Anda di halaman 1dari 144

RESPON KESMAS, ALAT ANALISIS,

ALUR DATA DAN PELAPORN


SISTEM SURVEILANS DI
INDONESIA
DR. dr. Irene, MKM
OUTLINE
1 LATAR BELAKANG

2 KEBIJAKAN SURVEILANS DI INDONESIA

3 RESPON KESEHATAN MASYARAKAN

4 SURVEILANS SEBAGAI ALAT ANALISIS

5 ALUR DATA DAN PELAPORN SISTEM SURVEILANS DI INDONESIA


LATAR BELAKANG

DR. dr. Irene, MKM


Perubahan Iklim
dapat berdampak
meningkatnya
penyakit infeksi dan
menimbulkan
dampak terhadap
kesehatan manusia
Menurunnya
kesadaran
masyarakan
pentingnya
imunisasi dan tidak
meratanya cakupan
imunisasi
berpotensi
meningkatnya kasus
PD3I menjadi KLB
Dampak Ekonomi dari Kejadian Luar Biasa/ Wabah
KEBIJAKAN SURVEILANS DI
INDONESIA

DR. dr. Irene, MKM


Dasar Hukum
UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

PMK No. 949/Menkes/SK/VIII/ 2004 ttg Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini KLB

PMK No. 658/MENKES/PER/VIII/2009 ttg Jejaring Laboratorium Diagnosis PIE

PMK No. 1501/Menkes/Per/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat
Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan

PMK No. 45 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan

PMK No. 82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Penyakit Menular

PMK No.92 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Komunikasi Data Dalam Sistem Informasi Kesehatan
Terintegrasi
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN 2015-2019
• Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat,
VISI Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan
Gotong-royong

• Mewujudkan bangsa yang berdaya


MISI saing. (misi 5)

AGENDA • Meningkatkan kualitas hidup manusia dan PROGRAM


PRIORITAS masyarakat Indonesia INDONESIA
(Nawa cita)
SEHAT
Arah Pembangunan Kesehatan (2005-2024)

RPJMN I RPJMN II RPJMN III RPJMN IV


2005-2009 2010-2014 2015-2019 2020-2024

Universal
Coverage Masyarakat
Upaya Kuratif Sehat Yang
Mandiri Dan
ntif, Berkeadilan
re ve
a ya P otif
Up Prom

Surveilans
/ SKDR
Pendukung/penunjang
IHR (2005) Implementation
Core Capacities :
- Policy and legislation
– Detection
- Risk Communication – Verification
- Coordination
- Surveillance
– Investigation
- Human Resource – Notification
- Laboratory
- Response
– Response
Capacity for control of emerging diseases, food safety,
zoonosis, chemical, radiology
Capacities at Point of Entry
Promotif Preventif

Komunikasi Pengendalian
risiko faktor risiko

Edukasi Pengebalan

Meminimalkan
Hazard dan
Vulnerability

Health Specific
Promotion Protection Deteksi Respon
Surveilans
Tatalaksana kasus
penyakit

Early Diagnosis
si m a lkan
k
Mema city
and Prompth Memutus rantai
Surveilans sindrom
penularan
Capa
Treatment

Surveilans berbasis Melindungi kelompok


kejadian risti
SURVEILANS
ANCAMAN NASIONAL,
REGIONAL, GLOBAL UPAYA PENANGGULANGAN

Penyakit in i da n
id
et eks pons
D
Penyakit Potensial wabah Res

Surveilans epidemiologi
TUJUAN
Penyakit Baru
Kekarantinaan Mencegah masuk
Penyakit yang Muncul Pengendalian dampak dan keluarnya
kembali kesehatan lingkungan ancaman masalah
kesehatan di negara
Penyakit yang tereliminasi Pelayanan kesehatan dan wilayah
Pengawasan OMKABA
Bioterorisme Pengamanan Nubika
Unsur Biologi, Kimia dan
Radiasi
RESPON KESMAS

DR. dr. Irene, MKM


 Penyakit New Emerging
 Mobilisasi OMKABA inter dan antar NEGARA (Wilayah Endemis)
 PHEIC (Yellow Fever, dll)
 Biological Terorisme Ancaman LN
 dll

Ancaman
DN
 Penyakit Emerging, New
Emerging, Degeneratif,
Faktor Lain PHEIC (H5N1, H7N9,
 IKLIM West Nile Virus,
 TEMPERATUR Legionella, MersCov,
 KELEMBABAN Ebola, Zika, dll)
 Epidemiologi  Wilayah Endemis
 Mobilisasi OMKABA
HOST AGENT
inter dan antar wilayah
 Politik, Sosial, Budaya
 Karakteristik daerah
 SDM (tdk merata,
ENVIRONMENT
kompetensi)
 POE ?
PUBLIC HEALTH EMERGENCY OF INTERNATIONAL CONCERN
Faktor Risiko –Munculnya Penyakit EID
Kesehatan hewan
Prilaku hewan
Distribusi Geographik
keperluan Habitat

Kepemilikan hewan,
hewan sebagi bahan makanan, Hewan Ekspansi / berkurangnya area
peternakan , Manajemen Wildlife Spesies Invasive
Gangguan Habitat Kondisi lingkungan untuk hidup
hewan (Vektor)

Kesehatan manusia
Health behaviour, Budaya
Lifestyle, Ekonomi, Tehnologi iklim global, regional, lokal
Mobilisasi, Transportasi,
Perdagangan Manusia Lingkungan Temperatur, Kelembaban
Tanah dan jenis Vegetasi

Exploitasi lingkungan , Polusi


Pembangunan daerah Urban/ Periurban
Praktek – praktek pertanian
(irigasi, pilihan tanaman)
Tantangan Penyakit Menular di Indonesia
 Masih banyak jenis penyakit potensial wabah/ KLB spt : DBD, keracunan makanan, difteri,
campak, rabies, antraks, diare, kolera, malaria, dll (17 jenis by Permenkes 1501/2010) 
cenderung menyebar antar daerah/ Kabupaten/ Provinsi.
 Ancaman penyakit emerging (new emerging diseases)  H5N1, H7N9, West Nile Virus,
Legionella, MersCov, Ebola, Zika => PHEIC
 Mobilisasi Manusia  meningkatkan risiko penyebaran suatu penyakit  penguatan SE di
POE dan wilayah
 Penguatan SKDR di unit Yankes spt Puskesmas dan Rumah Sakit serta di POE
Self Assessment

External Assessment

19 technical 2017
areas 60 negara
8 technical 2016
29 negara Indonesia Nov
areas
2014 - 2016 2017
PREVENT: DETECT :
1.National Legislation, Policy 8.National Lab System
and Financing 9.Real time surveillance RESPONSE
2.IHR Coordination, Communication 10.Reporting 12.Preparedneess
and Advocacy 11.Workforce Development 13. Emergency Response
3.Anti Microbial Resistance Operations
14. Linking Public Health and
(AMR) JEE TOOL Security Authorities
4.Zoonotic Diseases
15. Medical
5.Food safety OTHER IHR related
hazards and PoE Countermeasures and
6.Biosafety dan Biosecurity Personnel deployment
17.Point of Entry
7.Immunization 16.Risk Communication
18.Chemical hazards
19.Radiation Emergency
Indikator - indikator Real Time Surveillance
Skor D.2.1 Sistem surveilens berbasis Indikator dan D.2.2 Sistem pelaporan elektronik real time yang saling
Kejadian berhubungan dan inter operabel
Tidak ada Tidak ada sistem surveilens berbasis indikator
Tidak ada sistem pelaporan real time yang saling
1
kapasitas atau kejadian yang eksis berhubungan dan inter operabel
sistem surveilens berbasis Indikator dan Negara sedang mengembangkan sistem pelaporan
Kejadian direncanakan dimulai tahun ini elektronik real time, saling berhubungan dan inter
2 Kapasitas terbatas operabel, baik untuk kesehatan masyarakat atau
hewan
Ada sistem surveilens berbasis Indikator atau Negara memiliki sistem pelaporan elektronik real time
berbasis Kejadian untuk mendeteksi ancaman - yang saling berhubungan dan inter operabel bagi
3
Kapasitas ancaman kesehatan masyarakat sistem surveilen kesehatan masyarakat atau hewan.
terbangun Sistem ini belum dapat dipakai untuk berbagi data
secara real-time
Ada sistem surveilens berbasis Indikator dan Negara memiliki sistem pelaporan elektronik real time,
Kejadian untuk mendeteksi ancaman - ancaman saling berhubungan dan inter operabel bagi sistem
4
Kapasitas dapat kesehatan masyarakat surveilen kesehatan masyarakat atau hewan. Sistem
ditunjukkan ini belum sepenuhnya dilakukan berkesinambungan
oleh negara
Selain sistem surveilans, negara menggunakan Negara miliki sistem pelaporan elektronik real time,
keahliannya untuk mendukung negara-negara saling berhubungan, inter operabel, termasuk kedua
Kapasitas ber lain dalam membangun sistem surveilens dan sistem surveilens kesehatan masyarakat dan hewan
5
kesinambungan memberikan data yang terstandarisasi kepada yang didukung pemerintah dan mampu berbagi data
WHO dan OIE dalam lima tahun terakhir tanpa dengan stake-holders terkait sesuai kebijakan negara
dukungan eksternal berarti dan kewajiban internasional
Indikator - indikator Real Time Surveillance
Skor  

D.2.3 Analisis data surveilans D.2.4 Sistem surveilans sindromik


Tidak ada Tidak ada laporan yang terkait
1 kapasitas dengan pengumpulan data
Tidak ada sistem surveilens yang eksis
Sistem surveilens sindromik direncanakan
Kapasitas Ada laporan sporadis terkait dengan akan dimulai pada tahun depan; Sudah ada
2 terbatas pengumpulan data tetapi terlambat kebijakan / peraturan yang memungkinkan
untuk surveilens sindromik
Pelaporan data secara teratur Sistem surveilens sindromik untuk mendeteksi
Kapasitas
3 terbangun
dengan beberapa kelambatan; ada 1-2 sindroma utama yang mengindikasikan
tim ad-hoc untuk menganalisis data kedaruratan kesehatan masyarakat
Pelaporan bulanan atau tahunan
Sudah ada Sistem surveilans sindromik untuk
Kapasitas Tahunan atau laporan bulanan;
mendeteksi 3 (tiga) atau lebih sindroma utama
4 dapat dikaitkan dengan fungsi para ahli
yang mengindikasikan kedaruratan kesehatan
ditunjukkan untuk menganalisis, menilai dan
masyarakat
melaporkan data.
tambahan sistem surveilans di dalam negeri,
Kapasitas Pelaporan yang sistematis; Ada tim
menggunakan keahlian untuk mendukung
5 berkesinamb yang berdedikasi untuk analisis data,
negara-negara lain dalam membangun sistem
ungan penilaian risiko dan pelaporan
surveilans
PENGEMBANGAN JEJARING
Kewaspadaan LABORATORIUM KESEHATAN MASYARAKAT
Dini & Respon
Penyakit
Potensi KLB Ditjen P2P
Laporan kasus
1. Lab Kesmas National 2. Lab Kesmas National Laboratorium Kesehatan
Masyarakat Rujukan
BBTKL-PP BBTKL-PP Nasional untuk penyakit
tertentu

Pintu Masuk Negara Lab Kesmas Subnasional Kapasitas


KKP & WILKER (355) BTKL-PP (8) PH LAB utk
Laboratorium Rujukan Diagnostik
Provinsi penyakit potensi
KLB/Wabah
Laboratorium Rujukan 23 notifiable
Kabupaten diseases

Laboratorium
Laboratorium RS Laboratorium Puskesmas
Swasta
KESIAPAN MENGHADAPI KKM POTENSIAL WABAH
Kementerian Verifikasi/Analisis
Kesehatan
B alik
pan
Lap.Rutin Um
Laporan KLB
<24 Jam Dinkes Verifikasi/Analisis Kebijakan/
UPT Tindakan/
Provins Situasi Kes
i KLB Penanggulangan
alik Wabah
an B
Lap.Rutin U mp
Diseminasi
Dinas Kesehatan Verifikasi/Analisis Informasi ke LS & Masy

Kab/Kota
alik
an B
U mp
Lap.Rutin
Verifikasi/Analisis Kebijakan/
Puskesmas Tindakan
B alik
pan
Lap.Rutin Um
Poskesdes
Posyandu Sistem surveilans yang ada
menjamin deteksi dini & respon
Laporan/ cepat dalam menyikapi
Rumor peningkatan kejadian penyakit
menular & keracunan
25 pangan

Masyarakat
PHEOC Bisa diakses
PUBLIC HEALTH EMERGENCY OPERATION CENTRE masyarakat
www.infopenyakit.org
Mekanisme Kerja :
1.Laporan dari system EBS, diverifikasi
setiap hari oleh PHEOC;
2.Diumpanbalikan harian
a) ke daerah melalui komunikasi prov, b)
ke email LP/LS terkait
3.Dinkes mengupdate (kontak) PHEOC
terkait TL yg sdh dilakukan/belum
dilakukan
Alur Informasi, Komunikasi dan Respon
Watch dan Alert Mode Respon Mode

Lintas sektor: KEMENKES


1.KPMK
2. BNPB
RI
3. BPOM
4.Kementerian Directur/ Incidence
Peternakan Manager PHEOC
5. dll Manager
: Nasional/ Nasional/Local
Lokal Lintas Sektor:
1.KPMK
2.Dinas Peternakan
Lintas program: PHEOC Tim Gerak Cepat: 3.BDPB
1. Subdit imunisasi 1.Petugas kesehatan 4.Lembaga independen
2. Subdit Penyakit pusat (Academisi, aktivis
Infeksi Emerging Sumber Informasi: 2.BBTKL-PP kesehatan, LSM)
(PIE) 1.Laboratorium kesehatan 3.Dinkes Provinsi
3. Subdit Arbovirus 2.BBTKL-PP 4.Dinkes Kabupaten
4. Subdit higiene dan 3.KKP 5.Puskesmas
sanitasi pangan 4.Pusat Krisis Kesehatan
5. Subdit Zoonosis 5.Dinkes Kabupaten/ Provinsi
6. dll 6.Fasyankes
7.Media , dll

Keterangan:
Garis Komando
kedalam (Informasi)
Garis Koordinasi
Keluar (Informasi)
Indicators - Emergency Response Operations
R.2.4 Case management
Score R.2.1 Capacity to
R.2.2 Emergency Operations Centre R.2.3 Emergency procedures are
Activate Emergency
Operating Procedures and Plans Operations Program implemented for IHR
Operations
relevant hazards.
No identified
procedures have been No case management
No EOC plans/procedures for Incident
No developed to No exercises have been guidelines are available for
Management Structure (or equivalent) are
Capacity - 1 determine when to completed priority epidemic-prone
in place
activate public health diseases7
emergency operations
EOC plans/procedures describing incident
management structure (IMS) or
equivalent structure are in place; plan
EOC point of contact Table top exercise has been Case management guidelines
Limited describes key structural and operational
is available 24/7 to completed to test systems are available for priority
Capacity - 2 elements for basic roles (including
guide response and decision making epidemic-prone diseases
Incident management or command,
Operations, Planning, Logistics and
Finance)
Functional exercise has been
EOC staff team is completed to test operations Case management guidelines
trained in emergency In addition to meeting requirements of capabilities but EOC has not for other IHR relevant hazards8
management and “limited capacity”, EOC plans are in place yet been activated for a are available at relevant health
Developed PHEOC standard for functions including public health response. System is not yet system levels and SOPs are
Capacity - 3 operating procedures science (epidemiology, medical and other capable of activating a available for the management
and is available for subject matter expertise), public coordinated emergency and transport of potentially
response when communications, partner liaison response within 120 minutes infectious 9 patients in the
necessary of the identification of a public community and at PoE
health emergency
Indicators - Emergency Response Operations
R.2.1 Capacity to R.2.4 Case management
Score = R.2.2 Emergency Operations
Activate R.2.3 Emergency procedures are
Centre Operating Procedures
Emergency Operations Program implemented for IHR
and Plans
Operations relevant hazards.
In addition to In addition to meeting EOC activated a Case management,
activities for “developed capacity”, the coordinated emergency patient referral and
“developed following EOC plans are in response or exercise transportation, and
Demonstra capacity”, there is place: concept of operations; within 120 minutes of the management and
ted dedicated EOC Forms and templates for identification of a public transport of potentially
Capacity - staff that has data collection, reporting, health emergency; infectious patients are
4 received training briefing; Role descriptions response utilized implemented according
and can activate and job aids for EOC operations, logistic and to guidelines and/or SOPs
a response within functional positions planning functions
two hours
In addition to In addition to meeting In addition to achieving In addition to
activities for “demonstrated capacity”, demonstrated capacity, a demonstrated capacity,
Sustainab “demonstrated response plans are in place follow up evaluation was appropriate staff and
capacity”, that describe scaled levels of conducted and corrective resources (as defined by
le
exercises are response with resource action plan was developed the country) is in place in
Capacity conducted two or requirements for each level and implemented managemen
– more times per and procedures for acquiring
year to test EOC additional resources
ALAT ANALISIS

DR. dr. Irene, MKM


DEFINISI
 Adalah  pengumpulan,  dan analisis data secara terus- menerus dan sistematis yang kemudian
disebarluaskan kepada pihak-pihak yang bertanggungjawab  dalam  pencegahan penyakit dan
masalah kesehatan lainnya
 Surveilans  memantau terus-menerus kejadian dan kecenderungan penyakit, mendeteksi dan
memprediksi  outbreak  pada    populasi, mengamati faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian
penyakit, seperti perubahan-perubahan biologis pada agen, vektor, dan reservoir.
 Selanjutnya surveilans menghubungkan  informasi tersebut kepada pembuat keputusan agar
dapat dilakukan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian penyakit 
 Baik surveilans kesehatan masyarakat maupun surveilans epidemiologi hakikatnya sama saja,
sebab  menggunakan metode yang sama, dan  tujuan epidemiologi adalah untuk
mengendalikan masalah kesehatan masyarakat, sehingga epidemiologi dikenal sebagai sains
inti kesehatan masyarakat (core science of public health)
SKEMA SISTEM SURVEILANS
TUJUAN SURVEILANS
 Surveilans  bertujuan  memberikan informasi tepat waktu tentang masalah kesehatan  populasi,
sehingga penyakit dan  faktor risiko  dapat dideteksi dini dan dapat dilakukan respons pelayanan
kesehatan dengan lebih efektif.

 Tujuan khusus surveilans: 


(1) Memonitor kecenderungan (trends) penyakit;
(2) Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi dini ;
(3) Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit pada populasi;
(4) Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan,  implementasi,
monitoring, dan evaluasi program kesehatan;
(5) Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan;
(6) Mengidentifikasi kebutuhan riset  
contoh penggunaan surveilans
Grafik yang menghubungkan periode waktu
pada sumbu X dengan insidensi  kasus
penyakit  pada sumbu Y dapat digunakan
untuk memonitor dan mendeteksi outbreak.
Kecurigaan outbreak terjadi pada kuartal ke 4
tahun 2008, ketika insidensi mencapai 3 kali
rata-rata per kuartal.  
contoh penggunaan surveilans
 Surveilans dapat juga digunakan untuk
memantau efektivitas program kesehatan.
menyajikan contoh penggunaan surveilans
untuk memonitor performa dan efektivitas
program pengendalian TB. 
 Dengan statistik deskriptif sederhana
surveilans mampu memberikan informasi
tentang kinerja program TB yang meningkat
dari tahun ke tahun,  baik jumlah kasus TB
yang dideteksi, ketuntasan pengobatan kasus,
maupun kesembuhan kasus. Perhatikan pula
peran penting data time-series dalam analisis
data surveilans yang dikumpulkan dari waktu
ke waktu dengan interval sama.
JENIS SURVEILANS
1. Surveilans Individu
•mendeteksi dan memonitor individu-individu yang mengalami kontak dengan penyakit serius, misalnya pes, cacar, tuberkulosis, tifus, demam kuning,
sifilis.

2.  Surveilans Penyakit


•melakukan pengawasan terus-menerus terhadap distribusi dan kecenderungan insidensi penyakit, melalui pengumpulan sistematis, konsolidasi,
evaluasi terhadap laporan-laporan penyakit dan kematian, serta data relevan lainnya. Jadi fokus perhatian  surveilans penyakit adalah penyakit, bukan
individu.

3.  Surveilans  Sindromik


•melakukan pengawasan terus-menerus terhadap sindroma (kumpulan gejala) penyakit, bukan masing-masing penyakit.

4.  Surveilans Berbasis Laboratorium


•digunakan untuk mendeteksi dan menonitor penyakit infeksi. 

5.  Surveilans Terpadu


•menata dan memadukan semua kegiatan surveilans di suatu wilayah yurisdiksi (negara/ provinsi/ kabupaten/ kota) sebagai sebuah pelayanan publik
bersama.

6.  Surveilans Kesehatan Masyarakat Global


•Perdagangan dan perjalanan internasional di abad modern, migrasi manusia dan binatang serta organisme, memudahkan transmisi penyakit infeksi
lintas negara. Konsekunsinya, masalah-masalah yang dihadapi negara-negara berkembang dan negara maju di dunia makin serupa dan bergayut.
MANAJEMEN SURVEILANS
Surveilans mencakup dua fungsi manajemen:
(1)  Fungsi inti
Fungsi inti (core activities) mencakup kegiatan surveilans dan langkah-
langkah intervensi kesehatan masyarakat. Kegiatan surveilans
mencakup deteksi, pencatatan, pelaporan data, analisis data,
konfirmasi epidemiologis maupun laboratoris, umpan-balik (feedback).
(2)  Fungsi pendukung.
Fungsi pendukung (support activities) mencakup pelatihan, supervisi,
penyediaan sumber daya manusia dan laboratorium, manajemen
sumber daya, dan komunikasi
PENDEKATAN SURVEILANS
Pendekatan surveilans dapat dibagi menjadi dua jenis:
(1) Surveilans pasif;
Surveilans pasif memantau penyakit secara pasif, dengan menggunakan data
penyakit yang harus dilaporkan (reportable diseases) yang tersedia di fasilitas
pelayanan kesehatan. 
(2) Surveilans aktif
Surveilans aktif menggunakan petugas khusus surveilans untuk kunjungan berkala
ke lapangan, desa-desa, tempat praktik pribadi dokter dan tenaga medis lainnya,
puskesmas, klinik, dan rumah sakit, dengan tujuan mengidentifikasi kasus baru
penyakit atau kematian, disebut penemuan kasus (case finding), dan konfirmasi
laporan kasus indeks. 
SURVEILANS EFEKTIF
Karakteristik surveilans  yang  efektif : cepat, akurat, reliabel, representatif, sederhana, 
fleksibel, akseptabel,  digunakan
Kecepatan surveilans dapat ditingkatkan melalui sejumlah cara:
(1) Melakukan analisis sedekat mungkin dengan pelapor data primer, untuk mengurangi
“lag” (beda waktu) yang terlalu panjang antara laporan dan tanggapan;
(2) Melembagakan pelaporan wajib untuk sejumlah penyakit tertentu;
(3) Mengikutsertakan sektor swasta melalui peraturan perundangan;
(4) Melakukan fasilitasi agar keputusan diambil dengan cepat menggunakan hasil
surveilans;
(5) Mengimplementasikan sistem umpan balik tunggal, teratur, dua-arah dan segera.
Akurasi.
Ruang Lingkup Penyelenggaraan Surveilans
Epidemiologi Kesehatan
a. Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular
b. Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular
c. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan dan
Perilaku
d. Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan
Mekanisme kegiatan Surveilans epidemiologi
Kesehatan
a. Identifikasi kasus dan masalah kesehatan serta informasi terkait
lainnya.
b. Perekaman, pelaporan dan pengolahan data
c. Analisis dan intreprestasi data
d. Studi epidemiologi
e. Penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkannya
f. Membuat rekomendasi dan alternatif tindak lanjut.
g. Umpan balik.
Sumber data Surveilans epidemiologi
(1) Data kesakitan yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat.
(2) Data kematian yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan serta laporan dari kantor pemerintah dan
masyarakat.
(3) Data demografi yang dapat diperoleh dari unit statistik kependudukan dan masyarakat.
(4) Data geografi yang dapat diperoleh dari Unit meteorologi dan Geofisika
(5) Data laboratorium yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat
(6) Data Kondisi lingkungan
(7) Laporan wabah
(8) Laporan Penyelidikan wabah/KLB
(9) Laporan hasil penyelidikan kasus perorangan
(10) Studi epidemiologi dan hasil penelitian lainnya
(11) Data hewan dan vektor sumber penularan penyakit yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat.
(12) Laporan kondisi pangan
(13) Data dan informasi penting lainnya.
Surveillance: General principle
Health Care System Public Health Authority

Reporting
Data Information

Analysis &
Evaluation Interpretation

Feedback
Action Decision
PERAN INSTITUSI

Pelayanan kesehatan: Otoritas kesehatan:


1. Penyediaan data 1. Kompilasi data
(pengumpulan dan pelaporan) 2. analisis dan interpretasi data
2. melakukan tindakan yang 3. feed back dan diseminasi
direkomendasikan. informasi.
Tujuan surveilans (WHO)
1. Memprediksi dan mendeteksi dini epidemi (outbreak).
2. Memonitor, mengevaluasi, dan memperbaiki program pencegahan
dan pengendalian penyakit
3. Menyediakan informasi untuk penentuan prioritas, pengambilan
kebijakan, perencanaan, implementasi dan alokasi sumber daya
kesehatan
4. Monitoring kecenderungan penyakit endemis dan mengestimasi
dampak penyakit di masa mendatang
5. Mengidentifikasi kelompok risiko tinggi
6. Mengidentifikasi investigasi lebih lanjut.
Manfaat UmumSurveilance Epidemiology
(Thacker,2000)

1. Perencanaan,
2. Implementasi,
3. Evaluasi kegiatan kesehatan masyarakat.
LANGKAH KEGIATAN SURVEILANS
Pengolahan Analisis
Pengumpulan & & Interpretasi
data penyajian data data

Pembuatan laporan,
Tindakan
rekomendasi tindak
Pencegahan &
lanjut & diseminasi
Penanggulangan
informasi
Komponen Kegiatan surveilans

1. Pengumpulan data
2. Kompilasi, analisis dan interpretasi
3. Umpan balik dan diseminasi informasi
Pengumpulan data
Data harus jelas, tepat dan ada hubungan nya dengan penyakit ybs.

Sebaiknya data rutin yang dicatat dalam sistem pencatatan pelaporan

Jenis data : primer dan sekunder

Tujuan :
• a. Menentukan kelompok risiko tinggi penyakit
• b. Menentukan jenis agen dan karakteristiknya
• c. Menentukan reservoir dari penyakit infeksi
• d. Memastikan keadaan berlangsungnya transmisi
• e. Mencatat kejadian penyakit secara keseluruhan
Pengumpulan Data

Secara aktif : Secara pasif :

• Data dikumpulkan oleh • Data sekunder


petugas • Tergantung : Kecepatan,
• Berupa data kasus baru, data ketepatan, kebenaran dan
yang ditentukan dan data • Kelengkapan laporan yang
tambahan . dikirimkan.
• Dilakukan bila ; • Data yang dikumpulkan
• Ada penyakit baru muncul disesuaikan dengan tujuan
dalam populasi surveilans
• Penyakit baru ditemukan
insidens meningkat
Sumber data Surveilans (Lagmuir)
1. Pencatatan kematian
2. Laporan penyakit ( sumber terpenting )
3. Laporan KLB / Wabah
4. Pemeriksaan laboratorium
5. Penyelidikan peristiwa penyakit
6. Penyelidikan wabah
7. Survei penyakit
8. Penyelidikan tentang distribusi vektor dan reservoir
9. Penggunaan obat-obatan, sera dan vaksin
10. Keterangan tentang penduduk serta lingkungannya
11. RS, praktek umum, absen kerja, sekolah, SKRT.
Pengolahan, analisis, interpretasi
Pertama dilakukan kompilasi data : menghindari duplikasi dan menilai kelengkapan
• secara manual --- buat master table
• dengan komputer --- program epi info
• Sesuai tujuan sistem surveilans
• menurut orang, tempat dan waktu

Analisis dan interpretasi


• Analisis sebaiknya oleh Tim
• Karakteristik data dan validasi data

karakteristik data :
• Sumber pelaporan
• Tingkat pelapor
• Kelengkapan jumlah laporan
• Ketepatan waktu
• Kualitas

Validasi data surveilans


• seberapa jauh menggambarkan keadaan sebenarnya
• Distribusi frekwensi dan tabulasi
Analisis data
Harus dapat :
Univariat  Memahami kualitas data
deskriptif ( Orang, tempat ,  Mencari metode terbaik
waktu ) menarik kesimpulan
• proporsi  Menarik kesimpulan berupa:
 Kecenderungan waktu
Bivariat :  Perbandingan kejadian pada
populasi berbeda
• peta,
• grafik,
• tabel
Analisis data
Interpretasi data hasil analisis dan interpretasi
 Limit data : data surveilans
 underreporting
 Definisi kasus tdk konsisten
 Laporan kasus tidak terwakili Informasi Epidemiologi
 Kegunaan :
 Identifikasi epidemi  Identifikasi dan monitoring
 Identifikasi gejala baru kecenderungan masalah kesehatan
 Monitoring trend  Menentukan strategi pencegahan
penyakit
 Evaluasi kebijakan  Implementasi program pencegahan dan
 Proyeksi kebutuhan mendatang penanggulangan penyakit
 Mengembangkan perencanaan dan
kebijakan
 Evaluasi efektifitas pelayanan kesehatan
Penyajian data
1. Teks TREND ISPA

2. Tabel
3. Grafik
Diseminasi informasi
 Yaitu penyebar luasan informasi Untuk meningkatkan ketepatan waktu:
kepada individu atau kelompok 1. Analisis sedekat mungkin dengan
tertentu yang berkaitan /
berkepentingan. pelapor data : informasi cepat ----
tindakan segera
 Disseminasi dapat dalam bentuk :
 Laporan 2. Lembagakan pelaporan wajib untuk
sejumlah peny ttt ( notifiable disease)
 Buletin
 Seminar / simposium 3. Melibatkan sektor swasta melalui
 Kongres, dll peraturan perundangan.
Isinya tergantung kepada siapa 4. Fasilitasi agar keputusan diambil
disseminasi dilakukan. dengan cepat dalam penentuan
prioritas .
5. Implementasikan sistem umpan
balik tunggal, dua arah dan segera .
Diseminasi informasi
Akurasi Representatif dan lengkap
 Mampu mendeteksi insidens Sistem surveilans efektif 
penyakit ( sensitif ) dan bukan memantau situasi yang
penyakit (spesifik) sesungguhnya dalam populasi.
 Mampu meramalkan
kecenderungan akan terjadi (nilai
prediktif positif ) dan tidak terjadi (
nilai prediktif negatif ) insidens Kendala berupa:
penyakit yang akan datang . petugas di
keterwakilan & pelayanan kes
 Akurasi surveilans dipengaruhi : menutupi kasus
kelengkapan data
 infrastruktur laboratorium atau dengan
 kemampuan petugas sengaja
“underreporting“
Pendekatan surveilans
Pendekatan surveilans individu
• memonitor individu yang kontak dengan penyakit serius (deteksi gejala) --> isolasi terhadap kontak dan
penyakit dapat dikendalikan
• cth pendekatan individu : karantina

Pendekatan surveilans penyakit


• pengamatan terus --> menerus terhadap distribusi dan kecenderungan insidens penyakit melalui
pengumpulan sistematis dan evaluasi laporan peny, kematian dan data relevan .
§Pendekatan surveilans terpadu (integrated surveillance approach)
• menekankan koordiansi, integrasi, sinergi dari semua kegiatan surveilans.
• menggunakan struktur, proses dan personalia yang sama
• Mengumpulkan informasi untuk pengendalian peny
• Karakteristik :
• Surveilans sebagai layanan bersama
• Menggunakan pendekatan solusi majemuk
• Menggunakan pendekatan fungsional
• Sinergi anatra fungsi inti dan fungsi pendukung
• Mendekatkan fungsi surveilans dengan pengendalian penyakit
Pendekatan surveilans
Surveilans berbasis laboratorium
• memonitor penyakit infeksi - laboratorium --> deteksi strain kuman peny
• deteksi outbreak peny lebih segera dibanding pelaporan dari layanan kesehatan

Surveilans syndromic
• pengawasan terus- menerus thd sindroma penyakit, bukan penyakit.
• mengamati indikator individu sakit spt ; pola
• perilaku, gejala dan tanda, temuan laboratorium yang dapat ditelusuri dari berbagai
sumber sebelum konfirmasi laboratorium .

Surveilans Kesehatan masyarakat global


• perlu jejaring praktisi kesehatan, peneliti,
• pemerintah, organisasi internasional
Situasi Laboratorium
Kegiatan Pemeriksaan/Kajian Molekular
Laboratorium Pemeriksaan Molekuler
(Peralatan PCR masih terpusat di Lab.
Virologi)

Sedang dikembangkan fasilitas


pendukung Lab. Molekuler (Penambahan
peralatan PCR) untuk Laboratorium
 Parasitologi
 Entomologi
 Mikrobiologi Klinis
 Zoonosis (Antraks)
Situasi Peralatan Laboratorium
Kegiatan Pemeriksaan/Kajian Molekular
Contoh Identifikasi & Penetapan Kasus Impor berdasarkan Pengenalan pada
Hasil Genotyping (Analisis Kekerabatan Genetik) Plasmodium sp: Kasus Impor
dari Indonesia
Hasil Rekonstruksi Pohon Filogeni MSP1
Pada Subjek Monitoring Efikasi & Resistensi Obat Anti Malaria
di Kecamatan Kaligesing dan Banyuasin Kabupaten Purworejo

Rekonstruksi Pohon Filogeni MSP1 dengan Neighbor-Joining


(NJ) menggunakan model Kimura-2-parameter (K80/K2P).
Distribusi Sampel S3D Positif RDT menurut Jenis Infeksi
Periode Nov 2018-Okt 2019
Lokasi Sentinel S3D Total Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
Sampel (Proporsi) (Proporsi) (Proporsi) Kasus Kasus
Positif RDT/ Kasus Kasus Kasus Meragukan Infeksi
Total Infeksi Infeksi Diduga lainnya
Sampel Dengue Dengue Infeksi
Diperiksa Primer Sekunder Dengue
Sekunder
RSUD Tugurejo 17/95 16 1 12 2 64
(Kota Semarang) (94,1%) (5,9%)
Pusk. Tlogosari 7/51 7 0 1 0 43
Kulon (Kota (100%) (0%)
Semarang)
RSUD Wonosari 57/226 53 4 9 3 157
(Kab. Gunung Kidul) (93,0%) (7,0%)

Total 81/372 76 5 22 5 264


(93,8%) (6,2%)
Distribusi Proporsi Sampel S3D Positif PCR menurut Serotipe DenV

Periode Nov 2018-Okt 2019


Lokasi Total Positif Positif Positif Positif Positif Postitif Positif
Sentinel S3D Sampel Den-1 Den-2 Den-3 Den-4 Mix Mix Mix
Positif Den-2 Den-2 Den-3
PCR/ dan dan dan
Total Den-3 Den-4 Den-4
Sampel
Diperiksa
RSUD Tugurejo 24/95 9 6 3 6 0 0 0
(Kota Semarang) (25,0%) (37,5%) (25,0%) (12,5%) (25,0%) (0%) (0%) (0%)

Pusk. Tlogosari 13/51 3 3 4 3 0 0 0


(25,5%) (23,1%) (23,1%) (30,8%) (23,0%)
Kulon (Kota
Semarang)
RSUD Wonosari 74/226 2 24 15 30 1 1 1
(Kab. Gunung Kidul) (32,7%) (2,7%) (32,4%) (20,2%) (40,5%) (1,4%) (1,4%) (1,4%)

Total 111/372 14 33 22 39 1 1 1
(29,8%) (12,6%) (29,7%) (19,8%) (35,1%) (0,9%) (0,9%) (0,9%)
ALUR DATA DAN PELAPORN
SISTEM SURVEILANS DI
INDONESIA
DR. dr. Irene, MKM
SKDR (SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPON)
Sistem deteksi dini yang Mengapa SKDR ?
digunakan dalam 1. KLB selalu ada
memantau penyakit 2. Faktor risiko
potensial KLB dan merespon 3. Mobilisasi penduduk
penanggulangan secara 4. Regulasi Nasional
cepat.
5. Regulasi Internasional
TUJUAN SKDR
1. Melakukan deteksi dini penyakit
potensial KLB
2. Mengetahui trend penyakit potensial KLB
3. Menilai dampak program pencegahan
dan pengendalian penyakit
4. Trigger dalam melakukan respon cepat
penanggulangan penyakit
Laboratory
Mekanisme KERJA SKDR

Verifikasi/ Validasi
Indikator SKDR
Kabupaten aler
t
1. Completeness (90%)
Penyelidikan
Epidemiologi 2. Timeliness (80%)
Ke Field Provinsi
aler
3. Respon Alert (90%)
SMS t
EOC Regional/Sub
Regional
ale Pusat/PHEOC
rt
alert

Server SKDR
KINERJA SKDR INDONESIA THN Penguatan SKDR
2015-2019 1. SDM (jumlah dan kapasitas)
100.00
90.3
2. Hardware
88.8
90.00 86.2
83.6
81
3. Analisis dan Feedback
78.40 77.1
80.00
73.4 72
75.4 4. Pembiayaan
70.00 66.10 5. Jejaring (LP/LS/Lab)
60.1
60.00
52.90 Persentase sinyal kewaspadaan dini yang direspon (SPM):
50.4
50.00 • Target 2019 yaitu 90%
• Capaian 2019 (mg.sd. 35 yaitu 81 %)
40.00

30.00 27.30 Jumlah Alert Nasional


20.00 2019 (Mgg 1-35)

10.00 27.970
- 2018 (Mgg 1-52)
Kelengkapan Ketepatan % RESPON
2015 2016 2017 2018 2019 51.563
PENGEMBANGAN SKDR
 Pengembangan SKDR berbasis
Rumah Sakit dan Laboratorium.
 Tahun 2019 pengembangan di 3
Provinsi (Riau, Lampung, dan
Sulsel)

Contoh KLB Rabies di Dompu NTB


yang terdeteksi melalui SKDR
Feedback SKDR
Kementerian
Kesehatan
Ke Provinsi
Contoh Analisa SKDR Provinsi DI Yogyakarta
ALGORITMA PENYAKIT DALAM
SISTEM KEWASPADAAN DINI
DAN RESPON

10 KELOMPOK PENYAKIT
 DIARE AKUT :
 BAB yang frekuensinya lebih sering dari
biasanya (pada umumnya 3 kali atau
lebih per hari dengan konsistensi cair
dan berlangsung kurang dari 7 hari).
 DIARE BERDARAH / DISENTRI :
 Diare dengan darah dan lendir dalam
tinja dapat disertai dengan adanya
tenesmus.
 TERSANGKA KOLERA :
 Penderita dengan dehidrasi berat karena
diare akut cair secara tiba-tiba (biasanya
disertai muntah dan mual), tinjanya cair
seperti air cucian beras tanpa rasa sakit
Gastroenteritis akut perut atau mulas.
Algoritma
Algoritma respon KLB diare akut,
DIARE
DIARE BERDARAH /
DISENTRI
TERSANGKA KOLERA diare berdarah, tersangka kolera

Catat dan Lapor ke DINKES KABUPATEN/KOTA

Respons Pelaporan
Respons Register Respons Kes. Masyarakat:
Kemungkinan Etiologi:
Tatalaksana   • Verifikasi peningkatan kasus
Kemungkinan Etiologi:
Viral Gastro, E. Coli, Shigella, Salmonela, Kemungkinan Etiologi: Kasus: Kirim laporan W1 ke • Lakukan PE
Dinkes Kab/Kota. • Surveilans Ketat
Giardiasis, Amuba, Vibrio Kolera • Lakukan • Penyiapan logistik (oralit, zinc,
 
Cryptosporidium, dll dll pengobatan Untuk suspek kolera: obat yang sesuai etiologi).
• Menjamin tersedianya air
sesuai SOP dan laporan langsung ke bersih
etiologi. DinKes Kab/Kota • Penyuluhan masyarakat
• Rujuk pasien ke dan koordinasi tentang PHBS meliputi:
dengan Dinkes  CTPS sebelum dan sesudah
RS bila Propinsi. makan.
diperlukan  Membersihkan bahan
Jika ada tanda peringatan makanan sebelum dimasak
• Spesimen: Kronologi terjadinya  Memasak makanan dan
KLB, ambil specimen dengan KLB. • Pola
media Carry-Blair
Pengambilan minuman sampai matang
penyebaran  Memberikan desinfektan
sample tinja & • KU penderita. (Kaporisasi) pada sumber air
kirim ke lab • Hasil PE. diduga tercemar
 Hanya makan makanan
Provinsi • Hasil yang segar
penanggulangan KLB
dan RTL
Jika hasil positif, Lakukan
RESPONS KLB
Tersangka
campak
Algoritma campak
CAMPAK KLINIS = Demam dan ruam maculopapular + Batuk/Pilek
ATAU Conjungtivitis

Catat dan Lapor ke DINKES KABUPATEN/KOTA

Ambil Spesimen serum darah sesuai SOP dan kirim ke laboratorium


rujukan (Litbangkes Jakarta, BBLK Surabaya, Biofarma Bandung,
BBLK Yogyakarta, BBLK Palembang)

Jika hasil positif, Lakukan Respon KLB


Algoritma respon KLB campak

Respons tatalaksana Respons sistem Respons Kes. Masy.:


kasus: pelaporan: • PE
• Pengobatan • W1 • Surveilans ketat
simptomatis (untuk • Hasil lab • Lakukan pemberian
kasus tanpa • MR05, MR06, MR01, vaksinasi pada anak-
komplikasi) MR02, MR03. MR04 anak beresiko tinggi
• Pemberian vit A dosis (Belum Vaksinasi
tinggi pada kasus campak) di lokasi sekitar
sesuai dengan usia KLB
dan pada balita • Pemberian Vit A
berisiko sekitar lokasi • Pemberian makanan
KLB tambahan
• Pemberian antibiotic • Penyuluhan tentang
bila ada komplikasi pentingnya imunisasi
• Segera rujuk ke RS bila dan GIZI pada bayi
diperlukan
Sindrom
neurologik akut
Definisi operasional Algoritma sindrom akut neurologi
TERSANGKA MENINGITIS / ENCEPHALITIS : Acute
Tersangka
Panas > 38°C mendadak, sakit kepala, Meningitis/ Flaccid Tersangka
Tetanus
kaku kuduk, kadang disertai penurunan Encephalitis Paralysis Neonatorum Tetanus
kesadaran dan muntah. Pada anak < 1 (AFP)
tahun ubun-ubun besar cembung.
ACUTE FLACCID PARALYSIS (AFP) :
Kasus lumpuh layuh mendadak, bukan Catat dan Kirim ke Dinkes Kab/Kota
disebabkan oleh ruda paksa/ trauma pada
anak < 15 tahun.
TERSANGKA TETANUS NEONATORUM : Lakukan rujukan pemeriksaan

Setiap bayi lahir hidup umur 3-28 hari sulit


menyusu, dan mulut mencucu dan disertai Meningitis/encepalitis AFP:
Px. RDT, Serum, LCS Pemeriksaan Tinja
dengan kejang rangsang.
TERSANGKA TETANUS :
Ditandai dgn kontraksi dan kekejangan
Lakukan Respon KLB
otot mendadak, dan sebelumnya ada
riwayat luka.
Respon
Respon Respon Kes
Talak kasus :
pelaporan : W1 masyarakat
SOP
Algoritma respon KLB Algoritma respon KLB AFP/
MENINGITIS/ENSEFALITIS POLIO
Respon Respon Respon Kesehatan Masyarakat:
tatalaksana • Lakukan Penyelidikan
kasus:
sistem
Epidemiologi untuk mencari
• Pengobatan pelapora: kasus kontak terutama pada Respons
harus segera • W1 kelompok rentan tatalaksana Respons sistem Respons Kes
diberikan bila • Surveilans ketat pada kasus pelaporan:
diagnosis
• Hasil kasus: Masy.:
kontak, anggota keluarga • Pengobatan • W1 • Lakukan
terhadap pemerik • Pemberian pengobatan dan • FP1 Penyelidikan
tersangka saan profilaksis pada kasus kontak • FPS Epidemiologi
perawatan
telah • Pencegahan dengan • Hasil • Surveilans
laborato • Pengambilan
ditegakkan, pemberian vaksin pada pemeriksaan ketat
spesimen
bahkan rium semua kelompok umur yang • Kunjungan penunjang/
• KIE kpd
sebelum masyarakat
terkena Ulang 60 hari laboratorium
bakteri agar segera
• Perbaikan hygeine, sanitasi melaporkan
diidentifikasi.
dan ventilasi terhadap tempat kasus AFP ke
Pemberian
tinggal dan ruang tidur bagi TPK
Antibiotik • KIE ttg
sesuai dengan masyarakat terutama
pentingnya
indikasi dan kelompok terpajan imunisasi
dosis. • Pengendalian vektor dan polio
• Segera rujuk ke reservoir (untukJapanese • Pemberian
Rumah Sakit encephalitis ) bekerjasama imunisasi
tambahan
dengan Disnak Mopping Up
Polio bila
hasil lab (+)
Algoritma respon KLB TETANUS NEONATORUM

Respons tatalaksana Respons sistem Respons Kesehatan Masyarakat:


kasus: pelaporan:  Lakukan Penyelidikan Epidemiologi
•Dirawat di Rumah Sakit •W1  KIE oleh Puskesmas bertujuan agar
mayarakat membantu dalam
•T2 menemukan dan melaporkan kesakitan
dan kematian bayi umur ≤ 28 hari.
 KIE untuk peningkatan cakupan ANC
dan persalinan nakes.
 Kemitraan dengan dukun
ALGORITMA RESPON
KLB TETANUS
Respons Respons sistem Respons Kesehatan
tatalaksana pelaporan: Masyarakat:
 Lakukan Penyelidikan
untuk kasus: •W1
Epidemiologi (dengan
 Pembersiha format PE Umum)
n luka dan  Penyuluhan tentang
pentingnya imunisasi DT,
pemberian .
TT,DPT
TT  Penyuluhan tentang
 Pemberian Hygiene perseorangan
terutama luka luar
anti tetanus  Respons tatalaksana
serum untuk penderita luka
sesuai tetapi belum
menunjukan gejala:
dosis Pembersihan luka dan
vaksinasi
4.

SINDROM INFEKSI
SALURAN PERNAFASAN
Definisi operasional
 PNEUMONIA :
 Pada usia <5 thn ditandai dgn batuk DAN/ ATAU tanda
kesulitan bernapas (adanya nafas cepat, kadang disertai
tarikan dinding dada bagian bawah kedalam atau gambaran
radiologi foto torak menunjukan infiltrat paru akut), frekuensi
nafas berdasarkan usia penderita:
 <2 bulan : 60/menit
 2-12 bulan : 50/menit
 1-5 tahun : 40/menit
 Pada usia >5thn ditandai dgn demam ≥ 38°C, batuk DAN/
ATAU kesulitan bernafas, dan nyeri dada saat menarik nafas
 TERSANGKA PERTUSIS :
 Batuk lebih dari 2 minggu disertai dgn batuk yang khas (terus-
menerus/ paroxysmal), napas dgn bunyi “whoop” dan kadang
muntah setelah batuk.
Definisi .............
 TERSANGKA DIFTERI :
 Panas >38°C, sakit menelan, sesak napas disertai bunyi
(stridor) dan ada tanda selaput putih keabu-abuan
(pseudomembran) di tenggorokan dan pembesaran kelenjar
leher.

 ILI (INFLUENZA LIKE ILLNESS)


 Penderita dengan gejala Demam ≥ 38°C disertai batuk,
mulainya gejala (demam atau batuk) tidak lebih dari 10 hari.

 TERSANGKA FLU BURUNG :


 ILI dengan kontak unggas sakit atau mati mendadak, produk
unggas ATAU leukopenia ATAU pneumonia.
Algoritma sindrom INFEKSI SALURAN PERNAFASAN

PNEUMONI TERSANGKA TERSANGKA TERSANGKA FLU


ILI
A PERTUSIS DIFTERI BURUNG

Catat dan Kirim ke Dinkes Kab/Kota

Lakukan rujukan pemeriksaan


Flu Burung :
Pneumonia : Difteri /ILI:
Rontgen dada,
Rontgen dada Usap Nasofaring
usap nasofaring

Lakukan Respon KLB


ALGORITMA RESPON KLB PNEUMONIA

Respons tatalaksana Respons sistem Respons Kesehatan


kasus: pelaporan: Masyarakat:
•Lakukan pemberian •W1 •Penyelidikan epidemiologi
antibiotic spesifik pada •Hasil pemeriksaan (menggunakan format PE
penunjang/lab Umum)
penderita.
•Surveilans ketat
•Penatalaksanaan •KIE meliputi:
kontak untuk profilaksis • Pendidikan kesehatan
•Isolasi penderita di pribadi yang baik, terutama
rumah atau di pelayanan dalam mencuci tangan
kesehatan. • Pendidikan etika batuk
•Pemberian obat (menutup mulut saat batuk)
simtomatik • Pendidikan di awal
pengenalan gejala-gejala
dan infeksi/peradangan
dan untuk mencari
perawatan lebih dini ke
fasilitas perawatan
kesehatan.
ALGORITMA RESPON KLB PERTUSIS

Respons tatalaksana Respons sistem Respons Kesehatan


kasus: pelaporan: Masyarakat:
•Lakukan pengobatan •W1 •Penyelidikan
spesifik.dengan •Hasil pemeriksaan epidemiologi (format
antibiotic eritromicin penunjang/lab PE Umum) dan
terhadap penderita dan mencari kontak
kontak dekat selama •Lakukan karantina
5-14 hari terhadap kontak yang
•Lakukan desinfeksi tidak mendapatkan
serentak terhadap imunisasi DPT selama
discharge(cairan) 21 hari dengan usia <
hidung dan tenggorok 12 bulan.
serta barang yang •Memberikan
dipakai penderita. penyuluhan tentang
pentingnya imunisasi
DPT
ALGORITMA RESPON KLB DIFTERI

Respons Respons Kesehatan


Respons sistem
tatalaksana Masyarakat:
pelaporan:
kasus: •W1 •Penyelidikan
•Pengobatan kasus epidemiologi
•Hasil pemeriksaan
•Memutus rantai •Talak Kontak untuk
penunjang/lab
penularan pemberian
kemoprofilaksis dan
pengambilan specimen
•KIE (Komunikasi,
Informasi, Edukasi) ke
masyarakat
•Upaya peningkatan
cakupan imunisasi (<7
tahun DT dan >7 tahun
dT) melalui sweeping
•Meningkatkan
imunisasi DPT rutin.
ALGORITMA RESPON KLB ILI

Respons Respons Kesehatan Masyarakat:


Respons tatalaksana
• Penyelidikan epidemiologi
kasus: sistem
(menggunakan format PE Umum)
• Pengobatan pelaporan:
• Surveilans ketat
simtomatik • W1
• KIE meliputi:
• Membatasi • Hasil
• Pendidikan kesehatan pribadi
aktifitas di luar pemeriksaan yang baik, terutama dalam
rumah. penunjang/ mencuci tangan
lab • Pendidikan etika batuk (menutup
mulut saat batuk)
• Pendidikan di awal pengenalan
gejala-gejala dan infeksi/
peradangan dan untuk mencari
perawatan lebih dini ke fasilitas
perawatan kesehatan.
ALGORITMA RESPON KLB FB PADA MANUSIA

Respons tatalaksana Respons sistem Respons Kesehatan


kasus: pelaporan: Masyarakat:
Berikan tamiflu W1 Penyelidikan epidemiologi
sesuai dosis Hasil Melakukan pengamatan
Lakukan Rujukan pemeriksaan kontak kasus dan kontak
pasien ke RS Rujukan penunjang/lab unggas positif AI selama 14
Flu Burung hari sejak kontak terakhir
terhadap adanya gejala ILI
Bila ada gejala ILI beri tamiflu,
ambil specimen dan rujuk ke RS
Melakukan Koordinasi dengan
petugas peternakan.
Melakukan Upaya penyuluhan
kepada masyarakat tentang
cara pencegahan Flu Burung.
4.

DEMAM
Definisi operasional
 MALARIA KONFIRMASI :
 Penderita yang di dalam tubuhnya ada plasmodium atau parasit
malaria dan dibuktikan dengan RDT (Rapid Diagnostic Test)
positif dan atau pemeriksaan Mikroskopis positif.
 TERSANGKA DEMAM DENGUE :
 Demam mendadak tanpa sebab yang jelas 2-7 hari, mual,
muntah, sakit kepala, nyeri dibelakang bola mata (nyeriretro
orbital ), nyeri sendi, DAN/ATAU adanya manifestasi perdarahan
sekurang-kurangnya uji torniquet positif.
 TERSANGKA CHIKUNGUNYA :
 Demam mendadak diatas 38,5 derajat celcius dan nyeri sendi
yang hebat dapat disertai adanya ruam.
 TERSANGKA DEMAM TIFOID :
 Anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala demam,
gangguan saluran cerna dan tanda gangguan kesadaran.
Algoritma DEMAM
TERSANGKA
TERSANGKA TERSANGKA
DEMAM
DEMAM TIFOID FLU BURUNG
DENGUE

MALARIA TERSANGKA
CHIKUNGUNYA ILI
KONFIRMASI

Catat dan Kirim ke Dinkes Kab/Kota

Lakukan rujukan pemeriksaan

Demam Dengue/Chik:
Demam Tifoid : Flu Burung/ILI :
Malaria Konfirmasi : Cek Darah Lengkap
Widal, Serologi, Rontgen dada,
RDT, Mikroskopis (Tromb & Ht),
Serologi Kultur Darah usap nasofaring

(+) Lakukan Respon KLB


ALGORITMA RESPON KLB DEMAM DENGUE/CHIK

Respons Respons sistem pelaporan: Respons Kes Masy:


tatalaksana W1 • Penyelidikan
kasus: Hasil pemeriksaan penunjang/ Epidemiologi
• Beri minum yang lab • Surveilans ketat
banyak, kompres, • Ambil specimen
antipiretik dari sebagian kasus
golongan untuk konfirmasi
parasetamol, obat Lab serologi
pereda nyeri sendi • Membentuk posko
bila perlu pengobatan di
• Istirahat cukup lapangan
• Rujuk ke Rumah • Melakukan
Sakit bila panas pemberantasan
tidak turun dalam vektor (PSN, Foging,
2 hari atau Larvasidasi)
keadaan tambah • KIE
memburuk.
Algoritma respon klb malaria

Respons Kesehatan
Respons tatalaksana Respons sistem Masyarakat:
kasus: pelaporan:
• Penyelidikan Epidemiologi
• Lakukan pengobatan W1 • Melakukan
menggunakan ACT Hasil pemeriksaan pemberantasan vektor
(Artemicin penunjang/lab meliputi :
Combination • Distribusi Kelambu
Theraphy) berinsektisida
• Pengobatan • Penyemprotan
simtomatik rumah dengan
• Rujuk ke RS apabila insektisida
diperlukan • Larviciding.
pengobatan lebih • Penyuluhan
lanjut. Kesehatan Masyarakat
• Mass Blood Survey (80%
penduduk diperiksa
darahnya)
5.

SINDROM JAUNDIS
AKUT
Definisi operasional
 SINDROM JAUNDIS AKUT :
 Gejala penyakit yg timbul secara mendadak (< 14 hari)
ditandai dgn kulit dan sclera berwarna kuning (ikterik) dan
urine berwarna gelap.
 TERSANGKA LEPTOSPIROSIS :
 Pasien dengan gejala demam > 38 derajat Celcius dengan
gejala khasconjuctival suffusion (radang pada konjungtiva),
nyeri betis, jaundice/kuning.
Algoritma sindrom jaundis akut
Catat dan Kirim ke Dinkes Kabupaten/Kota

Lakukan rujukan pemeriksaan  Pengambilan Sampel


Kultur darah, Darah lengkap,
Serum darah Serum, Urine, Darah, Serum Hapusan darah,
RDT RDT

HEPATITIS
LEPTOSPIROSIS DEMAM DENGUE MALARIA
A, B, C, D, E

Ikuti Algoritma Diagnosis dan Respon KLB masing-masing

Lakukan Respon KLB


ALGORITMA RESPON KLB HEPATITIS

Respon tatalaksana kasus: Respon


sistem Respon Kesehatan Masyarakat
Hepatitis A dan E:
• Tidak ada pengobatan spesifik, pelaporan: • Penyelidikan Epidemiologi
kecuali pengobatan supportif, W1 Hepatitis A dan E :
upaya meningkatkan stamina dan Hasil peme • Meningkatkan budaya PHBS (Perilaku
menjaga keseimbangan gizi, penunjang/ Hidup Bersih dan Sehat), seperti
termasuk makan makanan rendah lab
 
hygiene perorangan, dan kebiasaan
lemak
• Istirahat yang cukup   cuci tangan.
• Hindari pemakaian tempat • Pengendalian limbah cair
makanan dan minuman bersama • Sumber air bersih
dengan orang lain • Sanitasi makanan
• Budayakan cuci tangan dengan • Sanitasi lingkungan
sabun Hepatitis B, C, dan D :
• Hygiene perorangan
 
• Melakukan praktek secara steril di
Hepatitis B, C, dan D: fasyankes
• Pengobatan sesuai penyebabnya. • Sterilisasi alat dan bahan
• Hindari pemakaian barang pribadi • Prilaku seks aman
seperti alat mandi (sikat gigi, alat • Mencegah penggunaan alat pribadi
cukur, sisir, handuk) bersama
dengan orang lain.
orang lain secara bersama seperti
• Selalu gunakan alat pelindung diri sikat gigi, maupun alat cukur.
saat melakukan tindakan medis • Skrining darah donor
(sarung tangan, kacamata goggle,
dan sebagainya).
Algoritma TERSANGKA LEPTOSPIROSIS
YA IKTERUS TIDAK

DD/ - Leptospirosis Berat DD/ - Leptospirosis Ringan


- Hepatitis -Viral hemoraghic fever (dengue,
- Malaria (berat) chikungunya, hantaan)
Faktor Risiko (lingkungan, pekerjaan, Faktor Risiko (lingkungan, pekerjaan,
olahraga/aktivitas lain, riwayat olahraga/aktivitas lain, riwayat
bepergian) bepergian)
Daerah endemis leptospirosis Daerah endemis leptospirosis
LAPOR KE DINKES KAB/KOTA dan BERIKAN TATA LAKSANA KASUS DI PUSKESMAS

RUJUK KE RUMAH SAKIT


Ambil Spesimen Darah:
Pemeriksaan Lab Rutin Pemeriksaan Lab Rutin
Pemeriksaan Kimia Klinis Pemeriksaan Serologi dengan Leptotek / Dridot
Pemeriksaan Serologi dengan Leptotek /
Dridot
KASUS PROBABLE LEPTOSPIROSIS
KIRIM SAMPEL KE BALITVET BOGOR
MAT (PAIR SERA) dan ISOLASI (+)
LEPTOSPIRA Demam akut < 9 hari, suhu > 38oC
Nyeri kepala mendadak dan nyeri otot betis
KASUS KONFIRMASI LEPTOSPIROSIS Conjunctival suffosion
Urine berwarna gelap
ALGORITMA RESPON KLB leptospirosis

Lakukan Respon KLB :


 Penyelidikan epidemiologi : Pencarian kasus
tersangka leptospirosis lainnya
 Pengobatan selektif
 Pengambilan spesimen serum darah tersangka
 Penyuluhan kepada masyarakat tentang sumber
dan pencegahan, dan lain-lain
 Hindari kontak kulit dengan air banjir, mencuci
semua makanan dengan bersih.
 Pengendalian tikus
 APD bagi pekerja berisiko
6.

TERSANGKA
ANTRAKS
Definisi operasional
 Antraks Kulit (Cutaneus Anthrax)
 Papel pada inokulasi, rasa gatal tanpa disertai rasa sakit, 2-3
hari vesikel berisi cairan kemerahan, haemoragik menjadi
jaringan nekrotik, ulsera ditutupi kerak hitam, kering, Eschar
(patognomonik), demam, sakit kepala dan pembengkakan
kelenjar limfe regional
 Antraks Saluran Pencernaan (Gastrointestinal Anthax)
 Rasa sakit perut hebat, mual, muntah, tidak nafsu makan,
demam, konstipasi, gastroenteritis akut kadang disertai darah,
hematemesis, pembesaran kelenjar limfe daerah inguinal,
perut membesar dan keras, asites dan oedem scrotum,
melena.
Definisi operasional
 Antraks Paru-paru (Pulmonary Anthrax)
 Gejala klinis antraks paru-paru sesuai dengan tanda-tanda
bronchitis. Dalam waktu 2-4 hari gejala semakin berkembang
dengan gangguan respirasi berat, demam, sianosis, dispnue,
stridor, keringat berlebihan, detak jantung meningkat, nadi
lemah dan cepat. Kematian biasanya terjadi 2-3 hari setelah
gejala klinis timbul.
 Antraks Meningitis (Meningitis Anthrax)
 Komplikasi bentuk antraks yang lain, dengan gambaran klinis
mirip dengan kasus meningitis purulenta akut.
Algoritma Tersangka antraks
Catat dan Kirim ke Dinkes Kab/Kota

Ambil spesimen untuk diperiksa :


Antraks Kulit :
Antraks Sal.
swab lesi di kulit, Antraks Paru-paru : Antraks Meningitis :
Cerna:
atau apirasi cairan Sputum LCS
Tinja darah
pus

Lakukan Respon KLB


Algoritma respon KLB ANTRAKS

Respons tatalaksana Respons sistem Respons Kes. Masyarakat:


kasus: pelaporan: • Dan mencegah pencemaran
• Pengambilan sample • W1 lingkungan oleh spora antraks
(jaringan mati, tinja) • Hasil • Penyelidikan Epidemiologi dan
• Kirim sample ke koordinasi dengan dinas
pemeriksaan
laboratorium peternakan
penunjang/lab • Surveilans Intensif dan
• Lakukan pengobatan
membawa penderita kasus baru
terhadap pasien ke RS terdekat
• Lakukan tatalaksana • Penyuluhan masyarakat tentang
pencegahan dengan Antraks dan upaya
memutuskan rantai penanggulangannya, meliputi
penularan hewan / • Konsultasi dengan petugas
tanah tercemar ke kesehatan bila memandikan
manusia tubuh penderita yang meninggal
• Rujuk pasien ke RS • Hewan harus disembelih di
rumah potong hewan
apabila diperlukan
• Tidak boleh memotong dan
penanganan lebih lanjut. mengkonsumsi daging hewan
yang sakit
7.

KASUS GIGITAN HEWAN


PENULAR RABIES
Definisi operasional
Kasus gigitan hewan (Anjing, Kucing, Tupai, Monyet, Kelelawar) yang
dapat menularkan rabies pada manusia
ATAU
Kasus dengan gejala Stadium Prodromal (demam, mual, malaise/
lemas), atau kasus dengan gejala Stadium Sensoris (rasa nyeri, rasa
panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka, cemas dan
reaksi berlebihan terhadap ransangan sensorik).
Algoritma kasus GHPR

Catat dan Kirim ke Dinkes Kab/Kota

Lakukan Respon KLB


Algoritma RESPON kasus GHPR

Respons sistem Respons Kes.


Respons tatalaksana kasus:
• Lakukan pencucian dgn pelaporan: Masyarakat:
• W1 • Penyelidikan
menggunakan sabun dgn air
mengalir selama 10-15 menit Epidemiologi
• Lakukan vaksinasi anti • Koordinasi dengan
rabies segera setelah gigitan Dinas Peternakan
atau pemberian serum anti • KIE (Komunikasi,
rabies tergantung lokasi dan Edukasi dan
tingkat resiko tinggi Informasi)
• Obsevasi hewannya 10-14 • Penyuluhan
hari untuk memastikan pentingnya
hewan rabies atau tidak. Jika vaksinasi hewan
hewannya mati maka kuat peliharaan.
diduga hewan rabies • Memberikan
vaksinasi pada
hewan peliharaan.
• Mengkandangkan
hewan peliharaan
8.

TERSANGKA HFMD (HAND, FOOT, AND


MOUTH DISEASE )
Definisi operasional
• Demam 38 - 39°C dalam 3-7 hari, nyeri telan, nafsu makan turun,
muncul vesikel di rongga mulut dan atau ruam di telapak tangan,
kaki dan bokong. Biasanya terjadi pada anak dibawah 10 tahun.
• Penyakit ini disebabkan oleh virus EV-71
• Tidak ada pengobatan spesifik karena bersifat “self limiting
disease”, yaitu dapat sembuh dengan sendirinya dalam 7-10 hari.
Algoritma tersangka HFMD

Catat dan Kirim ke Dinkes Kab/Kota

Lakukan rujukan pemeriksaan


Isolasi Virus dan Uji serologi:
Spesimen feses, usap tenggorok,
darah, cairan vesikel, LCS, apusan
mukosa

Preparat dikirim
Media Transport : VTM atau Hanks ke PBTDK
Balitbangkes

Lakukan Respon KLB


Algoritma RESPON KLB HFMD

Respons tatalaksana Respons sistem Respons Kes.


kasus: pelaporan: Masyarakat:
• Istirahat yang cukup • W1 • Penyelidikan
• Pengobatan • Hasil Epidemiologi
simptomatik sesuai pemeriksaan • KIE (Komunikasi,
gejala : rujukan/lab Edukasi dan
• Antiseptik di daerah Informasi)
mulut • PHBS
• Analgesik/antipiretik
seperti parasetamol
• Pengobatan supportif
seperti asupan gizi,
vitamin, dll.
• Pemberian cairan yang
cukup untuk
menghindari dehidrasi
karena sulit minum dan
demam
8.

KLUSTER PENYAKIT
YANG TIDAK LAZIM
Definisi operasional

• Didapatkan tiga atau lebih kasus/kematian dengan


gejala sama di dalam satu kelompok masyarakat/
desa dalam satu periode waktu yang sama (lebih
kurang 7 hari), yang tidak dapat dimasukan ke dalam
definisi kasus penyakit yang lain.
• Dibutuhkan kerjasama yang erat antara dokter/
petugas medis dengan petugas surveilans dalam
melacak kasus ini
• Pastikan dokter/petugas pemeriksa benar-benar
sudah melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
lengkap untuk menyingkirkan jenis penyakit yang
sudah diketahui (dalam SKDR).
Algoritma kluster penyakit tidak lazim
Lakukan Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik lengkap
 Tidak memenuhi DO penyakit manapun

• Catat dan laporkan dalam EWARS


• Observasi klinis dan sarankan agar pasien
berkunjung kembali setelah 3 hari belum sembuh

Pasien datang di kunjungan Pasien tidak datang di kunjungan


berikutnya berikutnya

Lakukan pemeriksaan penunjang Lakukan kunjungan rumah, edukasi,


sesuai gejala yang dominan observasi ulang, ambil spesimen bila
muncul sejak onset perlu

Lakukan Respon KLB sesuai SOP


Algoritma RESPON kluster tak lazim

Respons Kes. Masyarakat:


Respons tatalaksana Respons sistem • Penyelidikan Epidemiologi
kasus: pelaporan: (gunakan format PE Umum)
• Lakukan identifikasi • W1 • Melakukan kerjasama dengan
gejala atau sindrom • Hasil unit pelayanan kesehatan
yang terjadi
pemeriksaan (Puskesmas, Rumah Sakit,
• Lakukan identifikasi
penunjang/lab Laboratorium) terhadap
periode awal timbulnya
kemungkinan ditemukannya
gejala sampai
kasus dengan gejala yang sama
menimbulkan kematian
dengan penyakit yang sedang
untuk mengetahui
dihadapi
perkiraan masa • Melakukan penyuluhan kepada
inkubasi dari suatu
masyarakat tentang bagaimana
penyakit
menyikapi apabila ada keluarga
• Lakukan pengambilan
atau masyarakat yang mengalami
sample dan
gejala penyakit yang sama
pemeriksaan
dengan yang dialami oleh
laboratorium
sekelompok masyarakat
berdasarkan gejala • Melakukan penyuluhan tentang
yang terjadi
upaya pencegahan yang harus
dilakukan
E
I
D
Definisi
 PES
 Pasien dengan gejala demam, sakit kepala yang disertai
salah satu atau lebih gejala seperti Pembesaran kelenjar
getah bening (di lipatan paha, ketiak dan leher), perdarahan
pada kulit, mulut, hidung, urin, rektum, Gangguan pernafasan
(batuk, sesak nafas)
 MERS
 Seseorang dengan ISPA dgn 3 gejala (Demam (≥ 38℃) atau
ada riwayat demam, Batuk, Pneumonia Klinis/Radiologi,
butuh perawatan RS, DAN memiliki Riwayat perjalanan dari
negara terjangkit (14 hari sebelum onset)
 Seseorang dengan ISPA ringan-berat dan memiliki kontak
dengan kasus konfirmasi/ probabel MERS dalam waktu 14
hari sebelum sakit
 Ebola
 Setiap orang yang memiliki gejala demam >38° C
disertai minimal 3 gejala (sakit kepala, muntah,
tidak nafsu makan, diare, lemah, nyeri perut,
myalgia, sesak napas, nyeri tenggorokan, cegukan)
 Setiap orang dengan perdarahan yang tidak dapat
dijelaskan penyebabnya.
 Setiap kematian mendadak yang tidak dapat
dijelaskan penyebabnya
DAN memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di
wilayah terjangkit atau kontak dengan kasus PVE,
dalam waktu 21 hari sebelum timbul gejala.
 Nipah virus
 Pasien dengan Sindrom Pernapasan Akut Berat
yang memerlukan perawatan dan terjadi secara
mendadak (<14 hari), dan memiliki riwayat terpapar
lingkungan terkontaminasi/aktifitas berisiko
terpapar dalam 5-14 hari sebelumnya
 Hanta virus
 Demam akut(≥ 38,5oC) dengan /tanpa
Trombositopenia disertai minimal 2 gejala (Sakit
kepala, Nyeri otot,Lemah, Ikterik/jaundice, Oliguria/
anuria, Perdarahan, Sesak napas, Conjungtival
suffusion) dan memiliki riwayat terpapar lingkungan
terkontaminasi/aktifitas berisiko terpapar dalam 2-3
minggu sebelumnya
Algoritma PES
Anamnesis dan pemeriksaan :
Pasien demam, sakit kepala disertai satu atau lebih dari gejala:
• Pembesaran kelenjar getah bening (bubo)
• Ada perdarahan pada kulit, mulut, hidung, urin, rektum
• Gangguan pernafasan (batuk, sesak nafas)

Rujuk Ke RS

Catat dan Lapor ke DINKES


KABUPATEN/KOTA

Lakukan Respon KLB


ALGORITMA RESPON KLB PES

Respons Respons sistem pelaporan: Respons Kes Masy:


tatalaksana W1 • Penyelidikan
kasus: Hasil pemeriksaan Epidemiologi
• Rujuk Ke RS laboratorium • Surveilans ketat
• KIE
• Pengobatan • Pengendalian pinjal
sesuai SOP • Pengendalian
(Pemberian binatang pengerat
antibiotik) (tikus)
• Tes diagnostic
Ambil Spesimen
Darah (serum)/
Bubo (aspirasi bubo)
/Dahak (sputum)
sesuai SOP dan
kirim ke
laboratorium
rujukan
Algoritma MERS
ALGORITMA RESPON KLB MERS

Respons Respons sistem pelaporan: Respons Kes Masy:


tatalaksana W1 • Penyelidikan
kasus: Hasil pemeriksaan Epidemiologi
• Rujuk Ke RS laboratorium • Surveilans ketat
• KIE
• iSOLASI
• Pengobatan
sesuai SOP
• Tes diagnostic
pemeriksaan
Algoritma EBOLA
orang yang memiliki gejala demam >38 C disertai minimal 3 dari gejala • sakit
kepala • muntah , tidak nafsu makan), • diare • lemah • nyeri perut, • nyeri otot
• sesak napas, • nyeri tenggorokan • cegukan (hiccup) ATAU
Setiap orang dengan perdarahan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
ATAU Setiap kematian mendadak yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya
DAN memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di daerah atau negara terjangkit
penyakit virus Ebola (PVE), atau kontak dengan kasus PVE, dalam waktu 21
hari sebelum timbul gejala.

Rujuk ke RS Rujukan

Catat dan lapor ke Dinkes Kab/


Kota

Lakukan Respon KLB


ALGORITMA RESPON KLB Ebola

Respons Respons sistem pelaporan: Respons Kes Masy:


tatalaksana W1 • Penyelidikan
kasus: Hasil pemeriksaan laboratorium Epidemiologi
• tatalaksana dan • Surveilans ketat
rujukan sesuai • KIE
dengan SOP
• tatalaksana
kasus sesuai
manifestasi
klinis kasus
• pengambilan
spesimen sesuai
SOP untuk
pemeriksaan
laboratorium:
Spes darah
Algoritma Nipah Virus
Sindrom Pernapasan Akut Berat yang memerlukan perawatan dan
terjadi secara mendadak (<14 hari), dan memiliki riwayat terpapar
lingkungan terkontaminasi/aktifitas berisiko terpapar dalam 5-14 hari
sebelumnya
.

Rujuk ke RS Rujukan

Catat dan lapor ke Dinkes Kab/


Kota

Lakukan Respon KLB


ALGORITMA RESPON KLB Nipah Virus

Respons tatalaksana Respons sistem pelaporan: Respons Kes Masy:


kasus: • Penyelidikan
W1
• tatalaksana dan Hasil pemeriksaan Epidemiologi
rujukan sesuai laboratorium • Surveilans ketat
dengan SOP • KIE
• tatalaksana kasus
sesuai manifestasi
klinis kasus
• pengambilan
spesimen sesuai
SOP untuk
pemeriksaan
laboratorium:
Serum, Sputum,
usap hidung, usap
tenggorok, dan
broncoalveolar
lavage

Algoritma Hanta virus
Demam akut(≥ 38,5C) dengan /tanpa Trombositopenia disertai
minimal 2 gejala (Sakit kepala, Nyeri otot,Lemah, Ikterik/
jaundice, Oliguria/anuria, Perdarahan, Sesak napas,
Conjungtival suffusion) dan memiliki riwayat terpapar
lingkungan terkontaminasi/aktifitas berisiko terpapar dalam 2-3
minggu sebelumnya

Rujuk ke RS Rujukan

Catat dan lapor ke Dinkes Kab/


Kota

Lakukan Respon KLB


ALGORITMA RESPON KLB Hanta Virus

Respons tatalaksana Respons sistem pelaporan: Respons Kes Masy:


kasus:
W1 • Penyelidikan
• tatalaksana dan Hasil pemeriksaan Epidemiologi
rujukan sesuai laboratorium • Surveilans ketat
dengan SOP • KIE
• tatalaksana kasus • pengendalian
sesuai manifestasi vektor
klinis kasus
• pengambilan
spesimen sesuai
SOP untuk
pemeriksaan
laboratorium:s
Serum

Anda mungkin juga menyukai