Anda di halaman 1dari 59

SURVEILANS PD3I DAN PENYAKIT

POTENSIAL KLB

Subdit Surveilans
Dit. SURKARKES
DKI Jakarta , 1 9 J u n i 2 0 1 9
OUTLINE

Pendahuluan

PD3I

Evaluasi Kinerja

12/11/2019
PENDAHULUAN
UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

PMK No. 949/Menkes/SK/VIII/ 2004 ttg Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini
HUKUM KLB
DASAR

KMK No. 1479//MENKES/SK/X/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem


Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular Dan Penyakit Tidak Menular Terpadu

PMK No. 1501/Menkes/Per/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat
Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan

PMK No. 45 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan

PMK No. 82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Penyakit Menular

PMK No.92 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Komunikasi Data Dalam Sistem Informasi
Kesehatan Terintegrasi
KONSEP SURVEILANS

KEGIATAN UTAMA
ADALAH
ANALISIS &
INTERPRETASI INFORMASI

SUATU SIKAP WASPADA DAN TANGGAP UNTUK SEGERA


MELAKUKAN AKSI/ACTION

SURVEILLANCE FOR ACTION


SISTEM SURVEILANS KESEHATAN

Indicator Based-Surveillance Event Based- Surveillance


 Monthly report from PHC, hospital  information of potential risk to public
(AFP, VPD) health (rumor, media, etc)
 Weekly report (EWARS)  Operate 24 /7
 STP
 Data Programe
• Kemampuan Surveilans
• Kemampuan deteksi dini
dan respon
• Koordinasi dan Jejaring
Kerja

- Jml Kasus
turun
Pengembangan - Jml
KLB
sistem Kematian
Sustainability ditanggulangi
turun
Penguatan Sumber < 24 jam
- Daerah
Daya terjangkit
tdk meluas
Penguatan Jejaring
Tanggung jawab:
Penguatan  Pemerintah Pusat
Peraturan  Pemerintah Provinsi
 Pemerintah Kab/Kota
 Masyarakat STATUS KES.MAS
MENINGKAT
KONSEP PENGENDALIAN KLB DAN WABAH PENYAKIT
POTENSI KLB

Kolera, Pes, DBD, Campak, Polio, Difteri, TN, Pertusis, Rabies,


Malaria, AI-H5N1, Antraks, Lepto, Hepatitis, H1N1, Meningitis, YF,
Chikungunya, dll

Surveilans Surveilans
Aktif Pasif

Pemeriksaan Klinis, Lab,


dan penunjang

Pemenuhan salah satu


Kriteria KLB

Kadinkes Kab/Kota, KLB


Prov. Menkes
Upaya penanggulangan

Menkes Wabah
PUBLIC HEALTH EMERGENCY OPERATION CENTRE

• Menjalankan Incidence Management System


• Verifikasi RUMOR day by day
• Support Data by SITREP & SPOTREP
• UPDATE data laporan PE KLB &
perkembangan penyakit
• Wadah Koord masalah pencegahan &
pengendalian penyakit
• Bank Data Surveilans & Info Penyakit
• Jejaring Surveilans Nasional & Global
PD3I
KRITERIA MENCAPAI KOMITMEN GLOBAL

ERADIKASI POLIO
Tidak ditemukan virus polio selama 3 tahun berturut-turut
yang dibuktikan dengan surveilans AFP sesuai standar
sertifikasi
 Indikator: Non Polio AFP Rate ≥2/100.000 anak usia
<15 tahun di suatu wilayah

ELIMINASI CAMPAK
Tidak ditemukan wilayah endemis campak selama >12
bulan, dengan pelaksanaan surveilans campak yang
adekuat.
 Indikator: Discarded Campak Rate ≥2/100.000
penduduk di suatu wilayah
TARGET SURVEILANS PD3I (GLOBAL DAN NASIONAL)
Mempertahankan “Indonesia Bebas Polio” dan Mencapai Eradikasi Polio Global
Tahun 2024
• Menutup immunity gap dengan mencapai cakupan imunisasi rutin polio (bOPV dan IPV) yang tinggi dan merata
• Menguatkan sistem kekarantinaan skrining status imunisasi pendatang dari negara endemis (Afghanistan, Pakistan,
Nigeria) dan status imunisasi warga yang akan bepergian ke negara
endemis,berikanimunisasijikastatusimunisasitidaklengkap(imunisasikhusus)
• Memperkuatsurveilans AFP dan surveilans polio lingkungan

Mencapai Eliminasi Campak dan Pengendalian Rubella/Congenital Rubella


Syndrom(CRS) Tahun 2020
• Melaksanakan introduksi vaksin rubella ke dalam program imunisasi rutin nasional
• Mencapai cakupan imunisasi Campak/MR dosis pertama dan kedua yang tinggi (minimal 95%) dan merata
• Melaksanakan investigasi penuh (full investigation)untuksemuakasusKLBcampak
• Melaksanakan penguatan Surveilans Campak Berbasis Kasus Individu(Case Based Measles Surveillance),dengan100%
pemeriksaan spesimen
• Melaksanakan penguatan surveilan rubella & pengembangan surveilans CRS
TARGET SURVEILANS PD3I (GLOBAL DAN NASIONAL)-2

Mempertahankan status Eliminasi Maternal dan Neonatal


(MNTE)
• Cakupan imunisasi rutin yang tinggi dan merata
• Imunisasi Td pada WUS (status imunisasi T5, perlindungan seumur hidup)
• Persalinan yang bersih dan oleh tenaga kesehatan
• Kinerja Surveilans Tetanus Neonatorum yang adekuat
Penyakit PD3I
Polio
Campak - Rubella

Difteri

Tetanus Neonatorum

Pertusis
12/11/2019
AFP
Memperkuat surveilans AFP dan
surveilans polio lingkungan

Surveilans AFP adalah pengamatan yang dilakukan terhadap semua


kasus lumpuh layuh akut (AFP) pada anak usia < 15 tahun yang
merupakan kelompok yang rentan terhadap penyakit polio

KLB PolioSatu kasus


Surveilans AFP mencari kasus AFP yang terbukti
AFP (bukan mencari kasus polio
hasil lab positif Polio
1. Sindrom Guillain Barre DIAGNOSIS PENYAKIT
(SGB) DENGAN GEJALA AFP
2. Myelitis transversa (Komite Ahli S-AFP)
3. Poliomyelitis
4. Polyneuropathy 13.Periodic Paralysis hipokalemi
Seharusnya
kasus ini 5. Myelopathy 14.Spinal Muscular Atrophy
lebih dari 6. Dermatomyositis 15.Efek samping sitostatika (mis:
60 % vincristin)
7. Hipokalemi
8. Erb’s paralysis 16.Ensepalitis atau Ensefalopati
9. Food drop paralysis 17.Meningitis
10.Stroke pada anak 18.Miastenia gravis umum
11.Todd’s paralysis 19.Metabolic myopathies
12.Duchene Muscular 20.Herediter Motor and Sensory
Dystrophy Neuropathy (HMSN)
INGAT:
Gejala AFP dapat ditemukan juga pada penyakit selain tersebut di atas.
Bila diagnosis pasti belum dapat ditegakkan dapat dituliskan suspek dan DD-
12/11/2019 nya
Menemukan semua kasus AFP Konsep
+ tinja
SAFP
Pemeriksaan Lab
• Bio Farma BDG
Hasil Positif • PBTDK Litbangkes JKT
(Pdrt POLIO) • BBLK SBY

Evaluasi kinerja SAFP


Evaluasi cakupan imunisasi Hasil Negatif
Tktkan sensitifitas SAFP Hasil Negatif
kinerja sAFP baik
kinerja sAFP
3 tahun
Kinerja Baik Kinerja Buruk buruk

VPL (terfokus)
VPL
(menyebar luas)

Silent transmision Polio free


Mopping-up/Sub
PIN (luas)
PIN(terfokus)
KEBIJAKAN SURVEILANS CAMPAK-RUBELA

Eliminasi Pengendalian Rubela


Campak (Measles) Congenital Rubella Syndrome (CRS)

1. Surveilans Campak Berbasis 1. Integrasi surveilans


Kasus Individu (Case Based campak-rubela
Measles Surveillance/CBMS) 2. Surveilans CRS sentinel
2. Fully investigated semua
kasus KLB campak 2020
3. Jejaringlaboratorium
nasional campak-rubela
4. Pelaporan campak
individual melalui web PD3I.
GOAL ELIMINASI CAMPAK
Tidak ditemukan wilayah endemis
campak selama >12 bulan

Dibuktikan dengan surveilans campak yang


adekuat.

Discarded rate campak CBMS 100%


≥2/100.000 penduduk (bertahap sejak 2014)

Ditetapkan secara bertahap per regional


DEFINISI
• Kasus Suspek Campak/Campak Klinis demam dan ruam + Batuk/Pilek
/Conjungtivitis ATAU Dokter mendiagnosa sebagai kasus campak

• Kasus Campak Pasti  Kasus campak klinis + hasil lab IgM Campak (+)

• Kasus Rubela Pasti  Kasus campak klinis + hasil lab IgM Rubela (+)

• Discarded  Kasus campak klinis + hasil lab IgM Campak (-) dan IgM Rubela (-)

KLB CAMPAK
a. KLB Suspek Campak /campak klinis adanya 5 atau lebih suspek campak dalam waktu 4 minggu berturut-turut, terjadi
mengelompok, memiliki hubungan epidemiologi.
b. KLB Campak Pasti  KLB suspek campak dengan hasil lab ≥2 IgM campak (+)
c. KLB Rubela Pasti  KLB suspek campak dengan hasil lab ≥2 IgM Rubela (+)
Integrasi Surveilans Campak dan Rubela
Suspek
Campak CAMPAK
Klinis CAMPAK
Pasti
IgM
Batuk/Pilek/Conjuntivitis Suspek Measles
(+)
+ Campak Sample
(Serum) IgM Measles
(-)

measles
rubella mononucleosis
IgM IgM Rubella
dengue other viral Rubella (-) (+)
exanthems
Demam + Ruam
scarlet fever Kawasaki Discarded RUBELA
Pasti
roseola meningococcemia
infantum
toxoplasmosis

12/11/2019
FULLY INVESTIGATED
UNTUK SEMUA KLB CAMPAK

1. House to house Visit : Setiap 1 kasus campak dilacak, cari kasus


tambahan di lingkungan rumah & di sekolah penderita
2. Pencatatan secara individu  Form MR01
3. Pengambilan 10 spesimen serum dan 5 spesimen urin Form MR04
4. Pelacakan  1 x 24 jam
5. RCA (Rapid Convenience Assessment) imunisasi di wilayah KLB
6. ORI  memutus transmisi virus
DEFINISI KASUS CRS
Kumpulan gejala CRS
1. Suspek CRS : Bayi usia <1 tahun dengan:
• Minimal satu gejala klinis pada kelompok A
Kelompok A
2. CRS klinis: Bayi usia < 1 tahun dengan:
• Dua gejala klinis dari kelompok A; atau • Gangguan pendengaran
• Satu gejala dari kelompok A dan satu gejala • Penyakit jantung kongenital
dari kelompok B • Katarakkongenital
• Glaukoma kongenital
3. CRS Pasti : • Pigmentary retinopathy
Kasus suspek CRS dengan hasil pemeriksaan
laboratorium salah satu diantara berikut:
Kelompok B
• jika usia bayi <6 bulan: IgM rubela (+)
• jika usia bayi 6 bulan - <1 tahun: • Purpura
IgM dan IgG rubela (+); atau • Splenomegali
• Microcephaly
IgG dua kali pemeriksaan dengan selang • Retardasi mental
waktu 1 bulan (+) • Meningoensefalitis
• Penyakit“Radiolucent bone”
4. Bukan CRS (Discarded CRS) : • Ikterikyangmunculdalamwaktu24
Suspek CRS yang tidak memenuhi kriteria CRS jamsetelahlahir
klinis dan tidak memenuhi kriteria CRS pasti
SURVEILANS CRS
CBMS 100%
2020
Sebelum • Mendapatkan besar
Penguatan masalah disease burden CRS
kesiapsiaga “Fully Kampanye MR (sebelum Kampanye MR)
an, respon investigated
dan ” setiap KLB
manajemen campak
kasus KLB
STRATEGI
Surveilans • Menilai dampak
Setelah pelaksanaan imunisasi
MR 2015-2020
MR
Pelaporan
Jejaring
Kampanye MR
kasus • Mengetahui progress
individu ke Labora- pengendalian CRS
Pusat : Web torium
Base

Surveilans
CRS
sentinel Memandu strategi program imunisasi

11/12/2019
Surveilans CRS di 13 RS di 10 Provinsi

Sumatera Utara
RS Adam Malik Sulawesi Utara
7 Provinsi
RS dr. Kandou th 2019

Sumatera Selatan
RS Moh. Hoesin

Jawa Barat
• RS Hasan Sadikin
DKI Jakarta • RS Mata Cicendo Sulawesi Selatan
• RS Cipto Bali RS Wahidin
Mangunkusumo RS Sanglah Soedirohusodo
• RSIA Harapan Kita

Jawa Tengah Jawa Timur


RS dr. Kariadi Yogyakarta
RS dr. Sardjito • RS dr. Soetomo

CRS Surveillance provinces

Hospital

Reference Lab
DIFTERI
KEWASPADAAN DIFTERI
Suspek Difteri adalah seseorang dengan gejala faringitis,
tonsilitis, laringitis, trakeitis, atau kombinasinya disertai demam
atau tanpa demam dan adanya pseudomembran putih keabu-
abuan yang sulit lepas, mudah berdarah apabila dilepas atau
dilakukan manipulasi

KLB DIFTERI
Suatu wilayah kab/kota dinyatakan KLB Difteri jika ditemukan
satu suspek difteri dengan konfirmasi laboratorium kultur
positif

ATAU

Jika ditemukan Suspek Difteri yang mempunyai hubungan


epidemiologi dengan kasus kultur positif
Cara Penularan Difteri

Difteri menular dari manusia ke manusia bila terjadi kontak dengan penderita
dan carrier melalui droplet (percikan ludah) dari dari batuk, bersin, muntah,
melalui alat makan, atau kontak langsung dari lesi di kulit.

Siapa Yang Bisa Tertular Difteri?


Semua kelompok usia dapat tertular penyakit ini,
terutama yang belum mendapatkan imunisasi lengkap

Masa Inkubasi Difteri Kontak Erat


 antara 1 – 10 hari, rata-rata 2 – 5 hari Semua orang yang pernah kontak erat dengan
 Kasus dapat menularkan penyakit ke orang kasus suspek difteri sejak 10 hari sebelum timbul
lain 2- 4 minggu sejak masa inkubasi gejala sakit menelan sampai 2 hari setelah
pengobatan (masa penularan).
Penetapan Kasus Sebagai Suspect oleh Tim Ahli Provinsi

Masy RS
Tatalaksana Kasus

Pusk Dinas Kesehatan


Ambil Spesimen
Kabupaten/Kota
Suspect Difteri
WAG Tim Ahli Provinsi

Sekolah Pelkes

Anggota WA Group :
Surv + Imunisasi seluruh
Kab/kota dan dan Provinsi +
Tim Ahli Provinsi
12/11/2019
DEFINISI KASUS TN:
Kasus Suspek:
1. Ada kematian usia 3 – 28 hari yang tidak diketahui sebabnya atau...
2. Ada laporan kasus TN tetapi tidak diinvestigasi

Kasus Konfirm:
Bayi lahir normal dapat menetek dan menangis setelah lahir,
antara 3 – 28 hari kemudian tidak dapat menetek dan kejang.

Faktor Risiko

12/11/2019
KEBIJAKAN ELIMINASI TETANUS NEONATAL

1. Status ETN ditetapkan di Kab/Kota  < 1 /1000 KH


2. Satu kasus/kematian TN = KLB  penyelidikan epidemiologi ke
lapangan dalam 24 jam pertama
3. Temukan semua kasus/kematian bayi di masyarakat
4. Surveilans zero report

Strategi Operasional • Penemuan kasus


Surveilans ETN • Investigasi
• Rekomendasi
MENCAPAI & MEJAGA ELIMINASI TMN

Persalinan Imunisasi Td
bersih rutin
Td
Surveilans tambahan/WUS
pd daerah risti
Eliminasi TN

Validasi Eliminasi TMN

Menjaga Eliminasi TMN


Td
tambahan/WUS pd
Persalinan Imunisasi Td risti
Surveilans
bersih rutin
Imunisasi anak
sekolah
12/11/2019
DEFINISI PERTUSIS (BATUK REJAN)
Tersangka Pertusis:
Batuk minimal 2 minggu: batuk terus menerus tanpa
jeda dan diakhiri dg napas dalam atau muntah
(whooping cough).

Pertusis pasti:
Ditemukan kuman Bordetella pertussis pada
pemeriksaan isolasi atau PCR swab nasofaring

Setiap 1 Kasus Pertusis harus di lakukan PE


Kontak kasus adalah orang serumah, tetangga, teman bermain, teman sekolah,
termasuk guru, teman kerja yang kontak dengan kasus dalam periode 20 hari (3 mg)
dari mulai timbul gejala (stadium kataral)

MASA INKUBASI PERTUSIS


 antara 9 – 10 hari, kisaran 6 – 20 hari
 Kasus dapat menularkan penyakit ke orang
lain 3 minggu sejak masa inkubasi
Strategi Surveilans Pertusis

1. Penemuan kasus : RS dan Puskesmas dan fasyankes lainnya


2. 1 kasus Pertusis  KLB, dilakukan penyelidikan dalam waktu 1x 24 jam
3. Manajemen kasus dan kontak erat : AB (eritromisin), isolasi (imun neg/tdk
lengkp)
4. Pengambilan dan pengiriman spesimen ke laboratorium terhadap kasus dan kontak
5. Melakukan kajian faktor risiko untuk penanggulangan dalam menghentikan penularan
 analisa dan rekomendasi
6. Penanggulangan : imunisasi masal/selektif
7. Pencatatan dan pelaporan pd form W1 dan list kasus pertusis serta form PD3I
terintegrasi
TATALAKSANA PERTUSIS
• Rujuk ke puskesmas/RS
• Isolasi kasus dari lingkungan anak-anak kecil dan bayi disekitarnya,
khususnya dari bayi yang belum diimunisasi, sampai dengan
penderita diberi paling sedikit 5 hari dari 14 hari dosis antibiotika yang
harus diberikan.
• Kasus tersangka yang tidak mendapatkan antibiotika harus diisolasi
paling sedikit selama 3 minggu.
• Penderita diberikan antibiotik (eritromicin) dosis 40 - 50 kg/BB/hari
mak 2 gram/hari dibagi dalam 4 dosis diberikan selama 14 hr.
• Kontak diberikan antibiotik yang sama sebagai profilaksis selama 14
hari.
Evaluasi Kinerja
Target / Capaian

No Indikator Ket
2015 2016 2017 2018 2019

1. Persentase penurunan kasus 7% 9,8 % 10% 16,6% 20% 30,6% 30% 39.4% 40% Renstra
penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi (PD3I) tertentu dari tahun
2013

Penemuan kasus Non Polio AFP ≥2 2.02 ≥2 1,98 ≥2 2,29 ≥2 2,1 ≥2 RAP
rate per 100.000 anak < 15 th /100.000 /100.000 /100.000 /100.000 /100.000

Penemuan kasus ‘discarded ≥2 0.84 ≥2 0,96 ≥2 1.70 ≥2 0.75 ≥2 RAP


campak’ /100.000 /100.000 /100.000 /100.000 /100.000

2. Persentase sinyal kewaspadaan dini 65% 51,4% 70% 60,1% 75% 72 80% 74,5 90% Renstra
yang direspon
CAPAIAN INDIKATOR PENURUNAN PD3I
TH 2015-2018
45

39.4 40
40

35

30.6 30
30

25

20 Target
20
16.6 Capaian

15

9.8 10
10
7

0
-
2015 2016 2017 2018 2019
AFP Surveillance Performance
Indonesia, 2007 - 2019
5 100
89.5 89.6 87.7
4.5 85.6 86.4 87.5 90
83.7 83.3 84.3 82.8 82
79.5 78.5
4 80

3.5 70

Specimens Adequate
Non Polio AFP Rate

3 2.75 2.81 2.76 2.77 2.74 60


2.54 2.63
2.5 2.4 50
2.29
2.15
2.02 1.98
2 40

1.5 30
1.08
1 20

0.5 10

0 0
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Non Polio AFP Rate Specimens Adequate Non Polio AFP Rate Target (2/100000) Specimens Adequate Target (80%)

Indikator Surveilans AFP:


• Non Polio AFP minmal 2 per 100000 penduduk usia <15 tahun Published 10 June 2019
• Persentase Spesimen Adekuat minimal 80%
NP-AFP Rate

0
1
3
4
5
6

2
Jambi

No case/report

NP AFP rate < 1


Sumatera Selatan
Jawa Tengah
Jakarta
Sulawesi Selatan
Nusa Tenggara Timur

NP AFP rate ≥ 2
Sumatera Barat

NP AFP rate 1 - 1,99


Jawa Timur
Bangka Belitung
Bali
Sulawesi Utara
DI Yogyakarta
Bengkulu
Kalimantan Selatan

NP-AFP Rate
INDONESIA
Kalimantan Barat
Sulawesi Barat
Papua
Provinsi

Jawa Barat
Published 10 June 2019
(WEEK 52 2018)

Aceh
Sumatera Utara
Lampung
• 54 kasus belum terlaporkan ke Pusat
• 145 kasus pending belum di follow up

Kalimantan Tengah
Target NP-AFP Rate

Kalimantan Timur
Kepulauan Riau
Kalimantan Utara
NON POLIO AFP RATE 2018 – (BY PROVINCE)

Banten
Sulawesi Tenggara
Riau
Gorontalo
Maluku
Nusa Tenggara Barat
Papua Barat
Sulawesi Tengah
Maluku Utara
MAP OF SILENT DISTRICTS
IN REGIONAL JAVA
(Periode 2016 – 2018)

Menemukan kasus AFP di tahun 2019

Dalam rentang 3 tahun terakhir selalu menemukan kasus AFP


Dalam rentang 3 tahun terakhir hanya 2 tahun saja menemukan kasus AFP
Dalam rentang 3 tahun terakhir hanya 1 tahun saja menemukan kasus AFP
Published 10 June 2019
Tidak menemukan kasus AFP dalam 3 tahun terakhir
Polio Environmental Surveillance in Sewage Samples, 2019
Week (2019) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
DKI Jakarta
DI Yogyakarta
Jawa Barat*
Jawa Timur
Kalimantan Selatan
Sulawesi Selatan*
Sumatera Selatan*
Sulawesi Utara*
Maluku
Papua
Sumatera Utara
Kep. Riau

Week (2019) 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52
DKI Jakarta
DI Yogyakarta
Jawa Barat*
Jawa Timur
Kalimantan Selatan
Sulawesi Selatan*
Sumatera Selatan*
Sulawesi Utara*
Maluku
Papua
Sumatera Utara
Kep Riau

Published 10 June 2019


* Collecting only once a month
Discarded Rate

0
1
2
3
4
5
6

Legend
DI_YOGYAKARTA
KALIMANTAN_SELATAN
DKI_JAKARTA
LAMPUNG
KALIMANTAN_UTARA

≥2
<1
JAWA_TENGAH

1-<2
Remark
JAMBI
SUMATERA_BARAT
BALI
KALIMANTAN_TIMUR
KEPULAUAN_RIAU
BANGKA_BELITUNG

4
8
22
ACEH
JAWA_TIMUR
KALIMANTAN_BARAT

Number of Prov
SULAWESI_SELATAN
SULAWESI_TENGGARA
NUSA_TENGGARA_BARAT

Provinsi

%
SULAWESI_BARAT

11,8
23,5
64,7
KALIMANTAN_TENGAH
RIAU
INDONESIA, 2018

GORONTALO
BENGKULU
JAWA_BARAT
Discarded Rate

NUSA_TENGGARA_TIMUR
SUMATERA_SELATAN
Discarded Rate 2017

PAPUA
BANTEN
Target Discarded Rate
MEASLES DISCARDED RATE BY PROVINCE

MALUKU
SULAWESI_UTARA
SUMATERA_UTARA
SULAWESI_TENGAH
MALUKU_UTARA
PAPUA_BARAT

DATA AS RECEIVED ON
PAPUA_BARAT

CENTRAL AT 15 APRIL 2019


Discarded Rate
0
1
2
3
5
6

DI_YOGYAKARTA
DKI_JAKARTA
JAWA_TENGAH
ACEH
KALIMANTAN_UTARA
KALIMANTAN_SELATAN
Legend

SULAWESI_BARAT
JAWA_TIMUR
KALIMANTAN_TIMUR
LAMPUNG
≥2
<1

INDONESIA
1-<2
Remark

SUMATERA_SELATAN
JAMBI
SUMATERA_BARAT
GORONTALO
JAWA_BARAT
SULAWESI_TENGAH
1
1

RIAU
32
Provinsi

SULAWESI_TENGGARA
KALIMANTAN_TENGAH
Discarded Rate

Number of Prov

SULAWESI_SELATAN
BALI
INDONESIA, 2019

KEPULAUAN_RIAU
BANTEN
%

2.9
2.9
94.2

KALIMANTAN_BARAT
NUSA_TENGGARA_BARAT
NUSA_TENGGARA_TIMUR
Discarded Rate 2017

SUMATERA_UTARA
BENGKULU
MEASLES DISCARDED RATE BY PROVINCE

SULAWESI_UTARA
MALUKU
Target Discarded Rate

PAPUA
MALUKU_UTARA
BANGKA_BELITUNG
PAPUA_BARAT
MAP OF MEASLES POSITIVE CASES BY PROVINCE
2018 - 2019
2019: 187 cases

2018: 861 cases

: Measles
DATA AS RECEIVED ON CENTRAL AT
: 1 case 15 APRIL 2019
Dots are randomly placed within districts
MAP OF RUBELLA POSITIVE CASES BY PROVINCE
2018 - 2019
2019: 226 cases

2018: 1650 cases

: Rubella
DATA AS RECEIVED ON CENTRAL AT
: 1 case 15 APRIL 2019
Dots are randomly placed within districts
DISTRIBUTION OF MEASLES OUTBREAK & RUBELLA OUTBREAK LAB CONFIRME D
INDONESIA, 2017-2018

2019 : Total= 12 OB
Measles OB = 2 OB
Rubella OB = 3 OB
Mix OB = 1 OB
Negative OB = 5 OB
Pending OB = 1 OB

2018 : Total= 86 OB
Measles OB = 31 OB
Rubella OB = 39 OB
Mix OB = 9 OB
Negative OB = 7 OB
Pending = 0 OB

: 1 Measles OB
: 1 Rubella OB DATA AS RECEIVED ON CENTRAL AT
15 APRIL 2019
: 1 Mix OB (Measles & Rubella) *Dots are randomly placed within provinces
Distribusi Kasus Difteri Tren Kasus Difteri di Indonesia Minggu
Berdasarkan Provinsi Tahun 2019 Ke-1 Tahun 2018 S.d. Minggu Ke-23 2019
Distribusi Kasus Difteri di Indonesia
berdasarkan Kelompok Umur Th 2018-2019
Distribusi Kasus Difteri Berdasarkan Status
Imunisasi Th 2018-2019
Distribusi Kasus Difteri
Th 2018-2019

Distribusi Kasus Difteri


Distribusi Kasus Kematian Difteri Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan Kelompok Umur Th 2018-2019
Th 2018-2019
Distribution of Neonatal Cases by Province
Indonesia, 2018-2019
2019: 3 cases

2018: 14 cases

Source: Integrated VPD Surveillance data

DATA AS RECEIVED ON CENTRAL AT


: 1 NT case
15 APRIL 2019 *Dots are randomly placed within provinces
58
Persentase Respon penanggulangan terhadap sinyal
kewaspadaan dini KLB di kab/kota tahun 2018

Respon Alert Tahun 2018


100.00

50.00

0.00
Indonesia : 75,4 %
KESIMPULAN
1. Indonesia (khususnya >38% provinsi) merupakan daerah risiko tinggi munculnya Polio baik dari
dalam maupun importasi.
2. Cakupan imunisasi harus tinggi dan merata untuk mencegah penyakit Polio, Campak-Rubella,
Difteri, TN, Pertusis.
3. Surveilans yang kuat sangat penting dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyakit,
sebagai bukti dalam program eliminasi-eradikasi
4. Kelengkapan dan ketepatan laporan termasuk zero report
5. Penemuan semua kasus lumpuh layu mendadak
6. RS harus mempunyai petugas yang ditunjuk untuk surveilans AFP dan PD3I lainnya
7. Koordinasi Dinkes dengan fasyankes baik pemerintah maupun swasta sangat penting dalam
pelaksanaan surveilans
8. Pemeriksaan laboratorium menjadi hal yang sangat penting  spesimen harus adekuat

Anda mungkin juga menyukai