Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

PENYAKIT PD3I
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Penyakit Berbasis
Lingkungan

Dosen Pengampu:
Rojali,SKM,M.Epid
Sri Ani SKM. MKM

Disusun oleh Kelompok 4:


Cindy Shafira Az Zahra (P21335120008)
Hana Sahirah (P21335120018)
Kevin Deva Ameista (P21335120020)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN POLITEKNIK
KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II
Jakarta, 2021
Kata Pengantar

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini

dengan judul “Penyakit PD3I”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu

tugas kelompok mata kuliah Penyakit Berbasis Lingkungan semester tiga program

studi Sarjana Terapan jurusan Kesehatan Lingkungan yang diberikan oleh dosen

mata kuliah Penyakit Berbasis Lingkunga Bapak Rojali,SKM,M.Epid dan Ibu Sri

Ani SKM. MKM.

Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu

penulis mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun dari berbagai

pihak demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata penulis berharap makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis

sendiri dan pihak yang telah membacanya, serta penulis mendoakan semoga

segala bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT.

Jakarta, 2021

Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar....................................................................................................... i

Daftar Isi................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah........................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................1

1.3 Tujuan.................................................................................................... 1

1.4 Manfaat.................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................ 3

2.1 Agen Penyebab...................................................................................... 3

2.2 Karakteristik...........................................................................................5

2.3 Riwayat Perjalanan.............................................................................. 12

2.4 Epidemiologi........................................................................................18

2.5 Peran Lingkungan................................................................................ 22

2.6 Tindakan atau Upaya Pencegahan....................................................... 24

BAB III PENUTUP.............................................................................................. 28

3.1 Kesimpulan.......................................................................................... 28

3.2 Saran.................................................................................................... 28

Daftar Pustaka......................................................................................................29

ii
BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

1.1 Latar Belakang Masalah

Yang disebut dengan PD3I adalah penyakit-penyakit yang sudah tersedia

vaksinnya untuk upaya pencegahannya. Vaksin tersebut apabila diberikan kepada

sasaran akan memberikan perlindungan baik sebagian maupun secara keseluruhan

kepada sasaran tersebut. Penyakit-penyakit tersebut merupakan target Program

Pengembangan Imunisasi (PPI). Ada 7 macam penyakit menular yang dapat

diupayakan pencegahan dengan imunisasi, yaitu: Tuberkulosis; Poliomyelitis;

Difteri; Pertusis; Tetanus; Campak; Hepatitis B.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah makalah ini adalah:

1. Apa agen penyebab penyakit PD3I?

2. Bagaimana karakteristik penyakit PD3I?

3. Bagaimana riwayat perjalanan penyakit PD3I?

4. Bagaimana epidemiologi penyakit PD3I?

5. Apa saja peranan lingkungan terhadap penyakit PD3I?

6. Apa saja tindakan atau upaya pencegahan dari penyakit PD3I?

1.3 Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui agen penyebab penyakit PD3I.

1
2

2. Untuk mengetahui karakteristik penyakit PD3I.

3. Untuk mengetahui riwayat perjalanan penyakit PD3I.

4. Untuk mengetahui epidemiologi penyakit PD3I.

5. Untuk mengetahui peranan lingkungan terhadap penyakit PD3I.

6. Untuk mengetahui tindakan atau upaya pencegahan dari penyakit PD3I.

1.4 Manfaat

Makalah ini diharapkan dapat menghasilkan manfaat, yaitu:

1. Dapat mengetahui agen penyebab penyakit PD3I.

2. Dapat mengetahui karakteristik penyakit PD3I.

3. Dapat mengetahui riwayat perjalanan penyakit PD3I.

4. Dapat mengetahui epidemiologi penyakit PD3I.

5. Dapat mengetahui peranan lingkungan terhadap penyakit PD3I.

6. Dapat mengetahui tindakan atau upaya pencegahan dari penyakit PD3I.


BAB II PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan menjelaskan pembahasan berdasarkan latar belakang

masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat di bab satu.

2.1 Agen Penyebab

2.1.1 Tuberkulosis

Agent (penyebab penyakit) merupakan semua unsur baik hidup atau

mati yang dapat mengakibatkan terjadinya suatu penyakit. Agent penyebab

penyakit terdiri dari bahan kimia, nutrient, mekanik, alamiah, kejiwaan, dan

biologis. Penyakit menular biasanya disebabkan oleh agent biologis, seperti

infeksi bakteri, virus, parasit, atau jamur. Agent yang menjadi penularan penyakit

TB adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis.

Salah satu faktor yang mempengaruhi agent yaitu virulensi. Virulensi

merupakan kemampuan atau keganasan suatu agent penyebab penyakit dalam

menimbulkan kerusakan pada sasaran. Berdasarkan sumber yang sama virulensi

kuman TB termasuk dalam tingkat tinggi.

2.1.2 Poliomyelitis

Penyakit polio disebabkan oleh virus polio. Virus tersebut masuk

melalui rongga mulut atau hidung, kemudian menyebar di dalam tubuh melalui

aliran darah.

Penyebaran virus polio dapat terjadi melalui kontak langsung dengan

tinja penderita polio, atau melalui konsumsi makanan dan minuman yang telah

terkontaminasi virus polio. Virus ini juga dapat menyebar melalui percikan air liur

ketika penderita batuk atau bersin, namun lebih jarang terjadi.

3
4

2.1.3 Difteri

Agen yang merupakan unsur penting yang berperan penting dalam

menyebabkan terjadinya penyakit. Pada penyakit difteri agen yang dimaksud

yakni C. diphtheriae. Bakteri ini dianggap sebagai penyebab kausal primer yang

artinya pada setiap kasus difteri akan selalu ditemukan bakteri ini. Meskipun

adanya bakteri ini belum tentu terjadi penyakit (Azhari, A.R dkk., 2014).

2.1.4 Pertussis

Batuk rejan disebabkan oleh infeksi bakteri Bordetella pertussis di

saluran pernapasan. Infeksi bakteri ini akan menyebabkan pelepasan racun dan

membuat saluran napas meradang. Tubuh merespons hal tersebut dengan

memproduksi banyak lendir untuk menangkap bakteri yang selanjutnya

dikeluarkan dengan batuk.Kombinasi peradangan dan penumpukan lendir bisa

membuat penderita sulit bernapas. Oleh karena itu, penderita harus berusaha

menarik napas lebih kuat, yang kadang memunculkan bunyi lengking (whoop)

tepat sebelum batuk-batuk.

2.1.5 Tetanus

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC)

menyebutkan, tetanus adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang

disebut Clostridium tetani.Spora bakteri tersebut dapat masuk ke dalam tubuh

melalui gigitan binatang atau serangga, luka operasi, tempat suntikan jarum, luka

bakar, serpihan, borok, tali pusar yang terinfeksi, patahan kuku atau benda

berkarat.Ketika bakteri menyerang tubuh, mereka akan menghasilkan racun

(toksin) yang menyebabkan kontraksi otot yang menyakitkan.


5

2.1.6 Campak

Campak disebabkan oleh virus jenis paramyxovirus yang menular

melalui saluran pernapasan. Campak termasuk penyakit sangat menular. Bahkan

dikatakan bahwa 90% pasien yang belum mendapatkan vaksinasi campak dapat

tertular bila mereka berada dalam jarak dekat dengan orang yang terinfeksi.

2.1.7 Hepatitis B

Hepatitis B adalah infeksi serius pada hati yang disebabkan oleh virus

hepatitisB (HBV). Hepatitis B bisa menyebabkan kondisi akut dan kronis pada

pasien. Jikasudah memasuki level kronis, penyakit ini bisa membahayakan

nyawa penderitanya. Jika tidak segera ditangani, pendertia hepatitis B kronis beris

iko terkena sirosis, kanker hati, atau gagal hati. Hepatitis B sulit dikenali karena

gejala-gejalanya tidak langsung terasa dan bahkan ada yang sama sekali tidak

muncul. Karena itulah, banyak orang yang tidak menyadari bahwa dirinya telah

terinfeksi. Virus ini biasanya berkembangselama 1-5 bulan sejak terjadi pajanan

terhadap virus sampai kemunculan gejala pertama.

2.2 Karakteristik

2.2.1 Tuberculosis (TBC)

Bila seseorang sudah terinfeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis

dan bakteri sudah tidak dalam kondisi laten alias sudah aktif, tubuh orang itu akan

memberikan gejala-gelaja penyakit TBC yang bisa dilihat. Berikut ini gejala-

gejala TBC tersebut :

1. Merasa tidak sehat, lemah, letih, dan lesu.

2. Hilang nafsu makan dan nafsu minum.


6

3. Batuk-batuk dengan dahak berwarna kekuningan atau kehijauan (awal TBC)

dan dahak yang bercampur darah (TBC akut).

4. Sakit otot.

5. Napas tersengal/bernapas pendek-pendek.

6. Detak jantung yang cepat.

7. Turun berat badan drastis.

8. Demam dan berkeringat di malam hari

9. Sakit dada, sakit punggung, atau sakit ginjal, atau sakit ketiganya.

2.2.2 Difteri

Kejadian penyakit difteri dapat dilihat dari gejala yang ditimbulkannya,

sebagai berikut :

1. Demam, suhu tubuh meningkat sampai 38,9° celcius.

2. Batuk dan pilek yang ringan.

3. Sakit dan pembengkakan pada tenggorokan.

4. Mual, muntah, dan sakit kepala.

5. Adanya pembentukan selaput di tenggorokan berwarna putih ke abu-abuan

kotor.

6. Kaku leher.

2.2.3 Pertusis

Kejadian penyakit pertusis dapat dilihat dari gejala yang ditimbulkannya,

sebagai berikut :

1. Minggu pertama.

a. Panas
7

b. Batuk ringan yang lalu semakin meningkat frekuensinya

c. Pilek atau muncul cairan hidung

2. Minggu kedua

a. Batuk tidak juga sembuh meski talah minum obat.

b. Biasanya batuk bertambah parah ketika malam hari.

c. Batuk biasanya diakhiri dengan muntah

d. Nafas berat, menimbulkan bunyi “wup” oleh karena itu disebut

“wooping cough”

e. Terjadi perdarahan pada selaput mata

3. Minggu ketiga

a. Batuk tetap belum sembuh.

b. Dapat terjadi komplikasi yang menimbulkan radang pada paru-paru dan

otak.

2.2.4 Tetanus

Waktu selama 3 hari sampai 4 minggu setelah kuman masuk melalui

luka, racun Clostridium tetani akan merusak sistem saraf dan akan segera muncul

gejala seperti kejang dan kekauan otot rahang (lockjaw), postur badan kaku dan

tidak dapat ditekuk karena kekauan otot leher dan punggung (opistottonus),

dinding perut mengeras seperti papan, gangguan menelan, muka seperti

meringai/tertawa (risus sardonicus). Pasien tetanus mudah sekali mengalami

kejang terutama apabila mendapatkan rangsangan seperti suara berisik, sehinnga

perlu di isolasi di ruang tersendiri. Tetanus pada bayi lahir (tetanus neonatarum),

yang penularannya trejadi saan pemotongan tali pusar.


8

2.2.5 Hepatitis B

Gejala dari penyakit Hepatitis B ini sangat bervariasi terkadang mirip

dengan Hepatitis A dan mirip flu. Namun pada stadium prodromal sering

ditemukan kemerahan kulit dan nyeri sendi, hilangnya nafsu makan, mual kadang

disertai dengan muntah, lemah, pusing, sakit perut terutama disekeliling atau

disekitar hati, urine berwarna gelap, kulit dan mata berwarna kuning (jaundice)

nyeri sendi dan disertai dengan demam dan akan sembuh dalam 2 minggu namun

dari hasil penelitian yang dilakukan oleh para dokter ternyata hanya sedikit

penderita penyakit Hepatitis B yang menjadi ikterik (Naga, 2012).

Secara khusus tanda dan gejala terserangnya hepatitis B yang akut

adalah demam, sakit perut dan kuning (terutama pada area mata yang putih/sklera).

Namun bagi penderita hepatitis B kronik akan cenderung tidak tampak tanda-

tanda tersebut, sehingga penularan kepada orang lain menjadi lebih beresiko.

Tanda gejala hepatitis B biasanya muncul setelah dua sampai tiga bulan setelah

anda terinfeksi dan gejalanya dapat berfariasi dari yang ringan sampai prarah.

Tanda dan gejala hepatitis B antara lain :

1. Nyeri pada area perut

2. Urin yang berwarna gelap

3. Nyeri sendi

4. Hilang nafsu makan

5. Mual dan muntah

6. Lemah dan kelelahan

7. Kulit dan area putih pada mata menjadi kuning.


9

2.2.6 Campak

Penyakit campak terdiri dari 3 stadium, yaitu :

1. Stadium kataral (prodormal)

Biasanya stadium ini berlangsung selama 4-5 hari dengan gejala demam,

malaise, batuk, fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Menjelang akhir stadium

kataral dan 24 jam sebelum timbul eksantema, timbul bercak Koplik. Bercak

Koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum timbul pertama kali pada

mukosa bukal yang menghadap gigi molar dan menjelang kira-kira hari ke 3 atau

4 dari masa prodormal dapat meluas sampai seluruh mukosa mulut. Secara klinis,

gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering didiagnosis sebagai influenza.

2. Stadium erupsi

Stadium ini berlangsung selama 4-7 hari. Gejala yang biasanya terjadi adalah

koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul eksantema di palatum durum dan

palatum mole. Kadang terlihat pula bercak Koplik. Terjadinya ruam atau eritema

yang berbentuk makula-papula disertai naiknya suhu badan. Mula-mula eritema

timbul di belakang telinga, di bagian atas tengkuk, sepanjang rambut dan bagian

belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa

gatal, muka bengkak. Ruam kemudian akan menyebar ke dada dan abdomen dan

akhirnya mencapai anggota bagian bawah pada hari ketiga dan akan menghilang

dengan urutan seperti terjadinya yang berakhir dalam 2-3 hari.

3. Stadium konvalesensi

Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua

(hiperpigmentasi) yang lama-kelamaan akan menghilang sendiri. Selain


10

hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik.

Selanjutnya suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi.

2.2.7 Poliomielitis

Kebanyakan penderita polio tidak menyadari bahwa diri mereka

terinfeksi karena virus polio pada awalnya hanya menimbulkan sedikit gejala atau

bahkan tidak sama sekali. Penderita polio dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu

polio non-paralisis, polio paralisis, dan sindrom pasca-polio.

1. Polio non-paralisis

Polio non-paralisis adalah tipe polio yang tidak menyebabkan kelumpuhan.

Gejalanya tergolong ringan. Berikut ini adalah gejala polio non-paralisis yang

umumnya berlangsung antara satu hingga sepuluh hari.

a. Muntah

b. Lemah otot

c. Demam

d. Meningitis

e. Merasa letih

f. Sakit tenggorokan

g. Sakit kepala

h. Kaki, tangan, leher, dan punggung terasa kaku dan sakit

2. Polio paralisis

Polio paralisis adalah tipe polio yang paling parah dan dapat menyebabkan

kelumpuhan. Polio paralisis bisa dibagi berdasarkan bagian tubuh yang terjangkit,

seperti batang otak, saraf tulang belakang, atau keduanya. Gejala awal polio
11

paralisis sering kali sama dengan polio non- paralisis, seperti sakit kepala dan

demam. Gejala polio paralisis biasanya terjadi dalam jangka waktu sepekan, di

antaranya adalah sakit atau lemah otot yang serius, kaki dan lengan terasa terkulai

atau lemah, dan kehilangan refleks tubuh.

Beberapa penderita polio paralisis bisa mengalami kelumpuhan dengan

sangat cepat atau bahkan dalam hitungan jam saja setelah terinfeksi dan kadang-

kadang kelumpuhan hanya terjadi pada salah satu sisi tubuh. Saluran pernapasan

mungkin bisa terhambat atau tidak berfungsi, sehingga membutuhkan penanganan

medis darurat.

3. Sindrom pasca-polio

Sindrom pasca-polio biasanya menimpa orang-orang yang rata-rata 30-40

tahun sebelumnya pernah menderita penyakit polio. Gejala yang sering terjadi di

antaranya :

a. Sulit bernapas atau menelan.

b. Sulit berkonsentrasi atau mengingat.

c. Persendian atau otot makin lemah dan terasa sakit.

d. Kelainan bentuk kaki atau pergelangan.

e. Depresi atau mudah berubah suasana hati.

f. Gangguan tidur dengan disertai kesulitan bernapas.

g. Mudah lelah.

h. Massa otot tubuh menurun (atrophia).

i. Tidak kuat menahan suhu dingin..


12

2.3 Riwayat Perjalanan

2.3.1 Tuberkulosis

Tahapan riwayat alamiah penyakit Tuberkulosis adalah sebagai berikut:

1. Tahap Peka/ Rentan/ Pre pathogenesis

Pada tahap ini telah terjadi interaksi antara pejamu dengan bibit penyakit.

Tetapi interaksi ini masih diluar tubuh manusia, dalam arti bibit penyakit berada

di luar tubuh manusia dan belum masuk kedalam tubuh pejamu. Pada keadaan ini

belum ditemukan adanya tanda-tanda penyakit dan daya tahan tubuh pejamu

masih kuat dan dapat menolak penyakit. Keadaan ini disebut sehat.

2. Tahap Pra gejala/Masa Inkubasi/ Sub-Klinis

Pada tahap ini telah terjadi infeksi, tetapi belum menunjukkan gejala dan

masih belum terjadi gangguan fungsi organ. Pada penyakit Tuberkulosis paru

sumber infeksi adalah manusia yang mengeluarkan basil tuberkel dari saluran

pernapasan, kontak yang rapat (misalnya dalam keluarga) pasien TB dapat

mengeluarkan kuman TB dalam bentuk droplet yang infeksius ke udara pada

waktu pasien TB tersebut batuk (sekitar 3.000 droplet) dan bersin (sekitar 1 juta

droplet). Droplet tersebut dengan cepat menjadi kering dan menjadi partikel yang

sangat halus di udara.

3. Tahap Klinis (stage of clinical disease)

Tahap klinis merupakan kondisi ketika telah terjadi perubahan fungsi organ

yang terkena dan menimbulksn gejala. Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi

gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat.
13

Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga

cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.

a. Gejala sistemik/umum:

 Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan

darah).

 Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya

dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang

serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.

 Penurunan nafsu makan dan berat badan.

 Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

b. Gejala khusus:

 Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi

sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru)

akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan

menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai

sesak.

 Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paruparu), dapat

disertai dengan keluhan sakit dada.

 Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang

yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada

kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.

 Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak)

dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya


14

adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-

kejang.

4. Tahap Penyakit Lanjut/ Ketidakmampuan.

Tahap Penyakit Lanjut/ Ketidakmampuan merupakan tahap saat akibat dari

penyakit mulai terlihat. Pasien yang menderita penyakit Tuberkulosis semakin

bertambah parah dan penderita tidak dapat melakukan pekerjaan sehingga

memerlukan perawatan (bad rest).

5. Tahap Terminal (Akhir Penyakit)

Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir. Berakhirnya perjalanan

penyakit tersebut dapat berada dalam lima keadaan, yaitu : sembuh sempurna,

sembuh dengan cacad (fisik, fungsional, dan social), karier, penyakit berlangsung

kronik, berakhir dengan kematian. Menurut Depkes RI (2008), Riwayat alamiah

penyakit Tuberkulosis, apabila tidak mendapatkan pengobatan sama sekali, dalam

kurun waktu lima tahun adalah sebagai berikut:

a. Pasien 50 % meninggal

b. 25% akan sembuh dengan daya tahan tubuh yang tinggi

c. 25 % menjadi kasus kronik yang tetap menular

2.3.2 Difteri

Masa inkubasi selama 2-5 hari. Umumnya yang terjadi di

kerongkongan menyebabkan terbentuknya suatu selaput yang berwarna putih

kotor dan melakat erat pada dasarnya. Sehingga ketika kita mencoba mengambil

selaput itu maka akan terjadi perdarahan. Selaput ini dapat meluas ke tenggorokan

dan dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan jalan nafas. Bahaya lain adalah
15

karena bakteri mengeluarkan toksin yang da pat menyerang organ tubuh,

khususnya jantung dan menyebabkan kerusakan pada otot jantung. Seringkali

sampai menyebabkan kematian. Toksin juga dapat merusak organ tubuh lain

seperti ginjal, hat dan syaraf yang menyebabkan kelumpuhan sekat rongga dada

(diafragma) dan kelumpuhan otot bola mata.

2.3.3 Pertusis

Masa inkubasi selama 6-12 hari. Gejala timbul 1-2 minggu setelah

berhubungan dengan penderitanya. Biasanya berlangsung selama 6 minggu atau

lebih. Mak dari itu dinamakan batuk 100 hari. Dalam perjalannnya, pertusis

mengalami beberapa stadium yaitu kataralis yang ditandai timbulnya batuk ringan

terutama pada malam hari disertai dengan demam dan pilek ringan dan gejala ini

berlangsung sampai 2 minggu. Stadium kedua adalah spasmodic yang

berlangsung 2- 4 minggu dengan gejala batuk lebih sering, berbunyi melengking

dan terus menerus sampai muntah dan suit bernafas, berkeringat, pembuluh darah

di wajah dan leher melebar, bibir kaku dan kebiruan karena darah kurang oksigen.

Stadium berikutnya adalah konvalensen yang terjadi 2 minggu dengan ditandai

batuk yang mulai mereda.

2.3.4 Tetanus

Masa inkubasinya selama 4-21 hari. Jika sesorang mendapat luka,

kemungkinan untuk terkena penyakit ini tetap ada sekecil apapun lukanya. Luka

tersebut merupakan pintu masuk bakteri tetanus. Kuman ini akan bekembang biak

dan membentuk racun yang menyebar ke aliran darah/limfe sepanjang serabut


16

saraf motorik, medulla spinalis dan saraf simpatis. Eksotoksin inilah yang

merusak sel susunan sarah pusat dan sarah tulang belakang.

2.3.5 Hepatitis B

Masa inkubasinya sela 6-24 minggu. Ada 4 fase penting, yaitu:

1. fase imunotoleransi (immune tolerance)

Ditandai dengan kcberadaan HBcAg, kadar VHB DNA yang tinggi, kadar

ALT yang normal dan gambaran histologi hati yang normal atau pcrubahan

minimal.

2. fase imunoaktif/fase hepatitis kronik HBeAg positif (immune clearance)

Ditandai dengan keberadaan HBcAg, kadar VHB DNA yang tinggi atau

berfluktuasi, kadar ALT yang meningkat dan gambaran histologi jaringan hati

yang menunjukkan peradangan yang aktif. Outcome dari fasc ini adalah terjadinya

scrokonversi HBeAg menjadi anti HBcAg.

3. fase inactive carrier

Ditandai dengan HBeAg yang negatif, anti-HBe positif, kadar VHB DNA

yang rendah atau tidak terdeteksi (<100.000 IU/mL), gambaran histologi hati

menunjukkan fibrosis hati yang minimal atau hepatitis yang ringan.

4. fase reaktivasi/fase hepatitis kronik HBeAg negatif

Ditandai dengan HBeAg negatif, anti-HBe positif, kadar VHB DNA yang

positif atau dapat dideteksi, kadar ALT yang meningkat serta gambaran histologi

hat menunjukkan proses nekroinflamasi yang aktif.


17

2.3.6 Campak

Gejala timbul dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi, berupa nyeri

tenggorokan, hidung berair, nyeri otot, mata merah, demam, fotofobia. 2-4 hari

kemudian muncul bintik putih di mulut bagian dalam (bintik koplik), ruam yang

gatal setelah 3-5 hari. Ruam dapat berupa macula (mendatar) maupun papula

(agak menonjol). Awalnya ruam di wajah yaitu di depan dan di bawah telinga

serta di leher sebelah samping Dala waktu 1-2 hari menyebar ke batang tubuh,

lengan, tungkai, sedangkan ram di wajah mulai memudar. Pada puncak penyakit,

penderita merasa sangat sakit, ram melas serta suhu tubuhnya mencapai 40 derajat.

3-5 hari kemudian suhu tubuh menurun, pen derita mulai merasa baik dan ruam

segera menghilang. Demam, kecapean, pilek, batuk, dan mata yang radang serta

merah selama beberapa hari dikuti dengan ruam jerawat yang mulai pada wajah

dan merebak ke tubuh dan ada selama 4 hari-7 hari.

2.3.7 Polio

Masa inkubasi selama 6-20 hari dengan rata-rata 3-35 hari. Respon

terhadap infeksi virus in sangat bervariasi dan tingkatannya tergantung pada

bentuk manifestasi klinisnya.

Virus polio masuk melalui mulut dan multiplikasi pertama pada tempat implantasi

dalam faring dan Gl tract. Virus umumnya ditemukan di daerah tenggorokan dan

tinja sebelum timbulnya gejala. 1 minggu setelah timbulnya penyakit, virus

terdapat dalam jumlah kecil di tenggorokan, kemudian masuk ke saluran cerna.

Virus terus-menerus dikeluarkan bersama tinia dalambeberapa minggu. Virus

menembus jaringan limfoid setempat, masuk ke dalam pembuluh darah kemudian


18

masuk ke sistem saraf yaitu sistem saraf pusat dan sumsum tulang belakang .

Biasanya virus in menyerang simpul/serabut saraf di tungkai bawah kaki sehingga

saraf in lemah tidak berfungsi dan otot kaki menjadi lumpuh. Selain kaki, virus ini

juga bisa menyerang saraf tangan dan otak (saraf tenggorokan) sehingga sulit

menelan dan bernafas sampai menyebabkan kematian. Reservoir virus ini hanya

manusia. Tidak ada carrier virus dengan status asimtomatis kecuali pada orang

yang menderita defisiensi sistem imun. Infeksi virus mencapai puncaknya pada

musim panas, sedangkan di daerah tropis tidak ada bentuk musiman penyebaran

infeksi. Virus polio sangat menular, pada kontak rumah tangga yang belum

diimunisasi, tingkat penularannya lebih dari 90 %. Virus polio sangat infeksius

dari 7-10 hari sebelum dan setelah timbulnya gejala, tetapi virus dapat ditemukan

dalam tinja 3-6 minggu setelah terinfeksi.

2.4 Epidemiologi

2.4.1 Tuberculosis

Epidemiologi Tuberkulosis paru (TB paru) di Indonesia masih cukup

tinggi. TB merupakan salah satu dari sepuluh tertinggi penyebab kematian di

seluruh dunia.

2.4.2 Poliomyelitis

Epidemiologi poliomielitis atau polio telah ditekan akibat cakupan

imunisasi polio yang luas. Kasus virus polio liar telah menurun lebih dari 99%

sejak tahun 1988, dari sekitar 350.000 kasus di 125 negara endemik telah ditekan

menjadi hanya 175 kasus yang dilaporkan ke WHO pada tahun 2019.
19

2.4.3 Difteri

Indonesia adalah salah satu negara dengan kasus difteri tertinggi di

dunia. Selama sepuluh tahun terakhir, kasus difteri terbanyak terjadi pada tahun

2012 di mana terdapat 1192 kasus difteri yang tercatat. Selanjutnya, terjadi tren

penurunan jumlah kasus mencapai 342 kasus pada tahun 2016 dengan provinsi

Jawa Timur sebagai kontributor terbesar kasus difteri.

Namun, pada tahun 2017 terjadi peningkatan jumlah kasus difteri di

Indonesia. Sejak 1 Januari sampai dengan 4 November 2017, tercatat 591 kasus

difteri dengan 32 kematian di 95 kabupaten/kota di 20 provinsi di Indonesia. Hal

ini kemudian direspon oleh Kementerian Kesehatan dengan melakukan respons

cepat kejadian luar biasa (KLB) dengan langkah Outbreak Response

Immunization (ORI) pada 12 kabupaten/kota di 3 provinsi yang mengalami KLB,

yakni Banten, Jawa Barat, dan DKI Jakarta. Berdasarkan data Kemenkes RI, pada

tahun 2015 cakupan vaksin DPT3 rutin di Indonesia mencapai 93,1%.

Berdasarkan data tahun 2015, sebanyak 37% kasus difteri merupakan penderita

yang belum mendapatkan imunisasi DPT3.

2.4.4 Pertusis

Pertusis merupakan salah satu penyakit yang paling menular yang

dapat menimbulkan attack rate 80% sampai 100% pada penduduk yang

rentan. Sampai saat ini manusia merupakan satu-satunya host.

Pertusis adalah penyakit endemik. Di Amerika Serikat antara tahun

1932 sampai tahun 1989 telah terjadi 1.188 kali puncak epidemi pertusis.

Penyebaran penyakit ini terdapat di seluruh udara, dapat menyerang semua


20

golongan umur, yang terbanyak adalah anak umur di bawah 1 tahun. Makin muda

usianya makin berbahaya penyakitnya, lebih sering menyerang anak perempuan

daripada laki-laki. Di Amerika Serikat + 35% penyakit terjadi pada usia kurang

dari 6 bulan, termasuk bayi yang berumur 3 bulan. Sekitar 45% penyakit terjadi

pada usia kurang dari 1 tahun dan 66% pada usia kurang dari 5 tahun.

2.4.5 Tetanus

Pada negara berkembang, penyakit tetanus masih merupakan masalah

kesehatan publik yang sangat besar.21 Dilaporkan terdapat 1 juta kasus per tahun

di seluruh dunia, dengan angka kejadian 18/100.000 penduduk per tahun serta

angka kematian 300.000- 500.000 per tahun.2 Mortalitas dari penyakit tetanus

melebihi 50 % di negara berkembang, dengan penyebab kematian terbanyak

karena mengalami kegagalan pernapasan akut. Angka mortalitas menurun karena

perbaikan sarana intensif (ICU dan ventilator), membuktikan bahwa penelitian-

penelitian yang dilakukan oleh ahli sangat berguna dalam efektivitas penanganan

penyakit tetanus.

Penelitian oleh Thwaites et al pada tahun 2006 mengemukakan bahwa

Case Fatality Rate (CFR) dari pasien tetanus berkisar antara 12-53%.5 Penyebab

kematian pasien tetanus terbanyak adalah masalah semakin buruknya sistem

kardiovaskuler paska tetanus ( 40%), pneumonia (15%), dan kegagalan

pernapasan akut (45%).20Health Care Associated Pneumonia (HCAP) dalam

beberapa penelitian dihubungkan dengan posisi saat berbaring. Tetapi, penelitian

terbaru oleh Huynh et al (2011), posisi semi terlentang atau terlentang tidak
21

memberi perbedaan yang bermakna terhadap terjadinya pneumonia pada pasien

tetanus.

2.4.6 Campak

Campak merupakan penyakit endemik di banyak negara terutama di

negara berkembang. Angka kesakitan di seluruh dunia mencapai 5-10 kasus per

10.000 dengan jumlah kematian 1-3 kasus per 1000 orang. Campak masih

ditemukan di negara maju. Sebelum ditemukan vaksin pada tahun 1963 di

Amerika serikat, terdapat lebih dari 1,5 juta kasus campak setiap tahun.

Mulai 9 tahun 1963 kasus campak menurun drastis dan hanya

ditemukan kurang dari 100 kasus pada 1998. 1 Di Indonesia, campak masih

menempati urutan ke-5 dari 10 penyakit utama pada bayi dan anak balita (1-4

tahun) berdasarkan laporn SKRT tahun 1985/1986. KLB masih terus dilaporkan.

Dilaporkan terjadi KLB di pulau Bangka pada tahun 1971 dengan angka kematian

sekitar 12%, KLB di Provinsi Jawa Barat pada tahun 1981 (CFR=15%), dan KLB

di Palembang, Lampung, dan Bengkulu pada tahun 1998. Pada tahun 2003, di

Semarang masih tercatat terdapat 104 kasus campak dengan CFR 0%

2.4.7 Hepatitis B

Virus Hepatitis telah menginfeksi 2 miliar orang di dunia.Sekitar 240

juta orang diantaranya menjadi pengidap hepatitis B dan sekitar 600.000

penduduk dunia meninggal dunia setiap tahunnya karena komplikasi hepatitis B

serta lebih dari 240 juta menderita hati yang kronik (WHO 2012). Pada area

tertentu di dunia,angka karier dapat melampaui 23% (kepulauan Pasifik ,Thailand,


22

Senegal), dan di daerah lain kira-kira 5-10% (area yang luas subbenua India, Asia

Tenggara, Afrika, dan Eropa bagian timur).

Diperkirakan hamper 200 juta orang di seluruh dunia adalah karier

(Mandala 2018). Pada tahun 1993 dilakukan penelitian pada pendonor darah

dengan bantuan palang merah Indonesia (PMI) dan dengan metode Elisa oleh

NAMRU-2 (Naval Universitas Sumatera Utara American Research Unit 2).

Prevalensi HbsAg bervariasi 2,5% sampai dengan 36,17%, dengan prevalensi

yang sangat tinggi yaitu lebih dari 10% dilaporkan dibeberapa tempat di luar

pulau jawa, yaitu Ujung Pandang, Manado, Kupang dan Mataram (Sulaiman,

1995).

2.5 Peran Lingkungan

2.5.1 Tuberkulosis

Parameter faktor lingkungan yang mendukung terjadinya penularan

penyakit TBC, meliputi tingkat kepadatan penghuni rumah, lantai, pencahayaan,

ventilasi, serta faktor kelembaban.

2.5.2 Difteri

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kejadian difteri antara

lain meliputi tingkat kepadatan hunian rumah, sanitasi rumah, serta faktor

pencahayaan dan ventilasi. Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi

munculnya penyakit seperti kita ketahui ada lingkungan fisik biologi, social dan

ekonomi.

2.5.3 Pertusis
23

Faktor yang mempengaruhi penularan adalah sanitasi, higiene lingkungan dan

pribadi yang buruk, karena penyebaran tidak langsung bisa juga terjadi dari pasien

ke lingkungan melalui sekresi respiratorius dan selanjutnya tangan host yang baru

akan mentransfer kuman ini sehingga terjadi inokulasi di traktus respiratorius.

2.5.4 Tetanus

Faktor risiko yang menyebabkan kasus tetanus meningkat di

masyarakat yaitu pertama, lingkungan dengan sanitasi buruk sehingga

menyebabkan bakteri Clostridium tetani akan mudah berkembang biak, dan pada

umumnya penderita dengan gejala tetanus sering mempunyai riwayat tinggal di

lingkungan yang kotor. Kedua, kebersihan tempat dan alat persalinan yang kurang

dijaga sehingga menyebabkan timbulnya penyakit tetanus pada bayi maupun ibu

yang sedang melakukan persalinan. Ketiga, kurangnya kesadaran masyarakat

dengan tingkat ekonomi kelas menengah ke bawah tentang pengetahuan mengenai

penyakit tetanus dan pentingnya imunisasi tetanus serta perawatan luka yang

kurang baik. Gejala awal tetanus ditandai dengan trismus, kejang, panas,

opistotonus, dan kaku pada leher yang dijumpai pada kebanyakan pasien.

2.5.5 Hepatitis B

Faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan virus hepatitis

B antara lain adalah lingkungan dengan sanitasi yang buruk, daerah dengan angka

prevalensi hepatitis B tinggi, daerah unit bedah, unit laboratorium klinik, unit

bank darah, unit ruang hemodialisa, ruang transplantasi dan unit perawatan

penyakit dalam.
24

2.5.6 Campak

Penularan penyakit campak juga dipengaruhi oleh faktor kondisi

lingkungan.Kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi penyakit campak

diantaranya kepadatan hunian kamar dan luas ventilasi kamar. Penelitian Basra

(2015) menunjukkan bahwa anak yang tinggal dengan kamar hunian yang padat

berisiko 5,0 kali terkena campak dibandingkan hunian yang tidak padat. Anak

yang tidur di kamar dengan ventilasi yang tidak memenuhi syarat berisiko 5,5 kali

terkena campak dibandingkan anak yang ventilasi kamarnya memenuhi syarat.

2.5.7 Poliomielitis

Ketika sanitasi sebuah rumah atau lingkungan buruk maka bukan

masalah bakteri atau sekedar diare saja yang akan melSobat, tetapi virus dan

bakteriofage (virus plus bakteri) akan menyerang siapa saja terutama anak-anak

yang rentan terhadap penyakit. Apalagi virus polio yang bisa menular hanya dari

udara ataupun dari cairan. Air yang tidak bersih dan terkontaminasi virus bila

digunakan sehari-hari dapat menyebabkan penyakit polio.

2.6 Tindakan atau Upaya Pencegahan

2.6.1 TBC.

1. Pemberian vaksin BCG.

2. Diagnosis sejak dini.

3. Menjaga lingkungan tempat tinggal.

4. Meningkatkan system imun.

2.6.2 Difteri

1. Imunisasi sejak dini.


25

2. Vaksin difteri.

3. Menyadari gejalanya.

4. Menerapkan gaya hidup bersih dan sehat.

2.6.3 Pertusis

Cara terbaik untuk mencegah batuk rejan adalah dengan mendapatkan

vaksinasi pertusis. Biasanya vaksin ini diberikan bersamaan dengan vaksin difteri,

tetanus, polio (vaksin DPT) dan Hib.

Ibu hamil juga perlu mendapatkan vaksinasi pertusis. Mendapatkan

vaksinasi pertusis saat hamil membantu melindungi bayi terserang batuk rejan

pada minggu-minggu awal usai kelahiran. Vaksinasi pertusis akan ditawarkan

pada semua wanita hamil saat usia kehamilan mereka antara 28-38 minggu. Jika

ingin mendapatkan vaksinasi pertusis saat hamil, sebaiknya bicarakan dahulu

dengan dokter kandungan. Selain pada ibu hamil dan bayi, vaksinasi pertusis

tambahan (booster) perlu diberikan karena fungsi perlindungannya cenderung

melemah.

Vaksinasi tambahan ini bisa diberikan ketika:

1. Hal ini karena kekebalan vaksin pertusis akan melemah mulai saat seseorang

berusia 11 tahun. Maka usia tersebut menjadi waktu yang tepat untuk

mendapatkan booster vaksinasi pertusis.

2. Beberapa jenis vaksin tetanus dan difteri yang diberikan secara berkala setiap

10 tahun sekali juga memiliki fungsi untuk melindungi dari batuk rejan.

Vaksin jenis ini juga mengurangi risiko untuk menularkan batuk rejan kepada

bayi.
26

2.6.4 Tetanus

Langkah utama untuk mencegah tetanus adalah dengan vaksinasi. Di

negara kita, vaksin tetanus masuk ke dalam daftar imunisasi wajib pada anak.

Imunisasi tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT (Difteri, Pertusis, dan

Tetanus). Proses vaksinasi ini harus diberikan dalam lima tahap, yaitu pada usia 2,

4, 6, 18 bulan, dan 4-6 tahun.

Untuk anak anak di atas 7 tahun, tersedia vaksid Td yang bisa

melindungi diri dari serangan tetanus dan difteri. Hal yang perlu diingat, vaksinasi

ini mesti diulang tip 10 tahun. Tujuannya untuk meningkatkan kekebalan tubuh

terhadap infeksi difteri dan tenanus. Selain dengan vaksinasi, pencegahan tetanus

juga dapat dilakukan dengan selalu menjaga kebersihan, terutama ketika merawat

luka agar tidak terkena infeksi.

2.6.5 Hepatitis B

1. Pemberian vaksin.

2. Berhati-hati dengan oenggunaan jarum

3. Menjaga kebersihan tubuh.

4. Hindari berbagi peralatan pribadi.

5. Melakukan hubungan seksual yang aman.

2.6.6 Campak

Pencegahan utama campak dilakukan dengan imunisasi campak dan

MMR. Imunisasi campak dilakukan pada saat anak berusia 9 bulan, kemudian

dilanjutkan dengan vaksin MMR yang merupakan vaksin kombinasi untuk


27

mencegah campak, gondongan, dan rubella. Imunisasi MMR dilakukan pada usia

15 bulan dan diulang pada usia 5 tahun.

Perlu diingat, vaksin MMR tidak boleh diberikan kepada ibu hamil.

Jika Anda belum mendapatkan vaksin MMR, lakukan imunisasi MMR minimal

satu bulan sebelum merencanakan kehamilan.

Untuk mencegah penularan campak ke orang lain, terutama orang

dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, penderita campak disarankan untuk

diam di rumah. Tujuannya adalah agar penderita campak tidak kontak dengan

orang lain, minimal sampai 4 hari setelah timbul ruam


BAB III PENUTUP

Dalam bab ini akan diuraikan tentang kesimpulan dan saran terhadap

pembahasan di atas.

3.1 Kesimpulan

Dari makalah di atas, dapat diambil kesimpulan, yaitu:

Yang disebut dengan PD3I adalah penyakit-penyakit yang sudah tersedia

vaksinnya untuk upaya pencegahannya. Vaksin tersebut apabila diberikan kepada

sasaran akan memberikan perlindungan baik sebagian maupun secara keseluruhan

kepada sasaran tersebut. Penyakit-penyakit tersebut merupakan target Program

Pengembangan Imunisasi (PPI). Ada 7 macam penyakit menular yang dapat

diupayakan pencegahan dengan imunisasi, yaitu: Tuberkulosis; Poliomyelitis;

Difteri; Pertusis; Tetanus; Campak; Hepatitis B.

3.2 Saran

Dari hasil penelitian yang telah peneliti lakukan dapat diambil saran, yaitu;

Kami sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan

dan sangat jauh dari kesempurnaan. Tentunya, penulis akan terus memperbaiki

makalah dengan mengacu pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan

nantinya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran tentang

pembahasan makalah diatas.

28
Daftar Pustaka

http://repository.poltekeskupang.ac.id/1163/1/Salomi%20Marselensi%20Molina.p

df

http://eprints.undip.ac.id/43741/3/Bong_Stevana_DE_G2A009108_BAB_II_KTI

_(3).pdf

http://eprints.undip.ac.id/55169/3/Danawan_Rahmanto_22010113130141_Lap.K

TI_Bab2.PDF

https://zdocs.tips/doc/pertusis-ema-b26-dpe54mwzy0pe

https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/difteri/epidemiologi

https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/poliomielitis/epidemiologi

https://www.alomedika.com/penyakit/pulmonologi/tuberkulosis-

paru/epidemiologi https://id.scribd.com/document/402512478/HEPATITIS-

B-docx https://www.klikdokter.com/penyakit/campak

https://www.orami.co.id/magazine/penyakit-tetanus/

https://www.alodokter.com/batuk-rejan

http://repositori.unsil.ac.id/901/3/BAB%20II%20TINJAUAN%20PUSTAKA.pdf

https://www.alodokter.com/polio

https://in.vaccine-safety-training.org/vaccine-preventable-diseases.html

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2219/3/BAB%20II.pdf

29

Anda mungkin juga menyukai