Anda di halaman 1dari 5

PEMERIKSAAN PARASIT PADA SAYURAN SEGAR

A. Tujuan
Praktikum pemeriksaan parasit pada sayuran bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya parasit
pada sayuran segar.
B. Dasar Teori
Parasit merupakan kelompok biota yang pertumbuhan dan hidupnya bergantung pada makhluk
lain yang dinamakan inang. Inang dapat berupa binatang atau manusia. Menurut cara hidupnya,
parasit dapat dibedakan menjadi ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit adalah jenis parasit
yang hidup di permukaan luar tubuh, sedangkan endoparasit adalah parasit yang hidup di dalam
organ tubuh inangnya. Parasit yang hidup pada inangnya dalam satu masa/tahapan
pertumbuhannya seluruh masa hidupnya sesuai masing-masing jenisnya (Setyorini dan
Purwaningsih, 1999).
Tanah merupakan sumber penularan yang paling utama dan terpenting untuk berbagai parasit.
Penyakit-penyakit parasit yang menular dari tanah disebut Soil-borne parasitoses. Sebagian
besar stadium infektif parasit itu terdapat di tanah. Telur yang mengandung larva infektif parasit
(cacing askarid, seperti Ascaris, Neosacaris, Parascaris, Ascaridia, Heterakis, Toxacaris)
semuanya terdapat di tanah. Larva infektif berbagai cacing nematoda berbentuk filariform
(cacing Strongyloides sp. atau cacing tambang), bentuk ookista protozoa parasit seperti
Entamoeba, Jodamoeba, dan sebagainya. Semua bentuk infektif tersebut ditemukan ditanah.
Stadium parasit-parasit itu tahan hidup berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan, asal keadaan
tanah serasi bagi kelangsungan hidupnya (Widyastuti, 2002).
Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides. Penyakit yang disebabkanya
disebut askariasis. Cacing jantan berukuran 10-30 cm, sedangkan cacing betina 22-35 cm.
Stadium dewasa hidup di rongga usus muda. Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak
100.000-200.000 butir sehari, terdiri telur yang dibuahi, dan yang tidak dibuahi. Telur yang
dibuahi, besarnya kurang lebih 60x45 mikron dan yang tidak dibuahi 90x40 mikron. Dalam
lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu
kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif ini, bila tertelan oleh manusia, menetas di usus halus.
Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu
dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru. Larva di paru menembus dinding
pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk ke rongga alveolus, kemudian naik ke trakea
melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea penderita batuk karena rangsangan ini dan larva
akan tertelan ke esofagus, lalu menuju ke usus halus. Di usus halus, larva berubah menjadi
cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu
kurang lebih 2 bulan (Gandahusada dkk, 1998).
Manusia merupakan hospes dari cacing Trichuris trichiura atau lebih dikenal sebagai cacing
cambuk. Penyakit yang disebabkannya disebut trikuriasis. Cacing betina Trichuris trichiura
panjangnya kira-kira 5 cm, sedangkan cacing jantan kira-kira 4 cm. Bagian anterior langsing
seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari panjang seluruh tubuh. Bagian posterior bentuknya
lebih gemuk, pada cacing betina bentuknya membulat tumpul dan pada cacing jantan melingkar
dan terdapat satu buah spikulum (Gandahusada dkk, 1998).
Menurut Gandahusada (1998), morfologi telur Trichuris trichiura adalah telur berukuran 50-54
mikron x 32 mikron, berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih pada
kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih.
Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes (manusia) bersama tinja. Telur tersebut menjadi
matang dalam waktu 3 sampai 6 minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu pada tanah yang
lembab dan tempat yang teduh. Telur matang ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk
infektif. Cara infeksi langsung ialah bila secara kebetulan hospes menelan telur matang. Larva
keluar melalui dinding telur dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah menjadi dewasa, cacing
turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum. Masa pertumbuhan
mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa betina meletakkan telur kira-kira 30-90 hari.
C. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum pemeriksaan parasit pada sayuran adalah sebagai
berikut :
1. Kerucut Imhoff volume 1 liter
2. Statif
3. Pipet tetes
4. Pipet ukur
5. Centrifuge dan tabungnya
6. Rak tabung
7. Pinset
8. Ember
9. Obyek glass
10. Cover glass
D. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum pemeriksaan parasit pada sayuran adalah sebagai
berikut :
1. Larutan NaOH 0,2%
2. Larutan eosin 1%
3. Sampel sayur-sayuran
E. Cara Kerja
Cara kerja dari praktikum pemeriksaan parasit pada sayuran adalah sebagai berikut :
1. Sayuran diambil secukupnya
2. Sayuran direndam dalam 1 (satu) liter larutan NaOH 0,2% selama 1 (satu) jam
3. Setelah 60 menit, sayuran digoyang-goyangkan dengan pinset lalu sayuran dikeluarkan
4. Larutan NaOH 0,2% dimasukkan ke dalamkerucut Imhoff, diamkan selam 1 (satu) jam
5. Setelah 1 (satu) jam, larutan bagian atas dibuang, sisakan 30 ml
6. Larutan NaOH 0,2% dimasukkan ke tabung centrifuge lalu diputar dengan kecepatan 1500
rpm selama 15 menit
7. Larutan bagian atas dibuang dan endapan bagian bawah diambil untuk diperiksa secara
mikroskopis
8. Larutan eosin diteteskan ke obyek glass sebanyak 1 (satu) tetes
9. Endapan dari tabung centrifuge diambil satu tetes lalu teteskan pada obyek glass yang telah
diberi eosin
10. Ditutup dengan cover glass
11. Diamati di bawah mikroskop
F. Hasil
Dari hasil praktikum pemeriksaan parasit pada sayuran, kelompok 4 melakukan pemeriksan
parasit pada ketimun, dan hasil yang diperoleh yaitu tidak adanya telur parasit (negatif) pada
sayuran yang direndam larutan NaOH.
G. Pembahasan
Makanan tidak saja bermanfaat bagi manusia karena makanan merupakan sumber energi satu-
satunya bagi manusia, tetapi juga sangat baik untuk pertumbuhan mikroba yang patogen. Oleh
karena itu, untuk mendapatkan keuntungan yang maksimum dari makanan, perlu dijaga juga
sanitasi makanan. Makanan dapat terkontaminasi oleh berbagai macam jenis racun yang berasal
dari tanah, air, udara, manusia dan vektor. Racun dari lingkungan udara, air, tanah dan lainnya
dapat masuk kedalam suatu biota. Racun yang dapat memasuki makanan saat ini juga semakin
banyak, sebagai akibat sampingan penerapan tekhnologi pertanian, peternakan, pengawetan
makanan dan kesehatan. Kontaminasi makanan dapat disebabkan karena kontaminasi pestisida,
kontaminasi logam, kontaminasi mikroba yang dapat menyebabkan penyakit (Slamet, 2002).
Sayuran merupakan komponen yang sangat penting dari makanan sehari-hari. Sayuran,
khususnya sayuran daun memiliki kandungan protein, vitamin mineral, dan serat yang tinggi.
Meski demikian, sayuran menjadi makanan yang mudah terkontaminasi oleh prasit, terutama
parasit yang berasal dari tanah. Tanah merupakan sumber penularan yang paling utama dan
terpenting untuk berbagai jenis penyakit. Penyakit-penyakit parasit yang menular dari tanah
disebut soil-borne parasitoses. Sebagian besar stadium infektif parasit terdapat dalam tanah.
Parasit yang sering ditemukan pada sayuran adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura,
cacing tambang, larva Strongyloides stercoralis, larva Rhabditidae, dan cercaria. Pada tanah
ditemukan Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan Rhabditidae. Baik sayuran, air maupun
tanah semua mengandung E. Coli yang cukup tinggi (Rubatzky, 1998).
Parasit merupakan kelompok biota yang pertumbuhan dan hidupnya bergantung pada makhluk
lain yang dinamakan inang. Salah satu jenis parasit yang sering ditemukan pada sayuran adalah
Ascaris lumbricoides, karena cacing tersebut mauk dalam Soil Transmitted Helminths (infeksi
cacing yang ditularkan melalui tanah). Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris
lumbricoides. Apabila manusia telah menelan cacing tersebut, gejala yang timbul pada penderita
dapat disebabakan oleh cacing dewasa dan larva. Gangguan karena larva biasanya terjadi pada
saat berada di paru. Pada orang yang rentan terjadi pendarahan kecil pada dinding alveolus dan
timbul gangguan pada paru yang disertai dengan batuk, demam dan eosinofilia. Pada foto torak
tampak infiltrat yang menghilang dalam waktu 3 minggu. Keadaan ini disebut sindrom loeffler.
Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang penderita
mengalami gejala gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau
konstipasi. Pada infeksi berat, terutamam pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga
memperberat keadaan malnutrisi. Efek yang serius terjadi bila cacing-cacing ini menggumpal
dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus). Pada keadaan tertentu cacing dewasa
mengembara ke saluran empedu, ependiks, atau ke bronkus dan menimbulkan keadaan gawat
darurat sehingga kadang-kadang perlu tindakan operatif (Gandahusada, 1998).
Selain cacing Ascaris lumbricoides, jenis parasit yang sering ditemukan pada sayuran adalah
Trichuris trichiura. Penderita terutama anak-anak dengan infeksi Trichuris trichiura yang berat
dan menahun, menunjukkan gejala-gejala nyata, seperti diare, yang sering diselingi denagn
sindrom disentri, anemia, dan berat badan turun.
Dari hasil praktikum, pemeriksaan parasit pada sayuran yaitu ketimun, didapatkan hasil yang
negatif, sehingga sayuran kacang panjang aman untuk dikonsumsi. Meskipun aman untuk
dikonsumsi, namun sayuran tersebut harus tetap dicuci sebelum diolah. Dalam praktikum ini
sayuran ketimun direndam dengan larutan NaOH 0,2 %. Hal ini karena larutan NaOH
mempunyai berat jenis yang lebih ringan dibandingkan dengan telur parasit sehingga telur parasit
akan mengendap. Selain itu, juga digunakan larutan eosin yang berfungsi untuk melatarbelakangi
parasit yang ada sehingga parasit akan mudah terlihat apabila diperiksa dengan menggunakan
mikroskop. Ada beberapa hal yang memungkinkan terjadinya ketidakakuratan sehingga hasilnya
negatif, hal ini disebabkan karena waktu perendaman sayuran dalam larutan NaOH tidak sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan sehingga parasit yang ada di sayuran ketimun tidak
mengendap di dasar larutan.

DAFTAR PUSTAKA

Gandahusada, Srisasi dkk. 1998. Parasitologi Kedokteran. Balai Penerbitan FKUI, Jakarta.

Rubatzky, Vincent E., dan Mas Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia : Prinsip, Produksi, dan Gizi
Jilid 2. ITB Press, Bandung.

Setyorini, A. C. dan Purwaningsih, E. 1999. Pengelolaan Koleksi Spesimen Zoologi. Puslitbang


Biologi-LIPI, Bogor

Slamet, S.J. 2002. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Widyastuti, Retno dkk. 2002. Parasitologi. Universitas Terbuka, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai