Anda di halaman 1dari 12

A.

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tikus adalah mamalia yang termasuk dalam suku muridae. Hewan
ini merupakan hewan pengerat (rodentisida) yang sangat menggangu
kehidupan serta kesejahteraan manusia dan relatif bisa berdampingan
dengan manusia (Budiarty, 2012). Faktor lingkungan biotik dan abiotik akan
banyak ditemukan adalah jenis tikus Rattus mempengaruhi dinamika
populasi tikus. Suatu populasi tikus domestik, peridomestik dan silvatik
akan beragam dalam strukturumur fase perkembangan atau komposisi
genetik dari individu-individu penyusunnya yang diduga mempunyai
perbedaan

keragaman

komposisi

ektoparasit

yang

menempatinya.

Hubungan tikus dan manusia seringkali bersifat parasitisme, yaitu


menimbulkan kerugian dalam berbagai

bidang kehidupan manusia

(Supriyati dan Ustiawan, 2013).


Tikus dibidang kesehatan dapat menjadi reservoir beberapa patogen
penyebab penyakit pada manusia, baik hewan, ternak maupun peliharaan.
Penyakit tersebut dapat ditularkan melalui ektoparasit yang ada di tubuh
tikus. Ektoparasit yang di temukan pada tikus berbeda dengan binatang
lainnya, baik keragaman jenis maupun jumlah ektoparasit (Supriyati dan
Ustiawan, 2013).
Penyakit yang dapat disebabkan oleh tikus adalah penyakit pes,
leptospirosis, scrup thypus, murine typhus, ratbite fever (Isnani, 2008).
Dalam rangka mencegah penyakit yang disebabkan oleh tikus tersebut maka
perlu memperhatikan kepadatan tikus dan keberadaan tikus. Tanda dan
keberadaan adanya tikus dapat dilihat melalui jejak yang ditinggalkan. Jejak
yang ditinggalkan seperti dropping atau kotoran tikus. Kotoran tikus mudah
dikenal dari bentuk dan warna khasnya. Kotoran tikus yang masih baru
lebih terang dan mengkilap serta lebih lembut (agak lunak), semakin lama
kotoran akan menjadi lebih keras. Selain itu tanda keberadaan tikus juga
dapat dilihat dari bekas gigitan tikus, karena tikus memiliki kebiasaan
menggigit dan membuat lubang (Hanang S, 2005).
Upaya pencegahan dan pengendalian penyakit yang disebabkan oleh
tikus dapat dilakukan dengan cara mempelajari kehidupan tikus. Salah
satunya adalah mengetahui jenis atau spesies tikus yang ada, melalui

identifikasi maupun deskripsi. Untuk keperluan ini dibutuhkan kunci


identifikasi tikus atau tabel deskripsi tikus, yang memuat ciriciri morfologi
masing masimg jenis tikus. Ciriciri morfologi tikus yang lazim dipakai
untuk keperluan tersebut di antaranya adalah : berat badan ( BB ), panjang
kepala ditambah badan (H&B), ekor (T), cakar (HF), telinga (E), tengkorak
(SK) dan susunan susu (M). Disamping itu, lazim pula untuk diketahui
bentuk moncong, warna bulu, macam bulu ekor, kulit ekor, gigi dan lainlain (Sudrajat, 2008).
2. Tujuan Praktikum
a. Mengetahui jenis umpan dan cara penangkapan tikus
b. Mengetahui jenis/spesies melalui ciri-ciri mofologi tikus
c. Mengetahui cara penangkapan ektoparasit tikus
B. METODE
1. Alat
a. Kunci Identifikasi tikus (genera rattus)
b. Tabel deskripsi tikus (famili muridae)
c. Rat trap/cage trap (perangkap tikus hidup)
d. Mistar 50 cm dan 30 cm
e. Timbangan
f. Karung goni
g. Sisir tikus/sikat sepatu
h. Pinset
2. Bahan
a. Klorofrom
b. Umpan tikus, kelapa bakar
c. Tikus Hidup
d. Air tepung beras
3. Cara Kerja
a. Trapping
Perangkap tikus hidup (cage trap) dicuci
Masukkan umpan ke perangkap
Pasang perangkap di tempat yang biasa di lalui tikus
Perangakap yang ada tikusnya di bawa ke laboratorium
b. Identifikasi Tikus
untuk diidentifikasi tikus dan ektoparasit.
Tikus di dalam perangkap dimasukkan ke
dalam kantong yang telah disiapkan

Bius dengan chloroform

Biarkan beberapa menit sampai tikus tidak


sadarkan diri
Tikus diletakkan di atas kertas putih
Sisir dengan arah yang berlawanan dengan rambut
tikus untuk mendapatkan ektoparasit
Ukur berat badan, panjang kepala ditambah badan,
ekor, cakar, telinga, tengkorak dan susunan susu tikus

Tulis hasil deskripsi tikus


Bandingkan deskripsi tikus dengan kunci identifikasi
untuk mengetahui jenis tikus
C. HASIL
Identifikasi tikus dilakukan dengan mengamati dan mengukur
morfologi tikus serta mengamati keberadaan ektoparasit pada tubuhnya.
Berikut hasil pengamatan dan pengukuran pada tikus.
1. Hasil Pengamatan
No
1

Gambar

Keterangan
Tekstur rambut : Agak kasar
Bentuk hidung : Kerucut
Bentuk badan : Silindris
Warna badan
- punggung : coklat kelabu
hitam
- perut : coklat kelabu
- ekor: coklat hitam
Habitat : Rumah
Jenis Kelamin: Jantan
Puttng susu : tidak ada

Gambar 1. Tikus yang sudah dilemahkan


2

Ditemukan satu ektoparasit:


pinjal.

Gambar 2. Penyisiran Tikus

2. Hasil Pengukuran
No

Gambar

Keterangan

Bobot tubuh :
100 gram

Gambar 3. Penimbangan bobot tubuh tikus


2

Panjang kepala +
badan : 160 mm

Gambar 4. Pengukuran panjang tubuh


3

Panjang ekor :
165 mm

Gambar 5. Pengukuran panjang ekor

Lebar
daun
telinga : 20 mm

Gambar 6. Pengukuran lebar daun telinga


5

Panjang telapak
kaki belakang:
32 mm

Gambar 7. Pengukuran panjang telapak kaki


6

Lebar
gigi
pengerat
- Panjang
Atas : 4 mm
Bawah : 10
mm
- Lebar
Atas: 2 mm
Bawah: 2 mm
Gambar 8. Pengukuran lebar gigi

Tengkorak:
mm

Gambar 9. Pengukuran tengkorak

50

D. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil identifikasi, tikus praktikum merupakan tikus jantan
yang memiliki ciri tekstur rambut agak kasar, bentuk hidung kerucut, bentuk
badan silindris, warna badan bagian punggung coklat kelabu hitam, warna
badan bagian perut coklat kelabu dan warna ekor bagian atas coklat hitam.
Hasil ini kemudian dibandingkan dengan kunci identifikasi tikus. Perbandingan
hasil pengamatan dan pengukuran tikus praktikum dengan kunci identifikasi
tikus menunjukkan bahwa tikus praktikum merupakan tikus atap (Rattus
tanezumi).
Menurut Isnani (2008), tikus atap merupakan salah satu jenis tikus
rumah (Rattus rattus). Tikus ini merupakan sub spesies dari Rattus rattus yang
umum ditemukan di rumah penduduk di Pulau Jawa. Morfologi tikus atap
serupa dengan tikus rumah (Rattus rattus) pada umunya, yaitu tekstur rambut
agak kasar, bentuk badan silindris, bentuk hidung kerucut, telinga berukuran
besar tidak berambut pada bagian dalam dan dapat menutupi mata jika ditekuk
ke depan, warna badan bagian perut dan punggung coklat hitam kelabu, warna
ekor coklat hitam, bobot tubuh berkisar antara 60-300 gram, ukuran ekor
terhadap kepala, dan badan bervariasi (lebih pendek, sama, atau panjang)
(Priyambodo, 2003).
Hasil pengukuran menunjukkan bobot tubuh 100 gram, panjang kepala
dan badan 160 mm, panjang ekor 165 cm, lebar daun telinga 20 mm dan
panjang telapak kaki belakang 32 mm. Ciri-ciri ini sesuai dengan klasifikasi
Rattus tanezumi yang digunakan dalam penelitian Listiyarini (2008), dimana
tikus atap memiliki panjang total ujung kepala sampai ujung ekor 220-370 mm,
ekor 101-108 mm, kaki belakang 20-39 mm, ukuran telinga 13-23 mm.
Tikus Rattus tanezumi yang digunakan untuk praktikum berasal dari
rumah warga di sekitar Pasar Wage. Hal ini sejalan dengan penelitian Supriyati
dan Ustiawan (2013) yang menangakap banyak tikus Rattus tanezumi di sekitar
Pasar Kota Banjarnegara. Banyaknya tikus yang tertangkap dikarenakan lokasi
pasar yang dekat pemukiman. Sementara R. tanezumi sendiri merupakan tikus
domestik dimana aktivitas mencari makan, berlindung, bersarang dan
berkembangbiak dilakukan dalam rumah. Menurut Marsh (2003), tikus rumah

atau tikus atap memiliki habitat di sekitar permukiman, terutama di daerah


yang jarang dilalui oleh manusia. Sedangkan persebarannya ditemukan di
seluruh benua (kosmopolit). Spesies hewan pengerat ini banyak ditemukan di
perkotaan, desa, lahan pertanian dan kawasan hutan (Chaisiri et al., 2010).
Tikus atap biasanya memiliki jalur yang tetap untuk berpindah tempat
dari satu lokasi ke lokasi lain. Tikus dapat masuk kedalam rumah melalui celah
di sekitar lantai dan saluran air, serta mampu memanjat dinding untuk masuk
ke dalam rumah melalui celah di sekitar atap. Makanan tikus berupa biji-bijian,
sereal, daun, kayu, buah-buahan, kelapa dan lain-lain (Marsh, 2003). Hal ini
terbukti dari umpan kelapa bakar yang digunakan berhasil menarik tikus untuk
menghampiri perangkap yang dipasang. Umpan yang digunakan untuk
praktikum sama dengan umpan yang digunakan dalam penelitian yang
dilakukan oleh Supriyati dan Ustiawan di Pasar Kota Banjarnegara pada tahun 2013.
Perangkap tikus dapat dikelompokkan menjadi empat jenis yaitu livetrap (perangkap hidup), snap-trap (perangkap yang dapat membunuh tikus),
sticky board-trap (perangkap berperekat), dan pit fall-trap (perangkap jatuhan).
Live-trap atau perangkap hidup adalah tipe perangkap yang dapat menangkap
tikus dalam keadaan hidup di dalam perangkap. Tipe perangkap ini terbagi
menjadi dua yaitu, single live-trap adalah perangkap yang hanya dapat
menangkap 1 ekor tikus, dan multiple live-trap adalah perangkap yang dapat
menangkap lebih dari satu ekor tikus dalam sekali pemerangkapan. Kedua tipe
perangkap ini banyak digunakan untuk mengendalikan tikus rumah di
permukiman (Priyambodo, 2003).
Tubuh tikus ternyata dihuni oleh hewan lain (parasite), baik yang ada di
dalam tubuh (endoparasit) maupun diluar/menempel di tubuh (ektoparasit).
Endoparasit tikus antara lain cacing, virus, jamur, protozoa, bakteri dan
rickettsia yang mempunyai tempat hidup di hati dan ginjal tikus. Sedangkan
ektoparasit tikus meliputi pinjal (fleas) jenis Xenopsylla cheopsis dan Stivalus
cognatus, kutu (lice) jenis Polyplax spinulosa, Hoplopleura pasifica; larva
tungau (chigger), tungau (mite), dan caplak (ticks) (Ristiyanto, 2004).
Berdasarkan hasil praktikum, ditemukan seekor pinjal yang menginfestasi tikus
Rattus tanezumi. Pinjal ditemukan setelah tikus disisir dengan cara penyisiran

berlawanan arah dengan rambut tikus. Setelah ditemukan, pinjal kemudian


diambil dengan pinset dan dimasukkan ke dalam alkohol 10 ml yang telah
disiapkan sebelumnya.
E. KESIMPULAN
1. Jenis umpan yang digunakan adalah kelapa bakar dan cara penangkapan
menggunakan live trap.
2. Perbandingan hasil pengamatan dan pengukuran morfologi tikus praktikum
dengan kunci identifikasi tikus menunjukkan bahwa tikus praktikum
merupakan tikus atap (Rattus tanezumi).
3. Cara melakukan pengambilan ektoparasit tikus yaitu dengan menyisir
rambut tikus yang berlawanan arah dengan rambut tikus, diambil
menggunakan pinset.
F. DAFTAR PUSTAKA
Budiarty, Tri Indah. 2012. Gambaran Manajemen Pengendalian Vektor di
Bandara Soekarno Hatta Tahun 2012. Skripsi. FKM UI, Depok.
Chaisiri K, Win Chaeychomsri, Jindawan Siruntawineti, Alexis Ribas, Vincent
Herbreteau, Serge Morand. 2010. Gastrointestinal Helminth Infections In
Asian House Rats (Rattus Tanezumi) From Northern And Northeastern
Thailand. The Journal Of Tropical Medicine and Parasitology Vol 33 No.
1: 29-35.
Hanang S. 2005. Pengendalian Rodent Suatu Tindakan Karantina. Jurnal
Kesehatan Lingkungan. Vol 2: 11-16
Isnani, Tri. 2008. Tikus Rumah. BALABA. Ed. 006, Vol 01: 20.
Listiyarini, I. 2008. Survei Kepadatan Tikus di Pasar Peterongan Dan Pasar
Wonodri Semarang. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Muhammadiyah Semarang.
Marsh, RE. 2003. Roof Rats. http://icwdm.org/handbook/rodents/RoofRats.asp
(online). diakses tanggal 26 Juni 2015.
Priyambodo S. 2003 . Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Ed ke-3. Jakarta :
Penebar Swadaya.
Ristiyanto, Damar T.B., Farida D.H., dan Soenarto Notosoedarmo. 2004.
Keanekaragaman Ektoparasit pada Tikus Rumab Rattus Tanezumi dan
Tilcus Polinesia Rattus Exulans di Daerah Enzootik Pes Lereng Gunung
Merapi, Jawa Tengah. Jumal Ekologi Kesehatan Volume 3 No 2.
Sudrajat S, Agus. 2008. Pemasangan Perangkap, Pemeriksaan (Identifikasi),
Dan Penyisiran Tikus (Penangkapan Ektoparasit). Pedoman Praktikum

Pengendalian Vektor. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas


Ilmu Kesehatan UMS, Surakarta.
Supriyati D dan Adil Ustiawan. 2013. Spesies Tikus, Cecurut dan Pinjal yang
ditemukan di Pasar Kota Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara Tahun
2013. BALABA. Vol 9(02): 39-46.

LAMPIRAN

Gambar 1. Tikus yang berada di kandang

Gambar 2. Kapas yang diberi metanol

Gambar 3. Kapas didekapkan ke tikus agar pingsan

Anda mungkin juga menyukai