikasi, dan proses negosiasi. Diplomasi Kesehatan Global (GHD)
merupakan praktik di mana pemerintah dan actor non-negara berupaya mengoordinasikan
solusi kebijakan global untuk meningkatkan kesehatan global atau negosiasi antar
pemerintah yang membentuk dan menangani kebijakan lingkungan global untuk kesehatan
(PAHO, 2021).
Aktor non-negara tidak hanya membantu membentuk respons kebijakan yang diambil oleh
pemerintah terhadap tantangan global saat ini, tetapi juga dapat memainkan peran aktif
dalam negosiasi yang dilakukan untuk merespons tantangan tersebut (WHO, 2021).
Menurut WHO dalam Brown., et al (2018) GHD adalah bidang baru yang menjembatani
disiplin kesehatan masyarakat, hubungan internasional, manajemen, hukum, dan ekonomi,
dengan fokus pada negosiasi yang berdampak pada lingkungan kebijakan global untuk
kesehatan. GHD didefinisikan sebagai memiliki tujuan ganda untuk meningkatkan
kesehatan sekaligus memperkuat hubungan antar negara Saat ini, GHD dipandang sebagai
alat yang diperlukan dalam praktik diplomasi modern atau “cerdas”, memperluas bidang
tradisional diplomasi ekonomi, politik, dan militer (Brown., et al., 2018).
Tujuan utama diplomasi kesehatan adalah:
1. Jaminan kesehatan dan kesehatan penduduk yang lebih baik
2. Peningkatan hubungan antar negara dan komitmen berbagai aktor untuk bekerja
sama dalam meningkatkan kesehatan
3. Pencapaian hasil yang dianggap adil dan mendukung tujuan pengentasan kemiskinan
dan peningkatan ekuitas (WHO, 2021)
WHO menginisiasi Global Health Diplomacy yang merupakan bentuk komitmen dan
kerjasama multilateral yang dilakukan oleh negara-negara di dunia. Konsep Global Health
Diplomacy merujuk pada proses negosiasi multilevel dan multiaktor yang dilakukan guna
membentuk dan mengatur kebijakan global untuk kesehatan. Global health diplomacy
menjadi katalisator bagi global health governance, yang mendorong terbentuknya
kesepakatan dan perjanjian internasional, baik di level multilateral maupun bilateral
(Brown., et al., 2018).
Diplomasi kesehatan global Indonesia secara ideal ditujukan untuk dua hal:
1. Memenuhi kepentingan nasional, dalam hal ini adalah meningkatkan akses dan taraf
kesehatan nasional, serta promosi industri kesehatan nasional
2. Mewujudkan taraf kesehatan global yang adil dan berkualitas (Kemenlu, 2018).

2.2 Definisi health politics


Untuk dapat memahami politik kesehatan, perlu ditelusuri pengertian politik dan kesehatan
itu sendiri. Menurut pakar ilmu politik Soelaiman Soemardi, ilmu politik adalah ilmu
pengetahuan kemasyarakatan, yang mempelajari masalah kekuasaan dalam masyarakat, sifat
hakikatnya, ruang lingkupnya, dasar landasannya, serta hasil akibatnya. Sedangkan menurut
Conley H. Dillon, Carl Leiden dan Paul D. Stewart, ilmu politik merupakan salah satu
cabang dari ilmu sosial yang mempelajari usaha manusia untuk memerintah dirinya sendiri,
untuk menciptakan pemerintahan dan negar,a serta untuk mengendalikan nasib sosialnya;
ilmu politik juga mempelajari sifat yang abstrak dari negara dan lembaga politik lainnya.
Pengertian politik dapat dilasifikasikan menjadi 2, yaitu politik dalam arti kepentingan
umum (politics) dan politik dalam arti kebijakan (policy). Politik dalam arti kepentingan
umum memliki pemahaman rangkaian asas/prinsip, keadaan, cara atau alat yang digunakan
untuk mencapai tujuan. Sedangkan dalam arti kebijakan, politik bermakna pemanfaatan dari
suatu pertimbangan tertentu yang dapat menjamin terlaksananya usaha untuk mewujudkan
keinginan atau cita-cita yang dikehendaki. Secara umum, politik merupakan proses
pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang meliputi proses pembuatan
keputusan, dalam hal ini tentang kebijakan negara. Politik juga bisa diartikan seni dan ilmu
untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun inkonstitusional.
Definisi kesehatan menurut WHO yaitu keadaan sempurna baik fisik, mental maupun sosial
dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan/cacat. Dengan demikian, politik
kesehatan dapat diartikan sebagai ilmu dan seni untuk memperjuangkan derajat kesehatan
masyarakat dalam satu wilayah melalui sebuah sistem ketatanegaraan yang dianut dalam
sebuah wilayah atau negara untuk menciptakan masyarakat dan lingkungan sehat secara
keseluruhan.
Dalam konteks lain, kesehatan seringkali disalahartikan sebagai pelayanan kesehatan, atau
bahkan lebih sempit lagi yaitu sistem palayanan kesehatan, sehingga politik kesehatan sering
dikonstuksikan menjadi politik pelayanan kesehatan. Hal ini berkaitan dengan perbedaan
definisi dari dua isu tersebut (politik dan kesehatan), dimana politik didefinisikan berdasar
ideologi politiknya, sedangkan kesehatan didefinisikan menurut kapitalisme Barat.
Berdasarkan ideologi politik, beberapa pakar mendefinisikan politik dalam perspektif yang
berbeda, yaitu:
a. Politik sebagai pemerintahan; politik berhubungan dengan seni pemerintahan dan
aktivitas sebuah negara. Hal ini berhubungan dengan ilmu politik Behavouralist dan
Institutionalist.
b. Politik sebagai kehidupan publik; politik berhubungan dengan masalah urusan
masyarakata. Cara pandang politik ini berhubungan dengan teori pilihan rasional
(Rational choice theory)
c. Politik sebagai resolusi konflik; politik berhubungan dengan ungkapan dan resolusi
konflik melalui kompromi, konsiliasi, negosiasi, dan strategi lainnya. Ini berhubungan
dengan International Relations Theorists.
d. Politik sebagai kekuasaan; politik adalah proses dimana hasil yang diinginkan diperoleh
melalui produksi, distribusi, dan penggunaan sumber daya yang terbatas pada seluruh
area eksistensi sosial. Cara pandang ini berhubungan dengan ilmu politik Feminis dan
Marxis (Feminist and Marxist political science).

Definisi kesehatan yang telah dioperasionalkan di bawah kapitalisme Barat memiliki dua
aspek yang saling berhubungan, yaitu ketiadaan penyakit (definisi biomedis) dan sebagai
komoditas (definisi ekonomi). Dalam konteks masyarakat, kesehatan dipandang sebagai
hasil dari faktor-faktor individu seperti riwayat genetik atau pilihan gaya hidup, dan sebagai
komoditas bahwa individu tersebut dapat mengakses baik ke pasar atau sistem kesehatan
(Scott-Samuel, 1979).
Dalam pengertian ini, kesehatan adalah komoditas individual yang diproduksi dan
disampaikan oleh pasar atau layanan kesehatan. Oleh karena itu, ketidaksetaraan dalam
distribusi kesehatan merupakan akibat dari kegagalan individu (misalnya karena pilihan
gaya hidup mereka), atau cara produk pelayanan kesehatan diproduksi, didistribusikan, dan
disampaikan. Untuk mengatasi ketidaksetaraan ini, perhatian politik diarahkan pada variabel
yang paling dapat dimanipulasi, yaitu sistem pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, politik
pelayanan kesehatan adalah politik institusi, sistem, pendanaan, dan interaksi elit.
Pada dasarnya, kesehatan merupakan sebuah isu politik dalam banyak hal (Bambra, et al,
2005), antara lain:
a. Kesehatan bersifat politis, karena sama seperti sumber daya atau komoditas di bawah
sistem ekonomi neo-liberal lainnya, beberapa kelompok sosial tertentu memilikinya
lebih daripada yang lainnya
b. Kesehatan bersifat politis, karena determinan sosialnya mudah diterima dalam intervensi
politik dan oleh karenanya bergantung pada tindakan politik (political action)
c. Kesehatan bersifat politis, karena hak terhadap standar kehidupan yang layak untuk
kesehatan dan kesejahteraan harus menjadi aspek kewarganegaraan dan hak asasi
manusia
Pada akhirnya, kesehatan adalah politik karena kekuasaan dijalankan di atasnya sebagai
bagian dari sistem ekonomi, sosial dan politik yang lebih luas. Perubahan sistem ini
membutuhkan kesadaran dan perjuangan politik. Masalah kesehatan juga merupakan
masalah politik, sehingga untuk memecahkannya diperlukan komitmen politik.

2.3 Contoh-contoh penerapan health diplomacy and health politic tingkat nasional dan
global
2.3.1 Contoh Health Diplomacy
Kasus 1
Kasus : Pandemic Infuenza Preparedness: Sharing of Influenza Viruses and Acces to
Vaccine and other Benefits pada tanggal 14 – 23 Mei 2007.
Tujuan : mengajak dunia internasional untuk membangun mekanisme virus sharing yang
transparan dan adil, agar negara-negara berkembang dapat merasakan manfaatnya dan juga
menjamin bahwa kerjasama sharing sampel virus dapat menghormati kedaulatan negara asal
virus yang telah memberikan sumbangsih besar terhadap upaya menangani kesehatan global.
Hasil : Keberhasilan Indonesia tercapai setelah empat tahun kemudian, dalam sidang WHA
ke-64 resolusi WHA No.64/56 tentang “Pandemic Infuenza Preparedness: Sharing of
Influenza Viruses and Acces to Vaccine and other Benefits” secara sah ditetapkan. Sidang
tersebut dipimpin oleh Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih dan dilaksanakan
pada tanggal 16 – 24 Mei 2011 di Jenewa. Di hadapan 193 negara anggota WHO resolusi ini
ditetapkan agar kerangka kerjasama multilateral dalam kesiapan dunia menghadapi pandemi
influenza khususnya mekanisme virus sharing, akses pada vaksin dan manfaat lain serta
Standard.

Kasus 2
Kasus : Pemulangan WNI dari wuhan yang merupakan daerah asal Covid 19
Tujuan : mencegah korban warga indonesia yang bvekerja, belajar, dan tingga di wuhan.
Hasil : sebanyak 238 WNI yang telah lulus Sreening dapat dipulangkan diIndonesia. Pada
bulan Februari 2020

2.3.2 Contoh Health Politic nasional


Kasus 1
Kasus : Penerbitan Protokol covid-19. Protokol yang dimaksud ialah Protokol Kesehatan,
Protokol Komunikasi, Protokol Pengawasan Perbatasan, Protokol Area Pendidikan, dan
Protokol Area Publik dan Transportasi. Pada 6 Maret yang diinisiasi Kantor Staf Presiden.
Tujuan : Mencegah dan mengendalian penyebaran kasus Covid 19 diindonesia
Hasil : kasus covid 19 diindonesia memang ada peningkatan namun dapat mengurangi
korban dan mencegah penumpukan jumlah pasien rawat dirumah sakit.
https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1795-politik-kesehatan

Kasus 2
Kasus : Jaminan kesehatan nasional (JKN)
Tujuan : warga masyarakatnya sehat dan produktif.
Hasil : tersedianya anggaran JKN pada derah yang dikelola melalui APBD sehingga
program kesehatan yang dibuat dapat disesuaikan dengan kebutuhan daerah serta kebijakan
pemerintah daerah.
http://kesmas-id.com/pentingnya-memahami-politik-kesehatan/

Kasus 3
Kasus : Pembuatan Undang-undang Tembakau dan meningkatkan cukai rokok.
Tujuan : Untuk menekan jumlah konsumsi rokok di Indonesia.
Hasil : Meningkatnya cukai rokok, selain itu adanya Perda Kawasan Tanpa Rokok untuk
melimitasi perokok aktif dan menekan jumlah perokok pasif dan dampak yang ditimbulkan.
Penerapan kawasan tanpa rokok melindungi hak bukan perokok untuk menghirup udara yang
bersih dan sehat, bebas dari asap rokok. Penerapan kawasan tanpa rokok juga semakin
menyadarkan banyak orang akan bahaya adiktif rokok dan sekaligus memenuhi hak bukan
perokok untuk menghirup udara bersih dan sehat.
http://kesmas-id.com/pentingnya-memahami-politik-kesehatan/

2.3.3 Contoh Health Politic Global


Kasus : Penanganan kasus Covid-19 pada awal pandemi di Indonesia melalui vaksin
Tujuan : memperjuangkan kesetaraan akses vaksin bagi semua negara
Hasil : Indonesia berusaha untuk mencari vaksin bagi kebutuhan dalam negeri, namun
Indonesia juga terus ikut berjuang mengenai kesetaraan akses vaksin bagi semua negara.
“Indonesia aktif berkontribusi dalam memperjuangkan kesetaraan akses vaksin bagi semua
negara,” ujar Retno. Salah satu kontribusinya adalah Menteri Luar Negeri RI Retno L.P.
Marsudi bersama dengan Menteri Kesehatan Ethiopia Lia Tadesse dan Menteri
Pembangunan Internasional Kanada Karina Gould menjadi Co-Chair COVAX AMC
Engagement Gorup (AMC EG). COVAX AMC EG merupakan forum negara AMC dengan
negara-negara donor untuk pengadaan dan distribusi vaksin bagi negara AMC.
Pelan-pelan Indonesia dapat mendatangkan vaksin walaupun pertama kali diperuntukan
untuk tenaga medis.
2.4. Bagaimana penerapan Healthy Diplomacy dalam pandemi Covid-19?

Sejak tahun 2013, Indonesia secara proaktif telah menunjukkan kehadirannya dalam
diplomasi kesehatan global. Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nafsiah Mboi, telah
menjadi ketua the Global Fund untuk memerangi isu penyakit mematikan, seperti AIDS,
Tuberkulosis, dan Malaria. Berbagai forum kesehatan internasional juga menjadi panggung
Indonesia mendapatkan peran lebih dalam diplomasi kesehatan global. Bahkan, sejak tahun
2017 hingga 2021, Indonesia telah berhasil menduduki jabatan sebagai anggota executive
board WHO yang menandakan besarnya peluang Indonesia untuk mempromosikan
kesehatan global. Sementara dalam lingkup tatanan bilateral, Indonesia juga telah aktif
menjalin kerja sama dengan 15 negara yang secara umum mencakup area pencegahan dan
pengendalian penyakit menular, penguatan sistem kesehatan, kesehatan digital, pengiriman
tenaga kesehatan, pengembangan SDM kesehatan, kerja sama farmasi dan alat kesehatan,
kerja sama di area perbatasan, serta jaminan kesehatan.
Guna mengatasi masalah kesehatan secara global, sejak tahun 2007 WHO menginisiasi
Global Health Diplomacy yang merupakan bentuk komitmen dan kerjasama multilateral
yang dilakukan oleh negara-negara di dunia. Konsep Global Health Diplomacy merujuk
pada proses negosiasi multilevel dan multiaktor yang dilakukan guna membentuk dan
mengatur kebijakan global untuk kesehatan (Kickbusch 2007). Global health diplomacy
menjadi katalisator bagi global health governance, yang mendorong terbentuknya
kesepakatan dan perjanjian internasional, baik di level multilateral maupun bilateral.
Berkaitan dengan penanganan Covid-19, WHO dalam kerangka Global Health Diplomacy
menyerukan komitmen politik dan koordinasi politik di tingkat global, terutama para
pemimpin kelompok negara-negara G20, untuk mendorong kerja sama guna meningkatkan
produksi peralatan pelindung, menghindari larangan ekspor dan memastikan pemerataan
distribusi alat-alat kesehatan atas dasar kebutuhan (BBC News Indonesia 2020).
Resolusi tersebut menekankan upaya persatuan, solidaritas, dan kerjasama secara global
guna memitigasi dan mengatasi Covid-19. Dalam resolusi tersebut disebutkan pentingnya
kerjasama internasional yang lebih intensif untuk mengontrol, memitigasi dan mengatasi
pandemi, serta komitmen untuk membantu masyarakat, terutama yang rentan dan lemah,
serta merekognisi upaya dari pemerintah di berbagai negara yang menawarkan bantuan dan
dukungan sebagai bentuk solidaritas dan hubungan yang mutual. Komitmen tersebut secara
implisit, juga menekankan equity akses kesehatan bagi semua individu baik di level
nasional,
regional, maupun global, mengingat bahwa pandemi tidak hanya terjadi di negara maju
tetapi juga negara berkembang dan negara miskin.
Salah satu contoh penerapan healthy diplomacy dalam penanganan covid -19 adalah
Diplomasi Kesehatan: Bantuan Penanganan COVID-19 dari Jepang dan Korea
Selatan ke Indonesia.
Di tengah pandemic yang juga dialami oleh masyarakat di negaranya, pemerintah Jepang
dan Korea Selatan justru mengirimkan bantuan berupa alat-alat kesehatan dan obat-obatan
ke Indonesia sebagai bentuk diplomasi kesehatan bilateral. Seperti yang diketahui, Jepang
dan Korea Selatan merupakan negara di Asia dengan jumlah kasus terinfeksi terbanyak.
Dikatakan bahwa, Korea Selatan dan Jepang merupakan episentrum zona merah di Asia.
Namun, dalam perkembangannya Korea Selatan dan Jepang justru berhasil mengatasi
masalah Covid19 dengan relatif baik dengan tingkat kematian yang relatif rendah
dibandingkan negara-negara lainnya. Bahkan tingkat kematian di Korea Selatan dan Jepang
relatif rendah dibandingkan negara-negara maju di Kawasan Eropa danAmerika.
a. Bentuk diplomasi kesehatan Jepang ke Indonesia

No Tanggal Pernyataan resmi


1 27 Maret 2020 Tentang: Pembicaraan telepon antara Jepang-Indonesia
mengenai
COVID-19
Menteri Luar Negeri Jepang (Mr.MOTEGI):
“I already held a Japan-Indonesia Foreign Ministers’
Telephone Talk
on March 23. We agreed that both our countries will closely
cooperate
to prevent the spread of the novel coronavirus.”

2 07 April 2020 Tentang: Dampak COVID-19 bagi diplomasi Jepang


Menteri Luar Negeri Jepang (Mr.MOTEGI):
“However, it cannot be helped that there are some restrictions
for the
purpose of preventing the spread of the novel coronavirus.
Nevertheless, diplomacy is important, so we will continue it in
whatever ways we can. As telephone talks, teleconferences, and
other meetings have been held dozens of times among the
foreign ministers of various countries during the past two
weeks or so, international sharing of information and expertise
has been advanced. Furthermore, there has also been
advancement of strengthening private and public sector
cooperation as well as international cooperation for
medication and vaccine development. Cooperation among
various countries for border enforcement measures is also
important.”
“Also, amidst concerns about the spread of the novel
coronavirus in developing countries, including countries in
Africa, we can see that the entire international community has
been agreeing to continue and strengthen support for these
developing countries and Japan will provide Avigan in line
with this policy. As for other matters, we will firmly advance
the relevant measures as well.”

3 14 April 2020 Tentang: Peranan Jepang di dalam perekonomian global paska


COVID-19
Menteri Luar Negeri Jepang (Mr.MOTEGI):
“Moreover, we will consider our approach to global supply
chains that has become evident due to the novel coronavirus,
and enable supplies from multiple countries rather than relying
on a single country. We will also provide support to restore
domestic production of products that were produced overseas
through now.”
“In terms of developing countries, as we work to prevent the
spread of the novel coronavirus in the first phase, we will take
measures to advance international cooperation including
bilateral grant aid, cooperation through international
organizations, and medication and vaccine development.”
“Also, in terms of what will be done for the development and
recovery of the global economy after that, I believe that
basically various countries will take the measures that I
described for the second phase, and thus make their own
economies recover. Additionally, I believe we will take the path
of considering various new forms of economic assistance and
other support at a stage when there may be countries,
such as developing countries, where there is a delay in the
recovery of the economy.”

4 21 Maret 2020 Tentang: Posisi Indonesia sebagai salah satu produsen


(publication date) Personal Protective Equipment (PPE) terbesar di dunia
Menteri Keuangan Indonesia (Ms. Mulyani):
“Many countries desperately need PPE and require immediate
supply to their country […] But South Korea and Japan have
agreed that we should meet domestic needs before helping
other countries that lack PPE manufacturers.

5 24 Maret 2020 Tentang: Kerjasama bilateral Indonesia-Jepang terkait


(publication date) COVID-19
Menteri Luar Negeri Indonesia (Ms. Marsudi):
“Indonesia and Japan are committed to intensify bilateral,
regional as well as international cooperation through the G-20
mechanism in fighting COVID-19”

6 28 April 2020 Tentang: Perkembangan terakhir status penyediaan Avigan


bagi penanganan COVID-19
Menteri Luar Negeri Jepang (Mr.MOTEGI):
“Amidst this, there have been several examples in which
Avigan is effective for treatment. Such clinical research is of
course being conducted in Japan, and we would like to spread
it internationally. As I stated before, over 70 countries have
indicated interest in this, and it has already been decided to
provide Avigan to 38 countries. In addition, foreign countries
that receive Avigan will provide clinical data to Japan. We are
thus working with the sentiment that it is extremely important
to quickly develop an effective medicine with international
cooperation.”
Sumber: Penulis berdasarkan Press Release MOFA Jepang (MOFA Japan, 2020a; MOFA
Japan, 2020b; MOFA Japan, 2020c; MOFA Japan, 2020d) dan Media Massa (Jakarta
Post, 2020a; Jakarta Post, 2020b)

b. Bentuk diplomasi kesehatan Korea Selatan ke Indonesia

No Tanggal Pernyataan Resmi


1 03 Maret 2020 Tentang: Hasil Pembicaraan Telepon antara Menteri
Luar Negeri
dari Korea Selatan dan Indonesia pada 03 Maret 2020
Menteri Luar Negeri Korea Selatan (Mr. Kang):
“Minister Kang explained that the ROK government has
been making all-out efforts to curb the spread of
COVID-19 by implementing government-wide,
transparent, and preemptive measures.”
“The Minister, asking for Indonesia’s continued
confidence in the ROK government’s disease control
capacity, extended appreciation to the country for not
imposing an entry ban or other measures on
Korean nationals.
Menteri Luar Negeri Indonesia (Ms. Marsudi):
“Minister Retno, highly commending the ROK’s disease
control capacity, mentioned that COVID-19 cases had
recently been confirmed in Indonesia and that the
COVID-19 issue is one that all the countries should
cooperate to resolve together.”
“Minister Retno went on to say that, given close
economic relations and active people-to-people
exchanges with the ROK, Indonesia is not currently
considering taking such measures as an entry ban on
Koreans. She asked the ROK, on its part, to keep in
place its entry policy for Indonesians.”
Kedua Menteri Luar Negeri:
“ROK and Indonesia will be able to overcome the
current situation together based on their friendly and
trustful relations, and agreed to continue close
communication between the governments of the two
countries.

2 30 Maret 2020 Tentang: Hasil Pembicaraan Telepon antara Menteri


Luar Negeri dari Korea Selatan dan Indonesia pada 28
Maret 2020
Menteri Luar Negeri Indonesia (Ms. Marsudi):
“Minister Retno highly commended the ROK’s disease
control capability, including its outstanding diagnostic
testing capacity, and voiced hope to share the ROK’s
experiences.”
“Minister Retno mentioned that the recent, rapid spread
of COVID-19 in Indonesia has led to shortages in
protective equipment, and asked for the ROK’s
assistance in this regard.”
Menteri Luar Negeri Korea Selatan (Mr. Kang):
“Minister Kang, sharing the concern over the COVID-
19 situation in Indonesia, said that the ROK will provide
as much assistance as it can, including protective
equipment.”
Kedua Menteri Luar Negeri:
“The two Ministers agreed to communicate candidly
whenever necessary and work closely together in
responding to COVID-19.”
3 April 21, 2020 Tentang: Ekspor Personal Protective Equipment (PPE)
ke Korea Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Bencana – COVID-19 Task Force (Mr. Monardo):
“Indonesia must export ready-to-use personal protective
equipment (PPE) to South Korea as a form of
compensation after the government bought raw
materials from the country to meet domestic PPE
production needs, COVID-19”
“Doni said the deal was a common one between
countries needing to meet their logistics needs and that
Indonesia should not risk a raw materials shortage by
not cooperating with other countries.”
“Please understand that no country can meet its own
needs”
Menteri Keuangan Indonesia (Ms. Mulyani):
“Many countries desperately need PPE and require
immediate supply to their country […] But South Korea
and Japan have agreed that we should meet domestic
needs before helping other countries that lack
PPE manufacturers.
4 April 25, 2020 Tentang: Donasi Polymerase Chain Reaction (PCR) dari
Korea Selatan kepada Indonesia pada tanggal 24 April
2020 sebagai bagian dari total USD 500,000 bantuan
luar negeri kepada Indonesia untuk menangani COVID-
19, yang mengikuti pengiriman electric pump
sprayer pada tanggal 8 April 2020.
Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia (Mr. Kim):
“This donation of test kits is a follow-up to the South
Korean government’s commitment to prioritize
Indonesia in COVID-19 mitigation cooperation,”
Direktur Asia Timur dan Pasifik, Kementerian Luar
Negeri Indonesia (Mr. Darmosumarto):
“Santo Darmosumarto expressed his appreciation to
South Korea. Seoul has been a strategic partner to
Jakarta since 2017.”
“We welcome and express our great appreciation to not
only the South Korean government, but also its citizens
who have always been close partners and friends to
Indonesia”
Kedutaan Besar Korea Selatan:
“We hope that the PCR test kits distributed by the
government of the Republic of Korea can help improve
the COVID-19 testing capacity of Indonesia, as the
country is facing difficulties in procuring health
equipment”
Sumber: Penulis berdasarkan Press Release MOFA Korea Selatan (MOFA ROK, 2020a;
MOFA ROK, 2020b) dan Media Massa (Jakarta Post, 2020b; Jakarta Post, 2020c)
Seperti yang dikemukakan oleh Carol Lancaster (2007) bahwa “foreign aid was
used for four main purposes: diplomatic, developmental, humanitarian relief, and
commercial”. Dalam hal ini, bantuan luar negeri yang diberikan oleh Pemerintah Jepang
dan Korea Selatan ke Indonesia dilakukan untuk mencapai beberapa tujuan, yang
meliputi: diplomatik, bantuan kemanusiaan, dan komersial. Secara lebih lanjut, Lancaster
menjelaskan bahwa dengan tujuan diplomatik, bantuan luar negeri dilakukan guna
mencapai tujuan politik, seperti upaya untuk mempertahankan sphere of influence atau
simbol untuk menjaga hubungan baik antar pemerintah; dalam hal bantuan kemanusiaan,
bantuan diberikan guna menunjang kapasitas dan sumber daya negara penerima untuk
mengakomodasi atau memenuhi kebutuhan masyarakat; sedangkan tujuan komersial
dikaitkan dengan upaya untuk melakukan ekspansi pasar (ekspor) serta mengamankan
akses impor terhadap kebutuhan bahan mentah (Lancaster 2007).

2.5 Diplomasi Indonesia dalam Menghadapi Pandemi Covid-19


Peran diplomasi Indonesia menjadi semakin krusial ketika wabah menyerang. Kendati
penyebaran wabah masih terus melaju di dalam negeri, mesin diplomasi terus hidup meski
masih perlu penguatan di berbagai sisi. Hal utama yang menjadi perhatian pemerintah
Indonesia dalam melakukan diplomasi adalah penyediaan vaksin dan juga pengamanan
warga negara Indonesia atau WNI di luar negeri. Indonesia secara konsisten menyuarakan
pentingnya akses alat kesehatan, obat, vaksin Covid-19 yang merata dan terjangkau untuk
semua negara. Sejauh ini, Indonesia mengupayakan pengembangan vaksin baik bermitra
dengan perusahaan asing dan pengembangan secara mandiri dalam negeri. Keduanya
dilakukan secara simultan. Namun, kemitraan dengan luar negeri sudah bergerak lebih
progresif. Indonesia secara proaktif melakukan pendekatan dengan Sinovac Biotech Ltd,
Sinopharm beserta Genexine.

Kementerian Luar Negeri Indonesia terus berdiplomasi guna mendukung ketersediaan


vaksin Covid-19 sebagai upaya kolektif menangani pandemi yang telah berlangsung lama.
Upaya menghadirkan vaksin untuk negeri merupakan kerja lintas kementerian dan lembaga
bersama-sama bangkit dari pandemi. Salah satu elemen penting dari upaya tersebut adalah
diplomasi vaksin, baik lewat jalur bilateral dengan berbagai negara dan produsen vaksin di
dunia, maupun kerjasama multilateral. Kementrian Luar Negeri bersama dengan
Kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan juga terus melakukan komunikasi
dengan Jenewa, Swiss, untuk pengadaan vaksin multilateral. Untuk itu, terdapat beberapa
proses administrasi dan persiapan teknis yang harus dilakukan, terutama oleh Kementrian
Kesehatan dan Kementrian Keuangan Salah satunya adalah pengiriman vaccine request
form kepada COVAX Facility. Dari sisi kesehatan, diplomasi bekerja untuk memperlancar
ketersediaan alat diagnostic, therapeutic, dan vaksin untuk keperluan masyarakat Indonesia.
Pada tahun 2020, prioritas diplomasi Indonesia mengalami refocusing menjadi:
 Penguatan upaya perlindungan Warga Negara Indonesia,
 Dukungan terhadap upaya penanggulangan pandemi baik dari aspek kesehatan
maupun dampak sosial ekonomi
 Selalu berupaya dalam berkontribusi pada perdamaian dan stabilitas dunia.
BAB III
PENUTUP

Global Health Diplomacy (GHD) adalah bidang baru yang menjembatani disiplin kesehatan
masyarakat, hubungan internasional, manajemen, hukum, dan ekonomi, dengan fokus pada
negosiasi yang berdampak pada lingkungan kebijakan global untuk kesehatan. (WHO dalam
Brown et al. 2018)
Konsep Global Health Diplomacy merujuk pada proses negosiasi multilevel dan multiaktor yang
dilakukan guna membentuk dan mengatur kebijakan global untuk kesehatan. Global health
diplomacy menjadi katalisator bagi global health governance, yang mendorong terbentuknya
kesepakatan dan perjanjian internasional, baik di level multilateral maupun bilateral (Brown., et
al., 2018).

Pengertian politik dapat dilasifikasikan menjadi 2, yaitu politik dalam arti kepentingan umum
(politics) dan politik dalam arti kebijakan (policy). Politik dalam arti kepentingan umum memliki
pemahaman rangkaian asas/prinsip, keadaan, cara atau alat yang digunakan untuk mencapai
tujuan. Sedangkan dalam arti kebijakan, politik bermakna pemanfaatan dari suatu pertimbangan
tertentu yang dapat menjamin terlaksananya usaha untuk mewujudkan keinginan atau cita-cita
yang dikehendaki.

Mengatasi ketidaksetaraan kesehatan yang ada, perhatian politik diarahkan pada variabel yang
paling dapat dimanipulasi, yaitu sistem pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, politik pelayanan
kesehatan adalah politik institusi, sistem, pendanaan, dan interaksi elit. Pada akhirnya, kesehatan
adalah politik karena kekuasaan dijalankan di atasnya sebagai bagian dari sistem ekonomi, sosial
dan politik yang lebih luas. Perubahan sistem ini membutuhkan kesadaran dan perjuangan
politik. Masalah kesehatan juga merupakan masalah politik, sehingga untuk memecahkannya
diperlukan komitmen politik.

Lancaster menjelaskan bahwa dengan tujuan diplomatik, bantuan luar negeri dilakukan guna
mencapai tujuan politik, seperti upaya untuk mempertahankan sphere of influence atau simbol
untuk menjaga hubungan baik antar pemerintah; dalam hal bantuan kemanusiaan, bantuan
diberikan guna menunjang kapasitas dan sumber daya negara penerima untuk mengakomodasi
atau memenuhi kebutuhan masyarakat; sedangkan tujuan komersial dikaitkan dengan upaya
untuk melakukan ekspansi pasar (ekspor) serta mengamankan akses impor terhadap kebutuhan
bahan mentah (Lancaster 2007).

Setelah terjadi pandemic, Tahun 2020, prioritas diplomasi Indonesia mengalami refocusing
menjadi:
• Penguatan upaya perlindungan Warga Negara Indonesia,
• Dukungan terhadap upaya penanggulangan pandemi baik dari aspek kesehatan maupun
dampak sosial ekonomi
• Selalu berupaya dalam berkontribusi pada perdamaian dan stabilitas dunia.
DAFTAR PUSTAKA

Brown, D. Matthew, Julie N. Bregmann, Thomas E, Novontny, and Tim K. Mackey. 2018.
Applied global health diplomacy: profile of health diplomats accredited to the UNITED
STATES and foreign governments. Globalization and Health (2018) 14:2
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. 2018. Kesehatan untuk Semua: Strategi
Diplomasi Kesehatan Global Indonesia.
PAHO. 2021. What is Health Diplomacy and Why is it so Important and Relevant at this Time?.
Diaksespadahttps://www.paho.org/spccrb/dmdocuments/What%20is%20Health
%20Diplomacy%20and%20Why%20Important%20&%20Relevant.pdf
WHO. 2021. Health Diplomacy. Diakses pada http://www.emro.who.int/health-topics/health-
diplomacy/index.html
Bambra, C., Fox, D., Scott-Samuel, A., (2005). Towards A Politics of Health. Health Promotion
International, 20 (2), 187–193. https://doi.org/10.1093/heapro/dah608
Palutturi, S. (2013). Pentingnya Politik Bidang Kesehatan. Jurnal AKK, 2 (3), p.42-46.
https://media.neliti.com/media/publications/8228-ID-pentingnya-politik-bidang-
kesehatan.pdf
Narendra, P. (2017). Pentingnya Memahami Politik Kesehatan. Portal Kesmas Indonesia.
http://kesmas-id.com/pentingnya-memahami-politik-kesehatan/
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. (2021). Menlu RI Sampaikan Capaian Politik
LuarNegeri Indonesia 2020 Dan Prioritas Diplomasi 2021. Retrieved from Kementerian
Luar Negeri Republik Indonesia: https://kemlu.go.id/manama/id/news/10500/menlu-ri-
sampaikancapaian-politik-luar-negeri-indonesia-2020-dan-prioritas-diplomasi-2021.
Kickbusch, I., Lister, G., Told, M., & Drager, N. (2013). Global Health Diplomacy Concepts,
Issues,Actors, Instruments, Fora and Cases. London: Springer.
Kickbusch, Silberschmidt, & Buss. (2007). Global health diplomacy: the need for new
perspectives,strategic approaches and skills in global health. Bull World Health Organ,
230-232.
Lancaster, C., 2007. Foreign Aid: Diplomacy, Development, Domestic Politics. Chicago: the
University of Chicago Press.
Limantara C.A, dkk. Tujuan Diplomasi Kesehatan Indonesia di Masa Pandemi COVID-19: Studi
Kasus dalam Diplomasi Bilateral Indonesia dengan Fiji dan Kepulauan Solomon.
Adiasri, dkk. Diplomasi Kesehatan di Era Pandemik Global. Analisa Bantuan Penanganan
Covid-19 dari Negara Jepang dan Korea Selatan ke Indonesia. UPN “Veteran” Jawa Timur.
Global & Policy Vol.8, No.1, Januari-Juni 2020.

Anda mungkin juga menyukai