Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN VEKTOR DAN BINATANG

PENGGANGGU

“PRAKTIKUM MENGHITUNG KEPADATAN LALAT”

Disusun Oleh: Kelompok C


1. Tutut Muhimauro P27833316009
2. Cycy Meistria Lurista P27833316015
3. Dewi Agustin P27833316016
4. Yonathan Tio Saputra P27833316018
5. Mahesi Yustika A. P27833316021
6. M.Sulthan Maulana M. P27833316026
7. Ziyadatul Hikmah P27833316027
8. Miftakhur Rohmah P27833316028
9. Suwantiningsih P27833316033
10. Isman Norianza Ali P27833316037
11. Diaz Ramadhani P27833316038
12. Orchita Kusuma Ayu M P27833316039
13. Rizka Savira M. P27833316044
14. M. Syarif A. P27833316049
15. Novia Windyanti P27833316050

Dosen Pembimbing: 1. Ngadino, S.Si., M.Psi


2. Bambang Sunarko, SKM., M.Kes
3. Yauwan Tobing, SST

PROGRAM STUDI D4 KESEHATAN LINGKUNGAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA

Jl. Menur No. 118A Surabaya

TAHUN AKADEMIK 2016/2017


KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan hidayah-nya,
sehingga laporan praktikum mengenai “Menghitung Kepadatan Lalat” ini dapat terselesaikan.
Ucapan terimakasih disampaikan Bapak Ngadino, S.Si., M.Psi selaku dosen mata kuliah PVBP-
A yang telah membimbing dalam penyusunan laporan ini. Tidak lupa juga berterimakasih
kepada semua pihak yang membantu dalam penyusunan makalah ini sehingga dapat
terselesaikan.

Laporan ini disusun dengan dasar tugas PVBP-A untuk membuat laporan dan mengenai
menghitung kepadatan lalat pada suatu wilayah, dengan memahami dan mengamati siklus hidup
perkembangan dan pertumbuhan lalat. Serta tidak lupa untuk mengamati dan menganalisis
kepadatan lalat di suatu wilayah yakni Pasar Pucang Anom Surabaya.

Laporan ini masih jauh dari kata sempurna, namun mempunyai harapan yang besar agar
materi yang akan disampaikan dapat bermanfaat, dan memberi wawasan serta pengetahuan baru
bagi pembaca khususnya para mahasiswa Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes
Surabaya. Atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

Surabaya, 21 Desember 2017

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lalat adalah salah satu insekta yang termasuk orde Diphtera, yakni insekta yang
mempunyai sepasang sayap berbentuk membran (Azwar, 1995).
Pada saat ini dijumpai tidak kurang dari 60.000 sampai dengan 100.000 spesies lalat.
Tentu saja tidak semua spesies ini perlu diawasi karena beberapa diantaranya tidak
berbahaya untuk manusia ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan. Yang paling penting
hanya beberapa saja, misalnya lalat rumah (Musca domestica), lalat kandang (Stomoxys
calcitrans), lalat hijau (Phenisia), lalat daging (Sarchopaga), dan lalat kecil (Fannia)
(Azwar, 1995).
Dilihat dari sudut kesehatan, kepadatan lalat merupakan suatu masalah yang penting.
Karena lalat merupakan binatang vektor penyakit secara mekanis yang dimana dalam artian
menyebarkan penyakit melalui kaki, bulu, sayap, badan. Apabila lalat hinggap pada
makanan, maka bibit penyakit (kuman) akan tertinggal di makanan tersebut, dan bila
dimakan manusia maka manusia tersebut akan sakit (Sujoto dkk, 1997). Jadi semua bagian
tubuh lalat bisa berperan sebagai alat penular penyakit melalui badan, bulu pada tangan dan
kaki serta feses dan muntahannya (Depkes RI, 1992).
Berbagai macam penyakit yang dapat ditularkan oleh lalat khususnya lalat rumah adalah
demam typhus, parathypus, disentri amuba, mapupun disentri baciller, kholera, typhus perut,
diare, anthrax, conjungtivitis, trachoma, polio-myelitis. (Adnyana, 1985). Akibat terdapatnya
kondisi lingkungan yang kurang bersih dapat menjadi tempat perkembangbiakan hewan
vektor terutama lalat, lalat merupakan hewan yang suka berkembangbiak di tempat yang
lembab, berbau busuk, dan kotor. Maka dari itu perlu dilakukan pengendalian lalat dengan
cara mengurangi atau menekan populasi lalat dengan cara mengetahui angka kepadatan lalat
di suatu daerah.
Kepadatan lalat disuatu tempat perlu diketahui untuk menentukan apakah daerah tersebut
potensial untuk terjadinya fly borne diseases atau tidak. Metode pengukuran kepadatan lalat
yang populer dan sederhana adalah dengan menggunakan alat flygrill. Prinsip kerja dari alat
ini didasarkan pada sifat lalat yang menyukai hinggap pada permukaan benda yang bersudut
tajam vertikal. Lokasi yang perlu dilakukan pengukuran kepadatan lalat, utamanya adalah
perumahan, rumah makan dan tempat pembuangan sampah.
Keuntungan penggunaan flygrill diantaranya adalah mudah, cepat dan murah. Dengan
demikian dapat dengan cepat menentukan kriteria suatu daerah potensial atau tidak. Kendati
demikian, flygrill mempunyai beberapa kelemahan. Utamanya adalah bahwa flygrill sangat
tidak cocok untuk menghitung kepadatan lalat, dimana populasinya sangat banyak atau
sangat sedikit. Dalam kondisi seperti itu, penghitungan kepadatan lalat dengan flygrill,
hasilnya tidak dapat mewakili keadaan yang sesungguhnya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, terdapat beberapa rumusan masalah yang akan dibahas di
dalam laporan praktikum ini yaitu :
1. Bagaimana siklus hidup perkembangan dan pertumbuhan binatang vector lalat ?
2. Bagaimana cara menghitung kepadatan lalat ?
3. Bagaimana cara pengendalian binatang vector lalat ?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, terdapat beberapa tujuan praktikum ini yaitu :
1. Mahasiswa dapat melakukan praktikum pengukuran kepadatan lalat di lapangan.
2. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami bagaimana siklus hidup perkembangan dan
pertumbuhan binatang vector lalat.
3. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami bagaimana cara menghitung kepadatan
lalat.
4. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami bagaimana cara pengendalian binatang
vector lalat.

1.4 Manfaat
1. Hasil praktikum dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian atau
praktikum selanjutnya.
2. Sebagai bahan masukan atau saran bagi para masyarakat dalam upaya pencegahan dan
pengendalian binatang vector lalat.
3. Sebagai bahan masukan bagi instansi terkait dengan pemeliharaan lingkungan,
kebersihan lingkungan serta pengawasan dan pengendalian vector lalat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lalat

2.1.1 Pengertian Lalat

Lalat adalah salah satu insekta yang termasuk ordo Diphtera, yakni insekta yang
mempunyai sepasang sayap berbentuk membran (Azwar, 1995). Genus lalat yang
penting adalah genus Musca (Slamet,2002). Genus ini disebut juga dengan lalat
karena memiliki kesukaan tinggal di sekitar rumah, didalam rumah, dan di kendang
ternak (Sujoto dkk, 1997). Sedangkan menurut Azwar (1995), yang paling penting
hanya beberapa saja, misalnya lalat rumah (Musca Domestica), lalat kendang
(Stomoxys Calcitrans), lalat hijau (Phenisia), lalat daging (Sarcoplaga), dan lalat kecil
(Fannia) (Azwar, 1995).

2.1.2. Siklus Hidup Lalat

Lalat adalah insekta yang mengalami metamorfosa yang sempurna, dengan


stadium telur, larva (tempayak), kepompong, dan stadium dewasa. Perkembangan lalat
memerlukan waktu antara 7-22 hari, tergantung dari suhu dan makanan yang tersedia.
Lalat betina umumnya telah dapat menghasilkan telur pada usia 4-8 hsri, dengan 75-
150 butir dalam sekali bertelur. Semasa hidupnya, seekor lalat bertelur 5-6 kali
(Depkes RI, 1992). Adapun siklus hidup lalat dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Telur
Tempat penyimpanan telur dilakukan secara naluri oleh induknya. Menurut
Sudarmono dalam Sujoto dkk, (1997), para betina memiliki telescopic ovipositor,
yakni suatu alat untuk menempatkan telur pada bahan-bahan organic yang
lembab, misalnya sampah kotoran binatang, dan lain-lain, pada tempat yang tidak
terkena langsung sinar matahari. Telur berwarna putih dan menetas setelah 3-30
jam tergantung pada suhu sekitarnya (Depkes RI, 1992).
Menurut Sutyoso dalam Sujoto dkk, (1997), bila telur diletakkan di sampah
yang sedang membusuk maka dalam waktu 8-12 jam telur dapat menetas menjadi
stadium larva. Selain itu telur akan lebih cepat menetas pada sinar lembayung,
kuning, hijau, atau merah.
2. Larva (tempayak)
Beberapa larva mengalami beberapa tingkat pertumbuhan (instar), kadang-kadang
sampai 8 instar, tetapi kebanyakan hanya mengalami 3 instar yang disebut molts.
Adapun 3 tingkatan atau instar tersebut adalah sebagai berikut (Depkes RI, 1992):
a. Tingkat I : Telur baru menetas, disebut instar I, berukuran Panjang 3 mm,
berwarna putih, tidak bermata dan berkaki, amat aktif dan ganas terhadap
makanan, setelah 1-4 hari melepas kulit, keluar instar II.
b. Tingkat II : Ukuran besarnya dua kali instar I, sesudah satu sampai beberapa
hari, kulit mengelupas keluar instar III.
c. Tingkat III : Larva berukuran 12 mm atau lebih, tingkat ini memakan waktu
3-9 hari.
Larva mencari tempat dengan temperatur yang disenangi, dengan
berpindah-pindah tempat misalnya pada gundukan sampah organik. Temperatur
yang disukai adalah 30-35oC. distribusi dari larva lalat tergantung pada temperatur
dan kelembaban (Depkes RI, 1992).
3. Pupa (kepompong)
Pada masa ini, jaringa tubuh larva berubah menjadi jaringan tubuh dewasa.
Stadium ini berlangsung 3-9 hari. Temperature yang disukai kurang lebih 35 oC.
kalua stadium ini sudah selesai, melalui celah lingkaran pada bagian interior,
keluar lalat muda (Depkes RI, 1992).
4. Lalat Dewasa
Proses pematangan menjadi lalat dewasa kurang lebih 15 jam dan setelah
itu siap untuk mengadakan perkawinan. Seluruh waktu yang diperlukan 7-22 hari,
tergantung pada suhu setempat, kelembaban, makanan yang tersedia. Umur lalat
deasa dapat mencapai 2-4 minggu (Depkes RI, 1992).

2.1.3. Pola Hidup Lalat.


Lalat mempunyai pola hidup yang khas. Pola hidup lalat ini dapat mempengaruhi
kepadatan lalat di suatu tempat. Pola hidup lalat dewasa adalah:
1. Tempat perindukan atau berkembang biak
Tempat yang disenangi adalah tempat basah, benda-benda organic, tinja,
sampah basah, kotoran binatang, tumbuh-timbuhan basah. Kototran yang
menumpuk secara kumulatif (di kandang ternak) sangat disenangi oleh larva lalat,
sedangkan yang tercecer jarang dipakai sebagai tempat berbiak lalat (Depkes RI,
1992).

2. Jarak terbang
Lalat tidak suka terbnag terus menerus tetapi sering hinggap. Jarak terbang
lalat sangat bervariasi tergantung dari kecepatan angin, temperature, kelembaban,
dll (Sujoto dkk, 1997). Jarak terbang lalat sangat tergantung pada adanya
makanan yang tersedia, rata-rata 6-9 km, kadang dapat mencapai 19-20 km dari
tempat berbiak (Depkes RI, 1992).

3. Kebiasaan makan
Lalat dewasa sangat aktif sepanjang hari, dari makanan yang satu ke makanan
yang lain. Lalat amat tertarik oleh makanan yang dimakan manusia sehari-hari,
seperti gula, susu, dan makanan lainnya, kotoran manusia serta darah. Protein
diperlukan untuk bertelur. Sehubungan dengan bentuk mulutnya, lalat hanya
makan dalam bentuk cair atau makanan yang basah, sedang makanan yang kering
dibasahi terlebih dahulu, baru dihisap. Air merupakan hal yang penting dalam
kehidupan lalat dewasa. Tanpa air, lalat hanya bisa hidup tidak lebih dari 48 jam.
Paa waktu hinggap lalat mengeluarkan ludah dan faeces. Timbunan dari ludah
dan faeces ini membentuk titik-titik hitam dimana ini adalah sangat penting untuk
mengenal tempat lalat istirahat (Depkes RI, 1992).

4. Tempat istirahat
Lalat berstirahat pada tempat tertentu. Pada siang hari bila lalat tidak makan,
mereka akan beristirahat pada lantai, dinding, langit-langit, jemuran pakaian,
rumput-rumput, kawat listrik, dll serta sangat menyukai tempat dengan tepi tajam
yang permukaannya vertical. Biasanya tempat istirahat ini berdekatan dengan
tempat makanannya atau tempak berbiaknya dan biasanya yang terlindung
dengan angina. Di dalam rumah, lalat istirahat pada kawat listrik, dinding, langit-
langit,dll dan tidak aktif pada malam hari. Tmpat istirahat tersebut biasanya lebih
dari 4,5 m diatas permukaan tanah (Depkes RI, 1992). Pada malam hari lalat
sering hinggap disemak belukar diluar rumah. Apabila udara dingin, lalat istirahat
di dalam rumah (Sujoto dkk, 1997).
5. Lama hidup
Lama kehidupan lalat sangat tergantung dari ketersidaan makanan, air, dan
temperature. Pada musim panas, berkisar antara 2-4 minggu, sedang pada musim
dingin bias mencapai 70 hari (Depkes RI, 1992).

6. Temperatur
Lalat mulai terbang pada temperature 15oC dan aktivitas optimumnya pada
temperature 21oC. Pada temperature dibawah 7,5o tidak aktif dan diatas 45oC
terjadi kematian pada lalat (Depkes RI, 1992).

7. Kelembaban
Kelembaban erat hubungannya dengan temperature setempat (Depkes RI, 1992).

8. Sinar
Lalat merupakan serangga yang bersifat fototropik, yaitu menyukai sinar. Pada
malam hari tidak aktif, namun bias aktif dengan adanya sinar buatan. Efek sinar
pada lalat tergantung sepenuhnya pada temperature dan kelembaban (Depkes RI,
1992).

2.1.4 Sifat-Sifat Lalat


Lalat mempunyai sift-sifat atau karakteristik tertentu, yaitu (Azwar, 1995) :
1. Lalat suka hidup di tempat yang kotor, isalnya pada kotoran manusia, kotoran
hewan ataupun sampah.
2. Untuk berkembang biak lalat membutuhkan udara panas yang lembab serta
tersedianya bahan makanan yang cukup.
3. Lalat tertarik pada bau-bauan yang busuk, serta bau dari makanan ataupu
minuman yang merangsang.
4. Lalat tertarik pada cahaya lampu.
5. Lalat dapat terbang sejauh 200 m sampai 1.000 m.
6. Lalat akut dengan warna biru.
2.2 Gangguan Lalat pada Manusia
Apabila keberadaan lalat tidak dikendalikan maka akan menyebabkan gangguan antara lain
(Depkes RI, 1992):
1. Mengganggu ketenangan.
2. Menggigit.
3. Myasis menimbulkan penyakit pada manusia dengan jalan meletakkan telur pada luka
yang terbuka, kemudian larvanya hidup pada daging manusia .
4. Menularkan penyakit secara biologis (penyakit tidur, leishmaniasis,bartonelolsis).
5. Penularan penyakit secara mekanis (typhoid, fever, paratyphoid fever, desentri basiler,
desentri amoeba,dll).

2.3 Pengukuran Kepadatan Lalat.


Pengukuran kepadatan lalat dilakukan dengan menggunakan :
1. Fly trap
Alat ini terbuat dari kayu dan kawat kasa dengan bentuk silinder, di dalamnya
terdapat kerucut yang terpotong dari kawat kasa. Penggunannya dapat menggunakan
umpan sebagai atraktan. Cara ini mempunyai keuntungan, dalam melakukan identifikasi
lalat, menghiung dapat dilakukan dengan seksama di laboratorium, dan dapat
dipergunakan untuk pemeliharaan lalat dilaboratorium untuk penyelidikan (Sujoto
dkk,1997).
2. Fly grill
Fly grill dapat dibuat dari bilah-bilah kayu yang lebarnya 2 cm dan tebalnya 1 cm
dengan panjang masing-masing 80 cm, sebanyak 16-26 buah. Bilah-bilah tersebut
hendaknya dicat putih. Bilah-bilah yang telah disiapkan, dibentuk berjajar dengan jarak
1-2 cm pada kerangkanya menggunakan paku sekrup sehingga dapat dibongkar pasang
setelah selesai dipakai (Depkes RI,1992).
Jumlah lalat yang hinggap dalam waktu 30 detik dihitung, pada setiap lokasi
sedikitnya sepuluh kali perhitungan (10 x 30 detik) dan lima perhitungan yang tertinggi
dbuat rata-ratanya dan dicatat dalam pencatatan. Angka rata-ratanya ini merupakan
petunjuk indeks populasi lalat dalam suatu lokasi tertentu, interpretasi hasil pengukuran
pada setiap lokasi atau Block grill adalah sebagai berikut:
a. 0-3 : tidak menjadi masalah (rendah).
b. 3-5 : perlu dilakukan pengamanan terhadap tempat berbiaknya lalat (tumpukan
sampah, kotoran hewan, dll).
c. 6-20 : populasinya padat dan perlu perencanaan terhadap tempat-tempat berbiaknya
lalat dan bila mungkin direncanakan upaya pengendaliannya.
d. >20 : populasinya sangat padat dan perlu dilakukan pengamanan terhadap tempat-
tempat berbiaknya dan tindakan pengendalian lalat (Depkes RI, 1992).
BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


Bahan :
1. Lem lalat
2. Handscone
3. Masker

Alat :

1. Stopwatch
2. Buku Catatan
3. Alat tulis

3.2 Prosedur Kerja


a. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
b. Menggunakan alat pelindung diri seperti masker dan handscone
c. Membuka lem lalat yang sudah tersedia
d. Mencari tempat yang kumuh dan kotor dengan kategori banyak lalat yang berterbangan
e. Meletakkan lem lalat yang sudah dibuka di lokasi yang sudah dipilih
f. Menunggu lalat untuk hinggap diatas lem lalat tersebut selama 1 jam
g. Menghitung jumlah lalat yang tertangkap
h. Lalu mengidentifikasi ada berapa spesies lalat dan berapa banyak lalat yang tertangkap
dalam masing-masing spesies

3.3 Data yang Perlu Dicatat


a. Waktu pengambilan sampel
b. Tempat pengambilan sampel
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Praktikum


Praktikum yang dilakukan pada :

Hari : Kamis

Tanggal : 21 Desember 2017

Pukul : 10.00 WIB

Tempat : Pasar Pucang Surabaya

Mendapatkan hasil sebagai sebagai berikut

Jumlah yang
Gambar Lalat yang ditemukan Spesies Lalat
Tertangkap

Musca domestica 114

Protocalliphora sp. 12

Total 126
4.2 Pembahasan
Dari praktikum yang telah dilakukan pada hari Kamis, 21 Desember 2017 di pasar
Pucang Anom Surabaya didapatkan hasil bahwa, lalat yang tertangkap dalam lem lalat yang
terpasang termasuk dalam spesies Musca domestica dan Protocalliphora sp. dengan
masing-masing spesies yang tertangkap berjumlah 114 ekor dan 12 ekor jadi jumlah
keseluruhan lalat yang tertangkap sebanyak 126 ekor. Lem lalat yang digunakan sebanyak 2
buah dimana lem terebut diletakkan pada tumpukan sampah sementara dan pada lapaknya
penjual daging sapi mentah. Setelah menunggu selama 1 jam lem lalat yang dihinggapi lalat
terbanyak adalah yang diletakkan di tumpukan sampah, sedangkan lem lalat yang berada di
lapak penjual daging sapi mentah lalat yang tertangkap tidak sebanyak yang di tumpukan
sampah dan hanya ada spesies Musca domestika.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa kepadatan lalat di Pasar Pucang ini bisa
dikatakan cukup tinggi. Namun, pada praktikum kali ini tidak ditemukan adanya telur dan
larva karena hanya menggunakan lem lalat yang diletakkan ditumpukan sampah sementara
dan lapaknya penjual daging mentah. Hal ini dilakukan karena pada saat kami mau
mengambil sampel TPS yang ada di pasar sudah dibersihkan.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Lalat adalah salah satu insekta yang termasuk ordo Diphtera, yakni insekta yang
mempunyai sepasang sayap berbentuk membrane. Lalat adalah insekta yang mengalami
metamorfosa yang sempurna, dengan stadium telur, larva (tempayak), kepompong, dan
stadium dewasa. Tempat yang disenangi adalah tempat basah, benda-benda organic,
tinja, sampah basah, kotoran binatang, tumbuh-timbuhan basah. Pengukuran kepadatan
lalat dilakukan salah satunya dengan menggunakan fly trap yaitu terbuat dari kayu dan
kawat kasa dengan bentuk silinder, di dalamnya terdapat kerucut yang terpotong dari
kawat kasa. Jumlah lalat yang hinggap dalam waktu 30 detik dihitung, pada setiap
lokasi sedikitnya sepuluh kali perhitungan (10 x 30 detik) dan lima perhitungan yang
tertinggi dbuat rata-ratanya dan dicatat dalam pencatatan. Angka rata-ratanya ini
merupakan petunjuk indeks populasi lalat dalam suatu lokasi tertentu, interpretasi hasil
pengukuran pada setiap lokasi.

Dalam praktikum kami menghitung kepadatan lalat di Pasar Pucang Anom


Surabaya dengan memilih lokasi penjual daging sapi serta tempat sampah tidak
tertutup, lalat yang tertangkap dalam lem lalat yang terpasang termasuk dalam spesies
Musca domestica dan Protocalliphora sp. dengan masing-masing spesies yang
tertangkap berjumlah 114 ekor dan 12 ekor jadi jumlah keseluruhan lalat yang
tertangkap sebanyak 126 ekor. Dengan demikian dapat diketahui bahwa kepadatan lalat
di Pasar Pucang ini bisa dikatakan cukup tinggi.

5.2 Saran
a. Sebaiknya disediakan tempat sampah yang tertutup di dalam pasar, agar lalat tidak
bisa hinggap dan menyebarkan bibit penyakit.
b. Sebaiknya di setiap penjual daging, daging harus digantung agar darah pada daging
dapat mengalir sehingga tidak dihinggapi lalat dan lalat tidak meletakkan telurnya
diatas daging.
c. Jika ingin mendapatkan hasil perhitungan kepadatan lalat secara akurat
menggunakan alat fly grill bukan lem lalat.
DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, I. M. E. 1985. Pemberantasan Serangga Penyebar Penyakit Tanaman Liar dan


Penggunaan Pestisida. Jakarta : Pusdiknakes Depkes RI.

Azwar, a. 1995. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Mutiara Sumber Widya.

Depkes RI. 1992. Petunjuk Teknis tentang Pemberantasan Lalat. Jakarta : Ditjen PPM & PLP.

Dewi Nurjannah.2006.Skripsi Perbedaan Kepadatan Lalat Pada Berbagai Warna Fly Grill
(Studi Di TPS Pasar Beras Bendul Merisi, Surabaya).Universitas Airlangga:Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya.

Sujoto, H, Purwanto, S., Hilal, N., Mawaddah, Yulianto, Utomo, B., Abdullah, S., Suparmin.
1997. Survei Kepadatan Lalat Di Desa Karangmangu RT 10/RW I Kecamatan Baturraden
Kabupaten Banyumas Tahun 2016. Bulletin Kesingmas No. 63 Tahun XVI Tribulan III
Juli-September.
LAMPIRAN

Kondisi lapak penjual daging yang Daging yang dijual banyak dihinggapi
banyak dihinggapi lalat oleh lalat

Lalat yang tertangkap di lokasi Tempat sampah yang tidak tertutup


dekat sampah menjadi tempat yang disenangi oleh
lalat

Anda mungkin juga menyukai