Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PENYEHATAN PEMUKIMAN

IDENTIFIKASI SANITASI PERMUKIMAN

Disusun Oleh:

Kelompok 1

Nilta Saniyyah (P21345120042)

Santika Permatasari (P21345120063)

3D3B

KESEHATAN LINGKUNGAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II

Jl. Hang Jebat III No.8, RT.4/RW.8, Gunung, Kby. Baru, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus
Ibukota Jakarta 12120
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT sebab karena limpahan rahmat serta
anugerah dari-Nya kami mampu untuk menyelesaikan makalah kami dengan judul “Konsep
Sanitasi Pemukiman” ini. Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan
nabi agung kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjuk dari Allah
SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah petunjuk yang paling benar yakni syariah agama
Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam
semesta.

Penulis mengucapkan terimakasih untuk kedua orang tua atas dukungan dan fasilitas yang
mereka berikan pada penulis sehingga bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik. Kepada
petugas perpustakaan yang membantu penulis dalam mencari buku referensi dengan sabar.
Selanjutnya dengan rendah hati kami meminta kritik dan saran dari pembaca untuk makalah ini
supaya selanjutnya dapat kami revisi kembali. Karena kami sangat menyadari, bahwa makalah
yang telah kami buat ini masih memiliki banyak kekurangan.

Kami ucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada setiap pihak yang telah
mendukung serta membantu kami selama proses penyelesaian makalah ini hingga rampungnya
makalah ini. Demikianlah yang dapat kami haturkan, kami berharap supaya makalah yang telah
kami buat ini mampu memberikan manfaat kepada setiap pembacanya.

Jakarta, 04 September 2022

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................3

1.1 Latar Belakang.........................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah....................................................................................3

1.3 Tujuan Masalah........................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................4

2.1 Pengawasan dan Pemantauan Sanitasi Permukiman...............................4

2.2 Metode Identifikasi Sanitasi Pemukiman................................................5

2.3 Pemecahan Masalah Sanitasi Permukiman..............................................9

2.4 Pencatatan dan Pelaporan Sanitasi Permukiman...................................16

BAB III PENUTUP.............................................................................................20

3.1 Kesimpulan............................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan kawasan


permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan
perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan
dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan
tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat

Sedangkan dalam Kepmenkes RI No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan


kesehatan perumahan Persyaratan kesehatan perumahan dimaksudkan untuk melindungi
keluarga dari dampak kualitas lingkungan perumahan dan rumah tinggal yang tidak sehat.
Persyaratan kesehatan perumahan meliputi: Lingkungan perumahan yang terdiri dari lokasi,
kualitas udara, kebisingan dan getaran, kualitas tanah, kualitas air tanah, sarana dan prasarana
lingkungan, binatang penular penyakit dan penghijauan. Rumah tinggal yang terdiri dari bahan
bangunan, komponen dan penataan ruang rumah, pencahayaan, kualitas udara, ventilasi,
binatang penular penyakit, air, makanan, limbah, dan kepadatan hunian ruang tidur.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengawasan dan pemantauan sanitasi permukiman?


2. Bagaimana metode identifikasi masalah sanitasi permukiman?
3. Bagaimana cara pemecahan masalah sanitasi permukiman?
4. Bagaimana cara pencatatan dan pelaporan?

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui pengawasan dan pemantauan, metode identifikasi, pemecahan masalah, serta
cara pencatatan dan pelaporan dari sanitasi pemukiman.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengawasan dan Pemantauan Sanitasi Permukiman

Pengawasan dan pemantauan sanitasi pemukiman mempunyai tujuan untuk


mengendalikan kualitas sanitasi lingkungan pemukiman dan rumah tinggal sehingga dapat
menjamin kenyamanan dan kesehatan para penghuninya. Untuk melakukan pengawasan dan
pengendalian sanitasi pemukiman diperlukan alat dan instrumen yang digunakan untuk
mengamati dan mengukur semua parameter, yang kemudian hasilnya dianalisis sehingga
diketahui faktor risiko kesehatan yang akan terjadi dan dapat dilakukan upaya pencegahan
maupun untuk menyusun rencana tindak lanjut peningkatan kualitas sanitasi pemukiman. Alat
dan instrumen tersebut tentunya disesuaikan dengan parameter-parameter yang perlu diukur dan
sesuai dengan peraturan yang berlaku. Untuk mengukur parameter sanitasi pemukiman
digunakan beberapa peraturan yang digunakan sebagai acuan. Peraturan tersebut adalah:
Kepmenkes 492 tahun 2010 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum;
Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, dan
Permenkes1077/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah.
Dalam peraturan tersebut walaupun ada yang tumpang tindih namun perlu diperhatikan bahwa
parameter-parameter tertentu harus mengikuti peraturan yang terakhir.

Di dalam UU no 1 tahun 2011 tentang perumahan dan pengawasan permukiman dijelaskan


bahwa, penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan untuk mewujudkan wilayah yang
berfungsi sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan yang terencana, menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan rencana tata
ruang. Sedangkan dalam PP no 14 tahun 2016 tentang penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman. Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah kegiatan
perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya
pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang
terkoordinasi dan terpadu.

Metode Pelaksanaan Pengawasan dan Pemantauan Sanitasi Pemukiman


 Memberikan rekomendasi & tindak lanjut

4
 Desiminasi informasi
 Penyajian data & interpretasinya
 Pengolahan data dan analisis hasil dengan membandingkan hasil
 Mempelajari data pendukung lain (data sekunder)

2.2 Metode Identifikasi Sanitasi Pemukiman


1. Fishbone Analysis
Yaitu alat sistematis yang menganalisis persoalan dan faktor-faktor yang
menimbulkan persoalan tersebut. Fishbone analysis atau fishbone diagram ini
menampilkan keadaan dengan melihat efek dan sebab-sebab yang berkontribusi pada
efek tersebut. Melihat dari definisi tersebut Fishbone Diagram kemudian disebut sebagai
cause-and-effect diagram.

Thomas Pyzdek mengemukakan bahwa diagram sebab dan akibat adalah alat yang
digunakan untuk mengatur dan menunjukkan secara grafik semua pengetahuan yang
dimiliki sebuah kelompok sehubungan dengan masalah tertentu. Diagram sebab akibat
berkaitan dengan pengendalian proses statistikal, dimana dapat mengidentifikasi
penyebab suatu proses out of control. Artinya, diagram sebab akibat ini dipergunakan
untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas (akibat)
yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu.
2. Lock Frame Analysis/Problem Tree
Analisis Pohon masalah merupakan analisa yang menunjukkan masalah serta akar
akibatnya, yang berarti menunjukkan keadaan sebenarnya atau situasi yang tidak
diharapkan. Analisis pohon masalah membantu untuk menemukan solusi dengan

5
memetakan sebab dan akibat disekitar masalah utama untuk membentuk pola pikir, tetapi
dengan lebih terstruktur.
Metode

Metode pohon masalah adalah metode perencanaan berdasarkan kebutuhan. Analisis


pohon masalah diikuti dengan perencanaan proyek yang aktual. Secara teknis, pembuatan pohon
masalah terbagi menjadi dua yakni:

 Identifikasi dan formulasi masalah


 Menyusun hubungan sebab akibat

1. Metode Pemeriksaan Bahan Bangunan


Unit Pengelola Pemukiman rawa simprug
a. Mempertahankan kualitas bahan bangunan Pemukiman rawa simprug, rutin
melakukan pemeliharaan untuk menjaga kualitas bangunan.
2. Metode Pemeriksaan Konstruksi Bangunan
Unit Pengelola Rumah di Pemukiman rawa simprug
a. Mempertahankan Perawatan dan pemeriksaan konstruksi bangunan Pemukiman
rawa simprug secara rutin agar senantiasa terus terpelihara.
b. Melakukan perawatan dan pembersihan ventilasi secara rutin agar sirkulasi udara
berjalan dengan baik
3. Metode Pemeriksaan Penyediaan Air Bersih
Unit Pengelola Rumah di Pemukiman rawa simprug
a. Melakukan pembersihan tempat penampungan air maksimal 3 bulan sekali.

6
b. Melakukan pemeriksaan kualitas fisik air secara berkala agar air yang digunakan
untuk kebutuhan sehari-hari dapat memenuhi persyaratan kualitas fisik air
meliputi tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau dan terhindar dari bakteri
pathogen yang dapat menularkan penyakit.
4. Metode Pemeriksaan Pengelolaan Sampah (Pewadahan)
Unit Pengelola Rumah di Pemukiman rawa simprug
a. Membuang sampah pada tempat sampah sesuai dengan jenis Melakukan
sosialisasi kepada tetangga di pemukiman agar sadar akan pentingnya sampah
atau pemilahan.
b. Menambah jumlah tempat pembuangan sampah di lingkungan Pemukiman rawa
simprug.
5. Metode Pemeriksaan Pengelolaan Sampah (Sarana dan Prasarana)
Unit Pengelola Rumah di Pemukiman rawa simprug
a. Menerapkan pengangkutan sampah berdasarkan jenis sampah meliputi
sampah organik, sampah anorganik, maupun sampah B3.
b. Menerapkan waste management yang salah satunya adalah kegiatan bank sampah
dan metode 3R (Reuse, Recycle, Reduce)
c. Memberikan edukasi pada penghuni pemukiman agar sadar akan pentingnya
membuang sampah pada tempat sampah dan melakukan pemilahan antara sampah
organik dan anorganik beserta menjelaskan dampak negatif yang ditimbulkan
apabila melakukan perilaku membuang sampah sembarangan.
d. Memasang perangkap untuk bintang pengganggu di tempat-tempat yang
berpotensi menjadi sarang berkembang biak dan tempat tinggal bagi vektor.
e. Membuat saluran leachate untuk meminimalisir tercium bau di daerah sekitar
TPS.
f. Membuat tempat sampah sementara yang ada sekatnya untuk sampah organik
kemudian jadi pupuk organik cair.
g. Meningkatkan manajamen bank sampah agar meminilasir sampah yang dibuang
ke TPA.
Cara yang dapat digunakan untuk Leachate, antara lain:

7
 Penggunaan lapisan tanah penutup, baik lapisan tanah penutup harian, antara maupun
akhir.
 Pemakaian lapisan dasar/liner untuk mencegah lindi berinfiltrasi ke air tanah.
 Penyediaan sarana pengolah lindi yang dihasilkan, termasuk diantaranya pemasangan
saluran lindi di lapisan dasar, pembangunan saluran drainase, dan penerapan pengolah
lindi. Pengolah lindi yang banyak di Indonesia hingga saat ini kontak stabilisasi, kolam
oksidasi, yang dipilih berdasarkan kesederhanaan serta tersedianya sinar matahari.
Pengadaan sistem pengolahan leachate sangat diperlukan untuk mengurangi beban pencemaran
terhadap badan air penerima. Lindi yang telah terkumpul diolah terlebih dahulu sehingga
mencapai standar aman untuk kemudian dibuang ke dalam badan air penerima. Diharapkan
setelah dilakukan pengolahan tidak terjadi pencemaran terhadap lingkungan sekitar, baik
terhadap sungai maupun air tanah. Masalah yang dihadapi adalah bahwa debit lindi yang akan
keluar dari timbunan sampah sangat berfluktuasi.

6. Metode Pemeriksaan Pengawasan Kualitas Udara


a. Penghuni Pemukiman rawa simprug
1) Melakukan pencatatan pergantian lampu yang rusak serta melakukan program
pemeliharaan dan pemeriksaan kondisi lampu-lampu yang ada secara rutin.
2) Menggunakan cat dinding/wallpaper dengan warna yang lebih terang agar
cahaya lampu dapat dipantulkan.
3) Mengatur tata letak barang-barang yang terdapat di ruangan agar tidak
menghalangi cahaya buatan (lampu) dan cahaya matahari agar masuk kedalam
ruangan.
4) Melakukan pembersihan ventilasi secara rutin.
5) Merawat tanaman di sekitar rumah sebagai upaya penghijauan agar tercipta
kondisi lingkungan yang sejuk.
b. Pengelola Rumah di Pemukiman rawa simprug
1) Melakukan sosialisasi kepada pemukmiman tentang pentingnya pencahayaan
ruangan yang baik, agar penghuni pemukiman dapat mengatur tata letak
barang-barang didalam ruangan agar tidak menghalangi cahaya buatan (lampu)
dan cahaya matahari agar masuk kedalam ruangan.
7. Metode Pemeriksaan Kepadatan Hunian Rumah

8
a. Unit Pengelola Pemukiman rawa simprug
1) Menghimbau dan membatasi penghuni rumah sesuai dengan jumlah kamar
2) Melakukan penertiban terhadap penghuni rumah sesuai dengan jumlah
maksimal penghuni rumah di pemukiman.
8. Metode Pemeriksaan Pengelolaan Air Limbah
a. Unit Pengelola Rumah di Pemukiman rawa simprug
1) Melakukan pengawasan dan pemantauan pemeliharaan IPAL sesuai dengan
pedoman pemeliharan IPAL
2) Kualitas air limbah atau hasil output tidak memenuhi baku mutu lingkungan,
perlu dilakukan pemantauan debit air limbah sesuai dengan kapasitas, periksa
blower dan pipa pengeluaran udara untuk menghindari kebocoran, apabila
terjadi kebocoran segera di perbaiki untuk mengurangi polutan dari sumber
limbah.
3) Air olahan yang masih tercium bau tidak sedap, perlu dilakukan pemantauan
apakah mikroba didalam IPAL berkembang biak dengan sempurna,
perkembangbiakan mikroba

2.3 Pemecahan Masalah Sanitasi Permukiman

Saat ditemukan masalah yang timbul dari faktor lingkungan, maka dibuat pemecahan
masalah dengan mengemukakan alternatif yang dikaji dan diperbandingkan berdasarkan aspek
teknis, manfaat dan biaya, serta selanjutnya merumuskan rekomendasi terhadap alternatif
terpilih. Pengusulan alternatif dapat berupa:

1. Pengembangan sistem yang telah ada (kualitatif dan kuantitatif); bila pengelolaan saat ini
telah memadai tetapi hanya memerlukan peningkatan atau perluasan sistem.
2. Penerapan atau pengembangan sistem baru; apabila pengelolaan yang berlangsung saat
ini belum memadai dan memerlukan perubahan agar dapat meningkatkan kinerja sistem
air limbah.
Memberikan uraian mengenai alternatif terpilih sebagai rekomendasi peningkatan kualitas
lingkungan dengan memperhatikan kebutuhan peningkatan pelayanan, pengembangan
pembangunan prasarana dan sarana, serta kemampuan pembiayaan, kapasitas kelembagaan,

9
kesiapan masyarakat serta perangkat pengaturan. Kajian secara keseluruhan yang kemudian
diusulkan berdasarkan pertimbangan kebijakan dan strategi yang telah ditetapkan.

Permasalahan sosial di kawasan permukiman perkotaan bersifat multi-dimensional, karena


beririsan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya dan hukum. Bertolak dari kompleksitas tersebut,
maka intervensi pekerjaan sosial yang akan dilaksanakan tidak bisa hanya menggunakan
pendekatan tunggal atau satu disiplin saja. Implikasinya, bahwa di dalam pemecahan masalah
sosial menjadi keharusan untuk melibatkan disiplin dan profesi lain. Selain itu, pemecahan
permasalahan kawasan pemukiman kumuh tidak dapat dilakukan dengan pendekatan keamanan
dan ketertiban. Pendekatan ketertiban diperlukan, tetapi pendekatan yang lebih diutamakan
adalah pendekatan kesejahteraan sosial. Berkaitan dengan pendekatan pemecahan permasalahan
di kawasan permukiman kumuh ini, Climord dan Bainpoen (Tumanggor, 1985), menegaskan
bahwa penanganan permukiman kumuh yang dilakukan oleh negara-negara dunia ketiga selama
ini masih menonjolkan pendekatan keamanan dan ketertiban, dan sebaliknya kurang
mempertimbangkan pendekatan kesejahteraan. Sepanjang tidak tertanggulangi perumahan liar
ini dengan social approarch, sepanjang itu pulalah perilaku menyimpang akan terus terjadi dan
meningkat.

Pada rangka pemecahan masalah, perlu mempertimbangkan sistem, program dan


pelayanan yang relevan, yang diuraikan sebagai berikut:

a. Sistem Dasar Perubahan


Pemecahan masalah yang dikembangkan dalam menangani permasalahan sosial di
kawasan permukiman perkotaan berbasis hasil asesmen, dan sistem dasar perubahan. Ada
empat komponen di dalam sistem dasar perubahan menurut Pincus dan Minahan (1973),
yaitu: client system, change agen system, target system dan action system.
1) Sistem Sasaran (Client System)
Sistem sasaran adalah orang-orang yang menjadi warga kawasan permukiman
perkotaan, yaitu: keluarga miskin, anak telantar, lanjut usia telantar, anak jalanan,
gelandangan dan pengemis, penjaja seks komersial dan korban tindak kekerasan
serta PMKS lainnya.
2) Sistem Pelaksana Perubahan (Change Agent System)

10
Sistem pelaksana perubahan adalah pihak yang menjadi pelaku utama dalam
pemecahan masalah, yaitu institusi kesejahteraan sosial. Berdasarkan jenis-jenis
PMKS hasil asesmen maka satuan kerja teknis yang menjadi pelaksana perubahan
adalah unit penanggulangan kemiskinan perkotaan, direktorat kesejahteraan anak,
unit rehabilitasi tuna sosial, dan unit korban tindak kekerasan dan pekerja migran.
Satuan kerja teknis tersebut melaksanakan kegiatan secara terpadu dan
terkoordinasi pada semua tahapan kegiatan.
3) Sistem Target (Target System)
Sistem target adalah pihak-pihak yang dapat memberikan sumber-sumber dalam
mempermudah dan mempercepat pemecahan masalah. Pihak-pihak dimaksud, yaitu
tokoh masyarakat, aparat kelurahan dan para pemangku kepentingan yang memiliki
pengaruh di kawasan permukiman.
4) Sistem Kegiatan (Action System)
Sistem kegiatan adalah institusi/ unit kegiatan di luat institusi/unit kesejahteraan
sosial, antara lain dari instansi pendidikan nasional, keagamaan, kesehatan, tenaga
kerja, transmigrasi, koperasi dan UKM, pekerjaan umum dan perumahan rakyat,
dan instansi pemerintah lain yang releven berdasarkan hasil asesmen. Selain dengan
instansi pemerintah, intervensi dilakukan dengan melibatkan dunia usaha dan
organisasi sosial sesuai dengan kapasitasnya.
b. Program Pemecahan Masalah
1) Pembongkaran
Status lahan kawasan pemukiman kumuh sebagian ilegal, dan pada umumnya
lahan milik pemerintah kota, seperti: di pinggiran rel kereta api, tanah pengairan,
bantaran sungai, pesisir pantai, di bawah jembatan dan kolong jalan tol.
Pembongkaran permukiman kumuh dilakukan begitu diketahui ada satu rumah atau
bangunan yang berdiri di atas lahan ilegal. 
Karena itu, pembongkaran ini lebih bersifat preventif terjadinya kawasan
permukiman kumuh. Pembongkaran dapat dilakukan oleh penghuni sendiri ataupun
oleh petugas yang berwenang.
2) Rehabilitasi Permukiman (Insitu)

11
Pada program ini dilakukan rehabitasi kawasan permukiman, di mana penduduk
tetap tinggal di lahan tersebut. Kawasan ini biasanya merupakan kawasan legal, di
mana penduduk memiliki bukti-bukti administrasi atas kepemilikan lahan kawasan
yang ditempati.
3) Relokasi, Pemulangan dan Transmigrasi (Eksitu)
Pada program ini dilakukan pemindahan penduduk dari kawasan permukiman.
Kawasan ini biasanya ilegal, di mana penduduk tidak memiliki bukti-bukti
administrasi atas kepemilikan lahan kawasan yang ditempati. Alternatif yang dapat
dilakukan pada model eksitu, yaitu:
a) Memindahkan penduduk ke rumah susun yang disediakan pemerintah kota
Pembangunan kawasan permukiman dengan program rumah susun (Rusun)
sederhana dengan harga yang dapat dijangkau migran yang kondisi sosial
ekonominya tergolong rendah. Pemerintah kota bertanggung jawab untuk
memastikan, bahwa penduduk yang tinggal di rumah susun adalah mereka
yang masuk pada program relokasi. Selain itu, pemerintah kota juga
bertanggung jawab untuk memastikan, bahwa jaringan sosial ekonomi di
rumah susun dapat diteruskan dan dikembangkan. Jangan sampai penduduk
mengalami shock karena di lingkungan baru tanpa jaringan sosial ekonomi.
b) Pemulangan penduduk ke tempat asal
Pemulangan penduduk ke tempat asal perlu melibatkan kabupaten/kota asal
migran yang mendiami kawasan permukiman ilegal. Perlu dibangun kerjasama
untuk memastikan bahwa penduduk yang kembali ke tempat asal tersebut tidak
kembali atau bermigrasi ke kota lagi. Dipastikan bahwa mereka mau
melanjutkan kehidupannya di tempat asal dengan modal kerja (pelatihan
keterampilan, modal usaha) yang sudah disiapkan pemerintah kota.
c) Penduduk disertakan pada program transmigrasi
Penyertaan migran pada program transmigrasi perlu dilakukan secara
sinergis dengan intansi terkait dan pemerintah daerah yang menjadi tujuan
transmigran. Program transmigrasi ini dimungkinkan tidak hanya di sektor
pertanian, akan tetapi juga di sektor-sektor lain seperti: perikanan, kehutanan,
perkebunan dan perindustrian.

12
c. Pelayanan dan Bantuan Sosial
1) Penyuluhan Sosial
Penyuluhan sosial diarahkan pada pemberian pemahaman kepada penghuni
kawasan permukiman, bahwa mereka membangun kawasan permukiman yang
melanggar peraturan perundang-undangan. Melalui penyuluhan sosial, penghuni
diharapkan menyadari bahwa yang dilakukan itu salah, bersedia membongkar tempat
tinggalnya dan atau mendukung pembongkaran oleh petugas yang berwenang.
2) Bimbingan Sosial
Bimbingan sosial diarahkan pada perubahan sikap mental dan perilaku migran
agar mereka memiliki pemahaman tentang lingkungan permukiman yang sehat, dan
termotivasi untuk melakukan perubahan-perubahan menuju hidup bersih, sehat dan
sejahtera. Bimbingan sosial ini diberikan pada model insitu maupun program
eksitu/semua program.
3) Pelatihan Usaha
Pelatihan usaha diarahkan untuk membuka usaha baru dan atau mengembangkan
atau penguatan usaha migran yang selama ini sudah berjalan. Bimbingan dan
pelatihan meliputi bimbingan manajemen usaha, dan keterampilan kerja (vokasional)
berdasarkan minat dan pertimbangan pasar. Pada bimbingan dan pelatihan usaha ini,
diberikan bantuan modal usaha, baik untuk membuka usaha baru atau
pengembangan/penguatan usaha yang sudah ada. Pelatihan usaha ini diberikan pada
model insitu maupun program eksitu/semua program.
4) Pelayanan Akses
Pelayanan akses dimaksudkan agar penduduk di kawasan permukiman terakses
dengan bantuan pendidikan (KIP) dan pelayanan kesehatan (KIS) serta bantuan
sosial lainnya (KSKS dan KKS). Berkaitan dengan kartu-kartu tersebut, persyaratan
bagi mereka yang tidak memiliki identitas kependudukan dapat diatasi dengan surat
keterangan dari pemerintah kota atau pejabat yang berwenang. Pelayanan akses ini
diberikan pada program insitu maupun eksitu/khusus pada program rumah susun.
5) Pendampingan Sosial
Pendampingan sosial diarahkan untuk memberikan kesadaran, pengetahuan
baru, menjaringkan dengan pemilik sumber dan memberikan dorongan agar migran

13
mau melakukan perubahan. Pendampingan ini dilakukan dalam mekanisme
kelompok. Pendamping dari unsur pekerja sosial pada model insitu, relokasi dan
kembali ke tempat asal.
Sedangkan bagi mereka yang mengikuti program transmigrasi, disediakan
pendamping lapangan khusus di lokasi transmigrasi. Pendampingan ini diberikan
pada program insitu maupun eksitu/khusus pada program rumah susun, dan
transmigrasi.
6) Bantuan sarana prasarana
Bantuan sarana prasarana diarahkan pada penataan lingkungan permukiman
menuju permukiman dan perumahan yang bersih dan sehat. Pada model insitu,
intervensi dilakukan di kawasan permukiman penduduk. Sarana prasarana yang
diperlukan seperti: jalan lingkungan, tempat pengelolaan sampah, drainase dan MCK
umum. 
Selain itu bantuan sarana prasarana yang berkaitan dengan tempat ibadah, tempat
rekreasi warga (taman warga), taman bacaan dan sarana olah raga. Bantuan sarana
prasarana tersebut tentu mempertimbangkan ketersediaan dan kelayakan lahan di
kawasan permukiman.

a. Air Bersih
Parameter air bersih untuk pemukiman adalah tersedianya sarana penyediaan air
bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/orang/hari; dan untuk air minum harus
memenuhi syarat bakteriologis, kimia, fisik dan radioaktifis. Untuk mengukur parameter
tersebut dilakukan pengamatan, pengukuran, wawancara dan pengambilan sampel untuk
diperiksa di laboratorium. Jika terdapat masalah dari pemeriksaan air minum dan air
baku, maka dilakukan pemantauan pemeriksaan beberapa parameter minimal satu kali
per bulan.
b. Air Limbah 
Air limbah merupakan sisa air yang tidak diperlukan lagi, yang terbagi menjadi dua
yaitu limbah domestik dan limbah industri. Air limbah permukiman (municipal
wastewater) yang terdiri atas air limbah domestik (rumah tangga) yang berasal dari air
sisa mandi, cuci, dapur dan tinja manusia dari lingkungan permukiman serta air limbah

14
industri rumah tangga yang  tidak mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Air
limbah permukiman ini perlu dikelola agar tidak menimbulkan dampak seperti
mencemari air permukaan dan air tanah, disamping sangat beresiko menimbulkan
penyakit seperti diare, thypus, kolera dan lain-lain. Sebagai contoh, dalam mengupayakan
pencapaian sasaran RPJMN 2004-2009, kebijakan dan strategi yang dapat dilakukan
meliputi (draft Kebijakan dan Strategi Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman,
Departemen Pekerjaan Umum, 2006):
1) Peningkatan akses pelayanan air limbah baik melaui sistem on-site maupun off-
site di perkotaan dan perdesaan.
2) Peningkatan pembiayaan pembangunan prasarana dan sarana air limbah
permukiman.
3) Meningkatkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pengembangan
sistem pengelolaan air limbah permukiman.
4) Penguatan kelembagaan.
5) Pengembangan perangkat peraturan perundang-undangan.
c. Sampah
Undang-undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah menyebutkan
bahwa sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang
berbentuk padat. Di perkotaan, sampah menjadi masalah utama dengan berbagai faktor
yang menyertainya, seperti banyaknya penduduk dan mobilitas masyarakat yang
meningkatkan jumlah sampah. Masalah sampah saat ini merupakan masalah yang belum
tuntas teratasi. Jika tidak diolah dengan benar, maka dapat menimbulkan dampak
negative terhadap lingkungan dan masyarakat. Contoh dari kriteria program penanganan
persampahan antara lain mencakup (Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen
Pekerjaan Umum, 2007):
1) Program pengembangan pengelolaan persampahan perlu disusun berdasarkan
perencanaan yang matang dengan mengacu pada masterplan atau outline plan
(kota kecil/sedang) serta perangkat dokumen perencanaan lainnya.
2) Pengembangan pembangunan sistem persampahan mengutamakan pemanfaatan
prasarana dan sarana yang ada dan ditingkatkan melalui rehabilitasi PS serta
peningkatan operasi dan pemeliharaan.

15
3) Peningkatan kualitas TPA dengan sistem sanitary landfill prioritas pada kota-kota
metropolitan dan besar, sedangkan kota sedang dan kecil dapat dikelola dengan
controlled landfill
4) Didorong upaya pengurangan sampah dengan penerapan konsep 3R (reduce,
reuse and recycling)
5) Cakupan pelayanan pengumpulan sampah perlu terus ditingkatkan
6) Didorong penanganan sampah secara regional, agar pengelolaan menjadi lebih
efektif dan efisien.

2.4 Pencatatan dan Pelaporan Sanitasi Permukiman


Pencatatan dan pelaporan merupakan bagian penting dari pelaksanaan pengawasan sanitasi
permukiman. Tujuan dari pencatatan dan pelaporan adalah mencatat semua hasil pengawasan
sanitasi permukiman yang selanjutnya digunakan sebagai bahan laporan kepada pihak-pihak
terkait untuk dilaksanakan langkah tindak lanjut sebagai upaya perbaikan atau peningkatan
kualitas sanitasi permukiman. Dalam melakukan pencatatan dan pelaporan mencakup komponen
yang dilaporkan atau ruang lingkupnya, cara, jadwal serta formulir yang digunakan.

A. Pengertian Pencatatan
Kegiatan atau proses pendokumentasian suatu aktivitas dalam bentuk tulisan. Pencatatan
dilakukan di atas kertas, disket, pita nama, dan pita film. Bentuk catatan dapat berupa
tulisan, grafik, gambar, dan suara.

B. Sistem Pencatatan
Sistem pencatatan secara umum terbagi 2, diantaranya:
1. Sistem Pencatatan Tradisional
Sistem Pencatatan Tradisional adalah sistem pencatatan yang memiliki catatan
masingmasing dari setiap profesi atau petugas kesehatan. Keuntungan sistem ini
adalah sederhana. Sedangkan, kelemahan dari sistem ini adalah data tentang
kesehatan yang terkumpul kurang menyeluruh, koordinasi antar petugas
kesehatan tidak ada dan upaya pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan tuntas
sulit dilakukan.
2. Sistem Pencatatan Non-Tradisional

16
Sistem Pencatatan Non-Tradisional adalah pencatatan yang berorientasi pada
masalah (Problem Oriented Record/POR). Keuntungan dari sistem ini adalah
kerjasama antar tim kesehatan lebih baik dan menunjang mutu pelayanan
kesehatan secara menyeluruh.

C. Manfaat Pencatatan
1. Memberi informasi tentang keadaan masalah atau kegiatan
2. Sebagai bukti dari suatu kegiatan atau peristiwa
3. Bahan proses belajar dan bahan penelitian
4. Sebagai pertanggungjawaban
5. Bahan pembuatan laporan
6. Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
7. Bukti hokum
8. Alat komunikasi dalam penyampaian pesan serta mengingatkan kegiatan peristiwa
khusus.

D. Bentuk Pencatatan
Bentuk pencatatan berdasarkan isi terdiri dari :
1. Catatan tradisional yaitu berisi hal-hal yang didengar dan dilakukan oleh pencatat
secara tidak sistematis, tidak lengkap dan biasanya berupa catatan harian
2. Catatan sistematis yaitu menggambarkan pola keadaan, masalah, dan langkah
pemecahan masalah.

E. Pelaporan
Laporan adalah catatan yang memberikan informasi tentang kegiatan tertentu dan
hasilnya yang disampaikan ke pihak yang berwenang atau berkaitan dengan kegiatan
tersebut.

F. Macam – Macam Laporan


1. Laporan Lisan Kelemahan dalam laporan lisan yaitu kemungkinan yang dilaporkan
hanyalah halhal yang baik-baik saja dan bersifat subyektif. Sedangkan, keuntungan
dari laporan lisan yaitu hasil dari kegiatan atau intervensi yang telah dilakukan dan
data yang telah terkumpul dapat segera ditindak lanjuti dalam waktu yang lebih
cepat.

17
2. Laporan Tertulis Kelemahan dalam laporan tertulis yaitu memakan waktu dan biaya
yang lebih. Sedangkan, keuntungan dari laporan tertulis yaitu bisa lebih bersifat
objektif dan lebih terperinci serta pelaporan dapat bersifat positif maupun negative.

G. Ruang Lingkup Pencatatan dan Pelaporan


Ruang lingkup pencatatan dan pelaporan mencakup:
1. Pendahuluan
a. Latar Belakang
b. Tujuan
c. Tuang Lingkup
2. Profil wilayah (peta permukiman/maping)
3. Standar parameter sanitasi permukiman
4. Pengumpulan data primer dan sekunder
a. Bahan
 Alat ukur yang digunakan
 Instrumen (check list dan kuesioner)
b. Cara
 Menentukan titik-titik pengukuran
 Pengukuran
 Pengambilan sampel
 Pengiriman sampel ke laboratorium (labelling)
5. Pengolahan data
6. Analisis data
7. Penyajian data
8. Masalah yang ditemukan
9. Solusi pemecahan masalah
10. Rencana tindak lanjut
11. Penutup

H. Jadwal Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan dan pelaporan dilakukan secara bekala yairu 6 bulan sekali dan secara
insidentil apabila ditemukan adanya masalah kesehatan atau perlu dilakukan untuk hal-
hal khusus. Pencatatan dan pelaporan disiapkan oleh petugas kesehatan lingkungan

18
setempat kemudian oleh Dinas Kesehatan disampaikan kepada
Gubernur/Bupati/Walikota untuk pemantauan dan evaluasi ditembuskan kepada Menteri
Kesehatan c.q Direktur Jenderal Pengandalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

I. Formulir Pencatatan dan Pelaporan


Formulir wawancara dan Pelaporan terdiri dari:
1. Formulir observasi/pengamatan dan pengukuran parameter dengan check list
2. Formulir wawancara yang terdiri dari:
 Data umum mencakup identitas responden dan domisili
 Kriteria responden (karakteristik responden)
 Data khusus yang mencakup hal-hal teknis berkaitan dengan parameter
sanitasi permukiman
 Data tentang pengetahuan, sikap, dan tindakan tentang hal-hal yang
berhubungan dengan sanitasi permukiman

J. Batasan Dari Pencatatan Dan Pelaporan


Batasan dari pencatatan dan pelaporan kegiatan adalah sebagai berikut :
1. Pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan tiap kegiatan bagi tenaga kesehatan
adalah melakukan pencatatan data penyelenggaraan tiap kegiatan bagi tenaga
kesehatan dan melaporkan data tersebut kepada instansi yang berwenang berupa
laporan lengkap pelaksanaan kegiatan dengan menggunakan format yang
ditetapkan.
2. Pencatatan dan pelaporan rekapitulasi kegiatan tiap triwulan adalah melakukan
pencatatan data pada semua kegiatan dalam satu triwulan berjalan dan melaporkan
data tersebut dalam bentuk rekapitulasi kegiatan triwulan kepada instansi yang
berwenang dengan menggunakan format yang ditetapkan.
3. Pencatatan dan pelaporan rekapitulasi kegiatan yang diselenggarakan setiap
triwulan dan tiap tahun adalah pencatatan data untuk semua kegiatan dalam satu
triwulan dan satu tahun berjalan serta melaporkan data tersebut dalam bentuk
rekapitulasi data kegiatan triwulan dan tahunan kepada instansi yang berwenang
dengan menggunakan format yang telah ditetapkan.

19
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Pengawasan dan pemantauan sanitasi pemukiman mempunyai tujuan untuk


mengendalikan kualitas sanitasi lingkungan pemukiman dan rumah tinggal sehingga dapat
menjamin kenyamanan dan kesehatan para penghuninya. Untuk melakukan pengawasan dan
pengendalian sanitasi pemukiman diperlukan alat dan instrumen yang digunakan untuk
mengamati dan mengukur semua parameter, yang kemudian hasilnya dianalisis sehingga
diketahui faktor risiko kesehatan yang akan terjadi dan dapat dilakukan upaya pencegahan
maupun untuk menyusun rencana tindak lanjut peningkatan kualitas sanitasi pemukiman.

Saat ditemukan masalah yang timbul dari faktor lingkungan, maka dibuat pemecahan
masalah dengan mengemukakan alternatif yang dikaji dan diperbandingkan berdasarkan aspek
teknis, manfaat dan biaya, serta selanjutnya merumuskan rekomendasi terhadap alternatif
terpilih.

20
DAFTAR PUSTAKA

Sudjono, Aris Budianto dan Siti Kusumawati. 2012. Buku Ajar Kesehatan Lingkungan, Sanitasi
Permukiman. Jakarta: Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Jakarta 2
https://www.slideshare.net/risdiana21/pencatatan-dan-pelaporan-33961304

Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum. 2007. Buku Panduan Penyehatan
Lingkungan Permukiman RPIJM (Rencana Program Investasi Jangka Panjang Bidang PU/Cipta
Karya). Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Program dan Direktorat Jenderal Cipta Karya.

Undang-Undang No 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

21

Anda mungkin juga menyukai