Anda di halaman 1dari 4

Pembedahan Nyamuk

A. Pembedahan Ovarium Nyamuk


1. Tujuan :
a. Mengetahui berapa kali nyamuk bertelur
b. Mengetahui umur nyamuk
2. Alat dan bahan :
a. Mikroskop stereo e. Kloroform
b. Mikroskop compound f. NaCl 0.05%
c. Jarum seksi g. Nyamuk Aedes sp
d. Kaca objek
3. Cara kerja :
a. Cara pembedahan ovarium nyamuk :
Nyamuk dimatikan dengan menggunakan kloroform dan diletakkan di atas kaca objek yang di
tetesi NaCl 0.05% untuk memudahkan pemisahan perut nyamuk, bagian atas perut nyamuk di
sebelah kanan
Jarum pada tangan kiri ke bagian dada nyamuk, jarum di tangan kanan merobek segmen perut
ruas ke-2 dari belakang
Ujung abdomen di tarik perlahan-lahan ke belakang, sampai indung telur keluar
Di periksa indung telur dan perut nyamuk yang keluar.
b. Identifikasi nulliparous dan parous :
Digunakan mikroskop compound dengan perbesaran 10 kali
Dua kantong ovarium di tarik keluar dari NaCl 0.05%, kemudian dikeringkan (di break dulu)
Apabila terlihat bahwa ujung tracheola masih menggulung, maka berarti nyamuk belum pernah
bertelur (nulliparous)
Apabila ujung tracheola sudah terurai dan tidak menggulung, berarti nyamuk sudah pernah
bertelur atau parous
c. Melihat dilatasi :
Kantong ovarium di break dengan jarum seksi
Dilihat di bawah mikroskop compound
d. Keterangan :
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang perkiraan umur nyamuk secara fisiologis dapat dilihat dari
kondisi ovarium nyamuk. Bila terdapat ovarium yang membesar satu berarti nyamuk pernah

bertelur satu kali atau sudah pernah mengalami satu siklus gonotropik atau satu dilatasi, bila
terdapat dua pembesaran ovarium berarti dua kali siklus gonotropik atau dua dilatasi, dan
seterusnya. Satu siklus gonotropik atau satu dilatasi diperkirakan empat hari, sehingga untuk
memperkirakan umur fisiologis nyamuk yang tertangkap yaitu dari jumlah dilatasi dikalikan
empat hari (Munif, 2007).
Untuk mengetahui rata-rata nyamuk di suatu wilayah, dapat dilakukan pembedahan nyamuknyamuk yang ditangkap untuk memeriksa keadaan ovarium dibawah mikroskop. Apabila ujungujung pipa udara (Tracheolus) pada ovarium masih menggulung dan ovarium belum membesar,
berarti nyamuk itu belum pernah bertelur (nulli parous) apabila pipa-pipa udara sudah terurai /
terlepas gulungannya serta ovarium pernah membesar maka nyamuk itu sudah pernah bertelur
(parous) (Munif, 2007).

B. Pembedahan Kelenjar Ludah Nyamuk


1. Tujuan :
Mengetahui adanya sporozoit pada kelenjar ludah nyamuk
2. Alat dan bahan :
a. Mikroskop compound e. NaCl
b. Jarum halus f. Metanol 96%
c. Kaca objek g. Pewarna Giemsa
d. Kaca penutup h. Nyamuk Anopheles sp
3. Cara kerja :
Penentuan vector malaria dilakukan dengan menggunakan tiga metode :
a. Metode pembedahan dan pemeriksaan kelenjar ludah :
Kepala nyamuk ditarik dan dipisahkan dari toraks dengan dua jarum halus sehingga kelenjar
ludah tertarik keluar.
Kelenjar ludah dipindahkan ke dalam larutan NaCl pada kaca objek dan ditutup kaca penutup.
Kaca penutup ditekan menggunakan jari secara hati-hati dan perlahan
Periksa di bawah mikroskop, perbesaran 4001000 kali.
b. Metode Uji ELISA (ENZYME LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY) :
Uji ELISA untuk sporozoit dilakukan terhadap nyamuk Anopheles parous. Penentuan sporozoit
menggunakan antibody monokional terhadap Plasmodium falciparum dan P. vivax. Uji ELISA
dilakukan untuk mendeteksi sirkum sporozoit antigen yang berasal dari

sporozoit. Guna mengurangi false-positive, maka pengujian hanya dilakukan pada bagian
protoraks.
c. Metode sediaan toraks (Squash-Method) :
Metode ini digunakan untuk pemeriksaan sporozoit dalam jaringan toraks nyamuk.
Jaringan protoraks dalam larutan NaCl dibedah dengan jarum halus.
Setelah diuraikan, jaringan otot serta kulit toraks dipisahkan
dan dibuang.
Setelah sediaan kering pada temperature kamar, difiksasi dengan metanol 96% dan diwarnai
dengan Giemsa.
Periksa dengan mikroskop perbesaran 1000 kali
Hasil positif secara visual terlihat warna hijau.

d. Keterangan :

ELISA telah digunakan sebagai salah satu cara epidemiologi untuk mengidentifikasi nyamuk
terinfeksi malaria. Antibodi monoklonal ini dipakai sebagai fase padat dan dikonjugasikan
dengan enzim, sebagai penanda terdapatnya protein Circum Sporozoite dalam homogenat
nyamuk yang diinkubasi pada sumuran microplate.
Circum Sporozoite Protein (CSP) merupakan antigen terpenting yang terdapat pada permukaan
sporozoit, memainkan peranan dalam menimbulkan perlindungan diperantarai antibody terhadap
parasit.
Antibodi monoklonal diproduksi terhadap antigen dengan spesifisitas yang telah ditentukan.
ELISA dengan penangkapan antigen merupakan metode yang bermanfaat untuk mendeteksi
secara cepat dari antigen protein spesifik seperti halnya dalam homogenat nyamuk (pul gerusan
nyamuk).
ELISA menggunakan enzim yang direaksikan dengan substrat, menghasilkan produk dengan
intensitas warna sebanding dengan kadar homogenat nyamuk yang diperiksa. Produk yang
dihasilkan pada uji ELISA dapat dibaca dengan ELISA Reader berdasarkan kerapatan optik (OD)
yang hasilnya dapat dicetak melalui computer. Dengan uji ELISA, suatu nyamuk Anopheles sp
dinyatakan mengandung protein circum sporozoite apabila secara visual berubah warna menjadi
hijau (Wigati, 2010).

Daftar Pustaka
Mujiono, et al. 2007. Penentuan Vector Malaria di Kecamatan Teluk Dalam, Nias.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_118_malaria.pdf. Diakses pada tanggal 9 Mei 2010.
Munif, et al. 2007. Bionomi Anopheles sp.
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/352075780_0125-9695.pdf. Diakses pada tanggal 9 Mei
2010.

Anda mungkin juga menyukai