Anda di halaman 1dari 16

PENYEHATAN PERMUKIMAN

Intervensi dan Pemecahan Masalah Sanitasi Pemukiman

Dosen Pembimbing :
1. Kuat Prabowo, SKM. M.Kes.
2. Agus Riyanto, SKM. M.K.M.
3. Drs Pangestu, M.Kes

Disusun oleh :

Kelompok 1

Nilta Saniyyah (P21345120042)


Novita Rahmandani (P21345120044)
Pravangasta Rakha (P21345120049)
Reni Nadila (P21345120053)
Santika Permatasari (P21345120063)

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta II

Program Studi D-III Kesehatan Lingkungan

Tahun Ajaran 2021/2022


Kata Pengantar

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga laporan
ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar laporan ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan laporan ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 17 September
2022

Kelompok 1

ii
Daftar Isi

Halaman Judul..............................................................................................................i

Kata Pengantar.............................................................................................................ii

Daftar Isi........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................4
1.3 Tujuan..........................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................5
2.1 Intervensi Teknis Pada Media Air...............................................................5
2.2 Intervensi Teknis Pada Media Udara...........................................................6
2.3 Intervensi Teknis Pada Media Tanah dan Pengelolaan Sampah..................8
2.4 Intervensi Teknis Pada Media Pengamanan Makanan dan Minuman.........10
2.5 Intervensi Teknis Pada Media Pengendalian Vektor Penyakit....................11
2.6 Intervensi Sosial Penyehatan Pemukiman...................................................12

BAB III PENUTUP.......................................................................................................15


3.1 Kesimpulan..................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah adalah tempat untuk berlindung/bernaung dari pengaruh keadaan alam


sekitarnya, dan juga merupakan tempat untuk beristirahat setelah bertugas untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari hari. Permukiman merupakan suatu keadaan atau tempat dimana
manusia dapat menetap/tinggal pada kedudukan yang tetap sehingga keluarga dapat
berkembang secara harmonis dalam kondisi yang menguntungkan. Secara umum,
permukiman adalah gabungan antara beberapa rumah yang telah dilengkapi dengan sarana
dan prasana dasar. Permukiman berdasarkan maknanya dapat diartikan sebagai tempat
bermukim manusia yang menunjukkan tujuan tertentu seperti memberikan kenyamanan pada
penghuninya termasuk orang yang datang ke tempat tersebut. Sanitasi pemukiman adalah
segala upaya yang dilakukan untuk dapat melindungi keluarga dari dampak kualitas
lingkungan perumahan dan rumah tinggal yang tidak sehat. Pemukiman/perumahan adalah:
kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana intervensi teknis pada media air?
2. Bagaimana intervensi teknis pada media udara?
3. Bagaimana intervensi teknis pada media tanah dan pengelolaan sampah?
4. Bagaimana intervensi teknis pada media makanan dan minuman?
5. Bagaimana intervensi teknis pada media vector penyakit?
6. Bagaimana intervensi teknis social penyehatan permukiman?

1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui intervensi teknis pada media air.
2. Untuk mengetahui intervensi teknis pada media udara.
3. Untuk mengetahui intervensi teknis pada media tanah dan pengelolaan sampah.
4. Untuk mengetahui intervensi teknis pada media makanan dan minuman.
5. Untuk mengetahui intervensi teknis pada media vector penyakit.
6. Untuk mengetahui intervensi social penyehatan permukiman.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Intervensi Teknis Pada Media Air

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas


dan Pengendalian Pencemar air. Air sebagai komponen lingkungan hidup akan
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh komponen lainnya. Air yang kualitasnya buruk akan
mengakibatkan kondisi lingkungan hidup menjadi buruk sehingga akanmmempengaruhi
kondisi kesehatan dan keselamatan manusia serta kehidupan makhluk hidup lainnya.
Penurunan kualitas air akan menurunkan dayaguna, hasil guna, produktivitas, daya dukung
dan daya tampung dari sumber daya air yang pada akhirnya akan menurunkan kekayaan
sumber daya alam (natural resources depletion).

Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 kelas:

1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan
atau peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut

2. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi
air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut

3. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air
tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut

4. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.

Pencemaran air yang diindikasikan dengan turunnya kualitas air sampai ke tingkat
tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Yang
dimaksud dengan tingkat tertentu tersebut di atas adalah baku mutu air yang ditetapkan dan
berfungsi sebagai tolok ukur untuk menentukan telah terjadinya pencemaran air, juga
merupakan arahan tentang tingkat kualitas air yang akan dicapai atau dipertahankan oleh
setiap program kerja pengendalian pencemaran air. Salah satu upaya pemerintah dalam

5
pengendalian pencemaran air adalah melalui Program Kali Bersih (PROKASIH). Ada 2
usaha penanggulangan yaitu:

1. Penanggulangan secara non-teknis, menciptakan peraturan perundangan yang dapat


merencanakan, mengatur dan mengawasi segala macam bentuk kegiatan industri dan
teknologi; AMDAL, menanamkan perilaku disiplin.

2. Penanggulangan secara teknis, bersumber pada perlakuan industri terhadap perlakuan


buangannya, misalnya dengan mengubah proses, mengelola limbah atau menambah
alat bantuk yang dapat mengurangi pencemaran.

Usaha penanggulangan pencemaran air lainnya seperti:

a) Teknologi dapat digunakan untuk mengatasi pencemaran air

b) Instalansi pengolahan air bersih, instalansi pengolahan air limbah, yang dioperasikan
dan dipelihara baik, mampu menghilangkan substansi beracun dari air yang tercemar

c) Dari segi kebijakan atau peraturan pun mengenai pencemaran air ini telah ada.

d) Bila ingin benar-benar hal tersebut dapat dilaksanakan, maka penegakan hukumnya
harus dilaksanakan pula.

2.2 Intervensi Teknis Pada Media Udara

Kualitas udara ambiens di lingkungan perumahan harus bebas dari gangguan gas
beracun baik oleh alam atau aktivitas manusia dan memenuhi persyaratan baku mutu udara
yang berlaku dengan perhatian khusus terhadap parameter parameter sebagai berikut:
a) Tingkat kebisingan di lokasi tidak melebihi 45-55 dbA
b) Gas berbau (H2S dan NH3) secara biologis tidak terdeteksi
c) Partikel debu diameter <10 lig tidak melebihi 150 gg/m3
d) Gas SO tidak melebihi 0,10 ppm
e) Debu terendap tidak melebihi 350 mm3/m2/hari

Sedangkan parameter udara dalam rumah menggunakan acuan Permenkes


1077/MENKES/Per/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah yaitu
adalah sebagai berikut:
a) Kualitas fisik, terdiri dari parameter: partikulat (Particulate Matter/PM2,5 dan
PM10), suhu udara, pencahayaan, kelembaban, serta pengaturan dan pertukaran
udara (laju ventilasi);

6
b) Kualitas kimia, terdiri dari parameter: Sulfur dioksida (SO2), Nitrogen dioksida
(NO2), Karbon monoksida (CO), Karbon dioksida (CO2), Timbal (Plumbum=Pb),
asap rokok (Environmental Tobacco Smoke/ETS), Asbes, Formaldehid (HCHO),
Volatile Organic Compound (VOC).

Kualitas udara di dalam ruang rumah dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain,
bahan bangunan (misal; asbes), struktur bangunan (misal; ventilasi), bahan pelapis untuk
furnitur serta interior (pada pelarut organiknya), kepadatan hunian, kualitas udara luar rumah
(ambient air quality), radiasi dari Radon (Rd), formaldehida, debu, dan kelembaban yang
berlebihan. Selain itu, kualitas udara juga dipengaruhi oleh kegiatan dalam rumah seperti
dalam hal penggunaan energi tidak ramah lingkungan, penggunaan sumber energi yang relatif
murah seperti batubara dan biomassa (kayu, kotoran kering dari hewan ternak, residu
pertanian), perilaku merokok dalam rumah, penggunaan pestisida, penggunaan bahan kimia
pembersih, dan kosmetika. Bahan-bahan kimia tersebut dapat mengeluarkan polutan yang
dapat bertahan dalam rumah untuk jangka waktu yang cukup lama.

Pencemaran udara dalam ruang rumah, khususnya di daerah perdesaan pada negara-
negara berkembang, antara lain dikarenakan penggunaan bahan bakar padat sebagai energi
untuk memasak dengan tungku sederhana/kompor tradisional. Bahan bakar tersebut
menghasilkan polutan dalam konsentrasi tinggi dikarenakan terjadi proses pembakaran yang
tidak sempurna. Keadaan tersebut akan memperburuk kualitas udara dalam ruang rumah
apabila kondisi rumah tidak memenuhi syarat fisik, seperti ventilasi yang kurang memadai,
serta tidak adanya cerobong asap di dapur.

Gangguan kesehatan akibat pencemaran udara dalam ruang rumah sebagian besar
terjadi di perumahan yang cenderung menggunakan energi untuk memasak dengan energi
biomassa. Dalam upaya melindungi kesehatan masyarakat dari pencemar udara dalam ruang
rumah, maka diperlukan adanya peraturan perundang-undangan yang dapat memberikan
acuan dalam pengendalian pencemaran udara dalam ruang rumah.

Pengawasan dan pemantauan terhadap kualitas udara dalam ruang rumah dilaksanakan
oleh petugas kesehatan lingkungan di puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/ kota.
Pengawasan tersebut diarahkan untuk meningkatkan upaya penyehatan udara dalam ruang
rumah oleh masyarakat. Maka, langkah intervensi yang dapat dilakukan antara lain:

No Bentuk Intervensi/Tindak Lanjut Skala

Kecamatan Kab/Kota Provinsi Pusat

7
1. Penyuluhan  

2. Pengukuran Kualitas Udara  

Perbaikan faktor risiko seperti


3.  
perbaikan ventilasi

4. Pemberian stimulan   

Pengembangan Teknologi Tepat


5. Guna (Pembuatan tungku bebas   
asap, dll)

Pembuatan bahan penyuluhan


6.   
(leaflet, poster, dll)

7. Pembinaan dan pemantauan   

Pendampingan kepada
8.  
masyarakat

9. Fasilitas sarana/teknis   

10. Diseminasi informasi    

11. Perencanaan tindak lanjut    

12. Sosialisasi dan advokasi    

Peningkatan kapasitas petugas


13. dan pemangku kepentingan    
(berjenjang)

2.3 Intervensi Teknis Pada Media Tanah dan Pengelolaan Sampah

Limbah domestic, yang sangat banyak penanggulangan sampah ini yaitu dengan cara
memisahkan antara sampah organik atau sampah yang dapat atau mudah terurai oleh tanah,
dan sampah anorganik atau sampah yang akan terurai tanah tetapi membutuhkan waktu yang
sangat panjang untuk terurai oleh tanah. Sampah organik yang mudah terurai oleh tanah,
misalnya dijadikan bahan urukan, ke-mudian kita tutup dengan tanah sehingga terdapat
permukaan tanah yang dapat kita pakai lagi, dibuat kompos dan khusus kotoran hewan dapat

8
dibuat biogas dan lain-lain. Sedangkan sampah anorganik yang tidak dapat diurai oleh
mikroorganisme. Cara penanganan yang terbaik dengan mendaur ulang sampahsampah
menjadi barang-barang yang mungkin bisa dipakai.

(TPS 3R) merupakan pola pendekatan pengelolaan persampahan pada skala komunal atau
kawasan, dengan melibatkan peran aktif pemerintah dan masyarakat, melalui pendekatan
pemberdayaan masyarakat, termasuk untuk masyarakat berpenghasilan rendah dan/atau yang
tinggal di permukiman yang padat dan kumuh. Penanganan sampah dengan pendekatan
infrastruktur TPS 3R lebih menekankan kepada cara pengurangan, pemanfaatan dan
pengolahan sejak dari sumbernya pada skala komunal (area permukiman, area komersial,
area perkantoran, area pendidikan, area wisata, dan lainlain).

Penyelenggaraan TPS 3R diarahkan kepada konsep Reduce (mengurangi), Reuse


(menggunakan kembali) dan Recycle (daur ulang), yang dilakukan untuk melayani suatu
kelompok masyarakat (termasuk di kawasan masyarakat berpenghasilan rendah) yang
melayani minimalis 200 rumah atau kepala keluarga. Dalam pelaksanaannya pengelolaan
sampah merupakan rangkaian subsistem pewadahan, subsistem pengumpulan, subsistem
pengangkutan, sub sistem pengolahan, dan subsistem pemrosesan akhir, dimana infrastruktur
TPS 3R merupakan bagian dari sub sistem pengolahan (pada skala komunal, berbasis
masyarakat).

Konsep utama pengolahan sampah pada TPS 3R adalah untuk mengurangi kuantitas
dan/atau memperbaiki karakteristik sampah, yang akan diolah secara lebih lanjut di Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) sampah. TPS 3R diharapkan berperan dalam menjamin kebutuhan
lahan yang semakin kritis untuk penyediaan TPA sampah di perkotaan. Hal ini sejalan
dengan kebijakan nasional, untuk meletakkan TPA sampah pada hirarki terbawah, sehingga
meminimasi residu saja untuk diurug dalam TPA sampah. Sesuai dengan target dari
PeraturanPresiden Nomor 97 Tahun 2017 Tentang Kebijakan dan Staregi Nasional
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dan sampah Sejenis Rumah Tangga Tahun 2017-2025

Dalam sistem perkotaan, maka TPS 3R berperan sebagai infrastruktur dalam


penanganan sampah. Jumlah, kapasitas, dan keberfungsiannya harus dipastikan, karena
merupakan upaya untuk mengurangi kuantitas dan/atau karakteristik sampah yang masih
harus diproses lebih lanjut pada TPA sampah, dimana pengurangan sampah dilakukan dari
sumber sampah (wadah sampah di lokasi sumber sampah) ke wadah sampah yang ada di luar

9
sumber sampah, sebelum dikumpulkan atau diangkut melalui sistem kota/kabupaten ke TPS
3R, Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) berbasis institusi atau TPA sampah.

Dalam rangka memudahkan berbagai pihak dalam melaksanakan program pengurangan


sampah tersebut, disusunlah suatu Tata Cara Penyelenggaraan Umum Tempat Pengolahan
Sampah Reduce-ReuseRecycle (TPS 3R). Pada prinsipnya, penyelenggaraan TPS 3R
diarahkan pada konsep Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan kembali), dan Recycle
(daur ulang), dimana dilakukan upaya untuk mengurangi sampah sejak dari sumbernya pada
skala komunal atau kawasan, untuk mengurangi beban sampah yang harus diolah secara
langsung di TPA sampah. Hingga saat ini, proses pengolahan sampah yang diisyaratkan
dalam sebuah TPS 3R adalah dengan memilah sampah menjadi sampah organik dan sampah
non organik. Sampah organik diolah secara biologis, sedangkan sampah non organik didaur
ulang agar bernilai ekonomis atau dikelola melalui bank sampah, sedangkan sampah
anorganik yang merupakan residu dari TPS 3R diangkut menuju TPA sampah.

Penyelenggaraan TPS 3R haruslah ditujukan untuk mengurangi beban sampah yang


akan diolah pada TPA sampah. Produk pengolahan seperti sampah daur ulang, kompos padat,
kompos cair dan gas bio, merupakan bonus atau produk tambahan dari sebuah TPS 3R, dan
bukan merupakan tujuan utama dari TPS 3R. Kebermanfaatan TPS 3R ditentukan dari hanya
residu yang diangkut ke TPA sampah, sehingga berdampak pada semakin kecilnya
pembebasan lahan untuk TPA.

2.4 Intervensi Teknis Pada Media Pengamanan Makanan dan Minuman


a. Intervensi (sosial) : Sebaiknya dilakukan sosialisasi kepada ibu rumah tangga untuk
tersedia sarana tempat penyimpanan makanan yang aman seperti lemari, rak atau
kulkas dan harus tertutup agar tidak terkontaminasi oleh bakteri. Serta tetap
menerapkan 6 prinsip hygiene sanitasi makanan dan minuman.
b. Intervensi (teknis) : pewadahan dan penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi
disesuaikan dengan jenisnya.
c. Intervensi (administrasi) : peraturan penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi
harus memenuhi persyaratan hygiene sanitasi penyimpanan makanan yang terdapat
pada Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 715 Tahun 2003 Tentang Persyaratan
Hygiene Sanitasi Jasaboga.

10
Contoh Identifikasi Permasalahan yaitu masih banyak sekali keluarga yang belum
paham tentang pentingnya hygiene sanitasi makanan dan minuman, sehingga pada
saat pengolahan makanan dan minuman dilakukan dengan asal.
d. Intervensi (social): dilakukan penyuluhan dan praktek tentang hygiene sanitasi
pengolahan makanan dan minuman, karena dengan diterapkannya hal tersebut mampu
meningkatkan status gizi masyarakat.
e. Intervensi (teknis): mencuci tangan sebelum melakukan pengolahan makanan dan
minuman, memakai sarung tangan, harus melakukan pengolahan makanan di tempat
yang bersih dan sesuai.
f. Intervensi (administrasi): Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1096 tahun 2019
tentang Hygiene Sanitasi Jasa Boga mengenai Pengolahan Makanan harus
menggunakan APD (Apron, sarung tangan, masker, penutup kepala), tempat
pengolahan juga harus bersih dan terhindar dari gangguan vector.

2.5 Intervensi Teknis Pada Media Pengendalian Vektor Penyakit

1) Identifikasi Permasalahan yaitu terdapat binatang pengganggu di sekitar rumah


yang menyebabkan aktivitas terganggu dan dapat menimbulkan penyakit.

 Intervensi (social): sebaiknya kondisi lingkungan kedepannya yang diharapkan


terdapat pengendalian vektor dan binatang pengganggu yang dilakukan secara
rutin seperti jumantik, serta menutup semua saluran pembuangan pada saluran
pembuangan terdapat perangkap binatang pengganggu, dan dibuatkan petugas
khusus untuk memberantas vektor dan binatang pengganggu.

 Intervensi (teknis): menangkap binatang pengganggu seperti tikus dengan


menggunakan perangkap tikus.

 Intervensi (administrasi): Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 50 tahun 2017


tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan
untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit serta Pengendaliannya.

2) Identifikasi Permasalahan yaitu banyaknya warga yang tidak paham bagaimana


cara membuang dan mengelola sampah yang tepat di dalam rumah sehingga
menyebabkan vector seperti kecoa dan tikus masuk ke dalam rumah.

11
 Intervensi (social): dilakukan penyuluhan dan diberikan pengetahuan mengenai
bagaimana membuang dan mengelola sampah yang baik dan benar di dalam
rumah agar tidak mengundang vector dan penyakit.

 Intervensi (teknis): menerapkan cara pembuangan sampah yang benar dan


menutup semua akses untuk vector dan binatang pengganggu agar tidak masuk ke
dalam rumah.

 Intervensi (administrasi): ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 50


tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan
Kesehatan untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit serta Pengendaliannya
mengenai cara mengendalikan vector dan binatang pengganggu dan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No. 3 tahun 2013 tentang Penyelenggaran Prasarana
dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah
Sejenis Sampah Rumah Tangga untuk

2.6 Intervensi Sosial Penyehatan Pemukiman

Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang berfungsi sebagai tempat
tinggal atau hunia yang digunakan untuk ber-lindung dari gangguan iklim dan makhluk hidup
lainnya, serta tempat pengembangan kehidupan keluarga. Oleh karena itu keberadaan rumah
yanh schat, aman, serasi dan teratur sangat diperlukan agar fungsi dan kegunaan rumah dapat
terpenuhi dengan baik.

Rumah terdiri dari ruangan, halaman dan area sekelilingnya. Perumahan terdiri dari
rumah-rumah atau kelompok rumah baik kelompok rumah dalam satu bangunan seperti
rumah susun atau kondominium kelompok kebijakan rumah dalam satu kawasan atau
wilayah tertentu dimana lokasi kualitas surana dan prasarana kesehatan lingkungan
merupakan salah satu faktor penentu dalam terwujudnya kesehatan masyarakat di Perumahan
tersebut.

Persyaratan kesehatan perumahan yang bersifat teknis kesehatan, dilaksanakan dalam


lingkup perencanaan pembangunan, pelak sanaan, pengawasan dan pengendalian pem
bangunan rumah dan perumahan guna melindungi penghuni rumah dan atau perumahan serta
masyarakat sekitarnya dari bahaya atau gangguan kesehatan. Dalam hal ini kita perlu
memperhatikan dari berbagai aspek teknis, dan aspek sosial yang sangat berhubungan, yaitu :

1. Aspek Teknis
12
Aspek teknis sanitasi permukiman meliputi: (1) kelompok komponen rumah,
langit-langit, dinding, lantai, jendela kamar tidur, jendela kamar keluarga, dan ruang
tamu, ventilasi, sarana pembuangan asap dapur, pencahayaan; (2) kelompok sarana
sanitasi, meliputi sarana air bersih, sarana pembuangan kotoran, sarana pembuangan
air limbah, dan sarana pembuangan sampah.

2. Aspek Sosial

Aspek sosial meliputi: kelompok perilaku penghuni, yaitu perilaku membuka


jendela kamar tidur, membuka jendela ruang keluarga dan tamu, membersihkan
halaman rumah, membuang tinja bayi/anak ke kakus, dan membuang sampah pada
tempatnya

Dengan adanya berbagai aspek dan metode pengawasan dan pemantauan yang
ada maka ada suatu intervensi dengan cara pengukuran atau pemeriksaan dan jenis
alat dan fungsinya secara teknis maupun sosial, Terdiri dari :

1. Teknis

Alat yang digunakan untuk pengawasan dan pemantauan sanitasi pemukiman


secara teknis adalah alat untuk mengukur:

 Kelembaban udara

 Pencahayaan

 Debu

 Kebisingan

 Kepadatan lalat

 Tikus

 Luas ruangan,

 Ventilasi;

 Panas temperatur

 Pemeriksaan untuk air bersih

 Pemeriksaan air limbah

 Pengambilan gambar desain rumah,

13
 Pengamatan pembuangan sampah.

2. Sosial

Alat/instrumen yang digunakan adalah check list dan kuesioner untuk


mengetahui pengetahuan, perilaku dan tindakan penghuni rumah, petugas
Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dan aparat pemda setempat berkaitan
dengan sanitasi pemukiman.

Dari kesimpulan diatas adalah sebuah intervensi dari aspek sosial penyehatan
yaitu dengan instrumen – instrumen yang ada dan dengan acuan keputusan peraturan
menteri kesehatan yang dimana akan terlihat seorang kesehatan lingkungan harus
melakukan aspek teknis dengan pengukuran yang dimana Ruang lingkup sanitasi
pemukiman adalah meliputi; penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia,
pembuangan sampah, penyehatan udara, pencahayaan, ventilasi, kebisingan,
konstruksi, pemberantasan vector penyakit, sarana dan prasarana lingkungan.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang berfungsi sebagai tempat
tinggal atau hunia yang digunakan untuk ber-lindung dari gangguan iklim dan makhluk hidup
lainnya, serta tempat pengembangan kehidupan keluarga. Oleh karena itu keberadaan rumah
yanh schat, aman, serasi dan teratur sangat diperlukan agar fungsi dan kegunaan rumah dapat
terpenuhi dengan baik. intervensi dari aspek sosial penyehatan yaitu dengan instrumen–
instrumen yang ada dan dengan acuan keputusan peraturan menteri kesehatan yang dimana
akan terlihat seorang kesehatan lingkungan harus melakukan aspek teknis dengan pengukuran
yang dimana Ruang lingkup sanitasi pemukiman adalah meliputi; penyediaan air bersih,
pembuangan kotoran manusia, pembuangan sampah, penyehatan udara, pencahayaan,
ventilasi, kebisingan, konstruksi, pemberantasan vector penyakit, sarana dan prasarana
lingkungan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Pemerintah Repulik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan


Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1077/MENKES/Per/V/2011 tentang


Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor


P.14/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2020 tentang Indeks Standar Pencemaran Udara.

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1096 tahun 2019 tentang Hygiene Sanitasi Jasa Boga.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 829/MENKES/SK/VII/1999


Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan

Sujono. 2015. Sanitasi Permukiman. Jurusan Kesehatan Lingkungan, Politeknik Kesehatan


Kementerian Kesehatan. Jakarta.

Wardana, W.A, 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan, Andi Offset Yogyakarta, Jakarta

16

Anda mungkin juga menyukai