Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGENDALIAN VEKTOR DAN BINATANG PENGGANGGU - B

DOSEN PEMBIMBING:

Ngadino, S.Si., M.Psi

Irwan Sulistio, SKM., M.Si

Isman Norianza Ali, S.Tr.Kes (Instruktur)

Disusun Oleh :

Kelompok D

1. Waella Septamari Budi (P27833318008)


2. Rara Aldavina Pramita (P27833318010)
3. Divani Hasna Laili (P27833318014)
4. Deffany Novitasari P. S (P27833318020)
5. Fauzana Armadea Kristin (P27833318026)
6. Defina Ambarumindah (P27833318028)
7. Ferdy Agustiar (P27833318038)
8. Ainul Putri Rhomadlona (P27833318051)
9. Yersi Indriyanti (P27833318058)

POLTEKKES KEMENKES SURABAYA

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA

PROGRAM STUDI D-IV

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-nya yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Pengendalian Vektor
dan Binatang Pengganggu – B ini tepat waktu. Laporan ini bertujuan untuk memenuhi nilai
mata kuliah Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu – B.

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Ngadino, S.Si., M.Psi dan
Bapak Irwan Sulistio, SKM., M.Si selaku dosen pembimbing serta Bapak Isman Norianza
Ali, S.Tr.Kes selaku instruktur praktik pada mata kuliah PVBP – B. Dan tidak lupa pula kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu proses
penyusunan laporan ini sehingga bisa selesai tepat pada waktunya.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan
terbuka kami menerima segala kritik dan saran dari pembaca agar dapat memperbaiki
laporan ini.

Akhir kata kami berharap semoga Laporan Pengendalian Vektor dan Binatang
Pengganggu – B ini dapat memberi manfaat maupun inspirasi kepada pembaca.

Surabaya, 19 November 2020

Kelompok D

Page | 2
FOGGING

I. JUDUL PRAKTIKUM
Fogging

II. LATAR BELAKANG


Daerah Indonesia hampir seluruhnya adalah endemik penyakit DBD dan
malaria. Penyakit ini memiliki angka kesakitan yang tinggi dan juga dapat
menyebabkan hal fatal seperti kematian akibat penaggulangan yang terlambat.
Penyakit ini masih menjadi permasalahan yang utama di Indonesia dan masih
belum bisa ditanggulangi secara efektif baik oleh masyarakat maupun pemerintah.
Upaya pemberantasan penyakit malaria dan DBD dilakukan melalui
pemberantasan vektor penyebab malaria (nyamuk Anopheles) dan vektor
penyebab DBD (nyamuk Aedes aegyptie). Namun saat ini telah ada langkah nyata
dari masyarakat yang dibantu oleh pemerintah untuk memberantas vektor yang
membawa penyakit DBD dan malaria yaitu salah satunya dengan cara fogging
(Pengasapan).

Nyamuk dalam kehidupan sehari hari keberadaan nyamuk sangat dekat


dengan manusia. Nyamuk tinggal dan berkembang biak disekitar lingkungan
hidup manusia, dekat penampungan air, dibawah daun, baju yang tergantung,
dalam botol bekas, pot bunga, saluran air dan lain lain. Secara umum nyamuk
dikenal dalam tiga kelompok: Aedes, Culex, Anopheles. Nyamuk sebagai
penyebab demam berdarah dan juga malaria, oleh karena itu harus ada upaya yang
dibutuhkan untuk mencegah penyakit tersebut.
Metode yang digunakan dalam pengendalian nyamuk adalah dengan
memutus sirkulasi hidup nyamuk, dengan membasmi nyamuk dewasa dan
menghambat perkembangan larva menjadi nyamuk. Teknis pengendalian yang
dilakukan meliputi fogging mesin (pengasapan), spraying (penyemprotan), mist
blower, ultra light fogger (pengkabutan) dan abatesasi (penaburan bubuk abate).
Dasar pelaksanaan pengendalian vector DBD di Indonesia di dasarkan
pada Permenkes Republik Indonesia 374/Th/2010 tentang pengendalian vektor,
dan juga Permenkes Republik Indonesia 70/Th/2017 tentang baku mutu
lingkungan terkait vektor.
Stratifikasi daerah DBD dibagi menjadi empat bagian, sebagai berikut :

Page | 3
1. Endemis, yaitu daerah yang sekecil-kecilnya sepintas desa atau
kelurahan yang dalam kurun waktu tiga tahun berturut-turut
terdapat kasus DBD.
2. Sporadist, yaitu daerah yang sekecil-kecilnya sepintas desa atau
kelurahan yang dalam kurun waktu tiga tahun berturut-turut
terdapat kasus yang tidak menentu misalnya, pada tahun pertama
terdapat kasus DBD dan tahun kedua dan ketiga tidak terdapat
kasus DBD.
3. Potensial, yaitu daerah yang sekecil-kecilnya sepintas desa atau
kelurahan yang dalam kurun waktu tiga tahun berturut-turut tidak
terdapat kasus DBD namun, memiliki House Index >5%.
4. Bebas, yaitu daerah yang sekecil-kecilnya sepintas desa atau
kelurahan yang dalam kurun waktu tiga tahun berturut-turut tidak
terdapat kasus DBD, dan House Index <5%.

Pelaksanaan pengendalian DBD dilakukan Ketika terdapat suatu kasus di


suatu daerah. Setiap rumah sakit yang mendapati pasien positif DBD wajib lapor
ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Selanjutnya, dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota memberi tebusan kepada puskesmas dimana tempat penderita
tinggal. Sanitarian puskesmas sekitar dalam waktu 24 jam wajib melakukan
penyelidikan epidemiologi. Penyelidikan epidemiologi dilakukan dengan
melakukan survey jentik nyamuk aedes di sekitar rumah penderita dengan radius
100-200 m, selanjutnya mencari penderita baru atau suspek. Setelah itu, akan
dilakukan kegiatan penanggulangan focus untuk mencegah penderita baru.
Kegiatan penanggulangan focus dilakukan dengan radius 100-200 meter
dari rumah penderita. Kegiatan penanggulangan focus meliputi, penyuluhan,
melakukan kegiatan 3M+, larvasida, dan fogging.
Fogging (pengasapan) adalah salah satu teknis pengendalian nyamuk yang
dilakukan diluar ruangan. Alat yang digunakan adalah mesin fogging (Termal
Fogger). Target dari cara pengendalian ini adalah nyamuk dewasa yang berada
diluar gedung. Area yang biasa dilakukan pengasapan antara lain Garbage Area
(tempat sampah), drainage (STP), pengasapan tebal pada seluruh jalur got
(drainage) yang tertutup treatment dengan insektisida khusus termal fogger.

Page | 4
Pemberantasan dengan menggunakan fogging dianggap paling baik dan
tepat oleh masyarakat. Namun pada dasarnya fogging dilakukan jika terpaksa dan
sudah terjadi banyak kejadian karena sifat fogging yang beracun. Hal tersebut
ternyata tidak selalu benar, karena pemberantasan nyamuk Aedes aegypti dengan
metode ini hanyalah bertujuan untuk membunuh nyamuk dewasa yang infektif,
yaitu nyamuk yang didalam tubuhnya telah mengandung virus dengue dan siap
menularkan pada orang lain. Sedangkan cara mengatasi/mencegah terjangkitnya
penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang paling penting adalah
menanamkan pengetahuan kepada masyarakat, agar masyarakat berperilaku hidup
bersih dan sehat, yaitu menjaga kebersihan lingkungan yang dapat menjadi sarang
dan tempat berkembangbiaknya vektor penyakit termasuk nyamuk Aedes aegypti.
Hal ini dilakukan untuk memutus rantai penularan penyakit, yaitu memutus mata
rantai perkembangbiakan jentik nyamuk menjadi nyamuk dewasa.
Kegiatan pemberantasan nyamuk dewasa Aedes dalam rangka
penanggulangan penyakit DBD dengan menggunakan metode fogging dapat
dilakukan menjadi dua waktu. Pada pagi hari dapat dilakukan pada pukul 06.00 –
09.00 dan Ketika sore hari dilakukan pada pukul 15.00 – 17.00. Hal tersebut
dilakukan berdasarkan kecepatan angin mengingat metode fogging ini
menggunakan asap yang beracun jika tidak tepat waktu maka asap yang
dikeluarkan dapat menganggu jalannya penanggulangan.
Menurut Suroso dan Umar (1999) pemberantasan nyamuk Aedes aegypti
sebagai vektor penular DBD dapat dilakukan dengan cara: a) fogging, yaitu
pengasapan untuk membunuh nyamuk dewasa; b) abatisasi, yaitu penaburan abate
dengan dosis 10 gr untuk 100 liter air pada tampungan air yang ditemukan jentik
nyamuk; c) penyuluhan dan penggerakan masyarakat dalam PSN (Pemberantasan
Sarang Nyamuk) dengan 3 M, yaitu menguras, menutup tampungan air dan
mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk.
Tujuan dari fogging adalah untuk membunuh sebagian besar vektor
infektif dengan cepat, sehingga rantai penularan segera dapat diputuskan. Selain
itu kegiatan ini juga bertujuan untuk menekan kepadatan vektor selama waktu
yang cukup sampai dimana pembawa virus tumbuh sendiri (Iskandar, dkk, 1985).
Alat yang digunakan untuk fogging terdiri dari portable thermal fog machine dan
ultra low volume ground sprayer mounted.

Page | 5
Dalam program pemberantasan DBD racun serangga untuk fogging yang
digunakan adalah golongan organophosporester insectisida seperti malathion,
sumithion, fenithrothion, perslin dan lain-lain. Dosis yang dipakai untuk
malathion murni adalah 438 gr/hektar. Namun untuk pelaksanaan fogging dengan
fog machine malathion harus diencerkan dengan penambahan solar atau minyak
tanah sehingga menjadi larutan dengan konsentrasi 4-5%. Cara pembuatan larutan
tersebut dapat dilakukan dengan cara: 1) 1 liter malathion 96% EC + 19 liter solar
= 20 liter malathion 4,8%; atau 2) 1 liter malathion 50% EC + 10 liter solar = 11
liter malathion 4,5 %.
Cara menghitung konsentrasi inksektisida murni adalah sebagai berikut :
S. A
Q=
C
Keterangan :
Q = insektisida murni
S = konsentrasi yang akan kita buat
A = jumlah pelarut
C = konsentrasi yang dimiliki

Cara menghitung kebutuhan insektisida, adalah sebagai berikut :


jumlah rumahtarget
Kebutuhan Insectisda =
20 X 0,5liter X 2 siklus
Keterangan :
20 = 1 unit alat dapat digunakan melakukan fogging 20 rumah dalam 1
hari
O,5 liter = dosis yang digunakan dengan insect jenis malathion
2 siklus = fogging dilakukan dengan 2 siklus dengan rentang waktu 7 hari hal
ini berkaitan dengan siklus hidup nyamuk.

Cara menghitung estimasi waktu proses fogging, adalah sebagai berikut :


jumlah rumah target
Estimasi waktu =
20 X jumlah alat

III. TUJUAN PRAKTIKUM


1. Mahasiswa dapat mengetahui penggunaan fooging dengan benar
2. Mahasiswa dapat mengetahui bahan bahan serta alat yang digunakan untuk
fogging
Page | 6
3. Mahasiswa dapat mengetahui metode dalam penggunaan fogging
4. Mahasiswa dapat mengetahui APD yang digunakan dalam fooging

IV. WAKTU PELAKSANAAN


Hari : Senin, 09 November 2020
Waktu : 07.30 – 11.40
Tempat : Bengkel Kesehatan Lingkungan Surabaya
V. PROSEDUR KERJA
a. Alat

Google glass Safety helmet

Mesin fogging
Respirator

Jerigen 20 l Ember plastik

b. Bahan

Page | 7
Bahan bakar (bensin) Bahan pelarut (solar)

Pestisida cair (Icon 25 EC) Busi

Batu baterai (4 buah) Kain lap / tisu

c. Langkah Kerja
A. Membuat larutan insektisida
Bahan aktif : Lamda Sihalotrin (Icon 25 EC)
Menggunakan perbandingan 19 : 1 dengan cara :
1. Ambil jerigen dengan volume 20 liter
2. Takar insektisida sebanyak 100 ml, lalu masukan kedalam jerigen
tersebut.
3. Kemudian tambahkan solar sebanyak 19 liter
4. Maka jadilah larutan solar campur insektisida sebanyak 20 liter.

B. Pelaksanaan Fogging
1. Siapkan semua peralatan yang diperlukan dan periksa lokasi yang
akan di fogging.

Page | 8
2. Masukkan larutan insektisida ke dalam tangki insektisida dan
menutupnya kembali dengan rapat
3. Masukkan BBM (pertalite) kedalam tangki bahan bakr dan
memastikan terisi penuh sebelum mesin digunakan.
4. Pasang busi pada tempatnya untuk mengalirkan listrik pada mesin
fogging.
5. Dan masukkan baterai sesuai dengan tempatnya pada fog mechine.
6. Pasanglah nozzle yang sesuai.
7. Hidupkan mesin fogging dengan cara :
a) Buka kran bensin secukupnya, kemudian tekan bulb (dipompa)
beberapa kali hingga mesin hidup
b) Atur kran bensin dan katup udara hingga bunyi mesin terdengar
normal dan stabil (8)
c) Perhatikan arah mata angin, lalu lakukan pengasapan sesuai
dengan arah mata angin.
d) Angkat (gendong) mesin fogging, arahkan mesin ke tempat –
tempat yang akan di fogging, dan moncong mesin dilantai
diusahakan membentuk sudut lancip. Kemudian kran larutan di
buka, asap akan menyembur keluar dari moncong mesin.
e) Lalukan pengasapan mulai dari belakang sampai ke depan
rumah.
f) Setelah selesai pengasapan mesin dimatikan dengan cara
menutup gas lalu buka tangkai larutan dan tangki bakar
dibiarkan sampai mesin dingin baru diangkat
g) Lalu simpan mesin fogging di tempat yang aman.
8. Pengasapan dilakukan 2 siklus dengan interval waktu 5 – 7 hari.

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

Upaya pemberantasan dengan menggunakan fogging harus dilakukan pada


saat yang benar-benar sangat membahayakan masyarakat karena mengingat efek
dari fogging yang bersifat racun dan dapat membunuh makhluk hidup.
Pengendalian menggunakan fogging harus dilaksanakan pada penanggulangan
kejadian luar biasa (KLB) dimana vektor di berantas untuk memutus rantai
penularan penyakit. Selain itu dalam melakukan fogging harus disesuaikan dengan
saat dimana vektor banyak dan suka menggigit seperti vektor DBD yang
biasanyabanyak pada pagi sampai sore hari. Sehingga pagi sampai sore
merupakan saat yang baik untuk fogging. Dalam melakukan pengendalian
menggunakan fogging haruslah merupakan pilihan terakhir setelah PSN yang
dilakukan memang tidak efektif.

Page | 9
Fogging hanya membunuh nyamuk dewasa saja, artinya larva dan telur
nyamuk masih dapat tumbuh menjadi vektor baru yang juga dapat menularkan
DBD dan malaria. Oleh sebab itu fogging harus dilengkapi juga dengan beberapa
usaha yaitu dengan PSN, 3M+, serta menggunakan larvasida untuk membunuh
jentik dan telur nyamuk. Fogging sebenarnya kurang efektif apabila tidak
ditindaklanjuti dengan gerakan 3M+. Fogging yang efektif dilakukan pada pagi
hari sekitar pukul 07.00 sampai dengan 10.00 dan sore hari pukul 15.00 sampai
17.00. bila dilakukan pada siang hari nyamuk sudah tidak beraktifitas dan asap
fogging mudah menguap karena udara terlalu panas. Fogging sebaiknya jangan
dilakukan pada keadaan hujan karena akan sia-sia melakukan pengasapan. Dalam
proses fogging perbandingan bahan bakar dengan insektisida yang dibutuhkan
adalah 19:1 yaitu 19 untuk bahan bakar dan 1 untuk pestisida.

Fogging dapat memutuskan rantai penularan DBD dengan membunuh


nyamuk dewasa yang mengandung virus. Namun, fogging hanya efektif selama 2
hari. Oleh karena itu proses fogging dilakukan 2 tahap dalam waktu seminggu,
yang dimaksudkan pada fogging tahap pertama sasarannya adalah nyamuk
dewasa dan untuk tahap 2 adalah untuk larva atau telur pada tahap 1 yang sudah
bertumbuh menjadi nyamuk dewasa pada tahap 2. Sehingga diharapkan sudah
tidak ada nyamuk Aedes lagi yang berkeliaran. Selain itu, jenis insektisida yang
digunakan untuk fogging ini juga harus bergonta-ganti untuk menghindari
resistensi dari nyamuk.

Nyamuk Aedes paling sering hinggap di baju – baju yang menggantung


dan berada di tempat – tempat gelap, seperti di bawah tempat tidur. Selain juga
suka bertelur di air yang bersih, seperti di tempayan, bak mandi, vas bunga, dan
lainnya. Telur atau jentik nyamuknya bisa bertahan selama 2-3 bulan. Oleh
karenanya pentingnya 3M+ juga selain adanya fogging.

VII. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis mengenai praktikum fogging, maka dapat
disimpulkan bahwa:

Page | 10
Fogging (pengasapan) adalah salah satu teknis pengendalian nyamuk yang
dilakukan diluar ruangan. Alat yang digunakan adalah mesin fogging (Termal
Fogger). Target dari cara pengendalian ini adalah nyamuk dewasa yang berada
diluar gedung. Area yang biasa dilakukan pengasapan antara lain Garbage Area
(tempat sampah), drainage (STP), pengasapan tebal pada seluruh jalur got
(drainage) yang tertutup treatment dengan insektisida khusus termal fogger.
Teknis pengendalian yang dilakukan meliputi fogging mesin (pengasapan),
spraying (penyemprotan), mist blower, ultralight fogger (pengkabutan) dan
abatesasi (penaburan bubuk abate).
Kegiatan pemberantasan nyamuk dewasa Aedes dalam rangka
penanggulangan penyakit DBD dengan menggunakan metode fogging dapat
dilakukan menjadi dua waktu. Pada pagi hari dapat dilakukan pada pukul 06.00 –
09.00 dan Ketika sore hari dilakukan pada pukul 15.00 – 17.00. Hal tersebut
dilakukan berdasarkan kecepatan angin mengingat metode fogging ini
menggunakan asap yang beracun jika tidak tepat waktu maka asap yang
dikeluarkan dapat menganggu jalannya penanggulangan.

B. Saran
Terkait dengan hal tersebut, kami menyarankan beberapa hal untuk
memperhatikan seperti berikut ini:
1. Penggunaan APD yang baik dan benar, tujuannya supaya operator dan
komando dapat melindungi diri dari ancaman resiko dan bahaya ketika
bekerja.
2. Memastikan dengan benar arah angin yang berhembus, tujuannya supaya tidak
terjadi pengasapan pada operator.
3. Komando alangkah baiknya jika selalu memperhatikan lingkungan sekitar dan
waktu, oleh karena itu operator lebih baik selalu memperhatikan arahan dari
komando.

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Ambarwati, Darnoto, S., & Astuti, D. (2005). Fogging sebagai Upaya untuk
Memberantas Nyamuk Penyebar Demam Berdarah di Dukuh Tuwak Desa

Page | 11
Gonilan, Kartasura, Sukoharjo. Surakarta: Warta Vol .9, No. 2, September
2006: 130 – 138
Ariati J., Musadad D. A. Kejadian demam berdarah dengue (DBD) dan faktor
iklim di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Jurnal Ekologi Kesehatan.
2012;11(4): 278–86.
Iskandar A, dkk. 1985. Pedoman Bidang Studi Pemberantasan Serangga dan
Binatang Pengganggu APKTS. Jakarta: Pusdiknakes Dep. Kes. RI.
Suroso T dan Umar AI. 1999. “Epidemiologi dan Penanggulangan Penyakit DBD
di Indonesia Saat Ini”. Naskah Lengkap Pelatihan. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI.

IX. LAMPIRAN

Google glass Safety helmet


Bahan bakar (bensin)

Mesin fogging
Respirator
Bahan pelarut (solar)

Page | 12
Jerigen 20 l Pestisida cair (Icon 25 EC)
Ember plastik

Busi Batu baterai (4 buah)

Penggunaan APD lengkap untuk


operator dan komando

Page | 13

Anda mungkin juga menyukai