588
52 Ind
P
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 1
Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI
614. 588 52
Ind Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat
P Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan
Pedoman Pengendalian demam chikungunya,..
ISBN 978-602-235-152-8
1. Judul I. DENGUE
2 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
614. 588
52 Ind
P
Pedoman Pengendalian
Demam Chikungunya
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - i
Kata Sambutan
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, SpP (K)
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT atas terbitnya buku
Pedoman Pengendaliaan Demam Chikungunya untuk melengkapi
atau menyempurnakan edisi sebelumnya ( tahun 2007 )
ii - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
Pedoman Pengendaliaan Demam Chikungunya ini di harapkan dapat
menjadi bahan pembelajaran dan pelatihan bagi seluruh SDM kesehatan
di daerah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam
pengendalian Demam Chikungunya.
Pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam penyusunan buku ini.Kritik,saran serta masukan
sangat kami harapkan guna perbaikan di masa yang akan datang.
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - iii
Kata Pengantar
dr. Rita Kusriastuti, MSc
iv - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
Demam Chikungunya ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypty dan Aedes
Albopictus seperti halnya vector penular Demam Berdarah Dengue (DBD).
Banyaknya Tempat perindukan nyamuk sering berhubungan dengan
peningkatan kejadian Demam Chikungunya. Oleh karena itu penanggulangan
vector penyakit Demam Chikungunya sama dengan upaya pengendalian
vector DBD yaitu PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) baik secara fisik
(3M), kimiawi (temephos) Maupun biologis (ikan pemakan jentik).
Pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
Telah berkontribusi dalam penyusunan buku ini. Kritik, saran serta masukan
sangat Kami harapkan guna perbaikan dimasa yang akan datang.
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - v
Daftar Isi
KATA SAMBUTAN........................................................................................ii
KATA PENGANTAR....................................................................................iv
DAFTAR ISI.....................................................................................................vi
TIM PENYUSUN........................................................................................viii
BAB I : PENDAHULUAN...........................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................1
B. Tujuan.......................................................................................................2
C. Strategi....................................................................................................2
D. Sasaran.................................................................................................. 3
E. Ruang Lingkup.......................................................................................3
BAB II : EPIDEMIOLOGI...........................................................................4
A. Besaran Masalah.................................................................................. 4
B. Etiologi.................................................................................................... 5
C. Vektor Penular Chikungunya................................................................5
D. Faktor Resiko.........................................................................................8
E. Mekanisme Penularan..........................................................................9
BAB IV : TATALAKSANA.........................................................................13
A. Definisi Kasus......................................................................................13
B. Masa Inkubasi......................................................................................14
vi - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
C. Kepekaan dan Kekebalan.................................................................14
D. Gejala Klinis.........................................................................................15
E. Diagnosis Banding..............................................................................17
F. Pemeriksaan Laboratorium................................................................17
G. Cara Pengambilan Spesimen...........................................................20
H. Terapi.....................................................................................................22
I. Prognosis...............................................................................................23
J. Komplikasi..............................................................................................23
BAB VI : LAMPIRAN.................................................................................46
KEPUSTAKAAN..........................................................................................49
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - vii
Tim Penyusun
Pelindung :
Direktur Jenderal PP dan PL :
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, SpP (K), MARS, DTM&H, DTCE
Penasehat :
Direktur PPBB :
dr. Rita Kusriastuti, MSc
Penanggungjawab :
Kasubdit Pengendalian Arbovirosis :
Ketua :
dr. Darmawali Handoko, MEpid
Anggota :
1. drh. Endang Burni Prasetyowati, MKes
2. dr. Iriani Samad
3. dr. Galuh Budhi Leksono Adhi
4. dr. Sri Hartoyo
5. dr. Dauries Ariyanti
6. Rohani Simanjuntak, SKM, MKM
7. Erliana Setiani, SKM, MPH
8. Subahagio, SKM
viii - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
Mitra Bestari :
1. dr. Bangkit Hutajulu, MScPH
2. Subangkit, S.Si, M.Biomed
3. drg. Ramadura, MPHM
4. Rosmaniar, SKep, Mkes
5. Sigit Darmanto, SKM, MEpid
6. Sri Murniati
7. Wahyuni
Penyunting :
1. drh. Endang Burni Prasetyowati, MKes
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - ix
x - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di negara berkembang seperti Indonesia, angka kematian penyakit menular
cukup tinggi dan prevalensinya meningkat karena banyak dipengaruhi faktor
lingkungan dan perilaku hidup masyarakat. Terlebih lagi dalam kondisi sosial
ekonomi yang memburuk, tentunya kejadian kasus penyakit menular memerlukan
penanganan yang lebih serius, profesional, dan bermutu.
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 1
Secara epidemiologis, saat ini hampir seluruh wilayah di Indonesia
berpotensial untuk timbulnya KLB Chikungunya.
Penyakit Chikungunya ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes
albopictus seperti halnya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang cara
penanggulangannya telah dikenal oleh masyarakat secara luas. Penanggulangan
secara lintas program dan lintas sektor telah dilaksanakan secara rutin dan
berkesinambungan, sehingga cara penanggulangan penyakit Chikungunya bukan
merupakan sesuatu hal yang sangat khusus, namun dapat dilakukan secara
bersamaan dengan upaya pengendalian penyakit DBD. Berdasarkan hal tersebut,
pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan menyusun suatu kebijakan yaitu
Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya sebagai landasan dan acuan bagi
seluruh masyarakat dan SDM Kesehatan pada khususnya.
B. Tujuan
Tujuan dari Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya ini adalah
sebagai landasan dan acuan bagi seluruh masyarakat dan SDM
Kesehatan dalam melaksanakan kegiatan pengendalian Demam
Chikungunya sesuai dengan standar atau prosedur yang telah ditetapkan.
C. Strategi
Strategi utama pengendalian Demam Chikungunya adalah:
1. Menggerakan dan memberdayakan masyarakat dalam
pencegahan dan penanggulangan Demam Chikungunya
2. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan yang berkualitas
2 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
D. Sasaran
Seluruh lapisan masyarakat
SDM Kesehatan
Stakeholders/ pemangku kepentingan terkait
E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pedoman ini meliputi :
Epidemiologi Demam Chikungunya
Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat
Tatalaksana penderita
Surveilans dan penanggulangan kasus
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 3
BAB II
EPIDEMIOLOGI
A. Besaran Masalah
1. Sejarah dan Penyebaran Penyakit
Dari sejarah diduga KLB Chikungunya pernah terjadi pada tahun 1779
di Batavia dan Kairo; 1823 di Zanzibar; 1824 di India; 1870 di Zanzibar;
1871 di India; 1901 di Hongkong, Burma, dan Madras; 1923 di Calcuta.
Pada tahun 1928 di Cuba pertama kali digunakan istilah dengue, ini
dapat diartikan bahwa infeksi Chikungunya sangat mirip dengan Dengue.
Istilah Chikungunya berasal dari bahasa suku Swahili yang berarti Orang
yang jalannya membungkuk dan menekuk lututnya, suku ini bermukim di
dataran tinggi Makonde Provinsi Newala, Tanzania (yang sebelumnya
bernama Tanganyika). Istilah Chikungunya juga digunakan untuk menamai
virus yang pertama kali diisolasi dari serum darah penderita penyakit tersebut
pada tahun 1953 saat terjadi KLB di negara tersebut. Pada demam
Chikungunya adanya gejala khas dan dominan yaitu nyeri sendi.
Dari tahun 1952 sampai kini virus telah tersebar luas di daerah Afrika
dan menyebar ke Amerika dan Asia. Virus Chikungunya menjadi endemis
di wilayah Asia Tenggara sejak tahun 1954. Pada akhir tahun 1950 dan
1960 virus berkembang di Thailand, Kamboja, Vietnam, Manila dan
Burma. Tahun 1965 terjadi KLB di Srilanka.
4 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
Pada tahun 2002 banyak daerah melaporkan terjadinya KLB Chikungunya
seperti Palembang, Semarang, Indramayu, Manado, DKI Jakarta , Banten, Jawa
Timur dan lain-lain. Pada tahun 2003 KLB Chikungunya terjadi di beberapa
wilayah di pulau Jawa, NTB, Kalimantan Tengah. Tahun 2006 dan 2007 terjadi KLB
di Provinsi Jawa Barat dan Sumatera Selatan. Dari tahun 2007 sampai tahun 2012
di Indonesia terjadi KLB Chikungunya pada beberapa provinsi dengan 149.526
kasus tanpa kematian.
B. Etiologi
Virus Chikungunya adalah Arthopod borne virus yang ditransmisikan
oleh beberapa spesies nyamuk. Hasil uji Hemaglutinasi Inhibisi dan uji
Komplemen Fiksasi, virus ini termasuk genus alphavirus ( Group A
Arthropod-borne viruses) dan famili Togaviridae. Sedangkan DBD
disebabkan oleh Group B arthrophod-borne viruses (flavivirus).
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 5
Gambar 2.1. Siklus hidup nyamuk Aedes spp
1. Habitat Perkembangbiakan
Habitat perkembangbiakan Aedes sp. ialah tempat-tempat yang dapat
menampung air di dalam, di luar atau sekitar rumah serta tempat-tempat
umum. Habitat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1) Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti:
drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.
2) Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari
seperti: tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut, bak
kontrol pembuangan air, tempat pembuangan air kulkas/dispenser,
barang-barang bekas (contoh : ban, kaleng, botol, plastik, dll).
3) Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang
batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan
potongan bambu dan tempurung coklat/karet, dll.
6 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
sehingga nyamuk mampu terbang mencari makanan. Nyamuk Aedes sp
jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan
hidupnya sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih
menyukai darah manusia daripada hewan (bersifat antropofilik). Darah
diperlukan untuk pematangan sel telur, agar dapat menetas. Waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk
mengisap darah sampai telur dikeluarkan, waktunya bervariasi antara 3-4
hari. Jangka waktu tersebut disebut dengan siklus gonotropik.
Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan
meletakkan telurnya di atas permukaan air, kemudian telur menepi dan melekat
pada dinding-dinding habitat perkembangbiakannya. Pada umumnya telur akan
menetas menjadi jentik/larva dalam waktu 2 hari. Setiap kali bertelur nyamuk
betina dapat menghasilkan telur sebanyak 100 butir. Telur itu di tempat yang
kering (tanpa air) dapat bertahan 6 bulan, jika tempat-tempat tersebut kemudian
tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas
lebih
cepat. Gambar 2. 2. Siklus gono
tropik
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 7
3. Penyebaran
Kemampuan terbang nyamuk Aedes spp betina rata-rata 40 meter,
namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat
berpindah lebih jauh. Aedes spp tersebar luas di daerah tropis dan sub-
tropis, di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah maupun di
tempat umum. Nyamuk Aedes spp dapat hidup dan berkembang biak
sampai ketinggian daerah 1.000 m dpl. Pada ketinggian diatas 1.000 m
dpl, suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan nyamuk
berkembangbiak.
4. Variasi Musiman
Pada musim hujan populasi Aedes sp akan meningkat karena telur-telur
yang tadinya belum sempat menetas akan menetas ketika habitat
perkembangbiakannya (TPA bukan keperluan sehari-hari dan alamiah) mulai
terisi air hujan. Kondisi tersebut akan meningkatkan populasi nyamuk sehingga
dapat menyebabkan peningkatan penularan penyakit Demam Chikungunya.
D. Faktor Resiko
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan dalam penularan
penyakit
Chikungunya, yaitu: manusia, virus dan vektor perantara.
Beberapa faktor penyebab timbulnya KLB demam Chikungunya adalah:
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 9
BAB III
PROMOSI KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
Promosi kesehatan diharapkan dapat melaksanakan strategi yang bersifat
paripurna (komprehensif), khususnya dalam menciptakan perilaku baru
(perubahan perilaku). Dalam upaya pengendalian Demam Chikungunya
strategi promosi kesehatan yang harus dilakukan adalah (1) Pemberdayaan
masyarakat, (2) Pembinaan suasana lingkungan sosialnya, dan (3) Advokasi
kesehatan kepada pihak-pihak yang dapat mendukung terlaksananya kegiatan
pengendalian Demam Chikungunya. Untuk mendukung dan menanggulangi
masalah kesehatan diperlukan kemitraan dengan melibatkan berbagai sektor
yaitu lembaga pemerintah, dunia usaha, media massa dan organisasi
masyarakat lainnya dalam upaya menanggulangi masalah kesehatan.
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 11
Gerakan PSN yang terkoordinir. Dengan metode meliputi : promosi
individu, promosi kelompok, promosi massa
Gerakan pemberdayaan masyarakat juga merupakan cara untuk
menumbuhkembangkan norma yang membuat masyarakat mampu
untuk pengendalian Chikungunya secara mandiri. Strategi ini
tepatnya ditujukan pada sasaran primer agar berperan serta
secara aktif dalam pengendalian Chikungunya. Tujuan dari strategi
pemberdayaan adalah meningkatkan peran serta Individu,
keluarga dan masyarakat agar tahu, mampu dan mau, berperan
serta dalam pengendalian Demam Chikungunya.
Hasil yang diharapkan dari pemberdayaan masyarakat adalah :
- Tumbuhnya kepedulian masyarakat dalam pengendalian
Demam Chikungunya
- Meningkatnya peran aktif masyarakat dalam pengendalian
Demam Chikungunya
Mengingat sampai saat ini belum ada obat dan vaksin terhadap
penyakit ini, maka upaya pencegahan dititikberatkan pada
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan membasmi jentik nyamuk
penular di sekitar tempat tinggal melalui gerakan PSN 3M Plus.
12 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
BAB IV
TATALAKSANA KASUS
A. Definisi Kasus
Demam Chikungunya adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
Chikungunya (CHIKV) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk (Arthropod borne
virus/ mosquito-borne virus). Virus Chikungunya termasuk genus Alphavirus, famili
Togaviridae.
Diagnosis kasus Demam Chikungunya ditegakkan berdasarkan
kriteria sebagai berikut: (Modifikasi Klasifikasi WHO SEARO,2009)
Kriteria Klinis: Demam mendadak > 38,5C dan nyeri persendian
hebat (severe athralgia) dan atau dapat disertai ruam (rash).
Kriteria Epidemiologis: Bertempat tinggal atau pernah berkunjung
ke wilayah yang sedang terjangkit Chikungunya dengan sekurang-
kurangnya 1 kasus positif RDT/ pemeriksaan serologi lainnya, dalam
kurun waktu 15 hari sebelum timbulnya gejala (onset of symptoms)
Kriteria Laboratoris: sekurang-kurangnya salah satu diantara
pemeriksaan berikut:
Isolasi virus
Terdeteksinya RNA virus dengan RT-PCR
Terdeteksinya antibodi IgM spesifik virus Chik pada sampel serum
Peningkatan 4 kali lipat (four-fold) titer IgG pada pasangan sampel
yang diambil pada fase akut dan fase konvalesen (interval
sekurang-kurangnya 2-3 minggu)
Berdasarkan kriteria di atas, Diagnosis Demam Chikungunya
digolongkan dalam 3 kategori yaitu:
1. KASUS TERSANGKA (Suspected case/ Possible case)
Penderita dengan kriteria klinis.
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 13
2. KASUS PROBABEL (Probable case)
Penderita dengan kriteria klinis + kriteria epidemiologis
3. KASUS KONFIRM (Confirmed case)
Penderita dengan kriteria laboratoris.
B. Masa Inkubasi
Masa inkubasi terdiri dari masa inkubasi intrinsik dan ekstrinsik. Masa
inkubasi intrinsik adalah periode sejak seseorang terinfeksi virus Chik
sampai timbulnya gejala klinis, sedangkan masa inkubasi ekstrinsik adalah
periode sejak nyamuk terinfeksi virus Chik sampai virus tersebut dapat
menginfeksi orang lainnya melalui gigitan nyamuk tersebut.
Masa inkubasi intrinsik Chikungunya rata-rata antara 3-7 hari (range 1-12
hari), sedangkan masa inkubasi ekstrinsik berkisar 10 hari. (WHO PAHO, 2011).
14 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
PAHO, 2011). Sampai saat ini hanya diketahui satu serotipe Chikungunya.
Terjadinya serangan kedua belum diketahui dengan pasti.
D. Gejala Klinis
1. Demam
Pada fase akut selama 2-3 hari selanjutnya dilanjutkan dengan penurunan
suhu tubuh selama 1-2 hari kemudian naik lagi membentuk kurva Sadle
back fever (Bifasik). Bisa disertai menggigil dan muka kemerahan
(flushed face). Pada beberapa penderita mengeluh nyeri di belakang bola
mata dan bisa terlihat mata kemerahan (conjunctival injection).
2. Sakit persendian
Nyeri persendian ini sering merupakan keluhan yang pertama muncul
sebelum timbul demam. Nyeri sendi dapat ringan (arthralgia) sampai
berat menyerupai artritis rheumathoid, terutama di sendi sendi
pergelangan kaki (dapat juga nyeri sendi tangan) sering dikeluhkan
penderita. Nyeri sendi ini merupakan gejala paling dominan, pada
kasus berat terdapat tanda-tanda radang sendi, yaitu kemerahan,
kaku, dan bengkak. Sendi yang sering dikeluhkan adalah pergelangan
kaki, pergelangan tangan, siku, jari, lutut, dan pinggul.
6. Manifestasi perdarahan
Tidak ditemukan perdarahan pada saat awal perjalanan penyakit
walaupun pernah dilaporkan di India terjadi perdarahan gusi pada
5 anak dari 70 anak yang diobservasi.
16 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
7. Gejala lain
Gejala lain yang kadang-kadang dapat timbul adalah kolaps
pembuluh darah kapiler dan pembesaran kelenjar getah bening.
E. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding penyakit Chikungunya yang paling mendekati
adalah Demam Dengue atau Demam Berdarah Dengue
Parameter Laboratorium
1. Leukopenia Sering Jarang
2. Trombositopenia Jarang Sering
F. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Untuk memastikan diagnosis perlu pemeriksaan laboratorium yang dapat
dilakukan dengan beberapa metode yaitu: Isolasi virus dari inokulasi serum
fase akut, pemeriksaan serologis dengan cara ELISA, pemeriksaan IgG dan
IgM dengan metode Immuno Fluorescent Assay (IFA), pemeriksaan materi
genetik dengan Polymerase Chain Reaction (PCR), pemeriksaan antibodi
dengan uji Hemaglutinasi Inhibisi (H.I Test) menggunakan serum diambil pada
masa akut ( hari ke 5 mulai demam ) dan serum konvalesen pada minggu ke 2
sesudah demam serta sequencing.
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 17
1. Isolasi Virus
Isolasi virus chikungunya didasarkan pada inokulasi spesimen biologis
dari nyamuk atau dari manusia (serum) secara invitro dengan
menggunakan kultur jaringan sel vero, BHK-21, HeLa sel dan sel
C6/36. Isolasi virus juga dapat dilakukan secara in vivo dengan
menggunakan anak mencit yang masih menyusui (suckling mice).
Jenis untuk isolasi virus chikungunya adalah serum pada masa akut 0-6
hari, tetapi ada beberapa literatur menyebutkan bisa sampai 8 hari.
Spesimen yang berasal dari nyamuk juga dapat digunakan untuk bahan
isolasi virus. Semua spesimen biologis untuk isolasi virus harus diproses
secepatnya, bila memang perlu ditunda maksimal penundaan
o
adalah 48 jam dengan disimpan pada suhu 2-8 C
2. Deteksi Viral RNA
Deteksi viral RNA virus chikungunya dapat dilakukan pada saat akut
penderita (<8 hari). Deteksi viral RNA juga dapat menggunakan spesimen
biologis dari nyamuk (vektor). Deteksi viral RNA didasarkan pada gen
NSP1 atau E16 saat ini telah dikembangkan berbagai macam teknik
deteksi viral RNA virus chikungunya yaitu secara RT-PCR (Reverse
Transcriptase-Polymerase Chain Reaction) dan Real Time PCR.
18 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
Gambar 4. 4. Timeline antibodi
Interpretasi:
1. Bila IgM (-) dan IgG (-) dengan gejala klinis jelas, pemeriksaan
diulang 10-14 hari kemudian.
Bila hasil pemeriksaan ulang IgM (+) IgG(-) berarti infeksi akut
primer
2. Bila IgM (-)IgG(+) dilakukan pemeriksaan ulang 10-14 hari
kemudian.
Bila hasil pemeriksaan ulang IgG (+) dengan kenaikan titer >4X
berarti infeksi sekunder.
3. Bila IgM (+) IgG(+) berarti sedang terjadi infeksi sekunder
Untuk saat ini untuk pemeriksaan konfirmasi diagnosis chikungunya
dapat dilakukan di Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(BALIT BANGKES), B/BTKL PP, RSPI Soelianti Saroso, Labkesda.
Metode yang digunakan adalah secara deteksi Antibodi (IgM dan atau
IgG), deteksi molekuler (RT-PCR) dan Isolasi virus jika diperlukan.
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 19
Untuk pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan :
1. Hematologi rutin
a. Pemeriksaan Kadar Hemoglobin.
Biasanya dijumpai Hb normal atau anemia bila ada perdarahan .
b. Pemeriksaan Trombosit
Dapat ditemukan Trombositopenia
c. Pemeriksaan Hematokrit
Ht normal atau meningkat bila dengan dehidrasi
d. Pemeriksaan Leukosit Leukopenia
atau juga leukositosis
e. Hitung Jenis Leukosit
Pada hitung jenis bisa dijumpai relatif limfositosis.
f. Pemeriksaan Laju Endap Darah
LED meningkat karena adanya infeksi
2. Kimia Klinik
Fungsi hati : SGOT, SGPT dan bilirubin total/direk yang bisa
meningkat bila dijumpai hepatomegali.
CK (Creatinin Kinase) yang meningkat karena adanya nyeri otot.
3. Serologis Chik: Rapid Diagnostic Test (RDT) terhadap anti-IgM
Chikungunya dapat dilakukan sebagai penapisan (screening) untuk
diagnosis chikungunya.
Pemilihan Rapid Diagnostik Test (RDT) juga harus memenuhi
persyaratan sensitifitas dan spesifisitas diatas 85% dengan uji lokal.
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 21
8. Pada bagian luar wadah pengiriman harus dituliskan alamat
pengirim dan penerima dengan jelas.
9. Sebelum mengirim sampel pasien, pengirim sebaiknya
memberitahukan kepada penerima sampel, dalam hal ini Bagian
Virologi Litbangkes, BLK, LABKESDA dan BTKL.
10.Jika diperlukan pemeriksaan lebih lanjut (sequensing) maka
spesimen dikirim ke Balitbangkes
H. TERAPI
Chikungunya merupakan self limiting disease, sampai saat ini
penyakit ini belum ada obat ataupun vaksinnya, pengobatan hanya bersifat
simtomatis dan suportif.
1. Simtomatis
Antipiretik : Parasetamol atau asetaminofen (untuk meredakan demam)
Analgetik : Ibuprofen, naproxen dan obat Anti-inflamasi Non Steroid
(AINS) lainnya (untuk meredakan nyeri persendian/athralgia/arthritis)
Catatan: Aspirin (Asam Asetil Salisilat) tidak dianjurkan karena
adanya resiko perdarahan pada sejumlah penderita dan resiko
timbulnya Reyes syndrome pada anak-anak dibawah 12 tahun.
2. Suportif
Tirah baring (bedrest), batasi pergerakkan
Minum banyak untuk mengganti kehilangan cairan tubuh akibat
muntah, keringat dan lain-lain.
Fisioterapi
3. Pencegahan penularan
Penggunaan kelambu selama masa viremia {sejak timbul gejala
(onset of illness) sampai 7 hari
22 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
I. PROGNOSIS
Penyakit ini bersifat self limiting disease, tidak pernah dilaporkan
adanya kematian. Keluhan sendi mungkin berlangsung lama. Brighton
meneliti pada 107 kasus infeksi Chikungunya, 87,9% sembuh sempurna,
3,7% mengalami kekakuan sendi atau mild discomfort, 2,8% mempunyai
persistent residual joint stiffness, tapi tidak nyeri, dan 5,6% mempunyai
keluhan sendi yang persistent, kaku dan sering mengalami efusi sendi.
J. KOMPLIKASI
Dalam literatur ilmiah belum pernah dilaporkan kematian, kasus neuroinvasif,
atau kasus perdarahan yang berhubungan dengan infeksi virus Chikungunya.
Pada kasus anak komplikasi dapat terjadi dalam bentuk : kolaps pembuluh darah,
renjatan, Miokarditis, Ensefalopati dsb, tapi jarang ditemukan.
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 23
BAB V
SURVEILANS DAN PENANGGULANGAN KASUS
A. SURVEILLANS
Surveilans Chikungunya adalah proses pengumpulan pengolahan
analisis dan interpretasi dan penyebarluasan informasi ke penyelenggara
program dan pihak / instansi terkait secara sistematis dan terus menerus
tentang situasi Chikungunya dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya
peningkatan dan penularan penyakit tersebut agar dapat dilakukan
tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien.
Surveilan Chikungunya meliputi survey kasus dan survey vektor yang
dapat dilakukan secara pasif dan aktif.
Tujuan surveillans Chikungunya, yaitu:
1. Menghasilkan informasi yang cepat dan akurat agar dapat disebarluaskan
sebagai dasar penanggulangan Chikungunya yang cepat dan tepat untuk
menyususun perencanaan yang sesuai dengan permasalahannya.
2. Mendapatkan distribusi penyakit Chikungunya menurut orang,
tempat, dan waktu.
3. Mendapatkan trend kasus Chikungunya
4. Melakukan pengamatan kewaspadaan dini SKD KLB dalam rangka
mencegah dan penanggulangan KLB secara dini.
Penetapan Kejadian Luar Biasa ( KLB ) Chikungunya merujuk pada
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501 Tahun 2010 tentang jenis Penyakit
menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah dan upaya penanggulanganya.
1. Surveillans Kasus
Surveillan kasus Chikungunya adalah kegiatan surveillans yang
dilakukan untuk menemukan kasus Chikungunya. Kegiatan ini dapat
dilakukan melalui dua cara, yaitu secara aktif maupun pasif.
24 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
a. Surveilans pasif
Yaitu penemuan kasus berdasarkan informasi dan laporan dari
sarana kesehatan (RS, puskesmas, klinik, laboratorium, KKP)
maupun dari masyarakat. Informasi data dapat diperoleh melalui :
a.1.Laporan mingguan sistem ewars
EWARS (Early Warning Alert and Respon System) melalui
tersangka Chikungunya dengan trias gejala utama yaitu
demam, nyeri sendi hebat dan ruam kemerahan di kulit (rash).
a.2. Laporan bulanan STP
Puskesmas / RS a.3. Laporan bulanan
program
a.4. Laporan Masyarakat
b. Surveillans aktif
Yaitu penemuan kasus yg diperoleh melalui kunjungan lapangan
untuk melakukan penegakan diagnosis secara epidemiologis
berdasarkan gambaran umum penyakit menular tertentu yang
dapat menimbulkan wabah yang selanjutnya diikuti dengan
pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium.
Kegiatan surveilans aktif penyakit Demam Chikungunya dapat dalam
bentuk kegiatan penyelidikan epidemiologi (PE) berdasarkan kasus
terlaporkan atau berdasarkan pertimbangan faktor resiko lainnya.
2. Surveillans Vektor
Surveillans vektor Chikungunya adalah kegiatan surveillans yang dilakukan
untuk mengetahui ada atau tidaknya penularan kasus setempat dalam kegiatan
penyelidikan epidemiologi (PE) dan untuk mengetahui tingkat kepadatan vektor
Chikungunya melalui kegiatan survey berdasarkan faktor resiko (iklim, tingkat
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 25
kepadatan vektor, mobilisasi masyarakat). Selain itu kegiatan ini dapat digunakan
sebagai evaluasi kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang dilakukan
oleh masyarakat melalui kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB).
a. permukiman penduduk,
b. tempat-tempat umum (sekolah, tempat ibadah, perkantoran dsb).
26 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
b. Wilayah yang pernah terjadi KLB Chikungunya.
c. Wilayah yang menjadi sasaran pengendalian vektor
Chikungunya secara kimiawi dan biologi.
2. Pelaksanaan Pengamatan
Pengamatan kepadatan populasi vektor Chikungunya dilakukan
mulai dari tingkat Puskesmas sampai Pusat, sebagai berikut :
a. Kader / PKK / Jumantik
Melakukan pemeriksaan jentik minimal 1 minggu sekali disetiap
rumah pada wilayah kerja jumantik. Sebaiknya dilakukan
bersamaan dengan pelaksaanaan PSN.
b. Petugas puskesmas
1) Monitoring secara berkala minimal 3 bulan sekali pada wilayah kerja
Puskesmas (PJB) dan dilakukan evaluasi pelaksaanaan PSN.
2) Pemeriksaan jentik berkala (PJB) juga dilakukan oleh masing-
masing puskesmas terutama di desa/kelurahan endemis (cross
check) pada tempat-tempat perkembang-biakan nyamuk Aedes
aegypti/albopictus dari 100 sampel rumah/bangunan yang dipilih
secara acak serta diulang untuk setiap siklus pemeriksaan.
3) Contoh cara memilih sampel 100 rumah/bangunan sebagai
berikut:
a) Dibuat daftar RW dan RT untuk tiap desa/kelurahan
b) Setiap RT diberi nomor urut
c) Dipilih sebanyak 10 RT sampel secara acak (misalnya
dengan cara systematic random sampling) dari seluruh
RT yang ada di wilayah desa/kelurahan
d) Dibuat daftar nama kepala keluarga (KK) atau nama TTU
dari masing-masing RT sampel atau yang telah terpilih.
e) Tiap KK/rumah/TTU diberi nomor urut, kemudian dipilih 10
KK/ rumah/TTU yang ada di tiap RT sampel secara acak
(misalnya dengan cara systematic random sampling).
c. Pengelola Program Arbovirosis di Dinkes Kab/Kota
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 27
Monitoring dan evaluasi PSN yang telah dilakukan oleh kader
jumantik dan Puskesmas secara berkala minimal 6 bulan sekali
d. Pengelola Program Arbovirosis di Dinkes Propinsi
Monitoring dan evaluasi PSN yang telah dilakukan oleh Dinkes
Kab/ Kota secara berkala minimal 3 bulan sekali, untuk Dinkes
Provinsi dan Pusat minimal 6 bulan sekali
Teknis Pengamatan
Beberapa teknis pengamatan terhadap telur, jentik, dan nyamuk
melalui beberapa metode survei sebagai berikut :
a. Survei telur
Survei ini dilakukan dengan cara memasang perangkap telur (ovitrap)
yang dinding sebelah dalamnya dicat hitam, kemudian diberi air
secukupnya. Ovitrap berbentuk tabung yang dapat dibuat dari
potongan bambu, kaleng dan gelas platik/kaca. Ovitrap diletakkan di
dalam dan di luar rumah atau tempat yang gelap dan lembab. Cara
kerja ovitrap adalah padel (berupa potongan bilah bambu atau kain
yang tenunannya kasar dan berwarna gelap) yang dimasukkan
kedalam tabung tersebut berfungsi sebagai tempat meletakkan telur
nyamuk. Setelah 1 minggu dilakukan pemeriksaan ada atau tidaknya
telur nyamuk di padel, kemudian dihitung ovitrap index.
28 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
Kepadatan populasi nyamuk :
Jumlah telur
= telur per ovitrap
Jumlah ovitrap yang digunakan
Gambar 5. 1. Contoh Ovitrap
b. Survei jentik
Survei jentik dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Memeriksa tempat penampungan air dan kontainer yang dapat
menjadi habitat perkembangbiakan nyamuk Aedes sp. di dalam
dan di luar rumah untuk mengetahui ada tidaknya jentik.
2) Jika pada penglihatan pertama tidak menemukan jentik, tunggu
kira-kira -1 menit untuk memastikan bahwa benar-benar tidak
ada jentik.
3) Gunakan senter untuk memeriksa jentik di tempat gelap atau
air keruh.
Metode survei jentik:
1) Single larva
Cara ini dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap
tempat genangan air yang ditemukan jentik untuk diidentifikasi
lebih lanjut.
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 29
2) Visual
Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya
jentik di setiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya.
Biasanya dalam program CHIKUNGUNYA mengunakan cara visual.
30 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
Indeks-indeks nyamuk yang digunakan:
1) Landing rate :
Jumlah Aedes aegypti betina tertangkap umpan orang
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 31
Untuk mengetahui rata-rata umur nyamuk, apakah merupakan
nyamuk-nyamuk baru (menetas) atau nyamuk-nyamuk yang sudah
tua digunakan indek parity rate.
Parity rate :
Jumlah nyamuk Aedes aegypti dengan ovarium parous
x 100%
Jumlah nyamuk yang diperiksa ovariumnya
Bila hasil survei entomologi suatu wilayah, parity rate-nya rendah berarti
populasi nyamuk-nyamuk di wilayah tersebut sebagian besar masih muda.
Sedangkan bila parity rate-nya tinggi menunjukkan bahwa keadaan dari
populasi nyamuk di wilayah itu sebagian besar sudah tua.
Untuk menghitung rata-rata umur suatu populasi nyamuk secara lebih
tepat dilakukan pembedahan ovarium dari nyamuk-nyamuk parous,
untuk menghitung jumlah dilatasi pada saluran telur (pedikulus).
Umur populasi nyamuk = rata-rata jumlah dilatasi x satu siklus
gonotropik Contoh:
Bila jumlah dilatasi nyamuk rata-rata 3 dan siklus gonotropiknya
4 hari, maka umur rata-rata nyamuk tersebut adalah: 3x4=12
hari. Semakin tua rata-rata umur nyamuk semakin besar
potensi terjadinya penularan di suatu wilayah.
32 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
3. Alat dan Bahan Survei
Alat dan bahan yang minimal harus tersedia untuk melaksanakan
survei kepadatan populasi vektor Chikungunya adalah :
a. Peralatan
1) Peralatan umum
- Compound microskop, untuk memeriksa jentik dan ovarium
- Senter, untuk menerangi sasaran survei (jentik/nyamuk)
- Petridish, untuk tempat jentik aatau nyamuk yang akaan
diperiksa
- Tas, untuk membawa peralatan serta bahan survei
2) Peralatan survei telur
- Perangkap telur (ovitrap)
- Padel untuk tempat peletakan telur
3) Peralatan survei jentik
- Gayung, untuk mengambil jentik
- Pipet, untuk mengambil jentik
- Botol kecil (vial larva), untuk tempat larva
- Susceptibility test kit larva (1 set peralatan uji kerentanan
larva), untuk mengetahui tingkat kerentanan jentik
terhadap insektisida
4) Peralatan survei nyamuk
- Stereo mikroskop, untuk identifikasi dan membedah nyamuk
- Loupe/kaca pembesar 10 x atau 20 x, untuk identifikasi
nyamuk dan kondisi perut nyamuk
- Aspirator, untuk menangkap nyamuk
- Kotak nyamuk, untukmembawa nyamuk hidup
- Kurungan nyamuk, untuk memelihara nyamuk
- Pinset ujung runcing, untuk memegang nyamuk
- Jarum seksi untuk membedah nyamuk
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 33
- Gunting kecil, untuk memotong kain kasa dan kertas
- Susceptibility test kit untuk mengukur tingkat kerentanan
nyamuk terhadap insektisida
- Bio Assay test kit, untuk mengukur tingkat efikasi
insektisida b. Bahan survei
1) Bahan survei umum
- Objek glass (slide glass), untuk pemeriksaan jentik dan
pembedahan ovarium
- Kaca penutup (cover glass), untuk menutup persediaan
- Kertas label, untuk pemberian etiket
- Formulir-formulir entomologi Chikungunya, untuk
pencatatan hasil survei
- Alat-alat tulis untuk menulis hasil survei
- Kertas tissu untuk membersihkan kaca benda
2) Bahan survei telur
- Kantong plastik, untuk tempat padel
- Kantong plastik besar, untuk membawa padel
3) Bahan survei nyamuk
- Paper cup, untuk wadah nyamuk
- Kain kasa, untuk menutup paper cup
- Karet gelang, untuk mengikat kain kasa di paper cup
- Kapas untuk menutup lobang di kain kasa dan
pemakaian kloroform
- Kloroform, untuk membius nyamuk
- Jarum serangga no. 3, untuk pinning nyamuk
- Jarum secsi untuk membedah abdomen nyamuk.
34 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
a. Laporan hasil survei oleh Kader / PKK / Jumantik
Hasil pemeriksaan jentik dicatat pada kartu jentik rumah /
bangunan yang ditinggalkan di rumah/bangunan.
FORMULIR JPJ-1 digunakan untuk pelaporan ke
Puskesmas dan instansi terkait.
b. Laporan hasil survei oleh Puskesmas
Pemeriksaan jentik yang dilakukan oleh kader/PKK/Jumantik
harus dilakukan monitoring dan evaluasi oleh petugas
Puskesmas secara berkala minimal 3 bulan sekali. Rekapitulasi
hasil PJB dilaksanakan oleh Puskesmas setiap 3 bulan dengan
melakukan pencatatan hasil pemeriksaan jentik di pemukiman
(rumah) dan tempat-tempat umum pada FORMULIR PJB-1 dan
dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
c. Laporan hasil survei oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Laporan PJB yang dilakukan oleh Puskesmas kemudian
dilakukan rekapitulasi oleh Pengelola Program Chikungunya di
Dinkes Kab/ Kota menggunakan FORMULIR PJB-2 dan
dilaporkan kepada Dinkes Provinsi
d. Laporan hasil survei oleh Dinas Kesehatan Provinsi
Hasil pemeriksaan jentik dari Dinkes Kab/Kota dilakukan
rekapitulasi oleh Pengelola Program Chikungunya di Dinkes
Provinsi menggunakan FORMULIR PJB-3 dan dilaporkan ke
Pusat (Ditjen PP dan PL, Subdit Pengendalian Arbovirosis)
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 35
a. EWARS
b. Laporan hasil PE dapat dilihat pada Lampiran 2)
c. Laporan bulanan (lampiran 3)
B. PENGENDALIAN VEKTOR
1. Metode Pengendalian Vektor
Pengendalian vektor adalah upaya menurunkan faktor risiko
penularan oleh vektor dengan meminimalkan habitat perkembangbiakan
vektor, menurunkan kepadatan dan umur vektor, mengurangi kontak
antara vektor dengan manusia serta memutus rantai penularan penyakit
Metode pengendalian vektor Chikungunya bersifat spesifik lokal,
dengan mempertimbangkan faktorfaktor lingkungan fisik (cuaca/iklim,
permukiman, habitat perkembangbiakan); lingkungan sosial-budaya
(Pengetahuan Sikap dan Perilaku) dan aspek vektor.
Pada dasarnya metode pengendalian vektor Chikungunya yang
paling efektif adalah dengan melibatkan peran serta masyarakat (PSM).
Sehingga berbagai metode pengendalian vektor cara lain merupakan
upaya pelengkap untuk secara cepat memutus rantai penularan.
Berbagai metode PengendalianVektor (PV) Chikungunya yaitu:
- Kimiawi
- Biologi
- Manajemen lingkungan
- Pemberantasan Sarang Nyamuk/PSN
- Pengendalian Vektor Terpadu (Integrated Vector
Management/IVM) a. Kimiawi
Pengendalian vektor cara kimiawi dengan menggunakan insektisida
merupakan salah satu metode pengendalian yang lebih populer di
masyarakat dibanding dengan cara pengendalian lain. Sasaran insektisida
adalah stadium dewasa dan pra-dewasa. Karena insektisida adalah racun,
maka penggunaannya harus mempertimbangkan dampak
36 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
terhadap lingkungan dan organisme bukan sasaran termasuk mamalia.
Disamping itu penentuan jenis insektisida, dosis, dan metode aplikasi
merupakan syarat yang penting untuk dipahami dalam kebijakan
pengendalian vektor. Aplikasi insektisida yang berulang di satuan
ekosistem akan menimbulkan terjadinya resistensi serangga sasaran.
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 37
memiliki tingkat racun yang sangat rendah terhadap mamalia (nilai
LD50 untuk keracunan akut pada methoprene adalah 34.600 mg/kg ).
Bacillus thruringiensis (BTi) sebagai pembunuh jentik nyamuk/larvasida
yang tidak menggangu lingkungan. BTi terbukti aman bagi manusia bila
digunakan dalam air minum pada dosis normal. Keunggulan BTi adalah
menghancurkan jentik nyamuk tanpa menyerang predator entomophagus
dan spesies lain. Formula BTi cenderung secara cepat mengendap di
dasar wadah, karena itu dianjurkan pemakaian yang berulang kali.
Racunnya tidak tahan sinar dan rusak oleh sinar matahari.
c. Manajemen lingkungan
Lingkungan fisik seperti tipe pemukiman, sarana-prasarana
penyediaan air, vegetasi dan musim sangat berpengaruh terhadap
tersedianya habitat perkembangbiakan dan pertumbuhan vektor.
Nyamuk Aedes sp sebagai nyamuk pemukiman mempunyai habitat
utama di kontainer buatan yang berada di daerah pemukiman.
Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan
sehingga tidak kondusif sebagai habitat perkembangbiakan atau
dikenal sebagai source reduction seperti 3M plus (menguras, menutup
dan mengubur, dan plus: menyemprot, memelihara ikan predator,
menabur larvasida dll); dan menghambat pertumbuhan vektor
(menjaga kebersihan lingkungan rumah, mengurangi tempat-tempat
yang gelap dan lembab di lingkungan rumah dll)
38 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
menggerakkan masyarakat harus dilakukan melalui kegiatan
promosi kesehatan, penyuluhan di media masa, serta reward bagi
yang berhasil melaksanakannya.
1). Tujuan
Mengendalikan populasi nyamuk Aedes sp, sehingga penularan
penyakit Demam Chikungunya dapat dicegah atau dikurangi.
2). Sasaran
Semua tempat perkembangbiakan nyamuk penular penyakit demam
Chikungunya :
Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari
Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari
(non-TPA)
Tempat penampungan air alamiah
3). Ukuran keberhasilan
Keberhasilan kegiatan PSN antara lain dapat diukur dengan Angka
Bebas Jentik (ABJ), apabila ABJ lebih atau sama dengan 95%
diharapkan penularan Chikungunya dapat dicegah.
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 39
Menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat-tempat
yang sulit dikuras atau di daerah yang sulit air
Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak
penampungan air
Memasang kawat kasa
Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar
Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai
Menggunakan kelambu
Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk
Cara-cara spesifik lainnya di masing-masing daerah.
Keseluruhan cara tersebut diatas dikenal dengan istilah dengan 3M-
Plus.
5). Pelaksanaan
a). Di rumah
Dilaksanakan oleh anggota
keluarga. b). Tempat tempat umum
Dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk oleh pimpinan atau
pengelola tempat tempat umum.
e. Pengendalian Vektor Terpadu (Integrated Vektor Management)
IVM merupakan konsep pengendalian vektor yang diusulkan oleh
WHO untuk mengefektifkan berbagai kegiatan pemberantasan vektor
oleh berbagai institusi. IVM dalam pengendalian vektor Chikungunya
saat ini lebih difokuskan pada peningkatan peran serta sektor lain
melalui kegiatan Pokjanal, Kegiatan PSN anak sekolah dll.
40 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
1). Pusat
Sesuai dengan Tupoksi Pusat, maka Kegiatan Pengendalian
Vektor (PV) lebih diutamakan pada kegiatan penetapan kebijakan
Pengendalian Vektor, Penyusunan standarisasi, modul juklak
juknis, Monitoring dan evaluasi Pengendalian Vektor Nasional,
serta Bimbingan teknis Pengendalian Vektor Nasional.
2). Provinsi
Di Tingkat Propinsi, kegiatan Pengendalian Vektor adalah :
pelaksanaan kebijakan Nasional Pengendalian Vektor,
merencanakan kebutuhan alat, bahan dan operasional PV,
Monev PV, Bintek PV ke kabupaten.
3). Kabupaten
Otonomi daerah memberikan peran yang lebih luas kepada
Kabupaten untuk secara aktif dan mandiri melakukan kegiatan
PV di wilayahnya sesuai dengan kondisi spesifik lokal daerah.
Untuk itu selain melaksanakan juklak/juknis dan pedoman,
merupakan tugas kabupaten untuk merencanakan dan
mengadakan alat, bahan operasional PV, Monev kegiatan PV ,
Bintek kegiatan PV di Puskesmas.
4). Puskesmas
Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan
bertugas menjaga kesinambungan kegiatan PV oleh
masyarakat di wilayahnya, menggerakkan peran serta
masyarakat melalui kader, tokoh masyarakat, serta melakukan
kegiatan PV secara langsung di masyarakat.
b. Operasional Pengendalian Vektor
1). Pengabutan (fogging/ULV)
Pelaksana : Petugas dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas
dan tenaga lain yang telah dilatih.
Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit
Sasaran : Rumah dan tempat-tempat umum
Insektisida : Sesuai dengan dosis
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 41
Alat : Mesin fog atau ULV
C. PENANGGULANGAN KASUS
1. Penanggulangan fokus (PF)
a. Pengertian :
adalah kegiatan Pemberantasan nyamuk penular Chikungunya yg
dilaksanakan dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk
Chikungunya, larvasidasi, penyuluhan, dan pengabutan panas
(termal fog)/ pengabutan dingin (Ultra Low Volume / ULV)
menggunakan insektisida.
b. Tujuan
Untuk membatasi penularan Demam Chikungunya dan mencegah
terjadinya KLB meluas ke lokasi lainnya. Kegiatan dilakukan di
tempat tinggal penderita Demam Chikungunya dan rumah /
bangunan sekitar dan tempat-tempat umum yang berpotensi
menjadi tempat penularan Chikungunya lebih lanjut.
c. Kriteria PF
Bila pada hasil PE ditemukan penderita Chikungunya lainnya disekitar
kasus pertama, dengan melakukan PSN masal dan fogging.
d. Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan
1). Petugas Puskesmas setelah menerima laporan adanya kasus
segera mencatat di buku harian dan mempersiapkan peralatan
untuk melaksanakan kegiatan penyelidikan epidemiologi (PE).
2). Petugas segera melapor ke Lurah dan Ketua RT/RW setempat
bahwa di wilayahnya ada penderita/tersangka Chikungunya
dan akan dilaksanakan langkah-langkah penanggulangan KLB.
3). Dalam melaksanakan kegiatan sebaiknya didampingi oleh
Ketua RT/ Kader/Bidan desa atau tokoh masyarakat lainnya.
4). Petugas melakukan wawancara dengan keluarga penderita untuk
mengetahui ada/tidaknya penderita demam disertai nyeri sendi
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 43
lainnya saat itu dan dalam kurun waktu 1 minggu sebelumnya.
Jika ditemukan penderita lainnya yang demam disertai nyeri
sendi tanpa sebab yang jelas, kemudian dilakukan pemeriksaan
terhadap tanda-tanda dari Chikungunya.
5). Melakukan pemeriksaan jentik pada tempat penampungan air
(TPA) serta benda-benda lainnya yang dapat menampung air
baik di dalam maupun di luar rumah. Hasilnya kemudian dicatat
dalam Laporan PE.
6). Hasil PE dilaporkan kepada Kepala Puskesmas dan
selanjutnya Kepala Puskesmas melaporkan hasil dan rencana
penanggulangan kepada Lurah dan Camat.
7). Hasil positif : jika ditemukan 1 penderita/tersangka Chikungunya
lainnya dan ditemukan jentik (house index) lebih dari 5%.
8). Hasil negatif : jika tidak ditemukan penderita/tersangka
Chikungunya lainnya dan house index < 5%, atau dapat
dikatakan kemungkinan sumber penularan dari tempat lain.
9). Secara operasional sebaiknya dilakukan pengambilan sampel darah
5-10 orang untuk memastikan diagnosa.
10).Untuk memutuskan rantai penularan maka dilakukan:
Penyuluhan intensif
Penggerakan masyarakat untuk melakukan gerakan PSN 3M Plus
Larvasidasi massal, yaitu penapuran bubuk larvasida secara
serentak di seluruh wilayah/daerah tertentu disemua tempat
penampungan air baik terdapat jentik maupun tidak ada
jentik di seluruh bangunan/rumah, termasuk sekolah, tempat
ibadah dan kantor.
Fogging fokus 2 siklus dengan interval 1 minggu.
Kegiatan penanggulangan tersebut diatas harus dilakukan segera
secara bersamaan, sambil menunggu hasil pemeriksaan
laboratorium serologis untuk memastikan etiologinya.
44 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
e. Bagan Penyelidikan Epidemiologi
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 45
BAB VI
LAMPIRAN
46 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
Form PE
FORMULIR PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGIS (PE)
No. Nama
Ruam / Jentik (+/-)
KK Nama Umur Demam bercak Nyeri Hasil RDT Kesimpulan
Penderita kemerahan sendi (*)
di kulit
Kesimpulan:
**) Ya : Jika ada penderita Kasus Konfirm Demam Chik lainnya (Min 1 kasus) atau
Ada Kasus Tersangka/Probabel ( 3 kasus), dan ada jentik (5%)
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 47
Form PJB
FORMULIR PEMANTAUAN JENTIK BERKALA
* ABJ (Angka Bebas Jentik) = Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan (bebas) jentik
dibagi jumlah rumah/ bangunan yang diperiksa, dikalikan 100%.
..................., ........................20...
Kepala Puskesmas........................
(.......................................................)
48 - Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2
KEPUSTAKAAN
Depkes RI. 2003. Buku Pencegahan Dan Penanggulangan Demam
Dengue dan Demam Berdarah Dengue (Terjemahan WHO
Regional Publication SEARO No.29). Jakarta
Depkes RI. 2005. Buku Pencegahan Dan Pemberantasan CHIKUNGUNYA;
Subdit Arbovirosis, Dit PPBB, Ditjen PP&PL. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 - 49
ISBN 978-602-235-152-8