Anda di halaman 1dari 39

UNIVERSITAS INDONESIA

PROGRAM SUNGAI BEBAS SAMPAH

TUGAS AKHIR
PROMOSI KESEHATAN INTERMEDIATE

KELOMPOK 4

Emilia Arina 1806167945


Hilyatul Fadliyah 1806168090
Gita Chandra Irmawaty 1906335874
Enny Mar’atus Sholihah 1906335760
Achmad Rizki Azhari 1906335501
Mutia Ardhaneswari 1906336151
Puji Amrih Lestari 1906430661

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DEPOK
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini. Penulisan makalah ini
dilakukan dalam rangka memenuhi tugas kelompok mata ajar “Promosi Kesehatan
Intermediate” yakni pembuatan program perubahan perilaku di tatanan masyarakat.
Setelah melalui dinamika dalam diskusi internal kelompok 4, topik yang disepakati
untuk diangkat adalah perubahan perilaku membuang sampah di sungai yang kemudian
kami beri nama “Program Sungai Bebas Sampah”.
Dalam menyusun makalah ini kami melakukan studi literatur dari bebagai
sumber dan diskusi dengan sesama mahasiswa guna mendapatkan pemahaman tentang
program perubahan perilaku membuang sampah di sungai. Untuk itu kami
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. dra. Rita Damayanti, MSPH selaku dosen
pengampu mata ajar Promosi Kesehatan Intermediate yang memberikan kesempatan
kepada kami untuk menggali lebih dalam teori-teori promosi kesehatan beserta latihan
langsung menyusun sebuah program.

Akhir kata, kami berharap kiranya Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah mendukung. Kami juga menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan
saran yang konstruktif dari pembaca. Semoga makalah ini membawa manfaat bagi
pengembangan Ilmu Promosi Kesehatan.

Depok, Desember 2018

Penyusun

ii
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ v
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Ruang Lingkup ................................................................................................... 4
1.3 Tujuan................................................................................................................. 4
1.4 Manfaat ............................................................................................................... 5
1.5 Pihak yang Terlibat ............................................................................................ 5
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA ............................................................................................ 7
2.1 Dampak Membuang Sampah di Sungai bagi Kesehatan.................................... 7
2.2 Promosi Kesehatan ........................................................................................... 11
2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Perubahan Perilaku ................................... 18
2.4 Proses Terjadinya Perubahan Perilaku ............................................................. 22
BAB 3 RENCANA PROGRAM .................................................................................... 23
3.1 Tahapan Program SBS ..................................................................................... 23
3.1.1 Tahap Persiapan ...................................................................................... 23
3.1.2 Tahap Pelaksanaan .................................................................................. 24
3.1.3 Tahap Pemantauan dan Evaluasi ............................................................ 29
3.2 Timeline Program SBS ..................................................................................... 30
3.3 Rancangan Anggaran Program SBS................................................................. 31
BAB 4 PENUTUP .......................................................................................................... 32

iii
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Beberapa Penyakit Bawaan Air dan Agenya ............................................... 10
Tabel 3.1 Uraian Kegiatan Program SBS ................................................................... 25
Tabel 3.2 Template lembar Monitoring dan Evaluasi .................................................. 29
Tabel 3.3 Timeline Program SBS ................................................................................. 30

iv
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Wilayah yang Dilewati Sungai Ciliwung ..................................................... 3

v
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di Indonesia, masalah kebersihan selalu menjadi polemik yang berkembang.
Kebersihan lingkungan merupakan salah satu tolak ukur kualitas hidup masyarakat.
Masyarakat masih menganggap sungai sebagai halaman belakang yang dipandang
sebagai tempat pembuangan, sehingga perlu adanya perubahan pola pikir untuk
menjadikan sungai sebagai halaman depan yang harus dijaga dan dipelihara.
Mengingat masyarakat merupakan pengguna sungai, maka persepsi masyarakat
mengenai pengetahuan menjaga kualitas lingkungan sungai dan kesanggupan dalam
melakukan aktivitas dengan tetap menjaga kelestarian sungai menjadi penting untuk
dikaji. Perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab terhadap sampah dapat
menyebabkan munculnya masalah dan kerusakan lingkungan. Bila perilaku manusia
semata-mata mengarah lebih pada kepentingan pribadinya, dan kurang atau tidak
mempertimbangkan kepentingan umum/ kepentingan bersama, maka dapat
diprediksi bahwa daya dukung lingkungan alam semakin terkuras habis dan
akibatnya kerugian dan kerusakan lingkungan tak dapat dihindarkan lagi.
Kebersihan lingkungan merupakan salah satu tolak ukur kualitas hidup
masyarakat. Upaya peningkatan kualitas lingkungan telah dilaksanakan sebagian
besar pemerintah daerah dan kota di Indonesia. Peningkatan kualitas lingkungan
terdiri dari berbagai aspek, salah satu aspek yang sangat berpengaruh adalah
pengelolaan sampah di lingkungan permukiman. Sampah menjadi agenda
permasalahan utama yang dihadapi hampir seluruh perkotaan di Indonesia. Faktor
keberhasilan pelaksanaan pengelolaan sampah sepenuhnya tergantung kemauan
pemerintah daerah atau kota serta masyarakat. Polusi akibat timbunan sampah pada
tanah, pembuangan sampah ke aliran air atau sungai maupun usaha pembakaran
sampah yang merupakan komponen abiotik ekosistem termasuk manusia sebagai
bagian dari ekosistem itu.
Sungai sebagai salah satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi penting
bagi kehidupan manusia termasuk untuk menunjang pembangunan perekonomian.
Sebagai akibat adanya peningkatan kegiatan pembangunan di berbagai bidang maka

1
Universitas Indonesia
2

baik secara langsung ataupun tidak langsung akan mempunyai dampak terhadap
kerusakan lingkungan termasuk didalamnya pencemaran sungai yang berasal dari
limbah domestik maupun limbah non domestik seperti pabrik dan industri. Oleh
karena itu pencemaran air sungai dan lingkungan sekitarnya perlu dikendalikan
seiring dengan laju pembangunan agar fungsi sungai dapat dipertahankan
kelestariannya.
Terdapat 13 sistem aliran sungai yang mengalir di wilayah Provinsi DKI Jakarta
yang sebagian besar berhulu di daerah Jawa Barat dan bermuara di Teluk Jakarta.
Sungai-sungai tersebut merupakan tempat limpahan akhir dari buangan-buangan
lingkungan sekitarnya. Padahal sungai itu sendiri mempunyai banyak fungsi yang
sangat penting, antara lain sebagai sumber air baku air minum, perikanan,
peternakan, pertanian, dan usaha perkotaan.
Dari hasil data pemantauan yang dilakukan Badan Pengendalian Lingkungan
Hidup Daerah (BPLHD) pada 13 sungai yang melintasi wilayah Jakarta pada tahun
2010 menunjukkan, baik air sungai maupun air tanah memiliki kandungan pencemar
organik dan anorganik tinggi. Akibatnya, air sungai diwilayah DKI Jakarta tidak
sesuai lagi dengan baku mutu peruntukkannya yaitu air minum, perikanan, pertanian
dan usaha perkotaan lainnya.
Salah satu dari 13 sungai yang mengalir di Jakarta, yakni sungai Ciliwung
memiliki dampak yang paling luas karena melewati tengah kota Jakarta dan
melintasi banyak perkampungan, perumahan padat, dan pemukiman-pemukiman
kumuh. Sampah dan limbah dari berbagai tempat dibuang di Sungai Ciliwung.
Masalah ini terus bertambah besar ketika sampah-sampah yang ada menyumbat
aliran air, mengakibatkan sungai berbau, kotor, dan yang paling menjadi momok
warga Jakarta adalah terjadinya banjir.

Universitas Indonesia
3

Gambar 1.1 Wilayah yang Dilewati Sungai Ciliwung (Ruhendi, 2013)

Keadaan kualitas air Sungai Ciliwung saat ini dalam kondisi tercemar berat pada
seluruh segmennya, mulai dari hulu (daerah Puncak, Kab. Bogor) sampai dengan
hilir (di DKI Jakarta). Begitu juga fluktuasi debit air sungai antara musim kemarau
dan musim hujan cukup tinggi, sehingga terjadi banjir rutin di hilir atau di wilayah
DKI Jakarta.
Permasalahan utama yang terjadi di Sungai Ciliwung ada 2 hal, yakni :
1. Daerah konservasi yang semakin berkurang.
2. Beban pencemaran yang tinggi, baik dari limbah domestik maupun limbah
industri.

Berdasarkan kondisi sungai Ciliwung yang telah disebutkan di atas,


menunjukkan bahwa secara umum kondisi sungai di wilayah Jakarta sudah
waktunya perlu perhatian yang sangat serius untuk dibenahi pemerintah bersama
masyarakat.
Salah satu faktor yang semakin memperburuk kondisi persampahan di
bantaran sungai Ciliwung adalah perilaku dan ketidakperdulian masyarakat akan
pentingnya penanganan sampah yang baik. Perilaku membuang sampah pada
tempatnya seharusnya dapat dilatih sejak dini. Tidak tersedianya tempat sampah di
sekitar sungai juga menjadi penyebab masih banyaknya sampah yang dibuang di
sungai. Upaya pengelolaan untuk mengatasi permasalahan sampah sudah dilakukan
diantaranya, penerapan konsep Kampung Ramah Lingkungan/Green and Clean di
Universitas Indonesia
4

beberapa kelurahan, Ciliwung Bersih Tanpa Sampah”, Normalisasi Kali Ciliwung,


“Bebersih Ciliwung”. Selain itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah
mengeluarkan beberapa peraturan yang melarang dan membuang sampah di sungai
yang tertuang dalam UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Lingkungan, Perda No.
5/1998 tentang Kebersihan Lingkungan Dalam Wilayah DKI serta Perda No. 8/2007
tentang Ketertiban Umum. Peringatan tegas akan diberikan kepada siapa saja yang
membuang sampah ke sungai atau bantaran sungai, berupa sanksi pidana 10-60 hari
kurungan atau denda Rp 100.000-Rp 20 juta.
Adanya peraturan dan serangkaian program Pemerintah ternyata belum dapat
mengubah kondisi sungai Ciliwung hingga saat ini. Peran serta masyarakat
dibutuhkan dalam mengatasi permasalahan sampah di sungai Ciliwung ini agar
program yang telah ada dapat berjalan dengan efektif. Oleh karena itu diperlukan
intervensi untuk mengubah perilaku masyarakat terhadap sampah. Sebagai langkah
nyata, maka diusulkan sebuah program bernama Program Sungai Bebas Sampah
(SBS).

1.2 Ruang Lingkup


Program Sungai Bebas Sampah (SBS) merupakan program intervensi perubahan
perilaku yang dimaksudkan untuk mendorong perubahan perilaku membuang
sampah di sekitar bantaran sungai Ciliwung, khususnya di Kelurahan Pejaten Timur,
Kecamatan Pasar Minggu. Program ini dicanangkan oleh Puskesmas Pejaten Timur.

1.3 Tujuan

1.1.1 Tujuan Umum


Melaksanakan program intervensi perubahan perilaku di tatanan masyarakat
terkait perilaku membuang sampah di sungai.
1.1.2 Tujuan Khusus
a. Meningkatkan pengetahuan tentang dampak kesehatan dan lingkungan
akibat perilaku membuang sampah di sungai pada masyarakat di wilayah
sekitar bantaran sungai Ciliwung, khususnya di Kelurahan Pejaten Timur.
b. Meningkatkan peran masyarakat terhadap upaya perubahan perilaku
membuang sampah di sungai di wilayah sekitar bantaran sungai Ciliwung,
khususnya di Kelurahan Pejaten Timur.

Universitas Indonesia
5

c. Mendorong terciptanya kondisi masyarakat yang mendukung promosi


kesehatan dengan tidak membuang sampah di sungai Ciliwung, khususnya
di Kelurahan Pejaten Timur.

1.4 Manfaat

1.1.3 Bagi individu di wilayah bantaran Sungai Ciliwung


a. Program ini dapat meningkatkan kualitas kesehatan yang baik dan
menurunkan angka kesakitan penyakit berbasis lingkungan di sekitar
wilayah bantaran sungai.
b. Tiap individu yang membuang sampah di sekitar bantaran sungai yang ingin
merubah perilakunya mendapatkan solusi dari tenaga kesehatan dan atau
ahli lingkungan yang terlatih.
1.1.4 Bagi wilayah
a. Program intervensi perubahan perilaku membuang sampah di sungai dapat
meningkatkan kesehatan sebagai inovasi kesehatan di wilayah bantaran
sungai.
b. Terciptanya lingkungan yang bersih dan sehat dari sampah.
1.1.5 Bagi Puskesmas
Dengan adanya program ini, kinerja puskesmas dalam hal promosi
kesehatan dan kesehatan lingkungan di tatanan masyarakat semakin
meningkat.
1.1.6 Bagi Dinas Lingkungan Hidup
Dengan adanya program ini, kinerja Dinas Lingkungan Hidup
setempat dalam hal upaya pengelolaan/pemantauan lingkungan hidup
semakin meningkat.

1.5 Pihak yang Terlibat


Pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam program ini, terdiri atas:

 Puskesmas Pejaten Timur


 Perangkat Kecamatan Pasar Minggu dan Kelurahan Pejaten Timur
 Perwakilan Ketua RT dan RW di lingkungan Kelurahan Pejaten Timur

Universitas Indonesia
6

 Kader-Kader Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK)


 Karang Taruna Kelurahan Pejaten Timur
 Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta
 Pihak lain (CSR Perusahaan, ZISWAF, dll.)
 Masyarakat Kelurahan Pejaten Timur

Universitas Indonesia
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Dampak Membuang Sampah di Sungai bagi Kesehatan


Sampah adalah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah
berakhirnya suatu proses (Pramita Harjati, 2005:2). Dalam pengertian lain sampah
adalah segala sesuatu yang tidak dikehendaki oleh yang punya dan bersifat padat,
ada yang mudah membusuk terutama sampah yang terdiri dari zat-zat organik
seperti sisa sayuran, sisa daging, daun dan sebagainya. Sedangkan yang tidak dapat
membusuk dapat berupa kertas, karet, logam, kaca, plastik, dan sebagainya
(Slamet, 1994).
Indonesia memiliki masalah serius dengan sampah dimana banyak dari
sampah terutama kantong plastik tidak sampai ke pembuangan sampah dan hanya
sedikit yang dilakukan pendauran ulang dan banyak yang berakhir di saluran air,
sungai dan sampai akhirnya ke laut. Kota-kota di dunia menghasilkan sampah
hingga 1,3 miliar ton/tahun. Tahun 2025 diperkirakan akan bertambah hingga 2,2
miliar ton/tahun. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK, 2016)
menyampaikan jumlah timbulan sampah secara nasional sebesar 175.000 ton per
hari atau setara 64 juta ton per tahun jika menggunakan asumsi sampah yang
dihasilkan setiap orang per hari sebesar 0,7 kg. KLHK menerangkan rata-rata
timbulan sampah harian di kota metropolitan (jumlah penduduk lebih dari 1 juta
jiwa) dan kota besar (jumlah penduduk 500 ribu-1 juta jiwa) masing-masing adalah
1.300 ton dan 480 ton. Dari hasil studi 2012 yang dilakukan Kementerian
Lingkungan Hidup di beberapa kota, pola pengelolaan sampah di Indonesia adalah
sebagai berikut; diangkut dan ditimbun di TPA (69%), dikubur (10%), dikompos
dan daur ulang (7%), dibakar (5%), dibuang ke sungai (3%), dan sisanya tidak
terkelola (7%) (KLH, 2016). Upaya pemilahan dan pengolahan sampah masih
sangat minim, sehingga kebutuhan lahan untuk TPA akan meningkat menjadi
1.610 hektar pada tahun 2020.
Kontribusi sampah sebesar angka 3% terhadap pencemaran sungai tidak
bisa dianggap remeh, karena sampah yang dibuang dan dibiarkan menumpuk di
sungai berakibat serius bagi lingkungan dan kesehatan makhluk hidup di
7

Universitas Indonesia
8

sekitarnya, terutama manusia. Pada dasarnya sumber pencemaran sungai berasal


dari:
a. Limbah Industri
Sumber pencemaran sungai-sungai di Jakarta penyebabnya adalah
berasal dari buangan limbah industri. Menurut Soerjani (1991) pencemaran
yang diakibatkan oleh buangan limbah industri ini menyebabkan pencemaran
kualitas air sungai berupa :
 Turunnya kandungan oksigen (O2) yang larut kedalam badan air
 Naiknya kekeruhan air dan warna air
 Tingginya kadar PH dan meningkatnya toksinitas (keracunan)
Akibatnya air baku Perusahaan Air Minum DKI Jakarta (PAM Jaya)
yang bersumber dari sungai Ciliwung sering tidak memenuhi persyaratan
sebagai air bersih untuk diminum. Untuk meminimalkan dampak racun limbah
pada air yang dikonsumsi warga ibukota, maka biaya produksi pengolahan air
oleh PDAM Jaya meningkat dan akibatnya lebih lanjut akan dibebankan kepada
pelanggan (konsumen air PAM). Ironis tampaknya, industrialisasi yang pada
mulanya bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat, ternyata mempunyai
dampak negatif yang dapat menyengsarakan manusia.
b. Limbah Rumah Tangga
Sumber pencemaran sungai DKI ini bukan hanya disebabkan oleh
limbah industri saja tetapi juga berasal dari buangan limbah rumah tangga
(permukiman). Bahkan buangan limbah manusia yang berupa sampah, air kotor
(tinja), deterjen dan sisa minyak andilnya lebih besar bila dibandingkan dengan
limbah industri. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh P4L (Pusat Penelitian
Pengembangan Perkotaan dan Lingkungan DKI Jakarta) dikemukakan bahwa
80% sumber pencemaran sungai yang mengalir di Jakarta ini berasal dari
limbah rumah tangga dan hanya 20% yang berasal dari buangan limbah
industri. Buangan deterjen dan sisa minyak yang membaur dengan sampah
terlihat dengan jelas disetiap pintu air, tonggak jembatan dan muara. Sedangkan
limbah manusia berupa tinja, terlihat dengan semakin banyaknya “helikopter”
(WC terapung) yang landing sepanjang sungai sehingga tak mengherankan
apabila helikopter tersebut mempunyai peluang untuk didaftarkan ke Musium

Universitas Indonesia
9

Rekor Indonesia (Muri) pimpinan Jaya Suprana sebagai WC terpanjang di


dunia. Tinja memang dapat larut ke dalam badan air, tapi bakterinya berpotensi
menimbulkan berbagai penyakit. Akibatnya banyak penduduk yang biasa mandi
dan cuci disungai dijangkiti penyakit kulit (gatal-gatal).

Ditinjau dari sudut pandang antropologis (sosial budaya), kecenderungan


orang atau masyarakat untuk membuang limbah dan kotoran ke sungai telah
menjadi adat atau kebiasaan, sejak dahulu kala jauh sebelum adanya sarana dan
prasarana sanitasi lingkungan seperti: jamban keluarga (WC) dan Tempat Sampah
(TPS dan TPA). Menurut Koentjaraningrat dalam bukunya yang berjudul
Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan, dikemukakan bahwa adat adalah
wujud ideal dari kebudayaan yang berfungsi sebagai pengatur kelakuan manusia.
Oleh karena sistem kelakuan atau perilaku masyarakat membuang limbah atau
sampah tersebut sudah berlangsung lama (turun-temurun), maka tindakan atau
konsepsi itu telah menjadi sistem nilai budaya (culture value system) yang
mempengaruhi pola berpikir mereka dan menjadi pedoman berperilaku. Dalam
konteks ini Barbara Ward dan Rene Dubos menilainya sebagai suatu paradoks.
Disatu pihak manusia memanfaatkan air sungai untuk keperluan hidup sehari-hari,
seperti : mandi, cuci dan sumber air minum, tetapi dilain pihak mereka
mempergunakan sungai sebagai tempat pembuangan sampah tampaknya masih
melekat dalam alam pikiran manusia sampai sekarang ini. Bukan hanya dilakukan
oleh orang desa yang masih lugu dan berpendidikan rendah saja, melainkan juga
orang-orang kota dan para industriawan di kota-kota besar yang berpendidikan
tinggi dan modern sekalipun. Semuanya masih mempunyai pola pikir primitif yaitu
sungai adalah tempat untuk membuang limbah, polutan atau kotoran baik yang
berasal dari limbah rumah tangga dan limbah industri.
Pencemaran lingkungan akibat sampah industri dan sampah rumah tangga
yang dihasilkan sangatlah merugikan masyarakat baik secara langsung ataupun
tidak langsung. Perilaku masyarakat yang masih membuang sampah di sungai
mengakibatkan pencemaran lingkungan dan bahkan timbulnya jenis penyakit.
Pencemaran air sungai ini tidak hanya merugikan masyarakat yang mendiami
daerah di dekat bantaran sungai saja tetapi akan tetapi air sungai yang megalir dari

Universitas Indonesia
10

hulu ke hilir yang berarti turut membawa dampak-dampak negatif bagi masyarakat
lain (Pupitasari, 2009). Dengan demikian sampah tersebut kelak mengalir ke hilir
bersama banjir pada musim hujan (Indrawati, 2011).
Berkaitan dengan kesehatan manusia, sungai yang kualitas airnya buruk
dapat menimbulkan berbagai penyakit. Hal ini disebabkan karena:
- Air sebagai media untuk hidup mikroba pathogen
- Air sebagai sarang insekta penyebar penyakit
- Air sebagai media untuk dihidup vector penyakit
Penyakit water borne-disease dapat menyebar bila mikroba penyebabnya
dapat masuk kedalam sumber air yang dipakai masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Sedangkan jenis mikroba yang dapat menyebar lewat air
antara lain, bakteri, protozoa dan metazoa. Berikut adalah beberapa contoh
penyakit yang disebabkan air yang terkontaminasi (Tabel 2.1).

Tabel 2.1 Beberapa Penyakit Bawaan Air dan Agenya (Sumber: KLH, 2004)
Agen Penyakit
Virus
Rotavirus Diare pada anak
Virus Hepatitis A Hepatitis A
Virus Poliomyelitis Polio (myelitis anterior acuta)
Bakteri
Vibrio cholera Cholerae
Escherichia Coli Diare/Dysentrie
Enteropatogenik
Salmonela typhi Typhus abdominalis
Salmonella paratyphi Paratyphus
Shigella dysentriae Dysentrie
Protozoa
Entamuba histolytica Dysentriae amoeba
Balantidia coli Balandidiasis
Giarda lamblia Giardiasis
Metazoa
Ascaris lumbricoides Ascariasis
Clonorchis sinensis Clonorchiasis
Diphyllobotrium latum Diphylobotriasis

Universitas Indonesia
11

Taenia saginata/solium Taeniasis


Schistosoma Schistosomiasis

Selain penyakit menular, penggunaan air terkontaminasi zat-zat kimia


berbahaya atau beracun akan memicu terjadinya penyakit tidak menular. Sebagai
contoh kasus keracunan akibat mengkonsumsi air yang terkontaminasi zat-zat
kimia beracun (Wardhana, 1995; Mulia, 2005; Chandra, 2007) adalah:
1. Kasus keracunan Kobalt yang terjadi di Nebraska (Amerika) yang diakibatkan
oleh air yang tercemar kobalt. Akibat dari keracunan kobalt dapat berupa:
gagal jantung, tekanan darah tinggi, pergelangan kaki membengkok, dan
kerusakan kelenjar gondok.
2. Penyakit Minamata, yang disebabkan oleh mercury (air raksa) yang
mencemari air di teluk Minamata (Jepang). Di dalam air, mercury diubah
menjadi methyl mercury oleh bakteri. Ikan yang terkontaminasi methyl
mercury yang dikonsumsi oleh penduduk menyebabkan keracunan, sehingga
mengakibatkan 41 orang meninggal dunia, dan 111 orang menderita cacat
fisik.
3. Keracunan Cadmium pada penduduk di kota Toyoma (Jepang) karena
mengkonsumsi beras yang berasal dari tanamam padi yang selama bertahun-
tahun mendapatkan air yang telah tercemar Cadmium.

2.2 Promosi Kesehatan


Promosi Kesehatan merupakan proses pemberdayaan atau memandirikan
masyarakat agar dapat memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Ottawa
Charter,1986). Proses pemberdayaan atau memandirikan masyarakat tidak hanya
terbatas pada kegiatan pemberian informasi (seperti kegiatan penyuluhan, KIE, dan
pendidikan kesehatan, tetapi juga menyangkut penggalangan berbagai dukungan di
masyarakat.
Menurut Green & Ottoson (1998), promosi kesehatan adalah kombinasi
berbagai dukungan menyangkut pendidikan, organisasi, kebijakan dan peraturan
perundang-undangan untuk perubahan lingkungan dan perilaku yang
menguntungkan kesehatan. Hal ini menekankan bahwa promosi kesehatan
merupakan program masyarakat yang menyeluruh, tidak hanya perubahan perilaku,

Universitas Indonesia
12

melainkan juga perubahan lingkungan. Perubahan perilaku tanpa diikuti perubahan


lingkungan tidak akan efektif dan tidak bertahan lama. Seperti contoh larangan
untuk membuang sampah sembarangan tidak akan efektif apabila tidak tersedia
tempat sampah yang memadai baik dalam jumlah jarak maupun bentuk. Oleh
sebab itu promosi kesehatan bukan hanya mengupayakan perubahan perilaku tetapi
juga mengupayakan perubahan lingkungan, sistem dan kebijakan kesehatan.
Sasaran promosi kesehatan diarahkan pada individu, keluarga, masyarakat,
pemerintah/lintas sektor/politisi/swasta, dan petugas atau pelaksanan program.
Pada masyarakat diharapkan:
a. Menggalang potensi untuk mengembangkan gerakan atau upaya
kesehatan
b. Bergotong royong mewujudkan lingkungan yang sehat

Cakupan promosi kesehatan, baik sebagai ilmu maupun seni sangat luas.
Cakupan tersebut dapat dilihat dari 2 dimensi, yakni: a) dimensi aspek pelayanan
kesehatan, dan b) dimensi tatanan (setting) atau tempat pelaksanaan promosi
kesehatan. Terdapat beberapa pendekatan ruang lingkup promosi kesehatan.
a. Ruang Lingkup Berdasarkan Aspek Kesehatan
Telah menjadi kesepakatan umum bahwa kesehatan masyarakat itu
mencakup 4 aspek pokok, yakni: promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Ahli lain hanya membaginya menjadi 2 aspek, yakni: a) aspek promotif dengan
sasaran kelompok orang sehat, dan b) aspek preventif (pencegahan) dan kuratif
(penyembuhan) dengan sasaran kelompok orang yang berisiko tinggi terhadap
penyakit dan kelompok yang sakit.

b. Ruang Lingkup Promosi Kesehatan Berdasarkan Tatanan Pelaksanaan


Berdasarkan tatanan (setting) atau tempat pelaksanaan promosi atau
pendidikan kesehatan, maka ruang lingkup promosi kesehatan ini dapat
dikelompokkan menjadi:

 Promosi kesehatan pada tatanan keluarga (rumah tangga)


 Promosi kesehatan pada tatanan sekolah
 Promosi kesehatan di tempat kerja

Universitas Indonesia
13

 Fasilitas pelayanan kesehatan

2.2.1 Strategi Global Promosi Kesehatan menurut WHO, 1984


a. Advokasi
Advokasi didefinisikan sebagai 'kata tangkapan untuk segala
keterampilan yang digunakan untuk menciptakan pergeseran opini publik
dan memobilisasi sumber daya dan kekuatan yang diperlukan untuk
mendukung sebuah isu, kebijakan, atau konstituensi. Advokasi berusaha
meningkatkan kekuatan orang dan kelompok dan membuat institusi lebih
tanggap terhadap kebutuhan manusia. Advokasi mencoba untuk
memperbesar berbagai pilihan yang dapat dimiliki orang dengan
meningkatkan kekuatan mereka untuk menentukan masalah dan solusi dan
berpartisipasi dalam arena sosial dan kebijakan yang lebih luas '(Wallack et
al., 1993: 27-8).
Advokasi (advocacy) adalah kegiatan memberikan bantuan kepada
masyarakat dengan membuat keputusan (Decision makers) dan penentu
kebijakan (Policy makers) dalam bidang kesehatan maupun sektor lain diluar
kesehatan yang mempunyai pengaruh terhadap masyarakat. Dengan
demikian, para pembuat keputusan akan mengadakan atau mengeluarkan
kebijakan-kebijakan dalam bentuk peraturan, undang-undang, instruksi yang
diharapkan menguntungkan bagi kesehatan masyarakat umum. Srategi ini
akan berhasil jika sasarannya tepat dan sasaran advokasi ini adalah para
pejabat eksekutif dan legislatif, para pejabat pemerintah, swasta, pengusaha,
partai politik dan organisasi atau LSM dari tingkat pusat sampai daerah.
Bentuk dari advokasi berupa lobbying melalui pendekatan atau pembicaraan-
pembicaraan formal atau informal terhadap para pembuat keputusan,
penyajian isu-isu atau masalah-masalah kesehatan yang mempengarui
kesehatan masyarakat setempat, dan seminar-seminar kesehatan (Wahid
Iqbal Mubarak, Nurul Chayantin2009 ).
Organisasi Kesehatan Dunia/WHO (1995) menggambarkan advokasi
kesehatan sebagai kombinasi tindakan individu dan sosial yang dirancang
untuk mendapatkan komitmen politik, dukungan kebijakan, penerimaan dan

Universitas Indonesia
14

sistem sosial yang mendukung tujuan atau program kesehatan tertentu.


Advokasi untuk kesehatan melampaui peningkatan kesadaran dan mendidik
orang tentang sebuah isu. Hal ini merupakan sarana untuk mencapai tujuan
untuk:
 Memungkinkan orang dan masyarakat untuk mendapatkan akses, dan
suara dalam, proses pengambilan keputusan dari institusi dan
organisasi yang relevan, apakah mereka pemerintah atau non-
pemerintah, untuk-keuntungan atau tidak-untuk-keuntungan;
 Mengubah hubungan kekuatan antara institusi-institusi ini dan orang-
orang yang terpengaruh oleh keputusan mereka, sehingga berpotensi
mengubah institusi itu sendiri;
 Meningkatkan kesehatan populasi secara keseluruhan dan membawa
perbaikan yang nyata dalam kehidupan masyarakat;
 Mengejar tindakan etis yang menangani keadilan sosial dan keadilan
kesehatan (Carlisle, 2000).
Advokasi Kesehatan, yaitu pendekatan kepada para pimpinan atau
pengambil kebijakan agar dapat memberikan dukungan masksimal,
kemudahan perlindungan pada upaya kesehatan (Depkes 2001). Menurut
para ahli retorika Foss dan Foss et. All 1980, Toulmin 1981 (Fatma Saleh
2004), advokasi suatu upaya persuasif yang mencakup kegiatan-kegiatan
penyadaran, rasionalisasi, argumentasi dan rekomendasi tindak lanjut
mngenai sesuatu. Tujuan umum advokasi adalah untuk mendorong dan
memperkuat suatu perubahan dalam kebijakan, program atau legislasi,
dengan memperkuat basis dukungan sebanyak mungkin. Sementara fungsi
advokasi adalah untuk mempromosikan suatu perubahan dalam kebijakan
program atau peraturan dan mendapatkan dukungan dari pihak-pihak lain.

b. Dukungan sosial (Social support)


Kegiatan yang ditujukan kepada para tokoh masyarakt, baik formal
(guru, lurah, camat, petuga kesehatan, dan sebagainya) maupun informal
(tokoh agama, dan sebagainya) yang mempunyai pengaruh di masyarakat.
Tujuan kegiatan ini adalah agar kegiatan atau program kesehatan tersebut
memperoleh dukungan dari para tokoh masyarakat (toma) dan tokoh agama

Universitas Indonesia
15

(toga). Selanjutnya toma dan toga diharapkan dapat menjembatani antara


pengelola program kesehatan dngan masyarakat.
Pada masyarakat yang masih paternalistic seperti di Indonesia ini,
toma dan toga merupakan panutan perilaku masyarakat yang sangat
signifikan. Oleh sebab itu apabila toma dan toga sudah mempunyai perilaku
sehat, akan mudah ditiru oleh anggota masyarakat yang lain. Bentuk kegiatan
mencari dukungan social ini antara lain pelatihan-pelatihan para toma dan
toga, seminar, lokakarya, penyuluhan, dan sebagainya.

c. Pemberdayaan Masyarakat (Empowerment)


Pemberdayaan ini ditujukan kepada masyarakat langsung, sebagai
sasaran primer atau utama promosi kesehatan. Tujuannya adalah agar
masyarakat memiliki kemampuan dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatan mereka sendiri. Pemberdayaan masyarakat ini dapat diwujudkan
dengan berbagai kegiatan, antara lain penyuluhan kesehatan,
pengorganisasian dan pembangunan masyarakat dalam bentuk, misalnya
koperasi dan pelatihan keterampilan dalam rangka peningkatan pendapatan
keluarga. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan masyarakat
memiliki kemampuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
mereka sendiri (self relince in health). Oleh karena bentuk kegiatan
pemberdayaan masyarakat ini lebih pada kegiatan pergerakan
masyarakatuntuk kesehatan, misalnya adalah dana sehat, adanya pos obat
sehat, adanya gotong royong kesehatan, dan sebagainya, maka kegiatan ini
sering disebut “gerakan masyarakat” untuk kesehatan. Meskipun demikian
tidak semua pemberdayaan masyarakat itu berupa kegiatan gerakan
masyarakat.

2.2.2 Intervensi Promosi Kesehatan


Intervensi adalah kegiatan yang memiliki tujuan dan direncanakan,
dilakukan di tempat tertentu, dengan maksud membawa dampak perubahan
pada orang atau kelompok tertentu. Tanpa tujuan dan rencana, sebuah
kegiatan tidak boleh dianggap sebagai intervensi. Tujuan intervensi promosi
kesehatan adalah untuk memenuhi persyaratan tindakan yang memenuhi

Universitas Indonesia
16

kebutuhan seseorang atau kelompok tertentu. Kebutuhan ini bergantung pada


perilaku kesehatan atau penyakit yang mereka coba ubah.
Jadi, untuk menentukan suatu intervensi, kita harus menentukan
tujuan kegiatan, tata cara, dan target yang dituju. Bagaimana intervensi akan
mencapai tujuannya adalah tujuannya. Sumber daya yang dibutuhkan untuk
melakukan intervensi juga harus dijelaskan. Tempat kegiatan berlangsung
adalah setting atau tempat untuk intervensi. Orang yang ingin diintervensi
untuk melakukan suatu perubahan yang disebut sebagai target.
Inilah lima dimensi penting dari setiap intervensi: tujuan, penetapan,
target, sasaran, dan sumber daya. Deskripsi intervensi yang koheren adalah
satu di mana ada kesesuaian antara dimensi, sedemikian rupa sehingga
tujuannya dapat tercapai secara objektif (misalnya, mengembangkan
keterampilan motorik dengan membaca selebaran), target dapat ditemukan
dalam setting (tidak. Misalnya, orang dengan tingkat pendidikan rendah di
sutu universitas), dan tujuannya layak dilakukan dan dalam sumber daya
yang ada.
a. Tujuan intervensi
Tujuan intervensi, bagaimana penjelasannya, dan seberapa jauh
jangkauannya ditentukan oleh tujuan intervensi. Ada perdebatan yang terus
berlanjut mengenai tujuan intervensi promosi kesehatan, dan berakibat pada
keberhasilan mereka. Secara umum ada dua kubu: mereka yang
berpendapat bahwa makna kesuksesan adalah bahwa orang memiliki
kendali atas kesehatan mereka sendiri (apakah mereka mengejar pilihan
yang sehat atau tidak) yang kedua yaitu mereka yang berpendapat bahwa
makna kesuksesan adalah bahwa orang berperilaku dengan cara tertentu
ditentukan oleh intervener (apakah orang memiliki pilihan untuk
melakukannya atau senang karenanya).
Menurut definisi Piagam Ottawa (WHO, 1986), tujuan intervensi
dalam promosi kesehatan adalah untuk memenuhi kebutuhan kesehatan.
Artinya, untuk meningkatkan kontrol target pada faktor-faktor yang telah
mempengaruhi kesehatan mereka. Promotor kesehatan tidak memiliki hak
untuk memaksakan perubahan pada target dan targetlah yang menentukan

Universitas Indonesia
17

hasil perilaku yang ideal. Orang membuat keputusan tertentu (atau bertindak
dengan cara tertentu) hal tersebut bukanlah tujuannya melainkan bagaimana
mereka memiliki pengetahuan, keterampilan, sumber daya, dan kesempatan
untuk mengambil tindakan yang mereka pilih, dan mereka memahami
konsekuensi tindakan tersebut terhadap kesehatan mereka, atau kesehatan
dan kesejahteraan orang lain. Begitu kebutuhan itu terpenuhi, pekerjaan
promotor kesehatan telah selesai.
Perubah perilaku di sisi lain, mengasumsikan hak untuk mengatakan
apa hasil perilaku terbaiknya. Namun, mereka tetap harus beroperasi melalui
kebutuhan, walaupun mereka cenderung didefinisikan secara normatif dan
mungkin termasuk membatasi kesempatan untuk mengambil risiko sekaligus
memenuhi kebutuhan untuk berjaga-jaga (misalnya, memasok sumber daya).
Pekerjaan pengubah perilaku tidak dilakukan sampai populasi sesuai dengan
perilaku yang ditentukan.

b. Target intervensi
Gambaran untuk sasaran intervensi dapat mencakup karakteristik dari
khalayak potensial (semua orang yang berpotensi memperoleh keuntungan)
serta menunjukkan berapa banyak potensi pemirsa yang diharapkan akan
tercapai (baik sebagai proporsi potensi penonton atau jumlah orang tertentu).
Bila intervensi ditemui secara langsung oleh populasi yang
bermasalah, kelompok sasaran harus ditetapkan untuk memaksimalkan
dampak intervensi. Ini biasanya pada sekelompok orang yang paling
membutuhkan intervensi yang ditawarkan. Uraian tentang kelompok sasaran
oleh karena itu merupakan penanda pengganti untuk masalah kesehatan yang
perlu dipermasalahkan atau kebutuhan spesifik yang ditangani oleh
intervensi. Misalnya, intervensi yang terkait dengan latihan yang meningkat
seharusnya menjadi kelompok sasaran orang-orang yang kurang berolahraga.
Jika intervensi tersebut secara khusus meningkatkan pengetahuan tentang
fasilitas olahraga, targetnya adalah mereka yang cenderung tidak
mengetahuinya.
Profil orang-orang yang kebutuhannya telah diubah sebagai hasil
kegiatan intervensi harus mencakup pertimbangan jenis kelamin, usia,

Universitas Indonesia
18

etnisitas, seksualitas, kecacatan, kelas / pekerjaan / pendidikan, area tinggal,


serta karakteristik lainnya. Karakteristik populasi yang tidak ditentukan
menunjukkan bahwa intervensi mempertimbangkan bahwa karakteristik
tersebut tidak penting untuk ketidaksetaraan kesehatan, masalah perilaku,
dan kebutuhan spesifik yang dimaksudkan intervensi untuk ditangani.
Karena kesehatan adalah hasil dari tindakan banyak orang yang
berbeda di sepanjang rantai penyebab, intervensi promosi kesehatan dapat
ditargetkan, misalnya, kementrian pemerintahan dan pembuat kebijakan
lainnya, editor surat kabar, komisaris layanan dan penyedia layanan, serta
diarahkan pada populasi yang memprihatinkan. Jika intervensi ditujukan
pada orang-orang ini, deskripsi intervensi harus setepat mungkin tentang
siapa orang-orang ini. Dalam hal ini, target pemirsa potensial biasanya jauh
lebih kecil daripada target khalayak potensial di kalangan masyarakat umum.

2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Perubahan Perilaku


Sehat menurut WHO (1981) adalah suatu keadaan yang sempurna baik fisik,
mental maupun, sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat saja.
Sedangkan kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan No.23 tahun 1992
adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap
orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Pemerintah berusaha terus meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pada
setiap sektor pembangunan kesehatan dan sektor lainnya dalam rangka
mewujudkan tujuan pembangunan, kesehatan sebagaimana disebutkan dalam
Undang-Undang Kesehatan No. 23 pasal 3, yaitu untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang optimal. Tujuan pembangunan kesehatan tersebut akan
lebih cepat dapat diwujudkan jika semua lapisan baik masyarakat, pemerintah, dan
swasta terlibat atau berperan aktif dalam pembangunan kesehatan.
Beberapa definisi tentang perilaku berkaitan dengan studi yang akan
dilakukan. Menurut I.B. Mantra (1997), perilaku adalah respon individu terhadap
stimulasi, baik yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Sedangkan
menurut Lawrence W. Green (1991, 429), dikemukakan sebagai berikut:

Universitas Indonesia
19

“Behavior ia an action that has a specific frequency, duration, and purpose,


whether conscious or unconscious”
Perilaku adalah tindakan atau perbuatan yang sering dilakukan secara teratur,
berlangsung lama dan mempunyai maksud tertentu baik yang dilakukan dalam
situasi sadar maupun tanpa sadar. Berdasarkan kedua pengertian tersebut, menurut
penulis perilaku dapat diartikan sebagai suatu tindakan seseorang yang dilakukan
secara teratur dan berkesinambungan dalam rangka mencapai tujuan tertentu baik
yang dilakukan secara sadar maupun tanpa sadar karena telah menjadi kebiasaan
rutin sehari-hari.
Pengolahan sampah berhubungan dengan perilaku masyarakat yang
memproduksi sampah tersebut. Menyadarkan masyarakat sebagai produsen
sampah dalam jumlah banyak dan tidak membuang sembarangan akan dapat
mengurangi permasalahan sampah. Faktor sosial dan budaya juga menjadi factor
yang penting untuk mengetahui kebiasaan perilaku masyarakat dalam pengelolaan
sampah. Selain itu pola konsumtof dan gaya hidup akan mempengaruhi besarnya
timbunan sampah yang dimiliki (Sigit Setyo Pramono, 2005).
Di negara-negara berkembang, pada umumnya masyarakat memandang
sampah sebagai barang yang tidak berguna dan tidak diinginkan, sehingga
perlakuannya adalah dengan membuangnya. Persoalan akan muncul apabila setiap
orang memperlakukan sampah sesuai dengan pemahaman dan kebiasaan mereka
masing –masing seperti membuang sampah di sembarang tempat seperti di selokan
atau sungai dimana nantinya akan mengakibatkan penyumbatan pada saluran dan
merupakan salah satu dari penyebab banjir. Masyarakat masih belum mengetahui
bagaimana pengelolaan sampah yang baik dan benar (Suryanto Susilowati, 2004).
Pola perilaku tersebut akan dapat berubah apabila masyarakat diberi informasi
tentang pengelolaan sampah yang baik dan benar.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang untuk dapat sampai
kepada perilaku tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut ada beberapa teori yang
disampaikan oleh para ahli tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
seperti Health Belief Model, Theory of Reasoned Action (TRA) atau Theory of
Behavior Intention, Sosial Learning Theory (SIT) dan Model Snehandu B. Kar.
Namun dalam penulisan ini mengacu kepada salah satu teori yaitu precede model

Universitas Indonesia
20

yang disampaikan oleh Lawrence W. Green dimana teori tersebut dapat


diintegrasikan kedalam salah satu faktor akar perilaku yang meliputi prediasposing,
reinforcing dan enabling factors dari precede model tersebut.
Hubungan antara kesehatan dan perilaku, dinyatakan oleh HL.Blum bahwa
status kesehatan dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor, salah satunya adalah faktor
perilaku yang menentukan peranan nomor dua paling besar setelah lingkungan,
baru kemudian faktor pelayanan kesehatan dan faktor keturunan. Menurut Becker
(1979), perilaku hidup sehat adalah perilaku yang berkaitan dengan upaya atau
kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya.
Perubahan perilaku merupakan hal yang terpenting untuk membentuk
kepribadian seseorang. Menurut Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa perilaku
adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan
dapat dipelajari dan dapat dilaksanakan langsung secara praktik melalui tahapan
proses belajar. Dimensi Perubahan Perilaku Kesehatan
a. Mengubah perilaku negatif (tidak sehat) menjadi perilaku positif (sesuai
dengan nilai– nilai kesehatan).
b. Mengembangkan perilaku positif (pembentukan atau pengambangan perilaku
sehat).
c. Memelihara perilaku yang sudah positif atau perilaku yang sudah sesuai
dengan norma/nilai kesehatan (perilaku sehat). Dengan mempertahankan
perilaku sehat yang sudah ada, perilaku seseorang dapat berubah jika terjadi
ketidakseimbangan antara kedua kekuatan di dalam diri seseorang.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku membuang sampah di


sungai adalah :
a. Pendidikan
Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi terhadap perilaku seseorang
dalam melakukan pengelolaan sampah (Budioro,1998). Teori Lawrence Green
mengatakan bahwa pendidikan kesehatan mempunyai peranan penting dalam
mengubah dan menguatkan perilaku positif . Pendidikan membunyai peranan
dalam memberitahu masyarakat akan bahaya sampah terhadap lingkungan dan
kesehatan. Tingkat Pendidikan memperlihatkan korelasi yang positif dengan

Universitas Indonesia
21

status gizi, penggunaan pelayanan dan kebersihan seseorang (Soekidjo


Notoatmojo, 2003).
b. Pengetahuan
Pengetahuan berperan penting dalam membentuk tindakan seseorang.
Tingkatan dari pengetahuan meliputi (Hidiqy, 2009) :
 Tahu (Know)
Tahun diartikan sebagai mengingat materi yang telah diajarkan (recall)
 Memahami (Comprehension)
Merupakan kemampuan untuk menjelaskan dengan benar tentang materi
yang dipelajari dan dapat menginterpretasikan materi tersebut dengan
benar.
 Aplikasi (Application)
Kemampuan dalam mengimplementasikan materi yang sudah diajarkan
dalam situasi yang sebenarnya.
 Analisis (Analysis)
Kemampuan dalam membedakan, memilah sesuatu untuk digolongkan dan
dikelompokkan kembali lalu mencari keterkaitan dan ditafsirkan maknanya.
 Evaluasi (Evaluation)
Kemampuan dalam melakukan penilaian terhadap suatu materi dengan
menggunakan kriteria-kriteria yang ada.
Pengetahuan dapat diperoleh, melalui pendidikan, baik formal maupun
nonformal dan membutuhkan proses kognitif yang kompleks. Hal yang penting
dalam sarana ini adalah sumber informasi dan media penyampaiannya.
c. Faktor Sosial
Faktor sosial sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku antara lain
sktruktur sosial, pranata-pranata sosial dan permasalahan–permasalahan sosial
yang lain. Pada faktor sosial ini bila seseorang berada pada lingkungan yang
baik yang maka orang tersebut akan memiliki perilaku sehat yang baik
sedangkan sebaliknya bila seseorang berada pada lingkungan yang kurang baik
maka orang tersebut akan memiliki perilaku sehat yang kurang baik juga.
d. Faktor Kepribadian

Universitas Indonesia
22

Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku salah satunya adalah perilaku


itu sendiri (kepribadian) yang dimana dipengaruhi oleh karakteristik individu,
penilaian individu terhadap perubahan yang di tawarkan, interaksi dengan
petugas kesehatan yang merekomen-dasikan perubahan perilaku, dan
pengalaman mencoba merubah perilaku yang serupa.
e. Faktor Emosi
Rangsangan yang bersumber dari rasa takut, cinta, atau harapan– harapan yang
dimiliki yang bersangkutan.

2.4 Proses Terjadinya Perubahan Perilaku


Menurut Lawrence (1949), proses terjadinya perubahan perilaku terdiri atas:

a. Prekontemplasi: Belum ada niat perubahan perilaku


b. Kontemplasi:
 Individu sadar adanya masalahnya dan secara serius ingin mengubah
perilakunya menjadi lebih sehat.
 Belum siap berkomitmen untuk berubah.
c. Persiapan :
 Individu siap berubah dan ingin mengejar tujuan.
 Sudah pernah melakukan tapi masih gagal.
d. Tindakan:Individu sudah melakukan perilaku sehat, sekurangnya enam bulan
dari sejak mulai usaha memberlakukan perilaku hidup sehat.
e. Pemeliharaan: Individu berusaha mempertahankan perilaku sehat yang telah
dilakukan (enam bulan dilhat kembali).

Universitas Indonesia
BAB 3
RENCANA PROGRAM

Program Sungai Bebas Sampah (SBS) merupakan program promosi kesehatan


dengan menerapkan teori-teori perubahan perilaku seperti yang telah dibahas pada bab
sebelumnya. Program ini terdiri dari beberapa aktivitas dengan pendekatan strategi
promosi kesehatan yang diusung oleh WHO (1984), di antaranya Advokasi, Dukungan
Sosial (Kemitraan) dan Pemberdayaan Masyarakat.

3.1 Tahapan Program SBS


Aktivitas intervensi kemudian dibagi menjadi menjadi tiga tahap, yakni tahap
persiapan (preparation), pelaksanaan (implementation), serta pemantauan (monitoring)
dan evaluasi.
3.1.1 Tahap Persiapan
Tahap-tahap perencanaan yang dilakukan secara berurutan adalah sebagai
berikut:
a. Melakukan rapat koordinasi bersama perwakilan perangkat kecamatan,
kelurahan, PKK, Karang Taruna, Dinas Lingkungan Hidup, dan
masyarakat (termasuk ketua RT/RW) dengan tujuan:
 Menginformasikan angka kejadian penyakit berbasis lingkungan
dan dampak lingkungan lainnya sebagai dasar kebutuhan
intervensi (Strategi advokasi)
 Mengidentifikasi dan menentukan penyebab masalah perilaku
membuang sampah di Sungai Ciliwung, khususnya di Kelurahan
Pejaten Timur
 Mengajukan rencana kegiatan intervensi dan meminta dukungan
dan kerjasama pihak-pihak terkait (Strategi Dukungan Sosial)
 Mendapatkan masukan perbaikan atas rencana kegiatan intervensi
 Menentukan pembagian peran masing-masing pihak yang terlibat
dalam kegiatan intervensi
b. Penyusunan Term of Reference (ToR) berdasarkan hasil rapat koordinasi
dan mendistribusikannya kepada pihak-pihak terkait

23
Universitas Indonesia
24

c. Penyusunan proposal kegiatan untuk pengajuan kemitraan baik dari segi


dukungan maupun pembiayaan kegiatan intervensi
d. Penyusunan rancangan monitoring dan evaluasi kegiatan intervensi

3.1.2 Tahap Pelaksanaan


a. Uraian Kegiatan
Pada tahap ini dilaksanakan kegiatan seperti yang diuraikan pada tabel
3.1 di bawah ini. Kegiatan intervensi pada tahap ini lebih mengarah pada
strategi pemberdayaan masyarakat.

b. Waktu Pelaksanaan
Program SBS dilakukan dalam kurun waktu 1 tahun, berawal pada
bulan Januari 2020 dan berakhir pada bulan Desember 2020.

Universitas Indonesia
25

Tabel 3.1 Uraian Kegiatan Program SBS

No Kegiatan Tujuan Indikator Keberhasilan Sasaran Pelaksana Tempat Pelaksanaan Sumber Dana

1 Penyuluhan mengenai: Untuk meningkatkan  Terlaksananya Masyarakat pada  Tenaga Aula Kelurahan  Puskesmas
 dampak negatif pengetahuan dan kegiatan RW tertarget promkes Pejaten Timur  Bantuan
membuang sampah ke kesadaran sasaran penyuluhan berusia produktif Puskesmas pemerintah
sungai bagi kesehatan terkait pentingnya sebulan sekali pada Pejaten Timur setempat
dan lingkungan menjaga kebersihan setiap RW yang  Perwakilan dari  Bantuan
 pemilahan dan sungai dan bahaya berbeda selama Dinas CSR
pengolahan sampah membuang sampah ke satu tahun Lingkungan
rumah tangga sungai  80% peserta Hidup Provinsi
memiliki DKI Jakarta
peningkatan
pengetahun
melalui pre test
dan post test

2 Pelatihan (workshop): Untuk meningkatkan  Terlaksananya Masyarakat pada  Pengelola Bank Lapangan parkir  Puskesmas
 Pemilahan dan kemampuan sasaran kegiatan pelatihan RW tertarget Sampah Delima kantor kelurahan  Bantuan
pengolahan sampah dalam memanfaatkan sebulan 1x pada berusia produktif  Kader PKK Pejaten Timur pemerintah
barang bekas agar setiap RW yang Pejaten Timur setempat
rumah tangga
tidak menjadi sampah berbeda selama 1  Bantuan
 Pemanfaatan barang yang dibuang ke tahun CSR
bekas menjadi tempat sungai  Setiap peserta telah
sampah memiliki tempat
 Pemanfaatan barang sampah sesuai
bekas menjadi tempat jenisnya
tanam vertikultur berdasarkan jenis

Universitas Indonesia
26

sampah (organic,
non organik, dan
B3) setelah
dilakukan
monitoring degan
obeservasi rumah
sebulan setelah
intervensi
 Setiap peserta
memisahkan
sampah
berdasarkan jenis
di rumahnya
setelah dilakukan
monitoring degan
obeservasi rumah
sebulan setelah
intervensi
 Setiap peserta telah
memanfaatkan
barang bekas
sebagai tempat
tanam vertikultur
setelah dilakukan
monitoring degan

Universitas Indonesia
27

obeservasi rumah
sebulan setelah
intervensi

3 Kerja bakti membersihkan Untuk membentuk  Terlaksananya Masyarakat kelurahan Pejaten Timur Sekitar bantaran  Bantuan
sungai/kali dan drainase sikap tidak membuang kerja bakti tertarget berusia produktif sungai Ciliwung pemerinta
sampah sembarangan membersihkan yang melintasi h setempat
yang menyebabkan sungai/kali dan kelurahan Pejaten  Bantuan
mudahnya drainase 3 bulan Timur CSR
pembersihan sungai sekali
apabila tidak terdapat  Tidak ada sampah
sampah di aliran sungai
Ciliwung dekat
Kelurahan Pejaten
Timur

4 Penyuluhan dan Untuk menumbuhkan  Terlaksananya Anak-anak usia  Kader PKK Aula Kelurahan  Bantuan
penyelenggaraan pekan kepedulian terhadap lomba cinta PAUD dan TK  Karang Taruna Pejaten Timur pemerinta
lomba cinta lingkungan lingkungan bagi anak- lingkungan satu untuk lomba h setempat
Kelurahan
(menggambar, berpuisi, anak kali dalam satu menggambar; usia  Bantuan
story telling) anak-anak Sekolah Dasar Pejaten Timur
tahun CSR
dengan tema gambar  Hasil karya peserta untuk lomba story
kebersihan lingkungan dapat digunakan telling dan berpusi
untuk bahan/media di kelurahan
promosi kesehatan Pejaten Timur
dan lingkungan
tingkat PAUD,
TK, dan SD

Universitas Indonesia
28

5 Penyuluhan dan Untuk menumbuhkan  Terlaksananya Remaja di  Kader PKK Aula Kelurahan  Bantuan
penyelenggaraan lomba kepedulian terhadap lomba videografi kelurahan Pejaten  Karang Taruna Pejaten Timur pemerinta
videografi remaja dengan lingkungan bagi satu kali dalam Timur h setempat
Kelurahan
tema dampak lingkungan remaja satu tahun  Bantuan
Pejaten Timur
akibat membuang sampah  Hasil karya video CSR
sembarangan peserta dapat
digunakan sebagai
bahan KIE oleh
Puskesmas dan
Kelurahan Pejaten
Timur

Universitas Indonesia
29

3.1.3 Tahap Pemantauan dan Evaluasi


Pada tahap ini dilakukan pemantauan (monitoring) terhadap setiap
kegiatan yang direncanakan sebelumnya. Pemantauan dilaksanakan dalam
rangka melihat perkembangan dan pencapaian indikator keberhasilan, serta
mendokumentasikan permasalahan yang timbul pada saat kegiatan untuk
dicari pemecahannya, terutama untuk kegiatan yang dilaksanakan setiap
bulan dengan target peserta yang berbeda. Meskipun setelah setiap kegiatan
dilaksanakan disusun strategi perbaikan, pada akhir berjalannya program
juga dilakukan evaluasi akhir guna merangkum dan meninjau kembali
efektivitas setiap kegiatan intervensi. Berikut merupakan template lembar
monitoring.

Tabel 3.4 Template Lembar Monitoring dan Evaluasi


Tindakan
Realisasi
Perbaikan
Indikator
Waktu Pelaksana Status Masalah
No Kegiatan Keberhasil
& indikator yang
an
Tempat (Tercapai/ timbul
Tidak)

Universitas Indonesia
30

3.2 Timeline Program SBS


Tabel 3.2 Timeline Program SBS
Tahun Pelaksanaan: 2020 Keterangan
Bulan ke-
Aktivitas
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Tahap Persiapan
Pendekatan ke
pemerintah
setempat
(RT,RW,
Kelurahan,
Kecamatan,
Dinas
Lingkungan
Hidup)
Pendekatan ke
Kader PKK
dan Karang
Taruna
Tahap Pelaksanaan
Kegiatan 1 bulan 1 RW.
penyuluhan
dan pelatihan
Kerja bakti
Pekan lomba Memperingati
cinta Hari
lingkungan Lingkungan
(menggambar, Hidup Sedunia
berpuisi, story
telling)
Lomba
videografi
tentang
lingkungan
bagi remaja
Tahap Pemantauan dan Evaluasi
Monitoring
Evaluasi
Pembuatan
laporan

Universitas Indonesia
31

3.3 Rancangan Anggaran Program SBS

Kegiatan Kebutuhan Frekuensi Jumlah


Penyuluhan dan Konsumsi peserta dan 11 kali Rp 44.000.000
Pelatihan pelaksana/pertemuan 200
orang* @Rp 20.000

Kerja Bakti Bantuan alat-alat kebersihan 3 kali Rp 3.000.000


Pekan Lomba Peralatan 1 kali Rp 5.000.000
Anak Cinta Total Hadiah Rp 9.000.000
Lingkungan
Lomba videografi Peralatan 1 kali Rp 5.000.000
tentang Total Hadiah Rp 10.000.000
lingkungan bagi
remaja
Total Rp 76.000.00,00

Catatan:
* Asumsi jumlah pelaksana dan jumlah penduduk setiap RW: 20.020 KK/11 RW = 1.820 KK.
Target peserta 10% dari jumlah KK per RW = 182KK.

Universitas Indonesia
32

BAB 4
PENUTUP
Telah diuraikan hal-hal yang mendasari kebutuhan penyelenggaraan Program Sungai
Bebas Sampah di Kelurahan Pejaten Timur, Kecamatan Pasar Minggu. Selain itu
dipaparkan pula rencana aktivitas/kegiatan intervensi dari program ini. Kegiatan-
kegiatan tersebut tidak akan berjalan tanpa mendapatkan dukungan moril dan materil
dari pihak-pihak terkait.

Universitas Indonesia
33

DAFTAR PUSTAKA

Aryanta Wayan . Pengaruh Pencemaran Lingkungan terhadap Kesehatan Masyarakat.


http://digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi_Artikel_97
6777923324.pdf (Diakses pada tanggl 8 Desember 2019).
Cragg, Liza_ Nutland, Will. 2015. Health promotion practice. McGraw Hill
Education_Open University Press.
Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran.
Jakarta.
Hidiqy, Maritsa, 2009. Analisis Faktor-faktor yang berhubungan dengan Perilaku
Masyarakat dalam Membuang Sampah Rumah Tangga di Sungai Mranggen.
Universitas Negeri Semarang. https://lib.unnes.ac.id/4991/1/5630.pdf (Diakses
pada tanggal 9 Desember 2019).
Indrawati Dwi, 2011. Upaya Pengendalian Pencemaran Sungai yang diakibatkan oleh
Sampah. file:///C:/Users/hp/Downloads/692-1352-1-SM%20(2).pdf (Diakses
tanggal 8 Desember 2019).
Kementerian Lingkungan Hidup, 2016. Mengkritisi Kebijakan Penanganan Kantong
Plasik di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi,
Kebijakan dan Perubahan Iklim. http://puspijak.org/upload_files/6_Plastik.pdf
(Diakses pada tanggal 8 Desember 2019).
Mulia, R. M. 2005. Kesehatan Lingkungan. Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta.
Puspitasari, D. E. (2009). Dampak pencemaran air terhadap kesehatan lingkungan
dalam perspektif hukum lingkungan (Studi kasus sungai Code di Kelurahan
Wirogunan Kecamatan Mergangsan dan Kelurahan Prawirodirjan Kecamatan
Gondomanan Yogyakarta). Mimbar Hukum-Fakultas Hukum Unversitas
Gadjah Mada, 21(1), 23-34
Ruhendi, Heru, 2013. Analisa Banjir Jakarta Tahun 2012-2013.
https://konservasidasciliwung.wordpress.com/banjir-ciliwung/makalah-banjir-
ciliwung/3875-2/ (Diakses tanggal 11 Desember 2019).
Warlina Lina , 2004. Pencemaran Air : Sumber, Dampak dan Penanggulangannya.
Institut Pertanian Bogor. http://www.rudyct.com/PPS702-
ipb/08234/lina_warlina.pdf (Diakses tanggal 8 Desember 2019).

Universitas Indonesia
34

Wardhana, W. A. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi Offset.


Yogyakarta.
Soekidjo Notoatmojo, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat :Prinsip-Prinsip Dasar.
Jakarta : Rineka Cipta.

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai