Dosen Pengampu :
Kuat Prabowo, SKM, M.Kes
Agus Riyanto, SKM, MKM
Disusun Oleh:
KELOMPOK 2
Adinda Kurniati P21345121002
Anik Arini Nawang Sari P21345121009
Choirun Nisa Nurfilastri P21345121015
Didik Triyanto P21345121021
Hanung Wahyu A P P21345121030
Haydar Ahmad Fauzan P21345121031
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi
kesehatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan baik. Adapun judul
makalah ini adalah “Intervensi Dan Pemecahan Masalah Sanitasi”.. Makalah ini disusun
untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Penyehatan Pemukiman semester 5
(lima) Jurusan Kesehatan Lingkungan.
Kelompok 2
i
Daftar Isi
Kata Pengantar............................................................................................................................i
Daftar Isi....................................................................................................................................ii
Bab 1 PENDAHULUAN.......................................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................1
1.3 Tujuan Pembahasan............................................................................................2
Bab 2 PEMBAHASAN..........................................................................................................3
2.1 Intervensi teknis pada media air.........................................................................3
2.2 Intervensi teknis pada media udara....................................................................7
2.3 Intervensi teknis pada media tanah dan pengelolaan sampah..........................11
2.4 Intervensi teknis pada pengamanan makanan dan minuman............................15
2.5 Intervensi teknis pada pengendalian vektor penyakit.......................................20
2.6 Intervensi teknis sosial penyehatan pemukiman..............................................28
Bab 3 PENUTUP..................................................................................................................41
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................42
ii
Bab 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah kesehatan lingkungan yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat tampak
sangat beragam. Kebanyakan masyarakat belum mengetahui bahwa banyak sekali masalah-
masalah lingkungan di sekitar mereka yang berakibat buruk terhadap kesehatan dan
keberlangsungan hidup secara keseluruhan. Perlu adanya peningkatan derajat kesehatan bagi
masyarakat, diselenggarakannya upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam
bentuk upaya kesehatan masyarakat. Upaya-upaya kesehatan masyarakat yang berintikan
perbaikan kualitas lingkungan fisik sudah dimulai dari jaman Romawi. Salah satu upaya
tersebut adalah melalui perbaikan keadaan atau kesehatan lingkungan. Kesehatan lingkungan
membahas hubungan antara kelompok masyarakat dan berbagai perubahan komponen
lingkungan hidup manusia yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat
(Sumantri, 2010).
Intervensi atau intervening merupakan kata yang berasal bahasa Latin yang berarti
“coming between” artinya yang datang di antara. Intervensi berarti mengacu pada usaha
untuk mengubah kehidupan yang sedang berjalan dengan cara tertentu. Perubahan itu bisa
kecil atau besar, negatif atau positif. Orang-orang yang bekerjadalam profesi-profesi pemberi
bantuan mememiliki intensi etik yang sama, yaitu melakukan segala hal yang dapat dilakukan
demi keuntungan klien tanpa menimbulkan kerugian(Sundberg, Winebarger, & Taplin,
2007). Sebagaimana diketahui, secara global populasi lansia diprediksi terus mengalami
peningkatan. Populasi lansia di Indonesia diprediksi meningkat lebih tinggi dari pada
populasi lansia di dunia setelah tahun 2100 (Pusat data dan informasi kementrian kesehatan
RI, 2016).Berdasarkan Undang Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut
Usia, lansia merupakan seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas. Usia 60 tahun ke atas
merupakan tahap akhir dari proses penuaan yang memiliki dampak terhadap tiga aspek, yaitu
biologis, ekonomi, dan sosial.
1
4. Apa yang dimaksud dengan intervensi teknis pada pengamanan makanan dan
minuman?
5. Apa yang dimaksud dengan intervensi teknis pada pengendalian vektor penyakit?
6. Apa yang dimaksud dengan intervensi sosial penyehatan pemukiman?
2
Bab 2 PEMBAHASAN
2.1 Intervensi teknis pada media air
Intervensi Kesehatan Lingkungan Intervensi kesehatan lingkungan merupakan tindakan
penyehatan, pengamanan, dan pengendalian untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang
sehat dari berbagai aspek, yang dapat berupa :
Air adalah kebutuhan yang terpenting dari makhluk hidup yang ada di bumi ini. Dalam
kehidupan sehari-hari manusia memerlukan air khususnya air bersih. Untuk memenuhi
kebutuhannya manusia dapat menentukan jenis dan jumlah air bersih yang berguna bagi
kehidupan sehari-hari. (Triatmadja, 2008)
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan dan akan menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Air
minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
Media air di permukiman memiliki peranan penting dalam memenuhi kebutuhan sehari-
hari penduduk. Intervensi teknis yang tepat dapat meningkatkan akses, kualitas, dan
keberlanjutan pasokan air di wilayah permukiman. Beberapa intervensi teknis pada media air,
antara lain:
1. Pengembangan Sumber Air
Pengembangan sumber air merupakan langkah awal dalam memastikan pasokan air
yang cukup dan berkelanjutan di permukiman.
a. Pembuatan Sumur Gali
Sumur gali adalah metode tradisional yang melibatkan penggalian lubang dalam
tanah hingga mencapai air tanah. Sumur ini lebih cocok untuk wilayah dengan
kedalaman air tanah yang cukup dangkal.
b. Pembangunan Sumur Bor
Sumur bor menggunakan mesin bor untuk mengebor lubang lebih dalam ke dalam
tanah hingga mencapai lapisan air yang cukup. Metode ini cocok untuk wilayah
dengan kedalaman air tanah yang lebih dalam.
c. Penampungan Air Hujan
3
Pembangunan bak penampungan air hujan memanfaatkan air hujan yang terkumpul
dari permukaan atap bangunan. Air hujan ini dapat digunakan untuk keperluan
non-potabel seperti irigasi.
Pilih sumber air baku yang berpotensi baik dari segi kualitas maupun kuantitas (mata
air, air tanah, air hujan, atau air permukaan). Berdasarkan jenis sumber yang dapat
dimanfaatkan tersebut, maka dipilihlah jenis teknologi yang sesuai dengan jenis
sumber air baku dan yang layak untuk diterapkan, yang mempunyai ciri khusus yaitu
teknologi yang sederhana serta murah dalam pengoperasian dan perawatannya.
Sumber air baku harus memiliki kuantitas dan kontinuitas yang baik, artinya sumber
air baku tidak mengalami kekeringan selama musim kemarau. Penyadapan air baku
harus diambil pada debit rata – rata atau debit minimum.
Beberapa parameter fisik yang dapat diukur untuk menentukan kualitas air baku di
lapangan secara sederhana adalah sebagai berikut:
1) Kekeruhan
a) Kekeruhan tinggi
Kekeruhan > 150 NTU. Kekeruhan tersebut dapat diartikan sebagai air baku
yang pada kedalaman kurang dari 50 cm dicelupkan lempengan berwarna
putih ukuran 10 cm kali 10 cm sudah tidak masih dapat terlihat.
b) Kekeruhan sedang
Kekeruhan 50-150 NTU. Air baku yang pada kedalaman kurang dari 50 cm
dicelupkan lempengan berwarna putih ukuran 10 cm kali 10 cm masih dapat
terlihat.
c) Kekeruhan rendah
Kekeruhan < 50 NTU. Air baku yang pada kedalaman 50 cm dicelupkan
lempengan berwarna putih ukuran 10 cm kali 10 cm masih dapat terlihat.
2) Rasa
Tes rasa air, jika rasa air payau atau asin, maka cek hasil laboratorium terhadap
kandungan Klorida, jika hasil laboratorium tidak ada, lihat nilai EC.
3) Warna dan bau
Periksa warna dan bau air, jika ditemukan warna dan bau, maka penyebab
timbulnya harus diperiksa. Untuk menjamin kualitas air tersebut dapat
digunakan sebagai sumber air.
5
mengolah air limbah sebelum dibuang ke lingkungan, beberapa intervensi
pengelolaan air limbah antara lain sebagai berikut:
a. Pembuatan Septic Tank
Septic tank adalah suatu wadah yang digunakan untuk menguraikan bahan-
bahan organik dalam air limbah. Bakteri alami mengurai materi padat dalam
septik tank, sedangkan air yang lebih jernih akan mengalir ke sistem drainase
atau sumur resapan.
b. Pengolahan Air Limbah Komunal
Di permukiman padat, pengelolaan air limbah komunal mungkin lebih
efektif. Sistem ini mengumpulkan air limbah dari beberapa rumah tangga dan
mengarahkannya ke instalasi pengolahan yang lebih besar, seperti
pengolahan lumpur aktif atau pengolahan anaerob.
c. Penggunaan Bakteri Pengurai
Penggunaan bakteri pengurai dalam proses pengolahan lumpur aktif atau
anaerob membantu memecah zat-zat organik dan mengurangi kandungan
nutrisi dalam air limbah.
d. Penggunaan Tanaman Air:
Teknik fitoremediasi melibatkan penggunaan tanaman air untuk
membersihkan air limbah dari kontaminan tertentu. Tanaman tersebut
menyerap zat-zat berbahaya dan memperbaiki kualitas air.
e. Pemanfaatan Biogas:
Dalam proses pengolahan anaerob, gas metana yang dihasilkan oleh bakteri
pengurai dapat dikumpulkan dan dimanfaatkan sebagai sumber energi
(biogas).
f. Sistem Pengolahan Tertutup:
Beberapa permukiman menggunakan sistem pengolahan tertutup seperti
sistem limbah vakum, yang mengumpulkan limbah dengan bantuan tekanan
vakum untuk mengurangi risiko pencemaran lingkungan.
Pengelolaan air limbah di permukiman merupakan tanggung jawab penting untuk
menjaga kesehatan masyarakat dan kelestarian lingkungan. Melalui penggunaan
teknologi pengolahan seperti septik tank, sistem komunal, dan teknik inovatif
lainnya, dapat mengurangi dampak negatif limbah dan mewujudkan permukiman
yang lebih bersih, sehat, dan berkelanjutan. Beberapa manfaat pengelolaan air
limbah antara lain, yaitu:
6
Mencegah Pencemaran Lingkungan
Pengelolaan air limbah yang tepat mencegah pencemaran tanah dan air
permukaan, menjaga kualitas sumber daya alam.
Mencegah Penyakit
Air limbah yang tidak diolah dengan baik dapat menyebabkan penyebaran
penyakit. Pengolahan yang tepat mengurangi risiko kesehatan masyarakat.
Pemanfaatan Energi dan Sumber Daya
Beberapa teknologi pengolahan air limbah menghasilkan biogas atau
pupuk yang dapat dimanfaatkan kembali.
Kepatuhan Terhadap Peraturan
Pengelolaan air limbah yang baik membantu pemukiman mematuhi
peraturan lingkungan yang berlaku.
7
dokumentasi ini untuk memastikan bahwa kompilasi semua data menunjukkan
upaya inventarisasi secara akurat.
e. Pelaporan Pelaporan dalam penyusunan inventarisasi emisi mencakup
penjelasan mengenai data yang telah dikumpulkan, diolah, dan dianalisis.
f. Pemeliharaan dan pemutakhiran Kegiatan inventarisasi emisi merupakan suatu
proses yang berkelanjutan. Pemeliharaan dan pemutakhiran inventarisasi setelah
inventarisasi emisi disusun pertama kali akan menjamin kegunaannya di tahun-
tahun mendatang.
8
Rencana Persiapan Inventarisasi
9
Ketersediaan dan kegunaan data yang ada – pelaksana inventarisasi harus
mempelajari inventarisasi emisi yang pernah dilakukan, keakuratan datanya,
dan seberapa jauh data tersebut bisa digunakan untuk pemutakhiran
inventarisasi emisi.
Strategi pengumpulan dan pengelolaan data – pelaksana inventarisasi harus
mempertimbangkan pengumpulan dan pengelolaan data selama dan setelah
proses penyusunan inventarisasi emisi, sistem data yang akan digunakan, dan
cara pelaporan dan distribusi data.
Prosedur QA/QC – pelaksana inventarisasi harus mempertimbangkan
pengawasan kualitas data selama kegiatan pengumpulan, penyusunan, dan
penulisan laporan inventarisasi.
Pedoman dokumentasi
Isi dokumen – para pelaksana harus memahami materi apa saja yang harus
dimasukkan ke dalam dokumen
Lokasi semua dokumen (buku/laporan/kertas dan dokumen elektronik)
Memastikan seluruh dokumen tersedia dan selalu diperbaharui
Adanya prosedur penambahan data atau keterangan ke dalam suatu dokumen
10
Pelacakan data – mendokumentasikan siapa-siapa yang memasukkan atau
mengubah data
Akses ke dokumen – membuat peraturan tentang peminjaman
buku/laporan/kertas dan pengamanan data elektronik
Penduplikasian (back-up) dan pemeliharaan dokumen elektronik
Pencatatan nama dokumen
Pelaporan data – instansi apa saja yang akan menerima laporan inventarisasi
dan bagaimana format laporannya
11
gangguan kesehatan. Pengembangan teknologi tepat guna dilakukan dengan
mempertimbangkan permasalahan yang ada dan ketersediaan sumber daya
setempat sesuai dengan kearifan lokal. Pengembangan teknologi tepat guna
secara umum harus dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat,
memanfaatkan sumber daya yang ada, dibuat sesuai kebutuhan, bersifat efektif
dan efisien, praktis dan mudah diterapkan/dioperasionalkan, pemeliharaannya
mudah. Serta mudah dikembangkan Pengembangan teknologi tepat guna
untuk mencegah pencemaran dan mencegah air larian (run off, termasuk air
hujan yang mengandung cemaran, bahan kimia, atau bahan yang bersifat
asam, yang bisa masuk ke dalam Tanah dan berpengaruh terhadap kualitas
Tanah.
Limbah domestic, yang sangat banyak penanggulangan sampah ini yaitu dengan
cara memisahkan antara sampah organik atau sampah yang dapat atau mudah terurai
oleh tanah, dan sampah anorganik atau sampah yang akan terurai tanah tetapi
membutuhkan waktu yang sangat panjang untuk terurai oleh tanah. Sampah organik
yang mudah terurai oleh tanah, misalnya dijadikan bahan urukan, ke-mudian kita
tutup dengan tanah sehingga terdapat permukaan tanah yang dapat kita pakai lagi,
dibuat kompos dan khusus kotoran hewan dapat dibuat biogas dan lain-lain.
Sedangkan sampah anorganik yang tidak dapat diurai oleh mikroorganisme. Cara
penanganan yang terbaik dengan mendaur ulang sampahsampah menjadi barang-
barang yang mungkin bisa dipakai.
13
Dalam pelaksanaannya pengelolaan sampah merupakan rangkaian subsistem
pewadahan, subsistem pengumpulan, subsistem pengangkutan. sub sistem
pengolahan, dan subsistem pemrosesan akhir, dimana infrastruktur TPS 3R
merupakan bagian dan sub sistem pengolahan (pada skala komunal, berbasis
masyarakat).
14
hemilai ekonomis atau dikelola melalui bank sampah, sedangkan sampah anorganik
yang merupakan residu dari TPS 3R diangkut menuju TPA sampah.
Pengelolaan Pangan harus menerapkan enam prinsip higiene sanitasi pangan yang
terdiri dari:
15
h. Bahan baku es batu adalah air dengan kualitas Air Minum.
i. Memiliki dokumentasi penerimaan bahan pangan.
j. Khusus jasa boga golongan B dan C, jika membutuhkan transit time pada
bahan baku pangan, maka pastikan bahan baku yang memerlukan
pengendalian suhu (suhu chiller dan freezer) tidak rusak.
2. Penyimpanan Bahan Pangan
a. Bahan mentah dari hewan harus disimpan pada suhu kurang dari atau sama
dengan 4°C. Jika tidak memiliki lemari pendingin dapat menggunakan
coolbox dan coolpack atau dry ice atau es balok yang dilengkapi dengan
termometer untuk memantau suhu kurang dari atau sama dengan 4°C.
b. Bahan mentah lain yang membutuhkan pendinginan, misalnya sayuran
harus disimpan pada suhu yang sesuai.
c. Bahan pangan yang berbau tajam harus tertutup agar tidak keluar baunya.
d. Bahan pangan beku yang tidak langsung digunakan harus disimpan pada
suhu -18°C atau di bawahnya.
e. Tempat penyimpanan bahan pangan harus selalu terpelihara dan dalam
keadaan bersih, terlindung dari debu, bahan kimia, Vektor dan Binatang
Pembawa Penyakit.
f. Setiap bahan pangan ditempatkan secara terpisah dan dikelompokkan
menurut jenisnya dalam wadah yang bersih, dan tara pangan (food grade).
g. Semua bahan pangan hendaknya disimpan pada rakrak (pallet) dengan
ketinggian atau jarak rak terbawah kurang lebih 15 cm dari lantai, 5 cm dari
dinding dan 60 cm dari langit-langit.
h. Suhu gudang bahan pangan kering dan kaleng dijaga kurang dari 25°C.
i. Penempatan bahan pangan harus rapi dan ditata tidak padat untuk menjaga
sirkulasi udara.
j. Penyimpanan harus menerapkan prinsip First In First Out (FIFO) yaitu
yang disimpan lebih dahulu digunakan dahulu dan First Expired First Out
(FEFO) yaitu yang memiliki masa kedaluwarsa lebih pendek lebih dahulu
digunakan. Bahan pangan yang langsung habis persyaratan ini dapat
diabaikan.
3. Pengolahan/Pemasakan Pangan
a. Bahan pangan yang akan digunakan dibersihkan dan dicuci dengan air
mengalir sebelum dimasak.
16
b. Penyiapan buah dan sayuran segar yang langsung dikonsumsi dicuci
dengan menggunakan Air Minum.
c. Pengolahan pangan dilakukan sedemikian rupa untuk menghindari
kontaminasi silang.
d. Peracikan bahan, persiapan bumbu, persiapan pengolahan dan prioritas
dalam memasak harus dilakukan sesuai tahapan dan higienis.
e. Bahan pangan beku sebelum digunakan harus dilunakkan (thawing) sampai
bagian tengahnya lunak. Selama proses pencairan/pelunakan, bahan pangan
harus tetap di dalam wadah tertutup, pembungkus atau kemasan pelindung
f. Pangan dimasak sampai matang sempurna.
g. Pengaturan suhu dan waktu perlu diperhatikan karena setiap bahan pangan
mempunyai waktu kematangan yang berbeda.
h. Dahulukan memasak pangan yang tahan lama/kering dan pangan berkuah
dimasak paling akhir.
i. Mencicipi pangan menggunakan peralatan khusus (contohnya sendok).
j. Penyiapan buah dan sayuran segar yang langsung dikonsumsi dicuci
dengan menggunakan air berstandar kualitas Air Minum.
k. Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) harus sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
l. Pangan matang tidak disimpan dalam kondisi terbuka di area luar bangunan
pengolahan pangan.
m. Tidak ada pengolahan pangan di area luar bengunan pengolahan pangan
yang tidak memiliki pelindung.
4. Penyimpanan Pangan Matang
a. Penyimpanan pangan matang tidak dicampur dengan bahan pangan.
b. Wadah penyimpanan pangan matang harus terpisah untuk setiap jenis
pangan.
c. Setiap jasa boga harus menyimpan pangan matang untuk bank sample yang
disimpan di kulkas dalam jangka waktu 2 x 24 jam. Setiap menu makanan
harus ada 1 porsi sampel (contoh makanan yang disimpan sebagai bank
sampel untuk konfirmasi bila terjadi KLB Keracunan Pangan).
d. Pangan matang beku yang sudah dilunakkan tidak boleh dibekukan
kembali.
e. Pangan matang harus disimpan terpisah dengan bahan pangan
17
f. Pangan matang disimpan sedemikian rupa pada tempat tertutup yang tidak
memungkinkan terjadi kontak dengan Vektor dan Binatang Pembawa
Penyakit.
5. Pengangkutan Pangan Matang
a. Alat pengangkut bebas dari sumber kontaminasi debu, Vektor dan Binatang
Pembawa Penyakit serta bahan kimia.
b. Alat pengangkut secara berkala dilakukan proses sanitasi terutama bagian
dalam yang berhubungan dengan wadah/kemasan pangan matang.
c. Tersedia kendaraan khusus pengangkut pangan matang.
d. Pengisian pangan matang pada alat pengangkut tidak sampai penuh, agar
masih tersedia ruang untuk sirkulasi udara.
e. Selama pengangkutan, pangan harus dilindungi dari debu dan jenis
kontaminasi lainnya.
f. Suhu untuk pangan panas dijaga tetap panas selama pengangkutan pada
suhu 60°C atau lebih.
g. Suhu untuk pangan matang yang memerlukan pendinginan harus
dipertahankan pada suhu 4°C atau kurang.
h. Kendaraan dan wadah untuk mengangkut pangan matang beku
dipertahankan pada suhu -18°C atau di bawahnya.
i. Selama pengangkutan harus dilakukan tindakan pengendalian agar
keamanan pangan terjaga, misalnya waktu pemindahan antara alat
transportasi (misalnya truk) dengan fasilitas penyimpanan sebaiknya kurang
dari 20 menit jika tidak ada metode untuk mengontrol suhu.
j. Memiliki dokumentasi/jadwal pengangkutan pangan matang.
k. Pengangkutan pangan matang pada pembelian secara online: (1) Pelaku
usaha harus mengemas pangan secara aman agar tidak terjadi kontaminasi
pangan. (2) Pembawa pesanan harus memastikan pengangkutan pangan
yang dibawa aman dari kontaminasi.
6. Penyajian Pangan Matang
a. Penyajian pangan matang harus bersih dan terhindar dari pencemaran.
b. Penyajian pangan matang harus dalam wadah tertutup dan tara pangan
(food grade).
18
c. Pangan matang yang mudah rusak dan disimpan pada suhu ruang harus
sudah dikonsumsi 4 jam setelah matang, jika masih akan dikonsumsi harus
dilakukan pemanasan ulang.
d. Pangan matang yang disajikan dalam keadaan panas ditempatkan pada
fasilitas penghangat pangan pada suhu 60°C atau lebih.
e. Pangan matang yang disajikan dalam keadaan dingin ditempatkan fasilitas
pendingin misalnya penggunaan rel listrik, alas es, lemari kaca dingin,
lemari es atau kotak pendingin. Jika suhu di bawah 10°C, pastikan bahwa
waktu maksimum untuk mengeluarkan makanan adalah 2 jam.
f. Pangan matang yang disajikan di dalam kotak/kemasan harus diberikan
tanda batas waktu (expired date) tanggal dan waktu makanan boleh
dikonsumsi serta nomor sertifikat laik higiene sanitasi.
g. Penyajian dalam bentuk prasmanan harus menggunakan piring yang bersih
untuk setiap sajian baru. Piring yang masih ada sisa pangan tidak digunakan
untuk sajian baru.
h. Pangan matang baru tidak dicampur dengan pangan yang sudah
dikeluarkan, kecuali bila berada pada suhu 60°C atau lebih ataupun 5°C
atau kurang dan tidak terdapat risiko keamanan pangan.
i. Dekorasi atau tanaman jangan sampai mengontaminasi pangan.
j. Pangan matang sisa jika sudah melampaui batas waktu konsumsi dan suhu
penyimpanan tidak boleh dikonsumsi.
k. Pangan yang berkadar air tinggi baru dicampur menjelang dihidangkan
untuk menghindari pangan cepat rusak atau basi.
l. Pangan yang tidak dikemas disajikan dengan penutup (misalnya tudung
saji) atau di dalam lemari display yang tertutup.
m. Memiliki kemasan pangan yang sudah dilengkapi merek/nama usaha,
alamat lengkap dan nomor telepon yang bisa dihubungi oleh seluruh
konsumen. Jika memungkinkan menggunakan segel.
n. Setiap TPP sebaiknya mencantumkan komposisi bahan pangan dari produk
yang dihasilkan dan dapat diakses dengan mudah oleh konsumen.
7. Unit/Sarana Dapur Umum
a. Tempat pengolahan pangan kuat, aman, beratap dan berventilasi baik.
b. Jauh dari sumber pencemaran
c. Memiliki saluran air limbah
19
d. Memiliki tempat sampah yang tertutup
e. Tersedia sarana mencuci peralatan
8. Penjamaah
a. Penjamah harus sehat dan bersih
b. PHBS
c. Menggunakan celemek, penutup kepala dan masker (jika diperlukan)
untuk mencegahkontaminasi pada pangan
9. Peralatan
a. Peralatan seperti baskom, meja dan talenan harus diajaga keberihannya
b. Permukaan peralatan yang kontak dengan pangan selama persiapan dan
penyajian harus benar-benar dibersihkan
c. Sisa-sisa pangan dan lemak yang menempel pada peralatan harus segera
dibersihkan, kemudian peralatan dicuci dengan sabun/detergen, dan
dibilas, selanjutnya direndam dalam air mendidih guna dilakukan
desinfeksi selama 5 menit atau direndam dalamlarutan sterilisasi misalnya
Natrium Hipoklorit atau kalsium hipoklorit pada 100 mgklorin/ liter
selama 30 detik
d. Untuk kepraktisan peralatan sekali pakai dapat digunakan untuk para
korban bencana
1. Rodent/Tikus
Penyakit-penyakit yang ditularkan oleh tikus.
20
Dari banyak penyakit yang disebabkan oleh tikus, penularannya bisa terjadi
melalui gigitan, urine, kotoran, hingga makanan yang telah terkontaminasi.
Gejalanya pun beragam, dari yang ringan hingga yang parah.
a. Penyakit pes
Dalam sejarahnya, pes merupakan salah satu penyakit yang ditularkan
oleh tikus yang sempat menjadi wabah. Penyakit pes ditandai dengan
demam, sakit kepala, menggigil, dan pembengkakan kelenjar getah bening.
Gejala-gejala tersebut biasanya muncul dalam 2 hingga 6 hari setelah infeksi
pertama.
Meski dapat diobati dengan antibiotik, penanganan yang terlambat bisa
meningkatkan risiko terjadinya komplikasi serius, misalnya sepsis
(keracunan darah). Kondisi ini dapat menyebabkan perdarahan hebat di
beberapa organ penting, yang bisa berujung pada kematian.
b. Penyakit leptospirosis
Penyakit yang ditularkan oleh tikus berikutnya adalah leptospirosis.
Bakteri Leptospira yang bersarang di tubuh tikus bertanggung jawab atas
munculnya penyakit ini. Gejala leptospirosis menyerupai flu berat, seperti
sakit kepala, demam, muntah, dan diare. Sayangnya, kemiripan gejala
dengan flu membuat banyak orang tidak menghiraukan tentang bahaya yang
sedang mengintai. Antibiotik mungkin dapat menyembuhkan infeksi bakteri
ini, tapi biasanya hanya efektif pada awal-awal waktu. Penanganan yang
terlambat akan meningkatkan risiko komplikasi serius.
c. Koriomeningitis limfositik (LCM)
Koriomeningitis limfositik merupakan penyakit yang cukup berbahaya.
Penyakit ini disebabkan oleh virus dengan nama yang sama, bisa ditularkan
dari tikus rumahan sekalipun. Virus pemicunya bekerja dengan menyerang
sistem neurologis manusia, seperti otak dan sumsum tulang belakang.
Penyakit ini ditandai dengan nyeri otot, sakit kepala, mual, muntah, hilang
nafsu makan, dan demam tinggi berkepanjangan.
Mengutip dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC),
seseorang bisa tertular penyakit koriomeningitis limfositik melalui:
(1) Menghirup debu yang telah terkontaminasi urine atau kotoran tikus
(2) Menyentuh tikus atau urine dan kotorannya
d. Sindrom hantavirus
21
Gejala dari sindrom hantavirus mirip dengan flu, tapi akan cepat
bertambah parah dan bisa mengancam nyawa jika tidak segera diobati.
Gejala yang lebih berat, orang yang terinfeksi akan merasa sesak dan sulit
untuk bernafas. Penyakit ini bisa menjadi fatal dan memiliki mortalitas
sekitar 38 %. Penyakit ini dapat ditularkan melalui air liur, kotoran, dan
urine tikus. Gigitan dan debu yang telah terkontaminasi juga bisa menjadi
media penyebaran virus pemicunya.
e. Penyakit salmonellosis
Gejala salmonellosis terkadang ringan, tapi bisa juga berangsur parah.
Infeksi ekstrem dapat menyebabkan mual, muntah, kram perut, demam,
diare, menggigil, keluar darah pada feses, dan sakit kepala tidak biasa. Pada
beberapa kasus, salmonellosis bisa sembuh dengan sendiri dalam waktu
relatif singkat. Tapi jika kondisinya memburuk, dokter biasanya memberi
antibiotik untuk melawan bakteri pemicunya (Kementerian Kesehatan RI,
2016).
4. Arthopoda
23
a. Nyamuk
Nyamuk adalah serangga yang termasuk ordo diptera, jenisnya banyak
dan tersebar hampir merata di seluruh pelosok bumi. Nyamuk merupakan salah
satu spesies yang paling ditakuti. Karena beberapa diantaranya bisa
menimbulkan penyakit yang berbahaya bagi kehidupan manusia seperti
anopheles menyebabkan penyakit malaria, Aedes aegypti menyebabkan DBD,
Culex, anopheles gambiae menyebabkan penyakit filariasis.
b. Lalat
Lalat adalah insekta yang termasuk ordo dipteral, yakni insekta yang
mempunyai sayap berbentuk membrane. Yang mempunyai membrane ini
adalah lalat. Lalat dapa menimbulkan penyakit seperti typhoid fever, para
typhoid fever, disentri basiler dll (Parasitologi Kesehatan Masyarakat, 2016).
c. Kecoa
Kecoa perlu dikendalikan, karena hewan ini dapat menimbulkan
penyakit pada manusia, yang umumnya terjadi secara mekanis. Penyakit yang
ditimbulkan antara lain : thypoid, disentri, atau keracunan makanan.
d. Pinjal
Ada beberapa pinjal yang ada di dunia, tapi yang terkenal adalah pinjal
tikus yang kuman pasterurella pestis. Kuman tersebut jika mengenai luka maka
akan menimbulkan penyakit pes (Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2014,
2014).
e. Kutu
Kutu termasuk dalam Ordo Anoplura, famili pediculida terdiri dari 3
spesies yang seluruhnya mempunyai kebiasaan menghisap darah, spesies
tersebut adalah
(1) Kutu Kepala Pediculus Humanus Capitis (PH Capitis)
(2) Kutu Pakaian Pediculus Humanus Corporis (PH Humanus)
(3) Kutu Kemaluan Pthirus Pubis
Kutu paling banyak berada pada daerah beriklim tropis, untuk kutu
manusia ini, harus diperhatikan personal hygienenya, seperti mandi, keramas
ataupun mengganti pakaiannya. Penyakit yang diakibatkan kutu ini adalah
Thypus Epidemica, relapsing fever(Tarigans, 2017).
24
2.5.2 Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan Untuk Vektor dan Binatang
Penganggu
Dalam (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.2, 2023) tentang
standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan untuk vektor dan
binatang pembawa penyakit serta pengendaliannya. Standar baku mutu dan persyaratan
kesehatan untuk vektor dan binatang pembawa penyakit tersebut adalah sebagai berikut
:
(2) Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi kegiatan:
(3) Intervensi Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b dilakukan dengan mempertimbangkan aspek keamanan,
rasionalitas, efektivitas pelaksanaan, keberhasilan, dan kelestarian.
25
Keterangan:
1. Man Biting Rate (MBR)
Man Biting Rate (MBR) adalah angka gigitan nyamuk per orang per
malam, dihitung dengan cara jumlah nyamuk (spesies tertentu) yang
tertangkap dalam satu malam (12 jam) dibagi dengan jumlah
penangkap (kolektor) dikali dengan waktu (jam) penangkapan.
26
Rumus:
2. Indeks Habitat
Indeks habitat adalah persentase habitat perkembangbiakan yang
positif larva, dihitung dengan cara jumlah habitat yang positif larva
dibagi dengan jumlah seluruh habitat yang diamati dikalikan dengan
100%.
Rumus:
3. Angka Istirahat
Angka istirahat (resting rate) adalah angka kepadatan nyamuk
istirahat (resting) per jam, dihitung dengan cara jumlah nyamuk
Aedes spp. yang tertangkap dalam satu hari (12 jam) dibagi dengan
jumlah penangkap (kolektor) dikali lama penangkapan (jam) dikali
dengan waktu penangkapan (menit) dalam tiap jamnya.
Rumus:
27
Man Hour Density (MHD) adalah angka nyamuk yang hinggap per
orang per jam, dihitung dengan cara jumlah nyamuk (spesies
tertentu) yang tertangkap dalam enam jam dibagi dengan jumlah
penangkap (kolektor) dikali dengan lama penangkapan (jam) dikali
dengan waktu penangkapan (menit).
Rumus:
Keterangan:
1. Success Trap
28
Success trap adalah persentase tikus yang tertangkap oleh perangkap,
dihitung dengan cara jumlah tikus yang didapat dibagi dengan
jumlah perangkap dikalikan 100%.
Rumus:
Intervensi Sosial dapat diartikan sebagai sebuah cara dan strategi dalam
memberikan bantuan yang berguna kepada masyarakat. Intervensi sosial adalah upaya
perubahan terencana terhadap individu, kelompok, maupun komunitas. Dikatakan
perubahan terencana agar upaya bantuan yang diberikan dapat dievaluasi dan diukur
keberhasilannya. Intervensi sosial dapat pula diartikan sebagai suatu upaya untuk
memperbaiki keberfungsian sosial dari kelompok sasaran perubahan, dalam hal ini,
individu, keluarga, dan kelompok. Fungsian sosial menunjuk pada kondisi di mana
seseorang dapat berperan sebagaimana seharusnya sesuai dengan harapan lingkungan
dan peran yang dimilikinya.
29
mikro), komunitas dan organisasi (level mezzo) dan masyarakat yang lebih luas, baik di
tingkat kabupaten/kota, provinsi, negara, maupun tingkat global (level
makro).Sedangkan menurut Kemensos RI, intervensi pekerjaan sosial adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pekerja sosial dalam upaya membantu
memecahkan masalah baik secara individu, maupun kelompok dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan sosial. Jadi intervensi sosial adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan oleh pekerja sosial untuk membantu memecahkan masalah baik pada
level mikro, mezzo, dan makro dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sosial.
Tujuan utama dari metode intervensi sosial adalah memperbaiki fungsi sosial
orang (individu, kelompok, masyarakat) yang merupakan sasaran perubahan. Ketika
fungsi sosial seseorang berfungsi dengan baik, diasumsikan bahwa kondisi sejahtera
akan semakin mudah dicapai. Kondisi sejahtera dapat tewujud manakala jarak antara
harapan dan kenyataan tidak terlalu lebar. Melalui intervensi sosial, hambatan sosial
yang dihadapi kelompok sasaran perubahan akan diatasi. Dengan kata lain, intervensi
sosialberupaya memperkecil jarak antara harapan lingkungan dengan kondisi kenyataan
klien (Johnson, 2011: 52).
30
Jadi, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari metode intervensi sosial ini adalah
untuk memperbaiki fungsi sosial di lingkungan individu, kelompok serta
masyarakat dalam mewujudkan kesejahteraan sosial
1. Intervensi mikro adalah keahlian pekerja sosial untuk mengatasi masalah yang
dihadapi individu dan keluarga. Masalah sosial yang ditangani umumnya
berkenaan dengan problema psikologis, seperti stres dan depresi, hambatan
dengan relasi, penyesuaian diri, kurang percaya diri, keterasingan (kesepian).
Metode utama yang biasa diterapkan oleh pekerja sosial dalam seting ini adalah
terapi perseorangan (casework) yang di dalamnya melibatkan berbagai teknik
penyembuhan atau terapi psikososial seperti terapi berpusat pada klien (client-
centered therapy), terapi perilaku (behavior therapy), dan terapi keluarga
(family therapy) (Suharto, 2007: 4).
2. Intervensi mezzo dalam hal ini keahlian pekerja sosial adalah untuk mengatasi
masalah yang dihadapi komunitas dan organisasi. Model utama yang biasa
diterapkan oleh pekerja sosial dalam pendekatan mezzo ini menurut Popple,
adalah community care (pelayanan komunitas), community organization
(pengorganisasian masyarakat), community development (pengembangan
masyarakat), social/ community planning (perencanaan komunitas dan
perencanaan sosial), community education (pendidikan komunitas), community
action (aksi komunitas) (Adi, 2013: 188).
3. Intervensi makro adalah keahlian pekerja sosial untuk mengatasi masalah yang
dihadapi komunitas, masyarakat, dan lingkungannya (sistem sosialnya), seperti
kemiskinan, ketelantaran, ketidakadilan sosial, dan eksploitasi sosial. Adapun
tiga metode utama dalam pendekatan makro adalah pengembangan masyarakat
(comunity development), manajemen pelayanan kemanusiaan (human service
management), dan analisis kebijakan sosial (social policy analysis) (Suharto,
2007:
31
Jadi kesimpulan dari bentuk intervensi sosial adalah intervensi mikro untuk
mengatasi masalah yang dihadapi individu dan keluarga, intervensi mezzo untuk
mengatasi masalah yang dihadapi komunitas dan organisasi, dan intervensi makro
untuk mengatasi masalah yang dihadapi komunitas, masyarakat, dan lingkungannya.
32
( 2013 ) menyatakan bahwa anak-anak yang tinggal di perkotaan memiliki
peluang bersekolah ( probabilitas ) yang lebih baik ( tidak drop out ) daripada
anak yang tinggal di pedesaan.
2. Tingkat Pendidikan Orang Tua
Partisipasi anak terhadap pendidikan tidak terlepas dari peran dan fungsi
orang tua sebagai komponen keluarga inti yang mana di dalamnya diletakkan
sendi-sendi dasar pendidikan yang mempengaruhi kepribadian anak.
Kepribadian tersebut akan mempengaruhi minat anak untuk bersekolah,
melahirkan prestasi di sekolah, berkepribadian baik, dan sebagainya.
Keluarga inti merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal
yang pertama dan utama dialami oleh anak, serta sebagai lembaga Pendidikan
yang kodrati, yaitu orang tua bertanggung jawab memelihara, merawat,
melindungi dan mendidik anak agar berkembang dengan baik. Lingkungan
keluarga inti adalah lingkungan pendidikan yang pertama karena dalam
keluarga inilah anak pertamatama mendapatkan bimbingan dan pendidikan.
Dikatakan lingkungan yang utama karena sebagian dari kehidupan anak adalah
dalam keluarga inti, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima adalah
dari keluarga inti yaitu ayah dan ibu. Dengan demikian, semakin tinggi tingkat
Pendidikan seseorang akan cenderung bertambah ilmu pengetahuan yang
dimiliknya. Orang tua yang memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda
akan berpengaruh terhadap cara membimbing belajar anaknya, karena salah satu
usaha untuk memperoleh pengetahuan adalah melalui bidang pendidikan, yaitu
pendidikan formal.
Tingkat pendidikan formal yang diperoleh orang tua akan menentukan
banyak tidaknya pengetahuan yang dimilikinya, dan akan berpengaruh terhadap
perkembangan potensi yang sangat diperlukan untuk memberikan bimbingan
pendidikan kepada anak-anaknya. Lasfitri (2013), Boit dan Emily (2013),
Andrew dan Orodho (2014), Megan (2002), Kainuwa dan Najeemah (2013),
Ibrahim dkk. (2008), Mustamin (2013), dan Puslitjak (2012) menyatakan bahwa
tingkat Pendidikan orang tua terutama ibu dapat mempengaruhi probabilitas
anak untuk bersekolah, karena ibu sebagai komponen keluarga inti yang
langsung membina keluarganya dapat mempengaruhi pola pikir anak untuk
maju serta dapat mendorong anak-anaknya untuk memperoleh Pendidikan yang
setara atau bahkan lebih tinggi daripada orang tuanya, agar bias meningkatkan
33
derajat keluarga dimata masyarakat dan memberikan kehidupan yang baik
kedepannya.
3. Jarak ke Sekolah
Jarak tempuh ke sekolah secara langsung berpengaruh terdapat biaya
yang harus di keluarkan orang tua dalam hal pendidikan, selain itu fisik anak
untuk melakukan aktivitas setiap hari ke sekolah yang cukup jauh juga menjadi
pertimbangan untuk melanjutkan sekolah. Oleh sebab itu, faktor jarak menjadi
salah satu latar belakang untuk mengambil keputusan menyekolahkan anaknya
hingga jenjang berikutnya. Ibrahim, Nakajo, dan Doreen (2008) menyatakan
bahwa semakin jauh jarak maka semakin besar siswa mengalami putus sekolah
(drop out) dan Puslitjak (2012) menyatakan bahwa jarak ke sekolah bermutu
yang dekat akan merangsang siswa untuk mau bersekolah, sehingga akses
mereka terhadap pendidikan lebih baik daripada jarak ke sekolah yang jauh.
Dengan demikian, dapat disimpulkan semakin jauh jarak ke sekolah maka
probabilitas anak untuk bersekolah akan semakin kecil.
4. Kondisi Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi setiap orang itu berbeda-beda dan bertingkat,
ada yang keadaan sosial ekonominya tinggi, sedang, dan rendah. Kedudukan
atau posisi sesorang dalam kelompok manusia ditentukan oleh jenis aktivitas
ekonomi, pendapatan, tingkat pendidikan, usia, jenis rumah tinggal, dan
kekayaan yang dimiliki. Kondisi sosial ekonomi adalah suatu kedudukan yang
diatur secara sosial dan menempatkan seseorang pada posisi tertentu dalam
masyarakat, pemberian posisi itu disertai pula dengan seperangkat hak dan
kewajiban yang harus dimainkan oleh sipembawa status. Pemberian posisi
disertai pula dengan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dimainkan oleh
si pembawa status. Kondisi sosial ekonomi masyarakat ditandai adanya saling
kenal mengenal antar satu dengan yang lain, paguyuban, sifat kegotong-
royongan dan kekeluargaan.
W.S Winke (Salim, 2002: 100), menyatakan bahwa pengertian status
sosial ekonomi mempunyai makna suatu keadaan yang menunjukan pada
finansial keluarga dan perlengkapan material yang dimilki, dimana keadaan ini
bertaraf baik, cukup, dan kurang. Tinjauan sosial ekonomi penduduk meliputi
aspek sosial, aspek sosial budaya, dan aspek Desa yang berkaitan dengan
kelembagaan dan aspek peluang kerja. Aspek ekonomi Desa dan peluang kerja
34
berkaitan erat dengan masalah kesejahteraan masyarakat Desa. Kecukupan
pangan dan keperluan ekonomi bagi masyarakat baru terjangkau bila
pendapatan rumah tangga mereka cukup untuk menutupi keperluan rumah
tangga dan pengembangan usaha-usahanya.
Menurut pendapat Sajogyo (2001) dalam hubungan dengan pola
berusaha tani, perbedaan status seseorang dalam masyarakat ditentukan oleh
pola penguasaan lahan, modal, teknologi, dan luasnya lahan pemiliknya.
Menurut Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter Evers (2002: 21) keadaan sosial
ekonomi adalah suatu kedudukan yang secara rasional dan menetapkan
seseorang pada posisi tertentu dalam masyarakat, pemberian posisi itu disertai
pula dengan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dimainkan oleh si
pembawa status. Aspek sosial ekonomi Desa dan peluang kerja berkaitan erat
dengan masalah kesejahteraan masyarakat Desa. Kecukupan pangan dan
keperluan ekonomi bagi masyarakat baru terjangkau bila pendapatan rumah
tangga cukup untuk menutupi keperluan rumah tangga dan pengembangan
usaha-usahanya (Mubyanto: 2001).
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat dinyatakan bahwa kondisi
sosial ekonomi adalah posisi individu dan kelompok yang berkenaan dengan
ukuran ratarata yang berlaku umum tentang pendidikan, pemilikan barang-
barang, dan patisipasi dalam aktivitas kelompok dari komunitasnya, sedangkan
kondisi sosial ekonomi kaitanya dengan status sosial ekonomi itu sendiri
dengan kebiasaan hidup sehari-hari individu atau kelompok dalam sebuah
masyarakat yang mempengaruhi pola kehidupan. Kehidupan sosial ekonomi
masyarakat sangat mempengaruhi bagaimana bisa memperoleh Pendidikan
yang baik dan bisa merubah kehidupan di masyarakat, sehingga pemerintah
sangat berpengaruh dalam sumbangsinya terhadap pendidikan.
5. Kondisi Sosial Masyarakat
Kamus Bahasa Indonesia kondisi diartikan sebagai suatu keadaan atau
situasi. Sedangkan kondisi sosial masyarakat diartikan sebagai keadaan
masyarakat suatu Negara pada saat tertentu (Kamus Umum Bahasa Indonesia,
2000: 502), Jadi kondisi sosial adalah suatu keadaan yang berkaitan dengan
keadaan atau situasi dalam masyarakat tertentu yang berhubungan dengan
keadaan sosial.
35
Menurut Dalyono (2005: 133), “ Kondisi sosial adalah semua orang atau
manusia lain yang mempengaruhi kita ”. Hal ini berarti bahwa lingkungan
sosial juga mempengaruhi pencapaian pendidikan anak. Kondisi sosial
masyarakat mempengaruhi proses dan hasil pendidikan (Ihsan, 2003: 10).
Kondisi sosial yang mempengaruhi individu dijelaskan Dalyono (2005: 133)
melalui dua cara yaitu langsung dan tidak langsung. Secara langsung yaitu
seperti dalam pergaulan sehari-hari baik dari keluarga, teman dan pekerjaan.
Secara tidak langsung melalui media masa baik cetak, audio maupun audio
visual. Selanjutnya juga dijelaskan lingkungan sosial yang sangat berpengaruh
pada proses dan hasil pendidikan adalah teman bergaul, lingkungan tetangga
dan aktivitas dalam masyarakat (Dalyono, 2005: 246).
Menurut Ihsan (2003: 10), “ Kondisi masyarakat di mana memiliki latar
belakang pendidikan yang cukup, terdapat lembaga-lembaga pendidikan dan
sumber belajar didalamnya akan memberikan pengaruh positif terhadap
semangat dan perkembangan belajar generasi muda ”. Dalam hal ini di mana
kondisi sosial ini berpengaruh secara negatif terhadap pendidikan, maka kondisi
ini menjadi pembatas pendidikan. Orang tua sebagai pendidik secara kodrati
harus mampu mengantisipasi pengaruh yang ada karena tidak semua pengaruh
kondisi sosial merupakan pengaruh yang baik.
Kondisi sosial masyarakat mempunyai lima indikator yaitu: umur dan
kelamin, pekerjaan, prestise, famili atau kelompok rumah tangga, dan
keanggotaan dalam kelompok perserikatan. Dari kelima indicator tersebut,
hanya indikator umur dan kelamin yang tidak terpengaruh oleh proses
pendidikan, sehingga tinggal empat indikator yang perlu diukur tingkat
perbaikannya, guna mengetahui tingginya manfaat sosial bagi masyarakat.
Orang tua juga harus mengusahakan agar lingkungan sosial di sekitar dapat
dijadikan sebagai pendukung tercapainya pendidikan yang maksimal. Keluarga
merupakan faktor utama dalam menentukan tingkat ketercapaian pendidikan
anak-anaknya. Namun pendidikan keluarga tidak semata-mata tergantung pada
keluarga itu sendiri, oleh karena itu suatu keluarga tertentu hidup berdampingan
dengan keluarga-keluarga lain. Pengaruh keluarga lainya tidaklah boleh
dikesampingkan, demikian halnya dengan unsur-unsur lainya dalam
masyarakat, yang kesemuanya disebut sebagai kondisi sosial (Soekanto, 2002:
40).
36
6.5 Permasalahan Intervensi Perumahan dan Pemukiman Di Indonesia
1. Kependudukan
Penduduk Indonesia yang selalu berkembang, merupakan faktor utama
yang menyebabkan permasalahan perumahan dan permukiman ini selalu
menjadi sorotan utama pihak pemerintah. Pesatnya angka pertambahan
penduduk yang tidak sebanding dengan penyediaan sarana perumahan
menyebabkan permasalahan ini semakin pelik dan serius. Permasalahan
kependudukan dewasa ini tidak hanya menjadi isu pada kota-kota dipulau jawa,
tetapi kota-kota dipulau lainpun sudah mulai memperlihatkan gejala yang
hampir serupa. Meningkatnya arus urbanisasi serta semakin lebarnya jurang
pemisah antara kota dan desa merupakan salah satu pemicu permasalahan
kependudukan ini.
2. Tataruang dan Pengembangan wilayah
Daerah perkotaan dan pedesaan merupakan satu kesatuan wilayah yang
seharusnya menjadi perhatian khusus pihak yang berkepentingan dalam hal
37
pembangunan ini, khususnya pembangunan perumahan dan permukiman.
Seharusnya hal ini menjadi panduan untuk melaksanakan pemerataan dalam
pembangunan antar keduanya. Tetapi yang kita temui dilapangan sekarang
adalah semakin pesatnya pembangunan yang dilakukan pada kota, sehingga
daerah pedesaan semakin tertinggal. Pesatnya pembangunan perumahan
diperkotaan banyak yang tidak sesuai dengan rencana umum tataruang kota,
inilah yang menyebabkan keadaan perkotaan semakin hari semakin tidak jelas
arah pengembangannya.
3. Pertanahan dan Prasarana
Pembangunan perumahan dan permukiman dalam skala besar akan
selalu dihadapkan kepada masalah tanah, yang didaerah perkotaan menjadi
semakin langka dan semakin mahal. Tidak sedikit yang kita jumpai areal
pertanian yang disulap menjadi kawasan permukiman, hal ini terjadi karena
ketersediaan tanah yang sangat terbatas sedangkan permintaan akan sarana
hunian selalu meningkat setiap saatnya. Selain itu, penyediaan perumahan dan
pemukiman juga harus diikuti dengan penyediaan prasarana dasar seperti
penyediaan air bersih, sistem pembuangan sampah, sistem pembuangan
kotoran, air limbah, tata bangunan, saluran air hujan, penanggulangan bahaya
kebakaran, serta pencemaran air, udara, dan tanah yang memadai.
4. Pembiayaan
Permasalahan biaya merupakan salah satu point penting dalam
pemecahan permasalahan perumahan dan permukiman ini. Secara mikro, hal ini
disebabkan oleh kemampuan ekonomis masyarakat untuk menjangkau harga
rumah yang layak bagi mereka masih sangat susah sekali, karena sebagian besar
masyarakat merupakan masyarakat dengan tingkat perekonomian menengah
kebawah (jumlah penduduk miskin di Kabupaten Grobogan adalah %),
sedangkan secara makro hal ini juga tidak terlepas dari kemampuan ekonomi
nasional untuk mendukung pemecahan masalah perumahan secara menyeluruh.
5. Peran Masyarakat
Berdasarkan kepada kebijaksanaan dasar negara kita yang menyatakan
bahwa setiap warga negara Indonesia berhak atas perumahan yang layak, tetapi
juga mempunyai peran serta dalam pengadaannya. Menurut kebijaksanaan ini
dapat kita simpulkan bahwa pemenuhan pembangunan perumahan adalah
tanggung jawab masyarakat sendiri, baik itu secara perorangan maupun secara
38
bersama- sama, pada point ini peran pemerintah hanyalah sebagai pengatur,
pembina dan membantu serta menciptakan iklim yang baik agar masyarakat
dapat memenuhi sendiri kebutuhan akan perumahan mereka. Masyarakat
bukanlah semata-mata objek pembangunan, tetapi merupakan subjek yang
berperan aktif dalam pembangunan perumahan dan pemukiman.
39
Warga kumuh kerap digusur, tanpa adanya solusi bagi mereka selanjutnya.
Seharusnya, pemerintah bisa mengakomodasi hal ini dengan melakukan relokasi ke
kawasan khusus. Dengan penyediaan lahan khusus tersebut, pemerintah bisa
membangun suatu kawasan tempat tinggal terpadu berbentuk vertikal (rumah susun)
yang ramah lingkungan untuk disewakan kepada mereka. Namun, pembangunan rusun
tersebut juga harus dilengkapi sarana pendukung lainnya, seperti sekolah, tempat
ibadah, dan pasar yang bisa diakses hanya dengan berjalan kaki, tanpa harus
menggunakan kendaraan.
Bangunan harus berbentuk vertikal (rusun) agar tidak menghabiskan banyak lahan.
Sisanya, harus disediakan pula lahan untuk ruang terbuka hijau, sehingga masyarakat
tetap menikmati lingkungan yang sehat. Dalam hal ini masyarakat harus turut serta
untuk menanam dan memelihara lingkungan hijau tersebut. Pemerintah dapat
menerapkan program rekayasa sosial, di mana tidak hanya menyediakan pembangunan
secara fisik, tetapi juga penyediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, sehingga
mereka dapat belajar survive.
Dalam mengatasi permukiman kumuh tetap harus ada intervensi dari negara,
terutama untuk menilai program yang disampaikan masyarakat sudah sesuai sasaran
atau harus ada perbaikan. Kerja sama Pemerintah dan Swara (KPS) dalam membenahi
kawasan kumuh, terutama dalam hal penyediaan infrastruktur pendukung dibutuhkan.
Permukiman kumuh tidak dapat diatasi dengan pembangunan fisik semata-mata tetapi
yang lebih penting mengubah prilaku dan budaya dari masyarakat di kawasan kumuh.
40
Bab 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Intervensi kesehatan lingkungan adalah tindakan penyehatan, pengamanan, dan
pengendalian untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia,
biologi, maupun sosial, yang dapat berupa komunikasi informasi dan edukasi serta
penggerakkan/pemberdayaan masyarakat, perbaikan dan pembangunan sarana,
pengembangan teknologi tepat guna dan rekayasa lingkungan. Dalam pelaksanaannya
intervensi kesehatan lingkungan harus mempertimbangkan tingkat risiko berdasarkan hasil
inspeksi kesehatan lingkungan. Pada prinsipnya pelaksanaan intervensi kesehatan lingkungan
41
dilakukan oleh pasien sendiri. Dalam hal cakupan intervensi kesehatan lingkungan menjadi
luas, maka pelaksanaannya dilakukan bersama pemerintah, pemerintah daerah dan
masyarakat/swasta
42
DAFTAR PUSTAKA
Yulikarmen, dkk. 2015. Petunjuk Teknis Kesiap siagaan Kedaruratan Berbasis Masyarakat
Bidang Kesehatan Lingkungan, Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan Kementrian Kesehatan Lingkungan Indonesia
Sari, Mila dkk. 2020. Buku : Kesehatan Lingkungan Perumahan. Bukittinggi : Yayasan Kita
Menulis.
Indonesia. 2023. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Peraturan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 Tentang Kesehatan
Lingkungan. Jakarta.
Indonesia. 2019. Undang-undang (UU) Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan.
Depkes RI — Ditjen PPM dan PL (2002) Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat.
Kepmenkes RI No. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentangPersyaratan Kesehatan
Perumahan.
Ibrahim, O., Nakajo A., & Doreen, I. 2008. Socioeconomic Determinants of Primary School
dropout: The Logistic Model Analysis.Uganda: Journal of Economic Policy Research
Centre. Research Series, (54), hlm. 1-28.
Ihsan, Fuad. (2011). Dasar-dasar Kependidikan Komponen MKDK. Jakarta: Rineka Cipta
43
Andrew & Orodho. 2014. Socio-Economic Factors Influencing Pupils’ Access to Education
in Informal Settlements: a Case of Kibera, Nairobi Country, Kenya. International
Journal of Education and Research, 2(3), hlm. 1-16.
44
45