Anda di halaman 1dari 67

614.

588
52 Ind
P

Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 1
Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI

614. 588 52
Ind Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat
P Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan
Pedoman Pengendalian demam chikungunya,..
ISBN 978-602-235-152-8

1. Judul I. DENGUE

2 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
614. 588
52 Ind
P

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Pedoman Pengendalian
Demam Chikungunya

Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - i
Kata Sambutan
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, SpP (K)

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT atas terbitnya buku
Pedoman Pengendaliaan Demam Chikungunya untuk melengkapi
atau menyempurnakan edisi sebelumnya ( tahun 2007 )

Demam Chikungunya termasuk salah satu penyakit yang berpotensi


KLB dengan penyebaran penyakit yang cepat.Sehingga dapat
menimbulkan keresahan di masyarakat dan menyebabkan menurunnya
produktivitas pada orang yang terjangkit
Sebagaimana kita ketahui bahwa vektor penular penyakit ini adalah
nyamuk Aedes spp juga sebagai penular Demam Berdarah Dengue
( DBD ) yang merupakan penyakit endemis di Indonesia.Dengan
demikian Demam Chikungunya ini sangat berpotensi menjangkiti suatu
daerah dan bahkan bisa menyebar ke seluruh wilayah Indonesia.Tiga
faktor yang memegang peranan dalam penularan penyakit Chikungunya
yaitu Manusia,Virus dan vector perantara.

ii - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
Pedoman Pengendaliaan Demam Chikungunya ini di harapkan dapat
menjadi bahan pembelajaran dan pelatihan bagi seluruh SDM kesehatan
di daerah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam
pengendalian Demam Chikungunya.
Pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam penyusunan buku ini.Kritik,saran serta masukan
sangat kami harapkan guna perbaikan di masa yang akan datang.

Jakarta, 28 Agustus 2012


Direktur Jenderal PP dan PL

Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, SpP (K)


NIP 19550903 198012 1 001

Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - iii
Kata Pengantar
dr. Rita Kusriastuti, MSc

Dewasa ini Indonesia menghadapi beban ganda dalam pembangunan


kesehatan, karena meningkatnya beberapa penyakit menular (re-emerging
diseases), sementara penyakit tidak menular dan penyakit degenerative mulai
meningkat. Di samping itu timbul pula berbagai penyakit baru (new-emerging
diseases), seperti SARS, Avian Influenza dll. Salah satu penyakit menular
yang perlu menjadi perhatian Adalah Chikungunya yang jumlah
kasusnya cenderung meningkat serta Penyebarannya semakin luas dan
cenderung menimbulkan KLB, namun belum Pernah dilaporkan adanya
kematian karena penyakit ini.

Kejadian Luar Biasa (KLB) Chikungunya di Indonesia pertama kali


dilaporkan Pada tahun 1973 diSamarinda, Provinsi Kalimantan Timur
dan Jakarta. Dari tahun 2007 sampai tahun 2012 dilaporkan KLB
Chikungunya dibeberapa Provinsi. KLB Sering terjadi pada awal dan
akhir musim hujan serta lebih sering terjadi didaerah sub urban.

iv - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
Demam Chikungunya ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypty dan Aedes
Albopictus seperti halnya vector penular Demam Berdarah Dengue (DBD).
Banyaknya Tempat perindukan nyamuk sering berhubungan dengan
peningkatan kejadian Demam Chikungunya. Oleh karena itu penanggulangan
vector penyakit Demam Chikungunya sama dengan upaya pengendalian
vector DBD yaitu PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) baik secara fisik
(3M), kimiawi (temephos) Maupun biologis (ikan pemakan jentik).

Pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
Telah berkontribusi dalam penyusunan buku ini. Kritik, saran serta masukan
sangat Kami harapkan guna perbaikan dimasa yang akan datang.

Semoga buku ini bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, 28 Agustus 2012


Direktur PPBB

dr. Rita Kusriastuti, MSc


NIP 195406011982122001

Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - v
Daftar Isi

KATA SAMBUTAN........................................................................................ii

KATA PENGANTAR....................................................................................iv

DAFTAR ISI.....................................................................................................vi

TIM PENYUSUN........................................................................................viii

BAB I : PENDAHULUAN...........................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................1
B. Tujuan.......................................................................................................2
C. Strategi....................................................................................................2
D. Sasaran.................................................................................................. 3
E. Ruang Lingkup.......................................................................................3

BAB II : EPIDEMIOLOGI...........................................................................4
A. Besaran Masalah.................................................................................. 4
B. Etiologi.................................................................................................... 5
C. Vektor Penular Chikungunya................................................................5
D. Faktor Resiko.........................................................................................8
E. Mekanisme Penularan..........................................................................9

BAB III : PROMOSI KESEHATAN


DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 10

BAB IV : TATALAKSANA.........................................................................13
A. Definisi Kasus......................................................................................13
B. Masa Inkubasi......................................................................................14
vi - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
C. Kepekaan dan Kekebalan.................................................................14
D. Gejala Klinis.........................................................................................15
E. Diagnosis Banding..............................................................................17
F. Pemeriksaan Laboratorium................................................................17
G. Cara Pengambilan Spesimen...........................................................20
H. Terapi.....................................................................................................22
I. Prognosis...............................................................................................23
J. Komplikasi..............................................................................................23

BAB V : SURVEILANS DAN PENANGGULANGAN KASUS


.............................................................................................................................24
A. Surveilans............................................................................................24
B. Pengendalian Vektor..........................................................................36
C. Penanggulangan Kasus.................................................................... 43

BAB VI : LAMPIRAN.................................................................................46

KEPUSTAKAAN..........................................................................................49

Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - vii
Tim Penyusun
Pelindung :
Direktur Jenderal PP dan PL :
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, SpP (K), MARS, DTM&H, DTCE

Penasehat :
Direktur PPBB :
dr. Rita Kusriastuti, MSc

Penanggungjawab :
Kasubdit Pengendalian Arbovirosis :

dr. Desak Made Wismarini, MKM

Ketua :
dr. Darmawali Handoko, MEpid

Anggota :
1. drh. Endang Burni Prasetyowati, MKes
2. dr. Iriani Samad
3. dr. Galuh Budhi Leksono Adhi
4. dr. Sri Hartoyo
5. dr. Dauries Ariyanti
6. Rohani Simanjuntak, SKM, MKM
7. Erliana Setiani, SKM, MPH
8. Subahagio, SKM

viii - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
Mitra Bestari :
1. dr. Bangkit Hutajulu, MScPH
2. Subangkit, S.Si, M.Biomed
3. drg. Ramadura, MPHM
4. Rosmaniar, SKep, Mkes
5. Sigit Darmanto, SKM, MEpid
6. Sri Murniati
7. Wahyuni

Penyunting :
1. drh. Endang Burni Prasetyowati, MKes

2. dr. Galuh Budhi Leksono Adhi


3. dr. Sri Hartoyo

Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - ix
x - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di negara berkembang seperti Indonesia, angka kematian penyakit menular
cukup tinggi dan prevalensinya meningkat karena banyak dipengaruhi faktor
lingkungan dan perilaku hidup masyarakat. Terlebih lagi dalam kondisi sosial
ekonomi yang memburuk, tentunya kejadian kasus penyakit menular memerlukan
penanganan yang lebih serius, profesional, dan bermutu.

Indonesia juga menghadapi beban ganda dalam pembangunan kesehatan


atau yang dikenal dengan double burden. Dewasa ini masih dihadapkan dengan
meningkatnya beberapa penyakit menular (re-emerging diseases), sementara
penyakit tidak menular atau degeneratif mulai meningkat. Di samping itu telah
timbul pula berbagai penyakit baru (new-emerging diseases). Salah satu masalah
yang menjadi perhatian dan tercantum dalam PERPRES No. 5 tahun 2010 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 - 2014 adalah
pengendalian penyakit menular serta penyakit tidak menular, diikuti upaya
penyehatan lingkungan. Salah satu penyakit menular yang masih menjadi
perhatian dan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dewasa ini yaitu
Demam Chikungunya yang penyebarannya semakin luas.
Di Indonesia, infeksi virus Chikungunya telah ada sejak abad ke-18 seperti yang
dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi
virus ini menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam 5 hari (vijfdaagse
koorts) yang kadangkala disebut juga sebagai demam sendi (knokkel koorts). Kejadian
Luar Biasa (KLB) penyakit Chikungunya pertama kali dilaporkan pada tahun 1973 di
Samarinda Provinsi Kalimantan Timur dan di Jakarta. Tahun 1982 di Kuala Tungkal
Provinsi Jambi dan tahun 1983 di Yogyakarta.
Sejak tahun 1985 seluruh provinsi di Indonesia pernah melaporkan adanya KLB
Chikungunya. KLB Chikungunya mulai banyak dilaporkan sejak tahun 1999 yaitu
di Muara Enim, tahun 2000 di Aceh, tahun 2001 di Jawa Barat ( Bogor, Bekasi,
Depok ), tahun 2002 di Palembang, Semarang, Indramayu, Manado, DKI, Banten,
tahun 2003 terjadi di beberapa wilayah pulau Jawa, NTB, Kalimantan Tengah.

Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 1
Secara epidemiologis, saat ini hampir seluruh wilayah di Indonesia
berpotensial untuk timbulnya KLB Chikungunya.
Penyakit Chikungunya ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes
albopictus seperti halnya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang cara
penanggulangannya telah dikenal oleh masyarakat secara luas. Penanggulangan
secara lintas program dan lintas sektor telah dilaksanakan secara rutin dan
berkesinambungan, sehingga cara penanggulangan penyakit Chikungunya bukan
merupakan sesuatu hal yang sangat khusus, namun dapat dilakukan secara
bersamaan dengan upaya pengendalian penyakit DBD. Berdasarkan hal tersebut,
pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan menyusun suatu kebijakan yaitu
Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya sebagai landasan dan acuan bagi
seluruh masyarakat dan SDM Kesehatan pada khususnya.

B. Tujuan
Tujuan dari Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya ini adalah
sebagai landasan dan acuan bagi seluruh masyarakat dan SDM
Kesehatan dalam melaksanakan kegiatan pengendalian Demam
Chikungunya sesuai dengan standar atau prosedur yang telah ditetapkan.

C. Strategi
Strategi utama pengendalian Demam Chikungunya adalah:
1. Menggerakan dan memberdayakan masyarakat dalam
pencegahan dan penanggulangan Demam Chikungunya
2. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan yang berkualitas

3. Meningkatkan sistem surveilans epidemiologi Demam Chikungunya

4. Meningkatkan sumber daya dalam upaya pengendalian Demam


Chikungunya

2 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
D. Sasaran
Seluruh lapisan masyarakat
SDM Kesehatan
Stakeholders/ pemangku kepentingan terkait

E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pedoman ini meliputi :
Epidemiologi Demam Chikungunya
Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat

Tatalaksana penderita
Surveilans dan penanggulangan kasus

Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 3
BAB II
EPIDEMIOLOGI

A. Besaran Masalah
1. Sejarah dan Penyebaran Penyakit
Dari sejarah diduga KLB Chikungunya pernah terjadi pada tahun 1779
di Batavia dan Kairo; 1823 di Zanzibar; 1824 di India; 1870 di Zanzibar;
1871 di India; 1901 di Hongkong, Burma, dan Madras; 1923 di Calcuta.
Pada tahun 1928 di Cuba pertama kali digunakan istilah dengue, ini
dapat diartikan bahwa infeksi Chikungunya sangat mirip dengan Dengue.
Istilah Chikungunya berasal dari bahasa suku Swahili yang berarti Orang
yang jalannya membungkuk dan menekuk lututnya, suku ini bermukim di
dataran tinggi Makonde Provinsi Newala, Tanzania (yang sebelumnya
bernama Tanganyika). Istilah Chikungunya juga digunakan untuk menamai
virus yang pertama kali diisolasi dari serum darah penderita penyakit tersebut
pada tahun 1953 saat terjadi KLB di negara tersebut. Pada demam
Chikungunya adanya gejala khas dan dominan yaitu nyeri sendi.

Dari tahun 1952 sampai kini virus telah tersebar luas di daerah Afrika
dan menyebar ke Amerika dan Asia. Virus Chikungunya menjadi endemis
di wilayah Asia Tenggara sejak tahun 1954. Pada akhir tahun 1950 dan
1960 virus berkembang di Thailand, Kamboja, Vietnam, Manila dan
Burma. Tahun 1965 terjadi KLB di Srilanka.

2. Permasalahan Chick di Indonesia


Di Indonesia, KLB penyakit Chikungunya pertama kali dilaporkan dan
tercatat pada tahun 1973 terjadi di Samarinda Provinsi Kalimantan Timur dan
di DKI Jakarta, Tahun 1982 di Kuala Tungkal Provinsi Jambi dan tahun 1983 di
Daerah Istimewa Yogyakarta. KLB Chikungunya mulai banyak dilaporkan
sejak tahun 1999 yaitu di Muara Enim (1999), Aceh (2000), Jawa Barat
( Bogor, Bekasi, Depok ) pada tahun 2001, yang menyerang secara
bersamaan pada penduduk di satu kesatuan wilayah (RW/Desa ).

4 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
Pada tahun 2002 banyak daerah melaporkan terjadinya KLB Chikungunya
seperti Palembang, Semarang, Indramayu, Manado, DKI Jakarta , Banten, Jawa
Timur dan lain-lain. Pada tahun 2003 KLB Chikungunya terjadi di beberapa
wilayah di pulau Jawa, NTB, Kalimantan Tengah. Tahun 2006 dan 2007 terjadi KLB
di Provinsi Jawa Barat dan Sumatera Selatan. Dari tahun 2007 sampai tahun 2012
di Indonesia terjadi KLB Chikungunya pada beberapa provinsi dengan 149.526
kasus tanpa kematian.

Penyebaran penyakit Chikungunya biasanya terjadi pada daerah


endemis Demam Berdarah Dengue. Banyaknya tempat perindukan
nyamuk sering berhubungan dengan peningkatan kejadian penyakit
Chikungunya. Saat ini hampir seluruh provinsi di Indonesia potensial untuk
terjadinya KLB Chikungunya. KLB sering terjadi pada awal dan akhir
musim hujan. Penyakit Chikungunya sering terjadi di daerah sub urban.

B. Etiologi
Virus Chikungunya adalah Arthopod borne virus yang ditransmisikan
oleh beberapa spesies nyamuk. Hasil uji Hemaglutinasi Inhibisi dan uji
Komplemen Fiksasi, virus ini termasuk genus alphavirus ( Group A
Arthropod-borne viruses) dan famili Togaviridae. Sedangkan DBD
disebabkan oleh Group B arthrophod-borne viruses (flavivirus).

C. Vektor Penular Chikungunya


Vektor utama penyakit ini sama dengan DBD yaitu nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus. Nyamuk lain mungkin bisa berperan
sebagai vektor namun perlu penelitian lebih lanjut.
Nyamuk Aedes spp seperti juga jenis nyamuk lainnya mengalami
metamorfosis sempurna, yaitu: telur - jentik (larva) - pupa - nyamuk. Stadium
telur, jentik dan pupa hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas
menjadi jentik/larva dalam waktu 2 hari setelah telur terendam air. Stadium
jentik/larva biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong (Pupa)
berlangsung antara 24 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa
selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan.

Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 5
Gambar 2.1. Siklus hidup nyamuk Aedes spp

1. Habitat Perkembangbiakan
Habitat perkembangbiakan Aedes sp. ialah tempat-tempat yang dapat
menampung air di dalam, di luar atau sekitar rumah serta tempat-tempat
umum. Habitat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1) Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti:
drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.
2) Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari
seperti: tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut, bak
kontrol pembuangan air, tempat pembuangan air kulkas/dispenser,
barang-barang bekas (contoh : ban, kaleng, botol, plastik, dll).
3) Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang
batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan
potongan bambu dan tempurung coklat/karet, dll.

2. Perilaku Nyamuk Dewasa


Setelah keluar dari pupa, nyamuk istirahat di permukaan air untuk
sementara waktu. Beberapa saat setelah itu, sayap meregang menjadi kaku,

6 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
sehingga nyamuk mampu terbang mencari makanan. Nyamuk Aedes sp
jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan
hidupnya sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih
menyukai darah manusia daripada hewan (bersifat antropofilik). Darah
diperlukan untuk pematangan sel telur, agar dapat menetas. Waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk
mengisap darah sampai telur dikeluarkan, waktunya bervariasi antara 3-4
hari. Jangka waktu tersebut disebut dengan siklus gonotropik.

Aktivitas menggigit nyamuk Aedes sp biasanya mulai pagi dan petang


hari, dengan 2 puncak aktifitas antara pukul 09.00 -10.00 dan 16.00 -17.00.
Aedes aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali dalam
satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah.
Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit.

Setelah mengisap darah, nyamuk akan beristirahat pada tempat yang


gelap dan lembab di dalam atau di luar rumah, berdekatan dengan habitat
perkembangbiakannya. Pada tempat tersebut nyamuk menunggu proses
pematangan telurnya.

Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan
meletakkan telurnya di atas permukaan air, kemudian telur menepi dan melekat
pada dinding-dinding habitat perkembangbiakannya. Pada umumnya telur akan
menetas menjadi jentik/larva dalam waktu 2 hari. Setiap kali bertelur nyamuk
betina dapat menghasilkan telur sebanyak 100 butir. Telur itu di tempat yang
kering (tanpa air) dapat bertahan 6 bulan, jika tempat-tempat tersebut kemudian
tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas

lebih
cepat. Gambar 2. 2. Siklus gono
tropik

Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 7
3. Penyebaran
Kemampuan terbang nyamuk Aedes spp betina rata-rata 40 meter,
namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat
berpindah lebih jauh. Aedes spp tersebar luas di daerah tropis dan sub-
tropis, di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah maupun di
tempat umum. Nyamuk Aedes spp dapat hidup dan berkembang biak
sampai ketinggian daerah 1.000 m dpl. Pada ketinggian diatas 1.000 m
dpl, suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan nyamuk
berkembangbiak.

4. Variasi Musiman
Pada musim hujan populasi Aedes sp akan meningkat karena telur-telur
yang tadinya belum sempat menetas akan menetas ketika habitat
perkembangbiakannya (TPA bukan keperluan sehari-hari dan alamiah) mulai
terisi air hujan. Kondisi tersebut akan meningkatkan populasi nyamuk sehingga
dapat menyebabkan peningkatan penularan penyakit Demam Chikungunya.

D. Faktor Resiko
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan dalam penularan
penyakit
Chikungunya, yaitu: manusia, virus dan vektor perantara.
Beberapa faktor penyebab timbulnya KLB demam Chikungunya adalah:

1. Perpindahan penduduk dari daerah terinfeksi


2. Sanitasi lingkungan yang buruk.
3. Berkembangnya penyebaran dan kepadatan nyamuk (sanitasi
lingkungan yang buruk)
Ada gelombang epidemi 20 tahunan mungkin terkait perubahan
iklim dan cuaca. Anti bodi yang timbul dari penyakit ini membuat
penderita kebal terhadap serangan virus selanjutnya. Oleh karena itu
perlu waktu panjang bagi penyakit ini untuk merebak kembali.
8 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
E. Mekanisme Penularan
Virus Chikungunya ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes
SPP Nyamuk lain mungkin bisa berperan sebagai vektor namun perlu penelitian
lebih lanjut. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus Chikungunya pada
saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum
demam sampai 5 hari setelah demam timbul. Kemudian virus yang berada di
kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period)
sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya.
Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-7 hari (intrinsic
incubation period) sebelum menimbulkan penyakit.

Gambar 2. 3. Mekanisme Penularan

Nyamuk yang mengandung virus


Chikungunya menggigit orang lain
yang sehat

Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 9
BAB III
PROMOSI KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
Promosi kesehatan diharapkan dapat melaksanakan strategi yang bersifat
paripurna (komprehensif), khususnya dalam menciptakan perilaku baru
(perubahan perilaku). Dalam upaya pengendalian Demam Chikungunya
strategi promosi kesehatan yang harus dilakukan adalah (1) Pemberdayaan
masyarakat, (2) Pembinaan suasana lingkungan sosialnya, dan (3) Advokasi
kesehatan kepada pihak-pihak yang dapat mendukung terlaksananya kegiatan
pengendalian Demam Chikungunya. Untuk mendukung dan menanggulangi
masalah kesehatan diperlukan kemitraan dengan melibatkan berbagai sektor
yaitu lembaga pemerintah, dunia usaha, media massa dan organisasi
masyarakat lainnya dalam upaya menanggulangi masalah kesehatan.

Kegiatan promosi kesehatan dalam pengendalian Chikungunya yang


dapat dilakukan meliputi:
1. Advokasi Kesehatan
Advokasi kesehatan adalah upaya secara sistimatis untuk
mempengaruhi pimpinan, pembuat/penentu kebijakan, keputusan dan
penyandang dana dan pimpinan media massa agar proaktif dan
mendukung berbagai kegiatan promosi kesehatan dan pemberdayaan
masyarakat dalam penanggulangan Chikungunya sesuai dengan
bidang tugas dan keahlian masing-masing. Dengan metode lobby,
pendekatan Informal, dan penggunaan media massa

Adapun hasil yang diharapkan antara lain :


- adanya dukungan politis, kebijakan/keputusan dan sumber
daya (SDM, dana dan sumber daya lainnya) dalam
pengendalian Demam Chikungunya
- Terbentuknya forum komunikasi/komite/pokjanal yang ber-
anggotakan lembaga pemerintah lintas program dan lintas sektor
terkait, tokoh masyarakat, tokoh agama, kader, organisasi pemuda,
10 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
organisasi profesi organisasi wanita, organisasi agama, LSM,
organisasi kemasyarakatan, pihak swasta dan dunia usaha
untuk membahas dan memberi masukan dalam pengendalian
Demam Chikungunya
2. Bina Suasana
Bina Suasana adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan sosial
yang mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan
penanggulangan Chikungunya. Seseorang akan terdorong untuk mau
melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial di mana pun ia berada
(keluarga di rumah, orang-orang yang menjadi panutan/ idolanya,
kelompok arisan, majelis agama, dan lain-lain, dan bahkan
masyarakat umum) memiliki opini yang positif terhadap perilaku
tersebut. Oleh karena itu, untuk mendukung proses Pemberdayaan
Masyarakat, khususnya dalam upaya mengubah para individu
meningkat dari fase tahu ke fase mau dalam Penanggulangan
Chikungunya, perlu dilakukan Bina Suasana dengan metode meliputi
orientasi, pelatihan, kunjungan lapangan, jumpa pers, dialog
terbuka/interaktif di berbagai media, lokakarya/seminar, penulisan
artikel di media massa, khotbah di tempat peribadatan.

Adapun Hasil yang ingin dicapai antara lain :


- Adanya opini positif berkembang di masyarakat tentang
pentingnya pengendalian Chikungunya
- Semua kelompok potensial di masyarakat ikut menyuarakan
dan mendukung pengendalian Chikungunya
- Adanya dukungan sumber daya (SDM, Dana, Sumber daya
lain) dari kelompok potensial yang ada di masyarakat
3. Pemberdayaan Masyarakat
Adalah upaya menumbuhkan kesadaran dan kemampuan individu,
keluarga dan masyarakat dalam rangka meningkatkan kemampuannya
sebagai aspek perubahan perilaku untuk mengenali/mendeteksi dini
penyakit Chikungunya dan melakukan upaya pencegahan melalui

Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 11
Gerakan PSN yang terkoordinir. Dengan metode meliputi : promosi
individu, promosi kelompok, promosi massa
Gerakan pemberdayaan masyarakat juga merupakan cara untuk
menumbuhkembangkan norma yang membuat masyarakat mampu
untuk pengendalian Chikungunya secara mandiri. Strategi ini
tepatnya ditujukan pada sasaran primer agar berperan serta
secara aktif dalam pengendalian Chikungunya. Tujuan dari strategi
pemberdayaan adalah meningkatkan peran serta Individu,
keluarga dan masyarakat agar tahu, mampu dan mau, berperan
serta dalam pengendalian Demam Chikungunya.
Hasil yang diharapkan dari pemberdayaan masyarakat adalah :
- Tumbuhnya kepedulian masyarakat dalam pengendalian
Demam Chikungunya
- Meningkatnya peran aktif masyarakat dalam pengendalian
Demam Chikungunya
Mengingat sampai saat ini belum ada obat dan vaksin terhadap
penyakit ini, maka upaya pencegahan dititikberatkan pada
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan membasmi jentik nyamuk
penular di sekitar tempat tinggal melalui gerakan PSN 3M Plus.

4. Kemitraan melalui POKJANAL


Adalah percepatan, efektivitas dan efisiensi berbagai upaya pengendalian
Demam Chikungunya melalui semua pihak, semua komponen masyarakat
dan unsur pemerintah, lembaga perwakilan rakyat, perguruan tinggi,
media massa, penyandang dana, dan lain-lain.

Hasil yang diharapkan antara lain adanya percepatan, efektivitas


dan efisiensi berbagai upaya termasuk kesehatan.
Pelaku Kemitraan meliputi semua pihak, semua komponen masyarakat
dan unsur pemerintah, Lembaga Perwakilan Rakyat, perguruan tinggi,
media massa, penyandang dana, dan lain-lain, khususnya swasta.

12 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
BAB IV
TATALAKSANA KASUS

A. Definisi Kasus
Demam Chikungunya adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
Chikungunya (CHIKV) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk (Arthropod borne
virus/ mosquito-borne virus). Virus Chikungunya termasuk genus Alphavirus, famili
Togaviridae.
Diagnosis kasus Demam Chikungunya ditegakkan berdasarkan
kriteria sebagai berikut: (Modifikasi Klasifikasi WHO SEARO,2009)
Kriteria Klinis: Demam mendadak > 38,5C dan nyeri persendian
hebat (severe athralgia) dan atau dapat disertai ruam (rash).
Kriteria Epidemiologis: Bertempat tinggal atau pernah berkunjung
ke wilayah yang sedang terjangkit Chikungunya dengan sekurang-
kurangnya 1 kasus positif RDT/ pemeriksaan serologi lainnya, dalam
kurun waktu 15 hari sebelum timbulnya gejala (onset of symptoms)
Kriteria Laboratoris: sekurang-kurangnya salah satu diantara
pemeriksaan berikut:
Isolasi virus
Terdeteksinya RNA virus dengan RT-PCR
Terdeteksinya antibodi IgM spesifik virus Chik pada sampel serum
Peningkatan 4 kali lipat (four-fold) titer IgG pada pasangan sampel
yang diambil pada fase akut dan fase konvalesen (interval
sekurang-kurangnya 2-3 minggu)
Berdasarkan kriteria di atas, Diagnosis Demam Chikungunya
digolongkan dalam 3 kategori yaitu:
1. KASUS TERSANGKA (Suspected case/ Possible case)
Penderita dengan kriteria klinis.

Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 13
2. KASUS PROBABEL (Probable case)
Penderita dengan kriteria klinis + kriteria epidemiologis
3. KASUS KONFIRM (Confirmed case)
Penderita dengan kriteria laboratoris.

B. Masa Inkubasi
Masa inkubasi terdiri dari masa inkubasi intrinsik dan ekstrinsik. Masa
inkubasi intrinsik adalah periode sejak seseorang terinfeksi virus Chik
sampai timbulnya gejala klinis, sedangkan masa inkubasi ekstrinsik adalah
periode sejak nyamuk terinfeksi virus Chik sampai virus tersebut dapat
menginfeksi orang lainnya melalui gigitan nyamuk tersebut.
Masa inkubasi intrinsik Chikungunya rata-rata antara 3-7 hari (range 1-12
hari), sedangkan masa inkubasi ekstrinsik berkisar 10 hari. (WHO PAHO, 2011).

Gambar 4.1. Masa Inkubasi

C. Kepekaan dan Kekebalan


Sekali seseorang terinfeksi virus Chik maka akan diikuti dengan terbentuknya
imunitas jangka panjang (long-lasting imunity) di dalam tubuh penderita (WHO

14 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
PAHO, 2011). Sampai saat ini hanya diketahui satu serotipe Chikungunya.
Terjadinya serangan kedua belum diketahui dengan pasti.

D. Gejala Klinis
1. Demam
Pada fase akut selama 2-3 hari selanjutnya dilanjutkan dengan penurunan
suhu tubuh selama 1-2 hari kemudian naik lagi membentuk kurva Sadle
back fever (Bifasik). Bisa disertai menggigil dan muka kemerahan
(flushed face). Pada beberapa penderita mengeluh nyeri di belakang bola
mata dan bisa terlihat mata kemerahan (conjunctival injection).

2. Sakit persendian
Nyeri persendian ini sering merupakan keluhan yang pertama muncul
sebelum timbul demam. Nyeri sendi dapat ringan (arthralgia) sampai
berat menyerupai artritis rheumathoid, terutama di sendi sendi
pergelangan kaki (dapat juga nyeri sendi tangan) sering dikeluhkan
penderita. Nyeri sendi ini merupakan gejala paling dominan, pada
kasus berat terdapat tanda-tanda radang sendi, yaitu kemerahan,
kaku, dan bengkak. Sendi yang sering dikeluhkan adalah pergelangan
kaki, pergelangan tangan, siku, jari, lutut, dan pinggul.

Gambar 4.2. Pembengkakan persendian

Pada posisi berbaring biasanya penderita miring dengan lutut


tertekuk dan berusaha mengurangi dan membatasi gerakan.
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 15
Artritis ini dapat bertahan selama beberapa minggu, bulan bahkan ada
yang sampai bertahan beberapa tahun sehingga dapat menyerupai
Rheumatoid Arthritis.
3. Nyeri otot
Nyeri otot (fibromyalgia) bisa pada seluruh otot terutama pada otot
penyangga berat badan seperti pada otot bagian leher, daerah bahu,
dan anggota gerak. Kadang - kadang terjadi pembengkakan pada otot
sekitar sendi pergelangan kaki (achilles) atau sekitar mata kaki.
4. Bercak kemerahan (rash) pada kulit
Kemerahan di kulit bisa terjadi pada seluruh tubuh berbentuk makulo-
papular (viral rash), sentrifugal (mengarah ke bagian anggota gerak,
telapak tangan dan telapak kaki). Bercak kemerahan ini terjadi pada
hari pertama demam, tetapi lebih sering muncul pada hari ke 4 - 5
demam. Lokasi kemerahan di daerah muka, badan, tangan, dan kaki.
Gambar 4. 3. Bercak kemarahan pada kaki dan telapak tangan

5. Kejang dan penurunan kesadaran


Kejang biasanya pada anak karena demam yang terlalu tinggi, jadi
kemungkinan bukan secara langsung oleh penyakitnya. Kadang-kadang
kejang disertai penurunan kesadaran. Pemeriksaan cairan spinal (cerebro
spinal) tidak ditemukan kelainan biokimia atau jumlah sel.

6. Manifestasi perdarahan
Tidak ditemukan perdarahan pada saat awal perjalanan penyakit
walaupun pernah dilaporkan di India terjadi perdarahan gusi pada
5 anak dari 70 anak yang diobservasi.

16 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
7. Gejala lain
Gejala lain yang kadang-kadang dapat timbul adalah kolaps
pembuluh darah kapiler dan pembesaran kelenjar getah bening.

E. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding penyakit Chikungunya yang paling mendekati
adalah Demam Dengue atau Demam Berdarah Dengue

Tabel 4. 1. Manifestasi Utama yang membedakan Chikungunya


dengan Dengue (WHO SEARO, 2009)
Karakteristik yang Demam Chikungunya Demam Dengue
membedakan
Tanda dan Gejala klinis
1. Onset demam Akut Gradual
2. Lama demam 1 - 2 hari 5 - 7 hari
3. Ruam makulopapular Sering Jarang
4. Timbul syok dan Tidak lazim Lazim
perdarahan masif
5. Nyeri sendi Sering dan bisa lebih dari Jarang dan berlangsung
1 bulan singkat

Parameter Laboratorium
1. Leukopenia Sering Jarang
2. Trombositopenia Jarang Sering

F. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Untuk memastikan diagnosis perlu pemeriksaan laboratorium yang dapat
dilakukan dengan beberapa metode yaitu: Isolasi virus dari inokulasi serum
fase akut, pemeriksaan serologis dengan cara ELISA, pemeriksaan IgG dan
IgM dengan metode Immuno Fluorescent Assay (IFA), pemeriksaan materi
genetik dengan Polymerase Chain Reaction (PCR), pemeriksaan antibodi
dengan uji Hemaglutinasi Inhibisi (H.I Test) menggunakan serum diambil pada
masa akut ( hari ke 5 mulai demam ) dan serum konvalesen pada minggu ke 2
sesudah demam serta sequencing.

Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 17
1. Isolasi Virus
Isolasi virus chikungunya didasarkan pada inokulasi spesimen biologis
dari nyamuk atau dari manusia (serum) secara invitro dengan
menggunakan kultur jaringan sel vero, BHK-21, HeLa sel dan sel
C6/36. Isolasi virus juga dapat dilakukan secara in vivo dengan
menggunakan anak mencit yang masih menyusui (suckling mice).
Jenis untuk isolasi virus chikungunya adalah serum pada masa akut 0-6
hari, tetapi ada beberapa literatur menyebutkan bisa sampai 8 hari.
Spesimen yang berasal dari nyamuk juga dapat digunakan untuk bahan
isolasi virus. Semua spesimen biologis untuk isolasi virus harus diproses
secepatnya, bila memang perlu ditunda maksimal penundaan
o
adalah 48 jam dengan disimpan pada suhu 2-8 C
2. Deteksi Viral RNA
Deteksi viral RNA virus chikungunya dapat dilakukan pada saat akut
penderita (<8 hari). Deteksi viral RNA juga dapat menggunakan spesimen
biologis dari nyamuk (vektor). Deteksi viral RNA didasarkan pada gen
NSP1 atau E16 saat ini telah dikembangkan berbagai macam teknik
deteksi viral RNA virus chikungunya yaitu secara RT-PCR (Reverse
Transcriptase-Polymerase Chain Reaction) dan Real Time PCR.

3. Serologi (Deteksi IgM dan atau IgG)


Infeksi Chikungunya juga dapat dideteksi secara serologi dengan
mendeteksi anti-chik berupa IgM atau IgG. Sampai saat ini telah banyak
dikembangkan teknik diagnostik untuk mendeteksi chikungunya secara
serologi diantaranya Haemaglutination, Complement Fixation Test (CFT),
Immuno flourescent assay (IFA), dan Plaque Reduction
Neutralization Testing (PRNT). Antibodi IgM dapat dideteksi dari
hari ke-4 infeksi sampai beberapa minggu waktu lamanya. Antibodi
IgG dapat dideteksi hari ke-15 sampai beberapa tahun lamanya.

18 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
Gambar 4. 4. Timeline antibodi

Interpretasi:
1. Bila IgM (-) dan IgG (-) dengan gejala klinis jelas, pemeriksaan
diulang 10-14 hari kemudian.
Bila hasil pemeriksaan ulang IgM (+) IgG(-) berarti infeksi akut
primer
2. Bila IgM (-)IgG(+) dilakukan pemeriksaan ulang 10-14 hari
kemudian.
Bila hasil pemeriksaan ulang IgG (+) dengan kenaikan titer >4X
berarti infeksi sekunder.
3. Bila IgM (+) IgG(+) berarti sedang terjadi infeksi sekunder
Untuk saat ini untuk pemeriksaan konfirmasi diagnosis chikungunya
dapat dilakukan di Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(BALIT BANGKES), B/BTKL PP, RSPI Soelianti Saroso, Labkesda.
Metode yang digunakan adalah secara deteksi Antibodi (IgM dan atau
IgG), deteksi molekuler (RT-PCR) dan Isolasi virus jika diperlukan.

Spesimen yang digunakan adalah Serum atau Plasma penderita


pada masa akut. Jumlah spesimen yang dibutuhkan untuk
konfirmasi KLB chikungunya adalah 5-10 spesimen dari setiap
satuan KLB (per kecamatan/ per puskesmas). jika jumlah
penderita > 10, namun jika jumlah penderita < 10 maka untuk
konfirmasi jumlah spesimen yang diperiksa jumlah penderita.

Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 19
Untuk pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan :
1. Hematologi rutin
a. Pemeriksaan Kadar Hemoglobin.
Biasanya dijumpai Hb normal atau anemia bila ada perdarahan .
b. Pemeriksaan Trombosit
Dapat ditemukan Trombositopenia
c. Pemeriksaan Hematokrit
Ht normal atau meningkat bila dengan dehidrasi
d. Pemeriksaan Leukosit Leukopenia
atau juga leukositosis
e. Hitung Jenis Leukosit
Pada hitung jenis bisa dijumpai relatif limfositosis.
f. Pemeriksaan Laju Endap Darah
LED meningkat karena adanya infeksi
2. Kimia Klinik
Fungsi hati : SGOT, SGPT dan bilirubin total/direk yang bisa
meningkat bila dijumpai hepatomegali.
CK (Creatinin Kinase) yang meningkat karena adanya nyeri otot.
3. Serologis Chik: Rapid Diagnostic Test (RDT) terhadap anti-IgM
Chikungunya dapat dilakukan sebagai penapisan (screening) untuk
diagnosis chikungunya.
Pemilihan Rapid Diagnostik Test (RDT) juga harus memenuhi
persyaratan sensitifitas dan spesifisitas diatas 85% dengan uji lokal.

4. Serologis Dengue : Anti Dengue IgM-IgG untuk menyingkirkan DBD

G. CARA PENGAMBILAN SPESIMEN


Waktu pengambilan spesimen adalah pada periode :
Akut : 0-8 hari setelah timbul gejala/onset of symptom
Konvalesent : 14 hari setelah gejala/symptom
20 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
Adapun cara pengambilan adalah sebagai berikut:
1. Lakukan vena punksi untuk mengambil darah vena sebanyak 35 ml lalu
dimasukkan dalam tabung kaca yang pakai penutup. Pengambilan darah
dilakukan secara aseptik dapat menggunakan spuit atau venoject.
2. Diamkan pada suhu kamar selama 10 - 15 menit sampai darah
membeku.
3. Kemudian lakukan sentrifugasi 1500-2000 rpm selama 10 menit
untuk memisahkan serumnya.
4. Pisahkan serum dengan menggunakan pipet dan masukkan ke dalam
tabung sampel dengan tutup ulir yang sudah diberi identitas pasien.
Hindari menggunakan tabung kaca untuk mengirim spesimen serum.

Gambar 4. 5. Pengambilan darah

a. menggunakan spuit/jarum suntik b. menggunakan venoject

5. Sebelum dikirim ke laboratorium yang mampu memeriksa misalnya:


Litbangkes, B/BTKL PP, BLK atau LABKESDA, spesimen serum disimpan
o
di lemari pendingin dengan suhu 4-8 C (BUKAN DI DALAM FREEZER).
6. Pengiriman spesimen serum harus sesuai prosedur, didalam cool box
dengan dilapisi dry ice/ cool pack supaya suhu pengiriman tetap
o
antara 4-8 C. JANGAN mengirimkan spesimen dalam bentuk
Whole Blood (darah lengkap), karena dapat menjadi lisis dan
mempengaruhi hasil pemeriksaan lab.
7. Di dalam wadah tempat pengiriman harus disertakan data-data
identitas penderita, juga meliputi tanggal mulai sakit, gejala-gejala
yang timbul, tanggal pengambilan sampel.

Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 21
8. Pada bagian luar wadah pengiriman harus dituliskan alamat
pengirim dan penerima dengan jelas.
9. Sebelum mengirim sampel pasien, pengirim sebaiknya
memberitahukan kepada penerima sampel, dalam hal ini Bagian
Virologi Litbangkes, BLK, LABKESDA dan BTKL.
10.Jika diperlukan pemeriksaan lebih lanjut (sequensing) maka
spesimen dikirim ke Balitbangkes

H. TERAPI
Chikungunya merupakan self limiting disease, sampai saat ini
penyakit ini belum ada obat ataupun vaksinnya, pengobatan hanya bersifat
simtomatis dan suportif.
1. Simtomatis
Antipiretik : Parasetamol atau asetaminofen (untuk meredakan demam)
Analgetik : Ibuprofen, naproxen dan obat Anti-inflamasi Non Steroid
(AINS) lainnya (untuk meredakan nyeri persendian/athralgia/arthritis)
Catatan: Aspirin (Asam Asetil Salisilat) tidak dianjurkan karena
adanya resiko perdarahan pada sejumlah penderita dan resiko
timbulnya Reyes syndrome pada anak-anak dibawah 12 tahun.
2. Suportif
Tirah baring (bedrest), batasi pergerakkan
Minum banyak untuk mengganti kehilangan cairan tubuh akibat
muntah, keringat dan lain-lain.
Fisioterapi
3. Pencegahan penularan
Penggunaan kelambu selama masa viremia {sejak timbul gejala
(onset of illness) sampai 7 hari

22 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
I. PROGNOSIS
Penyakit ini bersifat self limiting disease, tidak pernah dilaporkan
adanya kematian. Keluhan sendi mungkin berlangsung lama. Brighton
meneliti pada 107 kasus infeksi Chikungunya, 87,9% sembuh sempurna,
3,7% mengalami kekakuan sendi atau mild discomfort, 2,8% mempunyai
persistent residual joint stiffness, tapi tidak nyeri, dan 5,6% mempunyai
keluhan sendi yang persistent, kaku dan sering mengalami efusi sendi.

J. KOMPLIKASI
Dalam literatur ilmiah belum pernah dilaporkan kematian, kasus neuroinvasif,
atau kasus perdarahan yang berhubungan dengan infeksi virus Chikungunya.
Pada kasus anak komplikasi dapat terjadi dalam bentuk : kolaps pembuluh darah,
renjatan, Miokarditis, Ensefalopati dsb, tapi jarang ditemukan.

Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 23
BAB V
SURVEILANS DAN PENANGGULANGAN KASUS

A. SURVEILLANS
Surveilans Chikungunya adalah proses pengumpulan pengolahan
analisis dan interpretasi dan penyebarluasan informasi ke penyelenggara
program dan pihak / instansi terkait secara sistematis dan terus menerus
tentang situasi Chikungunya dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya
peningkatan dan penularan penyakit tersebut agar dapat dilakukan
tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien.
Surveilan Chikungunya meliputi survey kasus dan survey vektor yang
dapat dilakukan secara pasif dan aktif.
Tujuan surveillans Chikungunya, yaitu:
1. Menghasilkan informasi yang cepat dan akurat agar dapat disebarluaskan
sebagai dasar penanggulangan Chikungunya yang cepat dan tepat untuk
menyususun perencanaan yang sesuai dengan permasalahannya.
2. Mendapatkan distribusi penyakit Chikungunya menurut orang,
tempat, dan waktu.
3. Mendapatkan trend kasus Chikungunya
4. Melakukan pengamatan kewaspadaan dini SKD KLB dalam rangka
mencegah dan penanggulangan KLB secara dini.
Penetapan Kejadian Luar Biasa ( KLB ) Chikungunya merujuk pada
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501 Tahun 2010 tentang jenis Penyakit
menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah dan upaya penanggulanganya.

1. Surveillans Kasus
Surveillan kasus Chikungunya adalah kegiatan surveillans yang
dilakukan untuk menemukan kasus Chikungunya. Kegiatan ini dapat
dilakukan melalui dua cara, yaitu secara aktif maupun pasif.

24 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
a. Surveilans pasif
Yaitu penemuan kasus berdasarkan informasi dan laporan dari
sarana kesehatan (RS, puskesmas, klinik, laboratorium, KKP)
maupun dari masyarakat. Informasi data dapat diperoleh melalui :
a.1.Laporan mingguan sistem ewars
EWARS (Early Warning Alert and Respon System) melalui
tersangka Chikungunya dengan trias gejala utama yaitu
demam, nyeri sendi hebat dan ruam kemerahan di kulit (rash).
a.2. Laporan bulanan STP
Puskesmas / RS a.3. Laporan bulanan
program
a.4. Laporan Masyarakat
b. Surveillans aktif
Yaitu penemuan kasus yg diperoleh melalui kunjungan lapangan
untuk melakukan penegakan diagnosis secara epidemiologis
berdasarkan gambaran umum penyakit menular tertentu yang
dapat menimbulkan wabah yang selanjutnya diikuti dengan
pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium.
Kegiatan surveilans aktif penyakit Demam Chikungunya dapat dalam
bentuk kegiatan penyelidikan epidemiologi (PE) berdasarkan kasus
terlaporkan atau berdasarkan pertimbangan faktor resiko lainnya.

Kegiatan surveillans aktif dapat dilaksanakan oleh petugas Dinas


Kesehatan/ Puskesmas setempat.
Tersangka Chikungunya hasil temuan surveilans aktif ditindak
lanjuti / dilaporkan ke sarana kesehatan / Puskesmas untuk di
lakukan pemeriksaan lanjutan.

2. Surveillans Vektor
Surveillans vektor Chikungunya adalah kegiatan surveillans yang dilakukan
untuk mengetahui ada atau tidaknya penularan kasus setempat dalam kegiatan
penyelidikan epidemiologi (PE) dan untuk mengetahui tingkat kepadatan vektor
Chikungunya melalui kegiatan survey berdasarkan faktor resiko (iklim, tingkat
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 25
kepadatan vektor, mobilisasi masyarakat). Selain itu kegiatan ini dapat digunakan
sebagai evaluasi kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang dilakukan
oleh masyarakat melalui kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB).

Tujuan dilaksanakan surveilan vektor Chikungunya adalah:


Untuk mengetahui tingkat kepadatan vektor Chikungunya
Untuk mengetahui tempat perindukan potensial vektor Chikungunya
Untuk mengetahui jenis larva/jentik vektor Chikungunya
Untuk mengukur indek-indek larva/jentik (ABJ, CI, HI, dan BI)
Untuk mencari cara pengendalian vektor Chikungunya yang tepat
Untuk menilai hasil pengendalian vektor
Untuk mengetahui tingkat kerentanan vektor Chikungunya
terhadap insektisida.
Dalam metode Surveilans Vektor Chikungunya yang ingin kita peroleh
antara lain adalah data-data kepadatan vektor. Untuk memperoleh data-
data tersebut tentulah diperlukan kegiatan survei, ada beberapa metode
survei yang kita ketahui, meliputi metode survei terhadap nyamuk, jentik
dan survei perangkap telur (ovitrap). Sebelum melakukan survei vektor
Chikungunya diperlukan penentuan lokasi surveilans/ pengamatan, waktu
pengamatan, cara pengamatan/ pengukuran vektor Chikungunya,
persiapan peralatan dan bahan surveilans vektor Chikungunya,
pengumpulan, pencatatan dan analisa data hasil surveilans/pengamatan.
1. Penentuan Lokasi Pengamatan
Lokasi yang akan diamati/diukur tingkat kepadatan vektor
Chikungunya adalah lokasi yang diduga sebagai tempat
perkembangbiakan/istirahat/ mencari makan nyamuk Aedes sp. yang
berdekatan dengan kehidupan/ kegiatan manusia, antara lain :

a. permukiman penduduk,
b. tempat-tempat umum (sekolah, tempat ibadah, perkantoran dsb).

Pengamatan/pengukuran kepadatan populasi vektor Chikungunya


dapat dilakukan pada :
a. Wilayah endemis Chikungunya.

26 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
b. Wilayah yang pernah terjadi KLB Chikungunya.
c. Wilayah yang menjadi sasaran pengendalian vektor
Chikungunya secara kimiawi dan biologi.
2. Pelaksanaan Pengamatan
Pengamatan kepadatan populasi vektor Chikungunya dilakukan
mulai dari tingkat Puskesmas sampai Pusat, sebagai berikut :
a. Kader / PKK / Jumantik
Melakukan pemeriksaan jentik minimal 1 minggu sekali disetiap
rumah pada wilayah kerja jumantik. Sebaiknya dilakukan
bersamaan dengan pelaksaanaan PSN.
b. Petugas puskesmas
1) Monitoring secara berkala minimal 3 bulan sekali pada wilayah kerja
Puskesmas (PJB) dan dilakukan evaluasi pelaksaanaan PSN.
2) Pemeriksaan jentik berkala (PJB) juga dilakukan oleh masing-
masing puskesmas terutama di desa/kelurahan endemis (cross
check) pada tempat-tempat perkembang-biakan nyamuk Aedes
aegypti/albopictus dari 100 sampel rumah/bangunan yang dipilih
secara acak serta diulang untuk setiap siklus pemeriksaan.
3) Contoh cara memilih sampel 100 rumah/bangunan sebagai
berikut:
a) Dibuat daftar RW dan RT untuk tiap desa/kelurahan
b) Setiap RT diberi nomor urut
c) Dipilih sebanyak 10 RT sampel secara acak (misalnya
dengan cara systematic random sampling) dari seluruh
RT yang ada di wilayah desa/kelurahan
d) Dibuat daftar nama kepala keluarga (KK) atau nama TTU
dari masing-masing RT sampel atau yang telah terpilih.
e) Tiap KK/rumah/TTU diberi nomor urut, kemudian dipilih 10
KK/ rumah/TTU yang ada di tiap RT sampel secara acak
(misalnya dengan cara systematic random sampling).
c. Pengelola Program Arbovirosis di Dinkes Kab/Kota

Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 27
Monitoring dan evaluasi PSN yang telah dilakukan oleh kader
jumantik dan Puskesmas secara berkala minimal 6 bulan sekali
d. Pengelola Program Arbovirosis di Dinkes Propinsi
Monitoring dan evaluasi PSN yang telah dilakukan oleh Dinkes
Kab/ Kota secara berkala minimal 3 bulan sekali, untuk Dinkes
Provinsi dan Pusat minimal 6 bulan sekali

Teknis Pengamatan
Beberapa teknis pengamatan terhadap telur, jentik, dan nyamuk
melalui beberapa metode survei sebagai berikut :
a. Survei telur
Survei ini dilakukan dengan cara memasang perangkap telur (ovitrap)
yang dinding sebelah dalamnya dicat hitam, kemudian diberi air
secukupnya. Ovitrap berbentuk tabung yang dapat dibuat dari
potongan bambu, kaleng dan gelas platik/kaca. Ovitrap diletakkan di
dalam dan di luar rumah atau tempat yang gelap dan lembab. Cara
kerja ovitrap adalah padel (berupa potongan bilah bambu atau kain
yang tenunannya kasar dan berwarna gelap) yang dimasukkan
kedalam tabung tersebut berfungsi sebagai tempat meletakkan telur
nyamuk. Setelah 1 minggu dilakukan pemeriksaan ada atau tidaknya
telur nyamuk di padel, kemudian dihitung ovitrap index.

Perhitungan ovitrap index adalah:


Ovitrap Index:
Jumlah padel dengan telur
x 100%
Jumlah padel diperiksa
Untuk mengetahui gambaran kepadatan populasi nyamuk penular
secara lebih tepat, telur-telur padel tersebut dikumpulkan dan
dihitung jumlahnya.

28 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
Kepadatan populasi nyamuk :
Jumlah telur
= telur per ovitrap
Jumlah ovitrap yang digunakan
Gambar 5. 1. Contoh Ovitrap

b. Survei jentik
Survei jentik dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Memeriksa tempat penampungan air dan kontainer yang dapat
menjadi habitat perkembangbiakan nyamuk Aedes sp. di dalam
dan di luar rumah untuk mengetahui ada tidaknya jentik.
2) Jika pada penglihatan pertama tidak menemukan jentik, tunggu
kira-kira -1 menit untuk memastikan bahwa benar-benar tidak
ada jentik.
3) Gunakan senter untuk memeriksa jentik di tempat gelap atau
air keruh.
Metode survei jentik:
1) Single larva
Cara ini dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap
tempat genangan air yang ditemukan jentik untuk diidentifikasi
lebih lanjut.

Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 29
2) Visual
Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya
jentik di setiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya.
Biasanya dalam program CHIKUNGUNYA mengunakan cara visual.

Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik


Aedes sp. :
1) Angka Bebas Jentik (ABJ):
Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik
x 100%
Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa
2) House Index (HI) :
Jumlah rumah/bangunan yang ditemukan jentik
x 100%
Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa
3) Container Index (CI ):
Jumlah container dengan jentik
x 100%
Jumlah container yang diperiksa
4) Breteau Index (BI):
Jumlah container dengan jentik dalam 100 rumah/bangunan
c. Survei nyamuk
Survei nyamuk dilakukan dengan cara Gambar 5. 2. Contoh aspirator
menangkap nyamuk menggunakan
umpan orang di dalam dan di luar
rumah, masing-masing selama 20
menit per rumah serta penangkapan
nyamuk yang hinggap di dinding
dalam rumah. Penangkapan
nyamuk biasanya dilakukan
dengan menggunakan aspirator.

30 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
Indeks-indeks nyamuk yang digunakan:
1) Landing rate :
Jumlah Aedes aegypti betina tertangkap umpan orang

Jumlah penangkapan x jumlah jam penangkapan

2) Resting per rumah:


Jumlah Aedes aegypti betina tertangkap pada penangkapan
nyamuk hinggap

Jumlah rumah yang dilakukan penangkapan

Apabila ingin diketahui rata-rata umur nyamuk di suatu wilayah,


dilakukan pembedahan perut nyamuk-nyamuk yang ditangkap
untuk memeriksa keadaan ovariumnya di bawah mikroskop. Jika
ujung pipa-pipa udara (tracheolus) pada ovarium masih
menggulung, berarti nyamuk itu belum pernah bertelur
(nuliparous). Jika ujung pipa-pipa udara sudah terurai/terlepas
gulungannya, maka nyamuk itu sudah pernah bertelur (parous).
Gambar 5. 3. Aedes sp.

Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 31
Untuk mengetahui rata-rata umur nyamuk, apakah merupakan
nyamuk-nyamuk baru (menetas) atau nyamuk-nyamuk yang sudah
tua digunakan indek parity rate.
Parity rate :
Jumlah nyamuk Aedes aegypti dengan ovarium parous
x 100%
Jumlah nyamuk yang diperiksa ovariumnya

Bila hasil survei entomologi suatu wilayah, parity rate-nya rendah berarti
populasi nyamuk-nyamuk di wilayah tersebut sebagian besar masih muda.
Sedangkan bila parity rate-nya tinggi menunjukkan bahwa keadaan dari
populasi nyamuk di wilayah itu sebagian besar sudah tua.
Untuk menghitung rata-rata umur suatu populasi nyamuk secara lebih
tepat dilakukan pembedahan ovarium dari nyamuk-nyamuk parous,
untuk menghitung jumlah dilatasi pada saluran telur (pedikulus).
Umur populasi nyamuk = rata-rata jumlah dilatasi x satu siklus
gonotropik Contoh:
Bila jumlah dilatasi nyamuk rata-rata 3 dan siklus gonotropiknya
4 hari, maka umur rata-rata nyamuk tersebut adalah: 3x4=12
hari. Semakin tua rata-rata umur nyamuk semakin besar
potensi terjadinya penularan di suatu wilayah.

Gambar 5. 3. Dilatasi pada saluran telur (pedikulus) Aedes sp.

32 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
3. Alat dan Bahan Survei
Alat dan bahan yang minimal harus tersedia untuk melaksanakan
survei kepadatan populasi vektor Chikungunya adalah :
a. Peralatan
1) Peralatan umum
- Compound microskop, untuk memeriksa jentik dan ovarium
- Senter, untuk menerangi sasaran survei (jentik/nyamuk)
- Petridish, untuk tempat jentik aatau nyamuk yang akaan
diperiksa
- Tas, untuk membawa peralatan serta bahan survei
2) Peralatan survei telur
- Perangkap telur (ovitrap)
- Padel untuk tempat peletakan telur
3) Peralatan survei jentik
- Gayung, untuk mengambil jentik
- Pipet, untuk mengambil jentik
- Botol kecil (vial larva), untuk tempat larva
- Susceptibility test kit larva (1 set peralatan uji kerentanan
larva), untuk mengetahui tingkat kerentanan jentik
terhadap insektisida
4) Peralatan survei nyamuk
- Stereo mikroskop, untuk identifikasi dan membedah nyamuk
- Loupe/kaca pembesar 10 x atau 20 x, untuk identifikasi
nyamuk dan kondisi perut nyamuk
- Aspirator, untuk menangkap nyamuk
- Kotak nyamuk, untukmembawa nyamuk hidup
- Kurungan nyamuk, untuk memelihara nyamuk
- Pinset ujung runcing, untuk memegang nyamuk
- Jarum seksi untuk membedah nyamuk

Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 33
- Gunting kecil, untuk memotong kain kasa dan kertas
- Susceptibility test kit untuk mengukur tingkat kerentanan
nyamuk terhadap insektisida
- Bio Assay test kit, untuk mengukur tingkat efikasi
insektisida b. Bahan survei
1) Bahan survei umum
- Objek glass (slide glass), untuk pemeriksaan jentik dan
pembedahan ovarium
- Kaca penutup (cover glass), untuk menutup persediaan
- Kertas label, untuk pemberian etiket
- Formulir-formulir entomologi Chikungunya, untuk
pencatatan hasil survei
- Alat-alat tulis untuk menulis hasil survei
- Kertas tissu untuk membersihkan kaca benda
2) Bahan survei telur
- Kantong plastik, untuk tempat padel
- Kantong plastik besar, untuk membawa padel
3) Bahan survei nyamuk
- Paper cup, untuk wadah nyamuk
- Kain kasa, untuk menutup paper cup
- Karet gelang, untuk mengikat kain kasa di paper cup
- Kapas untuk menutup lobang di kain kasa dan
pemakaian kloroform
- Kloroform, untuk membius nyamuk
- Jarum serangga no. 3, untuk pinning nyamuk
- Jarum secsi untuk membedah abdomen nyamuk.

4. Laporan hasil survey


Pencatatan hasil pemeriksaan jentik dilakukan oleh petugas kader
dan pelaporannya dilakukan secara berjenjang sebagai berikut :

34 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
a. Laporan hasil survei oleh Kader / PKK / Jumantik
Hasil pemeriksaan jentik dicatat pada kartu jentik rumah /
bangunan yang ditinggalkan di rumah/bangunan.
FORMULIR JPJ-1 digunakan untuk pelaporan ke
Puskesmas dan instansi terkait.
b. Laporan hasil survei oleh Puskesmas
Pemeriksaan jentik yang dilakukan oleh kader/PKK/Jumantik
harus dilakukan monitoring dan evaluasi oleh petugas
Puskesmas secara berkala minimal 3 bulan sekali. Rekapitulasi
hasil PJB dilaksanakan oleh Puskesmas setiap 3 bulan dengan
melakukan pencatatan hasil pemeriksaan jentik di pemukiman
(rumah) dan tempat-tempat umum pada FORMULIR PJB-1 dan
dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
c. Laporan hasil survei oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Laporan PJB yang dilakukan oleh Puskesmas kemudian
dilakukan rekapitulasi oleh Pengelola Program Chikungunya di
Dinkes Kab/ Kota menggunakan FORMULIR PJB-2 dan
dilaporkan kepada Dinkes Provinsi
d. Laporan hasil survei oleh Dinas Kesehatan Provinsi
Hasil pemeriksaan jentik dari Dinkes Kab/Kota dilakukan
rekapitulasi oleh Pengelola Program Chikungunya di Dinkes
Provinsi menggunakan FORMULIR PJB-3 dan dilaporkan ke
Pusat (Ditjen PP dan PL, Subdit Pengendalian Arbovirosis)

3. Pencatatan dan Pelaporan


Alur laporan dilakukan secara berjenjang dari puskesmas/rumah sakit ke
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, hingga Kemenkes
RI (Cq. Subdit Pengendalian Arbovirosis, Ditjen PP dan PL). Alur pelaporan ini
disesuaikan dengan yang tercantum dalam Permenkes No 1501/2010.

Puskesmas yang menerima/menemukan kasus Chikungunya akan


menindaklanjuti dengan kegiatan PE dan melaporkan kasus
menggunakan form-form pelaporan :

Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 35
a. EWARS
b. Laporan hasil PE dapat dilihat pada Lampiran 2)
c. Laporan bulanan (lampiran 3)

B. PENGENDALIAN VEKTOR
1. Metode Pengendalian Vektor
Pengendalian vektor adalah upaya menurunkan faktor risiko
penularan oleh vektor dengan meminimalkan habitat perkembangbiakan
vektor, menurunkan kepadatan dan umur vektor, mengurangi kontak
antara vektor dengan manusia serta memutus rantai penularan penyakit
Metode pengendalian vektor Chikungunya bersifat spesifik lokal,
dengan mempertimbangkan faktorfaktor lingkungan fisik (cuaca/iklim,
permukiman, habitat perkembangbiakan); lingkungan sosial-budaya
(Pengetahuan Sikap dan Perilaku) dan aspek vektor.
Pada dasarnya metode pengendalian vektor Chikungunya yang
paling efektif adalah dengan melibatkan peran serta masyarakat (PSM).
Sehingga berbagai metode pengendalian vektor cara lain merupakan
upaya pelengkap untuk secara cepat memutus rantai penularan.
Berbagai metode PengendalianVektor (PV) Chikungunya yaitu:
- Kimiawi
- Biologi
- Manajemen lingkungan
- Pemberantasan Sarang Nyamuk/PSN
- Pengendalian Vektor Terpadu (Integrated Vector
Management/IVM) a. Kimiawi
Pengendalian vektor cara kimiawi dengan menggunakan insektisida
merupakan salah satu metode pengendalian yang lebih populer di
masyarakat dibanding dengan cara pengendalian lain. Sasaran insektisida
adalah stadium dewasa dan pra-dewasa. Karena insektisida adalah racun,
maka penggunaannya harus mempertimbangkan dampak

36 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
terhadap lingkungan dan organisme bukan sasaran termasuk mamalia.
Disamping itu penentuan jenis insektisida, dosis, dan metode aplikasi
merupakan syarat yang penting untuk dipahami dalam kebijakan
pengendalian vektor. Aplikasi insektisida yang berulang di satuan
ekosistem akan menimbulkan terjadinya resistensi serangga sasaran.

Golongan insektisida kimiawi untuk pengendalian vektor adalah :


Sasaran nyamuk dewasa adalah : Organophospat (Malathion,
methyl pirimiphos), Pyrethroid (Cypermethrine, lamda-
cyhalotrine, cyflutrine, Permethrine & S-Bioalethrine). Yang
ditujukan untuk stadium dewasa yang diaplikasikan dengan
cara pengabutan panas/Fogging dan pengabutan dingin/ULV
Sasaran jentik dengan menggunakan larvasida : golongan
Organophospat (Temephos).
b. Biologi
Pengendalian vektor dengan biologi menggunakan agent biologi seperti
predator/pemangsa, parasit, bakteri, sebagai musuh alami stadium pra
dewasa vektor Jenis predator yang digunakan adalah Ikan pemakan jentik
(cupang, tampalo, gabus, guppy, dll), sedangkan larva Capung,
Toxorrhyncites, Mesocyclops dapat juga berperan sebagai predator walau
bukan sebagai metode yang lazim untuk pengendalian vektor .

Jenis pengendalian vektor biologi :


Parasit : Romanomermes iyengeri
Bakteri : Baccilus thuringiensis israelensis
Golongan insektisida biologi untuk pengendalian vektor (Insect
Growth Regulator/IGR dan Bacillus Thuringiensis Israelensis/BTi),
ditujukan untuk stadium pra dewasa yang diaplikasikan kedalam
habitat perkembangbiakan vektor.
Insect Growth Regulators (IGRs) mampu menghalangi pertumbuhan
nyamuk di masa pra dewasa dengan cara merintangi/menghambat
proses chitin synthesis selama masa jentik berganti kulit atau
mengacaukan proses perubahan pupae dan nyamuk dewasa. IGRs

Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 37
memiliki tingkat racun yang sangat rendah terhadap mamalia (nilai
LD50 untuk keracunan akut pada methoprene adalah 34.600 mg/kg ).
Bacillus thruringiensis (BTi) sebagai pembunuh jentik nyamuk/larvasida
yang tidak menggangu lingkungan. BTi terbukti aman bagi manusia bila
digunakan dalam air minum pada dosis normal. Keunggulan BTi adalah
menghancurkan jentik nyamuk tanpa menyerang predator entomophagus
dan spesies lain. Formula BTi cenderung secara cepat mengendap di
dasar wadah, karena itu dianjurkan pemakaian yang berulang kali.
Racunnya tidak tahan sinar dan rusak oleh sinar matahari.

c. Manajemen lingkungan
Lingkungan fisik seperti tipe pemukiman, sarana-prasarana
penyediaan air, vegetasi dan musim sangat berpengaruh terhadap
tersedianya habitat perkembangbiakan dan pertumbuhan vektor.
Nyamuk Aedes sp sebagai nyamuk pemukiman mempunyai habitat
utama di kontainer buatan yang berada di daerah pemukiman.
Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan
sehingga tidak kondusif sebagai habitat perkembangbiakan atau
dikenal sebagai source reduction seperti 3M plus (menguras, menutup
dan mengubur, dan plus: menyemprot, memelihara ikan predator,
menabur larvasida dll); dan menghambat pertumbuhan vektor
(menjaga kebersihan lingkungan rumah, mengurangi tempat-tempat
yang gelap dan lembab di lingkungan rumah dll)

d. Pemberantasan Sarang Nyamuk / PSN


Pengendalian Vektor yang paling efisien dan efektif adalah dengan
memutus rantai penularan melalui pemberantasan jentik. Pelaksanaannya
di masyarakat dilakukan melalui upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk
Demam Berdarah Dengue PSN dalam bentuk kegiatan 3 M plus. Untuk
mendapatkan hasil yang diharapkan, kegiatan 3 M Plus ini harus
dilakukan secara serempak dan terus menerus/berkesinambungan.
Tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku yang sangat beragam sering
menghambat suksesnya gerakan ini. Untuk itu sosialisasi kepada
masyarakat/individu untuk melakukan kegiatan ini secara rutin serta
penguatan peran tokoh masyarakat untuk mau secara terus menerus

38 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
menggerakkan masyarakat harus dilakukan melalui kegiatan
promosi kesehatan, penyuluhan di media masa, serta reward bagi
yang berhasil melaksanakannya.
1). Tujuan
Mengendalikan populasi nyamuk Aedes sp, sehingga penularan
penyakit Demam Chikungunya dapat dicegah atau dikurangi.

2). Sasaran
Semua tempat perkembangbiakan nyamuk penular penyakit demam
Chikungunya :
Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari
Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari
(non-TPA)
Tempat penampungan air alamiah
3). Ukuran keberhasilan
Keberhasilan kegiatan PSN antara lain dapat diukur dengan Angka
Bebas Jentik (ABJ), apabila ABJ lebih atau sama dengan 95%
diharapkan penularan Chikungunya dapat dicegah.

4). Cara PSN


PSN dilakukan dengan cara 3M-Plus, 3M yang dimaksud yaitu:
Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air,
seperti bak mandi/wc, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1).
Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti
gentong air/tempayan, dan lain-lain (M2).
Memanfaatkan atau mendaur ulang barang-barang bekas
yang dapat menampung air hujan (M3).
Selain itu ditambah (plus) dengan cara lainnya, seperti:
Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau
tempat-tempat lainnya yang sejenis seminggu sekali.
Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak
Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon, dan
lain-lain (dengan tanah, dan lain-lain)

Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 39
Menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat-tempat
yang sulit dikuras atau di daerah yang sulit air
Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak
penampungan air
Memasang kawat kasa
Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar
Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai
Menggunakan kelambu
Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk
Cara-cara spesifik lainnya di masing-masing daerah.
Keseluruhan cara tersebut diatas dikenal dengan istilah dengan 3M-
Plus.
5). Pelaksanaan
a). Di rumah
Dilaksanakan oleh anggota
keluarga. b). Tempat tempat umum
Dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk oleh pimpinan atau
pengelola tempat tempat umum.
e. Pengendalian Vektor Terpadu (Integrated Vektor Management)
IVM merupakan konsep pengendalian vektor yang diusulkan oleh
WHO untuk mengefektifkan berbagai kegiatan pemberantasan vektor
oleh berbagai institusi. IVM dalam pengendalian vektor Chikungunya
saat ini lebih difokuskan pada peningkatan peran serta sektor lain
melalui kegiatan Pokjanal, Kegiatan PSN anak sekolah dll.

2. Kegiatan Pengendalian Vektor Chikungunya


a. Kegiatan pengendalian vektor sesuai dengan tingkat administrasi
Kegiatan Pengendalian Vektor memberikan beban yang berbeda
disetiap level administratif yaitu :

40 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
1). Pusat
Sesuai dengan Tupoksi Pusat, maka Kegiatan Pengendalian
Vektor (PV) lebih diutamakan pada kegiatan penetapan kebijakan
Pengendalian Vektor, Penyusunan standarisasi, modul juklak
juknis, Monitoring dan evaluasi Pengendalian Vektor Nasional,
serta Bimbingan teknis Pengendalian Vektor Nasional.

2). Provinsi
Di Tingkat Propinsi, kegiatan Pengendalian Vektor adalah :
pelaksanaan kebijakan Nasional Pengendalian Vektor,
merencanakan kebutuhan alat, bahan dan operasional PV,
Monev PV, Bintek PV ke kabupaten.
3). Kabupaten
Otonomi daerah memberikan peran yang lebih luas kepada
Kabupaten untuk secara aktif dan mandiri melakukan kegiatan
PV di wilayahnya sesuai dengan kondisi spesifik lokal daerah.
Untuk itu selain melaksanakan juklak/juknis dan pedoman,
merupakan tugas kabupaten untuk merencanakan dan
mengadakan alat, bahan operasional PV, Monev kegiatan PV ,
Bintek kegiatan PV di Puskesmas.
4). Puskesmas
Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan
bertugas menjaga kesinambungan kegiatan PV oleh
masyarakat di wilayahnya, menggerakkan peran serta
masyarakat melalui kader, tokoh masyarakat, serta melakukan
kegiatan PV secara langsung di masyarakat.
b. Operasional Pengendalian Vektor
1). Pengabutan (fogging/ULV)
Pelaksana : Petugas dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas
dan tenaga lain yang telah dilatih.
Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit
Sasaran : Rumah dan tempat-tempat umum
Insektisida : Sesuai dengan dosis

Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 41
Alat : Mesin fog atau ULV

Cara : Pengasapan/ULV dilaksanakan 2 siklus dengan interval


satu minggu (petunjuk fogging terlampir)

2). Pemberantasan sarang nyamuk


Pelaksana : Masyarakat di lingkungan masing-masing
Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit dan wilayah sekitarnya
dan merupakan satu kesatuan epidemiologis
Sasaran : Semua tempat potensial bagi perindukkan nyamuk :
tempat penampungan air,barang bekas ( botol , pecahan
gelas,ban bekas, dll) lubang pohon/tiang pagar/pelepah
pisang, tempat minum burung, alas pot, dispenser, tempat
penampungan air di bawah kulkas, dibelakang kulkas dsb,
di rumah/bangunan dan tempat umum.
Cara : Melakukan kegiatan 3 M plus. (disesuaikan dengan lokal
spesifik daerah terjangkit).
Contoh :
- Untuk daerah sulit air PSNnya tidak menguras, tetapi
larvasidasi, ikanisasi, dll).
- Untuk daerah tandus tidak mengubur namun diamankan
agar tidak menjadi tempat penampungan air.
- Untuk daerah mudah mendapatkan air menguras dengan
sikat dan sabun
- PLUS: membakar obat nyamuk, menggunakan repelen,
kelambu, menanam pohon sereh, zodia, lavender,geranium,
pasang, obat nyamuk semprot, pasang kasa dll.
3). Larvasidasi
Pelaksana : Tenaga dari masyarakat dengan bimbingan petugas
puskesmas/dinas kesehatan kabupaten/kota
Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit
Sasaran : Tempat penampungan air (TPA) di rumah dan tempat-
tempat umum
42 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
Insektisida : Sesuai dengan dosis. Disesuaikan dengan sirkulasi
pemakaian insektisida instruksi Dirjen PP dan PL
Cara : Larvasidasi dilaksanakan diseluruh wilayah KLB

C. PENANGGULANGAN KASUS
1. Penanggulangan fokus (PF)
a. Pengertian :
adalah kegiatan Pemberantasan nyamuk penular Chikungunya yg
dilaksanakan dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk
Chikungunya, larvasidasi, penyuluhan, dan pengabutan panas
(termal fog)/ pengabutan dingin (Ultra Low Volume / ULV)
menggunakan insektisida.
b. Tujuan
Untuk membatasi penularan Demam Chikungunya dan mencegah
terjadinya KLB meluas ke lokasi lainnya. Kegiatan dilakukan di
tempat tinggal penderita Demam Chikungunya dan rumah /
bangunan sekitar dan tempat-tempat umum yang berpotensi
menjadi tempat penularan Chikungunya lebih lanjut.
c. Kriteria PF
Bila pada hasil PE ditemukan penderita Chikungunya lainnya disekitar
kasus pertama, dengan melakukan PSN masal dan fogging.
d. Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan
1). Petugas Puskesmas setelah menerima laporan adanya kasus
segera mencatat di buku harian dan mempersiapkan peralatan
untuk melaksanakan kegiatan penyelidikan epidemiologi (PE).
2). Petugas segera melapor ke Lurah dan Ketua RT/RW setempat
bahwa di wilayahnya ada penderita/tersangka Chikungunya
dan akan dilaksanakan langkah-langkah penanggulangan KLB.
3). Dalam melaksanakan kegiatan sebaiknya didampingi oleh
Ketua RT/ Kader/Bidan desa atau tokoh masyarakat lainnya.
4). Petugas melakukan wawancara dengan keluarga penderita untuk
mengetahui ada/tidaknya penderita demam disertai nyeri sendi

Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 43
lainnya saat itu dan dalam kurun waktu 1 minggu sebelumnya.
Jika ditemukan penderita lainnya yang demam disertai nyeri
sendi tanpa sebab yang jelas, kemudian dilakukan pemeriksaan
terhadap tanda-tanda dari Chikungunya.
5). Melakukan pemeriksaan jentik pada tempat penampungan air
(TPA) serta benda-benda lainnya yang dapat menampung air
baik di dalam maupun di luar rumah. Hasilnya kemudian dicatat
dalam Laporan PE.
6). Hasil PE dilaporkan kepada Kepala Puskesmas dan
selanjutnya Kepala Puskesmas melaporkan hasil dan rencana
penanggulangan kepada Lurah dan Camat.
7). Hasil positif : jika ditemukan 1 penderita/tersangka Chikungunya
lainnya dan ditemukan jentik (house index) lebih dari 5%.
8). Hasil negatif : jika tidak ditemukan penderita/tersangka
Chikungunya lainnya dan house index < 5%, atau dapat
dikatakan kemungkinan sumber penularan dari tempat lain.
9). Secara operasional sebaiknya dilakukan pengambilan sampel darah
5-10 orang untuk memastikan diagnosa.
10).Untuk memutuskan rantai penularan maka dilakukan:
Penyuluhan intensif
Penggerakan masyarakat untuk melakukan gerakan PSN 3M Plus
Larvasidasi massal, yaitu penapuran bubuk larvasida secara
serentak di seluruh wilayah/daerah tertentu disemua tempat
penampungan air baik terdapat jentik maupun tidak ada
jentik di seluruh bangunan/rumah, termasuk sekolah, tempat
ibadah dan kantor.
Fogging fokus 2 siklus dengan interval 1 minggu.
Kegiatan penanggulangan tersebut diatas harus dilakukan segera
secara bersamaan, sambil menunggu hasil pemeriksaan
laboratorium serologis untuk memastikan etiologinya.

44 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
e. Bagan Penyelidikan Epidemiologi

Bagan Penanggulangan Fokus


(Penanggulangan Penderita Chikungunyadi Lapangan)

Ditemukan 1 atau lebih penderita/tersangka Chikungunya lainnya dan


ditemukan jentik (house index) lebih dari 5%.

Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 45
BAB VI
LAMPIRAN

1. Form Penyelidikan Epidemiologis ( PE)

2. Form Pemantauan Jentik Berkala ( PJB )

46 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
Form PE
FORMULIR PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGIS (PE)

Nama penderita : ............


Nama KK : ............
Alamat : ............
RT:... RW : .............. TELP:.......................................
Kelurahan/Desa : ...............................................................................................
Kecamatan : ...............................................................................................
Kabupaten/ Kota : ...............................................................................................

Tabel Pemantauan Di Sekitar Rumah Penderita (Radius 100 meter)


Pemeriksaan Penderita Demam/ Tersangka Demam Chikungunya Pemeriksaan

No. Nama
Ruam / Jentik (+/-)
KK Nama Umur Demam bercak Nyeri Hasil RDT Kesimpulan
Penderita kemerahan sendi (*)
di kulit

( *) Kasus Tersangka (suspek)/ Kasus Probabel atau Kasus Konfirm

Kesimpulan:

- Perlu pengasapan (fogging)


Ya ** Tidak

**) Ya : Jika ada penderita Kasus Konfirm Demam Chik lainnya (Min 1 kasus) atau
Ada Kasus Tersangka/Probabel ( 3 kasus), dan ada jentik (5%)

Mengetahui ., ........................20 .....

Kepala Puskesmas, Petugas pelaksana


(................................. ) (.............................................. )

Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 47
Form PJB
FORMULIR PEMANTAUAN JENTIK BERKALA

REKAPITULASI HASIL PEMANTAUAN JENTIK


KECAMATAN/WILAYAH KERJA PUSKESMAS :
KABUPATEN/KOTA: ..........................................................................................

No. Tanggal Desa/Kelurahan Jumlah Jumlah ABJ*


pemeriksaan yang diperiksa rumah/bangunan rumah/bangunan
jentik yang diperiksa yang positif jentik desa/
kelura
han
(%)

* ABJ (Angka Bebas Jentik) = Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan (bebas) jentik
dibagi jumlah rumah/ bangunan yang diperiksa, dikalikan 100%.

..................., ........................20...
Kepala Puskesmas........................

(.......................................................)

48 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
KEPUSTAKAAN
Depkes RI. 2003. Buku Pencegahan Dan Penanggulangan Demam
Dengue dan Demam Berdarah Dengue (Terjemahan WHO
Regional Publication SEARO No.29). Jakarta
Depkes RI. 2005. Buku Pencegahan Dan Pemberantasan CHIKUNGUNYA;
Subdit Arbovirosis, Dit PPBB, Ditjen PP&PL. Jakarta.

Depkes RI. 2004. Buku Modul Entomologi, Subdit. Pengendalian Vektor.


Jakarta.
Depkes RI. 2007 a. Buku Pedoman Jumantik, Subdit. Arbovirosis. Jakarta.

Depkes RI. 2007 b. Buku Pedoman Survei Entomologi Demam


Berdarah Dengue,Dit PPBB, Ditjen PP & PL. Jakarta.
Depkes, 2007 c. Pedoman Pengendalian Chikungunya. Ditjen PP dan
PL, Depkes.
Direktorat Jenderal PP dan PL. Modul Pengendalian Demam Berdarah
Dengue. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011.
Direktorat Jenderal PP dan PL, 2010. Peraturan Menteri kesehatan R.I
No. 1501/Menkes/Per/X/2010 Tentang Jenis Penyakit Menular tertentu
Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011.

Kemenkes. 2010. Permenkes nomor : 374/Menkes/Per/III/2010


tentang Pengendalian Vektor. Jakarta
PAHO/CDC, 2011. Preparedness and Response for Chikungunya
Virus; Introduction in the Americas. PAHO/CDC
SEARO, 2009. Guidelines for Prevention and Control of Chikungunya
Fever. WHO-SEARO 2009.

Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 49
ISBN 978-602-235-152-8

Anda mungkin juga menyukai