PROGRAM SURVEILANS
Disampaikan pada
Pelatihan Bagi Petugas Puskesmas 2021
1. Latar Belakang
2. Kebijakan Imunisasi
OUTLINE
3. Kebijakan Surveilans PD3I
4. Kesimpulan
Latar Belakang
Kriteria Mencapai Komitmen Global
Eradikasi polio
Tidak ditemukan Virus polio selama 3 tahun
berturut-turut yang dibuktikan dengan Surveilans
AFP sesuai standar sertifikasi
Eliminasi Campak
Tidak ditemukan wilayah endemis campak selama
>12 bulan, dengan pelaksanaan surveilans
campak yang adekuat. (Regional consultation on Measles , SEARO, New
Delhi, 25 – 27 August 2009 & WHA, May 2010)
Kebijakan Penyelenggaraan
Surveilans
Dasar Hukum
UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Peraturan Menteri Kesehatan No. 949/Menkes/SK/VIII/ 2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar
Biasa
Peraturan Menteri Kesehatan No. 658/MENKES/PER/VIII/2009 tentang Jejaring Laboratorium Diagnosis Penyakit Infeksi New-Emerging
dan Re-emerging
Peraturan Menteri kesehatan No. 1501/Menkes/Per/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan
Upaya Penanggulangan
Peraturan Menteri Kesehatan No. 45 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan
Peraturan Menteri Kesehatan No. 82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Penyakit Menular
Peraturan Menteri Kesehatan No.92 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Komunikasi Data Dalam Sistem Informasi Kesehatan Terintegrasi
Keputusan Menteri Kesehatan No.1479/Menkes/SK/ X/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemologi Penyakit
Menular dan Tidak Menular Terpadu
Keputusan Menteri Kesehatan No. 483/ MENKES/ SK/IV/ 2007 tentang Pedoman Surveilans Acute Flaccid Paralysis (AFP)
Global Public Health
• Penyakit baru / muncul kembali & kecepatan
penyebaran meningkat.
• Globalisasi : masalah kesehatan masyarakat
di satu wilayah / negara menjadi ancaman
bagi wilayah / negara lain.
• Penyebaran yang disengaja dengan
menggunakan unsur biologi & kimia,
bencana industri & laboratorium.
• Dampak kesehatan, ekonomi & keamanan.
Merupakan kesepakatan 193 negara anggota WHO
Wajib diberlakukan pada 15 Juni 2007, termasuk di Indonesia
Setiap negara diberi waktu 5 tahun untuk meningkatkan kapasitas inti (core
capacity) sehingga dapat menerapkan IHR secara penuh
Negara – negara yang belum mampu diberi waktu 2 tahun untuk mencapai
kondisi tersebut
IHR (2005) -
-
Mengurangi risiko penyakit masuk & keluar
Mencegah, mendeteksi, menilai, melaporkan,
menanggulangi
PLBD
KLB N
Pelabuhan
Nasional
Bandara KLB
Pelabuhan
KLB
Internasional
Memastikan sistem
surveilans & lab dapat
mendeteksi ancaman
Inte rnatio nal He alth Re g ulatio ns (2005)
potensial
Kerjasama
dgn negara
Respon thd lain
kejadian
kesmas
Melaporkan penyakit
tertentu, plus setiap
KKMD
Global Health Security Agenda (GHSA): Pendekatan Global Untuk Menyikapi
Ancaman Masalah Kesehatan Akibat Agen Biologi
sim a lkan
k
Mema city
Capa
Meminimalkan
Hazard dan
Vulnerability SURVEILANS
Deteksi Respon
Health
Early Promotion
Specific
DiagnosisProtection
and Prompth
Treatment Surveilans
Tatalaksana kasus
penyakit
Memutus rantai
Surveilans sindrom penularan
Surveilans
Melindungi
berbasis kelompok risti
kejadian
Knowledge Management
INTERVENTION
POLICY MAKING
STRATEGI MENCAPAI SASARAN KEGIATAN
Laboratorium
SURVEILANS YANG BAGAIMANA DAPAT
MENDETEKSI SECARA CEPAT ADANYA
KLB/ WABAH/ KKMMD?
1 Pkematian
enurunan angka 2 Pencegahan
pengendalian
&
3 Penurunan
ibu penyakit prevalensi stunting
dan neonatal tidak menular
4 Percepatan 5 Peningkatan
eliminasi cakupan dan
Tuberkulosis mutu imunisasi
26
PENDEKATAN PELAYANAN IMUNISASI
27
KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN
IMUNISASI
30
TANTANGAN DAN STRATEGI
Meningkatkan Presentasi Kab/Kota Meningkatkan presentasi anak anak usia 12-24 bulan
yang mencapai 80% Imunisasi Dasar usia 0-11 bulan yang mendapat mendapat imunisasi DPT-
Lengkap (IDL) pada anak usia 0 – 11 Imunisasi Dasar Lengkap HB-Hib lanjutan dari 56
bulan dari 85,4% menjadi 95% dari 92 % menjadi 93% % menjadi 70%
STRATEGI
• Pelaksanaan DOFU dan Sweeping Imunisasi dan • Pembiayaan : APBN, APBN, Dekon, DAK
Sustainable Outreach Services (SOS) di daerah sulit Non Fisik, sumber dana lainnya
terjangkau terintegrasi dengan Malaria - KIA • Kemitraan dengan swasta, lembaga profesi,
• Pemanfaatan PWS dalam rangka mengatasi masalah di dll
tempat • Adsos pemangku kebijakan
• Penempatan nakes, Nusantara Sehat • Monev terpadu
• Diseminasi KIE Imunisasi, PIS - PK • Ketersediaan dan keterjangkauan vaksin
Strategi Penguatan Program Imunisasi
Peningkatan
Peningkatan Peningkatan
Akses
Cakupan Pengetahuan Peningkatan
Masyarakat
melalui dan Kualitas
dengan
Analisa PWS Kesadaran Imunisasi
Pendekatan
dan RTL Masyarakat
PIS-PK
08/27/2021
GOAL ERADIKASI POLIO
INDONESIA mendapat
sertifikat bebas dari virus
polio liar tahun 2014 namun
Tahun 2019 ditemukan KASUS
POLIO di kab Yahukimo
VDPV 1
1 kasus positif VDPV1 dari Distrik Dekai, Kab. Yahukimo, Prov. Papua. Spesimen 2 anak sehat positif VDPV
Kasus berusia 2 tahun 6 bulan, mengalami kelumpuhan di tungkai kiri tipe 1 dan memiliki hubungan
Published 25 January 2019 pada 27 November 2018. Kasus selama ini belum pernah diimunisasi genetic dengan kasus VDPV1
polio.
SITUATION REPORT POLIO DI PROVINSI PAPUA
21 MEI 2019
VDPV
1
Distribusi kasus AFP menurut kabupaten/kota di Provinsi Papua
UPAYA YANG PERLU DILAKUKAN
1. Meningkatkan Kinerja Surveilans AFP untuk mendeteksi adanya kasus baru dan dengan
6 onset Tahun 2018 – 20 Mei 2019.
5
penguatan SKDR 5 4 4 4
2. Melakukan tatalaksana kasus sesuai SOP 4
3. Talaksana kontak erat sesuai SOP 3 3 3
3 2 2 2
4. Melakukan Penyelidikan Epidemiologi pada setiap kasus AFP, identifikasi daerah dan
kelompok umur berisiko 2 11 1 1 1 1 1 1 1 1
5. Memberikan KIE kepada kasus, keluarga dan masyarakat (melibatkan program terkait) 1
6. Evaluasi manajemen program imunisasi 0
7. Melakukan Sub PIN Polio di Prov. Papua dan Papua Barat sebanyak 2 putaran dengan
target cakupan ≥95% dan merata
8. Memperkuat dan meningkatkan cakupan imunisasi rutin mencapai target ≥95% dan
merata.
Hasil pemeriksaan polio lingkungan di Puslitbang PBTDK yang berasal dari sampel air limbah
Kali Komba, Kali Konya, Kotaraja Kabupaten Jayapura hasilnya negative (-)
2019 2018
0878-0678-3906 0877-7759-1097 poskoklb@yahoo.com #PHEOCIndonesia
Target Eliminasi Campak dan Rubella/CRS
08/27/2021
GOAL ELIMINASI CAMPAK
Tidak ditemukan wilayah endemis
campak selama >12 bulan
Penyelidikan Epidemiologi <48 Dilakukan setiap ditemukan 1 suspek campak-rubella Dilakukan setiap ditemukan 1 suspek
jam campak-rubella
Kelengkapan Laporan 90% 90%
Mingguan Puskesmas
Kelengkapan Laporan 90% 90%
Mingguan RS
PENGUATAN SURVEILANS CAMPAK-
RUBELLA
1. Peningkatan sensitifitas penemuan suspek campak
melibatkan fasyankes, praktek swasta, sosialisasi ke ikatan profesi dan
masyarakat
2. Peningkatan Case Based Measles Surveillance (CBMS) secara bertahap 20% tahun 2017 s.d 100%
tahun 2020
CBMS menilai status eliminasi setelah dilakukan kampanye MR
3. Fully Investigated KLB Campak
Deteksi dini KLB melalui SKDR, PHEOC, pemeriksaan lab dan penghentian
transmisi virus
4. Penguatan Jejaring Lab
Mengupayakan 3 Lab Sub Nasional mulai berfungsi sejak thn 2018
5. Pengembangan pelaporan PD3I berbasis web secara bertahap
Laporan individu sampai pusat
6. Pengembangan surveilans CRS sentinel ( skrg ada 13 RS di 10 prov)
7. Penguatan kesiapsiagaan, respon dan manajemen kasus KLB ( TGC, PHEOC)
Pengembangan RS sentinel CRS th 2019 :
1. Sumbar : RSUP M.Djamil
RS Sentinel Surveialns CRS 2. Riau : RSUD Ahamd Arifin
3. Malang : RSUD Saiful Anwar
4. Aceh : RSUD. Zainal Abidin
5. Kalsel : RSUD Ulin
Sumatera Utara 6. Kalimantan Timur : RSUD Abdul
RS Adam Malik Sulawesi Utara Wahab Syahrani
RS dr. Kandou
Sumatera Selatan
RS Moh. Hoesin
Jawa Barat
• RS Hasan Sadikin
DKI Jakarta • RS Mata Cicendo Sulawesi Selatan
• RS Cipto Bali RS Wahidin
Mangunkusumo RS Sanglah Soedirohusodo
• RSIA Harapan Kita
Jawa Tengah
RS dr. Kariadi Yogyakarta Jawa Timur
RS dr. Sardjito • RS dr. Soetomo
Hospital
Reference Lab
Target Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
08/27/2021
Kebijakan dalam Eliminasi Tetanus Neonatal
• Penemuan kasus
Strategi
• Investigasi
Operasional
Surveilans ETN • Rekomendasi
Kebijakan & Strategi Surveilans Pertusis
Penemuan kasus : RS dan Puskesmas dan fasyankes lainnya
1 kasus Pertusis KLB, dilakukan penyelidikan dalam
waktu 1x 24 jam
Manajemen kasus dan kontak erat : AB (eritromisin),
isolasi (imun neg/tdk lengkp)
Pengambilan dan pengiriman spesimen ke laboratorium
terhadap kasus dan kontak
Melakukan kajian faktor risiko untuk penanggulangan dalam
menghentikan penularan analisa dan rekomendasi
Penanggulangan : imunisasi masal/selektif
Pencatatan dan pelaporan pd form W1 dan list kasus pertusis
serta form PD3I terintegrasi
Target dan Strategi Pengendalian Difteri
Fungsi:
Mendeteksi virus polio yang bersirkulasi di lingkungan sebagai suplemen
surveilans AFP
Bila pemakaian OPV telah dihentikan total (ditargetkan tahun 2020),
surveillans lingkungan dapat dipakai untuk memonitor menghilangnya virus
vaksin sabin di lingkungan
Memberikan bukti untuk sertifikasi status bebas polio
JEJARING LABORATORIUM PD3I
Program PD3I salah satunya ditunjang oleh pemeriksaan laboratorium, seperti Polio, Campak- Rubela, CRS
dan Difteri:
Dalam upaya menuju eradikasi polio, setiap kasus AFP dilakukan pemeriksaan tinja membuktikan
kasus tsb BUKAN polio
Dalam upaya menuju eliminasi campak dan pengendalian rubela, setiap kasus campak dilakukan
surveilans campak berbasis kasus individu (Case Base Measles Surveilans/CBMS) konfirmasi
serologis/IgM untuk campak.
Jika hasil IgM campak negatif dilanjutkan konfirmasi serologis/IgM untuk rubella
Pada KLB campak, selain pemeriksaan serologis (IgM) dilakukan pula pemeriksaan virology untuk
menentukan tipe virus
Dalam sistem surveilans CRS diagnosis kasus CRS klinis dibuktikan melalui pemeriksaan laboratorium
serologis (IgG dan IgM)
Dalam upaya pengendalian difteri, setiap kasus difteri dilakukan pemeriksaan kultur
Strengthening laboratory network measles - rubella
= NMRL
= Sub-NMRL
PLB-PHL
MKS-PHL
6%
7%
JKT-PHL
17%
11 % 19 % 15 % 25 %
NIHRD BF YGY-PHL SBY-PHL
Laboratorium Difteri
Dibedakan atas :
1. Lab Pemeriksa semua lab
di Indonesia yang dapat
melakukan pemeriksaan
kultur bakteri (BBTKL,
LABKESDA DLL)
2. Lab Nasional Rujukan
Regional Balitbangkes
dan BBLK Surabaya
PERAN DINAS KESEHATAN
Melakukan advokasi dan sosialisasi secara berjenjang pada setiap kesempatan tentang penguatan surveilans
AFP;
Memastikan pelaksanaan surveilans AFP di setiap jenjang sesuai SOP;
Memastikan petugas surveilans Provinsi/Kab/Kota melakukan SARS dengan melakukan Hospital Record
Review (HRR) minimal setiap minggu;
Memperkuat Surveilans Aktif RS (SARS) melalui surat edaran untuk pembentukan tim surveilans RS yang
ditetapkan dengan SK Direktur RS;
Membangun komunikasi secara intensif dengan pihak yang berpotensi menemukan kasus AFP (dokter anak,
dokter syaraf, dokter umum, perawat, tokoh masyarakat, dll);
Meningkatkan kerja sama dengan Lintas Program (Imunisasi, KIA, Yankes, Promkes, dll) dan Lintas
Sektor (IDAI, IDI, IBI, PPNI, dll) dalam penemuan kasus AFP;
Menyediakan media KIE untuk tenaga kesehatan & masyarakat setiap anak usia <15 tahun yang
lumpuh mendadak harus segera dilaporkan ke Puskesmas.
KESIMPULAN
Indonesia merupakan daerah risiko tinggi munculnya Polio baik dari dalam maupun importasi.
Cakupan imunisasi harus tinggi dan merata untuk mencegah penyakit Polio, Campak-Rubella,
Difteri, TN, Pertusis.
Surveilans yang kuat sangat penting dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyakit,
sebagai bukti dalam program eliminasi-eradikasi
Kelengkapan dan ketepatan laporan termasuk zero report
Penemuan semua kasus PD3 Segera laporkan
Ingatkan kembali dokter/perawat untuk menemukan kasus AFP dan PD3I lainnya di
RS
Lakukan surveilans aktif RS /HRR
RS sebaiknya mempunyai petugas yang ditunjuk untuk surveilans
Koordinasi Dinkes dengan fasyankes baik pemerintah maupun swasta sangat penting dalam
pelaksanaan surveilans
Pemeriksaan laboratorium menjadi hal yang sangat penting spesimen harus adekuat
“Without high quality surveillance, the billion
dollar program effort is flying blind’.