Anda di halaman 1dari 22

Helmitologi

Slide 1
Pengertian parasit: Kata “parasit” berasal dari bahasa Yunani yaitu para yang bermakna di
samping dan sitos yang berarti makanan. Berdasarkan makna tersebut, maka parasit adalah
organisme yang kebutuhan makannya baik dalam seluruh daur hidupnya atau sebagian dari
daur hidupnya bergantung pada organisme lain. Organisme yang memberikan makanan pada
parasit disebut sebagai inang atau inang.

Jenis-jenis parasite: Filaria conjunctiva, Fasciola hepatica, Cysticercus bovis.

Jenis-jenis hospes: Hospes Definitif, Hospes Perantara, Hospes Reservoar, Hospes


Paraternik.

(Sumber: Dr. Bambang Heru Budianto, MS, 2014. Pengantar Parasitologi).

Slide 2
Apa yang dimaksud Nematoda, Trematoda, Cestoda:
- Nematoda atau cacing gilig atau cacing gelang merupakan filum Nematoda. Mereka
adalah filum hewan yang beragam yang menghuni rentang lingkungan yang sangat
luas.
- Trematoda atau disebut juga cacing isap adalah kelas dari anggota hewan tak
bertulang belakang yang termasuk dalam filum Platyhelminthes.
- Cestoda (atau Cestoidea) adalah nama yang diberikan untuk kelas cacing pipih parasit
dari filum Platyhelminthes.

Berikan contoh spesies helmin pada masing-masing kelompok:

Nematoda: Ascaris lumbricoides (cacing usus).


Trematoda: Fasciola hepatica (cacing hati).
Cestoda: Taenia (cacing pita).

(Sumber: 1. Lynne S. Garcia, UCLA Clinical Laboratories, 10833 LeConte Ave., Los
Angeles, California. Clinical Infectious Diseases 1999;29:734–6. 2. Buku sekolah elektronik
Lestari, Endang Sri (2009). Biologi 1 : Makhluk Hidup dan Lingkungannya. Jakarta. 3.
Smyth, J. D. McManus, D. P. The Physiology and Biochemistry of Cestodes. Cambridge
University Press 2007).

Slide 3
Jelaskan yang dimaksud dengan patologi:
Patologi adalah pengetahuan tentang perubahan fisik dan fungsional tubuh sebagai akibat
adanya penyakit.

Sebutkan contoh spesies helmin yang menimbulkan kondisi patologi stadium telur,
larva, dewasa:
Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Hookworm, dan Strongyloides stercoralis.

(Sumber: 1. Safar, R. 2010. Parasitologi Kedokteran: Protozoologi, Entomologi dan


Helmintologi. Cetakan I. Bandung: Yrama Widya. 2. Dr. Bambang Heru Budianto, MS,
2014. Pengantar Parasitologi).
Slide 4
Jelaskan pengertian stadium infektif parasite:
Stadium infektif parasit adalah stadium parasit yang menginfeksi manusia. Stadium infektif
dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui kontaminasi makanan dan minuman,
kontaminasi kulit atau selaput lender, dan gigitan serangga. Contohnya: Anthropoda
penghisap darah.

(Sumber: Maharadingga, M.Si, 2015. Pengantar Parasitologi: Pertemuan ke 1).

Slide 5
Sebutkan apa yang dimaksud soil transmitted helminths:
Cacing usus atau sering disebut STH adalah cacing usus yang penularannya melalui tanah.
Tanah merupakan media pertumbuhan telur untuk menjadi infektif. Jenis-jenis Soil
Transmitted Helminth adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan Hookworm
(Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) dan Strongyloides stercoralis.

(Sumber: Gandahusada, Srisasi., Herry D. Illahue, Wita Pribadi. 1998. Parasitologi


Kedokteran, Edisi III, FKUI. Jakarta).

Slide 6
Jelaskan nama penyakit, jenis hospes definitif, siklus hidup, stadium infektif, cara
penularan, habitat dalam tubuh, cara pencegahan spesies soil transmitted helmin:
Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, cacing tambang (Necator americanus dan
Ancylostoma duodenale):

Ascaris Lumbricoides
Ascaris lumbricoides merupakan nematoda parasit yang paling banyak menyerang
manusia dan cacing ini disebut juga cacing bulat atau cacing gelang. Cacing dewasa berwarna
agak kemerahan atau putih kekuningan, bentuknya silindris memanjang, ujung anterior
tumpul memipih dan ujung posteriornya agak meruncing.
Cacing dewasa jantan berukuran panjang 15 cm -31 cm dengan diameter 2 mm – 4 mm.
Sedangkan cacing betina panjangnya 29 cm -35 cm, kadang-kadang sampai mencapai 49 cm,
dengan diameter 3 mm -6 mm. Untuk dapat membedakan cacing betina dengan cacing jantan
ujung ekornya (ujung posterior), dimana cacing jantan ujung ekornya melengkung ke arah
ventral. Cacing jantan mempunyai sepasang spikula yang bentuknya sederhana dan silindris,
sebagai alat kopulasi, dengan ukuran panjang 2 mm – 3,5 mm dan ujungnya meruncing.
Cacing betina memiliki vulva yang letaknya di bagain ventral sepertiga dari panjang
tubuh dari ujung kepala. Vagina bercabang membentuk pasangan saluran genital. Saluran
genital terdiri dari seminal reseptakulum, oviduk, ovarium dan saluran berkelok-kelok
menuju bagian posterior yang berisi telur.
Seekor cacing betina dewasa dapat menghasilkan 100.000- 200.000 butir telur setiap
harinya. Telur yang dibuahi, berbentuk oval dan lebar besarnya kurang lebih 60 X 45 mikron
dan yang tidak dibuahi 90 X 40 mikron dengan struktur bagian dalamnya yang tidak jelas.
Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam
waktu 3 minggu.
Siklus hidup cacing A.lumbricoides dimulai sejak dikeluarkannya telur cacing
bersama feses. Jika kondisi yang menguntungkan seperti udara yang hangat dengan tempratur
250-300 C, lembab, tanah yang terlindung matahari, maka embrio di dalam telur fertil
berubah menjadi larva yang infektif dalam waktu 3 minggu. Apabila manusia tertelan telur
yang infektif, maka telur menetas menjadi larva di usus halus, kemudian larva akan masuk ke
dalam mukosa usus dan terbawa ke sirkulasi hepatika dan sampai di jaringan alveolar.
Setelah itu larva bermigrasi ke saluran nafas atas, yaitu bronkus, trakea dan setelah itu
faring yang menimbulkan rangsang batuk pada penderita. Rangsang batuk tersebut membuat
larva masuk kembali ke dalam sistem pencernaan dan akhirnya menetap, tumbuh dan
berkembang menjadi cacing dewasa. Waktu yang diperlukan sejak telur infektif tertelan
sampai cacing betina dewasa bertelur kembali adalah sekitar 2-3 bulan.
Penularan umumya dapat terjadi melalui makanan, minuman, dan mainan dengan
perantaraan tangan yang terkontaminasi telur Ascaris yang infektif. Infeksi sering terjadi pada
anak daripada dewasa. Hal ini disebabkan anak sering berhubungan dengan tanah yang
merupakan tempat berkembangnya telur Ascaris. Didapat juga laporan bahwa dengan adanya
usaha untuk meningkatkan kesuburan tanaman sayuran dengan mempergunakan feses
manusia, menyebabkan sayuran sumber infeksi Ascaris.
Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva.
Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya ringan. Kadangkadang penderita
mengalami gejala gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau
konstipasi. Sedangkan pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi melabsorbsi
sehingga memperberat keadaan malnutrisi. Efek yang serius terjadi bila cacing-cacing ini
menggumpal dalam usus sehingga menjadi obstruksi usus (ileus).
Pencegahan terhadap penyakit ini dapat dilakukan dengan beberapa cara
antara lain:
1) Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman
2) Sebelum melakukan persiapan makan, tangan dicuci terlebih dahulu dengan sabun
3) Bagi yang mengonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan, hendaklah dicuci
bersih dan disiram lagi dengan air hangat, selain itu upaya yang dapat dilakukan untuk
mencegah penyakit ini adalah sebagai berikut:
a) Mengadakan kemoterapi misal setiap 6 bulan sekali di daerah endemic atau
daerah yang rawan terhadap penyakit askariasis
b) Memberi penyuluhan terhadap sanitasi lingkungan
c) Melakukan usaha aktif dan preventif untuk dapat mematahkan siklus hidup
cacing, misalnya memakai jamban/WC
d) Makan makanan yang dimasak saja
e) Menghindari sayuran mentah (hijau) dan selada di daerah yang menggunakan
tinja sebagai pupuk

Trichuris Trichiura
Cacing T.trichiura dewasa berbentuk seperti cambuk, bagian anteriornya merupakan
3/5 dari bagian tubuh yang berbentuk langsing seperti ujung cambuk, sedangkan 2/5 bagian
12 posteriornya lebih tebal seperti gagang cambuk. Ukuran cacing betina lebih relatif besar
dibandingkan cacing jantan.
Cacing dewasa hidup di kolon asendens dan sekum dengan bagian anteriornya yang
seperti cambuk masuk ke dalam mukosa usus. Seekor cacing betina diperkirakan
menghasilkan telur setiap hari sebanyak 3.000 – 10.000. Telur berukuran 50-54 mikron X 32
mikron, berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua
kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih.
Siklus hidup Trichuris Trichiura dimulai sejak telur yang dibuahi dikeluarkan dari
hospes bersama tinja. Telur tersebut menjadi matang dalam waktu 3-6 minggu dalam
lingkungan yang sesuai, yaitu pada tanah yang lembab dan tanah tempat yang teduh. Telur
matang ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif. Cara infeksi langsung
bisa secara kebetulan hospes menelan telur matang. Larva keluar melalui dinding telur dan
masuk ke usus halus. Sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk
ke daerah kolon, terutama sekum.
Penderita terutama anak dengan infeksi Trichuris yang berat menahun, menunjukkan
gejala-gejala nyata seperti diare yang diselingi dengan sindrom disentri, anemia, berat badan
menurun dan kadang-kadang disertai prolapses rectum.
Untuk mencegah terjadinya penyakit ini perlu diperhatikan hal hal berikut ini:
1) Gunakan jamban yang bersih
2) Tingkatkan kebersihan individu
3) Hindari sayuran yang belum dicuci bersih

Hookworm (Cacing tambang)

Cacing dewasa hidup di rongga usus halus, dengan mulut yang besar melekat pada
mukosa dinding usus. Cacing betina N.americanus tiap hari mengelurakan telur kira-kira
9000 butir, sedangkan A duodenale kira-kira 10.000 butir. Cacing betina berukuran panjang
kurang lebih 1 cm, cacing jantan kurang lebih 0,8 cm. Bentuk badan N. americanus biasanya
menyerupai huruf S, sedangkan A. duodenale menyerupai huruf C. Rongga mulut kedua jenis
cacing ini besar. N. americanus mempunyai benda kitin, sedangan A. duondenale ada dua
pasang gigi.
Pada kondisi tanah berpasir dengan temperatur optimum yaitu sekitar 23-330 C, telur
tumbuh dan berkembang setelah 1-2 hari melepaskan larva rhabditiform yang berukuran 250-
300 μm. Setelah itu akan mengalami perubahan menjadi larva infektif yaitu filariform, yang
dapat menembus kulit dan dapat hidup selama 7-8 minggu di tanah.
Telur cacing tambang yang besarnya kira-kira 60 X 40 mikron, berbentuk bujur dan
mempunyai dinding tipis. Di dalamnya terdapat sel. Larva rabditiform panjangnya kira-kira
250 mikron, sedangkan larva filariform panjangnya kira-kira 600 mikron.
Manusia dapat terinfeksi oleh cacing ini jika larva infektif ini tertelan atau menembus
kulit, biasanya pada kulit kaki. Jika larva filariform masuk menembus kulit dan bermigrasi
menelusuri kulit atau yang disebut dengan cutaneus larva migrans, hingga akhirnya
menemukan jalan keluar berubah pembuluh vena dan masuk ke sirkulasi darah. Setelah
berada pada sistem sirkulasi, maka larva ini akan masuk ke dalam siklus paru seperti pada
siklus A.lumricoides. Berbeda halnya jika larva tertelan, maka larva tidak akan melewati
siklus paru, melainkan masuk langsung ke sistem pencernaan dan menetap di usus halus
hingga menjadi cacing dewasa. Pada N.americanus infeksi lebih disebabkan oleh masuknya
larva melalui kulit, sedangkan pada A.duodenale dengan cara tertelannya larva.
Larva yang menembus kulit menyebabkan rasa gatal. Bila sejumlah larva menembus
paru-paru dan suatu waktu dan orang-orang yang peka dapat menyebabkan bronkhitias atau
pneumonitis.
Penyakit cacing tambang adalah suatu infeksi kronis dan orang-orang yang terinfeksi
kadang-kadang tidak melibatkan simpton yang akut. Karena serangan cacing dewasa
menyebabkan anemia yang disebabkan karena kehilangan darah terus menerus. Satu ekor
cacing dapat menghisap darah setiap hari 0,1 – 1,4 cm3, berari penderita yang mengandung
500 ekor cacing, kehilangan darah 50-500 cm3 setiap hari.
Pencegahan cacing Hookworm adalah memutuskan daur hidup dengan cara:
1) Defekasi jamban
2) Menjaga kebersihan, cukup air bersih di jamban, untuk mandi dan cuci tangan secara
teratur
3) Memberi pengobatan masal dengan obat antelmintik yang efektif, terutama pada
golongan rawan
4) Penyuluhan kepada masyarakat mengenai sanitasi lingkungan yang baik dan cara
menghindari infeksi cacing.

Jelaskan nama penyakit, jenis hospes, siklus hidup, stadium infektif, cara penularan,
habitat dalam tubuh, cara pencegahan cacing kremi (Enterobius vermicularis):

Enterobius Vermicularis
Infeksi Cacing Kremi (Oksiuriasis, Enterobiasis) adalah suatu infeksi parasit yang
terutama menyeranganak-anak, dimana cacing Enterobius vermicularis tumbuh dan
berkembangbiak di dalam usus. Manusia dianggap satu-satunya hospes. Penyakitnya disebut
enterobiasis atau oksiuriasis.Masyarakat awam biasa menyebutnya kremi-an. Seluruh dunia,
dengan infeksi lebih sering pada anak usia sekolah atau prasekolah dandalam pemukiman
padat. Enterobiasis tampaknya lebih umum di daerah dingin dibandingkan dinegara-negara
beriklim tropis. Merupakan infeksi cacing yang paling umum di Amerika Serikat (sekitar 40
juta orang yang terinfeksi).
Sejak berbentuk telur hingga menetas, cacing ini tinggal di usus 12 jari kemudian
setelahberubah menjadi larva akan berpindah ke usus tengah (usus halus dekat seikum) yang
merupakanbagian atas sistem penyerapan nutrisi. Setelah dewasa dirongga seikum atau di
usus besar cacingbetina gravid akan bermigrasi ke perianal pada malam hari untuk
meletakkan telur.
Ukuran cacing dewasa jantan: 2-5 mm×0,1-0,2 mm. Bentuk seperti tanda tanya, pada
anterior terdapat pelebaran seperti sayap (cephalic alae), ujungposterior tumpul, spikulum
jarang ditemukan. Betina: 8-13 mm×0,3-0,5 mm. Pada anterior terdapat pelebaran seperti
sayap (cephalic alae), ujung posterior panjang danruncing, cacing betina gravid mengandung
11.000-15.000 telur.
Ukuran telur Enterobius vermicularis 50-60 µm ×20-30 µm. Telur berbentuk lonjong
dan lebih datar pada satu sisi (asimetris). Dinding telur bening dan agak lebih tebal dari
dinding telur cacing tambang.
Cacing betina memerlukan waktu sekitar 1 bulan untuk menjadi matur dan
mulaimemproduksi telur. Cacing betina yang gravid mengandung sekitar11.000-15.000 butir
telur, berimigrasi ke perianal pada malam hari untuk bertelur dengan carakontraksi uterus dan
vaginanya. Telur-telur jarang di keluarkan di usus sehingga jarang di temukan ditinja. Telur
menjadi matang dalam waktu kira-kira 6 jam setelah di keluarkan pada suhu badan.Dalam
keadaan lembab telur dapat hidup sampai 13 hari. Kadang-kadangcacing betina berimigrasi
ke vagina dan menyebabkan vaginitis. Populasi cacing jantan dan betina mungkin terjadi di
caecum. Cacing jantan mati setelahpopulasi, dan cacing betina mati setelah bertelur. Daur
hidup cacing mulai dari tertelannya telurinfektif sampai menjadi cacing dewasa gravid yang
bermigrasi ke perianal dan memerlukan waktukira-kira 2 minggu sampai 2 bulan.
Binatang piaraan seperti anjing dan kucing bukan host bagi E.vermicularis, tapi
bulunyadapat mengandung cacing kremi. Sehingga para pecinta binatang yang tidak cuci
tangan mudahuntuk terinfeksi. Telur cacing yang tertelan dapat tumbuh menjadi cacing
dewasa dalam ususmanusia dan berkembang biak dengan mengeluarkan banyak telur; seekor
cacing betina bertelursampai puluhan ribu per hari.
Intensitas penularan penyakit tinggi pada anak-anak yang belum mengenal higiene
pribadiyang baik. Tempat-tempat kumuh, rumah di huni banyak orang, rumah sakit, panti
asuhan merupakan tempat yang efektif bagi penularan Enterobiasis. Hygine yang buruk,
seperti jarangnyapenggantian seprei, tidur secara berkelompok, dan tukar menukar baju, serta
frekuensi penggantiancelana dalam dan baju yang jarang juga mempercepat penularan
penyakit ini.
Enterobiasis sering tidak menimbulkan gejala (asimptomatis). Gejala klinis yang
menonjolberupa pruritus ani, di sebabkan oleh iritasi di sekitar anus akibat migrasi cacing
betina ke perianaluntuk meletakkan telur-telurnya. Gatal-gatal di daerah anus terjadi saat
malam hari, karena migrasicacing betina terjadi di waktu malam. Cacing betina gravid, sering
mengembara dan bersarang di vagina serta tuba fallopi.Sementara sampai di tuba fallopi
menyebabkan salphyngitis. Kondisi ini sangat berbahaya, terutamapada wanita usia subur,
sebab dapat menyebabkan kemandulan, akibat buntunya salurantuba. Cacing juga sering
ditemukan di appendix. Hal ini bisa menyebabkan apendisitis, meskipun jarang di temukan.
Pencegahan dengan menjaga kebersihan, cuci tangan sebelum makan, ganti sprei
teratur,ganti celana dalam setiap hari, membersihkan debu-debu kotoran di rumah, potong
kuku secara rutin,hindari mandi cuci kakus (MCK) di sungai. Kalau perlu toilet dibersihkan
dengan menggunakandesinfektan. Selain itu, peningkatan kesehatan perorangan dan
kelompok digabungdengan terapi kelompok dapat membantu pencegahan.

(Sumber: 1. Gandahusada, Srisasi., Herry D. Illahue, Wita Pribadi. 1998. Parasitologi


Kedokteran, Edisi III, FKUI. Jakarta. 2. Irianto, Koes. 2013.Parasitologi Medis. Alfabeta.
Bandung. 3. Supali, T., Margono, S. S., dan Abidin, S. A. N., 2008. Buku Ajar Parasitologi
Kedokteran. Edisi ke 4. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta.).

Slide 7
Sebutkan kondisi-kondisi patologi dan gejala klinis yang disebabkan oleh Ascaris
lumbricoides (stadium larva dan dewasa):
Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva.
Selama bermigrasi larva dapat menyebabkan gejala bila merusak kapiler atau dinding
alveolus paru. Keadaan tersebut akan menyebabkan terjadinya pendarahan penggumpalan sel
leukosit dan eksudat yang akan menghasilkan konsolidasi paru dengan gejala panas, batuk,
batuk darah dan penumonitis Askaris. Pada foto toraks tampak infiltrat yang mirip
pneumonia viral yang menghilang dalam 3 minggu. Keadaan ini disebut sindrom Loeffler.
Pada pemerikasaan darah akan didapatkan eosinifilia.
Larva cacing ini dapat menyebar dan menyerang organ lain sepertiotak, ginjal, mata,
sumsum tulang belakang dan kulit. Dalam jumlah yang sedikit cacing dewasa tidak
menimbulkan gejala. Kadang-kadang penderita mengalami gejala gangguan usus ringan
seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi. Bila infestasi tersebut berat dapat
menyebabkan cacing-cacing ini menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus.
Cacing dewasa juga dapat menyebabkan gangguan nutrisi terutama pada anak-anak. Cacing
ini dapat mengadakan sumbatan pada saluran empedu, saluran pankreas, divertikel dan usus
buntu. Selain hal tersebut di atas, cacing ini dapat juga menimbulkan gejala alergik seperti
urtikaria, gatal-gatal dan eosinofilia. Cacing dewasa dapat keluar melalui mulut dengan
perantaraan batuk, muntah atau langsung melalui hidung.
Gejala klinis akan ditunjukkan pada stadium larva maupun dewasa. Pada stadium
larva, Ascaris dapat menyebabkan gejala ringan di hati dan diparu-paru akan menyebabkan
sindrom Loeffler. Sindrom Loeffler merupakan kumpulan tanda seperti demam, sesak nafas,
eosinophilia, dan pada foto Roentgen thoraks terlihat infiltrat yang akan hilang selama 3
minggu.
Pada stadium dewasa, di usus cacing akan menyebabkan gejala khas saluran cerna
seperti tidak nafsu makan, muntah-muntah, diare, konstipasi, dan mual. Bila cacing masuk ke
saluran empedu maka dapat menyebabkan kolik atau ikterus. Bila cacing dewasa kemudian
masuk menembus peritoneum badan atau abdomen maka dapat menyebabkan akut abdomen.
(Sumber: Dold, Christina dan Celia V. Holland. 2010. Ascaris and Ascariasis. Elsivier.
ISSN: 1286-4579(p), Volume:13, Issues:7).
Slide 8
Sebutkan kondisi-kondisi patologi dan gejala klinis yang disebabkan oleh Trichuris
trichiura (stadium dewasa):
Infeksi ringan tidak menyebabkan gejala klinis yang khas. Pada infeksi berat dan
menahun menyebabkan disentri, prolapsus rekti, apendesitis, anemia berat, mual dan muntah.
Disentri yang terjadi dapat menyerupai amebiasis. Infeksi pada umumnya ringan sampai
sedang dengan sedikit/tanpa gejala. Perkembangan larva Trichuris di dalam usus biasanya
tidak memberikan gejala klinik yang bcrarti walaupun dalam sebagian masa
perkembangannya larva memasuki mukosa intestinurn tenue. Proses yang berperan dalam
menimbulkan gejala yaitu trauma oleh cacing dan dampak toksik. Trauma pada dinding usus
terjadi karena cacing ini membenarkan kepalanya pada dinding usus. Cacing ini biasanya
menetap pada sekum. Pada infeksi yang ringan kerusakan dinding mucosa usus hanya sedikit.

(Sumber: Endang Setiyani, Dyah Widiastuti. 2008. Serba-serbi Parasit: Trichuris Trichiura.)

Slide 9
Sebutkan kondisi-kondisi patologi dan gejala klinis yang disebabkan oleh cacing
tambang (stadium larva dan dewasa):

Larva cacing menembus kulit akan menyebabkan reaksi erythematous. Larva di paru-
paru akan menyebabkan perdarahan, eosinophilia, dan pneumonia. Kehilangan banyak darah
dapat menyebabkan anemia.
Gambaran klinis walaupun tidak khas, tidak cukup mendukung untuk memastikan
untuk dapat membedakan dengan anemia karena defisiensi makanan atau karena infeksi
cacing lainnya. Secara praktis telur cacing Ancylostoma duodenale tidak dapat dibedakan
dengan telur Necator americanus. Untuk membedakan kedua spesies ini biasanya dilakukan
tekhnik pembiakan larva.Larva cacing tambang kemudian bermigrasi ke bagian
kerongkongan dan kemudian tertelan. Larva kemudian menuju usus halus dan menjadi
dewasa dengan menghisap darah penderita. Cacing tambang bertelur di usus halus yang
kemudian dikeluarkan bersama dengan feses ke alam dan akan menyebar kemanamana.

(Sumber: 1. Gracia LS, Bruckner DA. 2006. Diagnostik Parasitologi Kedokteran. Jakarta:
EGC, 138-54. 2. Onggowaluyo JS. 2002. Parasitologi Medik I (Helmintologi). EGC : Jakarta.
3. Soedarmo, S. S. P. (2010). Buku ajar infeksi & pediatri tropis. Edisi II. Jakarta : Badan
Penerbit IDAI).

Slide 10
Sebutkan kondisi-kondisi patologi dan gejala klinis yang disebabkan oleh Enterobius
vermicularis:
- Iritasi di sekitar anus, perienum dan vagina oleh cacing betina gravid yang bermigrasi
ke daerah anus danvagina sehingga menyebabkan pruritus lokal
- kurang nafsu makan, berat badan turun, aktivitas meninggi, enuresis, cepat marah,
gigi menggeretak,insomnia, dan mastrubasi,tetapi kadang sulit untuk membuktikan
sebab cacing kremi

(Sumber: Supali, T., Margono, S. S., dan Abidin, S. A. N., 2008. Buku Ajar Parasitologi
Kedokteran. Edisi ke 4. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta).
Slide 11
Sebutkan ciri-ciri telur Ascaris lumbricoides:
Ciri-ciri telur Ascaris lumbricoides fertil :
- berbentuk oval
- ukuran : panjang 45 – 75 μm dan lebar 35 – 50 μm
- dinding 3 lapis : lapisan luar yang tebal berkelok-kelok (lapisan albumin), lapisan
kedua dan ketiga relatif halus (lapisan hialin dan vitelin)
- telur berisi embrio
- berwarna kuning kecoklatan

Ciri-ciri telur Ascaris lumbricoides infertil :


- bentuk oval memanjang (kedua ujungnya agak datar)
- ukuran : panjang 88 – 94 μm dan lebar 40 – 45 μm
- dinding 2 lapis : lapisan luar yang tebal berkelok-kelok sangat kasar / tidak teratur
(lapisan albumin), lapisan kedua relatif halus (lapisan hialin)
- telur berwarna granula refraktil
- berwarna kuning kecoklatan

(Sumber : https://medlab.id/ascaris-lumbricoides/ di akses pada tanggal 27 April 2020).

Slide 12
Sebutkan ciri-ciri telur Trichuris trichiura

Ciri-ciri telur :
- berbentuk oval
- ukuran : panjang ± 50 μm dan lebar ± 23 μm
- dinding 2 lapis : lapisan luar berwarna kekuningan dan lapisan dalam transparan
- pada kedua ujung telur terdapat tonjolan yang disebut mucoid plug / polar plug / clear
knop
- telur berisi embrio

(Sumber : 1. Craig, C.F., et al. 1970. Craig and Faust’s Clinical Parasitology. Michigan : Lea
& Febiger. 2. https://medlab.id/trichuris-trichiura/ di akses pada tanggal 27 April 2020).

Slide 13
Sebutkan ciri-ciri telur cacing tambang:

Ciri-ciri telur hook worm :


- berbentuk oval
- ukuran : panjang ± 60 μm dan lebar ± 40 μm
- dinding 1 lapis tipis dan transparan
- isi telur tergantung umur :
o Tipe A → berisi pembelahan sel (1 – 4 sel)
o Tipe B → berisi pembelahan sel (> 4 sel)
o Tipe C → berisi larva

(Sumber : 1. Craig, C.F., et al. 1970. Craig and Faust’s Clinical Parasitology. Michigan : Lea
& Febiger 2. CDC. Ascariasis. http://www.cdc.gov/parasites/hookworm/ di akses pada
tanggal 27 April 2020. 3. /https://medlab.id/cacing-tambang-hook-worm/ di akses pada
tanggal 27 April 2020).
Slide 15
Sebutkan ciri-ciri telur Enterobius vermicularis:
Ukuran telur Enterobius vermicularis 50-60 µm ×20-30 µm. Telur berbentuk lonjong
dan lebih datar pada satu sisi (asimetris). Dinding telur bening dan agak lebih tebal dari
dinding telur cacing tambang.

(Sumber: Supali, T., Margono, S. S., dan Abidin, S. A. N., 2008. Buku Ajar Parasitologi
Kedokteran. Edisi ke 4. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta).

Slide 17
Jelaskan jenis hospes definitif, hospes perantara, hospes reservoir (jika ada), siklus
hidup, stadium infektif, cara penularan, habitat dalam tubuh, cara pencegahan
filariasis limfatik:
Wuchereria bancrofti adalah salah satu nematoda jaringan yang merupakan salah satu
parasit manusia yang menyebabkan penyakit filariasis limfatik (kaki gajah). Penyebaran
cacing ini kosmopolit terutama di daerah tropis dan sub tropis. Insidensi tinggi terjadi di
daerah sekitar pantai dan kota besar, karena hal ini berhubungan dengan kebiasaan
intermediate host / hospes perantara (nyamuk). Wuchereria bancrofti mempunyai nama lain
Filaria bancrofti, Filaria sanguinis hominis, Filaria sanguinis, Filaria nocturna, dan Filaria
pasifica.
Mikrofilaria masuk ke dalam tubuh manusia dengan melalui gigitan nyamuk (dari
genus Mansonia, Culex, Aedes, dan Anopheles). Mikrofilaria masuk ke dalam saluran limfa
dan menjadi dewasa → cacing jantan dan betina melakukan kopulasi → cacing gravid
mengeluarkan larva mikrofilaria → mikrofilaria hidup di pembuluh darah dan pembuluh
limfa → mikrofilaria masuk ke dalam tubuh nyamuk saat nyamuk menghisap darah manusia
→ mikrofilaria berkembang menjadi larva stadium 1 → larva stadium 2 → larva stadium 3
dan siap ditularkan.
Habitat cacing dewasa berada di dalam pembuluh limfa dan kelenjar limfa.
Mikrofilaria didapatkan dalam darah dan limfa. Predileksi cacing ini adalah jaringan limfa
abdomen ke bawah. Dalam pembuluh / kelenjar limfa filaria dapat melingkarkan tubuhnya
sehingga menjadi suatu nodule (seperti tumor) sehinggnya menimbulkan varises yaitu
pelerbaran dari pembuluh yang abnormal. Mikrofilaria dikeluarkan dari nodule langsung ke
aliran limfa dan melalui ductus thoracicus masuk ke aliran darah. Mikrofilaria mempunyai
periodisitas nocturna, yaitu berada dalam pembuluh darah pada waktu malam hari (jam 22.00
– 04.00). Hal ini perlu diingat untuk mengambil sampel darah pada malam hari untuk
diagnosis.
Cara pencegahan :
1. Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit dibersihkan
2. Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk
3. Menggunakan kelambu saat tidur
4. Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk
5. Menanam tanaman pengusir nyamuk
6. Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah
7. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa menjadi
tempat istirahat nyamuk

(Sumber: 1. Craig, C.F., et al. 1970. Craig and Faust’s Clinical Parasitology. Michigan : Lea
& Febiger. 2. CDC. Lymphatic Filariasis. http://www.cdc.gov/parasites/lymphaticfilariasis/
di akses pada tanggal 27 April 2020. 3. https://medlab.id/wuchereria-bancrofti/ di akses pada
tanggal 27 April 2020).

Slide 18
Jelaskan perbedaan mikrofilaria Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori:
Wuchereria Brugia malayi Brugia timori
bancrofti
Sheath + + +
Pengecatan Giemsa  + 
Panjang 290 micron 220 micron 310 micron
Ratio p/l ceph.sp 1:1 2:1 3:1
Body nuclei Discrete (berlainan) Overlapping Overlapping
(tumpang tindih) (tumpang tindih)
Terminal nuclei - 2 (berdekatan) 2 (terpisah)
Bodi curvature Graceful Kinky (keriting) Kinky (keriting)
(Sumber: Dr. Dewi Saputri, MKT. 2008. FILARISI LIMFATIK).

Slide 19
Jelaskan kondisi-kondisi patologi dan gejala klinis yang disebabkan oleh filariasis
bankrofti dan filariasis brugia (stadium dewasa):
Filariasis Bancrofti
Infeksi yang disebabkan oleh cacing nematode Wuchereria bancrofti yang biasanya
tinggal di sistem limfatik (saluran dan kelenjar limfa) dari penderita. Cacing betina
menghasilkan mikrofilaria yang dapat mencapai aliran darah dalam 6–12 bulan setelah
infeksi. Ada jenis filarial yang menunjukkan perbedaan biologis, yaitu: 1) mikrofilaria
ditemukan dalam darah tepi pada malam hari (periodisitas nokturnal) dengan konsentrasi
maksimal pada pukul 22.00 hingga 02.00, 2) mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi terus-
menerus namun konsentrasi maksimalnya terjadi pada siang hari (diurnal). Bentuk yang
kedua endemis di Pasifik Selatan dan daerah pedesaan muncul sebagai fokus kecil di Asia
Tenggara dimana vektornya adalah nyamuk Aedes yang menggigit di siang hari.
Spektrum manifestasi klinis pada daerah endemis filariasis, adalah:
a) Mereka yang terpajan namun tetap asimtomatik dan parasitnya negatif,
b) Mereka yang asimtomatik dengan mikrofilaria,
c) Mereka yang mengalami demam berulang, limfadenitis dan limfangistis retrograde
dengan atau tanpa mikrofilaria,
d) Mereka dengan tanda-tanda klinis kronis seperti timbulnya hidrokel, kiluria dan
elephantiasis pada anggota badan, payudara dan alat kelamin dengan mikrofilaremia
konsentrasi rendah atau tidak terdeteksi sama sekali,
e) Mereka dengan sindrom ‘tropical pulmonary esosinophilia’, dan mereka dengan
serangan asma nokturnal paroksimal, mereka dengan penyakit paru-paru interstitial
kronis, mereka dengan demam ringan yang berulang serta mereka yang menunjukkan
peningkatan eosinophilia dan adanya mikrofilia degeneratif dalam jaringan dan bukan
dalam aliran darah (occult filariasis).

Filariasis Brugia

Infeksi yang disebabkan oleh cacing nematoda Brugia malayi dan Brugia timori.
Bentuk periodik nocturnal dari Brugia malayi ditemukan pada masyarakat pedesaan yang
tinggal di daerah persawahan terbuka yang sebagian besar ditemukan di Asia Tenggara.
Bentuk subperiodik dapat menginfeksi manusia, kera serta hewan karnivora baik hewan
peliharaan ataupun binatang liar di hutan-hutan Indonesia dan Malaysia. Manifestasi klinis
sama dengan filariasis bancrofti, kecuali bedanya ada pada serangan akut berupa demam
filarial, dengan edenitis dan limfangitis retrograde yang lebih parah, sementara kiluria
biasanya jarang terjadi dan elephantiasis biasanya mengenai ekstremitas bagian bawah
(lengan bawah, kaki bagian bawah) paling banyak ditemui dibagian kaki di bawah lutut.
Limfedema pada payudara dan hidrokel jarang ditemukan.
Untuk infeksi B. timori banyak ditemukan di pulau Timor dan dibagian tenggara
kepulauan Indonesia. Manifestasi klinis sama dengan infeksi yang terjadi pada B. malayi.
Manifestasi klinis filariasis timbul tanpa ditemukannya mikrofilaria dalam darah (occult
filariasis). Dari ribuan penderita dikalangan tentara Amerika yang diperiksa selama perang
dunia II, mikrofilaria ditemukan hanya pada 10-15 orang penderita dengan pemeriksaan
berulang-ulang. Sebagian dari penderita tersebut, infeksi ditandai dengan eosinophilia yang
sangat jelas terkadang disertai dengan gejala pada paru berupa sindroma ‘tropical pulmonary
eosinophilia’. Mikrofilaria dengan mudah dapat dideteksi pada waktu mirofilaremia
maksimal. Mikrofilaria hidup dapat dilihat dengan mikroskop kekuatan rendah pada tetesan
darah tepi (darah jari) pada slide atau pada darah yang sudah dihemolisa di dalam bilik
hitung.

(Sumber: Arsin, A. Arsunan. 2016. EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI INDONESIA.


Makassar: Masagena Press).

Slide 21
Jelaskan nama penyakit, jenis hospes definitif, hospes perantara, siklus hidup, stadium
infektif, cara penularan, habitat dalam tubuh, cara pencegahan Schistosoma sp,
Paragonimus westermani, Fasciola hepatica, Fasciolopsis buski, Chlonorsis sinensis:

Schistosoma sp
Schistosoma sp adalah cacing penyebab penyakit Schistosomiasis atau disebut juga
demam keong merupakan penyakit parasitik. Pada manusia ditemukan tiga spesies cacing
Schistosoma yaitu Schistosoma japonicum, Schistosoma mansoni, Schistosoma
haematobium. Selain spesies yang ditemukan pada manusia, masih banyak spesies yang
hidup pada binatang dan kadang-kadang dapat hidup di manusia. Schistosomiasis
mempengaruhi lebih dari 200 juta orang di daerah tropis dan subtropis di Amerika Selatan,
Afrika, dan Asia. Lima jenis schistosoma yang paling menyebabkan kasus pada
schistosomiasis pada orang:
1. Schistosoma hematobium menginfeksi saluran kemih (termasuk kantung kemih)
2. Schistosoma mansoni, Schistosoma japonicum, Schistosoma mekongi, dan Schistosoma
intercalatum menginfeksi usus dan hati.

Siklus hidup Schistosoma spp meliputi tahap parasit dan hidup bebas. Tahap infektif
untuk manusia adalah serkaria, yang hidup dan berenang bebas, tetapi berumur pendek (24-
72 jam). Serkaria masuk ke dalam tubuh inang melalui penetrasi kulit yang berada di dalam
air. Serkaria kemudian bertransformasi menjadi larva schistosomula, yang menembus sistem
sirkulasi melalui pembuluh subkutaneus dan mencapai sistem sirkulasi pulmonal. Pada paru-
paru, schistosomula memanjang, masuk ke pembuluh vena pulmonalis dan kemudian
bergerak menuju jantung hingga kapiler darah sistemik. Jika schistosomula mencapai
pembuluh splanchnic, schistosomula bergerak ke pembuluh kapiler untuk menuju sirkulasi
portal. Apabila tidak mencapai sirkulasi portal, schistosomula akan kembali ke jantung untuk
bersirkulasi kembali. Dari kapiler mesenterika, schistosomula akan bergerak ke hati dan
masuk ke dalam cabang-cabang intrahepatik vena portal dan mengalami maturasi menjadi
cacing schistosome dewasa. Cacing fluke darah dewasa bersifat dioecious, yaitu jantan atau
betina terpisah dan akan bermigrasi melalui pembuluh mesenterika untuk mencari pasangan,
kawin dan memulai oviposisi pada dinding usus. Telur akan keluar dari tubuh manusia
bersamaan dengan kotoran dan apabila telah mencapai air tawar, telur akan menetas untuk
melepaskan mirasidia. Mirasidia merupakan tahap yang akan menginfeksi inang perantara
siput. Mirasidia akan berkembang menjadi sporokista dan nantinya akan melepaskan serkaria
4-12 minggu setelah siput terinfeksi. Pada tahapan siklus hidup schistosom tidak memiliki
tahapan redia.

Cara infeksi atau Penularandari Schistosoma spp. Terbagi menjadi 2 yaitu infek akut
dan infeksi kronis. Infeksi akut merupakan sejenis infeksi yang cukup sulit untuk didiagnosis
pada inang definitif. Gejala klinis tidak bersifat spesifik untuk schistosomiasis. Riwayat kulit
yang terpapar air pada daerah endemik diikuti oleh kelainan klinis sesuai dapat meningkatkan
kecurigaan adanya schistosomiasis akut. Pengujian serologi antischistosom dapat dilakukan,
meskipun hasil positif tidak membedakan anata infeksi yang baru dengan yang lama. Namun,
beberapa orang yang sebelumnya memiliki hasil negatif dapat menjadi indikasi imun yang
dapat mengesampingkan kemungkinan infeksi schistosoma. Infeksi kronis,Pemeriksaan tinja
langsung menggunakan teknik Kato-Katz adalah metode pilihan untuk menentukan
keberadaan infeksi dan densitas telur pada manusia yang terinfeksi. Telur memiliki
penampilan yang berbeda, yaitu ovoidal dengan operculumkecil di dekat salah satu kutub.
Telur berukuran sekitar panjang 100 μm dan lebar 60 μm. Teknik-teknik konsentrasi sangat
membantu untuk mengolah jumlah volume tinja yang besar, tetapi tidak sensitif untuk infeksi
ringan. Teknik konsentrasi umum meliputikonsentrasi formaldehid-eter, teknik konsentrasi
mertiolat-formaldehid, dan teknik konsentrasi mertiolat-yodium-formaldehid. Biopsi rektal
dapat berguna jika pemeriksaan tinja berulang tetap menunjukkan hasil negatif ketika
kecurigaan klinis tinggi terhadap infeksi schistosom, karena sebagian besar telur
kemungkinan berkonsentrasi di mukosa rektal dan akan tetap ada bahkan jika infeksi aktif
telah berhenti. Saat ini tes yang mumpuni yaitupengujian precipitin sirkumoval (COPT),
pengujian hemaglutinasi tidak langsung dan ELISA terhadap antigen schistosome yang larut.

Pencegahan yang dapat dilakukan dalam mengatasi Schistosomiasis ini lebih


ditekankan dengan menggangu transmisi fluke. Pada daerah dengan prevalensi tinggi,
kemoterapi massal adalah strategi kontrol utama. Meskipun pengobatan massal dapat
mengurangi penularan, namun hal tersebut tidak menjamin dalam mengambat transmisi
schistosoma. Pengendalian siput Oncomelaniasebagai inang perantara adalah strategi efektif
yang digunakan di Jepang dan sebagian dataran Cina. Eliminasi siput melibatkan penggunaan
molusikisida kimia untuk membunuh siput. Perbaikan sanitasi untuk mencegah telur fluke
darah dalam feses menyebar ke perairan juga merupakan ukuran kontrol yang penting.

(Sumber: 1. Alnassir, W., King, C.H. 2009. “Schistosomiasis: Schistosoma mansoni,” In A.R.
Satoskar et al (Eds.), Medical Parasitology, Landes Bioscience: 118-128. 2. Khiani, V.,
King, C.H. 2009. “Schistosomiasis: Schistosoma haematobium,” In A.R. Satoskar et al
(Eds.), Medical Parasitology, Landes Bioscience: 129-136. 3. Salvana, E.M.T., King, C.H.
2009. “Schistosomiasis: Schistosoma japonicum,” In A.R. Satoskar et al (Eds.), Medical
Parasitology, Landes Bioscience: 111-117).

Paragonimus westermani
Paragonimus westermani adalah salah satu trematoda paru-paru yang bersifat
hermaprodit yang dapat menimbulkan penyakit paragonimiasis. Trematoda ini mempunyai
nama lain the lung fluke, Distoma westermani, dan Paragonimus ringeri.
Hospes definitif : manusia, anjing, kucing
Hospes intermedier 1 : keong air tawar (Melania sp.)
Hospes intermedier 2 : kepiting (Potamon sp., Paratelphusa sp., Sesarma sp.) udang air tawar
(Astacus sp., Cambarus sp.)

Cacing dewasa hidup di jaringan paru-paru → bertelur kemudian telur akan melalui
bronkus dan keluar dengan dua cara → 1. dibatukkan bersama sputum yang haemorrhagia, 2.
jika sputum tertelan maka telur akan masuk ke dalam saluran pencernaan dan akan keluar
bersama tinja → telur yang belum mengalami embrionisasi jika jatuh ke air akan matang
(berisi mirasidium) → dalam 3 – 4 minggu menetas dan keluar mirasidium → mirasidium
masuk ke hospes perantara 1 (Melania sp.) → berkembang menjadi sporokista → redia 1 →
redia 2 → cercaria → cercaria keluar kemudian masuk ke hospes perantara 2 → didalam
insang hospes perantara 2 cercaria membungkuskan diri dalam kista buat dan di sebut
metaserkaria → metaserkaria dalam hospes perantara 2 tertelan manusia → mengalami
enkistasi dalam usus halus → menerobos dinding usus → menembus diafragma dan rongga
pleura → menjadi dewasa dalam paru-paru. Kadang-kadang dapat mengembara ke otak dan
menjadi dewasa di situ. Cacing ini dapat hidup selama 5 – 6 tahun.

Penyakit akibat infeksi cacing ini dinamakan Paragonimiasis. Infeksi cacing ini dapat
memberikan gejala di paru-paru dan ektopik infeksi.
Gejala paru-paru :
 Berupa kerusakan jaringan
 Tampak juga infiltrasi sel jaringan
 Reaksi jaringan membentuk kapsul fibrotik (kista), di dalamnya terdapat
cacing dan juga telur, jika kista ini berada di brokus maka oleh suatu hal dapat
pecah. Gejala mula-mula batuk kering, kemudian batuk darah.
Ektopik infeksi :
 Di otak → gejala cerebral (epilepsi)
 Di usus → abses dengan gejala diare
 Di jaringan otot → ulcerrosa
 Di hati, dinding usus, pulmo, otot, testis, otak, peritoneum, pleura terdapat
bentuk kista

Pencegahan :
 Tidak memakan kepiting yang belum di masak sampai matang
 Tidak buang air besar sembarangan terutama di lokasi perairan
 Melakukan pengobatan pada penderita.

(Sumber: 1. Craig, C.F., et al. 1970. Craig and Faust’s Clinical Parasitology. Michigan : Lea
& Febiger. 2. CDC. Paragonimiasis. http://www.cdc.gov/parasites/paragonimus/ di akses
pada tanggal 27 April 2020. 3. https://medlab.id/paragonimus-westermani/ di akses pada
tanggal 27 April 2020).

Fasciola hepatica
Fasciola hepatica adalah salah satu trematoda hati yang bersifat hermaprodit yang
dapat menimbulkan penyakit fascioliasis. Parasit ini disebut juga dengan Sheep Liver Fluke.
Hospes definitif : manusia, binatang ternak (domba, kambing, sapi, kelinci) dan rusa
Hospes intermedier 1 : keong air
Hospes intermedier 2 : tumbuhan air
Telur keluar bersama tinja → menetas di air menjadi mirasidium → masuk ke hospes
perantara 1 (keong air) → berkembang menjadi sporokista → redia 1 → redia 2 → serkaria
→ keluar dari hospes perantara 1 → menempel pada hospes perantara 2 (tumbuhan air) →
berkembang menjadi meteserkaria → jika tumbuhan air yang mengandung metaserkaria
tertelan hospes definitif → akan terjadi ekskistasi di dalam duodenum → menembus dinding
usus → cavum abdominalis → menembus kapsul hepar →parenkim hepar → saluran empedu
→ menetap dan berkembang menjadi dewasa dalam waktu ± 12 minggu.

Gejala Klinis Fascioliasis:


 Selama migrasi akan menimbulkan kerusakan parenkim hepar hingga terjadi nekrosis
serta obstruksi / penyumbatan empedu
 Akibat tekanan, hasil metabolik cacing yang toksik dan migrasi cacing menimbulkan
peradangan adenomateus dan fibrotik di saluran-saluran empedu sehingga terjadi
icterus
 Di daerah timu tengah didapatkan semacam laryngopharyngitis yang dikenal dengan
“halzoun” yaitu pharyngeal fascioliasis yang disebabkan cacing dewasa yang ikut
termakan bersama hati hewan ternak yang tidak dimasak.

Pencegahan fascioliasis :
 Memasak sayuran dengan baik dan masak sebelum dimakan
 Melakukan pengobatan pada penderita (manusia dan hewan)
 Tidak buang air besar sembarangan terutama di lokasi perairan yang ditumbuhi
tumbuhan air

(Sumber: 1. Craig, C.F., et al. 1970. Craig and Faust’s Clinical Parasitology. Michigan : Lea
& Febiger. 2. CDC. Fascioliasis (Fasciola Infection). http://www.cdc.gov/parasites/fasciola di
akses pada tanggal 27 April 2020. 3. https://medlab.id/fasciola-hepatica/ di akses pada
tanggal 27 April 2020).

Fasciolopsis buski
Fasciolopsis buski adalah salah satu trematoda usus yang bersifat hermaprodit yang
dapat menimbulkan penyakit fasciolopsiasis. Hospes definitif parasit ini adalah manusia,
babi, kadang-kadang anjing, hospes intermedier 1 nya keong air, sedangkan hospes
intermedier 2 nya adalah tumbuhan air.

Telur menetas di air → keluar mirasidium → dimakan hospes perantara 1 (keong air
dari genus Segmentina, Hippeutis, Cyarulus) → dalam tubuh keong berkembang menjadi
sporokista → redia → serkaria dan keluar dari tubuh keong → hidup bebas di air →
menempel di hospes perantara 2 (tumbuhan air seperti enceng gondok, teratai) dan
berkembang biak menjadi metaserkaria dalam waktu 3 – 4 minggu → manusia terinfeksi jika
makan tumbuhan air yang mengandung metaserkaria dalam kista → ekskistasi dalam
duodenum → melekatkan diri pada mukosa usus halus dan berkembang menjadi dewasa
dalam waktu ± 1 bulan.

Gejala Klinis Fasciolopsiasis:


 Peradangan akibat perlekatan cacing pada mukosa usus
 Ulserasi yang agak dalam pada luka
 Abses dengan sakit di daerah epigastrium
 Mual
 Diare ringan sampai berat
 Pada infeksi yang berat dapat terjadi oedem dan ascites
 Anemia ringan dengan lekositosis dan eosinofilia sampai 35%

Pencegahan fasciolopsiasis dapat dilakukan dengan cara memasak tumbuhan air sebelum
dimakan, serta jangan buang air besar sembarangan terutama di lokasi perairan yang
ditumbuhi tumbuhan air.

(Sumber: 1. Craig, C.F., et al. 1970. Craig and Faust’s Clinical Parasitology. Michigan : Lea
& Febiger 2. CDC. Fasciolopsiasis (Fasciolopsis infection).
http://www.cdc.gov/parasites/fasciolopsis/ di akses pada tanggal 27 April 2020. 3.
https://medlab.id/fasciolopsis-buski/ di akses pada tanggal 27 April 2020).

Chlonorsis sinensis
Clonorchis sinensis adalah salah satu trematoda hati yang bersifat hermaprodit yang
dapat menimbulkan penyakit clonorchiasis. Nama lain parasit ini adalah Opisthorchis
sinensis atau The chinese liver fluke.
Hospes definitif : kucing, anjing, manusia
Hospes intermedier 1 : keong air
Hospes intermedier 2 : ikan

Telur keluar bersama tinja → telur dimakan hospes perantara 1 (keong air) →
menetas menjadi mirasidium → berkembang menjadi sporokista → redia → cercaria →
keluar dari hospes perantara 1 → cercaria berenang bebas di air → masuk ke hospes
perantara 2 (ikan) → menjadi metaserkaria di dalam hospes perantara 2 → ikan dimakan
manusia → ekskistasi dalam duodenum → larva masuk ductus choledochus → masuk saluran
empedu dan menjadi dewasa.

Gejala Klinis Clonorchiasis:


 Cacing dewasa menyebabkan perubahan pada saluran empedu dan jaringan hati
berupa radang dan penebalan saluran empedu.
 Gejala dan keluhan tergantung dari berat ringannya infeksi dan infeksi ulangan.
Infeksi yang ringan tanpa gejala atau hanya keluhan ringan saja.
 Infeksi yang berat dapat menyebabkan pembesaran hati disertai dengan ikterus.
 Pada stadium lanjut dapat terjadi sirosis hepatis disertai asites dengan oedem.

Pencegahan:
 Tidak memakan ikan mentah atau setengah matang
 Tidak buang air besar sembarangan terutama di lokasi perairan
 Melakukan pengobatan pada penderita

(Sumber: 1. Craig, C.F., et al. 1970. Craig and Faust’s Clinical Parasitology. Michigan : Lea
& Febiger 2. CDC. Clonorchis. http://www.cdc.gov/parasites/clonorchis di akses pada
tanggal 27 April 2020. 3. https://medlab.id/clonorchis-sinensis/ di akses pada tanggal 27
April 2020).

Apakah perbedaan yang ditemukan antara Schistosoma sp dengan spesies-spesies


Trematoda lainnya:
Perbedaannya terletak pada jenis kelaminnya:
1. Golongan hermaprodit (berkelamin ganda) Contoh : Fasciola hepatica, Clonorchis
sinensis, Paragonimus westermani, Fasciolopsis buski.
2. Golongan anhermaprodit (organ genital terpisah) Contoh : Schistosoma japonicum,
Schistosoma mansoni, Schistosoma haematobium.

(Sumber: 1. Craig, C.F., et al. 1970. Craig and Faust’s Clinical Parasitology. Michigan : Lea
& Febiger. 2. https://medlab.id/trematoda/ di akses pada tanggal 27 April 2020).

Slide 22
Jelaskan perbedaan stadium telur Schistosoma mansoni, S. haematobium, S. japonicum
Yang membedakan stadium telur Schistosoma mansoni, Schistosoma haematobium,
Schistosoma japonicum adalah duri/spina yang dimiliki.

(Sumber: 1. Craig, C.F., et al. 1970. Craig and Faust’s Clinical Parasitology. Michigan : Lea
& Febiger. 2. https://medlab.id/trematoda/ di akses pada tanggal 27 April 2020).

Slide 23
Sebutkan kondisi patologi dan gejala klinis pada sistosomiasis:

Ketika sistosomiasis pertama kali memasuki kulit, ruam yang gatal bisa terjadi (gatal
perenang). Sekitar 4 sampai 8 minggu kemudian (ketika cacing pita dewasa mulai
meletakkan telur), demam, panas-dingin, nyeri otot, lelah, rasa tidak nyaman yang samar
(malaise), mual, dan nyeri perut bisa terjadi. Batang getah bening bisa membesar untuk
sementara waktu, kemudian kembali normal. kelompok gejala-gejala terakhir ini disebut
demam katayama.

Gejala-gejala lain bergantung pada organ-organ yang terkena:


1. Jika pembuluh darah pada usus terinfeksi secara kronis : perut tidak nyaman,
nyeri, dan pendarahan (terlihat pada kotoran), yang bisa mengakibatkan anemia.
2. Jika hati terkena dan tekanan pada pembuluh darah adalah tinggi : pembesaran
hati dan limpa atau muntah darah dalam jumlah banyak.
3. Jika kandung kemih terinfeksi secara kronis : sangat nyeri, sering berkemih,
kemih berdarah, dan meningkatnya resiko kanker kandung kemih.
4. Jika saluran kemih terinfeksi dengan kronis : peradangan dan akhirnya luka parut
yang bisa menyumbat saluran kencing.Jika otak atau tulang belakang terinfeksi
secara kronis (jarang terjadi) : Kejang atau kelemahan otot.

(Sumber: Natadisastra Djaenudin, Ridad Agoes, Parasitologi Kedokteran, Ditinjau dari Organ
Tubuh yang Diserang, Cetakan 1, EGC, 2009).

Slide 26
Sebutkan bagian-bagian tubuh Cestoda:
1. Scolex
2. Leher dan proglottid
3. Poros Uterinus
4. Uterus
5. Onchosphere

Slide 27
Jelaskan jenis hospes definitif, hospes perantara, siklus hidup, stadium infektif, cara
penularan, habitat dalam tubuh, cara pencegahan Taenia saginata, Taenia solium,
Diphylobothrium latum:
Taenia saginata
Taenia saginata merupakan parasit yang termasuk dalam kelas cestoda yang hidup
dalam usus manusia dan dapat menyebabkan penyakit Taeniasis saginata. Cacing ini disebut
juga dengan Taeniarhynchus saginata dan cacing pita sapi. Hospes definitif dari parasit ini
adalah manusia sedangkan hospes intermediernya adalah sapi.

Proglotid yang matang (proglotid gravid) keluar bersama tinja atau bergerak aktif
menuju anus → cabang-cabang uterus anterior pecah dan telur keluar melalui pinggiran
anterior → jika telur termakan hospes intermedier (sapi) di dalam usus embriofore
terdesintegrasi oleh asam lambung → hexacanth embrio meninggalkan kulit telur dan
menembus dinding usus bersama limfe/darah dibawa ke jaringan ikat dialam otot → tumbuh
menjadi cysticercus bovis (cacing gelembung) dalam waktu 12 – 15 minggu, cysticercus
bovis berupa gelembung dengan ukuran 7,5 – 10 mm x 4 – 6 mm dimana didalamnya
terdapat scolex yang mengalami invaginasi → bila cysticercus hidup ditelan manusia maka di
dalam usus scolex mengalami evaginasi dan melekatkan diri pada mukosa jejunum dan
tumbuh menjadi cacing dewasa dalam waktu 8 – 10 minggu, cacing dapat hidup lebih dari 25
tahun.

Gejala Klinis Taeniasis saginata adalah cacing dewasa jarang menimbulkan gejala
yang nyata, keluhan yang mungkin dijumpai adalah rasa sakit di epigastrium. diare, rasa tidak
enak di perut yang tidak nyata. Proglotid dapat bergerak aktif, kadang dapat ditemukan pada
pakaian dalam atau tempat tidur dan ini dapat menimbulkan gangguan misalnya rasa
bingung, jijik dan lain-lain. Kemungkinan cysticercosis sangat kecil dan prognosa taeniasis
adalah baik.

Pencegahan taeniasis saginata :


 Memasak daging sapi sampai matang sempurna
 Memeriksa daging sapi akan adanya cysticercosis
 Menghilangkan sumber infeksi dengan mengobati dan mencegah kontaminasi tanah
dengan tinja manusia
 Melakukan pendinginan daging sapi

(Sumber: 1. Craig, C.F., et al. 1970. Craig and Faust’s Clinical Parasitology. Michigan : Lea
& Febiger. 2. CDC. Taeniasis. https://www.cdc.gov/parasites/taeniasis/ di akses pada tanggal
27 April 2020. 3. https://medlab.id/taenia-saginata/ di akses pada tanggal 27 April 2020).

Taenia solium
Taenia solium merupakan parasit yang termasuk dalam kelas cestoda yang hidup
dalam usus manusia dan dapat menyebabkan penyakit Taeniasis solium dan larvanya
menyebabkan penyakit cysticercosis cellulosae. Taenia solium disebut juga dengan the pork
tapeworm atau cacing pita babi. Hospes definitifnya adalah manusia sedangkan hospes
intermediernya adalah babi atau beruang hutan.

Proglotid yang matang (proglotid gravid) keluar bersama tinja atau bergerak aktif
menuju anus → cabang-cabang uterus anterior pecah dan telur keluar melalui pinggiran
anterior → jika telur termakan hospes intermedier (sapi) di dalam usus embriofore
terdesintegrasi oleh asam lambung → hexacanth embrio meninggalkan kulit telur dan
menembus dinding usus bersama limfe/darah berbagai organ dalam yang paling sering adalah
otot lidah, masseter diafragma, jantung, juga hati, ginjal, paru-paru, otak dan mata babi →
tumbuh menjadi cysticercus cellulosa (cacing gelembung) dengan ukuran 5 mm x 8 – 10 mm
dimana didalamnya terdapat scolex yang mengalami invaginasi, scolex ini telah dilengkapi
dengan kait-kait dan batil isap → bila cysticercus hidup ditelan manusia maka oleh enzim-
enzim pencernaan cysticercus ini dibebaskan → scolex mengadakan evaginasi dan
menempel pada mukosa jejunum → tumbuh menjadi cacing dewasa dalam 3 bulan, cacing
dewasa dapat hidup lebih dari 25 tahun. Pada cysticercus cellulosa infeksi terjadi karena
manusia makan telur Taenia solium atau karena proglotid masuk ke lambung baik karena
regurgitasi (anti peristaltik) maupun sebab ikut bersama makanan. Di dalam usus hexacanth
embrio dibebaskan dan bersama aliran darah atau aliran limfe ke organ-organ dan
membentuk cysticercus cellulosae.

Gejala Klinis Taeniasis solium adalah cacing dewasa biasanya hanya menyebabkan
peradangan setempat pada mukosa usus, kerusakan yang lebih berat ditimbulkan oleh bentuk
larvanya (cysticercus cellulosae). Penderita taeniasis solium mungkin hanya mengeluh
tentang gangguan pencernaan yang sifatnya ringan tetapi menahun, misalnya rasa sakit perut
yang tidak begitu nyata, diare, konstipasi bergantian, serta dapat terjadi eosinofilia mencapai
28%.
Pada cysticercosis gejala yang terjadi tergantung pada lokasi cysticercus cellulosae.
Cysticercus cellulosae bisa terdapat di kulit, otot, otak dan mata, sering kali bersifat multiple
dan tempat yang paling sering dihinggapi adalah otot bergaris dan otak.
Kista yang sedang tumbuh menimbulkan reaksi peradangan dan akhirnya fibrosis atau
perkapuran. Pada stadium infasi tidak ada gejala prodormal atau sakit otot ringan dan suhu
sedikit meninggi. Terjadi pembentukan kapsul dengan perubahan vaskuler. Kadang-kadang
parasit ini diserap atau diganti jaringan ikat. Keadaan ini dapat menyebabkan adanya suatu
fokus epilepsi. Mungkin juga terjadi perkapuran dan penyerapan sebagai parasit. Gejala dini
yang mungkin terjadi adalah adanya tanda oleh karena adanya proses desak ruang atau
adanya sumbatan dari cairan otak. Gejala lambat yang menonjol adalah epilepsi tipe Jackson.
Cysticercosis di berbagai bagian otak menimbulkan berbagai macam gejala tergantung letak
cysticercus cellulosae.

Pencegahan taeniasis saginata :


 Memasak daging babi sampai matang sempurna
 Memeriksa daging babi akan adanya cysticercosis
 Menghilangkan sumber infeksi dengan mengobati dan mencegah kontaminasi tanah
dengan tinja manusia

(Sumber: 1.Craig, C.F., et al. 1970. Craig and Faust’s Clinical Parasitology. Michigan : Lea
& Febiger. 2. CDC. Taeniasis. https://www.cdc.gov/parasites/taeniasis/ di akses pada tanggal
27 April 2020. 3. https://medlab.id/taenia-solium/ di akses pada tanggal 27 April 2020).

Diphylobothrium latum
Diphyllobothrium latum merupakan parasit yang termasuk dalam kelas cestoda yang
dapat menyebabkan penyakit Diphyllobothriasis. Hospes definitif cacing ini adalah manusia,
anjing, kucing, babi, beruang, anjing laut, ikan paus, singa laut. Hospes intermedier 1 yaitu
golongan copepoda antara lain genus cyclops dan diaptomus, sedangkan hospes intermedier 2
yaitu ikan. Nama lain cacing ini adalah cacing pita ikan, the fish tape worm, Taenia lata,
broad tape worm, Dibothriocephalus latus.
Telur yang belum berembrio keluar bersama tinja → jika telur berada di air akan
mengalami embrionisasi dalam waktu sekitar 18 – 20 hari → menghasilkan onkosfer yang
berkembang menjadi coracidia (onkosfer yang bersilia) → dimakan hospes intermedier 1 →
coracidia kehilangan silia, menembus dinding usus dan berkembang menjadi larva procercoid
→ dimakan hospes intermedier 2 (ikan kecil) → larva procercoid bermigrasi ke dalam daging
ikan dan berkembang menjadi larva plerocercoid (sparganum) → larva plerocercoid
merupakan bentuk infektif bagi manusia, karena manusia umumnya tidak makan ikan kecil
ini tidak mewakili sumber infeksi → ikan kecil dimakan oleh ikan yang lebih besar →
sparganum dapat bermigrasi ke otot-otot ikan besar → manusia dapat terinfeksi jika
memakan ikan mentah atau setengah matang → larva plerocercoid berkembang menjadi
dewasa dan tinggal di usus halus → cacing dewasa menempel pada mukosa usus dengan
menggunakan dua jalur bilateral (bothria) pada scolex.

Gejala Klinis Diphyllobothriasis Diphyllobothriasis dapat menjadi infeksi yang


berlangsung lama (beberapa dekade). Sebagian besar infeksi tidak menunjukkan gejala.
Manifestasi dapat meliputi ketidaknyamanan perut, diare, muntah, dan penurunan berat
badan. Kekurangan vitamin B12 dengan anemia pernisiosa dapat terjadi. Infeksi masif dapat
menyebabkan obstruksi usus. Migrasi proglotid dapat menyebabkan kolesistitis/kolangitis
(peradangan kantong empedu).

Pencegahan Diphyllobothriasis :
 Menjaga sanitasi dengan tidak buang air besar sembarangan
 Tidak memakan ikan mentah atau setengah matang

(Sumber: 1. Craig, C.F., et al. 1970. Craig and Faust’s Clinical Parasitology. Michigan : Lea
& Febiger. 2. CDC. Diphyllobothrium. https://www.cdc.gov/parasites/diphyllobothrium/ di
akses pada tanggal 27 April 2020. 3. CDC. Diphyllobothriasis.
https://www.cdc.gov/dpdx/diphyllobothriasis/ di akses pada tanggal 27 April 2020. 4.
https://medlab.id/diphyllobothrium-latum/ di akses pada tanggal 27 April 2020).

Jelaskan perbedaan stadium infektif dan cara penularan Taenia saginata dengan
Taenia solium:
Infeksi Taenia dikenal dengan istilah taeniasis dan sistiserkosis. Taeniasis adalah
penyakit akibat parasit berupa cacing pita yang tergolong dalam genus Taenia yang dapat
menular dari hewan ke manusia, maupun sebaliknya. Taeniasis pada manusia disebabkan
oleh spesies Taenia solium atau dikenal dengan cacing pita babi perantaranya melalui babi,
sementara Taenia saginata dikenal juga sebagai cacing pita sapi perantaranya melalui sapi.

(Sumber: 1. S, Kusumamihardja (1992). Parasit dan Parasitosis pada Hewan Ternak Piaraan
di Indonesia (dalam bahasa Indonesia). Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut
Pertanian Bogor. 2. Grove, D. I. 1990. A History of Human Helminthology. United
Kingdom: CAB International. 3. Acha, P. N., dan B. Szyfres. 2003. Zoonoses and
Communicable Diseases Common to Man and Animals 3rd Edition Volume III Parasitoses.
Washington: Pan American Health Organization).

Slide 28
Jelaskan ciri-ciri stadium telur dan dewasa cacing taenia:
Ciri-ciri telur Taenia sp:
 Ukuran : panjang 30 – 40 μm dan lebar 20 – 30 μm
 Berwarna coklat tengguli
 Lapisan embriofore bergaris-garis radier
 Di dalamnya terdapat hexacanth embrio

Ciri-ciri cacing dewasa Taenia Saginata:


 Cacing dewasa mempunyai panjang 5 – 10 meter
 Cacing ini terdiri dari scolex, leher, dan strobila
 Scolex berbentuk piriform berukuran 1 – 2 mm dilengkapi dengan 4 batil isap yang
menonjol
 Strobila terdiri dari 1000 – 2000 proglotid atau segmen dimana makin ke distal
proglotid semakin matang
 Proglotid gravid berukuran 16 – 20 x 5 – 7 mm dengan cabang uterus berjumlah 15 –
20 buah tiap sisi dimana uterus gravid ini mengandung 80.000 – 100.000 telur
 Lubang kelamin atau porus genitalis terletak di sebelah lateral dan letaknya berselang-
seling di kanan dan kiri tidak teratur
Ciri-ciri cacing dewasa Taenia Solium:
 Cacing dewasa mempunyai panjang 2 – 4 meter, kadang sampai 8 m
 Cacing ini terdiri dari scolex, leher, dan strobila
 Scolex dilengkapi dengan 2 baris kait yang terdiri atas kait panjang dan pendek,
jumlahnya mencapai 25 – 30 buah.
 Diameter scolex ± 1 mm terdapat 4 buah batil isap yang berbentuk mangkok
 Mempunyai 800 – 1000 segmen dengan lubang kelamin pada sisi lateral kanan ata
kiri tidak beraturan
 Uterus gravid mempunyai cabang lateral mengandung 30 – 50 butir telur
 Ovarium terdiri atas 2 lobus lateral dan satu lobus kecil

(Sumber: Craig, C.F., et al. 1970. Craig and Faust’s Clinical Parasitology. Michigan : Lea &
Febiger).

Larva Taenia saginata disebut….


Taeniarhynchus saginata

(Sumber : https://medlab.id/taenia-saginata/ di akses pada tanggal 27 April 2020).

Larva Taenia solium disebut…


Cysticercosis cellulosae

(Sumber : https://medlab.id/taenia-solium/ di akses pada tanggal 27 April 2020).

Slide 29
Sebutkan kondisi patologi dan gejala klinis pada penyakit taeniasis:
Taeniasis adalah penyakit akibat infeksi cacing pita. Meski infeksi parasit ini dapat
ditangani dengan mudah, namun bisa menyebar pada organ tubuh lainnnya dan berpotensi
menimbulkan masalah kesehatan serius.

Gejala Klinis Taeniasis


Sebagian besar penderita taeniasis tidak menunjukkan tanda atau gejala. Kondisi ini
baru dapat diketahui saat melihat keberadaan cacing pada tinja. Cacing pita sering terilhat
dalam bentuk yang datar dan persegi panjang, berwana kuning pucat atau putih, dengan
ukuran seperti sebutir beras. Terkadang cacing juga dapat menyatu bersama dan membentuk
rantai yang panjang. Keberadaan cacing tersebut dapat berpindah-pindah.

Gejala yang dapat muncul pada infeksi cacing pita di usus adalah:

 Mual
 Nafsu makan menurun.
 Diare.
 Sakit perut.
 Ingin mengonsumsi makanan yang asin.
 Penurunan berat badan akibat gangguan dalam penyerapan makanan.
 Pusing.

Beberapa penderita taeniasis juga dapat mengalami iritasi di area sekitar anus atau tempat
keluarnya telur dewasa.

Sementara itu, gejala infeksi berat, di mana telur cacing sudah berpindah keluar dari usus
dan membentuk kista larva pada jaringan tubuh dan organ lainnya, adalah:

 Sakit kepala.
 Reaksi alergi terhadap larva.
 Gejala pada sistem saraf, seperti kejang.
 Terbentuk benjolan.

(Sumber: 1. US Department of Human and Health Services. CDC. 2013. Taeniasis. 2.


Gonzales, et al. (2016). Pathogenesis of Taenia Solium Taeniasis and Cysticercosis. Parasite
Immunology, 38(3), pp. 136-46).

Slide 30
Sebutkan kondisi-kondisi patologi dan gejala klinis yang dapat disebabkan oleh larva
Taenia solium:

Gejala Klinis Taeniasis solium adalah cacing dewasa biasanya hanya menyebabkan
peradangan setempat pada mukosa usus, kerusakan yang lebih berat ditimbulkan oleh bentuk
larvanya (cysticercus cellulosae). Penderita taeniasis solium mungkin hanya mengeluh
tentang gangguan pencernaan yang sifatnya ringan tetapi menahun, misalnya rasa sakit perut
yang tidak begitu nyata, diare, konstipasi bergantian, serta dapat terjadi eosinofilia mencapai
28%.
Pada cysticercosis gejala yang terjadi tergantung pada lokasi cysticercus cellulosae.
Cysticercus cellulosae bisa terdapat di kulit, otot, otak dan mata, sering kali bersifat multiple
dan tempat yang paling sering dihinggapi adalah otot bergaris dan otak.
Kista yang sedang tumbuh menimbulkan reaksi peradangan dan akhirnya fibrosis atau
perkapuran. Pada stadium infasi tidak ada gejala prodormal atau sakit otot ringan dan suhu
sedikit meninggi. Terjadi pembentukan kapsul dengan perubahan vaskuler. Kadang-kadang
parasit ini diserap atau diganti jaringan ikat. Keadaan ini dapat menyebabkan adanya suatu
fokus epilepsi. Mungkin juga terjadi perkapuran dan penyerapan sebagai parasit. Gejala dini
yang mungkin terjadi adalah adanya tanda oleh karena adanya proses desak ruang atau
adanya sumbatan dari cairan otak. Gejala lambat yang menonjol adalah epilepsi tipe Jackson.
Cysticercosis di berbagai bagian otak menimbulkan berbagai macam gejala tergantung letak
cysticercus cellulosae.

Sebutkan nama penyakit yang ditimbulkan oleh larva Taenia solium


cysticercosis cellulosae (Sistiserkosis).

(Sumber: 1.Craig, C.F., et al. 1970. Craig and Faust’s Clinical Parasitology. Michigan : Lea
& Febiger. 2. CDC. Taeniasis. https://www.cdc.gov/parasites/taeniasis/ di akses pada tanggal
27 April 2020. 3. https://medlab.id/taenia-solium/ di akses pada tanggal 27 April 2020).

Anda mungkin juga menyukai