Anda di halaman 1dari 37

UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS AKHIR
PROMOSI KESEHATAN INTERMEDIATE

KELOMPOK 4

Emilia Arina 1806167945


Hilyatul Fadliyah 1806168090
Gita Chandra Irmawaty 1906335874
Enny Mar’atus Sholihah 1906335760
Achmad Rizki Azhari 1906335501
Mutia Ardhaneswari 1906336151
Puji Amrih Lestari 1906430661

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DEPOK
2019
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................................... 1
1.2 Tujuan ........................................................................................................................................ 4
1.3 Manfaat ...................................................................................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 6
2.1 Dampak Membuang Sampah di Sungai bagi Kesehatan ...................................................... 6
2.2 Promosi Kesehatan Di Masyarakat ....................................................................................... 11
2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Perubahan Perilaku .................................................... 20
2.4 Proses Terjadinya Perubahan Perilaku ................................................................................ 25
BAB 3 RENCANA AKTIVITAS INTERVENSI .......................................................... 25
3.1 Ruang Lingkup ....................................................................................................................... 25
3.2 Pihak Yang Terlibat ............................................................................................................... 25
3.3 Tahapan Program Intervensi ................................................................................................. 25
3.4 Pelaksanaan Kegiatan ............................................................................................................. 30
BAB 4 PENUTUP .......................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 32

ii
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Beberapa Penyakit Bawaan Air dan Agenya ..................................................................... 10


Tabel 3.1 Uraian Kegiatan Program Intervensi ................................................................................. 27
Tabel 3.2 Lembar Monitoring dan Evaluasi ....................................................................................... 29
Tabel 3.3 Timeline Pelaksanaan Kegiatan .......................................................................................... 30

iii
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Wilayah yang Dilewati Sungai Ciliwung ..................................................... 3


Gambar 2.1 Proporsi Pengelolaan Sampah Di Rumah Tangga, 2013-2018 .................... 9

iv
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di Indonesia, masalah kebersihan selalu menjadi polemik yang berkembang.
Kebersihan lingkungan merupakan salah satu tolak ukur kualitas hidup masyarakat.
Masyarakat masih menganggap sungai sebagai halaman belakang yang dipandang
sebagai tempat pembuangan, sehingga perlu adanya perubahan pola pikir untuk
menjadikan sungai sebagai halaman depan yang harus dijaga dan dipelihara.
Mengingat masyarakat merupakan pengguna sungai, maka persepsi masyarakat
mengenai pengetahuan menjaga kualitas lingkungan sungai dan kesanggupan dalam
melakukan aktivitas dengan tetap menjaga kelestarian sungai menjadi penting untuk
dikaji. Perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab terhadap sampah dapat
menyebabkan munculnya masalah dan kerusakan lingkungan. Bila perilaku manusia
semata-mata mengarah lebih pada kepentingan pribadinya, dan kurang atau tidak
mempertimbangkan kepentingan umum/ kepentingan bersama, maka dapat diprediksi
bahwa daya dukung lingkungan alam semakin terkuras habis dan akibatnya kerugian
dan kerusakan lingkungan tak dapat dihindarkan lagi.
Kebersihan lingkungan merupakan salah satu tolak ukur kualitas hidup
masyarakat. Upaya peningkatan kualitas lingkungan telah dilaksanakan sebagian
besar pemerintah daerah dan kota di Indonesia. Peningkatan kualitas lingkungan
terdiri dari berbagai aspek, salah satu aspek yang sangat berpengaruh adalah
pengelolaan sampah di lingkungan permukiman. Sampah menjadi agenda
permasalahan utama yang dihadapi hampir seluruh perkotaan di Indonesia. Faktor
keberhasilan pelaksanaan pengelolaan sampah sepenuhnya tergantung kemauan
pemerintah daerah atau kota serta masyarakat. Polusi akibat timbunan sampah pada
tanah, pembuangan sampah ke aliran air atau sungai maupun usaha pembakaran
sampah yang merupakan komponen abiotik ekosistem termasuk manusia sebagai
bagian dari ekosistem itu.
Sungai sebagai salah satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi penting
bagi kehidupan manusia termasuk untuk menunjang pembangunan perekonomian.
Sebagai akibat adanya peningkatan kegiatan pembangunan di berbagai bidang maka

1
Universitas Indonesia
2

baik secara langsung ataupun tidak langsung akan mempunyai dampak terhadap
kerusakan lingkungan termasuk didalamnya pencemaran sungai yang berasal dari
limbah domestik maupun limbah non domestik seperti pabrik dan industri. Oleh
karena itu pencemaran air sungai dan lingkungan sekitarnya perlu dikendalikan
seiring dengan laju pembangunan agar fungsi sungai dapat dipertahankan
kelestariannya.
Terdapat 13 sistem aliran sungai yang mengalir di wilayah Provinsi DKI Jakarta
yang sebagian besar berhulu di daerah Jawa Barat dan bermuara di Teluk Jakarta.
Sungai-sungai tersebut merupakan tempat limpahan akhir dari buangan-buangan
lingkungan sekitarnya. Padahal sungai itu sendiri mempunyai banyak fungsi yang
sangat penting, antara lain sebagai sumber air baku air minum, perikanan, peternakan,
pertanian, dan usaha perkotaan.
Dari hasil data pemantauan yang dilakukan Badan Pengendalian Lingkungan
Hidup Daerah (BPLHD) pada 13 sungai yang melintasi wilayah Jakarta pada tahun
2010 menunjukkan, baik air sungai maupun air tanah memiliki kandungan pencemar
organik dan anorganik tinggi. Akibatnya, air sungai diwilayah DKI Jakarta tidak
sesuai lagi dengan baku mutu peruntukkannya yaitu air minum, perikanan, pertanian
dan usaha perkotaan lainnya.
Salah satu dari 13 sungai yang mengalir di Jakarta, yakni sungai Ciliwung
memiliki dampak yang paling luas karena melewati tengah kota Jakarta dan melintasi
banyak perkampungan, perumahan padat, dan pemukiman-pemukiman kumuh.
Sampah dan limbah dari berbagai tempat dibuang di Sungai Ciliwung. Masalah ini
terus bertambah besar ketika sampah-sampah yang ada menyumbat aliran air,
mengakibatkan sungai berbau, kotor, dan yang paling menjadi momok warga Jakarta
adalah terjadinya banjir.

Universitas Indonesia
3

Gambar 1.1 Wilayah yang Dilewati Sungai Ciliwung

Keadaan kualitas air Sungai Ciliwung saat ini dalam kondisi tercemar berat pada
seluruh segmennya, mulai dari hulu (daerah Puncak, Kab. Bogor) sampai dengan hilir
(di DKI Jakarta). Begitu juga fluktuasi debit air sungai antara musim kemarau dan
musim hujan cukup tinggi, sehingga terjadi banjir rutin di hilir atau di wilayah DKI
Jakarta.
Permasalahan utama yang terjadi di Sungai Ciliwung ada 2 hal, yakni :
1. Daerah konservasi yang semakin berkurang.
2. Beban pencemaran yang tinggi, baik dari limbah domestik maupun limbah
industri.

Berdasarkan kondisi sungai Ciliwung yang telah disebutkan di atas,


menunjukkan bahwa secara umum kondisi sungai di wilayah Jakarta sudah waktunya
perlu perhatian yang sangat serius untuk dibenahi pemerintah bersama masyarakat.
Salah satu faktor yang semakin memperburuk kondisi persampahan di
bantaran sungai Ciliwung adalah perilaku dan ketidakperdulian masyarakat akan
pentingnya penanganan sampah yang baik. Perilaku membuang sampah pada
tempatnya seharusnya dapat dilatih sejak dini. Tidak tersedianya tempat sampah di
sekitar sungai juga menjadi penyebab masih banyaknya sampah yang dibuang di
sungai. Upaya pengelolaan untuk mengatasi permasalahan sampah sudah dilakukan
diantaranya, penerapan konsep Kampung Ramah Lingkungan/Green and Clean di

Universitas Indonesia
4

beberapa kelurahan, Ciliwung Bersih Tanpa Sampah”, Normalisasi Kali Ciliwung,


“Bebersih Ciliwung”. Selain itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah
mengeluarkan beberapa peraturan yang melarang dan membuang sampah di sungai
yang tertuang dalam UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Lingkungan, Perda No.
5/1998 tentang Kebersihan Lingkungan Dalam Wilayah DKI serta Perda No. 8/2007
tentang Ketertiban Umum. Peringatan tegas akan diberikan kepada siapa saja yang
membuang sampah ke sungai atau bantaran sungai, berupa sanksi pidana 10-60 hari
kurungan atau denda Rp 100.000-Rp 20 juta.
Adanya peraturan dan serangkaian program Pemerintah ternyata belum dapat
mengubah kondisi sungai Ciliwung hingga saat ini. Peran serta masyarakat
dibutuhkan dalam mengatasi permasalahan sampah di sungai Ciliwung ini agar
program yang telah ada dapat berjalan dengan efektif. Oleh karena itu diperlukan
intervensi untuk mengubah perilaku masyarakat terhadap sampah.

1.2 Tujuan

1.1.1 Tujuan Umum


Melaksanakan program intervensi perubahan perilaku di tatanan masyarakat
terkait perilaku membuang sampah di sungai.
1.1.2 Tujuan Khusus
a. Meningkatkan pengetahuan tentang dampak kesehatan dan lingkungan akibat
perilaku membuang sampah di sungai pada masyarakat di wilayah sekitar
bantaran sungai Ciliwung.
b. Meningkatkan peran masyarakat terhadap upaya perubahan perilaku
membuang sampah di sungai di wilayah sekitar bantaran sungai Ciliwung.
c. Mendorong terciptanya kondisi masyarakat yang mendukung promosi
kesehatan dengan tidak membuang sampah di sungai Ciliwung.
1.3 Manfaat

1.1.3 Bagi individu di wilayah bantaran Sungai Ciliwung


a. Program ini dapat meningkatkan kualitas kesehatan yang baik dan
menurunkan angka kesakitan penyakit berbasis lingkungan di sekitar wilayah
bantaran sungai.

Universitas Indonesia
5

b. Tiap individu yang membuang sampah di sekitar bantaran sungai yang ingin
merubah perilakunya mendapatkan solusi dari tenaga kesehatan dan atau ahli
lingkungan yang terlatih.
1.1.4 Bagi wilayah
a. Program intervensi perubahan perilaku membuang sampah di sungai dapat
meningkatkan kesehatan sebagai inovasi kesehatan di wilayah bantaran
sungai.
b. Terciptanya lingkungan yang bersih dan sehat dari sampah.
1.1.5 Bagi Puskesmas
Dengan adanya program ini, kinerja puskesmas dalam hal promosi
kesehatan dan kesehatan lingkungan di tatanan masyarakat semakin meningkat.
1.1.6 Bagi Dinas Lingkungan Hidup
Dengan adanya program ini, kinerja Dinas Lingkungan Hidup setempat
dalam hal upaya pengelolaan/pemantauan lingkungan hidup semakin meningkat.

Universitas Indonesia
6

BAB 2
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Dampak Membuang Sampah di Sungai bagi Kesehatan


Sampah adalah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah
berakhirnya suatu proses (Pramita Harjati, 2005:2). Dalam pengertian lain sampah
adalah segala sesuatu yang tidak dikehendaki oleh yang punya dan bersifat padat,
ada yang mudah membusuk terutama sampah yang terdiri dari zat-zat organik seperti
sisa sayuran, sisa daging, daun dan sebagainya. Sedangkan yang tidak dapat
membusuk dapat berupa kertas, karet, logam, kaca, plastik, dan sebagainya (Slamet,
1994).
Indonesia memiliki masalah serius dengan sampah dimana banyak dari
sampah terutama kantong plastik tidak sampai ke pembuangan sampah dan hanya
sedikit yang dilakukan pendauran ulang dan banyak yang berakhir di saluran air,
sungai dan sampai akhirnya ke laut. Kota-kota di dunia menghasilkan sampah
hingga 1,3 miliar ton/tahun. Tahun 2025 diperkirakan akan bertambah hingga 2,2
miliar ton/tahun. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
menyampaikan jumlah timbulan sampah secara nasional sebesar 175.000 ton per
hari atau setara 64 juta ton per tahun jika menggunakan asumsi sampah yang
dihasilkan setiap orang per hari sebesar 0,7 kg, KLHK menerangkan rata-rata
timbulan sampah harian di kota metropolitan (jumlah penduduk lebih dari 1 juta
jiwa) dan kota besar (jumlah penduduk 500 ribu-1 juta jiwa) masing-masing adalah
1.300 ton dan 480 ton. Dari hasil studi 2012 yang dilakukan Kementerian
Lingkungan Hidup di beberapa kota, pola pengelolaan sampah di Indonesia adalah
sebagai berikut; diangkut dan ditimbun di TPA (69%), dikubur (10%), dikompos
dan daur ulang (7%), dibakar (5%), dibuang ke sungai (3%), dan sisanya tidak
terkelola (7%) (KLH, 2015). Saat ini lebih dari 90% kabupaten/kota di Indonesia
masih menggunakan sistem open dumping atau bahkan dibakar. Upaya pemilahan
dan pengolahan sampah masih sangat minim, sehingga kebutuhan lahan untuk TPA
akan meningkat menjadi 1.610 hektar pada tahun 2020.

Universitas Indonesia
7

Sumber Pencemaran Sungai


a. Limbah Industri
Sumber pencemaran sungai-sungai di Jakarta penyebabnya adalah
berasal dari buangan limbah industri. Menurut Soerjani (1991) pencemaran yang
diakibatkan oleh buangan limbah industri ini menyebabkan pencemaran kualitas
air sungai berupa :
a. Turunnya kandungan oksigen (O2) yang larut kedalam badan air
b. Naiknya kekeruhan air dan warna air
c. Tingginya kadar PH dan meningkatnya toksinitas (keracunan)
Akibatnya air baku Perusahaan Air Minum DKI Jakarta (PAM Jaya) yang
bersumber dari sungai Ciliwung sering tidak memenuhi persyaratan sebagai air
bersih untuk diminum. Untuk meminimalkan dampak racun limbah pada air yang
dikonsumsi warga ibukota, maka biaya produksi pengolahan air oleh PDAM Jaya
meningkat dan akibatnya lebih lanjut akan dibebankan kepada pelanggan
(konsumen air PAM). Ironis tampaknya, industrialisasi yang pada mulanya
bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat, ternyata mempunyai dampak
negatif yang dapat menyengsarakan manusia.
b. Limbah Rumah Tangga
Sumber pencemaran sungai DKI ini bukan hanya disebabkan oleh limbah
industri saja tetapi juga berasal dari buangan limbah rumah tangga (permukiman).
Bahkan buangan limbah manusia yang berupa sampah, air kotor (tinja), deterjen
dan sisa minyak andilnya lebih besar bila dibandingkan dengan limbah industri.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh P4L (Pusat Penelitian Pengembangan
Perkotaan dan Lingkungan DKI Jakarta) dikemukakan bahwa 80% sumber
pencemaran sungai yang mengalir di Jakarta ini berasal dari limbah rumah tangga
dan hanya 20% yang berasal dari buangan limbah industri. Buangan deterjen dan
sisa minyak yang membaur dengan sampah terlihat dengan jelas disetiap pintu
air, tonggak jembatan dan muara. Sedangkan limbah manusia berupa tinja,
terlihat dengan semakin banyaknya “helikopter” (WC terapung) yang landing
sepanjang sungai sehingga tak mengherankan apabila helikopter tersebut
mempunyai peluang untuk didaftarkan ke Musium Rekor Indonesia (Muri)
pimpinan Jaya Suprana sebagai WC terpanjang di dunia. Tinja memang dapat

Universitas Indonesia
8

larut ke dalam badan air, tapi bakterinya berpotensi menimbulkan berbagai


penyakit. Akibatnya banyak penduduk yang biasa mandi dan cuci disungai
dijangkiti penyakit kulit (gatal-gatal).
c. Konsepsi Nilai Budaya Masyarakat Terhadap Sungai
Ditinjau dari sudut pandang antropologis (sosial budaya), kecenderungan
orang atau masyarakat untuk membuang limbah dan kotoran ke sungai telah
menjadi adat atau kebiasaan, sejak dahulu kala jauh sebelum adanya sarana dan
prasarana sanitasi lingkungan seperti: jamban keluarga (WC) dan Tempat
Sampah (TPS dan TPA). Menurut Koentjaraningrat dalam bukunya yang
berjudul Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan, dikemukakan bahwa adat
adalah wujud ideal dari kebudayaan yang berfungsi sebagai pengatur kelakuan
manusia. Oleh karena sistem kelakuan atau perilaku masyarakat membuang
limbah atau sampah tersebut sudah berlangsung lama (turun temurun), maka
tindakan atau konsepsi itu telah menjadi sistem nilai budaya (culture value
system) yang mempengaruhi pola berpikir mereka dan menjadi pedoman
berperilaku. Dalam konteks ini Barbara Ward dan Rene Dubos menilainya
sebagai suatu paradoks. Disatu pihak manusia memanfaatkan air sungai untuk
keperluan hidup sehari-hari, seperti : mandi, cuci dan sumber air minum, tetapi
dilain pihak mereka mempergunakan sungai sebagai tempat pembuangan sampah
tampaknya masih melekat dalam alam pikiran manusia sampai sekarang ini.
Bukan hanya dilakukan oleh orang desa yang masih lugu dan berpendidikan
rendah saja, melainkan juga orang-orang kota dan para industriawan di kota-kota
besar yang berpendidikan tinggi dan modern sekalipun. Semuanya masih
mempunyai pola pikir primitif yaitu sungai adalah tempat untuk membuang
limbah, pollutan atau kotoran baik yang berasal dari limbah rumah tangga dan
limbah industri.
Menurut Riskesdas 2018, pengelolaan sampah di Rumah Tangga tahun 2013-
2018 dilakukan melalui : diangkut, ditanam, dibuat kompos, dibakar, dibuang ke
kali/selokan dan dibuang ke sembarangan tempat. Seperti yang terlihat pada diagram
3.1.1 bahwa pengelolaan sampah rumah tangga paling banyak dilakukan dengan
cara dibakar baik pada tahun 2013 ataupun pada tahun 2018 dan mengalami
penurunan pada tahun 2018 yaitu sebesar 49,4% dimana sebulumnya sebesar

Universitas Indonesia
9

50,1%. Pembuangan sampah ke kali/selokan termasuk tiga terbanyak pemilihan


dalam pengelolaan sampah yang dilkakukan oleh rumah tangga yaitu sebesar 10,4%
pada 2013 dan 7,8% pada tahun 2018. Walaupun terjadi penurunan masih terdapat
rumah tangga yang masih melakukan pembakaran sampah dan pembuangan sampah
ke kali/selokan dan sembarang tempat.

Gambar 2.1 Proporsi Pengelolaan Sampah Di Rumah Tangga, 2013-2018

Berdasarkan Pergub Nomor 108 Tahun 2019, potensi peningkatan jumlah


sampah rumah tangga dan targetnya pengurangannya terus meningkat setiap
tahunnya. Pada 2019 ini, potensi sampah rumah tangga diperkirakan 3,02 juta ton
dalam setahun. Potensi timbulan sampah rumah tangga itu naik terus hingga 3,2 ton
pada 2025. Tahun ini, timbulan sampah rumah tangga ditargetkan berkurang 20
persen dan naik terus berkurang 30 persen pada tahun 2025.
Pencemaran lingkungan akibat sampah industri dan sampah rumah tangga
yang dihasilkan sangatlah merugikan masyarakat baik secara langsung ataupun tidak
langsung. Perilaku masyarakat yang masih membuang sampah di sungai
mengakibatkan pencemaran lingkungan dan bahkan timbulnya jenis penyakit.
Pencemaran air sungai ini tidak hanya merugikan masyarakat yang mendiami daerah
di dekat bantara sungai saja tetapi akan tetapi air sungai yang megalir dari hulu ke
hilir yang berarti turut membawa dampak-dampak negatif bagi masyarakat lain
(Pupitasari, 2009). Aktivitas membuang sampah ke sungai sudah dilakukan warga
sekitar bantaran sungai selama bertahun-tahun, sehingga membuang sampah dan
kotoran ke sungai bukan merupakan hal baru. Kebiasaan tersebut bukan hanya
terjadi di wilayah DKI Jakarta, tetapi juga hampir merata di semua daerah di

Universitas Indonesia
10

Indonesia. Oleh karena itu tidak jarang terjadi penumpukan dan penyumbatan
sampah di sejumlah titik pada sungai-sungai di Indonesia. Namun demikian, kondisi
tersebut tetap dibiarkan dan jarang dibersihkan, baik oleh petugas Dinas Kebersihan
atau Dinas Pekerjaan Umum, maupun masyarakat. Dengan demikian sampah
tersebut kelak mengalir ke hilir bersama banjir pada musim hujan (Indrawati, 2011).
Air berperan sebagai pembawa penyakit menular antara lain:
- Air sebagai media untuk hidup mikroba pathogen
- Air sebagai sarang insekta penyebar penyakit
- Air sebagai media untuk dihidup vector penyakit
Penyakit water borne-disease dapat menyebar bila mikroba penyebabnya
dapat masuk kedalam sumber air yang dipakai masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Sedangkan jenis mikroba yang dapat menyebar lewat air
antara lain, bakteri, protozoa dan metazoa.
Tabel 2.1 Beberapa Penyakit Bawaan Air dan Agenya

Selain penyakit menular, penggunaan air terkontaminasi zat-zat kimia


berbahaya atau beracun akan memicu terjadinya penyakit tidak menular. Sebagai
contoh kasus keracunan akibat mengkonsumsi air yang terkontaminasi zat-zat kimia
beracun (Wardhana, 1995; Mulia, 2005; Chandra, 2007) adalah:

Universitas Indonesia
11

1. Kasus keracunan Kobalt yang terjadi di Nebraska (Amerika) yang diakibatkan


oleh air yang tercemar kobalt. Akibat dari keracunan kobalt dapat berupa: gagal
jantung, tekanan darah tinggi, pergelangan kaki membengkok, dan kerusakan
kelenjar gondok.
2. Penyakit Minamata, yang disebabkan oleh mercury (air raksa) yang mencemari
air di teluk Minamata (Jepang). Di dalam air, mercury diubah menjadi methyl
mercury oleh bakteri. Ikan yang terkontaminasi methyl mercury yang
dikonsumsi oleh penduduk menyebabkan keracunan, sehingga mengakibatkan
41 orang meninggal dunia, dan 111 orang menderita cacat fisik.
3. Keracunan Cadmium pada penduduk di kota Toyoma (Jepang) karena
mengkonsumsi beras yang berasal dari tanamam padi yang selama bertahun-
tahun mendapatkan air yang telah tercemar Cadmium.

2.2 Promosi Kesehatan Di Masyarakat


Promosi Kesehatan merupakan proses pemberdayaan atau memandirikan
masyarakat agar dapat memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Ottawa
Charter,1986). Proses pemberdayaan atau memandirikan masyarakat tidak hanya
terbatas pada kegiatan pemberian informasi (seperti kegiatan penyuluhan, KIE, dan
pendidikan kesehatan, tetapi juga menyangkut penggalangan berbagai dukungan di
masyarakat. Menurut Green & Ottoson (1998), promosi kesehatan adalah kombinasi
berbagai dukungan menyangkut pendidikan, organisasi, kebijakan dan peraturan
perundang-undangan untuk perubahan lingkungan dan perilaku yang
menguntungkan kesehatan. Hal ini menekankan bahwa promosi kesehatan
merupakan program masyarakat yang menyeluruh, tidak hanya perubahan perilaku,
melainkan juga perubahan lingkungan. Perubahan perilaku tanpa diikuti perubahan
lingkungan tidak akan efektif dan tidak bertahan lama. Seperti contoh larangan untuk
membuang sampah sembarangan tidak akan efektif apabila tidak tersedia tempat
sampah yang memadai baik dalam jumlah jarak maupun bentuk. Oleh sebab itu
promosi kesehatan bukan hanya mengupayakan perubahan perilaku tetapi juga
mengupayakan perubahan lingkungan, sistem dan kebijakan kesehatan.

Universitas Indonesia
12

Sasaran promosi kesehatan diarahkan pada individu, keluarga, masyarakat,


pemerintah/lintas sektor/politisi/swasta, dan petugas atau pelaksanan program. Pada
masyarakat diharapkan:
1. Menggalang potensi untuk mengembangkan gerakan atau upaya kesehatan
2. Bergotong royong mewujudkan lingkungan yang sehat

2.2.1 Advokasi Untuk Kesehatan


Advokasi didefinisikan sebagai 'kata tangkapan untuk segala keterampilan
yang digunakan untuk menciptakan pergeseran opini publik dan memobilisasi
sumber daya dan kekuatan yang diperlukan untuk mendukung sebuah isu, kebijakan,
atau konstituensi. Advokasi berusaha meningkatkan kekuatan orang dan kelompok
dan membuat institusi lebih tanggap terhadap kebutuhan manusia. Advokasi
mencoba untuk memperbesar berbagai pilihan yang dapat dimiliki orang dengan
meningkatkan kekuatan mereka untuk menentukan masalah dan solusi dan
berpartisipasi dalam arena sosial dan kebijakan yang lebih luas '(Wallack et al., 1993:
27-8).
Advokasi (advocacy) adalah kegiatan memberikan bantuan kepada
masyarakat dengan membuat keputusan (Decision makers ) dan penentu kebijakan
(Policy makers) dalam bidang kesehatan maupun sektor lain diluar kesehatan yang
mempunyai pengaruh terhadap masyarakat. Dengan demikian, para pembuat
keputusan akan mengadakan atau mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam bentuk
peraturan, undang-undang, instruksi yang diharapkan menguntungkan bagi
kesehatan masyarakat umum. Srategi ini akan berhasil jika sasarannya tepat dan
sasaran advokasi ini adalah para pejabat eksekutif dan legislatif, para pejabat
pemerintah, swasta, pengusaha, partai politik dan organisasi atau LSM dari tingkat
pusat sampai daerah. Bentuk dari advokasi berupa lobbying melalui pendekatan atau
pembicaraan-pembicaraan formal atau informal terhadap para pembuat keputusan,
penyajian isu-isu atau masalah-masalah kesehatan yang mempengarui kesehatan
masyarakat setempat, dan seminar-seminar kesehatan (Wahid Iqbal Mubarak, Nurul
Chayantin2009 ).
Advokasi adalah aksi aksi sosial, politik dan budaya yang dilakukan secara
terencana, terstruktur, dan dilakukan secara terkumpul (kolektif), mengikutsertakan

Universitas Indonesia
13

berbagai taktik termasuk lobby, kampanye (campaign), mendirikan koalisi,


memberikan tekanan aksi massa, serta riset yang digunakan untuk mengubak
kebijakan (Insist Pers, 2002). Meskipun Piagam Ottawa untuk Promosi Kesehatan
mengidentifikasi advokasi kesehatan sebagai strategi promosi kesehatan inti (WHO,
1986), hal ini dapat dianggap sebagai salah satu aspek paling minim dan paling
kurang dieksplorasi dari segi aspek promosi kesehatan.
Advokasi untuk kesehatan adalah proses pro-aktivis yang disengaja yang
menggunakan tindakan strategis untuk mempengaruhi orang lain untuk berbagai
tujuan, baik itu pada tingkat individu (misalnya, perilaku pribadi yang mempengaruhi
kesehatan) atau populasi (misalnya, sistemik, biomedis, dan determinan non-
biomedis yang mempengaruhi kesehatan masyarakat dan negara) (Canadian Public
Health Association, 2010). Seperti yang di tunjukkan Chapman (2004: 361),
advokasi sering dilakukan dalam menghadapi oposisi. Selain itu, advokasi mengakui
interaksi dinamis dari segudang faktor dan pengaruh yang sering berada jauh
melampaui jangkauan hasrat [pendukung] untuk kontrol '(Chapman, 2001: 1226).
Organisasi Kesehatan Dunia/WHO (1995) menggambarkan advokasi
kesehatan sebagai kombinasi tindakan individu dan sosial yang dirancang untuk
mendapatkan komitmen politik, dukungan kebijakan, penerimaan dan sistem sosial
yang mendukung tujuan atau program kesehatan tertentu. Advokasi untuk kesehatan
melampaui peningkatan kesadaran dan mendidik orang tentang sebuah isu. Hal ini
merupakan sarana untuk mencapai tujuan untuk:
a. Memungkinkan orang dan masyarakat untuk mendapatkan akses, dan suara
dalam, proses pengambilan keputusan dari institusi dan organisasi yang relevan,
apakah mereka pemerintah atau non-pemerintah, untuk-keuntungan atau tidak-
untuk-keuntungan;
b. Mengubah hubungan kekuatan antara institusi-institusi ini dan orang-orang
yang terpengaruh oleh keputusan mereka, sehingga berpotensi mengubah
institusi itu sendiri;
c. Meningkatkan kesehatan populasi secara keseluruhan dan membawa perbaikan
yang nyata dalam kehidupan masyarakat;
d. Mengejar tindakan etis yang menangani keadilan sosial dan keadilan kesehatan
(carlisle, 2000).

Universitas Indonesia
14

Advokasi menciptakan kondisi untuk perubahan sosial. Seperti yang


diungkapkan oleh avery dan Bashir (2003: 1209), penghargaan terbesar advokasi
adalah ‘menciptakan bahu bagi orang lain untuk bertahan’. Advokasi untuk kegiatan
kesehatan tidak terbatas pada satu lokasi atau lokasi. Seperti yang disampaikan oleh
Bassett (2003: 1204), yaitu kesehatan secara umum terjadi di ruang rapat, di sudut-
sudut jalan, di rumah kita, dan di legislatif. Demikian juga, advokasi kesehatan
masyarakat.
Lobi dapat dianggap sebagai salah satu bentuk advokasi dengan imbalan
finansial atau jenis insentif lain yang ditujukan kepada pejabat publik dalam upaya
spesifik untuk mempengaruhi undang-undang, peraturan atau kebijakan publik
(Connecticut Association of Nonprofits, 2003). Advokasi dapat merujuk pada jenis
tindakan yang serupa namun diarahkan ke berbagai entitas, termasuk penyedia
layanan, organisasi publik dan swasta, masyarakat, dan individu. Seperti melobi,
hasil yang dicari melalui advokasi mungkin adalah untuk mengubah kebijakan atau
peraturan. Advokasi juga dapat berusaha membawa perubahan pada penyediaan
layanan, membatasi atau memperluas aktivitas perusahaan atau perubahan opini
pribadi atau perilaku, meskipun untuk kepentingan publik dan bukan untuk
keuntungan pribadi atau pribadi.
Advokasi kesehatan adalah kombinasi antara seni dan sains, yang harus
didasarkan pada bukti ilmiah dan / atau dunia nyata. Seperti pernyataan Chapman
(2001: 1227), 'epidemiologi adalah fondasi di mana advokasi harus diistirahatkan'.
Namun, generasi dan komunikasi saja tidak cukup sesuai dengan advokasi yang
efektif. Advokasi yang efektif menuntut perpaduan antara keterampilan dan
kompetensi, di antaranya adalah pemahaman tentang bagaimana sistem pengambilan
keputusan bekerja (baik pemerintah atau non-pemerintah) dan bagaimana tujuan
upaya advokasi akan berinteraksi dengan prioritas sektor publik dan / atau swasta
yang ada, dan keprihatinan atau dengan kata lain titik awal ilmu politik yang kuat.
Advokat yang sukses juga perlu mengetahui bagaimana membingkai dan
menyampaikan argumen yang memerlukan ketrampilan komunikasi yang baik.
Seorang advokat kesehatan tidak dapat mengambil risiko yang dapat merugikan
kesehatan. Dalam kebanyakan kasus, walaupun pelajaran dapat dipelajari dan

Universitas Indonesia
15

diterapkan dari pengalaman orang lain, advokat kesehatan sering bergerak maju
dengan naluri dan dengan mengenali dan memanfaatkan peluang sebaik mungkin.
Advokasi Kesehatan, yaitu pendekatan kepada para pimpinan atau pengambil
kebijakan agar dapat memberikan dukungan masksimal, kemudahan perlindungan
pada upaya kesehatan (Depkes 2001). Menurut para ahli retorika Foss dan Foss et.
All 1980, Toulmin 1981 (Fatma Saleh 2004), advokasi suatu upaya persuasif yang
mencakup kegiatan-kegiatan penyadaran, rasionalisasi, argumentasi dan
rekomendasi tindak lanjut mngenai sesuatu.
a. Tujuan advokasi
Tujuan umum advokasi adalah untuk mendorong dan memperkuat suatu
perubahan dalam kebijakan, program atau legislasi, dengan memperkuat basis
dukungan sebanyak mungkin.
b. Fungsi advokasi
Advokasi berfungsi untuk mempromosikan suatu perubahan dalam
kebijakan program atau peraturan dan mendapatkan dukungan dari pihak-pihak
lain.
c. Membuat organisasi untuk advokasi
Tidak ada standar untuk advokasi. Ada berbagai cara untuk memahami,
merencanakan, dan mengambil tindakan advokasi kesehatan. Proses ini akan
bervariasi tergantung pada masalah, siapa yang terlibat, tingkat kesiapan, peluang
yang muncul, dan waktu yang tersedia. Program untuk Teknologi Tepat Guna
untuk Kesehatan (PATH) yang berbasis di AS mengembangkan proses sepuluh
langkah untuk menciptakan strategi advokasi kebijakan, banyak komponen yang
sejalan dengan perencanaan program sistematis yang digunakan di bidang
promosi kesehatan lainnya (PATH, 2013). Menariknya, pendekatan PATH
tampaknya memiliki pendekatan yang obyektif dan hampir tidak memihak untuk
memilih isu tersebut menjadi fokus advokasi, dan bukan pada isu yang oleh orang
atau organisasi anggap sangat penting sebagai dorongan. Ini mungkin lebih
umum terjadi pada organisasi berbasis advokasi yang perlu mempertimbangkan
masalah-masalah di mana sumber daya mereka yang terbatas harus diarahkan.

Universitas Indonesia
16

Strategi advokasi kebijakan sepuluh langkah PATH:


1. Mengidentifikasi isu advokasi potensial dan memilih isu advokasi
2. Mengidentifikasi tujuan advokasi yang potensial
3. Mengidentifikasi pengambil keputusan dan influencer
4. Mengidentifikasi kepentingan utama para pengambil keputusan
5. Mengatasi oposisi dan mengatasi rintangan
6. Melakukan inventarisasi aset advokasi dan kesenjangan dan memilih
mitra advokasi
7. Mengembangkan tujuan dan rencana kerja
8. Membuat pesan advokasi
9. Mengidentifikasi utusan advokasi
10. Merencanakan untuk mengukur keberhasilan
Kerangka kerja sepuluh langkah untuk advokasi kesehatan masyarakat:
1. Menetapkan rasa urgensi
2. Membuat koalisi pemandu
3. Mengembangkan dan memelihara hubungan yang berpengaruh
4. Mengembangkan visi perubahan
5. Mengkomunikasikan visi untuk membeli
6. Memberdayakan aksi berbasis luas
7. Jadilah oportunistik
8. Menghasilkan kemenangan jangka pendek
9. Jangan pernah menyerah
10. Memasukkan perubahan ke dalam budaya
Kerangka advokasi lain yang mungkin lebih relevan bagi individu atau
kelompok masyarakat adalah pendekatan enam langkah yang dikembangkan oleh
Conley-Wright dan Jaffe (2014). Bingkai ini dikembangkan dengan memeriksa
kampanye advokasi anak-anak secara nyata untuk memberi dukungan bagi orang
tua yang memiliki tantangan bersama dalam memenuhi kebutuhan khusus anak-
anak mereka. Langkah-langkah yang diuraikan dapat diterapkan pada isu berbasis
masyarakat lainnya, seperti dukungan untuk kebun sayuran masyarakat, atau
untuk anggota masyarakat yang rentan, seperti layanan yang tepat untuk para

Universitas Indonesia
17

pemuda tunawisma. Kerangka kerja ini dapat dianggap sangat relevan di tingkat
lokal, ketika menangani proses administrasi atau penyediaan layanan.

2.2.2 Intervensi Promosi Kesehatan


Intervensi adalah kegiatan yang memiliki tujuan dan direncanakan, dilakukan
di tempat tertentu, dengan maksud membawa dampak perubahan pada orang atau
kelompok tertentu. Tanpa tujuan dan rencana, sebuah kegiatan tidak boleh dianggap
sebagai intervensi. Tujuan intervensi promosi kesehatan adalah untuk memenuhi
persyaratan tindakan yang memenuhi kebutuhan seseorang atau kelompok tertentu.
Kebutuhan ini bergantung pada perilaku kesehatan atau penyakit yang mereka coba
ubah.
Jadi, untuk menentukan suatu intervensi, kita harus menentukan tujuan
kegiatan, tata cara, dan target yang dituju. Bagaimana intervensi akan mencapai
tujuannya adalah tujuannya. Sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan
intervensi juga harus dijelaskan. Tempat kegiatan berlangsung adalah setting atau
tempat untuk intervensi. Orang yang ingin diintervensi untuk melakukan suatu
perubahan yang disebut sebagai target.
Inilah lima dimensi penting dari setiap intervensi: tujuan, penetapan, target,
sasaran, dan sumber daya. Deskripsi intervensi yang koheren adalah satu di mana ada
kesesuaian antara dimensi, sedemikian rupa sehingga tujuannya dapat tercapai secara
objektif (misalnya, mengembangkan keterampilan motorik dengan membaca
selebaran), target dapat ditemukan dalam setting (tidak. Misalnya, orang dengan
tingkat pendidikan rendah di sutu universitas), dan tujuannya layak dilakukan dan
dalam sumber daya yang ada.
a. Tujuan intervensi
Tujuan intervensi, bagaimana penjelasannya, dan seberapa jauh
jangkauannya ditentukan oleh tujuan intervensi. Ada perdebatan yang terus berlanjut
mengenai tujuan intervensi promosi kesehatan, dan berakibat pada keberhasilan
mereka. Secara umum ada dua kubu: mereka yang berpendapat bahwa makna
kesuksesan adalah bahwa orang memiliki kendali atas kesehatan mereka sendiri
(apakah mereka mengejar pilihan yang sehat atau tidak) yang kedua yaitu mereka
yang berpendapat bahwa makna kesuksesan adalah bahwa orang berperilaku dengan

Universitas Indonesia
18

cara tertentu ditentukan oleh intervener (apakah orang memiliki pilihan untuk
melakukannya atau senang karenanya). Dalam kasus pertama, tujuan intervensi
promosi kesehatan adalah untuk meningkatkan kontrol orang terhadap kesehatan
mereka sendiri, dalam kasus kedua, tujuannya adalah untuk mendorong orang untuk
mengadopsi perilaku yang dianggap penting oleh intervener.
Menurut definisi Piagam Ottawa (WHO, 1986), tujuan intervensi dalam
promosi kesehatan adalah untuk memenuhi kebutuhan kesehatan. Artinya, untuk
meningkatkan kontrol target pada faktor-faktor yang telah mempengaruhi kesehatan
mereka. Promotor kesehatan tidak memiliki hak untuk memaksakan perubahan pada
target dan targetlah yang menentukan hasil perilaku yang ideal. Orang membuat
keputusan tertentu (atau bertindak dengan cara tertentu) hal tersebut bukanlah
tujuannya melainkan bagaimana mereka memiliki pengetahuan, keterampilan,
sumber daya, dan kesempatan untuk mengambil tindakan yang mereka pilih, dan
mereka memahami konsekuensi tindakan tersebut terhadap kesehatan mereka, atau
kesehatan dan kesejahteraan orang lain. Begitu kebutuhan itu terpenuhi, pekerjaan
promotor kesehatan telah selesai.
Perubah perilaku di sisi lain, mengasumsikan hak untuk mengatakan apa hasil
perilaku terbaiknya. Namun, mereka tetap harus beroperasi melalui kebutuhan,
walaupun mereka cenderung didefinisikan secara normatif dan mungkin termasuk
membatasi kesempatan untuk mengambil risiko sekaligus memenuhi kebutuhan
untuk berjaga-jaga (misalnya, memasok sumber daya). Pekerjaan pengubah perilaku
tidak dilakukan sampai populasi sesuai dengan perilaku yang ditentukan.
Dua intervensi yang berusaha mengubah perilaku yang sama mungkin
memiliki tujuan yang berbeda karena mereka membawa perubahan melalui
pemenuhan kebutuhan yang berbeda. Misalnya, skema distribusi kondom (melalui
akses ke sumber material) dan iklan TV (melalui pengembangan norma sosial tentang
penggunaan kondom) keduanya mungkin berusaha untuk meningkatkan penggunaan
kondom.
b. Target intervensi
Gambaran untuk sasaran intervensi dapat mencakup karakteristik dari
khalayak potensial (semua orang yang berpotensi memperoleh keuntungan) serta

Universitas Indonesia
19

menunjukkan berapa banyak potensi pemirsa yang diharapkan akan tercapai (baik
sebagai proporsi potensi penonton atau jumlah orang tertentu).
Bila intervensi ditemui secara langsung oleh populasi yang bermasalah,
kelompok sasaran harus ditetapkan untuk memaksimalkan dampak intervensi. Ini
biasanya pada sekelompok orang yang paling membutuhkan intervensi yang
ditawarkan. Uraian tentang kelompok sasaran oleh karena itu merupakan penanda
pengganti untuk masalah kesehatan yang perlu dipermasalahkan atau kebutuhan
spesifik yang ditangani oleh intervensi. Misalnya, intervensi yang terkait dengan
latihan yang meningkat seharusnya menjadi kelompok sasaran orang-orang yang
kurang berolahraga. Jika intervensi tersebut secara khusus meningkatkan
pengetahuan tentang fasilitas olahraga, targetnya adalah mereka yang cenderung
tidak mengetahuinya.
Kelompok sasaran yang ditentukan harus seaman mungkin. Jadi, misalnya,
'kaum muda' tidak berarti 'orang heteroseksual muda' kecuali jika secara eksplisit
mengatakan demikian. Intervensi yang targetnya hanya 'kaum muda' diharapkan
dapat memberi manfaat yang sama bagi gay dan lesbian, biseksual dan heteroseksual
kaum muda, kaum muda dari etnis minoritas dan juga mayoritas etnis, orang muda
cacat seperti orang muda bertubuh sehat dan sebagainya. Hal ini juga diharapkan
dapat memberi manfaat bagi remaja putra dan remaja putri, kecuali jika ditentukan
lain.
Profil orang-orang yang kebutuhannya telah diubah sebagai hasil kegiatan
intervensi harus mencakup pertimbangan jenis kelamin, usia, etnisitas, seksualitas,
kecacatan, kelas / pekerjaan / pendidikan, area tinggal, serta karakteristik lainnya.
Karakteristik populasi yang tidak ditentukan menunjukkan bahwa intervensi
mempertimbangkan bahwa karakteristik tersebut tidak penting untuk ketidaksetaraan
kesehatan, masalah perilaku, dan kebutuhan spesifik yang dimaksudkan intervensi
untuk ditangani.
Karena kesehatan adalah hasil dari tindakan banyak orang yang berbeda di
sepanjang rantai penyebab, intervensi promosi kesehatan dapat ditargetkan,
misalnya, kementrian pemerintahan dan pembuat kebijakan lainnya, editor surat
kabar, komisaris layanan dan penyedia layanan, serta diarahkan pada populasi yang
memprihatinkan. Jika intervensi ditujukan pada orang-orang ini, deskripsi intervensi

Universitas Indonesia
20

harus setepat mungkin tentang siapa orang-orang ini. Dalam hal ini, target pemirsa
potensial biasanya jauh lebih kecil daripada target khalayak potensial di kalangan
masyarakat umum.

2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Perubahan Perilaku


Sehat menurut WHO (1981) adalah suatu keadaan yang sempurna baik fisik,
mental maupun, sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat saja.
Sedangkan kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan No.23 tahun 1992 adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang
hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Dalam kenyataannya di masyarakat, banyak sekali pengertian-pengertian
tentang sehat dan kesehatan diartikan sangat sederhana sekali sehingga sebagai
petugas harus rnengetahui apa sebenarnya konsep sehat yang ada di masyarakat
tersebut. Ini penting untuk diketahui dalam rangka mendekatkan masyarakat dalam
program atau intervensi yang akan dilakukan.
Pentingnya kesehatan bagi manusia dalam rangka menunjang kehidupan
sehari-hari sudah tidak dapat dipungkiri lagi. Namun kadangkala manusia kurang
memperhatikan bahkan tidak merasakan akan pentingnya kesehatan itu. Mereka
baru mulai merasakan akan pentingnya kesehatan bila mereka telah jatuh sakit atau
terbaring tidak berdaya di rumah sakit. Mengingat akan hal tersebut, pemerintah
berusaha terus meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pada setiap sektor
pembangunan kesehatan dan sektor lainnya dalam rangka mewujudkan tujuan
pembangunan, kesehatan sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang
Kesehatan No. 23 pasal 3, yaitu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang optimal. Tujuan pembangunan kesehatan tersebut akan lebih cepat
dapat diwujudkan jika semua lapisan baik masyarakat, pemerintah, dan swasta
terlibat atau berperan aktif dalam pembangunan kesehatan.
Beberapa definisi tentang perilaku berkaitan dengan studi yang akan
dilakukan. Menurut I.B. Mantra (1997), perilaku adalah respon individu terhadap
stimulasi, baik yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Sedangkan
menurut Lawrence W. Green (1991, 429), dikemukakan sebagai berikut:

Universitas Indonesia
21

“Behavior ia an action that has a specific frequency, duration, and purpose, whether
conscious or unconscious”
Perilaku adalah tindakan atau perbuatan yang sering dilakukan secara teratur,
berlangsung lama dan mempunyai maksud tertentu baik yang dilakukan dalam
situasi sadar maupun tanpa sadar. Berdasarkan kedua pengertian tersebut, menurut
penulis perilaku dapat diartikan sebagai suatu tindakan seseorang yang dilakukan
secara teratur dan berkesinambungan dalam rangka mencapai tujuan tertentu baik
yang dilakukan secara sadar maupun tanpa sadar karena telah menjadi kebiasaan
rutin sehari-hari.
Pengolahan sampah berhubungan dengan perilaku masyarakat yang
memproduksi sampah tersebut. Menyadarkan masyarakat sebagai produsen sampah
dalam jumlah banyak dan tidak membuang sembarangan akan dapat mengurangi
permasalahan sampah. Faktor sosial dan budaya juga menjadi factor yang penting
untuk mengetahui kebiasaan perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah. Selain
itu pola konsumtof dan gaya hidup akan mempengaruhi besarnya timbunan sampah
yang dimiliki (Sigit Setyo Pramono, 2005).
Di Negara-negara berkembang, pada umumnya masyarakat memandang
sampah sebagai barang yang tidak berguna dan tidak diinginkan, sehingga
perlakuannya adalah dengan membuangnya. Persoalan akan muncul apabila setiap
orang memperlakukan sampah sesuai dengan pemahaman dan kebiasaan mereka
masing –masing seperti membuang sampah di sembarang tempat seperti di selokan
atau sungai dimana nantinya akan mengakibatkan penyumbatan pada saluran dan
merupakan salah satu dari penyebab banjir. Masyarakat masih belum mengetahui
bagaimana pengelolaan sampah yang baik dan benar (Suryanto Susilowati, 2004).
Pola perilaku tersebut akan dapat berubah apabila masyarakat diberi informasi
tentang pengelolaan sampah yang baik dan benar.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang untuk dapat sampai
kepada perilaku tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut ada beberapa teori yang
disampaikan oleh para ahli tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
seperti Health Belief Model, Theory of Reasoned Action (TRA) atau Theory of
Behavior Intention, Sosial Learning Theory (SIT) dan Model Snehandu B. Kar.
Nanun dalam penulisan ini mengacu kepada salah satu teori yaitu precede model

Universitas Indonesia
22

yang disampaikan oleh Lawrence W. Green dimana teori tersebut dapat


diintegrasikan kedalam salah satu faktor akar perilaku yang meliputi prediasposing,
reinforcing dan enabling factors dari precede model tersebut. Dalam penulisan ini
lebih menekankan bagaimana menjelaskan hubungan antara perilaku dan gaya hidup
serta lingkungan dengan ketiga akar perilaku yaitu predisposing, enabling dan
reinforcing factors. Selain ketiga faktor tersebut, perilaku dan gaya hidup saling
dipengaruhi juga oleh lingkungan.
Hubungan antara kesehatan dan perilaku, dinyatakan oleh HL.Blum bahwa
status kesehatan dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor, salah satunya adalah faktor
perilaku yang menentukan peranan nomor dua paling besar setelah lingkungan, baru
kemudian faktor pelayanan kesehatan dan faktor keturunan. Menurut Becker (1979),
perilaku hidup sehat adalah perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan
seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya.
Perubahan perilaku merupakan hal yang terpenting untuk membentuk
kepribadian seseorang. Menurut Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa perilaku
adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan
dapat dipelajari dan dapat dilaksanakan langsung secara praktik melalui tahapan
proses belajar. Dimensi Perubahan Perilaku Kesehatan
a. Mengubah perilaku negatif (tidak sehat) menjadi perilaku positif (sesuai
dengan nilai– nilai kesehatan).
b. Mengembangkan perilaku positif (pembentukan atau pengambangan perilaku
sehat).
c. Memelihara perilaku yang sudah positif atau perilaku yang sudah sesuai
dengan norma/nilai kesehatan (perilaku sehat). Dengan mempertahankan
perilaku sehat yang sudah ada, perilaku seseorang dapat berubah jika terjadi
ketidakseimbangan antara kedua kekuatan di dalam diri seseorang.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku membuang sampah di sungai


adalah :
a. Pendidikan
Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi terhadap perilaku seseorang
dalam melakukan pengelolaan sampah (Budioro,1998). Teori Lawrence Green

Universitas Indonesia
23

mengatakan bahwa pendidikan kesehatan mempunyai peranan penting dalam


mengubah dan menguatkan perilaku positif . Pendidikan membunyai peranan
dalam memberitahu masyarakat akan bahaya sampah terhadap lingkungan dan
kesehatan. Tingkat Pendidikan memperlihatkan korelasi yang positif dengan
status gizi, penggunaan pelayanan dan kebersihan seseorang (Soekidjo
Notoatmojo, 2003).
b. Pengetahuan
Pengetahuan berperan penting dalam membentuk tindakan seseorang.
Tingkatan dari pengetahuan meliputi :
 Tahu (Know)
Tahun diartikan sebagai mengingat materi yang telah diajarkan (recall)
 Memahami (Comprehension)
Merupakan kemampuan untuk menjelaskan dengan benar tentang materi
yang dipelajari dan dapat menginterpretasikan materi tersebut dengan benar.
 Aplikasi (Aplication)
Kemampuan dalam mengimplementasikan materi yang sudah diajarkan
dalam situasi yang sebenarnya.
 Analisis (Analysis)
Kemampuan dalam membedakan, memilah sesuatu untuk digolongkan dan
dikelompokkan kembali lalu mencari keterkaitan dan ditafsirkan maknanya.
 Evaluasi (Evaluation)
Kemampuan dalam melakukan penilaian terhadap suatu materi dengan
menggunakan kriteria-kriteria yang ada.
Pengetahuan dapat diperoleh, melalui pendidikan, baik formal maupun
nonformal dan membutuhkan proses kognitif yang kompleks. Hal yang penting
dalam sarana ini adalah sumber informasi dan media penyampaiannya.
c. Faktor Sosial
Faktor sosial sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku antara lain
sktruktur sosial, pranata-pranata sosial dan permasalahan–permasalahan sosial
yang lain. Pada faktor sosial ini bila seseorang berada pada lingkungan yang baik
yang maka orang tersebut akan memiliki perilaku sehat yang baik sedangkan

Universitas Indonesia
24

sebaliknya bila seseorang berada pada lingkungan yang kurang baik maka orang
tersebut akan memiliki perilaku sehat yang kurang baik juga.
d. Faktor Kepribadian
Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku salah satunya adalah perilaku itu
sendiri (kepribadian) yang dimana dipengaruhi oleh karakteristik individu,
penilaian individu terhadap perubahan yang di tawarkan, interaksi dengan
petugas kesehatan yang merekomen-dasikan perubahan perilaku, dan
pengalaman mencoba merubah perilaku yang serupa.
e. Faktor Emosi : Rangsangan yang bersumber dari rasa takut, cinta,
atau harapan– harapan yang dimiliki yang bersangkutan.

2.4 Proses Terjadinya Perubahan Perilaku


a. Prekontemplasi: Belum ada niat perubahan perilaku
b. Kontemplasi:
 Individu sadar adanya masalahnya dan secara serius ingin mengubah
perilakunya menjadi lebih sehat.
 Belum siap berkomitmen untuk berubah.
c. Persiapan :
 Individu siap berubah dan ingin mengejar tujuan.
 Sudah pernah melakukan tapi masih gagal.
d. Tindakan :Individu sudah melakukan perilaku sehat, sekurangnya enam bulan
dari sejak mulai usaha memberlakukan perilaku hidup sehat.
e. Pemeliharaan : Individu berusaha mempertahankan perilaku sehat yang telah
dilakukan (enam bulan dilhat kembali).

Universitas Indonesia
BAB 3
RENCANA AKTIVITAS INTERVENSI

Penyusunan rencana aksi merupakan bagian yang terpenting karena akan menjadi
panduan pelaksanaan dan penyusunan anggaran yang dibutuhkan serta mempermudah
dalam proses pemantauan dan evaluasi.

3.1 Ruang Lingkup

Program intervensi perubahan perilaku ini dimaksudkan untuk mendorong


perubahan perilaku membuang sampah di sekitar bantaran sungai Ciliwung,
khususnya di Kelurahan Pejaten Timur, Kecamatan Pasar Minggu. Program ini
dicanangkan oleh Puskesmas Pejaten Timur.

3.2 Pihak yang Terlibat

Pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam program ini, terdiri atas:

 Sanitarian Puskesmas Pejaten Timur


 Perangkat Kecamatan Pasar Minggu dan Kelurahan Pejaten Timur
 Perwakilan Ketua RT dan RW di lingkungan Kelurahan Pejaten Timur
 Kader-Kader Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK)
 Karang Taruna Kelurahan Pejaten Timur
 Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta
 Masyarakat Kelurahan Pejaten Timur

3.3 Tahapan Program Intervensi

a. Tahap Perencanaan
Tahap-tahap perencanaan yang dilakukan secara berurutan adalah sebagai
berikut:

24
Universitas Indonesia
26

1. Melakukan rapat koordinasi bersama perwakilan perangkat kecamatan,


kelurahan, PKK, Karang Taruna, Dinas Lingkungan Hidup, dan masyarakat
(termasuk ketua RT/RW) dengan tujuan:
 Mengidentifikasi dan menentukan penyebab masalah perilaku membuang
sampah di Sungai Ciliwung, khususnya di Kelurahan Pejaten Timur.
 Mengajukan rencana kegiatan intervensi dan meminta dukungan dan
kerjasama pihak-pihak terkait
 Mendapatkan masukan perbaikan atas rencana kegiatan intervensi
 Menentukan pembagian peran masing-masing pihak yang terlibat dalam
kegiatan intervensi
2. Penyusunan Term of Reference (ToR) berdasarkan hasil rapat koordinasi dan
mendistribusikannya kepada pihak-pihak terkait
3. Penyusunan proposal kegiatan untuk pengajuan sponshorship dukungan dan
pembiayaan kegiatan intervensi
4. Penyusunan rancangan monitoring dan evaluasi kegiatan intervensi

b. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini dilaksanakan kegiatan seperti yang diuraikan pada tabel 3.1 di
bawah ini.
c. Tahap Pemantauan dan Evaluasi
Pada tahap ini dilakukan pemantauan (monitoring) terhadap setiap kegiatan yang
direncanakan sebelumnya. Lembar monitoring adalah sebagai berikut.

Universitas Indonesia
27

Tabel 3.1 Uraian Kegiatan Program Intervensi

No Kegiatan Indikator Keberhasilan Sasaran Pelaksana Tempat Pelaksanaan Sumber Dana

1 Penyuluhan mengenai:  Terlaksananya Masyarakat pada  Tenaga Aula Kelurahan  Puskesmas


 dampak negatif kegiatan penyuluhan RW tertarget promkes Pejaten Timur  Bantuan
membuang sampah ke sebulan sekali pada berusia produktif Puskesmas pemerintah
sungai bagi kesehatan setiap RW yang Pejaten Timur setempat
dan lingkungan berbeda selama satu (Kelurahan,
 Pemilahan dan tahun Kecmatan)
pengolahan sampah  80% peserta memiliki
rumah tangga peningkatan
pengetahun melalui
pre test dan post test

2 Pelatihan (workshop) Terlaksananya kegiatan Masyarakat pada  Pengelola Bank Lapangan parkir  Puskesmas
pemilahan dan pengolahan pelatihan sebulan sekali RW tertarget Sampah Delima kantor kelurahan  Bantuan
sampah rumah tangga pada pada setiap RW yang berusia produktif  Kader PKK Pejaten Timur pemerintah
berbeda selama satu tahun Pejaten Timur setempat
(Kelurahan,
Kecmatan)

3 Kerja bakti membersihkan Terlaksananya kerja bakti Masyarakat kelurahan Pejaten Timur Sekitar bantaran  Bantuan
sungai/kali dan drainase membersihkan sungai/kali tertarget berusia produktif sungai Ciliwung pemerintah
dan drainase 3 bulan yang melintasi setempat
sekali kelurahan Pejaten (Kelurahan,
Timur Kecmatan)

Universitas Indonesia
28

4 Penyuluhan dan Terlaksananya lomba Anak-anak usia  Karang Taruna Aula Kelurahan Bantuan
penyelenggaraan pekan menggambar satu kali PAUD dan TK di Kelurahan Pejaten Timur pemerintah
lomba cinta lingkungan dalam satu tahun kelurahan Pejaten Pejaten Timur setempat
(menggambar, berpuisi, Timur (Kelurahan,
story telling) anak-anak Kecamatan)
dengan tema gambar
kebersihan lingkungan

5 Penyuluhan dan Terlaksananya lomba Remaja di  Karang Taruna Aula Kelurahan Bantuan
penyelenggaraan lomba videografi satu kali dalam kelurahan Pejaten Kelurahan Pejaten Timur pemerintah
videografi remaja dengan satu tahun Timur Pejaten Timur setempat
tema dampak lingkungan (Kelurahan,
akibat membuang sampah Kecamatan)
sembarangan

Universitas Indonesia
29

Tabel 3.2 Lembar Monitoring dan Evaluasi


No Kegiatan Indikator Realisasi Tindakan
Keberhasilan Perbaikan
1 Penyuluhan  Terlaksananya
mengenai: kegiatan
 dampak negatif penyuluhan
membuang sebulan sekali
sampah ke pada setiap RW
sungai bagi yang berbeda
kesehatan dan selama satu
lingkungan tahun
 pemilahan dan  80% peserta
pengolahan memiliki
sampah rumah peningkatan
tangga pengetahun
melalui pre test
dan post test
2 Pelatihan Terlaksananya
(workshop) kegiatan pelatihan
pemilahan dan sebulan sekali pada
pengolahan sampah pada setiap RW
rumah tangga yang berbeda
selama satu tahun
3 Kerja bakti Terlaksananya kerja
membersihkan bakti membersihkan
sungai/kali dan sungai/kali dan
drainase drainase 3 bulan
sekali
3 Penyuluhan dan Terlaksananya
penyelenggaraan lomba menggambar
pekan lomba cinta satu kali dalam satu
lingkungan tahun
(menggambar,
berpuisi, story
telling) anak-anak
dengan tema
gambar kebersihan
lingkungan
4 Penyuluhan dan Terlaksananya
penyelenggaraan lomba videografi
lomba videografi satu kali dalam satu
remaja dengan tahun
tema dampak
lingkungan akibat
membuang sampah
sembarangan

Universitas Indonesia
30

3.4 Waktu Pelaksanaan


Tabel 3.3 Timeline Pelaksanaan Kegiatan
Tahun Pelaksanaan: 2020 Keterangan
Bulan ke-
Aktivitas
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Tahap Perencanaan
Pendekatan ke
pemerintah
setempat
Pendekatan ke
Kader PKK
dan Karang
Taruna
Tahap Pelaksanaan
Kegiatan 1 bulan 1 RW
penyuluhan
dan pelatihan
Kerja bakti
Pekan lomba Memperingati
cinta Hari
lingkungan Lingkungan
(menggambar, Hidup Sedunia
berpuisi, story
telling)
Lomba
videografi
tentang
lingkungan
bagi remaja
Tahap Pemantauan dan Evaluasi
Monitoring
Evaluasi

Universitas Indonesia
31

BAB 4
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
4.2 SARAN

Universitas Indonesia
32

DAFTAR PUSTAKA

Aryanta Wayan . Pengaruh Pencemaran Lingkungan terhadap Kesehatan Masyarakat.


http://digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi_Artikel_97
6777923324.pdf (Diakses pada tanggl 8 Desember 2019)
Cragg, Liza_ Nutland, Will. 2015. Health promotion practice. McGraw Hill
Education_Open University Press
Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran.
Jakarta.
Hidiqy, Maritsa, 2009. Analisis Faktor-faktor yang berhubungan dengan Perilaku
Masyarakat dalam Membuang Sampah Rumah Tangga di Sungai Mranggen.
Universitas Negeri Semarang. https://lib.unnes.ac.id/4991/1/5630.pdf (Diakses
pada tanggal 9 Desember 2012)
Indrawati Dwi, 2011. Upaya Pengendalian Pencemaran Sungai yang diakibatkan oleh
Sampah. file:///C:/Users/hp/Downloads/692-1352-1-SM%20(2).pdf (Diakses
tanggal 8 Desember 2019)
Kementerian Lingkungan Hidup, 2016. Mengkritisi Kebijakan Penanganan Kantong
Plasik di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi,
Kebijakan dan Perubahan Iklim. http://puspijak.org/upload_files/6_Plastik.pdf
(Diakses pada tanggal 8 Desember 2019).
Maulana Heri, 2009. Promosi Kesehatan. Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Mulia, R. M. 2005. Kesehatan Lingkungan. Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta
Puspitasari, D. E. (2009). Dampak pencemaran air terhadap kesehatan lingkungan dalam
perspektif hukum lingkungan (Studi kasus sungai Code di Kelurahan
Wirogunan Kecamatan Mergangsan dan Kelurahan Prawirodirjan Kecamatan
Gondomanan Yogyakarta). Mimbar Hukum-Fakultas Hukum Unversitas
Gadjah Mada, 21(1), 23-34
Warlina Lina , 2004. Pencemaran Air : Sumber, Dampak dan Penanggulangannya.
Institut Pertanian Bogor. http://www.rudyct.com/PPS702-
ipb/08234/lina_warlina.pdf (Diakses tanggal 8 Desember 20190
Wardhana, W. A. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi Offset.
Yogyakarta.

Universitas Indonesia
33

Soekidjo Notoatmojo, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat :Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta


: Rineka Cipta.

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai