Anda di halaman 1dari 21

PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI

‘‘KOMUNIKASI RISIKO DAN ADVOKASI DALAM


PENANGGULANGAN KLB ”

Disusun Oleh Kelompok 3:

1. Husni Attin (P21345119038)


2. Putri Widiawati Zalfa (P21345119060)
3. Safira Septiyanti (P21345119075)

KELAS 2 D-III B
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II
TAHUN 2021

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan
rahmatnya. Sehingga Kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu dan
maksimal.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Penyelidikan Epidemiologi.
Adapun topik yang dibahas didalam makalah ini KOMUNIKASI RISIKO DAN ADVOKASI
DALAM PENANGGULANGAN KLB adalah Kami juga mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak. Khususnya teruntuk Dosen yang telah membimbing kami. Orang Tua yang
mendukung tersajinya makalah ini, teman-teman yang telah berkontribusi dan mendukung
secara moral untuk tersajinya makalah ini. Kami juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, hal itu dikarenakan keterbatasan kami. Sehingga kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca.
Kiranya makalah ini memberikan banyak manfaat bagi kehidupan kita semua. Atas
perhatiannya terima kasih.

Jakarta, 28 Maret 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2

DAFTAR ISI.............................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................5

1.1 Latar Belakang...............................................................................................................5

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................5

1.3 Tujuan Masalah..............................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................6

2.1 Pengertian Komunikasi..................................................................................................6

2.2 Komunikasi Resiko.........................................................................................................6

2.2.1 Tujuan komunikasi risiko………………………………………………………...7

2.2.2 Unsur-Unsur Komunikasi Risiko…………………………………………………8

2.2.3 Prinsip-Prinsip Komunikasi Risiko…………………………………………….…9

2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Risiko………………………...11

2.2.5 Strategi Komunikasi Risiko...................................................................................12

2.3 Pengertian Advokasi.....................................................................................................12

2.3.1 Tujuan Strategi Advokasi………………………………………………………...14

2.3.2 Unsur-Unsur Advokasi…………………………………………………………...14

2.3.3 Pendekatan Advokasi…………………………………………………………….14

2.3.4 Persyaratan Advokasi…………………………………………………………….15

2.3.5 luaran dari Advokasi……………………………………………………………..15

2.3.6 Sasarannya Advokasi.............................................................................................15

2.3.7 Bentuk Kegiatannya...............................................................................................16

3
2.3.8 Komunikasi dalam Situasi Krisis/ Darurat/ Situasi KLB.........................................17

BAB III PENUTUP................................................................................................................19

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................19

3.2 Saran...............................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................20

4
BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Latar belakang situasi yang berisiko. Situasi yang berisiko dapat diketahui dari catatan-
catatan pekerjaan rutin dan atau dari hasil penelitian, kajian dan laporan situasi khusus
( KLB ).Seluruh laporan / kegiatan tersebut dihimpun selanjutnya dilakukan pengolahan
secara epidemiologis. Data-data epidemiologi yang dihasilkan kemudian dianalisis untuk
dibandingkan dengan manajemen risiko yang telah tersedia. Berdasarkan hasil kajian
tersebut, dibuatlah rencana komunikasi risiko yang sesuai dengan sasaran yang diinginkan.
Dalam penanganan wabah penyakit di dunia, Anthony de Mello pernah mengingatkan
bahwa jumlah korban bisa menjadi lima kali lipat, kalau terjadi ketakutan di saat terjadi
wabah penyakit. Berkaca pada hal tersebut, komunikasi adalah bagian terpenting dalam
menghadapi ancaman pandemi. Kepercayaan publik perlu dibangun dan dijaga agar
tidak terjadi kepanikan dalam masyarakat dan agar penanganan dapat berjalan lancar.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian komunikasi?


2. Apa pengertian , tujuan, unsur –unsur, prinsip, factor factor, dan strategi komunikasi
risiko?
3. Apa pengertian , tujuan, pendekatan, persyaratan, iuran,sasaran, bentuk
kegiatan,komunikasi saat dalam situasi KLB?

1.2 Tujuan Masalah


1. Untuk mengetahui pengertian komunikasi
2. Untuk mengetahui pengertian , tujuan, unsur –unsur, prinsip, factor factor, dan strategi
komunikasi risiko
3. Untuk mengetahui pengertian , tujuan, pendekatan, persyaratan, iuran,sasaran, bentuk
kegiatan,komunikasi saat dalam situasi KLB

5
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Komunikasi

Definisi yang paling sederhana, komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan
oleh seseorang kepada orang lain (Ruben dan Steward,1996:16). Beberapa ahli
mendefinisikan ”komunikasi” sebagai berikut :

 John R. Wenburg dan William William Willmot : ”Komunikasi adalah suatu


usaha memperoleh makna”
 Steward L. Tubbs dan Sylvia Moss : ”Komunikasi adalah proses pembentukan
makna di antara dua orang atau lebih”
 Donald Byker dan Loren J. Anderson : ”Komunikasi (manusia) adalah berbagi
informasi antara dua orang atau lebih”.

Para ahli tersebut mendefinisikan komunikasi sebagai proses, karena komunikasi


merupakan kegiatan yang ditandai dengan tindakan, perubahan, pertukaran dan perpindahan.

2.2 Komunikasi Resiko

Komunikasi risiko adalah pertukaran informasi dan pandangan mengenai risiko dan
faktor–faktor yang berkaitan dengan risiko di antara pengkaji risiko, manajer risiko,
konsumen dan berbabagai pihak lain yang berkepentingan. Tujuan pokok komunikasi risiko
adalah memberikan informasi yang relevan dan akurat dalam istilah yang jelas dan mudah
dipahami kepada audiens tertentu. (FAO, Food & Nutrition paper, No.70). Tujuan pokok
komunikasi risiko adalah memberikan informasi yang bermakna, relevan dan akurat dalam
istilah yang jelas dan mudah dipahami kepada audiens tertentu.

Komunikasi risiko pada dasarnya merupakan bagian dari rangkaian proses meminimalkan
risiko, yang terdiri dari 3 (tiga) komponen, yaitu analisis risiko, manajemen risiko dan
komunikasi risiko.

 Analisis risiko
Adalah suatu proses penentuan faktor-faktor dan tingkat risiko berdasarkan data-data
ilmiah.

6
 Manajemen risiko
Adalah proses penyusunan dan penerapan kebijakan dengan mempertimbangkan
masukan dari berbagai pihak untuk melindungi masyarakat dari risiko, dalam hal ini risiko
terhadap kesehatan.
 Komunikasi risiko
Adalah pertukaran informasi dan opini secara timbal balik dalam pelaksanaan manajemen
risiko.

Komunikasi risiko merupakan komunikasi dua arah, interaktif dan proses jangka panjang,
secara bersama masyarakat dan komunikator melalui dialog. Untuk itu komunikator harus
mengembangkan kemampuan mendengar (listening skills), ia harus mampu memahami
minat masyarakat dan merespon opini, emosi dan reaksi mereka. Komunikator risiko harus
ikut serta dalam kegiatan mengarahkan, mengembangkan, melaksanakan dan mengevaluasi.
Mereka harus berperan menjembatani para ahli dan masyarakat. Komunikator ini berperan
juga untuk memperkuat (bukan penghambat) antara manajemen dan masyarakat.

Komunikasi risiko merupakan bagian integral dan berlanjut dalam praktek analisis risiko
dan idealnya semua stakeholders harus terlibat sejak awalsehingga mereka memahami setiap
tahap dari risk assessment. Ini akan membantu memastikan, bahwa kondisi logis,
signifikansi dan keterbatasan risk assessment secara jelas diketahui oleh seluruh pemangku
kepentingan (stakeholders), termasuk juga informasi yang berasal dari stakeholdersyang
bersifat krusial.

2.2.1 Tujuan komunikasi risiko

Tujuan komunikasi risiko adalah :

Memberikan informasi yang bermakna, relevan dan akurat dalam istilah yang
jelas dan mudah dipahami kepada audiens tertentu dalam rangka:

1. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang berbagai persoalan spesifik yang


harus dipertimbangkan oleh semua peserta selama proses analisis risiko.
2. Meningkatkan konsistensi dan keterbukaan dalam pengambilan keputusan manajemen
risiko dan implementasinya.

7
3. Memberikan landasan yang aman untuk memahami keputusan manajemen risiko yang
diusulkan atau diimplementasikan.
4. Meningkatkan keseluruhan keefektifan dan efisiensi proses analisis risiko.
5. Turut memberikan kontribusi pada pengembangan dan penyampaian program
informasi dan pendidikan yang efektif jika kedua hal tersebut terpilih sebagai pilihan
manajemen risiko.

2.2.2 Unsur-Unsur Komunikasi Risiko

Bergantung pada apa dan kepada siapa pesan disampaikan, pesan-pesan


komunikasi risiko dapat mengandung informasi sebagai berikut :

a. Sifat risiko
 Karakteristik dan pentingnya ancaman bahaya yang menjadi kekhawatiran.
 Besaran dan intensitas risiko.
 Mendesaknya situasi.
 Apakah risiko itu semakin membesar atau mengecil (trend).
 Probabilitas pajanan terhadap ancaman bahaya.
 Distribusi pajanan.
 Jumlah pajanan yang mengandung risiko yang signifikan.
 Karakteristik dan besarnya populasi yang berisiko.
 Siapa yang berisiko paling besar.

b. Sifat manfaat
 Manfaat yang sebenarnya atau yang diharapkan dalam kaitannya dengan setiap
risiko.
 Siapa yang memperoleh manfaatnya dan bagaimana caranya.
 Letak titik keseimbangan antara risiko dan manfaat.
 Besaran dan pentingnya manfaat.
 Manfaat keseluruhan bagi semua populasi yang terkena jika digabungkan.
 Pentingnya masing-masing ketidak pastian.
 Kelemahan atau ketidak-aturan data yang tersedia.

8
 Asumsi yang menjadi dasar estimasi.
 Sensitivitas estimasi terhadap perubahan asumsi.
 Efek perubahan estimasi terhadap keputusan manajemen risiko.

2.2.3 Prinsip-Prinsip Komunikasi Risiko

Terdapat 6 prinsip agar komunikasi risiko berhasil, yaitu:

1. Mengenali audiens
Dalam merumuskan pesan-pesan komunikasi risiko, audiens harus dianalisis
untuk mengetahui motivasi dan pandangan mereka. Selain secara umum mengetahui
siapa yang menjadi audiensnya, kita juga perlu mengenalinya sebagai kelompok dan
secara ideal sebagai perorangan untuk memahami kekhawatiran serta perasaan mereka
dan untuk mempertahankan terbukanya saluran komunikasi dengan mereka.
Mendengarkan semua pihak yang berkepentingan merupakan bagian penting dalam
komunikasi risiko.
2. Melibatkan pakar ilmiah
Pakar ilmiah dalam kapasitasnya sebagai pengkaji risiko harus mampu
menjelaskan konsep dan proses pengkajian risiko. Mereka harus dapat menerangkan
hasil-hasil pengkajian serta data-data ilmiahnya, asumsi dan pertimbangan objektif
yang menjadi dasar penjelasan itu sehingga manajer risiko serta pihak berkepentingan
lainnya dapat memahami dengan jelas risiko tersebut. Sebaliknya, manajer risiko harus
mampu menjelaskan bagaimana cara keputusan manajemen risiko itu diambil.
3. Menciptakan keahlian dalam berkomunikasi
Untuk bisa berhasil, komunikasi risiko memerlukan keahlian dalam
menyampaikan informasi yang mudah dipahami dan mudah digunakan kepada semua
pihak yang berkepentingan. Manajer risiko dan pakar teknis mungkin tidak
mempunyai waktu atau keterampilan untuk melaksanakan tugas komunikasi risiko
yang kompleks seperti memberikan respons terhadap kebutuhan berbagai audiens
(masyarakat, industri, media dan lain-lain) dan menyiapkan pesan-pesan yang efektif.
Oleh karena itu, orang yang ahli dalam komunikasi risiko harus dilibatkan sedini
mungkin. Keahlian ini mungkin harus dikembangkan melalui pelatihan dan
pengalaman.

9
4. Menjadi sumber informasi yang dapat dipercaya
Informasi dari sumber yang dapat dipercaya memiliki kemungkinan yang lebih
besar untuk mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap suatu risiko daripada
informasi yang berasal dari sumber yang kurang dapat dipercaya. Kredibilitas yang
membuat suatu sumber informasi dipercaya oleh audiens sasaran mungkin bervariasi
menurut karakteristik bahayanya, budaya, status sosial dan ekonomi mereka, serta
faktor-faktor lainnya. Jika pesan yang konsisten diterima dari banyak sumber,
kredibilitas pesan tersebut akan diperkuat.
Faktor yang menentukan kredibilitas sumber informasi meliputi:
 Kompetensi atau keahlian yang diakui,
 Kelayakan untuk dipercaya,
 Kejujuran, dan
 Sedikitnya bias.

Contoh, berikut istilah yang konsumen kaitkan dengan kredibilitas tinggi antara
lain “faktual”, “berpengetahuan”, “pakar”, “kesejahteraan masyarakat”, “tanggung
jawab”, “kejujuran” dan “track record yang baik.” Kepercayaan dan kredibilitas harus
dipupuk dan kedua hal ini bisa terkikis atau hilang melalui metode komunikasi yang
tidak efektif atau tidak tepat.

Dalam sejumlah penelitian, respons konsumen menunjukkan bahwa


ketidakpercayaan dan kredibilitas yang rendah terjadi akibat informasi yang dilebih-
lebihkan, menyimpang, dan demi kepentingan sendiri. Komunikasi yang efektif harus
dapat mengenali persoalan dan isu yang mutakhir, bersifat terbuka dalam hal isi serta
pendekatannya dan waktunya tepat. Ketepatan waktu dalam penyampaian suatu
informasi merupakan hal yang paling penting karena banyak kontroversi lebih terfokus
pada pertanyaan “Mengapa anda tidak memberitahukannya lebih awal?” ketimbang
pada risiko itu sendiri. Informasi yang lupa disampaikan, informasi yang menyimpang,
dan informasi demi kepentingan sendiri akan merusak kredibilitas dalam jangka-
panjang.

5. Tanggung jawab bersama

10
Badan pemerintah yang bertugas untuk mengatur di tingkat nasional, regional
maupun lokal memiliki tanggung jawab pokok dalam pelaksanaan komunikasi risiko.
Masyarakat mengharapkan agar pemerintah memainkan peranan utama di dalam
pelaksanaan manajemen berbagai risiko kesehatan masyarakat. Hal ini memang benar
jika pengambilan keputusan dalam manajemen risiko melibatkan kontrol secara
sukarela atau melalui peraturan dan juga benar jika keputusan pemerintah adalah untuk
tidak melakukan tindakan. Dalam hal yang disebutkan terakhir ini, komunikasi masih
tetap penting untuk menyampaikan alasan mengapa keputusan untuk tidak melakukan
tindakan merupakan pilihan yang terbaik. Untuk memahami kekhawatiran masyarakat
dan memastikan bahwa keputusan yang diambil dalam manajemen risiko merupakan
respons yang diimplementasi dengan cara yang tepat terhadap kekhawatiran tersebut,
pemerintah harus menentukan apa yang diketahui masyarakat tentang risiko dan
bagaimana pandangan masyarakat mengenai berbagai pilihan yang dipertimbangkan
untuk mengelola risiko tersebut.

6. Menjamin keterbukaan

Jika masyarakat diharapkan menerima proses analisis risiko dan hasil akhirnya,
proses tersebut harus transparan. Meskipun kita menghormati masalah legitimasi
untuk menjaga kerahasiaan (misal, informasi atau data yang merupakan milik pribadi),
transparansi dalam analisis risiko harus terdiri atas upaya untuk membuat proses
tersebut terbuka dan dapat diteliti oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Komunikasi
dua-arah yang efektif antara manajer risiko, masyarakat dan pihak-pihak yang
berkepentingan merupakan bagian yang esensial dalam manajemen risiko maupun
kunci untuk mencapai keterbukaan.

2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Risiko

Faktor yang mempengaruhi komunikasi risiko diantaranya :

 Latar belakang budaya.

Interpretasi suatu pesan akan terbentuk dari pola pikir seseorang melalui kebiasaannya,
sehingga semakin sama latar belakang budaya antara komunikator dengan komunikan
maka komunikasi semakin efektif.

11
 Ikatan kelompok atau group

Nilai-nilai yang dianut oleh suatu kelompok sangat mempengaruhi cara mengamati
pesan.

 Harapan

Harapan mempengaruhi penerimaan pesan sehingga dapat menerima pesan sesuai


dengan yang diharapkan.

 Pendidikan
Semakin tinggi pendidikan akan semakin kompleks sudut pandang dalam menyikapi
isi pesan yang disampaikan.
 Situasi
Perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungan/situasi.

2.2.5 Strategi Komunikasi Risiko

Terdapat 3 (tiga) strategi komunikasi risiko, yaitu:

1. Strategi advokasi untuk sasaran tersier


2. Strategi bina suasana untuk sasaran sekunder
3. Strategi gerakan pemberdayaan untuk sasaran primer

Melalui penerapan ke tiga strategi komunikasi tersebut, maka diharapkan dapat :

 Memberdayakan individu, keluarga, kelompok-kelompok dalam masyarakat, baik


melalui pendekatan individu dan keluarga maupun melalui pengorganisasian dan
pengerakan masyarakat dalam pengendalian penyakit.
 Membangun suasana / lingkungan yang kondusif bagi terciptanya budaya perilaku
hidup bersih dan sehat di masyarakat dalam Pengendalian penyakit.
 Mendapat dukungan dari para pengambil keputusan, penentu kebijakan dan
stakeholders lain, dalam bentuk kebijakan pengendalian penyakit, sumberdaya
integrasi promosi kesehatan, terjalinnya kemitraan sinergis pusat – daerah – swasta –
LSM, serta berbagai investasi dalam pengendalian penyakit.

12
2.3 Pengertian Advokasi

Menurut Johns Hopkins (1990) dalam Tawi, advokasi adalah usaha untuk
mempengaruhi kebijakan publik melalui bermacam-macam bentukkomunikasi persuasif.

Menurut Socorro Reyes, Local Legislative Advocacy Manual, Philippines: The


Center for Legislative Development, (1997), advokasi adalah aksi strategis yang ditujukan
untuk menciptakan kebijakan publik yang bermanfaat bagi masyarakat atau mencegah
munculnya kebijakan yang diperkirakan merugikan masyarakat.

Advokasi merupakan aksi yang strategis dan terpadu, oleh perorangan atau
kelompok masyarakat untuk memasukkan suatu masalah ke dalam agenda kebijakan, dan
mengontrol para pengambil keputusan untuk mengupayakan solusi bagi masalah tersebut
sekaligus membangun basis dukungan bagi penegakan dan penerapan kebijakan publik yang
dibuat untuk mengatasi masalah tersebut. (Manual Advokasi Kebijakan Strategis, IDEA, Juli
2003)

Advokasi juga merupakan proses menciptakan dukungan, membangun konsensus


membantu perkembangan suatu iklim yang menyenangkan dan suatu lingkungan yang
suportif terhadap suatu sebab atau isu tertentu, melalui serangkaian tindakan yang
direncanakan dan diorganisir secara baik yang dijalankan oleh sekelompok individu atau
organisasi-organisasi yang bekerja bersama-sama.Pada intinya, advokasi adalah suatu cara
untuk mencapai tujuan tertentu. Lebih rinci, advokasi merupakan suatu usaha yang
sistimatik dan teroganisir untuk mempengaruhi dan mendesakkan terjadinya perubahan
kebijakan publik secara bertahap maju, melalui semua saluran advokasi yang ada.

Advokasi juga mencakup kegiatan mengidentifikasi mitra, membentuk persekutuan,


membangun pemilih, mengerahkan dukungan, menetapkan jaringan, memobilisasi pendapat
umum, melobi dukungan untuk pembuat keputusan, memperoleh dukungan dari
beneficiaries dan memusatkan perhatian terhadap musuh-musuh. Advokasi sangat
tergantung pada penggunaan media masa, komunikasi interpersonal, dan informasi lain,
pendidikan dan saluran-saluran komunikasi.

Advokasi kesehatan adalah upaya secara sistimatis untuk mempengaruhi pimpinan,


pembuat/penentu kebijakan, keputusan dan penyandang dana dan pimpinan media massa

13
agar proaktif dan mendukung berbagai kegiatan promosi penanggulangan pengendalian
penyakit sesuai dengan bidang dan keahlian masing-masing.Orang yang paling sering
menjadi target dari usaha-usaha advokasi adalah berbagai pembuat keputusan, pembuat
kebijakan, pemuka pendapat, pemimpin agama, orang yang mengontrol akses terhadap
sumber-sumber penting seperti media (gatekeepers), dan orang-orang yang berpengaruh.
Kelompok-kelompok lain seperti masyarakat sipil, persekutuan organisasi non pemerintah
(LSM), sektor swasta dan media juga menjadi target dan mitra untuk usaha-usaha advokasi.

Dengan kata lain, proses mempengaruhi atau mengubah perilaku orang sebagai serangkaian
tahap yang dimulai dengan:

1. Membangkitkan kesadaran orang tentang perilaku yang diinginkan.


2. Menyediakan mereka dengan pengetahuan dan informasi yang perlu
3. Mencoba mereka dengan pengetahuan dan informasi yang perlu
4. Berharap untuk mencapai perubahan yang diinginkan dalam praktek atau perilaku. Untuk
mencapai hasil-hasil di atas digunakan berbagai alat dan saluran informasi, pendidikan dan
komunikasi.

Sementara itu ada pendapat populer bahwa advokasi adalah melakukan kampanye pada
media massa atau melakukan upaya komunikasi, informasi dan edukasi.

2.3.1Tujuan Strategi Advokasi

Mempengaruhi pimpinan/pengambil keputusan dan penyandang dana dalam


penyelengaraan pengendalian penyakit untuk memperoleh komitmen dan dukungan
politik, penerimaan sosial, dukungan sistim, dan dukungan pendanaan.

2.3.2 Unsur-Unsur Advokasi

Ada 8 (delapan) unsur inti dari advokasi, yaitu :

1. Penetapan tujuan advokasi (merumuskan tujuan yang jelas).


2. Pemanfaatan data dan riset untuk advokasi. Mendefinisikan isu-isu secara jelas
dengan berbasis data.
3. Identifikasi khalayak sasaran. Mengidentifikasi pihak-pihak yang berkepentingan
(stake holders).

14
4. Merencanakan implementasi (dengan membangun koalisi).
5. Pengembangan dan penyampaian pesan advokasi (pesan-pesan inti).
6. Membuat presentasi yang persuasif. Memilih pendekatan dan alat-alat secara tepat.
7. Penggalangan dana untuk advokasi.
8. Evaluasi upaya advokasi. Indikator spesifik untuk memonitoring dan evaluasi

2.3.3 Pendekatan Advokasi

Dalam advokasi peran komunikasi sangat penting, sehingga komunikasi dalam


rangka advokasi kesehatan memerlukan kiat khusus agar komunikasi efektif. Kiat-
kiatnya antara lain sebagai berikut yaitu Jelas ( clear ) ,Benar ( correct ), Konkret
( concrete ), Lengkap ( complete ) , Ringkas ( concise ), Meyakinkan ( Convince ),
Konstekstual ( contextual ), Berani ( courage ), Hati –hati ( coutious ), Sopan
( courteous )

Ada sekurang-kurangnya 5 (lima) pendekatan utama untuk melakukan advokasi :

1. Melibatkan para pemimpin yang berpengaruh dan pembuat keputusan ini


2. Bekerja sama dengan media masa
3. Membangun kemitraan, jaringan dan koalisi
4. Memobilisasi publik
5. Membangun kapasitas

2.3.4 Persyaratan Advokasi

Persyaratan untuk melakukan advokasi yaitu :

1. Credible (dapat dipercaya)


2. Feasible (dapat dikerjakan dengan mudah)
3. Relevant (bersangkut paut/sesuai)
4. Urgent (mendesak)
5. High Priority ( prioritas tinggi)

2.3.5 luaran dari Advokasi

 Adanya kebijakan/keputusan

15
 Tersedianya dana untuk mendukung penyelenggaraan promosi penanggulangan
pengendalian penyakit.

2.3.6 Sasarannya Advokasi

 Pembuat dan penentu kebijaksanaan (policy makers)


 Pembuat keputusan (decision makers) pada tiap-tiap tingkat administrasi
 Key person / tokoh masyarakat

 Sasaran Utama Operasional

Dalam melakukan advokasi, sasaran utama operasionalnya antara lain :

a. Gubenur
b. DPR, DPRD
c. Bupati / walikota
d. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kotamadya dan Provinsi
e. Direktur Rumah Sakit
f. Kepala Desa
g. Organisasi Profesi
h. Tokoh Ulama
i. Penyandang dana
j. Pimpinan media massa.

 Dukungan yang Diharapkan

Dalam melakukan advokasi, dukungan yang diharapakan antara lain :

a. Untuk Pemda: Dukungan Politis dan pendanaan, pesan tidak terlalu teknis, orientasi
pada SDM.
b. Untuk Dinkes : Komitmen Operasional agar kinerja Surveilans baik.
c. Untuk Camat dan Kepala Desa : Dukungan pergerakan masyarakat.
d. Untuk Kader : Dukungan pergerakan masyarakat agar mau melapor.
e. Untuk Pimpinan Rumah Sakit / Puskesmas : Dukungan dalam upaya penemuan
kasus.

16
f. Organisasi terkait : Dukungan penemuan kasus.

2.3.7 Bentuk Kegiatannya

Pelaksanaan advokasi, dapat dilakukan dalam bentuk seperti berikut :

a. Pertemuan resmi, seperti : rapat, presentasi, koordinasi, lokakarya, orientasi.


b. Pertemuan tidak resmi, seperti sarasehan, dialog, lobby, acara minum teh / kopi,
negosiasi.
c. Demonstrasi/ studi banding, kampanye.
d. Wawancara di media massa seperti ; obrolan, menulis artikel di koran.

2.3.8 Bagaimana melakukan komunikasi dalam situasi krisis/ Darurat/ Situasi KLB ?

Dalam situasi krisis, darurat / situasi KLB, setidaknya terdapat lima hal yang harus
diperhatikan untuk dilakukan. Lima hal tersebut disarikan dari pengalaman WHO
dalam mengatasi komunikasi dalam berbagai situasi krisis.

1. Kepercayaan.
Kepercayaan merupakan elemen yang sangat penting dalam komunikasi. Pada
dasarnya masyarakat akan mau mengikuti anjuran petugas apabila mereka mempunyai
kepercayaan terhadap petugas. Sebaliknya petugas juga harus mempunyai kepercayaan
pada masyarakat. Kepercayaan bukan hal yang diperoleh secara instant, jadi perlu
dibangun secara terus-menerus. Jika terdapat situasi dimana masyarakat tidak menaruh
kepercayaan pada petugas atau pemerintah, maka tugas pertama TGC adalah
membangun atau mengembalikan kepercayaan masyarakat terlebih dahulu.
2. Pemberitahuan Pertama.
Jika telah dideteksi terjadinya kasus, maka TGC (Juru Bicara yang ditunjuk)
perlu memberitahu secepatnya kepada masyarakat, bahkan meskipun penjelasan lebih
rinci belum diperoleh. Masyarakat perlu mengetahui keadaan sebenarnya dari petugas
yang berwenang, tidak dari pihak lain.
3. Transparansi.
Petugas atau Juru Bicara harus memberikan informasi sejujur mungkin
mengenai keadaan yang sedang terjadi. Tidak perlu ragu untuk menjelaskan hal yang

17
sudah diketahui dan hal yang belum diketahui atau belum jelas pada saat itu. Petugas
juga harus menjelaskan hal-hal yang dapat dilakukan oleh masyarakat untuk
membantu mengendalikan keadaan.
4. Pendapat dan Sikap Masyarakat.
Pada situasi krisis sangat penting untuk mengetahui apa yang menjadi pendapat
dan concern masyarakat. Secara khusus perlu ditanyakan dan ditelusuri apa kata
masyarakat, termasuk sikap, kepercayaan, kebiasaan dan aspek perilaku yang lain. Hal
ini tentunya akan menjadi pertimbangan yang berguna dalam menyusun pesan kunci
maupun strategi komunikasi.
5. Perencanaan.
Perencanaan, atau persiapan, betapapun krisis situasinya merupakan hal yang
harus dilakukan. Perlu disusun rencana komunikasi krisis, yang antara lain mencakup
penetapan juru bicara, penetapan waktu pemberitahuan pertama, pesan kunci,
hubungan dengan pihak lain, dan sebagainya. Perencanaan ini juga akan menempatkan
kegiatan komunikasi sebagai bagian integral dari manajemen risiko dan kegiatan
pengendalian penyakit secara keseluruhan.

 Bagaimana melakukan komunikasi dengan media/pers?

Media massa, cetak maupun elektronik, merupakan saluran yang sangat efektif
dalam penyebar-luasan informasi, selain juga saluran utama yang menyuarakan
pendapat dan situasi publik. Jadi dalam komunikasi risiko, komunikasi dengan media
massa mutlak dilakukan. Pada dasarnya komunikasi dengan media massa akan lebih
efektif jika hubungan dengan media massa sudah terjalin baik. Tim dapat
menggunakan struktur kehumasan yang sudah ada untuk mendukung proses
komunikasi dengan media massa.

Berikut ini uraian beberapa tips yang dapat digunakan dalam melakukan komunikasi
dengan media/pers :

 Terus menerus mengembangkan materi atau bahan untuk media massa.


 Menggunakan berbagai media yang ada untuk menyampaikan pesan kepada publik.
 Membangun dan memelihara kontak dengan media massa.

18
 Memposisikan organisasi sebagai sumber informasi handal untuk media massa untuk
bidang tertentu (kesehatan).
 Selalu berhubungan dengan bagian lain untuk memperoleh informasi mutakhir.
 Perhatikan tenggang waktu penayangan berita.
 Jangan pernah berbohong. Bicara benar, atau diam.
 Jangan membuka pertengkaran yang tak perlu.

Dalam situasi krisis, darurat / situasi KLB, sering seorang petugas atau juru bicara
harus berbicara dengan media atau dengan publik sesegera mungkin Betapapun krisis
situasinya, seorang juru bicara tetap harus mempersiapkan diri.

19
BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Enam (6) prinsip komunikasi risiko yang berhasil :

1. Mengenal audiens, 2. Melibatkan pakar ahli, 3. Menciptakan keahlian dalam


berkomunikasi, 4. Menjadi sumber informasi yang dapat dipercaya, 5. Tanggung jawab
bersama, 6. Menjamin keterbukaan.

Selain itu harus menguasai bahan / informasi yang akan dikomunikasikan. Faktor
yang menentukan kredibilitas sumber informasi meliputi: Kompetensi atau keahlian yang
diakui, Kelayakan untuk dipercaya, Kejujuran, dan Sedikitnya bias.

Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi risiko, diantaranya faktor latar


belakang budaya, ikatan kelompok atau group, harapan, pendidikan dan situasi.

Terdapat 3 (tiga) strategi komunikasi, yaitu:

1. Strategi advokasi untuk sasaran tersier, 2. Strategi bina suasana untuk sasaran sekunder, 3.
Strategi gerakan pemberdayaan untuk sasaran primer

Advokasi adalah suatu cara untuk mencapai tujuan tertentu. Lebih rinci, advokasi
merupakan suatu usaha yang sistimatik dan teroganisir untuk mempengaruhi dan
mendesakkan terjadinya perubahan kebijakan publik secara bertahap maju, melalui semua
saluran advokasi yang ada.

Tujuan strategi advokasi adalah mempengaruhi pimpinan/pengambil keputusan dan


penyandang dana dalam penyelengaraan pengendalian penyakit untuk memperoleh
komitmen dan dukungan politik, penerimaan sosial, dukungan sistim, dan dukungan
pendanaan.

3.2 SARAN

Dari makalah yang dibuat ini penulis sangat mengharapkan tanggapan , baik kritikan
maupun saran dari Dosen maupun teman teman mahasiswa agar penulis bisa membuat
makalah dengan lebih baik lagi kedepannya

20
DAFTAR PUSTAKA

Modul Pelatihan Jarak Jauh Petugas Asisten Epidemiologi Lapangan

http://www.ljj-kesehatan.kemkes.go.id/course/index.php?categoryid=38

21

Anda mungkin juga menyukai