Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM PTPSP-A

“Pengambilan Sampel Tanah Tercemar Oleh Sampah”

Dosen Pembimbing:

1. Darjati, SKM., MPd


2. Bambang Sunarko, SKM., M.Mkes
3. Rachmaniyah, SKM., M.Kes

Disusun Oleh Kelompok C Sub 2 :

1. Cycy Meistria Lurista (P27833316015)


2. Dewi Agustin (P27833316016)
3. Ziyadatul Hikmah (P27833316027)
4. Isman Norianza Ali (P27833316037)
5. Diaz Ramadhani (P27833316038)

PROGRAM STUDI D4 KESEHATAN LINGKUNGAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA
Jl. Menur No. 118A Surabaya
TAHUN AKADEMIK 2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan hidayah-nya,
sehingga laporan praktikum mengenai “Pengambilan Sampel Tanah Tercemar Oleh Sampah”
ini dapat terselesaikan. Ucapan terimakasih disampaikan kepada Ibu Darjati,. SKM,.MPd
selaku dosen mata kuliah praktikum PTPSP-A yang telah membimbing dalam penyusunan
laporan praktikum ini. Tidak lupa juga berterimakasih kepada semua pihak yang membantu
dalam penyusunan makalah ini sehingga dapat terselesaikan.

Laporan praktikum ini disusun dengan dasar untuk tugas praktikum PTPSP-A
mengenai pengambilan sampel tanah tercemar oleh sampah di Lapangan HIMA Jurusan
Kesehatan Lingkungan Surabaya. Laporan praktikum ini masih jauh dari kata sempurna,
namun mempunyai harapan yang besar agar materi yang akan disampaikan dapat bermanfaat,
dan memberi wawasan serta pengetahuan baru bagi pembaca khususnya para mahasiswa
Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Surabaya. Atas perhatiannya diucapkan
terima kasih.

Surabaya, 05 November 2017

Penyusun
I. TUJUAN PRAKTIKUM
a. Mahasiswa dapat mengetahui teknik pengambilan sampel tanah yang tercemar oleh
sampah.
b. Mahasiswa dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan
kerusakan tanah.
c. Mahasiswa dapat mengetahui sifat fisik dan kimia tanah di lokasi secara homogen.

II. WAKTU DAN TEMPAT


Hari, tanggal : Rabu, 01 November 2017
Pukul : 08.00 - selesai
Tempat : Lapangan HIMA Jurusan Kesehatan Lingkungan Surabaya Poltekkes
Kemenkes Surabaya
Jalan Menur No. 118 A Surabaya

III. DASAR TEORI


a. Pengertian Tanah
Tanah adalah hasil pengalihragaman bahan mineral dan organik yang
berlangsung di muka daratan bumi di bawah pengaruh faktor-faktor lingkungan
yang bekerja selama waktu yang sangat panjang, dan mewujud sebagai suatu tubuh
dengan organisasi dan morfologi tertakrifkan (Schroeder,1984). Selain itu tanah
dalam arti lain yaitu semua bahan,organik,dan anorganik,yang ada di atas lapisan
batuan tetap (I.S Dunn dkk,1992).
Bahan tanah tersusun atas empat komponen, yaitu bahan padat mineral, bahan
padat organik, air, dan udara. Bahan padat mineral terdiri atas bibir batuan dan
mineral primer, lapukan batuan dan mineral, serta mineral sekunder. Bahan padat
organik terdiri atas sisa dan rombakan jasad, terutama tumbuhan, zat humik, dan
jasad hidup penghuni tanah, termasuk akar tumbuhan hidup. Air mengandung
berbagai zat terlarut sehingga disebut juga larutan tanah. (I.S Dunn dkk,1992).

b. Definisi Pengambilan Sampel Tanah


Pengambilan sampel tanah merupakan tahap awal yang sangat penting dalam
uji tanah, karena dengan pengambilan sampel tanah yang benar akan menjamin
bahwa tanah yang dianalisis di laboratorium benar-benar mewakili areal yang akan
dimintakan rekomendasi pemupukannya. Sebaliknya, jika pengambilannya salah,
hasil analisis maupun rekomendasi yang diberikan akan menyimpang dari yang
seharusnya akibat tidak terwakilinya contoh tanah yang dianalisis. Contoh tanah
dapat diambil setiap saat, namun tidak boleh dilakukan beberapa hari setelah
pemupukan. (Departemen Pertanian, 2001)
Uji tanah adalah kegiatan analisis kimia yang sederhana, cepat, murah, tepar,
dan dapat diulangi dengan tujuan untuk menduga ketersediaan unsure hara tertentu
di dalam tanah. Dari uji ini, dapat dikatakan apakah unsure hara tertentu dalam
keadaan kahat, normal atau berlebih, serta untuk mengetahui kandungan unsur
logam tercemar yang ada di dalam tanah. Pada dasarnya tujuan progam uji tanah
terdiri atas : (1) pengambilan sampel tanah yang benar dan dapat mewakili lokasi
yang dimintakan rekomendasinya, (2) analisis kimia di laboratorium dengan metode
yang tepat, (3) interprestasi hasil analisis, dan (4) mengetahui kandungan logam di
dalam tanah. (Departemen Pertanian, 2001)

c. Metode Pengambilan Sampel Tanah


Ada beberapa metode statistik dalam pengambilan contoh dalam suatu
hamparan atau bidang lahan dengan nilai ketelitian dan efektivitas berbeda, antara
lain: pengambilan contoh acak sederhana (simple random sampling/SRS),
pengambilan contoh terstrata (stratified Petunjuk Pengambilan Contoh Tanah 17
sampling/StS), pengambilan contoh secara kelompok (cluster sampling/CS),
pengambilan contoh sistematik (systematic sampling/SyS), dan seterusnya. Di
bawah ini disajikan secara ringkas empat macam metode statistik dalam
pengambilan sampel tanah, yaitu :
1) Pengambilan contoh acak sederhana atau simple random sampling (SRS)
Aturan pengacakan dimana tidak ada batasan dalam menentukan jumlah
contoh tanah yang dipilih. Semua titik pengambilan contoh memiliki peluang
yang sama dan saling bebas satu sama lainnya.
Pengambilan contoh tanah dengan metode SRS lebih sederhana, mudah dan
cepat serta data yang diperoleh akan dapat mencerminkan keadaan tanah yang
sebenarnya, jika contoh tanah diambil pada lahan bertopografi datar dengan jenis
tanah sama, yang diperkirakan sifat-sfat fisik tanahnya homogen, atau
perbedaannya tidak nyata. (Husein et all, 2002)
Gambar : Teknik Simple Random Sampling (SRS)

2) Pengambilan contoh secara terstrata/stratified sampling (StS)


Aturan pengacakan dimana dalam pengambilan contoh terstrata, area dibagi
ke dalam sub-area, disebut strata, masing-masingnya diperlakukan seperti dalam
SRS dengan jumlah contoh ditentukan sebelum pengambilan contoh. Teknik
pemilihan. Perhitungan SRS digunakan untuk masing-masing stratum secara
terpisah.
Pengambilan contoh tanah dengan metode StS lebih tepat dilakukan pada
areal survei secara sekuen bergerak dari dataran tinggi sampai dataran
rendah/pantai yang diperkirakan sifat tanahnya berbeda berdasar perubahan
ketinggian. Dengan pengambilan contoh terstrata berdasarkan ketinggian tempat,
maka hasil analisis tanah yang diperoleh diharapkan dapat mencerminkan nilai
sebenarnya. (Husein et all, 2002)

Gambar : Teknik Stratified Sampling

3) Pengambilan contoh secara kelompok/cluster sampling (CS)


Menggunakan aturan pengacakan dimana dalam cluster sampling, tentukan
set-set terpilih, yang diacu sebagai kelompok-kelompok. Teknik pemilihan. Pada
prinsipnya, jumlah kelompok dalam suatu area bisa tak terbatas, namun tidak
mungkin semua kelompok dipilih. Dengan demikian, hanya kelompok yang
terpilih perlu ditentukan, dan pemilihan dari sebuah kelompok dapat diambil
melalui pemilihan salah satu dari titik-titiknya.
Pengelompokan secara spasial ini mengurangi perjalanan antara satu titik
dengan titik lain di lapangan, dan mengurangi waktu yang diperlukan untuk
pengambilan contoh. Pengambilan contoh tanah dengan metode CS lebih tepat
dilakukan pada areal datar sampai berombak dengan jenis tanah bervariasi.
Pengelompokan didasarkan pada kesamaan jenis tanah, dan lain-lain.
Pengambilan contoh pada areal tersebut dengan cara ini diprediksi dapat
memperoleh hasil analisis dan perhitungan yang dapat mencerminkan nilai sifat
fisik tanah sebenarnya. (Husein et all, 2002)

Gambar : Teknik Cluster Sampling

4) Pengambilan contoh secara sistematik/systematic sampling (SyS)


Aturan pengacakan. Sebagaimana dengan cluster sampling, pada systematic
sampling, pemilihan pengacakan dilakukan dengan membatasi set dari titik.
Perbedaan dengan CS adalah hanya satu kluster yang dipilih. Dalam hal ini SyS
merupakan kasus khusus dari CS. Catatan: istilah kluster sebagaimana digunakan
disini tidak mengacu kepada kedekatan geografis, tetapi kenyataannya
dikarenakan satu titik dari satu kluster, maka semua titik yang lainnya masing-
masing merupakan kluster juga.
Jumlah kluster harus dibatasi, namun sedapat mungkin mencakup
keseluruhan areal. Ini dicapai dengan kluster dalam bentuk regular grid, segi
empat, triangular atau hexagonal. Secara statistik, ketelitian dapat
dimaksimumkan melalui penentuan grid. SyS mempunyai keuntungan yang sama
dengan CS. Dengan pengaturan grid akan mengurangi waktu untuk menuju titik
di lapangan, tetapi perlu diperhatikan skala yang tepat, kemudahan mencapai
medan, teknik dan penunjuk arah yang digunakan. Pengambilan contoh tanah
dengan metode SyS hampir sama dengan metode CS, yaitu pada areal survei yang
memiliki topografi datar sampai berombak/bergelombang dengan jenis tanah
bervariasi. Pengelompokan didasarkan, misalnya karena kesamaan jenis tanah.
Dengan ketentuan jenis tanah yang sama dianggap satu kluster walaupun jaraknya
berjauhan. Pengambilan contoh dengan cara ini diharapkan memperoleh hasil
analisis yang dapat mencerminkan nilai sifat fisik tanah sebenarnya. (Husein et
all, 2002)

5) Pengambilan contoh tanah dengan cara komposit/composite sampling


Pengambilan contoh tanah komposit adalah teknik pengambilan contoh
tanah pada beberapa titik pengambilan, kemudian contoh-contoh tersebut
disatukan dan dicampur/diaduk sampai merata, kemudian di analisis. Dengan
contoh tanah komposit yang dianalisis, maka jumlah contoh tanah sangat
berkurang. Teknik ini sering digunakan dalam pengambilan contoh tanah, karena
sangat menguntungkan dalam mengurangi biaya analisis. Sejumlah literatur
banyak membahas ini, baik secara teori maupun praktek, tetapi cara penetapan
yang baik dan metode yang dapat diterapkan dalam pengambilan contoh tanah ini
tidak cukup tersedia. (Husein et all, 2002)

Gambar : Teknik Composite Sampling

d. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Sampel Tanah


1. Frekuensi pengambilan sampel tanah
Secara umum pengambilan sampel tanah dilakukan sekali dalam 4 tahun,
sedangkan secara intensif diambil paling sedikit sekali dalam setahun. Pada
tanah – tanah dengan nilai uji tanah tinggi (ketersediaan unsure haranya tinggi)
disarankan pengambilan sampel tanah dilakukan setiap 5 tahun sekali.
2. Pengambilan sampel tanah komposit
Untuk analisis kesuburan tanah sebaiknya menggunakan contoh tanah komposit
yaitu tanah campuran yang terdiri dari contoh tanah-tanah individu dan harus
mewakili bentuk lahan (datar, miring, bergelombang) yang akan dikembangkan.
Dengan memperhatikan keseragaman areal hamparan, yakni keadaan
topografinya, tekstur, warna tanah, perumbuhan tanaman, serta penggunaan
tanah. Dari pengamatan tersebut dapat ditentukan hamparan yang sama
(homogen). Hamparan tanah yang homogeny tidak mencirikan perbedaan
perbedaan yang nyata. (Departemen Pertanian, 2001)
3. Kecepatan angin yang tidak boleh lebih dari 40 km/jam.
4. Keadaan tanah tidak basah atau terlalu lembab.
5. Saat pengambilan sampel tanah tidak dalam kondisi cuaca yang hujan.

e. Ciri – Ciri Tanah Normal (Tidak tercemar) dan Tanah Tercemar


Tanah indonesia terkenal dengan kesuburanya. Hingga dalam sejarah
Indonesia pernah tercetat. Kesuburan itu telah mengundang para penjajah asing
untuk mengeksploitasinya. Sebagian tanah Indonesia tercemar oleh polusi yang
diakibatkan oleh kelainan masyarakat. Pencemaran ini menjadikan tanah rusak dan
hilang kesuburanya, mengandung zat asam tinggi. Berbau busuk, kering,
mengandung logam berat, dan sebagainya. Kalau sudah begitu maka tanah akan
sulit untuk dimanfaatkan.
Dari pernyataan diatas, bisa ditarik kesimpulan bahwa ciri-ciri tanah tercemar
adalah :
1. Tanah tidak subur
2. pH dibawah 6 (tanah asam) atau pH diatas 8 (tanah basa)
3. Berbau busuk
4. Kering
5. Mengandung logam berat
6. Mengandung sampah anorganik. (Chandra, 2011)
Tanah yang tidak tercemar adalah tanah yang masih memenuhi unsur dasarnya
sebagai tanah. Ia tidak mengandung zat-zat yang merusak keharaanya. Tanah tidak
tercemar bersifat subur, tidak berbau busuk, tingkat keasaman normal. Yang paling
utama adalah tidak mengandung logam berat. Tanah yang tidak tercemar besar
potensinya untuk alat kemaslahatan umat manusia. Pertanian dengan tanah yang
baik bisa mendatangkan keuntungan berlipat ganda. Dari pernyataan diatas, bisa
ditarik kesimpulan bahwa ciri-ciri tanah tercemar adalah :
1. Tanahnya subur
2. Nilai pH minimal 6, maksimal 8
3. Tidak berbau busuk
4. Tidak kering, memiliki tingkat kegemburan yang normal
5. Tidak Mengandung logam berat
6. Tidak mengandung sampah anorganik (Chandra, 2011)

f. Pengukuran Nilai pH pada Tanah


Nilai pH tanah tidak sekedar menunjukkan suatu tanah asam atau alkali, tetapi
juga memberikan informasi tentang sifat-sifat tanah yang lain, seperti ketersediaan
fosfor, status kation-kation basa, status kation atau unsur racun, dsb. Kebanyakan
tanah-tanah pertanian memiliki pH 4 hingga 8. Tanah yang lebih asam biasanya
ditemukan pada jenis tanah gambut dan tanah yang tinggi kandungan aluminium
atau belerang. Sementara tanah yang basa ditemukan pada tanah yang tinggi kapur
dan tanah yang berada di daerah arid dan di kawasan pantai. pH tanah merupakan
suatu ukuran intensitas keasaman, bukan ukuran total asam yang ada di tanah
tersebut. Pada tanah-tanah tertentu, seperti tanah liat berat, gambut yang mampu
menahan perubahan pH atau keasaman yang lebih besar dibandingkan dengan tanah
berpasir (Mukhlis, 2007).
Reaksi tanah (pH) merupakan sifat kimia tanah penting sebagai media
pertumbuhan tanaman. Ketersediaan beberapa unsur hara essensial tanaman
dipengaruhi oleh pH- tanah. Reaksi Tanah dirumuskan sebagai berikut : pH = - log
(H)+ Nilai pH ini berkisar antara 0 -14. Berdasarkan nilai pH tanah dapat dijumpai
tiga keadaan: masam, netral, dan alkali. Nilai pH = 7, berarti konsentrasi H+ =
konsentrasi OH- , keadaan demikian ini disebut netral. Reaksi tanah < 7 =
merupakan keadaan masam, sedang pH lebih dari 7 disebut alkalis. Kemasaman
tanah dibedakan atas kemasaman aktif dan kemasaman cadangan (potensial).
Kemasaman aktif disebabkan oleh adanya ion-ion H+ bebas di dalam larutan
tanah, sedang kemasaman cadangan disebabkan oleh adanya ion-ion H+ dan Al3+
yang teradsorp pada permukaan kompleks adsorpsi. Pengukuran pH yang dianggap
paling teliti ialah dengan menggunakan metode elektrometrik dengan menggunakan
pH meter di laboratorium, contoh tanah kering udara dibasahi dengan air dan
larutan garam, dan dikocok selama waktu tertentu, selanjutnya pH dapat diukur.
Perbandingan antara larutan dan tanah adalah 1 : 1 atau 2,5 : 1. Makin tinggi
perbandingan ini makin tinggi pula nilai pH yang diperoleh dan sebaliknya. Kalau
perbandingan ini terlalu rendah, kontak antara larutan tanah dan elektroda tidak
sempurna, akibatnya akan mengurangi ketelitian. (Wanti Mindari et all, 2011)

IV. ALAT DAN BAHAN


a. Alat : b. Bahan :
1. Sekop
2. Cetok 1. Masker

3. Ayak tanah (Mesh) 80 dan 100 mm 2. Handscoon

4. Anemometer 3. Etiket

5. Coolbox 4. Es batu

6. Plastik Ziplock 5. Kertas pH

7. Linggis 6. Aquadest

8. Sendok tanah 7. Koran

9. Timbangan analitik
10. Anemometer
11. Meteran
12. Penggaris
13. Buku Catatan
14. Batang pengaduk
15. Gelas piala
16. Beaker glass
17. Alat tulis

V. PROSEDUR KERJA
a. Prosedur Pengambilan Sampel Tanah
1. Sebelum pengambilan sampel tanah, peralatan harus dicuci terlebih dahulu
sampai bersih, baik sebelum maupun sesudah digunakan untuk pengambilan
sampel menggunakan aquadest. Yang berguna untuk menghilangkan tanah dan
pencemaran lainnya.
2. Memakai alat pelindung diri seperti handscoon dan masker.
3. Menentukan titik lokasi pengambilan sampel tanah, dengan memperhatikan
keadaan tanah basah atau tidak.
4. Mengukur kecepatan angin menggunakan anemometer.
5. Mengukur area titik lokasi pengambilan sampel tanah dengan menggunakan
meteran.

6. Membersihkan kotoran atau sampah yang ada diatas permukaan tanah tersebut
agar tidak menganggu proses pengambilan sampel tanah. Dalam hal ini tidak
berlaku untuk tanah yang tertimbun, penyimpanan bahan kimia di bawah tanah
dan bahan kimia yang menyebar).

7. Menggali tanah sampai kedalaman 25-30 cm menggunakan linggis.


8. Mengambil tanah sebesar 200 gram dengan menggunakan sendok tanah, sekop.

9. Memasukkan tanah yang sudah diambil ke dalam plastik kedap air, kemudian
member etiket pada plastik tersebut.
10. Mengulangi langkah ke-6 sampai ke-9 untuk pengambilan sampel tanah di titik
lokasi lainnya.
11. Meletakkan sampel tanah yang sudah diambil kedalam cool box, agar suhu dari
tanah tersebut tetap terjaga.
12. Membawa coolbox yang berisi sampel tanah ke laboratorium untuk
pemeriksaan lebih lanjut.

b. Prosedur Pengukuran pH Tanah


1. Membuka sampel tanah yang sudah diambil, kemudian meletakkan tanah
dengan cara meratakan tanah diatas koran.
2. Mengeringkan sampel tanah yang masih basah sampai benar-benar kering,
dengan cara diangin-anginkan.
3. Setelah sampel tanah kering, kemudian mengayak sampel tanah menggunakan
mesh 80 mg sampai sampel tanah tersebut halus.

4. Mengayak kembali sampel tanah menggunakan mesh 100 mg.


5. Meletakkan tanah hasil ayakan ke dalam plastik zyplock.
6. Menggunakan alat pelindung diri seperti handscone dan masker.
7. Menimbang tanah sebanyak 20 gram serta mempersiapkan aquadest sebanyak
50 ml ke dalam beaker glass.

8. Mencampur tanah yang sudah ditimbang dengan aquadest ke dalam gelas piala.

9. Selanjutnya mengaduk campuran agregat tersebut selama 1 jam.


10. Mengukur pH tanah menggunakan kertas pH tanah, selanjutnya mencocokkan
pH hasil pemeriksaan dengan indikator pH tanah.

11. Mencatat hasil nilai pH tanah.

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN


a. Hasil Praktikum
Hasil dari praktikum kali ini adalah sampel tanah yang kami ambil dari tempat
pembuangan sampah kampus Kesehatan Lingkungan Surabaya tepatnya di depan
ruang Hima jurusan Kesehatan Lingkungan Surabaya, mempunyai cirri-ciri tanah
bergumpal, berwarna kuning kecoklatan, teksturnya lunak.
Sedangkan untuk pengukuran nilai pH tanah menunjukkan angka 7 dimana
arti dari angka ini bahwa sampel tanah yang kami uji mempunyai nilai pH yang
normal.

b. Pembahasan
Pada praktikum kali ini, sampel tanah diambil dari tempat pembuangan
sampah kampus Kesehatan Lingkungan Surabaya tepatnya di depan ruang Hima
jurusan Kesehatan Lingkungan Surabaya. Langkah pertama yang dilakukan adalah
menyiapkan semua alat dan bahan. Lalu mencatat lokasi tempat pengambilan tanah.
Selanjutnya megukur kecepatan angin menggunakan anemometer hal ini
dilakukan karena syarat-syarat saat pengambilan sampel tanah adalah pada saat
pengambilan tidak hujan dan setelah dilakukan pengukuran didapatkan hasil bahwa
kecepatan angin pada lokasi pengambilan sampel tanah adalah 0,081 m/d. Pada
pengambilan sampel tanah kali ini metode yang digunakan adalah komposit
diagonal, dimana luas area keseluruhan dibagi 4 bagian sesuai dengan diagonalnya,
sampel diambil di pertemuan antara 2 diagonal dan pada tiap bagian akan dilakukan
hal yang sama sampai mendapatkan 5 titik dari keseluruhan area.
Langkah pertama adalah melakukan pengukuran luas tanah untuk menentukan
titik-titik lokasi pengambilan tanah dan luas tanah yang digunakan untuk
pengambilan sampel adalah 4x4 m dengan menentukan 5 titik pengambilan. Setelah
itu menggali tanah sedalam 20-30 cm lalu mengambil tanah sebanyak kira-kira 200
gr dan dimasukkan ke dalam plastik ziplock dan disimpan dalam cool box agar suhu
tetap terjaga.
Kemudian tanah dalam 5 plastik ziplock tadi di tuang di atas kertas lalu di
homogenkan. Setelah tanah homongan langkah selanjutnya adalah menumbuk tanah
dengan tumbukan non logam. Setelah halus, saring dengan saringan 80 mesh dan
hasil penyaringan 80 mesh tadi disaring kembali dengan saringan 100 mesh. Jika
sudah masukkan lagi tanah ke dalam plastik ziplock lalu simpan ke dalam tempat
yang gelap selama 24 jam. Hal ini dilakukan agar kandungan tanah tidak hilang.

VII. KESIMPULAN

Pada praktikum kali ini, dilakukan pengambilan sampel tanah yang diambil dari
tempat pembuangan sampah kampus Kesehatan Lingkungan Surabaya tepatnya di
depan ruang Hima jurusan Kesehatan Lingkungan Surabaya. Pada pengembilan sampel
tanah kali metode yang digunakan adalah komposit diagonal dimana luas area
keseluruhan dibagi 4 bagian sesuai dengan diagonalnya, sampel diambil di pertemuan
antara 2 diagonal dan pada tiap bagian akan dilakukan hal yang sama sampai
mendapatkan 5 titik dari keseluruhan area.
Sampel tanah yang telah diambil kemudian di homogenkan dan ditumbuk.
Selanjutnya sampel tanah diayak menggunakan mesh 80 dan mesh 100 untuk
mendapatkan butiran tanah yang lebih halus. Sampel tersebut akan digunakan untuk
destruksi tanah dan analisis logam berat yang ada dalam tanah tersebut.

VIII. SARAN
Sebelum melakukan pengambilan sampel tanah, sebaiknya perhatikan beberapa
hal, diantaranya: pastikan arah dan kecepatan angin; pengambilan sampel sebaiknya
dilakukan tidak dalam kondisi hujan atau pilihlah lokasi pengambilan sampel dengan
tanah yang kering; dan pastikan tanah yang akan diayak dalam kondisi benar-benar
kering agar proses pengayakan berjalan maksimal.

IX. DAFTAR PUSTAKA


Chandra. 2011. Makalah Pencemaran Tanah. Diakses dari
http://ruangchandra.blogspot.co.id/2011/03/makalah-pencemaran-tanah.html pada
tanggal 06 November 2017 pukul 11.00 WIB
Departemen Pertanian Indonesia. 2001. Tata Cara Pengambilan Sampel Tanah untuk
Uji Tanah. BPTP Yogyakarta.
Dunn, Anderson dan Kiefer. 1992. Dasar-dasar Analisis Geoteknik. IKIP Semarang
Press. Semarang. (Hal. 6)
Husein Suganda, Achmad Rachman, dan Sutono. 2002. Petunjuk Pengambilan Contoh
Tanah. Balai Litbang Pertanian. Diakses dari
http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/document.php?folder=ind/dokumentasi/
lainnya&filename=NOMOR%2002&ext=pdf pada tanggal 06 November 2017
pukul 10.30 WIB
Mukhlis, 2007. Analisis Tanah Dan Tanaman. USU press, Medan. 155 Hal
Wanti Mindari, Mp Ir. Rosida Priyadarsini, Mp. 2011. Panduan Praktikum Kimia
Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa
Timur – Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai