Dosen Pembimbing :
Demes Nurmayanti. ST, M.Kes
Marlik, S.Si, M.Si
Disusun oleh:
Dinda Yully Lestari
NIM. P27833316048
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
PRODI D-IV KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA
2017 / 2018
A. Pengoprasian aplikasi GeoDa untuk mengetahui distribusi penyakit DBD.
1. Buka aplikasi GeoDa pada Desktop lalu doubel klik
2. Kemudian pilih file>> pilih New Project From>> pilih ESRI Shapefile
(*shp)>>OK
3. Cari lokasi yang akan dikerjakan dengan format .shp lalu open
Tampilan akan berubah menjadi seperti ini
4. Untuk melihat distribusi penyebaran ABJ berdasarkan variabel pilih map > pilih
Quantile map > pilih kategori 4 >pilih variabel pertama DBD_APRIL2 > OK
5. Pilih Variabel yang mempengaruhi yang akan digunakan, misal untuk melihat
DBD bulan September pilih DBD_APRIL2 > klik OK
6. Kemudian simpan peta tersebut. Pilih options>> klik save image As>> pilih
format BMP>>klik save
11. Pilih variabel kejadian yang dipengaruhi atau yang muncul pada Event Variable
dan basis data dasar yang digunakan pada Base Variable>> klik OK.
12. Simpan peta tersebut dengan format .BMP sesuai langkah no.6
13. Untuk mengubah format .gal pilih Tool >> klik Weights>>klik Create >> klik Add ID
Variable>>pilih POLY_ID>>klik Add Variable>> centang Queen Contiguty>> klik
Crate
19. Tentukkan variable yang mempengaruhi pada kotak First Variable (X) dan
variable yang dipengaruhi pada kotak Second Variable (Y), klik OK
Peta
1.2 Peta distribusi persebaran penyakit DBD di Kecamatan Sawahan secara kasar
berdasarkan Populasi tahun 2012.
Berdasarkan peta tersebut dapat diketahui bahwa distribusi kasus DBD pada
bulan April tahun 2012 dengan kategori sedang di Kecamatan Sawahan lebih
dominan ditemukan 2 kasus yang berada di bagian barat dan selatan wilayah
Kecamatan Kenjeran. Berdasarkan jumlah DBD Kecamatan Kenjeran pada bulan
April tahun 2012 yang digunakan, daerah dengan tingkat ABJ tinggi memiliki jumlah
DBD penduduk lebih kecil dibanding jumlah DBD pada daerah dengan tingkat ABJ
rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hubungan timbulnya penyakit
DBD dengan tingkat ABJ berbanding terbalik. Faktor yang memungkinkan terjadinya
kasus DBD yaitu keberdaan vektor dan kondisi lingkungan.
1.3 Peta area di Kecamatan Sawahan yang memiliki resiko berlebih terhadap kejadian
kasus DBD Bulan April berdasarkan populasi tahun 2012.
Berdasarkan peta tersebut, diketahui bahwa tingkat resiko ABJ DBD
dikategorikan dalam 6 kelompok. Semakin merah suatu daerah maka daerah tersebut
semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan resiko penyakit DBD. Dari hasil
analisis Excess Risk tersebut, dapat diketahui bahwa pada Kecamatan Sawahan
terdapat 3 desa dengan tingkat ABJ tinggi diantaranya Kelurahan Petemon, Pakis,
Kupangkrajan. Jika disesuaikan dengan jumlah DBD pada daerah dengan resiko
tinggi dan daerah dengan resiko DBD rendah, maka jumlah DBD di daerah dengan
tingkat ABJ tinggi lebih kecil dibanding jumlah DBD pada daerah dengan tingkat
ABJ rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hubungan DBD penduduk
dengan tingkat ABJ penyakit DBD berbanding terbalik. Faktor yang memungkinkan
terjadinya kasus DBD yaitu keberdaan vektor dan kondisi lingkungan.
1.4 Peta area Kecamatan Sawahan yang memiliki resiko DBD pada Bulan April
berdasarkan populasi Tahun 2012
Berdasarkan grafik Moran’s kasus resiko DBD berdasarkan ABJ pada bulan
April tahun 2012 dapat diketahui bahwa nilai korelasi pada grafik tersebut adalah -
0.3838, nilai tersebut menunjukkan hubungan resiko penyakit DBD dengan DBD
pada bulan April tahun 2012 berbanding terbalik. Dari peta tersebut dapat diketahui
bahwa pada peta Significance Map, daerah yang memiliki resiko merupakan daerah
dengan nilai p<0,01. Dengan demikian pada hasil analisa tersebut didapatkan hasil
bahwa terdapat 1 daerah yang memiliki resiko DBD. Sedangkan berdasarkan peta
Cluster Map, hubungan DBD dengan jumlah kasus dominan tampak pada hubungan
Low-High (DBD rendah, ABJ tinggi) dan High-Low (DBD tinggi, ABJ rendah).
Berdasarkan kedua peta tersebut, maka daerah yang memiliki resiko lebih dan
memerlukan perhatian khusus yaitu daerah kelurahan Petemon, Kupangkrajan,
Banyuurip, dan Pakis. Hal ini dikarenakan kelurahan tersebut merupakan daerah
yang termasuk dalam daerah resiko di kedua peta hasil analisa Univariate Local
Moran’s.
1.5 Peta daerah Kecamatan Sawahan yang beresiko penyakit DBD pada Bulan April
berdasarkan hubungan ABJ tahun 2012 dengan DBD Tahun 2012
Berdasarkan grafik Moran’s kasus resiko DBD berdasarkan populasi 2012 dapat
diketahui bahwa nilai korelasi pada grafik tersebut adalah -0,03838, nilai tersebut
menunjukkan hubungan IR penyakit DBD tahun 2012 dengan populasi 2012
memiliki korelasi. Dari peta tersebut dapat diketahui bahwa pada peta Significance
Map, daerah yang memiliki resiko merupakan daerah dengan nilai p<0,01. Dengan
demikian pada hasil analisa tersebut didapatkan hasil bahwa terdapat 4 daerah yang
memiliki resiko DBD. Sedangkan berdasarkan peta Cluster Map, hubungan populasi
dengan jumlah kasus lebih dominan tampak pada hubungan high-low (populasi
tinggi, kasus rendah). Dengan demikian dapat diketahui bahwa hubungan jumlah
populasi dengan kasus kejadian DBD berbanding terbalik. Berdasarkan kedua peta
tersebut, maka daerah yang memiliki resiko lebih dan memerlukan perhatian khusus
yaitu daerah desa Paguyangan. Hal ini dikarenakan desa Paguyangan merupakan
desa yang termasuk dalam daerah dengan resiko di kedua peta hasil analisa
Univariate Local Moran’s.
2. Bulan Mei Tahun 2012
2.1 Peta Distribusi Penyakit DBD Tahun 2012 di Kecamatan Sawahan
2.2 Peta distribusi persebaran penyakit DBD di Kecamatan Sawahan secara kasar
berdasarkan Populasi tahun 2012.
Berdasarkan peta tersebut dapat diketahui bahwa distribusi kasus DBD pada
bulan Mei tahun 2012 dengan kategori tinggi di Kecamatan Kenjeran lebih dominan
ditemukan 2 kasus yang berada di bagian barat. Berdasarkan jumlah DBD
Kecamatan Kenjeran pada bulan Mei tahun 2012 yang digunakan, daerah dengan
tingkat ABJ tinggi memiliki jumlah kasus DBD lebih kecil dibanding jumlah kasus
DBD pada daerah dengan tingkat ABJ rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa hubungan timbulnya penyakit DBD dengan tingkat ABJ berbanding terbalik.
Faktor yang memungkinkan terjadinya kasus DBD yaitu keberdaan vektor dan
kondisi lingkungan.
2.3 Peta area di Kecamatan Sawahan yang memiliki resiko berlebih terhadap kejadian
kasus DBD Bulan Mei berdasarkan populasi tahun 2012.
2.5 Peta daerah Kecamatan Sawahan yang beresiko penyakit DBD pada Bulan Mei
berdasarkan hubungan ABJ tahun 2012 dengan DBD Tahun 2012
Berdasarkan grafik Moran’s kasus resiko DBD berdasarkan ABJ pada bulan
Mei tahun 2012 dapat diketahui bahwa nilai korelasi pada grafik tersebut adalah --
0.3213214, nilai tersebut menunjukkan hubungan ABJ penyakit DBD pada bulan
Mei tahun 2012 dengan DBD pada bulan Mei tahun 2012 berbanding terbalik. Dari
peta tersebut dapat diketahui bahwa pada peta Significance Map, daerah yang
memiliki resiko merupakan daerah dengan nilai p=0,01. Dengan demikian pada hasil
analisa tersebut didapatkan hasil bahwa terdapat 1 daerah yang memiliki resiko
DBD. Sedangkan berdasarkan peta Cluster Map, hubungan DBD dengan jumlah
kasus lebih dominan tampak pada hubungan high-low (DBD tinggi, ABJ rendah).
Dengan demikian dapat diketahui bahwa hubungan jumlah DBD dengan Angka
Bebas Jentik berbanding terbalik. Berdasarkan kedua peta tersebut, maka daerah
yang memiliki resiko lebih dan memerlukan perhatian khusus Hal ini dikarenakan
daerah tersebut termasuk dalam daerah dengan resiko di kedua peta hasil analisa
Univariate Local Moran’s.
3. Bulan Juni Tahun 2012
3.1 Peta Distribusi Penyakit DBD Tahun 2012 di Kecamatan Sawahan
3.2 Peta distribusi persebaran penyakit DBD di Kecamatan Sawahan secara kasar
berdasarkan Populasi tahun 2012.
Berdasarkan peta tersebut dapat diketahui bahwa distribusi kasus DBD pada
bulan Juni tahun 2012 dengan kategori sedang di Kecamatan Sawahan lebih
dominan ditemukan 4 kasus yang berada di bagian timur dan selatan. Berdasarkan
jumlah DBD Kecamatan Kenjeran pada bulan Maret tahun 2010 yang digunakan,
daerah dengan tingkat ABJ tinggi memiliki jumlah kasus DBD lebih kecil dibanding
jumlah kasus DBD pada daerah dengan tingkat ABJ rendah. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa hubungan timbulnya penyakit DBD dengan tingkat ABJ
berbanding terbalik. Faktor yang memungkinkan terjadinya kasus DBD yaitu
keberdaan vektor dan kondisi lingkungan.
3.3 Peta area di Kecamatan Sawahan yang memiliki resiko berlebih terhadap kejadian
kasus DBD Bulan Juni berdasarkan populasi tahun 2012.
3.5 Peta daerah Kecamatan Sawahan yang beresiko penyakit DBD pada Bulan Juni
berdasarkan hubungan ABJ tahun 2012 dengan DBD Tahun 2012
Berdasarkan grafik Moran’s kasus resiko DBD berdasarkan ABJ pada bulan
Juni tahun 2012 dapat diketahui bahwa nilai korelasi pada grafik tersebut adalah
0.212236, nilai tersebut menunjukkan hubungan resiko penyakit DBD dengan DBD
pada bulan Maret tahun 2010 sebanding. Dari peta tersebut dapat diketahui bahwa
pada peta Significance Map, daerah yang memiliki resiko merupakan daerah
dengan nilai p=0,05. Dengan demikian pada hasil analisa tersebut didapatkan hasil
bahwa terdapat 1 daerah yang memiliki resiko DBD. Sedangkan berdasarkan peta
Cluster Map, hubungan DBD dengan jumlah kasus dominan tampak pada hubungan
High-High (DBD tinggi, ABJ tinggi). Berdasarkan kedua peta tersebut, maka daerah
yang memiliki resiko lebih dan memerlukan perhatian khusus yaitu daerah
kelurahan Tanah Kali Kedinding. Hal ini dikarenakan kelurahan Tanah Kali
Kedinding merupakan daerah yang termasuk dalam daerah resiko di kedua peta
hasil analisa Univariate Local Moran’s.
KESIMPULAN
GeoDa merupakan aplikasi yang digunakan untuk mengetahui tingkat resiko di suatu
daerah. Dengan demikian dapat diketahui daerah mana yang perlu diutamakan untuk
mendapatkan penanganan secara khusus.
Berdasarkan hasil analisa spasial menggunakan aplikasi GeoDa, dapat diketahui :
1. Angka Bebas Jentik dan kasus terjadinya DBD saling berbanding terbalik. Dari data
diketahui bahwa kejadian dominan timbulnya kasus DBD dikarenakan rendahnya
Angka Bebas Jentik dan sebaliknya.
2. Dalam beberapa kejadian, didapati bahwa tidak selamanya Angka Bebas Jentik yang
tinggi merupakan indicator daerah tersebut lepas dari kasus penyakit DBD. Dari
pembanding ini dapat disimpulkan bahwa terjadinya DBD selain karena rendahnya
ABJ, juga dipengaruhi oleh keberadaan tularan vector, dan faktor lain yang
mendukung