Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PENGEMBANGAN PENGORGANISASIAN MASYARAKAT

“KONSEP GOTONG ROYONG DAN MUSYAWARAH”

Kelompok 10
IKM A2 2015

Igel Purnama Sari 1511212002

Yolanda Safitri 1511212005

Rafida Meilisa 1511212037

Nindi Elfiza 1511212049

Dirgantara Putra Jaya 1511212057

Dosen Pengampu : Isniati, SKM., MPH

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS ANDALAS
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kelompok ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat

rahmat dan karunia-Nya, Kelompok masih diberi kesempatan untuk

menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Kelompok ucapkan terimakasih kepada

Ibu yang telah membimbing Kelompok agar dapat mengerti bagaimana cara

membuat makalah.

Makalah ini dibuat agar pembaca dapat memperluas pengetahuan tentang

“Konsep Gotong Royong dan Musyawarah”. Semoga makalah ini dapat

bermanfaat bagi siapapun. Kelompok menyadari bahwa dalam penulisan makalah

ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu Kelompok sangat mengharapkan

kritik dan saran guna perbaikan makalah ini.

Padang, Agustus 2016

Kelompok 10
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II
KEPUSTAKAAN

2.1 KONSEP GOTONG ROYONG DAN MUSYAWARAH

2.1.1 Pengertian Gotong Royong

Gotong royong merupakan suatu istilah asli Indonesia yang berarti bekerja

bersama-sama untuk mencapai suatu hasil yang didambakan. Berasal dari kata

gotong yang artinya bekerja, dan royong yang artinya bersama. Sikap gotong

royong adalah bekerja bersama-sama dalam menyelesaikan pekerjaan dan secara

bersama-sama menikmati hasil pekerjaan tersebut secara adil. Atau suatu usaha

atau pekerjaan yang dilakukan tanpa pamrih dan secara sukarela oleh semua

warga menurut batas kemampuannya masing-masing.

Kondisi kehidupan bangsa-bangsa di dunia ini mengalami berbagai

perbedaan potensi tingkat kehidupan. Kemakmuran dan kemiskinan berada dalam

lingkup yang tiada batas (no limitation), Perbedaan ini menyebabkan antarnegara

saling tergantung dan membutuhkan dalam memenuhi berbagai kebutuhan

hidupnya sehingga terjadi hubungan dan kerjasama di antara mereka.

Budaya gotong royong adalah bagian dari kehidupan berkelompok

masyarakat Indonesia, dan merupakan warisan budaya bangsa. Nilai dan perilaku

gotong royong bagi masyarakat Indonesia sudah menjadi pandangan hidup,

sehingga tidak bisa dipisahkan dari aktivitas kehidupannya sehari-hari.

Kata gotong royong dalam masyarakat terlihat hidup dalam mata

pencaharian sebagai petani tradisional. Ketika petani menggarap tanah, mereka

memerlukan tenaga kerja yang banyak untuk mencangkul tanah, menanam benih,
mengatur saluran air, memupuk tanaman dan menyiangi tanaman. Demikian juga

pada saat musim panen tiba. Warga masyarakat bergotong royong memetik padi,

mengeringkannya, dan memasukkannya ke dalam lumbung (Abdillah, 2011).

Gotong royong berasal dari kata dalam Bahasa Jawa, atau setidaknya

mempunyai nuansa Bahasa Jawa. Kata gotong dapat dipadankan dengan kata

pikul atau angkat. Sebagai contoh ada pohon yang besar roboh menghalangi jalan

di suatu desa. Masyarakat mengangkatnya bersama-sama untuk memindahkan

kayu itu ke pinggir jalan. Orang desa menyebutnya dengan nggotong atau

menggotong (Abdillah, 2011).

Kata royong dapat dipadankan dengan bersama-sama. Dalam bahasa Jawa

kata saiyeg saeko proyo atau satu gerak satu kesatuan usaha memiliki makna yang

amat dekat untuk melukiskan kata royong ini. Ibarat burung kuntul berwarna putih

terbang bersama-sama, dengan kepak sayapnya yang seirama, menuju satu arah

bersama-sama, dan orang kemudian menyebutnya dengan holopis kuntul baris

(Abdillah, 2011).

Adapun demikian gotong royong memiliki pengertian bahwa setiap

individu dalam kondisi seperti apapun harus ada kemauan untuk ikut

berpartisipasi aktif dalam memberi nilai tambah atau positif kepada setiap obyek,

permasalahan atau kebutuhan orang banyak disekeliling hidupnya. Partisipasi

aktif tersebut bisa berupa bantuan yang berwujud materi, keuangan, tenaga fisik,

mental spiritual, ketrampilan atau skill, sumbangan pikiran atau nasihat yang

konstruktif, sampai hanya berdoa kepada Tuhan (Abdillah, 2011).

Bagi mereka yang masih belum mampu melakukan salah satu dari

alternative bantuan diatas, maka mereka cukup dengan berdiam diri dan tidak
berbuat apapun yang bisa merusak situasi dan kondisi yang berlaku saat itu.

Berdiam diri dan tidak membuat keruh situasipun sudah merupakan implementasi

gotong royong yang paling minimal (Abdillah, 2011).

2.1.2 Prinsip Gotong Royong

Prinsip kegotong royongan dalam tata kehidupan ekonomi adalah prinsip

kehidupan ekonomi berdasarkan azas kerjasama atau usaha bersama. Hal ini

berarti dalam kegiatan usaha ekonomi digunakan prinsip kerjasama, saling

membantu dalam suasana demokrasi ekonomi untuk mencapai kesejahteraan

bersama secara adil (adil dalam kemakmuran dalam bidang ekonomi, prinsip

kegotongroyongan dan kekeluargaan terlihat dalam pasal 33 UUD 1945).

Pasal 33 UUD 1945 terdiri dari 3 ayat:

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas

kekeluargaan.

(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai

hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

(3) Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh

negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dalam pasal 33 UUD 1945 tersebut tercantum dasar demokrasi ekonomi

produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan

anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat yang diutamakan, bukan

orang-seorang.
2.1.3 Azas Gotong Royong Dalam Kehidupan Sehari-Hari

Perwujudan partisipasi rakyat dalam reformasi merupakan pengabdian dan

kesetiaan masyarakat terhadap program reformasi yang mana senantiasa

berbicara, bergotong royong dalam kebersamaan melakukan suatu pekerjaan.

Sikap gotong royong memang sudah menjadi kepribadian bangsa Indonesia yang

harus benar-benar dijaga dan dipelihara, akan tetapi arus kemajuan ilmu dan

teknologi ternyata membawa pengaruh yang cukup besar terhadap sikap dan

kepribadian suatu bangsa, serta selalu diikuti oleh perubahan tatanan nilai dan

norma yang berlaku dalam suatu masyarakat.

Adapun nilai-nilai gotong royong yang telah menjadi bagian dari

kebudayaan bangsa Indonesia, tentu tidak akan lepas dari pengaruh tersebut.

Namun syukurlah bahwa sistem budaya kita dilandasi oleh nilai-nilai keagamaan

yang merupakan benteng kokoh dalam menghadapi arus perubahan jaman.

Untuk dapat meningkatkan pengamalan azas kegotongroyongan dalam

berbagai kehidupan perlu membahas latar belakang dan alasan pentingnya

bergotong rotong yaitu:

a. Bahwa manusia membutuhkan sesamanya dalam mencapai kesejahteraan

baik jasmani maupun rohani.

b. Manusia baru berarti dalam kehidupannya apabila ia berada dalam

kehidupan sesamanya.

c. Manusia sebagai mahluk berbudi luhur memiliki rasa saling mencintai,

mengasihidan tenggang rasa terhadap sesamanya.


d. Dasar keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa

mengharuskan setiap manusia untuk bekerjasama, bergotong royong dalam

mencapai kesehjahteraan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat.

e. Usaha yang dilakukan secara gotong royong akan menjadikan suatu

kegiatan terasa lebih ringan, mudah dan lancar.

2.1.4 Jenis-Jenis Gotong Royong

Sistem tolong-menolong dalam kehidupan masyarakat desa yang di dalam

bahasa Indonesia disebut sistem gotong royong, menunjukkan perbedaan-

perbedaan mengenai sifat lebih atau kurang rela dalam hubungan dengan beberapa

macam lapangan aktivitas lapangan sosial. Berhubungan dengan hal tersebut

dapat dibedakan adanya beberapa macam tolong-menolong, ialah misalnya:

1. Tolong-menolong dalam aktivitas pertanian.

2. Tolong-menolong dalam aktivitas-aktivitas sekitar rumah tangga.

3. Tolong-menolong dalam aktivitas persiapan pesta dan upacara.

4. Tolong-menolong dalam peristiwa kecelakaan, bencana dan kematian

(Koentjaraningrat, 1985:168).

Tolong-menolong dalam aktivitas pertanian, orang bisa mengalami musim

musim sibuk ketika masa bercocok tanam. dalam musim-musim sibuk itu kalau

tenaga keluarga batih atau keluarga luas tidak cukup lagi untuk menyelesaikan

sendiri segala pekerjaan di ladang atau di sawah, maka orang bisa menyewa

tenaga tambahan atau bisa meminta bantuan tenaga dari sesame warga

komunitasnya. Sistem ini bersifat universal dalam semua masyarakat di dunia

yang berbentuk komunitas kecil, kompensasi untuk jasa yang disumbangkan itu

bukan upah melainkan tenaga bantuan juga. (Koentjaraningrat, 1985:168).


Pada aktivitas-aktivitas sekitar rumah tangga, ialah jika misalnya orang

memperbaiki atap rumahnya, mengganti dinding rumah, membersihkan rumah

dari tikus, menggali sumur di pekarangan. Pada masyarakat desa, warga sering

meminta pertolongan dari tetangganya, dengan begitu seorang individu harus

memperhatikan segala peraturan sopan santun dan adat istiadat yang biasanya

bersangkut paut dengan aktivitas serupa. Adapun sikap tuan rumah juga menjamu

para warga yang sudah membantu dengan menyajikan makanan, di samping

kewajiban untuk membalas jasa kepada semua tetangga yang dating tersebut pada

saat mereka masing-masing memerlukan tenaga bantuan dalam aktivitas sekitar

rumah tangga mereka. Sifat kompleks dari sistem tolong menolong dalam sektor

rumah tangga sering mengurangi rasa kesadaran dari dalam diri seorang warga

(Koentjaraningrat, 1985:167).

Adapun tolong-menolong dalam aktivitas mempersiapkan pesta dan

upacara biasanya berjalan dengan rasa kesadaran diri yang besar, karena warga

yang ikut membantu dapat langsung menikmati makanan enak di acara pesta,

merayakan pesta dan ikut merasakan suasana gembira. Pada sikap tolong-

menolong pada peristiwa-peristiwa kecelakaan, bencana, dan kematian, biasanya

dilakukan oleh seseorang dengan amat rela, tanpa perhitungan akan mendapat

pertolongan kembali, karena menolong orang yang mendapat kecelakaan didasari

oleh rasa belasungkawa yang universal dalam jiwa makhluk manusia

(Koentjaraningrat, 1985:167).

2.1.5 Faktor-faktor Pendorong Gotong Royong

 Manusia sebagai makhluk sosial.

 Keikhlasan berpartisipasi dan kebersamaan/persatuan.


 Adanya kesadaran saling membantu dan mengutamakan kepentingan

bersama/umum.

 Peningkatan/pemenuhan kesejahteraan.

 Usahaha penyesuaian dan integrasi/penyatuan kepentingan sendiri

dengan kepentingan bersama.

2.1.6 Faktor-faktor Penghambat dalam Gotong-royong

 Ketidak sadaran manusia sebagai makluk sosial.

 Adanya perbedaan pendapat.

 Mementingkan urusan pribadi daripada kepentingan umum.

 Ketidak mampuan dan ketidak percayadirian.

 Kurangnya sosialisasi.

2.1.7 Musyawarah

Musyawarah berasal dari kata Syawara yaitu berasal dari Bahasa Arab

yang berarti berunding, urun rembuk atau mengatakan dan mengajukan sesuatu.

Istilah-istilah lain dalam tata Negara Indonesia dan kehidupan modern tentang

musyawarah dikenal dengan sebutan “syuro”, “rembug desa”, “kerapatan nagari”

bahkan “demokrasi”. Kewajiban musyawarah hanya untuk urusan keduniawian.

Jadi musyawarah adalah merupakan suatu upaya untuk memecahkan

persoalan (mencari jalan keluar) guna mengambil keputusan bersama dalam

penyelesaian atau pemecahan masalah yang menyangkut urusan keduniawian.

Bermusyawarah berati berhubungan dengan orang lain dan ada pesan

didalamnya, maka kedua hal ini saling berhubungan dan berkaitan. Komunikasi

membantu proses berjalannya suatu musyawarah. Ada sumber, pesan, media, serta
penerima pesan yang sudah bersiap juga untuk memberikan feedback.

Musyawarah sendiri memiliki tujuan agar suatu masalah dapat dipecahkan jalan

keluarnya dan sebisa mungkin tidak merugikan orang lain serta mengambil jalan

yang adil.

2.2 PRINSIP KETERLIBATAN MASYARAKAT DALAM UPAYA


KESEHATAN

Prinsip keterlibatan masyarakat dalam upaya kesehatan sebetulnya

mempunyai akar dalam tradisi gotong royong. Pembahasan masalah gotong

royong ini terutama merujuk pada tulisan dari Koentjaraningrat yang membahas

konsep gotong royong dikaitkan dengan kegiatan pembangunan. Bahasan ini

memperlihatkan bahwa konsep gotong royong erat kaitannya dengan konsep

kelompok primer dan sekunder.

Gotong royong lebih sesuai dikembangkan dalam kelompok primer yang

mempunyai kesempatan untuk berkomunikasi secara lebih intensif dibandingkan

dengan kelompok sekunder. Hal ini dikaitkan dengan masalah penerapan gotong

royong di pedesaan dan perkotaan. Posisi yang diambil dalam bahasan ini adalah

dikaitkan dengan sifat kelompok seperti disebutkan diatas, bahwa penerapan

gotong royong lebih dikaitkan dengan sifat kelompok. Oleh karena itu di

perkotaan pun bisa diterapkan gotong royong dengan bentuk yang berbeda dengan

penerapannya di pedesaan.

Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, maka harus diperhatikan prinsip –

prinsip dalam pengembangan masyarakat sebagai berikut :

1. Program ditentukan oleh atau bersama masyarakat.

2. Program harus disesuaikan dengan kemampuan masyarakat setempat.


3. Dalam melaksanakan kegiatan harus selalu diberikan bimbingan,

pengarahan dan dorongan agar agar dari satu kegiatan dapat dihasilkan

kegiatan lainnya.

4. Selama proses ini petugas harus bersedia mendampingi masyarakat dengan

mengambil fungsi sebagai katalisator untuk mempercepat proses.

2.2.1 Prinsip Pemberdayaan Masyarakat

Prinsipnya pemberdayaan masyarakat adalah menumbuhkan kemampuan

masyarakat dari dalam masyarakat itu sendiri. Pemberdayaan masyarakat bukan

sesuatu yang ditanamkan dari luar. Pemberdayaan masyarakat adalah proses

memampukan masyarakat dari oleh dan untuk masyarakat itu sendiri, berdasarkan

kemampuan sendiri. Prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat di bidang

kesehatan :

1. Menumbuhkembangkan potensi masyarakat.

Di dalam masyarakat terdapat berbagai potensi yang dapat mendukung

keberhasilan program-program kesehatan. Potensi dalam masyarakat dapat

dikelompokkan menjadi potensi sumber daya manusia dan potensi dalam

bentuk sumber daya alam / kondisi geografis (Notoadmojdo, 2007).

Tinggi rendahnya potensi sumber daya manusia di suatu komunitas lebih

ditentukan oleh kualitas, bukan kuatitas sumber daya manusia. Sedangkan

potensi sumber daya alam yang ada di suatu masyarakat adalah given.

Bagaimanapun melimpahnya potensi sumber daya alam, apabila tidak

didukung dengan potensi sumber daya manusia yang memadai, maka komunitas

tersebut tetap akan tertinggal, karena tidak mampu mengelola sumber alam yang

melimpah tersebut (Kartasasmita, 2011)


2. Mengembangkan gotong royong masyarakat

Potensi masyarakat yang ada tidak akan tumbuh dan berkembang dengan

baik tanpa adanya gotong royong dari masyarakat itu sendiri. Peran petugas

kesehatan atau provider dalam gotong royong masyarakat adalah memotivasi

dan memfasilitasinya, melalui pendekatan pada para tokoh masyarakat sebagai

penggerak kesehatan dalam masyarakatnya.

3. Menggali kontribusi masyarakat.

Menggali dan mengembangkan potensi masing-masing anggota

masyarakat agar dapat berkontribusi sesuai dengan kemampuan terhadap

program atau kegiatan yang direncanakan bersama. Kontribusi masyarakat

merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam bentuk tenaga, pemikiran atau

ide, dana, bahan bangunan, dan fasilitas – fasilitas lain untuk menunjang usaha

kesehatan.

4. Menjalin kemitraan

Jalinan kerja antara berbagai sektor pembangunan, baik pemerintah,

swasta dan lembaga swadaya masyarakat, serta individu dalam rangka untuk

mencapai tujuan bersama yang disepakati. Membangun kemandirian atau

pemberdayaan masyarakat, kemitraan adalah sangat penting peranannya.

5. Desentralisasi

Upaya dalam pemberdayaan masyarakat pada hakikatnya memberikan

kesempatan kepada masyarakat lokal untuk mengembangkan potensi daerah atau

wilayahnya. Oleh sebab itu, segala bentuk pengambilan keputusan harus

diserahkan ketingkat operasional yakni masyarakat setempat sesuai dengan


kultur masing-masing komunitas dalam pemberdayaan masyarakat, peran sistem

yang ada diatasnya adalah :

a. Memfasilitasi masyarakat dalam kegiatan-kegiatan atau program-

program pemberdayaan. Misalnya masyarakat ingin membangun atau

pengadaan air bersih, maka peran petugas adalah memfasilitasi

pertemuan-pertemuan anggota masyarakat, pengorganisasian

masyarakat, atau memfasilitasi pertemuan dengan pemerintah daerah

setempat, dan pihak lain yang dapat membantu dalam mewujudkan

pengadaan air bersih tersebut.

b. Memotivasi masyarakat untuk bekerjasama atau bergotong-royong

dalam melaksanakan kegiatan atau program bersama untuk

kepentingan bersama dalam masyarakat tersebut. Misalnya,

masyarakat ingin mengadakan fasilitas pelayanan kesehatan di

wilayahnya. Agar rencana tersebut dapat terwujud dalam bentuk

kemandirian masyarakat, maka petugas provider kesehatan

berkewajiban untuk memotivasi seluruh anggota masyarakat yang

bersangkutan agar berpartisipasi dan berkontribusi terhadap program

atau upaya tersebut (Notoadmojdo, 2007).

2.2.2 Tahapan dalam Proses Pemberdayan

1. Tahap penyadaran

Target sasaran adalah masyarakat yang kurang mampu yang harus

diberikan pemahaman bahwa mereka mempunyai hak untuk menjadi berada atau

mampu. Disamping itu juga mereka harus di motivasi bahwa mereka

mempunyai kemampuan untuk keluar dari kemiskinannya. Proses ini dapat


dipercepat dan dirasionalisasikan hasilnya dengan hadirnya upaya

pendampingan.

2. Tahap pengkapasitasan

Bertujuan untuk memampukan masyarakat yang kurang mampu sehingga

mereka memiliki keterampilan untuk mengelola peluang yang akan diberikan.

Dimana tahap ini dilakukan dengan cara memberikan pelatihan-pelatihan,

lokakarya dan kegiatan sejenisnya yang bertujuan untuk meningkatkan life skill

dari masyarakat tersebut.

3. Tahap pendayaan

Masyarakat diberikan peluang yang disesuaikan dengan kemampuan yang

dimiliki melalui partisipasi aktif dan berkelanjutan yang ditempuh dengan

memberikan peran yang lebih besar secara bertahap, sesuai dengan kapasitas dan

kapabilitasnya serta diakomodasi aspirasinya dan dituntun untuk melakukan self

evaluation terhadap pilihan dan hasil pelaksanaan atas pilihan tersebut.

2.2.3 Jenis Pemberdayaan Masyarakat

1. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

Posyandu merupakan jenis UKBM yang paling memasyarakatkan saat ini.

Gerakan posyandu ini telah berkembang dengan pesat secara nasional sejak

tahun 1982. Saat ini telah populer di lingkungan desa dan RW diseluruh

Indonesia. Posyandu meliputi lima program prioritas yaitu: KB, KIA, imunisasi,

dan penaggulangan diare yang terbukti mempunyai daya ungkit besar terhadap

penurunan angka kematian bayi. Sebagai salah satu tempat pelayanan kesehatan

masyarakat yang langsung bersentuhan dengan masyarakat level bawah,

sebaiknya posyandu digiatkan kembali seperti pada masa orde baru karena
terbukti ampuh mendeteksi permasalahan gizi dan kesehatan di berbagai daerah.

Permasalahn gizi buruk anak balita, kekurangan gizi, busung lapar dan masalah

kesehatan lainnya menyangkut kesehatan ibu dan anak akan mudah dihindarkan

jika posyandu kembali diprogramkan secara menyeluruh.

Kegiatan posyandu lebih dikenal dengan sistem lima meja yang meliputi:

 Meja 1 : pendaftaran

 Meja 2 : penimbangan

 Meja 3 : pengisian kartu menuju sehat

 Meja 4 : penyuluhan kesehatan, pemberian oralit, vitamin A dan tablet besi

 Meja 5 : pelayanan kesehatan yang meliputi imunisasi, pemeriksaan

kesehatan dan pengobatan serta pelayanan keluarga berencana.

Salah satu penyebab menurunnya jumlah posyandu adalah tidak sedikit

jumlah posyandu di berbagai daerah yang semula ada sudah tidak aktif lagi.

2. Pondok Bersalin Desa (Polindes)

Pondok bersalin desa (Polindes) merupakan salah satu peran serta

masyarakat dalam menyediakan tempat pertolongan persalinan pelayanan dan

kesehatan ibu serta kesehatan anak lainnya. Kegiatan pondok bersalin desa

antara lain melakukan pemeriksaan (ibu hamil, ibu nifas, ibu menyusui, bayi dan

balita), memberikan  imunisasi, penyuluhan kesehatan masyarakat terutama

kesehatan ibu dan anak, serta pelatihan dan pembinaan kepada kader dan

mayarakat.

Polindes ini dimaksudkan untuk menutupi empat kesenjangan dalam KIA,

yaitu kesenjangan geografis, kesenjangan informasi, kesenjangan ekonomi, dan


kesenjangan sosial budaya. Keberadaan bidan di tiap desa diharapkan mampu

mengatasi kesenjangan geografis, sementara kontak setiap saat dengan penduduk

setempat diharapkan mampu mengurangi kesenjangan informasi. Polindes

dioperasionalkan melalui kerja sama antara bidan dengan dukun bayi, sehingga

tidak menimbulkan kesenjangan sosial budaya, sementara tarif pemeriksaan ibu,

anak, dan melahirkan yang ditentukan dalam musyawarah LKMD diharapkan

mampu mengurangi kesenjangan ekonomi.

3. Pos Obat Desa (POD) atau Warung Obat Desa (WOD)

Pos obat desa (POD) merupakan perwujudan peran serta masyarakat

dalam pengobatan sederhana terutama penyakit yang sering terjadi pada

masyarakat setempat (penyakit rakyat/penyakit endemik)

Di lapangan POD dapat berdiri sendiri atau menjadi salah satu kegiatan

dari UKBM yang ada. Gambaran situasi POD mirip dengan posyandu dimana

bentuk pelayanan menyediakan obat bebas dan obat khusus untuk keperluan

berbagai program kesehatan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi

setempat. Beberapa pengembangan POD antara lain :

a. POD murni, tidak terkait dengan UKBM lainnya

b. POD yang diintegrasikan dengan dana sehat

c. POD yang merupakan bentuk peningkatan posyandu

d. POD yang dikaitkan dengan pokdes/polindes

e. Pos Obat Pondok Pesantren (POP) yang dikembangkan di beberapa

pondok pesantren.
4. Dana Sehat

Dana telah dikembangkan pada 32 provinsi meliputi 209 kabupaten/kota.

Dalam implementasinya juga berkembang beberapa pola dana sehat, antara lain

sebagai berikut :

a. Dana sehat pola usaha kesehatan sekolah (UKS), dilaksanakan pada 34

kabupaten dan telah mencakup 12.366 sekolah.

b. Dana sehat pola pembangunan kesehatan masyarakat desa (PKMD)

dilaksanakan pada 96 kabupaten.

c. Dana sehat pola pondok pesantren, dilaksanakan pada 39 kabupaten/kota.

d. Dana sehat pola koperasi unit desa (KUD), dilaksanakan pada lebih dari 23

kabupaten, terutama pada KUD yang sudah tergolong mandiri.

e. Dana sehat yang dikembangkan lembaga swadaya masyarakat (LSM)

dilaksanakan pada 11 kabupaten/kota.

f. Dana sehat organisasi/kelompok lainnya (seperti tukang becak, sopir

angkutan kota dan lain-lain), telah dilaksanakan pada 10 kabupaten/kota.

Seharusnya dana kesehatan merupakan bentuk jaminan pemeliharaan

kesehatan bagi anggota masyarakat yang belum dijangkau oleh asuransi

kesehatan seperti askes, jamsostek, dan asuransi kesehatan swasta lainnya. Dana

sehat berpotensi sebagai wahana memandirikan masyarakat, yang pada

gilirannya mampu melestarikan kegiatan UKBM setempat. Oleh karena itu, dana

sehat harus dikembangkan keseluruh wilayah, kelompok sehingga semua

penduduk terliput oleh dana sehat atau bentuk JPKM lainnya.


5. Lembaga Swadaya Masyarakat

Di tanah air kita ini terdapat 2.950 lembaga swadaya masyarakat (LSM),

namun sampai sekarang yang tercatat mempunyai kegiatan di bidang kesehatan

hanya 105 organisasi LSM. Ditinjau dari segi kesehatan, LSM ini dapat

digolongkan menjadi LSM yang aktivitasnya seluruhnya kesehatan dan LSM

khusus antara kain organisasi profesi kesehatan, organisasi swadaya

internasional.

Dalam hal ini kebijaksanaan yang ditempuh adalah sebagai berikut

a. Meningkatkan peran serta masyarakat termasuk swasta pada semua

tingkatan.

b. Membina kepemimpinan yang berorientasi kesehatan dalam setiap

organisasi kemasyarakatan.

c. Memberi kemampuan, kekuatan dan kesempatan yang lebih besar kepada

organisasi kemasyarakatan untuk berkiprah dalam pembangunan

kesehatan dengan kemampuan sendiri.

d.   Meningkatkan kepedulian LSM terhadap upaya pemerataan pelayanan

kesehatan.

e. Masih merupakan tugas berat untuk melibatkan semua LSM untuk

berkiprah dalam bidang kesehatan.

6. Upaya Kesehatan Tradisional

Tanaman obat keluarga (TOGA) adalah sebidang tanah di halaman atau

ladang yang dimanfaatkan untuk menanam yang berkhasiat sebagai obat.

Dikaitkan dengan peran serta masyarakat, TOGA merupakan wujud partisipasi


mereka dalam bidnag peningkatan kesehatan dan pengobatan sederhana dengan

memanfaatkan obat tradisional. Fungsi utama dari TOGA adalah menghasilkan

tanaman yang dapat dipergunakan antara lain untuk menjaga meningkatkan

kesehatan dan mengobati gejala (keluhan) dari beberapa penyakit yang ringan.

Selain itu, TOGA juga berfungsi ganda mengingat dapat dipergunakan untuk

memperbaiki gizi masyarakat, upaya pelestarian alam dan memperindah tanam

dan pemandangan.

7. Pos Gizi (Pos Timbangan)

Salah satu akibat krisis ekonomi adalah penurunan daya beli masyarakat

termasuk kebutuhan pangan. Hal ini menyebabkan penurunan kecukupan gizi

masyarakat yang selanjutnya dapat menurunkan status gizi. Dengan sasaran

kegiatan yakni bayi berumur 6-11 bulan terutama mereka dari keluarga miskin,

anak umur 12-23 bulan terutama mereka dari keluarga miskin, anak umur 24-59

bulan terutama mereka dari keluarga miskin, dan seluruh ibu hamil dan ibu nifas

terutama yang menderita kurang gizi.

Perlu ditekankan bahwa untuk kegiatan pada pos gizi ini apabila setelah

diberikan PMT anak masih menderita kekurangan energi protein (KEP) maka,

makanan tambahan terus dilanjutkan sampai anak pulih dan segera diperiksakan

ke puskesmas (dirujuk)

8. Pos KB Desa (RW)

Sejak periode sebelum reformasi upaya keluarga berencana telah

berkembang secara rasional hingga ke tingkat pedesaan. Sejak itu untuk

menjamin kelancaran program berupa peningkatan jumlah akseptor baru dan


akseptor aktif, ditingkat desa telah dikembangkan Pos KB Desa (PKBD) yang

biasanya dijalankan oleh kader KB atau petugas KB ditingkat kecamatan.

9. Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren)

Lingkup kegiatan oleh poskestren adalah tak jauh berbeda dengan Pos

Obat Desa namun pos ini khusus ditujukan bagi para santri dan atau masyarakat

disekitar pesantren yang seperti diketahui cukup menjamur di lingkungan

perkotaan maupun pedesaan.

10. Saka Bhakti Husada (SBH)

SBH adalah wadah pengembangan minat, pengetahuan dan keterampilan

di bidang kesehatan bagi generasi muda khususnya anggota Gerakan Pramuka

untuk membaktikan dirinya kepada masyarakat di lingkungan sekitarnya.

Sasarannya adalah peserta didik antara lain : Pramuka penegak, penggalang

berusia 14-15 tahun dengan syarat khusus memiliki minat terhadap kesehatan.

Dan anggota dewasa, yakni Pamong Saka, Instruktur Saka serta Pemimpin Saka.

11. Pos Upaya Kesehatan Kerja (pos UKK)

Pos UKK adalah wadah dari serangkaian upaya pemeliharaan kesehatan

pekerja yang diselenggarakan oleh masyarakat pekerja yang memiliki jenis

kegiatan usaha yang sama dalam meningkatkan produktivitas kerja. Kegiatannya

antara lain memberikan pelayanan kesehatan dasar, serta menjalin kemitraan.

12. Kelompok Masyarakat Pemakai Air (Pokmair)

Pokmair adalah sekelompok masyarakat yang peduli terhadap kesehatan

lingkungan terutama dalam penggunaan air bersih serta pengelolaan sampah dan

limbah rumah tangga melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat dengan

melibatkan seluruh warga.


13. Karang Taruna Husada

Karang tarurna husada dalam wadah kegiatan remaja dan pemuda di

tingkat RW yang besar perannya pada pembinaan remaja dan pemuda dalam

menyalurkan aspirasi dan kreasinya. Dimasyarakat karang taruna banyak

perannya pada kegiatan-kegiatan sosial yang mampu mendorong dinamika

masyarakat dalam pembangunan lingkungan dan masyarakatnya termasuk pula

dalam pembangunan kesehatan. Pada pelaksanaan kegiatan posyandu, gerakan

kebersihan lingkungan, gotong-royong pembasmian sarang nyamuk dan lain-

lainnya potensi karang taruna ini snagat besar.

14. Pelayanan Puskesmas dan Puskesmas Pembantu

Puskesmas merupakan fasilitas kesehatan pemerintah terdepan yang

memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat. Sejalan dengan upaya

pemerataan pelayanan kesehatan di wilayah terpencil dan sukar dijangkau telah

dikembangkan pelayanan puskesmas dan puskesmas pembantu dalam kaitan ini

dipandang selaku tempat rujukan bagi jenis pelayanan dibawahnya yakni

berbagai jenis UKBM sebagaimana tertera di atas (Notoadmojdo, 2007).


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai