Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Kecacingan
Penyakit kecacingan atau biasa disebut cacingan masih dianggap sebagai hal
sepele oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Padahal jika dilihat dampak
jangka panjangnya, kecacingan menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi
penderita dan keluarganya. Kecacingan dapat menyebabkan anemia, lesu, prestasi
belajar menurun. Pengetahuan yang baik tentang suatu penyakit akan mengurangi
tingginya kejadian akan penyakit terebut. Pengetahuan yang baik akan
mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. Cacingan menyebabkan kehilangan
karbonhidrat dan protein serta kehilangan darah, sehingga menimbulkan
penurunan kualitas sumber daya manusia (1, 2).
Penyakit infeksi kecacingan merupakan salah satu penyakit yang masih
banyak terjadi di masyarakat namun kurang mendapatkan perhatian (neglected
diseases). Penyakit yang termasuk dalam kelompok neglected diseases memang
tidak menyebabkan wabah yang muncul dengan tiba-tiba ataupun menyebabkan
banyak korban, tetapi merupakan penyakit yang secara perlahan menggerogoti
kesehatan manusia, menyebabkan kecacatan tetap, penurunan intelegensia anak
dan pada akhirnya dapat pula menyebabkan kematian. Salah satu jenis penyakit
dari kelompok ini adalah penyakit kecacingan yang diakibatkan oleh infeksi
cacing kelompok Soil Transmitted Helminth (STH), yaitu kelompok cacing yang
siklus hidupnya melalui tanah. Penyakit parasitic yang termasuk ke dalam
neglected diseases tersebut merupakan penyakit tersembunyi atau silent diseases,
dan kurang terpantau oleh petugas kesehatan (3).
Penyakit kecacingan yang diakibatkan oleh infeksi Soil Transmitted Helminth
merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan di
Indonesia. Infeksi kecacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi
kesehatan, gizi, kecerdasan dan produktivitas penderita sehingga secara ekonomi
banyak menyebabkan kerugian, karena adanya kehilangan karbohidrat dan protein
serta kehilangan darah yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas sumber
3

daya manusia. Prevalensi infeksi kecacingan di Indonesia masih relatif tinggi pada
tahun 2006, yaitu sebesar 32,6 %, terutama pada golongan penduduk yang kurang
mampu dari sisi ekonomi (3).
Infeksi helminths yang disebabkan oleh soil-transmitted helminths (STH)
banyak ditemukan pada masyarakat yang bertempat tinggal di negara
berkembang, terutama di pedesaan. Cacing yang tergolong dalam kelompok STH
adalah cacing yang dalam menyelesaikan siklus hidupnya memerlukan tanah
yang sesuai untuk berkembang menjadi bentuk infektif. Empat jenis STH yang
paling sering ditemukan adalah cacing gelang (roundworm/Ascaris lumbricoides),
cacing cambuk (Trichuris trichiura), dan cacing tambang (Necator americanus
dan Ancylostoma duodenale). Laporan terakhir memperkirakan infeksi A.
lumbricoides besarnya 1,221 miliar, T. trichiura 795 juta dan cacing tambang 740
juta. Diperkirakan lebih dari dua miliyar orang mengalami infeksi di seluruh dunia
diantaranya sekitar 300 juta menderita infeksi helminth yang berat dan sekitar
150.000 kematian terjadi setiap tahun akibat infeksi STH. Di samping itu infeksi
helmin juga berdampak terhadap gizi, pertumbuhan fisik, mental, kognitif dan
kemunduran intelektual pada anak-anak (1, 4).
Penyakit kecacingan sebenarnya cukup membuat penderitanya mengalami
kerugian, sebab secara perlahan adanya infestasi cacing di dalam tubuh penderita
akan menyebabkan gangguan pada kesehatan mulai yang ringan, sedang sampai
berat yang ditunjukkan sebagai manifestasi klinis diantaranya berkurangnya nafsu
makan, rasa tidak enak di perut, gatal gatal, alergi, anemia, kekurangan gizi ,
pneumonitis, syndrome Loeffler dan lain lain Masalah penyakit kecacingan di
Indonesia sangat erat kaitannya dengan iklim dan kebersihan diri perorangan,
rumah maupun lingkungan sekitarnya serta kepadatan penduduk yang tinggi. Pada
saat musim hujan, udara yang lembab, rumah yang berlantai tanah, pengetahuan
sanitasi kesehatan yang rendah merupakan faktor penyebab tingginya kejadian
penyakit kecacingan (5).
Penyakit cacing kremi atau yang di dunia kedokteran biasa disebut dengan
Enterobiasis Vermicularis atau Oxyuris vermicularis adalah salah satu penyakit
infeksi parasit yang banyak dijumpai di masyarakat. Penyakit ini mempunyai

daerah penyebaran di seluruh dunia dan menyerang seluruh lapisan masyarakat, di


kota maupun di desa pada sosio tinggi maupun rendah, pada usia anak maupun
dewasa. Prevalensi tertinggi ditemukan pada usia pra sekolah yaitu 40 50% ,
sedangkan pada balita dan dewasa jarang ditemukan (Harold W.Brown, 1983) (6).
B. Macam-macam Cacing
Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus (cacing perut), yang
dapat mengakibatkan masalah bagi kesehatan masyarakat. Nematoda adalah
cacing yang tidak bersegmen, bilateral simetris, mempunyai saluran cerna yang
berfungsi penuh, biasanya berbentuk silindris serta panjangnya bervariasi dari
beberapa milimeter hingga lebih dari satu meter. Semua Nematoda yang
menginfeksi manusia mempunyai jenis kelamin terpisah, yang jantan biasanya
lebih kecil daripada yang betina.Nematoda dapat dibedakan menjadi 2 yaitu
Nematoda jaringan dan Nematoda usus. Diantara nematoda usus terdapat
sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah (Soil Transmitted Helminths),
diantaranya adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Necator americanus,
dan Ancylostoma duodenale dan Strongyloides stercoralis.. Jenis-jenis cacing
tersebut banyak ditemukan didaerah tropis seperti Indonesia. Pada umumnya telur
cacing bertahan pada tanah yang lembab, tumbuh menjadi telur yang infektif dan
siap untuk masuk ke tubuh manusia yang merupakan hospes defenitifnya.
Nematoda usus biasanya matang dalam usus halus, dimana sebagian besar cacing
dewasa melekat dengan kait oral atau lempeng pemotong. Cacing ini
menyebabkan penyakit karena dapat menyebabkan kehilangan darah, iritasi dan
alergi. Penyebaran invasif larva cacing menyebabkan infeksi bakteri sekunder
(15).
1. Nematoda Usus
Nematoda ada yang hidup bebas dan ada yang hidup berparasit.Nematoda juga
tersebar luas di air dan di darat. Jenis Nematoda yang berparasit hidup pada
tumbuhan, molusca, anelida, artropoda, dan vertebrata ; sudah dikenal lebih dari
80.000 spesies. Spesies yang berparasit terdapat pada manusia berukuran dari 2
mm sampai kurang lebih dari 1 m. Kelaminnya sudah terpisah, biasanya yang

jantan lebih kecil daripada yang betina. Ujung posterior yang jantan melengkung
dan pada beberapa jenis mempunyai spikula dan bursa (16, 17).
a. Morfologi
Nematoda dewasa berbentuk silindris memanjang dan bilateral simetris,
bagian ujung depan dilengkapi dengan kaitan, gigi, lempeng, seta dan papila,
spekula, bursa. Dinding badan terdiri dari di bagian luar terdapat hialin, kutikula
nonseluler, kemudian epitel subkutikula, dan lapisan sel-sel otot. Lapisan kutikula
yang tipis menebal pada empat korda longitudinal, yaitu dorsal, ventral, dan dua
lateral menuju ke dalam rongga badan yang memisahkan sel-sel otot badan dalam
empat bagian. Korda ini membawa saraf longitudinal dan saluran buangan lateral
(17).
Dinding badan mengelilingi ruangan tubuh, di dalamnya terletak sistem
pencernaan, reproduksi, bagian saraf dan sistem ekskresi.Rongga badan dilapisi
oleh jaringan ikat dan lapisan tunggal sel-sel otot. Traktus digestivus (Saluran
pencernaan merupakan tabung sederhana terletak dari mulut sampaike anus,
terdiri dari mulut, esofagus, usus, rektum dan anus).Mulut dikelilingi oleh bibir,
papila dan pada beberapa spesies dilengkapi dengan kelenjar esofagus.Intestin
atau usus tengah merupakan tabung pipih dengan lumen yang lebar dan menjadi
penghubung antara esofagus dan rectum. Dinding usus terdiri dari lapisan tunggal
sel-sel koluner.Pada betina usus berakhir dengan rektum yang pendek, diliputi
kutikula.Pada jantan usus dengan saluran genital membentuk kloaka yang terbuka
melalui anus (17).
Pada cacing tidak didapati sistem sirkulasi.Cairan rongga badan mengandung
hemoglobin, glukosa, protein, garam dan vitamin yang mengisi penuh fungsi
darah. Sistem saraf terdiri dari suatu lingkaran atau komisura dari ganglia yang
berhubungan meliputi esofagus.Organ reproduksi jantan terdiri dari testis,
vasdeferens, vesikula seminalis, dan duktus ejakulatorius. Spermatozoa yang
ameboid melewati vasdeferens masuk ke vesikula seminalis, melalui duktus
ejakulatorius keluar ke kloaka.Alat kopulasinya terdiri dari satu atau dua spikula
dan kadang-kadang gubernakulum.Pada beberapa spesies mempunyai bursa
kopulatrik, alat untuk memegang yang betina waktu kopulasi. Organ reproduksi

betina dapat dibedakan : ovari, oviduk, reseptakulum seminalis, uterus, ovejektor,


dan vagina. Yang betina dapat bertelur setiap hari 20-200.000 butir, tergantung
dari jenisnya.Sistem ekskresi terdiri dari dua kanal lateral yang berhubungan
dengan suatu jembatan, dimana saluran terminal lubang di daerah esofagus (17).
Cara cacing Nematoda mengambil makanan dapat diklasifikasikan sebagai
berikut (17) :
a. Dengan alat hisap yang menyedot darah dapat dilakukan oleh Ancylostoma
(cacing tambang).
b. Mengabsorbsi jaringan yang rusakdilakukan oleh cacing yang berada dalam
jaringan seperti Trichuris (cacing cambuk).
c. Memakan isi usus seperti yang dilakukan oleh Ascaris (cacing gelang).
d. Mengabsorbsi cairan tubuh yang dilakukan oleh cacing Filaria.
Nematoda pada tubuh manusia (18):
a. Ascaris lumbricoides
Salah satu penyebab infeksi cacing usus adalah Ascaris lumbricoides atau
yang lebih dikenal dengan nama cacing gelang dan yang penularannya dengan
perantara tanah (Soil Transmitted Helmints). Infeksi yang disebabkan oleh cacing
ini disebut Askariasis.
1. Morfologi
Cacing jantan berukuran 10-30 cm, sedangkan betina 22-35 cm. Stadium
dewasa hidup dirongga usus halus.Seekor cacing betina dapat bertelur sebayak
100.000-200.000 butir perhari, dimana terdiri dari telur yang dibuahi dan yang
tidak dibuahi.

Gambar 1. Cacing Ascaris lumbricoides dewasa (A: betina dan B: jantan)


Telur yang dibuahi bentuknya oval melebar, mempunyai lapisan yang tebal
dan berbenjol-benjol, dan umumnya berwarna coklat keemasan, ukuran
panjangnya dapat mencapai 75 m dan lebarnya 50 m.Telur yang belum dibuahi

umumnya lebih oval dan ukuran panjangnya dapat mencapai 90 m, lapisan yang
berbenjol-benjol dapat terlihat jelas dan kadang-kadang tidak dapat dilihat.
Telur Ascaris lumbricoides berkembang sangat baik pada tanah liat yang
mempunyai kelembaban tinggi dan pada suhu 25-300 C. Pada kondisi ini telur
tumbuh menjadi bentuk yang infektif (mengandung larva) dalam waktu 2-3
minggu (18).

Gambar 2. Telur Ascaris lumbricoides


2. Daur Hidup
Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi
bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 (tiga) minggu.Bentuk infektif ini bila
tertelan oleh manusia, menetas di usus halus.Larvanya menembus dinding usus
halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan kejantung,
kemudian mengikuti aliran darah ke paru.Larva di paru menembus dinding
pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk ronggas alveolus, kemudian naik
ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva ini menuju ke faring,
sehingga menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita batuk karena
rangsangan ini dan larva akan tertelan ke dalam esophagus, lalu menuju usus
halus. Di usus halus berubah manjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan
sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2 (dua) bulan (16,
18).

Gambar 3. Daur Hidup Ascaris lumbricoides


3. Patologi dan Gejala Klinis
Gejala yang timbul pada penderita Ascariasis dapat disebabkan oleh cacing
dewasa dan larva.Gangguan karena larva biasanya terjadi saat berada di paru.Pada
orang yang rentan terjadi perdarahan kecil pada dinding alveolus dan timbul
gangguan pada paru yang disertai dengan batuk, demam, eosinofilia.Pada foto
toraks tampak infiltrat.Pada kasus ini sering terjadi kekeliruan diagnosis karena
mirip dengan gambaran TBC, namun infiltrat ini menghilang dalam waktu 3 (tiga)
minggu, setelah diberikan obat cacing pada penderita.Keadaan ini disebut sindrom
Loeffler.Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa biasanya ringan.Kadangkadang penderita mengalami gejala gangguan usus ringan seperti mual, nafsu
makan berkurang, diare atau konstipasi. 20 ekor cacing Ascaris lumbricoides
dewasa dalam usus manusia mampu mengkonsumsi hidrat arang sebanyak 2,8 gr
dan 0,7 gr protein setiap hari. Dari hal tersebut dapat di perkirakan besarnya
kerugian yang disebabkan oleh infestasi cacing dalam jumlah yang cukup banyak
sehingga dapat menimbulkan keadaan kurang gizi.Pada infeksi berat, terutama
pada anak-anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga memperberat keadaan
malnutrisi. Efek yang serius terjadi bila cacing-cacing ini menggumpal dalam
usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus) (18).

10

b. Trichuris trichiura
Infeksi cacing cambuk (Trichuris trichiura) lebih sering terjadi di daerah
panas, lembab dan sering terjadi bersama sama dengan infeksi Ascaris. Jumlah
cacing dapat bervariasi, apabila jumlahnya sedikit pasien biasanya tidak
terpengaruh dengan adanya cacing ini (19).
1. Morfologi
Cacing betina panjangnya kira-kira 5 cm, sedangkan cacing jantan kira-kira 4
cm. Bagian enterior langsing seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari
panjang seluruh tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih gemuk dan cacing betina
bentuknya membulat tumpul, sedangkan pada cacing jantan melingkar dan
terdapat satu spikulum.Cacing dewasa hidup di kolon asendens dan sekum
(caecum) dengan satu spikulum dengan bagian anteriornya yang seperti cambuk
masuk kedalam mukosa usus. Seekor cacing betina diperkirakan menghasilkan
telur setiap hari antara 3000- 10.000 butir (19).

Gambar 4. Cacing Trichuris trichiura dewasa


(Kiri : betina, Kanan : jantan)
Telur berukuran 50-54 mikron x 32 mikron, berbentuk seperti tempayan
dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar
berwarna kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih (19).

Gambar 5. Telur Cacing Trichuris trichiura

11

2. Daur Hidup
Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja.Telur tersebut
manjadi matang dalam waktu 3-6 minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu
pada tanah yang lembab dan tempat yang teduh.Telur matang ialah telur yang
berisi larva dan merupakan bentuk yang infektif.Cara infeksi langsung bila secara
kebetulan hospes menelan telur matang.Larva keluar melalui telur dan masuk ke
dalam usus halus.Sesudah manjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan
masuk ke daerah kolon, terutama sekum (caecum). Jadi cacing ini tidak
mempunyai siklus paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai
cacing dewasa betina menetaskan telur kira-kira 30-90 hari (19).

Gambar 6. Daur hidup Trichuris trichiura


3. Patologi dan Gejala Klinis
Cacing Trichuris trichiura pada manusia terutama hidup di sekum, akan tetapi
dapat juga ditemukan di kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama pada anakanak, cacing ini tersebar di seluruh kolon dan rektum.Kadang-kadang terlihat di
mukosa rektum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita pada
waktu defekasi.Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga
terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus.Pada
tempat perlekatannya dapat terjadi perdarahan.Di samping itu rupanya cacing ini
menghisap darah hospesnya, sehingga dapat menyebabkan anemia.Bila infeksinya
ringan biasanya asymtomatis (tanpa gejala). Bila jumlah cacingnya banyak

12

biasanya timbul diarrhea dengan feses yang berlendir, nyeri perut, dehidrasi,
anemia, lemah dan berat badan menurun (19).
c. Hookworm (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)
1. Morfologi
Cacing dewasa jantan berukuran panjang 7-11 mm x lebar 0,4-0,5 mm. Cacing
dewasa Ancylostoma cenderung lebih besar dari pada Necator. Cacing dewasa
jarang terlihat, karena melekat erat pada mukosa usus dengan bagian mulutnya
yang berkembang dengan baik (gigi pada Ancylostoma dan lempeng pemotong
pada Necator). Telur-telur yang keluar bersama feses biasanya pada stadium awal
pembelahan.Bentuknya lonjong dengan ujung bulat melebar dan berukuran kirakira, panjang 60 m dan lebar 40 m. Ciri khasnya yaitu adanya ruang yang jernih
diantara embrio dengan kulit telur yang tipis (20).
2. Daur Hidup
Telur dapat tetap hidup dan larva akan berkembang secara maksimum pada
keadaan lembab, teduh dan tanah yang hangat, telur akan menetas 1-2 hari
kemudian. Dalam 5-8 hari akan tumbuh larva infektif filariform dan dapat tetap
hidup dalam tanah untuk beberapa minggu. Infeksi pada manusia didapat melalui
penetrasi larva filariform yang terdapat di tanah ke dalam kulit.Setelah masuk ke
dalam kulit, pertama-tama larva di bawa aliran darah vena ke jantung bagian
kanan dan kemudian ke paru-paru. Larvamenembus alveoli, bermigrasi melalui
bronki ke trakea dan faring, kemudian tertelan sampai ke usus kecil dan hidup di
sana. Mereka melekat di mukosa, mempergunakan struktur mulut sementara,
sebelum struktur mulut permanen yang khas terbentuk. Bentuk betina mulai
mengeluarkan telur kira-kira 5 (lima) bulan setelah permulaan. Infeksi, meskipun
periode prepaten dapat berlangsung dari 6-10 bulan.Apabila larva filariform
Ancylostoma duodenale tertelan, mereka dapat berkembang menjadi cacing
dewasa dalam usus tanpa melalui siklus paru-paru (20).
3. Patologi dan Gejala Klinis
Gejala-gejala awal setelah penetrasi larva ke kulit seringkali tergantung dari
jumlah larva.Dapat timbul rasa gatal yang minimal sampai berat dengan
kemungkinan infeksi sekunder apabila lesi menjadi vesicular dan terbuka karena

13

garukan. Berkembangnya vesikel dari ruam papula eritematosa disebut sebagai


ground itch. Pneumonitis yang disebabkan karena migrasi larva tergantung dari
pada jumlah larva yang ada.Gejala-gejala infeksi pada fase usus disebabkan oleh
nekrosis jaringan usus yang berada dalam mulut cacing dewasa dan kehilangan
darah langsung dihisap oleh cacing dan terjadinya perdarahan terus-menerus di
tempat asal perlekatannya, yang kemungkinan diakibatkan oleh sekresi
antikoagulan oleh cacing (20).
Pada infeksi akut dengan banyak cacing, dapat disertai kelemahan, nausea,
muntah, sakit perut, diare dengan tinja hitam atau merah (tergantung jumlah darah
yang keluar), lesu dan pucat.Seperti pada infeksi parasit lainnya, jumlah cacing
yang banyak pada anak-anak dapat menimbulkan gejala sisa serius dan kematian.
Selama fase usus akut dapat dijumpai peningkatan eosinofilia perifer. Pada infeksi
kronik, gejala utamanya adalah anemia defisiensi besi dengan tanda pucat, edema
muka dan kaki, lesu dan kadar hemoglobin 5g/dL . Dapat dijumpai
kardiomegali, serta retardasi mental dan fisik (20).
d. Enterobius vermicularis
Cacing Enterobius vermicularis menyebabkan infeksi cacing kremi yang
disebut juga enterobiasis atau oksiuriasis.Infeksi biasanya terjadi melalui 2
tahap.Pertama, telur cacing pindah dari daerah sekitar anus penderita ke pakaian,
seprei atau mainan.Kemudian melalui jari-jari tangan, telur cacing pindah ke
mulut anak yang lainnya dan akhirnya tertelan.Telur cacing juga dapat terhirup
dari udara kemudian tertelan. Setelah telur cacing tertelan, lalu larvanya menetas
di dalam usus kecil dan tumbuh menjadi cacing dewasa di dalam usus besar
(proses pematangan ini memakan waktu 2-6 minggu). Cacing dewasa betina
bergerak ke daerah di sekitar anus (biasanya pada malam hari) untuk menyimpan
telurnya di dalam lipatan kulit anus penderita.Telur tersimpan dalam suatu bahan
yang lengket.Bahan ini dan gerakan dari cacing betina inilah yang menyebabkan
gatal-gatal.Telur dapat bertahan hidup diluar tubuh manusia selama 3 minggu
pada suhu ruangan yang normal.Tetapi telur bisa menetas lebih cepat dan cacing
muda dapat masuk kembali ke dalam rektum dan usus bagian bawah (17).

14

Gejalanya dapat berupa (17):


1. Rasa gatal hebat di sekitar anus
2. Rewel (karena rasa gatal dan tidurnya pada malam hari terganggu)
3. Kurang tidur (biasanya karena rasa gatal yang timbul pada malam hari ketika
cacing betina dewasa bergerak ke daerah anus dan menyimpan telurnya di
sana)
4. Nafsu makan berkurang, berat badan menurun (jarang terjadi, tetapi bisa
terjadi pada infeksi yang berat)
5. Rasa gatal atau iritasi vagina (pada anak perempuan, jika cacing dewasa
masuk ke dalam vagina)
6. Kulit di sekitar anus menjadi lecet, kasar, atau terjadi infeksi (akibat
penggarukan).
Cacing kremi dapat dilihat dengan mata telanjang pada anus penderita,
terutama dalam waktu 1-2 jam setelah anak tertidur pada malam hari.Cacing
kremi berwarna putih dan setipis rambut, mereka aktif bergerak. Telur maupun
cacingnya bisa didapat dengan cara menempelkan selotip di lipatan kulit di sekitar
anus, pada pagi hari sebelum anak terbangun. Kemudian selotip tersebut
ditempelkan pada kaca objek dan diperiksa dengan mikroskop (17).
Infeksi cacing kremi dapat disembuhkan melalui pemberian dosis tunggal obat
anti-parasit mebendazole, albendazole atau pirantel pamoat.Seluruh anggota
keluarga dalam satu rumah harus meminum obat tersebut karena infeksi ulang
bisa menyebar dari satu orang kepada yang lainnya.Untuk mengurangi rasa gatal,
bisa dioleskan krim atau salep anti gatal ke daerah sekitar anus sebanyak 2-3
kali/hari.Meskipun telah diobati, sering terjadi infeksi ulang karena telur yang
masih hidup terus dibuang ke dalam tinja selama seminggu setelah
pengobatan.Pakaian, seprei dan mainan anak sebaiknya sering dicuci untuk
memusnahkan telur cacing yang tersisa (18).
e.

Strongyloides stercoralis
Manusia merupakan hospes utama cacing ini.Cacing ini dapat menyebabkan

penyakit stongilodiasis.Nematoda ini terutama terdapat di daerah tropik dan


subtropik sedangkan di daerah yang beriklim dingin jarang ditemukan.
1. Morfologi

15

Cacing betina yang hidup sebagai parasit di vilus duodenalum dan


yeyunum.Cacing betina berbentuk filiform, halus, tidak berwarna dan panjangnya
kira-kira 2 mm.
2. Daur Hidup
Cacing ini mempunyai tiga macam daur hidup :
a) Siklus langsung
Sesudah 2 sampa 3 hari di tanah, larva rhabditiform yang berukuran kira-kira
225 x 16 mikron berubah menjadi larva filariform dengan bentuk langsing dan
merupakan bentuk yang infektif, panjangnya kira-kira 700 mikron. Bila larva
filariform menembus kulit manusia, larva tumbuh , masuk kedalam peredaran
darah vena dan kemudian melalui jantung kanan sampai ke paru. Dari paru parasit
yang mulai menjadi dewasa menembus alveolus, masuk ke trakea dan
laring.Setelah sampai di laring terjadi refleks batuk sehingga perasit tertelan
kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi dewasa.Cacing betina
yang dapat bertelur ditemukan kira-kira 28 hari sesudah infeksi.
b) Siklus tidak langsung
Pada siklus tidak langsung, larva rhabditiform di tanah berubah menjadi cacing
jantan dan cacing betina bentuk bebas.Bentuk-bentuk bebas ini lebih gemuk dari
bentuk parasitik. Cacing yang betina berukuran 1mm x 0,06 mm, yang jantan
berukuran 0,75 mm x 0,04 mm, mempunyai ekor melengkung dengan 2 buah
spikulum. Sesudah pembuahan cacing betina menghasilkan telur yang menetas
menjadi larva rhabditiform dan selama beberapa hari menjadi larva filariform
yang infektif dan masuk dalam hospes baru atau larva

rhabditiform dapat

mengulangi fase hidup bebas. Siklus tidak langsung ini terjadi bilamana keadaan
lingkungan sekitarnya optimum yaitu sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan
untuk hidup bebas parasit ini.
c) Autoinfeksi
Larva rhabditiform kadang-kadang menjadi larva filariform di usus atau di
sekitar anus, misalnya pada pasien yang menderita obstipasi lama sehingga bentuk
rhabditiform sempat berubah menjadi filariform di dalam usus, pada penderita
diare menahun dimana kebersihan kurang diperhatikan, bentuk rhabditiform akan

16

menjadi filariform pada tinja yang masih melekat di sekitar dubur. Adanya
autoinfeksi dapat menyebabkan strongiloidiasis menahun pada penderita.
3. Patologi dan Gejala Klinis
Bila larva filariform dalam jumlah besar menembus kulit akan timbul kelainan
kulit yang dinamakan creeping eruption yang sering disertai dengan rasa gatal
yang hebat. Cacing dewasa menyebabkan kelainan pada mukosa usus
muda.Infeksi ringan pada umumnya terjadi tanpa diketahui hospesnya karena
tidak menimbulkan gejala.Infeksi sedang dapat menyebabkan rasa sakit seperti
tertusuk-tusuk di daerah epigastrium tengah dan tidak menjalar. Gejala lain adalah
ada terasa mual dan muntah, diare dan konstipas yang saling bergantian. Pada
Strongiloidiasis juga terjadi autoinfeksi dan hiperinfeksi .
Sindroma Hiperinfeksi Autoinfeksi merupakan mekanisme terjadinya infeksi
jangka panjang, apabila pada saat-saat tertentu keseimbangan dan imunitas
penderita menurun, maka infeksinya semakin meluas dengan peningkatan
produksi larva dan larva dapat ditemukan pada setiap jaringan tubuh, sehingga
terjadi kerusakan pada jaringan tubuh.Penderita dapat meninggal akibat terjadinya
peritonitis, kerusakan otak dan kegagalan pernafasan.
2. Cestoda
Cacing

pita

termasuk

subkelas

Cestoda,

Kelas

Cestoidea,

Filum

Platyhelmintes.Cacing dewasanya menempati saluran usus vertebrata danlarvanya


hidup

di

jaringan

dewasamemanjang

vertebrata

menyerupai

dan
pita,

invertebrata.Bentuk
biasanya

pipih

badan

dorsoventral,

cacing
tidak

mempunyai alat pencernaan atau saluran vaskular dan biasanya terbagi dalam
segmen-segmen yangdisebu proglotid yang bila dewasa berisi alat reproduktif
jantan dan betina.Ujung bagian anterior berubah menjadi sebuah alat pelekat,
disebut skoleks, yang dilengkapi dengan alat isap dan kait-kait. Spesies penting
yang

dapat

menimbulkan

kelainan

padamanusia

umumnya

adalah :Diphyllobothrium latum, Hymenolepis nana, Echinococcus granulosus,


Echinococcus multilocularis, Taenia saginata, dan Taenia solium. Manusia
merupakan hospes cestoda ini dalam bentuk (21) :

17

a. Cacing dewasa, untuk spesies Diphyllobothrium latum, Taenia saginata,


Taenia solium, Hymenolepis nana,

Hymenolepis diminuta, Dipylidium

caninum.
b. Larva, untuk spesies Diphyllobothrium sp, Taenia solium, Hymenolepis nana,
Echinococcus granulosus, Multiceps.
Sifat-sifat umum dari cestoda antara lain (21):
Badan cacing dewasa terdiri atas:
1. Skoleks, yaitu kepala yang merupakan alat untuk melekat, dilengkapi dengan
batil isap atau dengan lekuk isap.
2. Leher, yaitu tempat pertumbuhan badan.
3. Strobila, yaitu badan yang terdiri atas segmen-segmen yang disebut
proglotid.Tiap proglotid dewasa mempunyai susunan alat kelamin jantan dan
betinayang lengkap sehingga disebut hermafrodit.
4. Telur dilepaskan bersama proglotid atau tersendiri melalui lubang uterus.
5. Embrio di dalam telur disebut onkosfer berupa embrio heksakan yang tumbuh
menjadi bentuk infektif dalam hospes perantara.
6. Infeksi terjadi dengan menelan larva bentuk infektif atau menelan telur.
7. Cacing pita yang penting di Indonesia diantaranya:
a. Taenia saginata
Diketahui adanya hubungan antara infeksi cacing Taenia saginata dengan
larva sistiserkus bovis, yang ditemukan pada daging sapi, bila seekor anak sapi
diberi makan proglotid gravid cacing Taenia saginata, maka pada dagingnya
akanditemukan sistiserkus bovis. Hospes definitif dari cacing ini adalah manusia,
sedangkan hewan memamah biak dari keluarga Bovidae, seperti sapi, kerbau dan
lainnya adalah hospes perantaranya. Nama penyakitnya disebut taeniasis
saginata.Morfologi cacing pita Taenia saginata terdiri dari kepala yang disebut
skoleks, leher dan strobila yang merupakan rangkaian ruas-ruas proglotid,
sebanyak 1.000-2.000 buah.Panjang caciing 4-12 meter atau lebih. Skoleks hanya
berukuran 1-2 mm, mempunyai 4 batil isap dengan otot-otot yang kuat, tanpa
kait-kait.bentuk leher sempit, ruas-ruas tidak jelas dan di dalamnya tidak terlihat
struktur tertentu. Strobila terdiri dari rangkaian proglotid yang belum dewasa
(immature) yang dewasa (mature) dan yang
gravid (21).

mengandung telur atau disebut

18

Sebuah proglotid gravid berisi kira-kira100.000 buah telur. Telur-telur ini


melekat pada rumput bersama tinja, bila orang berdefekasi di padang rumput; atau
karena tinja yang hanyut dari sungai di waktu banjir. Ternak yang makan rumput
yang terkontaminasi dihinggapi cacing gelembung, oleh karena telur yanbg
tertelan dicerna dan embrio heksakan menetas. Embrio heksakan di saluran
pencernaan ternak menembus dinding usus., masuk ke saluran getah bening atau
darah dan ikut dengan aliran darah ke jaringan ikat di sela-sela otot untuk tumbuh
menjadi cacing gelembung, disebut sistiserkus bovis, yaitu larva Taenia saginata.
Peristiwa ini terjadi setelah 12-15 minggu. Obat yang dapat digunakan untuk
mengobati taeniasis saginata, secara singkat dibagi dalam (21):
a)
b)
c)
b.

Obat tradisional : biji labu merah, biji pinang


Obat lama : kuniakrin, amodiakuin, mikrosamid
Obat baru : prazikuantel dan albendazol.
Taenia solium
Aristophane dan Aristoteles melukiskan stadium larva atau sistiserkus selulose

pada lidah babi hutan.Kuchenmeister (1855) dan Leuckart (1856) membuktikan


bahwa cacing gelembung yang didapatkan pada daging babi, adalah stadium larva
cacing Taenia solium.Hospes definitif cacing ini adalah manusia, sedangkan
hospes perantaranya adalah manusia dan babi.Manusia yang dihinggapi cacing
dewasa Taenia solium, juga menjadi hospes perantara cacing ini.Nama penyakit
yang disebabkan oleh cacing dewasa adalah taeniasis solium dan yang disebabkan
stadium larva adalah sistiserkosis (21).
Cacing pita Taenia solium berukuran panjang kira-kira 2-4 meter dan kadangkadang sampai 8 meter. Cacing ini terdiri dari skoleks, leher dan strobila, yang
terdiri dari 800-1.000 luas proglotid. Skoleks yang bulat berukuran kira-kira 1
mm, mempunyai 4 buah batil isap dengan rostelum yang mempunyai 2 baris kaitkait masing-masing sebanyak 25-30 buah. Strobila terdiri dari rangkaian proglotid
yang belum dewasa (immature), dewasa (mature) dan mengandung telur (gravid)
(21).
Proglotid gravid berisi kira-kira 30.000-50.000 buah telur.Telur tersebut bila
termakan oleh hospes perantara yang sesuai, maka dindingnya dicerna dan embrio
heksakan keluar dari telur, menembus dinding usus dan masuk ke saluran getah

19

bening atau darah.Embrio heksakan cacing gelembung (sistiserkus) babi, dapat


dibedakan dari cacing gelembung sapi, dengan adanya kait-kait di skoleks yang
tunggal. Ukuran larva yaitu 0,6-1,8 cm.Dalam waktu 3 bulan cacing tersebut
menjadi dewasa dan melepaskan proglotid dari telur. Untuk pengobatan penyakit
taenasis solium digunakan prazikuantel.Untutk sistiserkosis digunakan, obat
prazikuantel, albendazol atau dilakukan pembedahan (21).
c. Hymenolepis nana
Spesies ini ditemukan dalam usus halus. Daur hidup cacing ini tidak
mempunyai hopes perantara. Hospesnya adalah manusia dan tikus.Cacing ini
menyebabkan penyakit himenolepiasis.Cacing ini mempunyai ukuran terkecil dari
golongan Cestodayang ditemukan pada golongan manusia.Panjangnya kira-kira
25-40 mm dan lebarnya 5 mm. Ukuran strobila biasanya berbanding terbalik
dengan jumlah cacing yang ada dalam hospes.Skoleks berbentuk bulat kecil,
mempunyai 4 buah batil isap dan rostelum yang pendek dan berkait-kait. Bagian
leher panjang dan halus (21).
Telur keluar dari proglotid paling distal yang hancur.Bentuknya lonjong,
ukurannya 30-47 mikron, mempunyai lapisan yang jernih dan lapisan dalam yang
mengelilingi sebuah onkosfer denga penebalan pada kedua kutub, dari masingmasing kutub keluar 4-8 filamen.Cacing ini tidak memerlukan hospes perantara.
Bila telurtertelan kembali oleh manusia atau tikus, maka di rongga usus halus
telur menetas, larva keluar dan masuk ke selaput lendir usus halus dan membentuk
larva sistiserkoid, kemudian keluar ke rongga usus dan menjadi dewasa dalam
waktu 2 minggu atau lebih.pada infeksi percobaan, berbagai pinjal dan kurtu beras
dapat menularkan murine strain (21).
Orang dewasa kurang rentan dibandingkan dengan anak.Kadang-kadang telur
dapat menetas di rongga usus halus sebelum dilepaskan bersama tinja. Keadaan
ini disebut autoinfeksi interna. Hal ini memberi kemungkinan terjadi infeksi berat
sekali yang disebut hiperinfeksi, sehingga cacing dewasa dapat mencapai jumlah
2.000 ekor pada seorang penderita. Obat yang efektif adalah atabrine, bitional,
prazikuantel dan mikrosamid, tetapi saat ini obat-obat tersebut sulit didapat di
Indonesia. Obat yang efektif dan ada di pasar Indonesia adalaha modiakuin.

20

Hiperinfeksi sulit diobati, tidak semua cacing dapat dikeluarkan, dan sistiserkoid
masih ada di mukosa usus (21).
d. Hymenolepsis diminuta
Tikus dan manusia merupakan hospes cacing ini.Cacing dewasa berukuran 2060 cm. Skoleks kecil bulat, mempunyai 4 batil isap dan rostelum tanpa kaitkait.Proglotid gravid lepas dari strobila, menjadi hancur dan telurnya keluar
bersama tinja.Telurnya agak bulat, berukuran 60-70 mikron, mempunyai lapisan
luaryang jernih dan lapisan yang dalam yang mengelilingi onkosfer denga
penebalan pada dua kutub, tetapi tanpa filamen.Cacing dewasa hidup di rongga
usus halus.Hospes perantaranya adalah serangga berupa pinjal dan kumbang
tepung.Dalam pinjal, telur berubah menjadi larva sistiserkoid.Bila serangga
dengan sistiserkoid tertelan oleh hospes definitif maka larva menjadi cacing
dewasa di rongga usus halus.Atabrine merupakan obat yang efektif (21).
3. Trematoda
Kelas Trematoda termasuk dalam filum Platyhelminthes. Trematoda berasal
dari bahasa yunani yang artinya berlubang-lubang. Permukaan tubuh Trematoda
tidak bersilia, tetapi tertutup dengan kutikula.Biasanya terdapat batil isap, yaitu
batil isap mulut dan batil isap perut. Tubuhnya berbentuk pipih, memanjang
seperti daun, tetapi ada juga yang ovoid (bulat telur), konikal ( berbentuk kerucut)
atau silindris. Bentuk ini disebabkan oleh adanya kontraksi otot.Cacing ini tidak
mempunyai rongga badan, ruangan antara berbagai organ berisi cairan dan
jaringan sel sel jaringan ikat dan serabut-serabut.Ukuran bervariasi dan kurang
dari 1 mm sampai beberapa sentimeter (18).
Dalam hospes definitive, biasanya vertebrata, multiplikasi terjadi secara kawin
dengan menghasilkan telur dan dalam hospes intermedier Moluska terjadi
generasi secara pembiakan aseksual. Telur keluar dari hospes definitive melalui
saluran anus, saluran genitorurinari atau saluran paru-paru.Telur ini menetas
dalam air menjadi larva, mirasidium yang bersilia, dan berenang aktif dalam
air.Mirasidium ini mempunyai kelenjar sekresi anterior yang menghasilkan enzim
untuk menembus jaringan keong.Mereka ini tertarik oleh suatu jenis keong
tertentu karena rangsangan kemotaktik, mungkin dari lendir atau cairan jaringan

21

keong.Jalan masuknya melalui insang, kepala, antena, dan kaki.Dalam jaringan


keong mirasidium mengalami metamorfosis menjadi sporokista yang berbentuk
seperti kantong yang tak teratur.Mirasidium berfungsi sebagai suatu kantong
pengeram untuk pertumbuhan dan produksi dari generasi sporokista anak atau
redia.Redia sudah mempunyai faring dan usus primitive, system ekskresi dengan
system sel bunga apidan saluran pengumpul, serta sel-sel derminal.Didalam redia
dan sporokista anak, serkaria bertumbuh dan bebas ke dalam jaringan keong dan
akhirnya keluar melalui integument keong sampai ke air (18).
Ciri khas serkaria mempunyai bentuk tubuh elips, ekor panjang untuk
berenang, alat isap mulut dan alat isap perut, spina atau stilet, saluran pencernaan,
susunan reproduksi yang rudimen sistem ekskresi dan kelenjar sefalik
uniseluler.Serkaria yang bebas berenang dengan ekornya. Serkaria akan mengkista
pada hospes hewan memasuki atau menembus kulit hospes definitif. Serkaria
mengkista dinamakan metaserkaria, ekor dan kelenjar lisis serkarianya lenyap.
Cacing yang termasuk golongan ini adalah (18):
a. Fasciolopsis buski
Lintah usus besar, Fasciolopsis buski, suatu parasit khas Asia Timur tergolong
jenis Trematoda yang paling besar pada manusia.Siklus hidupnya berhubungan
erat dengan jenis keong, yang berfungsi sebagai hospes perantara dan tumbuhtumbuhan air tempat melekatnya serkaria yang menjadi metaserkaria yang
mempunyai daya invasi. Cacing Fasciolopsis buski berbentuk oval yang
memanjang berukuran 5-7 cm hidup dalam usus halus.Pada permukaan badan
terdapat duri-duri kecil yang tersusun rapat di daerah alat isap mulut. Telurnya
relative besar (130-140 mikron) berada dalam jumlah yang banyak dan karena itu
mudah ditemukan dalam tinja (18).
Gejala klinis terlihat antara 1-2 bulan setelah invasi yang terdiri dari sakit
perut keras dan rasa lesu.Tergantung pada beratnya infeksi dan reaksi hospes
dapat menimbulkan oedem dengan asites, ikterus, tinja berdarah, anemia, demam
dan gejala-gejala berikutnya dalam keadaan ekstrim dapat menyebabkan
kematian. Pada anak-anak mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya.
Gejala-gejala penyakit diartikan sebagai suatu tanda intoksikasi umum karena

22

hasil pertukaran zat dari cacing. Penyebaran tergantung erat dengan kebiasaan
makanan penduduk Asia Timur, yang suka makan buah, kacang, air atau
mengulitinya dengan gigi. Pada E. tuberose yang dimakan adalah umbinya.Selain
babi yang merupakan hospes cadangan utama dapat juga anjing dan kelinci
terinfeksi, tapi dalam epidemi mereka tidak dapat memegang peranan penting.
Pemeriksaan mikroskopis dapat dilakukan dengan pemeriksaan tinja secara
langsung.Metode konsentrasi memudahkan penemuan telur.Cacing ini dapat
dimusnahkan dengan obat-obatan cacing tambang yang biasa.Selain itu dapat juga
digunakan Yomesan (18).
b.

Fasciola Hepatica
Fasciola hepatica, lintah hati yang besar, suatu jenis Trematoda yang

berfamili dekat dengan Fasciola buski terdapat pada berbagai daerah di dunia.
Pemindahannya sama melalui sayuran yang hidup dalam air. Cacing ini sering
ditemukan pada sapi, biri-biri, kambing, dan hewan pemakan tumbuhan
lainnya.Fasciola hepatica ditemukan dimana-mana, dimana terdapat keong
tertentu sebagai hospes perantara. Telur besar berbentuk oval, mempunyai tutup,
berwarna kuning sampai coklat, berukuran 130-150 mikron.Pematangan dalam air
menghendaki suhu optimal 220C 250C selama 9-15 hari.Setelah itu menetaslah
mirasidium dari telur. Dalam waktu 8 jam mirasidium ini harus menembus keong
air untuk melanjutkan pertumbuhannya. Keong yang bertindak sebagai hospes
intermedietnya ialah jenis Lymnaea (18).
Metaserkaria atau cacing muda memulai penyebarannya dalam usus
hospes.Mereka menembus dinding usus dan berkelana melewati rongga perut
sampai ke hati.Setelah mereka menembus lapisan hati, sampailah mereka di
saluran empedu dan kantung empedu.Dalam saluran empedu, cacing muda
menjadi cacing dewasa dalam jangka waktu 1-2 bulan.Cacing

dewasa akan

bertelur. Telur masuk dalam saluran usus dan dapat ditemukan dalam tinja
(feses).Fasciola hepatica bersifat hemaprodit.Setiap individu dapat menghasilkan
kurang lebih 500.000 butir telur.Hati seekor domba dapat mengandung 200 ekor
cacing atau lebih (18).

23

Telur cacing hati ini akan ditemukan pada pemeriksaan tinja dan cairan
usus. Pada stadium permulaan penyakit ini tidak ditemukan telur.Pemeriksaan
mikroskopis dapat dilakukan dengan metode serologi dan tes kulit.Dianjurkan
pemakaian Test Immunofluorescent tidak langsung dengan mempergunakan
mirasidium Fasciola sebagai antigen. Pengobatan dilakukan dalam jangka waktu
yang lama (berbulan-bulan, bertahun-tahun, berulang-ulang) sampai yakin bahwa
semua parasit benar-benar sudah mati.Selain itu dianjurkan pemakaian
Resochin.Sekarang dianjurkan pemberian obat Bithionol yang menghancurkan
stadium invasi muda dan sudah membunuhnya dalam jaringan hati (18).
C. Cara Penularan
Lima spesies cacing yang termasuk dalam kelompok Soil Transmitted
Helminth yang masih menjadi masalah kesehatan, yaitu Ascaris lumbricoides,
Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis dan cacing tambang (Necator
americanus dan Ancylostoma sp). Infeksi cacing tambang masih merupakan
masalah kesehatan di Indonesia, karena menyebabkan anemia defisiensi besi dan
hipoproteinemia. Spesies cacing tambang yang banyak ditemukan di Indonesia
ialah N. americanus. Terdapat penularan melalui hewan vektor (zoonosis) dengan
gejala klinis berupa ground itch dan creeping eruption. Penularan A. Duodenale
selain terjadi melalui penetrasi kulit juga melalui jalur orofekal, akibat
kontaminasi feses pada makanan. Didapatkan juga bentuk penularan melalui
hewan vektor (zoonosis) seperti pada anjing yang menularkan A. brazilienze dan
A. caninum. Hewan kucing dan anjing juga menularkan A. ceylanicum. Jenis
cacing yang yang ditularkan melalui hewan vektor tersebut tidak mengalami
maturasi dalam usus manusia (14).
Cacing N. americanus dewasa dapat memproduksi 5.000 - 10.000 telur/hari
dan masa hidup cacing ini mencapai 3-5 tahun, sedangkan A. duodenale
menghasilkan 10.000-30.000 telur/hari, dengan masa hidup sekitar 1 tahun. Tanah
merupakan media yang mutlak diperlukan oleh cacing tambang untuk
melangsungkan proses perkembangannya. Telur cacing tambang yang keluar
bersama feses pejamu (host) mengalami pematangan di tanah. Setelah 24 jam

24

telur akan berubah menjadi larva tingkat pertama (L1) yang selanjutnya
berkembang menjadi larva tingkat kedua (L2) atau larva rhabditiform dan
akhirnya menjadi larva tingkat ketiga (L3) yang bersifat infeksius. Larva tingkat
ketiga disebut sebagai larva filariform. Larva filariform dalam tanah selanjutnya
akan menembus kulit terutama kulit tangan dan kaki, meskipun dikatakan dapat
juga menembus kulit perioral dan transmamaria. Adanya kontak pejamu dengan
larva filariform yang infektif menyebabkan terjadinya penularan. Anak usia
sekolah merupakan kelompok rentan terinfeksi cacing tambang karena pola
bermain anak pada umumnya tidak dapat dilepaskan dari tanah sementara itu pada
saat anak bermain seringkali lupa menggunakan alas kaki (14).
Pada lingkungan yang memungkinkan, cacing usus dapat berkembang biak
dengan baik terutama oleh cacing yang ditularkan melalui tanah (Soil transmitted
Helminth). Penularan cacing usus bisa terjadi melalui makanan atau minuman
yang tercemar, melalui udara yang tercemar atau secara langsung melalui tangan
yang tercemar telur cacing yang infektif. Masyarakat Indonesia umumnya begitu
akrab dengan sayuran, dari sayuran yang dikonsumsi segar sebagai lalap mentah
seperti kubis sampai sayuran untuk campuran makanan lain. Kubis termasuk salah
satu sayuran daun yang digemari oleh hampir setiap orang, dengan cita rasanya
enak dan lezat. Kubis merupakan sumber penting Vitamin C dan beberapa
mineral. Kebiasaan memakan sayuran mentah (lalapan) perlu hati-hati terutama
jika dalam pencucian kurang baik sehingga memungkinkan masih adanya telur
cacing pada tanaman kubis. Dengan demikian perlu diketahui seberapa besar
pencemaran sayuran mentah (lalapan) oleh parasit atau bakteri intestial. Parasit
pada sayuran yang ditemukan adalah: Ascaris lumbricuides, Trichuris trichiura,
cacing tambang, larva Strongyloides stercoralis, larva Rhabditidae, dan cercaria.
Pada tanah ditemukan Ascaris lumbricoides,Trichuris trichiura dan Rahabditidae.
Baik sayuran, air maupun tanah semua mengandung Escherichia coli yang cukup
tinggi, baik tanaman di kebun maupun di pasar semua tercemar parasit usus dan
bakteri E coli. Prevalensi cacing usus di beberapa tempat di Indonesia mencapai
80 % yang umumnya ditularkan melalui makanan/minuman atau melalui kulit
(13).

25

D. Faktor Risiko Kecacingan


Secara teoritis kejadian kecacingan dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan
dan hygiene perorangan yakni: kebiasaan ibu dan anak mencuci tangan sebelum
makan dan menyuapi anaknya, rendahnya tingkat sanitasi pribadi perilaku hidup
bersih sehat) seperti kebiasaan cuci tangan sebelum makan dan setelah buang air
besar (BAB), perilaku jajan di sembarang tempat yang kebersihannya tidak dapat
dikontrol, perilaku BAB tidak di WC yang menyebabkan pencemaran tanah dan
lingkungan oleh feses yang mengandung telur cacing serta ketersediaan sumber
air bersih, frekuensi potong kuku anak, kebiasaan bermain ditanah, kepemilikkan
jamban, lantai rumah dan ketersediaan air bersih. Pada infeksi berat, cacing
dewasa dapat migrant ke organ dalam yang vital seperti jantung, paruparu,
pancreas, usus buntu, bahkan ke otak, terutema Ascaris lumbricoides (12, 13).
E. Dampak Kecacingan
Adanya cacing dalam usus akan menyebabkan kehilangan zat besi sehingga
menimbulkan kekurangan gizi dan anemia. Kondisi yang kronis ini selanjutnya
dapat berakibat menurunnya daya tahan tubuh sehingga anak mudah jatuh
sakit.Cacingan sendiri merupakan pertanda bahwa kebersihan perorangan pada
panderita kurang baik sehingga ini merupakan peluang untuk terjadinya berbagai
infeksi saluran pencernaan. Jika keadaan ini berlangsung kronis maka pada usia
sekolah akan terjadi penurunan kemampuan belajar yang selanjutnyaa berakibat
penurunan prestasi belajar. Pada orang dewasa, gangguan ini akan menurunkan
produktivitas kerja. Hasil penelitian juga diperoleh kesimpulan bahwa infestasi
cacing pada

anak akan mengganggu pertumbuhan, menurunkan kemampuan

fisik, produktifitas belajar dan intelektualitas. Selain itu juga dapat menyebabkan
gangguan gizi, anemia, gangguan pertumbuhan yang pada akhirnya akan
mempunyai pengaruh terhadap tingkat kecerdesan seorang anak. Cacing perut
yang ditularkan melalui tanah dapat mengakibatkan menurunnya kondisi
kesehatan, gizi, kecerdasan dan produktifitas penderitanya sehingga secara
ekonomi banyak menyebabkan kerugian, karena menyebabkan kehilangan

26

karbohidrat dan protein serta kehilangan darah, sehingga menurunkan kualitas


sumber daya manusia (15).
F. Pencegahan Kecacingan
Tindakan preventif yaitu dengan melakukan pengendalian faktor risiko, yang
meliputi kebersihan lingkungan, kebersihan pribadi, penyediaan air bersih yang
cukup, semenisasi lantai rumah, pembuatan dan penggunaan jamban yang
memadai, menjaga kebersihan makanan, pendidikan kesehatan di sekolah baik
untuk guru maupun murid (11).
Dalam upaya mencegah terjadinya terjadinya reinfeksi pada siswa perlu
dilakukan edukasi kecacingan yang diberikan secara berkala untuk dapat
meningkatkan pengetahuan ,sikap dan perilaku kesehatan khususnya terhadap
infeksi kecacingan. Menurut Notoatmodjo pendidikan kesehatan merupakan
behavioral investment jangka panjang dan hasil investment pendidikan kesehatan
baru dapat dilihat beberapa waktu kemudian. Beberapa Tips Pencegahan (12):
a. Cucilah tangan sebelum makan.
b. Budayakan kebiasaan dan perilaku pada diri sendiri, anak dan keluarga untuk
mencuci tangan sebelum makan. Kebiasaan akan terpupuk dengan baik
apabila orangtua meneladani. Dengan mencuci tangan makan akan
mengeliminir masuknya telur cacing ke mulut sebagai jalan masuk pertama ke
tempat berkembang biak cacing di perut kita.
c. Pakailah alas kaki jika menginjak tanah. Jenis cacing ada macamnya. Cara
masuknya pun beragam macam, salah satunya adalah cacing tambang
(Necator americanus ataupun Ankylostoma duodenale). Kedua jenis cacing ini
masuk melalui larva cacing yang menembus kulit di kaki, yang kemudian
sampai ke usus melalui trayek saluran getah bening. Kejadian ini sering
disebut sebagai Cutaneus Larva . Setelah larva cacing sampai ke usus, larva
ini tumbuh dewasa dan terus berkembang biak dan menghisap darah manusia.
d. Gunting dan bersihkan kuku secara teratur. Kadang telur cacing yang terselip
di antara kuku akan masuk ke usus dan mendirikan koloni di sana.
e. Jangan buang air besar sembarangan dan cuci tangan saat membasuh. Setiap
kotoran baiknya dikelola dengan baik, termasuk kotoran manusia. Di negara
kita masih banyak warga yang memanfaatkan sungai untuk buang hajat.

27

Dengan perilaku ini maka kotoran-kotoran ini akan liar tidak terjaga, sehingga
mencemari lingkungannya. Dan, jika lingkungan sudah cemar, penularan
sering tidak pandang bulu. Orang yang sudah menjaga diri sebersih mungkin
sekalipun masih dapat dihinggapi parasit cacing ini.
f. Cucilah sayur dengan baik sebelum diolah. Cucilah sayur di bawah air yang
mengalir. Agar kotoran yang melekat akan terbawa air yang mengalir, di
samping itu nilai gizi sayuran tidak hilang jika dicuci di bawah air yang
mengalir.
g. Hati-hatilah makan makanan mentah atau setengah matang, terutama di daerah
yang sanitasinya buruk. Perlu dicermati juga, makanan mentah tidak
selamanya buruk. Yang harus diperhatikan adalah kebersihan bahan makanan
agar makanan dapat kita makan sesegar mungkin sehingga enzim yang
terkandung dalam makanan dapat kita rasakan manfaatnya.
h. Buanglah kotoran hewan hewan peliharaan seperti kucing atau anjing pada
tempat pembuangan khusus.
i. Pencegahan dengan meminum obat anti cacing setiap 6 bulan, terutama bagi
yang risiko tinggi terkena infeksi cacing ini, seperti petani, anak-anak yang
sering bermain pasir, pekerja kebun, dan pekerja tambang (orang-orang yang
terlalu sering berhubungan dengan tanah.
G. Pengobatan Kecacingan
Upaya penanggulangan kecacingan belum menunjukkan hasil yang maksimal,
hal tersebut dapat dilihat pada sebagian besar provinsi di Indonesia yang
menunjukkan bahwa angka prevalensi kecacingan saat ini masih di atas target
nasional yang ingin dicapai pada tahun 2010 (<10%). Menghindari faktor risiko
merupakan

cara

efektif

sebelum

melakukan

intervensi

penanggulangan

kecacingan. Penanggulangan terhadap permasalahan gizi yang disebabkan oleh


kecacingan adalah melakukan pengobatan pada sumber infeksi, selain
memperbaiki lingkungan, mengurangi populasi lalat/kecoa, menjaga kebersihan
makan/minuman, pemakaian jamban keluarga, anak-anak dilarang bermain di
tanah, menggunting kuku secara teratur, serta membiasakan mencuci tangan
sebelum makan (7).

28

Penanganan infeksi cacingan dengan jalan melakukan pengobatan merupakan


program yang paling efektif dari segi cost untuk mengurangi morbiditas
(kesakitan) karena mengubah perilaku masyarakat di daerah endemis untuk
membiasakan hidup bersih dan mewujudkan lingkungan yang memerlukan waktu
yang sangat lama, diperlukan sumber daya yang banyak, dan biaya yang mahal.
Selain itu yang dapat dilakukan adalah mengubah perilaku masyarakat di daerah
endemis untuk membiasakan hidup bersih dan mewujudkan lingkungan yang
bersih, namun cara ini memerlukan waktu yang sangat lama, diperlukan sumber
daya yang banyak, dan biaya yang mahal (8).
Obat yang mempunyai efek sebagai anti parasit dapat digunakan untuk
pengobatan cacingan ini, ada 2 jenis obat yang biasa digunakan yaitu (9):
a. Pyrantel pamoat
Dosis untuk pengobatan cacingan yang belum diketahui jenisnya adalah:
Dewasa/anak-anak : 10 mg/kg BB, diberikan dalam dosis tunggal
b. Mebendazole
Dosis untuk pengobatan cacingan yang belum diketahui jenisnya, sama
dengan dosis diatas, yaitu:
Dewasa/anak-anak : 10 mg/kg BB, diberikan dalam dosis tunggal
Apabila ada anggota keluarga yang terkena cacingan, sebaiknya pengobatan
juga diberikan untuk seluruh anggota keluarga untuk mencegah/mewaspadai
terjadinya penularan cacingan tersebut. Selama masa pengobatan hindari
penularan cacingan ke anggota keluarga lain dengan cara mencuci tangan dengan
sabun setiap habis ke toilet atau sebelum menyentuh makanan, hindari juga untuk
menyentuh mulut dengan tangan yang belum dicuci.
Banyak sediaan obat anti cacing usus yang beredar di Indonesia antara lain
Piperazine hexahydrate, Albendazole, Mebendazole, Oxantel pamoate, dan
Pyrantel pamoate. Albendazole merupakan antihelmintik dengan spektrum yang
sangat luas, termasuk dalam golongan Benzimidazole. Dengan pemberian per oral
Albendazole akan cepat mengalami metabolisme dalam tubuh menjadi
albendazole sulfoxide. Tiga jam setelah pemberian per oral dengan dosis 400 mg,
sulfoxide mengalami konsentrasi maximal sekitar 113 367 ng/ml dan waktu
paruh plasmanya 8 -12 jam. Bahan metabolisme dikeluarkan dari tubuh melalui
empedu dan urine. Penyerapan Albendazole akan meningkat hingga lima kali bila

29

diberikan dengan makanan yang berlemak. Dengan demikian bila kita ingin
membunuh cacing yang berada di jaringan, maka obat cacing diberikan bersama
makanan, dan bila kita ingin memberantas cacing yang berada di dalam lumen
usus, maka obat cacing diberikan pada waktu sebelum makan / perut kosong (10)..
Albendazole diindikasikan untuk mengobati infeksi cacing usus baik infeksi
tunggal maupun infeksi campuran dari Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura,
Necator americanus, Ancylostoma duodenale, Enterobius vermicularis ,
Strongyloides stercoralis, dan Taenia spp. Abendazole dapat bekerja sebagai
larvisid dan ovisid. Obat ini disediakan dalam berbagai bentuk dan nama dagang,
seperti (10):
a. Helben (PT.MECOSIN INDONESIA), kaplet 400 mg dan suspensi 200 mg
per 5 ml.
b. Albendazole (INDOFARMA), kaplet mengandung 400 mg.
Untuk cacing gelang (Ascaris Lumbricoides) pengobatan dapat dilakukan
secara individu atau massal pada masyarakat. Pengobatan individu dapat
digunakan bermacam-macam obat misalnya preparat Piperasin, Pyrantel pamoate,
Albendazole atau Mebendazole. Pemilihan obat cacing untuk pengobatan massal
harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu:
a. Mudah diterima di masyarakat
b. Mempunyai efek samping yang minimum
c. Bersifat polivalen sehingga dapat berkhasiat terhadap beberapa jenis cacing.
d. Harganya murah (terjangkau)
Untuk cacing cambuk (Trichuris Trichiura) pengobatan yang dilakukan untuk
infeksi yang disebabkan oleh cacing cambuk adalah Albendazole/Mebendazole
dan Oksantel pamoate. Dan untuk cacing tambang (Ancylostoma duodenale &
Necator

americanus)

adalah

Pyrantel

pamoate

(Combantrin,

Mebendazole (Vermox, Vermona, Vircid), Albendazole (11).

Pyrantin),

Anda mungkin juga menyukai