Anda di halaman 1dari 5

ESSAY

“ASCARIASIS, SCISTOSOMIASIS, DAN TAENIASIS”

Disusun oleh :

Nama : Arya Adhi Yoga wikrama Jaya

Nim : 018.06.0031

Kelas : A

Blok : DIGESTIVE II

Dosen : dr.Fahriana Azmi, M.Biomed

UNIVRSITAS ISLAM AL-AZHAR


FAKULTAS KEDOKTERAN
MATARAM
2020
Latar Belakang

Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan
menjangkiti banyak manusia di seluruh dunia. Umumnya, cacing jarang menimbulkan
penyakit serius namun dapat menyebabkan gangguan kesehatan kronis yang berhubungan
dengan faktor ekonomi. Penyakit kecacingan di Indonesia adalah penyakit rakyat umum,
infeksinya pun dapat terjadi secara simultan oleh beberapa jenis cacing sekaligus, pada orang
dewasa bisa menyebabkan menurunnya produktivitas kerja dan dalam jangka panjang hal ini
dapat menyebabkan menurunnya sumber daya manusia. Menurut data World Health
Organization (2017) sebanyak 820 miliar orang di dunia terinfeksi cacing Ascaris
lumbricoides, 460 miliar orang terinfeksi cacing Trichuris trichiura dan 440 miliar orang
terinfeksi cacing Hookworm. Soil Transmitted Helminth merupakan kelompok parasit cacing
usus yang memerlukan media tanah untuk perkembangannya. Parasit cacing usus yang
termasuk Soil Transmitted Helminth antara lain Ascaris lumbricoides (cacing gelang),
Trichuris trichiura (cacing cambuk), Hookworm (cacing kait) dan Strongyloides stercoralis
atau cacing benang. Cacingan mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan (digestif),
penyerapan (absorbsi) dan metabolisme makanan. Infeksi cacing dapat menimbulkan
kerugian zat gizi berupa kekurangan kalori dan protein serta kehilangan darah, selain dapat
menghambat perkembangan fisik, kecerdasan dan produktivitas kerja, juga dapat
menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terkena penyakit lainnya. Satu ekor cacing
dapat menghisap darah, protein, dan karbohidrat dari tubuh manusia. Prevalensi rata-rata
jumlah cacing 6 ekor per orang dan kemungkinan kerugian akibat kehilangan nutrisi berupa
protein, karbohidrat dan darah, tentu akan memberikan efek yang sangat membahayakan

Isi

Ascariasis adalah infeksi kecacingan yang disebabkan oleh cacing Ascaris


lumbricoides. Ascariasis adalah nematoda usus yang bentuknya silindris, memanjang, tidak
bersegmen, panjang bervariasi sekitar mm s/d beberapa cm, tubuhnya tertutup kutikula, jenis
kelamin terpisah (jantan & betina), sistem digestif sempurna, mempunyai rongga tubuh ,
sistem reproduksi yaitu sederhana, Ovipar (bertelur), sistem neuron sederhana, dan sistem
ekskresi juga sederhana.

Ascaris lumbricoides memiliki tiga bibir (prominent lips) yang masingmasing


memiliki dentigerous ridge (peninggian bergigi), tetapi tidak memiliki interlabia atau alae.
Ascaris Lumbicoides, daerah penyebaran biasanya pada daerah tropik/sub-tropik, keadaan
sosial ekonomi / lingkungan jelek, dengan hospesnya berupa Musca domestica (lalat),
Periplanata Americana (kecoa). Termaksud golongan soil transmitted helminth (Ascaris
lumbricoides, Tricuris trichiura, Necator americanus & Ancylostoma duodenale). Ascaris
lumbricoides jantan memiliki panjang 15-31 cm dan lebar 2-4 mm, dengan ujung posterior
yang melingkar ke arah ventral, dan ujung ekor yang tumpul. Ascaris lumbricoides betina
memiliki panjang 20-49 cm dan lebar 3-6 mm, dengan vulva pada sepertiga panjang badan
dari ujung anterior. Ascaris betina memiliki ovarium yang luas dan dapat mengandung 27
juta telur pada satu waktu, dengan 200.000 telur dikeluarkan setiap harinya.

Cara penularan Ascariasis terjadi melalui beberapa jalan yakni telur infektif
A.lumbricoides yang masuk ke dalam mulut bersamaan dengan makanan dan minuman yang
terkontaminasi, melalui tangan yang kotor tercemar terutama pada anak, atau telur infektif
yang terhirup udara bersamaan dengan debu. Pada keadaan telur infektif yang terhirup oleh
pernapasan, telur tersebut akan menetas di mukosa alat pernapasan bagian atas dan larva akan
segera menembus pembuluh darah dan beredar bersama aliran darah. Penyakit yang
disebabkan oleh Ascaris lumbricoides disebut dengan Ascariasis. Patofisiologinya berupa
menyerap zat makanan / vit A, iritasi mekanik mukosa usus, dan menyumbat usus halus pada
jumlah yang banyak. Gejala klinis yang muncul seperti malnutrisi, defisiensi vit Ayaitu
gangguan penglihatan, diarhea, ileus, batuk & alergi, dan anemia sehingga menimbulkan
kurang konsentrasi belajar. Penegakan diagnosis yang dilakukan berupa diagnosis penderita
dengan memeriksa feses: melihat bentuk telur. Diagnosis lingkungan dengan memeriksa
tanah, sayuran, buah. Pengobatan yang dilakuakn berupa upixon, combantrin. Tindakan
pencegahan yaitu mengobati sumber infeksi, memperbaiki lingkungan, dan mengurangi
populasi vektor mekanik.

Schistosomiasis merupakan penyakit parasitik yang disebabkan oleh infeksi cacing


yang tergolong dalam kelas trematoda, genus Schistosoma. Penyakit ini merupakan penyakit
zoonosis sehingga sumber penularan tidak hanya pada penderita manusia saja tetapi semua
hewan mamalia yang terinfeksi. Skistomosiasis adalah cacing dengan jenis kelamin terpisah,
jantan biasanya lebih pendek & lebih gemuk dibanding betina, Ceaca di belakang ventral
sucker, testes: 4-8, egg non operculated, embryonated, dan serkaria ekor bercabang 2
(penetrate into definitive host). Biasanya disebut dengan trematoda darah (Blood Fluke), ada
beberapa jenis spesies penting yang menginfeksi manusia yaitu Schistosoma japonica,
Schistosoma manson, dan Schistosoma haematobium. S. japonica telurnya 100 x 65 µm
Lateral knob, S. Haemotobium telurnya 150 x 50 µm Terminal spine, dan S. Mansomi
telurnya 150 x 60 µm Lateral spine.

Proses Patogenitas dan patologi dan organ paling terkena yaitu hepar & intestinum
(untuk ketiga spesies). Proses patologis ada 3 stadium progresif berupa inkubasi, peletakan
dan ekspulsi telur, dan proliferasi jaringan dan penyembuhan. Inkubasi berupa lesi terdiri atas
Dermatitis serkarial (24-36 jam sesudah invasi), terjadi infiltrasi seluler. Akibat migrasi larva
pada paru  haemoragi dan infiltrasi eosinofil, sel epiteloid, sel raksasa sekitar pembuluh
darah paru, hepatitis akut, larva tumbuh dan berkembang dalam hepar. Hiperemia pada
dinding intestinum tenue, terjadi waktu schistosomul menjadi dewasa dalam vena
mesenterika superior. Fase kedua yaitu perlekatan dan ekspulsi telur Trauma dan hemoragi
pada submukosa dan mukosa intestinum tenue terjadi saat telur diletakkan pada submukosa
dan mukosa intestinum tenue masuk lumen usus. Eosinofilia menimbulkan proses patologis
akibat intoksikasi absorbsi sistemik hasil metabolit cacing. Fase yang ketiga, proliferasi
jaringan dan penyembuhan, kumpulan telur merata menyebabkan infiltrasi seluler, terutama
eosinofil. Cacing dewasa meletakkan telur, dan migrasi ke vena mesenterika lain di
sekitarnya. Telur masuk ke sirkulasi darah vena ke vena portal intrahepatik menyebabakan
pseudotuberkel miliar & granulomatosa dalam hepar. Respon imun seluler berlanjut
sepanjang umur cacing (47 tahun), dan fase kronis terjadi fibrosis hepar.

Untuk diagnosisnya dapat dilakukan dari tanda akut demam (DD: tifoid, infeksi
bakteri / virus), Laboratoris yaitu menemukan telur dalam tinja, aspirasi protoskopik,
jaringan biopsy, dan diagnosis serologi berupa ELISA dan COPT (circum oval precipitation
test). Terapi yang dilakukan Praziquantel (Biltricide) dengan dosis 40 mg/Kg: single dose per
oral, dan Niridazole. Prognosis berupa Baik bila pengobatan diberikan pada awal penyakit,
dan Buruk bila usus dan hati telah fibrosis. Pencegahan yang dilakukan berupa perbaikan
sanitasi dengan keong mati, penggunaan molusisida Sodium pentakhlorofenat (NaPCP),
Niklosamid, dll , pengobatan, pencegah kontaminasi air oleh larva, dan penyuluhan kesehatan
kepada anak SD, SMP.

Taeniasis adalah penyakit yang disebabkan oleh Taenia sp. Spesies penyebab
taeniasis Taenia solium, Taenia saginata, dan Taenia asiatica. Sistiserkosis Merupakan
penyakit yang disebabkan adanya sista dari Taenia sp. yang terdapat pada tubuh manusia.
Taeniasis termasuk filum platyhelminthes, skoleks: cyclophyllidea : 4 buah sucker
(acetabulum), pseudophyllidea: 2 buah bothria, Rangkaian proglottid: immature, mature,
gravid, Sis digestif (-) makanan diserap dengan seluruh permukaan tubuh, Habitat cacing
dewasa : intestinum tenue, dan Hermaphrodit.

Taenia saginata (bafe tapo worm), morfologinya berbentuk seperti cacing pita
terpanjang (10-25m), terdiri dari 1000-2000 proglotida, scoleks 4 buah sucker berbentuk
seperti mangkok, tidak punya rostelum dan kait-kait, proglotid imatur, matur dan gravid segi
empat memanjang, porus genitalis letak berselang-seling, kanan atau kiri tidak teratur, dan
percabangan uterus pada proglotid gravid 15-30 buah. Biasanya dari sapi dan babi.
Manifestasi klinis yang timbul berupa sebagian besar asimtomatis, cacing dewasa
menyebabkan iritasi mukosa usus, proglotid yang sampai pankreas nekrosis, proglotid yang
sampai lumen apendiks dan disertai infeksi sekunder apendisitis, Cacing dewasa fragil,
obstruksi usus (-), inflamasi ringan, Rasa nyeri di daerah epigastrik, hunger pain, Nafsu
makan BB , dan Proglotid keluar bersama tinja.

Untuk mendiagnosis dilakukan dengan menemukan proglotid gravid pada feses, telur
T. saginata dan T. solium tidak bisa dibedakan. Proglotid difiksasi dengan formalin 10% à
injeksi dengan India ink à percabangan uterus akan terlihat (> 15 cabang). Telur Taenia sp.
dapat ditemukan dengan Anal Swab. Soluble antigen T. saginata (coproantigens) dalam
sampel tinja penderita dapat dideteksi dengan ELISA. Terapi yang dilakukan berupa
pemberian Niclosamide dosis tunggal, Praziquantel, efektif dengan dosis 2,5mg/KgBB,
Bithionol dosis 40-60mg/Kg BB, Quinakrin hidrochloride, albendazol tidak efektif untuk
infeksi T. saginata. Tindakan encegahan yaitu makanan sapi dijaga tidak tercemar tinja
manusia yang terinfeksi dengan sempurna, dan memasak daging sapi hingga masak.

Anda mungkin juga menyukai