Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PENGOLAHAN LIMBAH CAIR - B

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH DI INDUSTRI KULIT BTIK – LIK MAGETAN

Dosen Pembimbing :

Dr. Iva Rustanti EW, MT.


Ferry Kriswandana, SST., MT.

Disusun Oleh :

1. Mohammad Ilham R. P27833316005


2. Suliha P27833316014
3. Cycy Meistria L. P27833316015
4. Dewi Agustin P27833316016
5. Mufiadzatul A P27833316017

PROGRAM STUDI D4 KESEHATAN LINGKUNGAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA

Jl. Menur No. 118A Surabaya

TAHUN AKADEMIK 2018/2019

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surabaya Page i


Jl. Menur No. 118 A Surabaya
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nyakepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Pengolahan
Limbah Cair-B dengan judul “Sistem Pengolahan Limbah Cair di Industri Kulit BTIK-
LIK Magetan Jawa Timur ”

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai
pihak yang dapat memperlancar pembuatan makalah ini, untuk itu kami mengucapkan
terimakasih kepada pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas
dari semua itu, kami menyadari masih banyak kekurangan dari banyak aspek makalah ini.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca sekalian, sehingga
kami dapat membuat makalah ini menjadi lebih baik.

Demikian kami selaku penulis berharap semoga makalah yang membahas mengenai “Sistem
Pengolahan Limbah Cair di Industri Kulit BTIK – LIK Magetan Jawa Timur” ini dapat
bermanfaat, khususnya bagi para pembaca sekalian.

Surabaya, 18 Februari 2019

Penyusun

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surabaya Page ii


Jl. Menur No. 118 A Surabaya
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i


KATA PENGANTAR....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan.................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Limbah Padat Pada Industri Kulit............................................................................ 4
2.2 Karakteristik Umum Limbah Cair Pada Industri Kulit............................................ 5
2.3 Baku Mutu Limbah Cair.......................................................................................... 9
2.4 Bahan dan Zat Aditif................................................................................................ 10
2.5 Proses Pengolahan Limbah Cair di BTIK – LIK Magetan...................................... 11

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 15
3.2 Saran ....................................................................................................................... 15

LAMPIRAN I..................................................................................................................... 16
LAMPIRAN II................................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 18

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surabaya Page iii


Jl. Menur No. 118 A Surabaya
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Meningkatnya kegiatan industri di Indonesia memiliki dampak positif bagi
perekonomian Indonesia, namun disamping itu limbah yang ditimbulkan terutama
limbah cair yang mengandung logam berat dapat memberikan dampak negatif bagi
manusia dan lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Salah satu industri yang
menimbulkan limbah cair logam berat adalah industri penyamakan kulit (Dojlido, 1993
dalam Anistia Nia, Salimin, 2012).
Industri penyamakan kulit merupakan industri yang menggunakan bahan kimia dan
air dalam jumlah besar. Proses penyamakan kulit dimulai dari proses soaking, liming,
deliming, batting, pickling, tanning, shaving, fat liquoring, dan finishing. Pada proses
operasionalnya, industri penyamakan kulit ini menghasilkan limbah cair, limbah padat,
dan limbah gas. Dari ketiga limbah tersebut, limbah cair merupakan limbah yang paling
banyak dihasilkan (Murti dkk, 2013 dalam Prahutama Pradika, Suryo Yayok. Tanpa
Tahun).
Proses penyamakan kulit merupakan proses pengawetan terhadap kulit binatang
dengan menggunakan berbagai bahan kimia sebagai pembantu proses. Limbah yang
ditimbulkan sebagian besar merupakan limbah cair yang mengandung logam berat
khrom (Cr) (Giacinta Maria, Salimin Zainus, Tanpa tahun). Proses ini melalui proses
pengolahan kulit mentah dengan garam, asam dan kemudian disamak dengan krom.
Menurut Joko (2003), krom (Cr) dalam limbah cair industri penyamakan kulit berasal
dari proses produksi penyamakan kulit, dimana dalam penyamakan kulit yang
menggunakan senyawa kromium sulfat antara 60-70% dalam bentuk larutan kromium
sulfat tidak semuanya dapat terserap oleh kulit pada saat proses penyamakan sehingga
sisanya dikeluarkan dalam bentuk cairan sebagai limbah cair.
Industri penyamakan kulit dapat menggunakan bahan penyamak sintetis dan nabati.
Bahan penyamak sintetis umumnya menggunakan proses chrome tanning. Penggunaan
bahan penyamak ini menghasilkan limbah cair yang mengandung krom bervalensi 3+
(trivalen) dan khrom heksavalen (Cr6+) yang sangat beracun. Limbah khrom heksavalen
(Cr6+) bersifat lebih toksik daripada khrom trivalen (Cr3+). Khrom sangat berbahaya
bagi kesehatan manusia, karena dapat menyebabkan berbagai macam penyakit, di luar
tubuh dapat menyebabkan iritasi kulit dan mata, dan di dalam tubuh dapat menyebabkan

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surabaya Page 1


Jl. Menur No. 118 A Surabaya
gangguan saluran pencernaan. (Musa et al., 2010; Tegtmeyer dan Kleban, 2013 dalam
Yeni Gustri, dkk. 2016).
Bahan penyamak nabati disebut bahan penyamak non mineral, dihasilkan dari bahan
alam yang tidak mencemari lingkungan (Suparno et al., 2008; Musa et al., 2010). Bahan
penyamak nabati biasanya menggunakan kulit kayu akasia dan bakau. Pengambilan kulit
aksia dan bakau secara terus menerus dapat mengganggu pertumbuhan pohon dan dapat
mengakibatkan kematian pohon tersebut (Yeni Gustri, dkk. 2016). Penyamakan nabati
umumnya dilakukan pada pH rendah. Namun demikian tidak tertutup kemungkinan
untuk disamak pada pH tinggi.
Pengolahan limbah cair industri kulit meliputi pengolahan primer, pengolahan
sekunder, dan pengolahan tersier. Hasil pengolahan dari pengolahan primer dan
pengolahan sekunder dapat menurunkan beberapa parameter limbah penyamakan kulit
seperti BOD, COD, TSS, pH, sulfida, minyak lemak, dan kadar krom total sedangkan
kadar amonia dalam limbah cair yang telah terolah masih tinggi meskipun telah melalui
kedua proses pengolahan tersebut (Murti dkk, 2013 dalam Prahutama Pradika dkk, tanpa
tahun).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan dari latar belakang diatas maka didapat rumusan masalah sebagai
berikut yaitu :
1. Bahan apa saja yang digunakan dalam proses penyamakan kulit ?
2. Zat apa saja yang digunakan dalam proses penyamakan kulit ?
3. Bagaimana proses penyamakan kulit ?
4. Kandungan apa saja yang terdapat dalam limbah cair dalam proses penyamakan
kulit ?
5. Kandungan apa saja yang terdapat dalam limbah padat dalam proses penyamakan
kulit ?

1.3 Tujuan
Berdasarkan dari rumusan masalah diatas, maka dapat diketahui beberapa tujuan
sebagai berikut :
1. Mahasiswa dapat mengetahu bahan yang digunakan dalam proses penyamakan kulit.
2. Mahasiswa dapat mengetahui zat yang digunakan dalam proses penyamakan kulit.
3. Mahasiswa dapat mengetahui proses penyamakan kulit.
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surabaya Page 2
Jl. Menur No. 118 A Surabaya
4. Mahasiswa dapat mengetahui kandungan yang terdapat dalam limbah cair dalam
proses penyamakan kulit.
5. Mahasiswa dapat mengetahui kandungan yang terdapat dalam limbah padat dalam
proses penyamakan kulit.

1.4 Manfaat
Berdasarkan dari tujuan diatas maka adapun manfaatnya yaitu mahasiswa dapat
mengetahui proses pengolahan limbah cair dari pada penyamakan kulit.

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surabaya Page 3


Jl. Menur No. 118 A Surabaya
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah Padat Pada Industri Kulit

Industri penyamakan kulit merupakan industri yang sangat potensial menghasilkan


limbah yang mengganggu lingkungan. Penyamakan kulit bertujuan untuk mengubah
kulit mentah yang mudah rusak oleh aktivitas mikroorganisme menggunakan bahan
kimia, atau karena keadaan fisik menjadi kulit samak yang lebih tahan terhadap pengaruh
organisme. Limbah yang dihasilkan berupa limbah padat, cair, dan gas yang apabila
tidak ditangani dengan baik, maka akan mencemari lingkungan di sekitarnya.Limbah
tersebut terutama berasal dari proses pengerjaan basah (Beam house process) dan proses
penyamakan,sedangkan bahan pencemar berbahaya berasal dari kromium yang
dihasilkan dari proses penyamakan krom.

Pada pembuatan kulit jadi dengan bahan baku 1 ton kulit mentah awet garam
akan dihasilkan limbah sebesar 600 – 800 kg yang terdiri atas potongan-potongan kecil
kulit dan dari proses buffing yang berupa debu, split wet blue, bulu, sisa trimming,
fleshing, shaving dan lumpur. Jumlah limbah padat shaving dan buffing mencapai 10%
dari 1 ton kulit yang diproses, biasanya sebesar 70 – 230 kg yang dihasilkan. Lalu
menghasilkan sebanyak 120 kg trimming kulit mentah, 115 kg split wet blue, 100 kg
trimming + shaving wet blue, 2 kg debu buffing, dan 250 kg lumpur (Sunaryo &
Sutyasmi, 2011).

Limbah shaving adalah limbah padat kulit tersamak yang mempunyai volume relatif
besar, ringan, tidak mudah rusak oleh perlakuan fisik dan kimia serta tidak mudah
terdegradasi oleh mikrobia (Sutyasmi, 2010). Limbah shaving memiliki komposisi kimia
yang meliputi 25.42% air, 11.29% , abu, 5.42% Cr2O3 dan 3.21% lemak (Sangeeth et al,
2009). Kandungan krom pada limbah shaving dan buffing dapat mencapai 6000-7000
ppm. Hal tersebut dikarenakan penggantian samak nabati menjadi samak krom dengan
jumlah yang sangat tinggi. Peningkatan jumlah kapasitas produksi yang meningkat turut
andil dalam meningkatnya jumlah pencemaran akibat industri penyamakan.
Limbah shaving yang dimanfaatkan oleh industri hanya sebagian kecil saja dari total
volume produksi, dan sebagian besar limbah shaving samak krom yang dihasilkan
seharusnya dibuang ke landfill karena mengandung krom. Namun demikian dalam
kenyataannya limbah shaving tersebut hanya dibuang bersama-sama sampah ke TPA

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surabaya Page 4


Jl. Menur No. 118 A Surabaya
(Tempat Pembuangan Akhir) sebagai limbah kulit tersamak. Pembuangan limbah ini ke
landfill memerlukan biaya mahal, dan dikawatirkan krom dan dikawatirkan krom dalam
lindi akan teroksidasi menjadi krom valensi 6 (Cr 6+) yang mencemari lingkungan,
sehingga perlu dipikirkan pemanfaatannya (Okoh et al., 2012). Penelitian tentang
penanganan limbah shaving telah dilakukan dengan cara pembakaran (Famielec &
Wieczorek-Ciurowa, 2011; Marcilio et al, 2010). Abu yang diperoleh mengandung krom
oksida, yang bisa diambil dan digunakan ulang untuk proses penyamakan. Metode lain
yang dapat di gunakan untuk memisahkan krom dan protein kolagen dalam limbah
shaving yaitu dengan termohidrolisis, hidrolisis asam, hidrolisis alkali dan hidrolisis
enzimatis. Upaya penanganan zat krom yang berbahaya adalah dengan cara proses
pemisahan senyawa krom dengan methode enzimatis limbah kulit samak krom berhasil
mereduksi senyawa krom sebesar 99,62%. Senyawa krom hasil pemisahan digunakan
untuk menyamak, sedangkan protein kolagen yang bebas krom selanjutnya dibuat gelatin
untuk pembuatan film, pelapis kertas dll. (Belay, 2010).
Sutyasmi (2010) menyatakan bahwa hidrolisis secara kimia yang diikuti dengan
perlakuan mekanis sederhana atau pemisahan secara pengendapan terhadap krom untuk
daur ulang merupakan cara pendahuluan untuk daur ulang limbah shaving samak krom,
karena proses ini dapat dilaksanakan di industri penyamakan kulit. Pengetahuan
mengenai recovery krom dan recycling limbah cair dapat di aplikasikan dalam recovery
krom dari limbah padat. Limbah pertama kali di uji cobakan untuk mendapatkan protein
sebanyak-banyaknya, dan diikuti perlakuan kimia untuk pemurnian serbuk krom untuk
keperluan daur ulang penyamakan kulit (Ferreira et al., 2010; Pati et al., 2014)

2.2 Karakteristik Umum Limbah Cair Industri Kulit


Suatu industri penyamakan kulit umumnya menghasilkan limbah cair yang memiliki 9
(sembilan) kelompok pencemar yaitu :
1. Patogen
2. Organik terurai
3. Organik sulit terurai
4. Sedimen
5. Koloid
6. Senyawa terapung
7. Logam berat
8. Anorganik terlarut

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surabaya Page 5


Jl. Menur No. 118 A Surabaya
9. Asam-basa (Qipta Galang Kualita, 1999).

Secara umum limbah cair penyamakan kulit mempunyai ciri-ciri :


1. Debit efluen (limbah buangan) yang tidak teratur.
2. Warna biru kehijauan dan bahan pengawet Krom.
Krom berada dalam valensi III (trivalen), akan tetapi kemungkinan untuk berubah
menjadi Krom bervalensi VI (heksavalen) yang sangat toksis karena bersifat
karsinogenik, tetap ada, jika bertemu dengan oksidator yang sesuai (Iswahyuni, 1997
dalam Hatibi,1998).
3. Kadang-kadang berbusa
4. Kandungan sulfida yang tinggi.
Kandungan sulfide yang tinggi tersebut dapat berakibat terbentuknya gas H2S yang
jika dalam konsentrasi yang tinggi dan bereaksi dengan air membentuk asam sulfat,
dapat merusak konstruksi bangunan beton karena bersifat korosif (Boyle, 1996 dalam
Hatibi, 1998).
5. Kandungan padatan tersuspensi (suspended solids) yang tinggi.
6. Kandungan bahan organik yang tinggi
7. pH sangat bervariasi (3 - 12)
8. Mudah busuk atau septik (Depperin Kab. Garut, 1998).

Dilihat dari asal bahan pencemar, maka sumber dan sifat air limbah industri
penyamakan kulit dapat dibedakan per tahapan proses sebagai berikut (Bapedal, 1996) :

1. Perendaman (Soaking)
Air limbah soaking mengandung sisa daging, darah, bulu, garam, mineral, debu
dan kotoran lain, atau bahkan bakteri anthrax (IS: 5183 - 1977); Committee on
Treatment of Tannery Effluents (CTTE) 1979). Selanjutnya dikatakan bahwa cair
berbau busuk, kotor, dengan kangungan suspended solid 0.05 – 0.1 %. Menurut
ESCAP 1982, volume limbah soaking berkisar antara 2.5 - 4 1/kg kulit ; pH 7.5 - 8;
total solid 8.000 - 28.000 mg/l; supended solid : 2.500 - 400 mg/l. Selain itu UNEP
1991 menambahkan bahwa air limbah soaking akan juga mengandung garam dan
bahan organik lain yang akan mempengaruhi BOD, COD, SS.
2. Buang bulu dan pengapuran (Unhairing dan liming)
Air limbah pengapuran berwarna putih kehijauan dan kotor, berbau menyengat; pH
9 - 10; mengandung calsium, natrium sulfida, albumin, bulu, sisa daging dan lemak;

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surabaya Page 6


Jl. Menur No. 118 A Surabaya
suspended solid 3.6 % (Koziorowski dan Kucharski 1972). Menurut CTTE 1979,
ESCAP 1982, dan IS : 5183 - 1977, air limbah unhairing dan liming mengandung
total solid 16.000-45.000 mg/l; pH 10 - 12.5. UNEP 1991, menjelaskan bahwa limbah
unhairing dan liming akan berpengaruh terhadap air, tanah dan udara. Pengaruh
terhadap air terutama pada BOD, COD SS, alkalinitas, sulphida N-organik dan N-
amonia. Adanya gas H,S akan menyebabkan terjadinya pencemaran udara.
3. Air limbah buang kapur (deliming)
Air limbah dari proses deliming mempunyai beban polutan yang lebih kecil
dibanding dengan unhairing dan liming. Menurut CTTE 1979, ESCAP 1982, IS :
5183 - 1977, air limbah ini mempunyai volume 700 – 800 l/ton kulit mentah; pH 3 -
9; total solid 1.200 - 12.000 mg/l; suspended solid 200 -1.200 mg/l dan BOD 1.000 -
2.000 mg/l. UNEP 1991 menambahkan bahwa air limbah ini akan menyebabkan
pencemaran air berupa BOD, COD, DS dan N-amonia. Kemudian adanya amonia
akan menimbulkan pencemaran udara.
4. Air Limbah Pengikisan Protein (Degreasing)
Akan menyebabkan pencemaran air yang akan ditujukan dengan tingginya nilai
COD, BOD, DS dan lemak (UNEP 1991).
5. Air Limbah Pikel (Pickling) dan Krom (Tanning)
Air limbah dari proses ini akan mengandung bahan protein, sisa garam, sejumlah
kecil mineral, dan chrome valensi 3 yang apabila tercampur dengan alkali akan
terbentuk chrome hidroksida; pH 3.5 - 4; suspended solid 0.01 - 0.02 % (Koziowroski
dan Kurcharski 1972). Sedangkan CTTE 1979, ESCAP 1982, DAN IS : 5183 - 1977,
membedakan antara air limbah pikel dengan penyamakan chrome sebagai berikut :
a. Air limbah pikel : volume 2 – 3 l/kg kulit; pH 2.9 – 4; total solid 16.000 -45.000
mg/l; suspended solid 600 - 1.000 mg/l dan BOD 800 - 2.200 mg/l.
b. Air limbah samak chrome : volume 4 -5 l/kg; pH 2.6 – 3.2; total solid 2.400 -
12.000 mg/l; suspended solid 300 - 1.000 mg/l dan BOD 800 - 1.200 mg/l.
c. Selain yang sudah disebut diatas UNEP juga menambahkan bahwa air limbah pikel
dan chrome akan menimbulkan pencemaran air berupa BOD, COD, SS, DS, asam,
garam, krom, sisa samak nabati.
6. Air Limbah Gabungan Termasuk Pencucian
Air limbah ini oleh IS (5183 - 1977) maupun ESCAP 1982, dijelaskan mempunyai
volume 30-35 l/kg; pH 7.5 – 10; total solid 10.000 - 2.500 mg/l; suspended solid
1.250 - 6.000 mg/l dan BOD 2.000 – 3.000 mg/l. Berikut ini adalah tabel rangkuman
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surabaya Page 7
Jl. Menur No. 118 A Surabaya
sifat dan karakteristik air limbah industri penyamakan kulit menurut jenis tahapan
prosesnya (Deperin Kab. Garut 1998).

Tabel 1. Sifat dan Karakteristik Air Limbah Industri Penyamakan Kulit Menurut Jenis
Tahapan Prosesnya

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surabaya Page 8


Jl. Menur No. 118 A Surabaya
Sumber : Departemen Perindustrian Kab. Garut, 1998.

2.3 Baku Mutu Limbah Cair


Dampak yang ditimbulkan oleh industri penyamakan kulit hususnya pada unit proses
penyamakan kulit yang berupa limbah cair krom, maka pihak industri diharuskan untuk
mengolah limbahnya terlebih dahulu sebelum dibuang kelingkungan. Kenyataan ini
mendorong pihak industri memilih cara pengolahan yang murahdan efektif, yaitu
pengolahan tersebut tidak memerlukan tempat atau lokasi yang luas jugadiharapkan akan
mendapatkan kualitas limbah krom yang memenuhi syarat. Sesuai dengan baku mutu
yang digunakan pada perancangan pengembangan instalasi pengolahan air limbah
industri kulit ini adalah baku mutu yang di buat oleh Kementerian Lingkungan Hidup,
yaitu Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51/MENLH/10/1995
Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri, batas maksimal krom total (Cr)
yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan adalah 2,0 mg/l. Selain itu terdapat pula
parameter-parameter yang lain, yaitu dapat diihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 2. Baku Mutu Limbah Cair

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surabaya Page 9


Jl. Menur No. 118 A Surabaya
2.4 Bahan dan Zat Aditif

Bahan dan zat aditif yang ditambahkan pada proses industri penyamakan kulit
terdapat pada gambar Diagram Proses Pengolahan Industri Kulit sebagai berikut :

Gambar 1. Diagram Alir Proses Industri Penyamakan Kulit

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surabaya Page 10


Jl. Menur No. 118 A Surabaya
Namun, selain bahan-bahan yang ada pada diagram alir tersebut, juga ada
penggunaan air dalam proses penyamakan kulit yaitu :
1. Air sadah untuk penyamakan mempunyai kesadahan maksimum 10 derajat Jerman.
Air untuk proses penyamakan untuk mempunyai kesadahan tinggi (lebih 10 derajat
Jerman) akan menghambat proses penyamakan dan menyebabkan rusaknya kulit
2. Air untuk proses penyamakan kulit disyaratkan mengandung garam besi maksimum
0.1 mg/liter.
3. Air untuk keperluan proses (soaking–finishing, pencucian– pembersihan, dll
4. Air untuk keperluan energi generator, IPAL dan sanitari

2.5 Proses Pengolahan Limbah Cair di BTIK-LIK Magetan


Proses pengolahan limbah industri kulit di BTIK-LIK Magetan menggunakan
proses fisika-kimia dan biologi. Tahap pertama pengolahan dengan menggunakan
proses fisika untuk menyaring kotoran yang berukuran besar, kemudian dilakukan
dengan penyaringan untuk kotoran yang berukuran kecil, kemudian di lakukan
penstabilan konsentrasi di bak equalisasi. Setelah proses fisika dilanjutkan dengan
proses kimia-fisika (netrasilasi, koagulasi-flokulasi, sedimentasi), kemudian dilanjutkan
dengan proses biologi dengan sistem lumpur aktif. Berikut ini terdapat bagan diagram
alir proses pengolahan limbah cair di BTIK-LIK Magetan :

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surabaya Page 11


Jl. Menur No. 118 A Surabaya
Air limbah yang dihasilkan

Proses Penyaringan /Screening

Pengolahan
Proses penstabilan air imbah di secara fisika
bak equalisasi

Proses Koagulasi dan Flokulasi

Pengolahan secara
kimia
Proses Bak Sedimentasi I
(Bak Pengendap Awal)

Proses Bak Penampungan

Proses Aerasi

Proses Bak Sedimentasi II Pengolahan secara


Buangan lumpur (Bak Pengendap Akhir) biologi

Proses Pengolahan Lumpur

Gambar 2. Diagram Alir Proses Pengolahan Limbah


Cair Industri Kuit

Penjelasan :
1. Proses Screening
Proses screening mempunyai tujuan yaitu untuk menyaring atau menghilangkan
sampah/benda padat yang besar, agar proses pengolahan selanjutnya dapat lebih
mudah. Dengan hilangnya sampah-sampah padat besar misalnya kulit yang masih
terbawa, sehingga tidak terdapat bahan atau benda-benda yang dapat membahayakan
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surabaya Page 12
Jl. Menur No. 118 A Surabaya
atau merusak pompa limbah cair. Jadi proses screening melindungi pompa dan
peralatan lainnya. Perangkat pemroses penyaringan kasar yang biasa digunakan
dikenal pula dengan sebutan bar screen atau bar racks. Alat ini biasanya diletakkan
pada intake bak penampung limbah cair untuk mencegah masuknya material besar
seperti kayu atau daun-daunan.
2. Bak Equalisasi
Baik ini berfungsi untuk menstabilkan aliran limbah yang akan diproses secara fisika
– kimia yang kemudian dilanjutkan dengan proses biologi. Hal ini dilakukan untuk
menjaga agar kondisi IPAL pengolahan limbah penyamakan kulit tetap stabil dan
tidak terjadi over loading yang dapat mengganggu proses kimia maupun proses
biologi.
3. Proses Koagulasi dan Flokulasi
Setelah melalui proses di bak equalisasi, maka air limbah hasil industry kulit akan
masuk ke dalam proses koagulasi dan flokulasi. Pada proses ini terjadi pengolahan
secara kimia, karena terdapat penambahan zat kimia koagulan untuk proses koagulasi
dan flokulasi. Koagulasi adalah proses destabilisasi koloid dengan penambahan
senyawa kimia yang disebut zat koagulan. Flokulasi adalah proses penggumpalan
(agglomeration) dari koloid yang tidak stabil menjadi gumpalan partikel halus (mikro-
flok), dan selanjutnya menjadi gumpalan patikel yang lebih besar dan dapat
diendapkan dengan cepat. Dengan demikian partikel-partikel koloid yang pada
awalnya sukar dipisahkan dari air, setelah proses koagulasi akan menjadi kumpulan
partikel yang lebih besar sehingga mudah dipisahkan dengan cara sedimentasi, filtrasi
atau proses pemisahan lainnya yang lebih mudah.
4. Proses Sedimentasi
Sedimentasi adalah suatu unit operasi untuk menghilangkan materi tersuspensi atau
flok kimia secara gravitasi. Proses sedimentasi pada pengolahan air limbah umumnya
untuk menghilangkan padatan tersuspensi sebelum dilakukan proses pengolahan
selanjutnya. Gumpalan padatan yang terbentuk pada proses koagulasi masih
berukuran kecil. Gumpalan-gumpalan kecil ini akan terus saling bergabung menjadi
gumpalan yang lebih besar dalam proses flokulasi. Dengan terbentuknya gumpalan-
gumpalan besar, maka beratnya akan bertambah, sehingga karena gaya beratnya
gumpalan-gumpalan tersebut akan bergerak ke bawah dan mengendap pada bagian
dasar tangki sedimentasi

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surabaya Page 13


Jl. Menur No. 118 A Surabaya
5. Proses Bak Penampungan
Air limbah yang berasal dari tangki pengendapan pertama atau sedimentasi I dimana
air limbah tersebut telah melalui proses kimia, kemudian ditampung ke dalam bak
penampungan air limbah. Bak penampungan ini berfungsi sebagai bak pengatur debit
air limbah yang akan diproses secara biologi yang kemudian, air limbah dari bak
penampung akan di pompa ke bak bak aerasi lumpur aktif.
6. Proses Aerasi
Di dalam bak aerasi ini air limbah dihembus dengan udara sehingga mikro organisme
yang ada akan menguraikan zat organic yang ada dalam air limbah. Energi yang
didapatkan dari hasil penguraian zat organik tersebut digunakan oleh mikrorganisme
untuk proses pertumbuhannya. Dengan demikian didalam bak aerasi tersebut akan
tumbuh dan berkembang biomasa dalam jumlah yang besar. Biomasa atau
mikroorganisme inilah yang akan menguraikan senyawa polutan yang ada di dalam
air limbah.
7. Proses Pengendapan/ Sedimentasi II
Air limbah yang dari bak aerasi, kemudian dialirkan ke bak pengendap akhir. Di
dalam bak ini, terdapat lumpur aktif yang mengandung massa mikroorganisme
diendapkan dan dipompa kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi
lumpur. Air limpasan (over flow) dari bak pengendap akhir ini merupakan hasil
olahannya.
8. Proses Pengolahan Lumpur
Lumpur yang dihasilkan dari proses sedimentasi diolah lebih lanjut untuk mengurangi
sebanyak mungkin air yang masih terkandung didalamnya. Proses pengolahan lumpur
yang bertujuan mengurangi kadar air tersebut sering disebut dengan pengeringan
lumpur. Ada empat cara proses pengurangan kadar air, yaitu secara alamiah, dengan
tekanan (pengepresan), dengan gaya sentrifugal dan dengan pemanasan. Pengeringan
secara alamiah dilakukan dengan mengalirkan atau memompa lumpur endapan ke
sebuah kolam pengering (drying bed) yang mempunyai luas permukaan yang besar
dengan kedalaman sekitar 1 atau 2 meter. Proses pengeringan berjalan dengan
alamiah, yaitu dengan panas matahari dan angin yang bergerak di atas kolam
pengering lumpur tersebut.

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surabaya Page 14


Jl. Menur No. 118 A Surabaya
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Industri penyamakan kulit merupakan industri yang sangat potensial menghasilkan
limbah yang mengganggu lingkungan. Penyamakan kulit bertujuan untuk mengubah
kulit mentah yang mudah rusak oleh aktivitas mikroorganisme menggunakan bahan
kimia, atau karena keadaan fisik menjadi kulit samak yang lebih tahan terhadap pengaruh
organisme. Limbah yang dihasilkan berupa limbah padat, cair, dan gas yang apabila
tidak ditangani dengan baik, maka akan mencemari lingkungan di sekitarnya.Limbah
tersebut terutama berasal dari proses pengerjaan basah (Beam house process) dan proses
penyamakan,sedangkan bahan pencemar berbahaya berasal dari kromium yang
dihasilkan dari proses penyamakan krom.

Suatu industri penyamakan kulit umumnya menghasilkan limbah cair yang memiliki
9 (sembilan) kelompok pencemar yaitu patogen, organik terurai, organik sulit terurai,
sedimen, koloid, senyawa terapung, logam berat, anorganik terlarut, asam-basa. Dilihat
dari asal bahan pencemar, maka sumber dan sifat air limbah industri penyamakan kulit
dapat dibedakan per tahapan proses sebagai berikut perendaman (soaking), buang bulu
dan pengapuran (unhairing dan liming), air limbah buang kapur (deliming), air limbah
pengikisan protein (degreasing), air limbah pikel (pickling) dan krom (tannin), air
limbah gabungan termasuk pencucian

3.2 Saran
Pengolahan limbah padat dan limbah cair pada industri penyamakan kulit dilakukan
sedemikian efektif dengan pengolahan secara aerobik dan anaerobik untuk
menghilangkan dan mengurangi senyawa krom yang membahayakan bagi keshehatan.
Selain itu dapat menggunakan metode lain untuk mengolah limbah dari industri
penyamakan kulit yang lebih efektif dan efisien sehingga diperlukan penelitian lanjutan.

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surabaya Page 15


Jl. Menur No. 118 A Surabaya
Lampiran 1

Lay Out IPAL di BTIK-LIK Mageta

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surabaya Page 16


Jl. Menur No. 118 A Surabaya
Lampiran II

Dokumentasi IPAL BTIK Magetan

Drum Screen pada IPAL BTIK Magetan Bak equalisasi di IPAL BTIK Magetan

Fasilitas Netralisasi, Koagulasi-Flokulasi di Bak Sedimentasi di IPAL BTIK Magetan


IPAL BTIK Magetan

Tangki Lumpur Aktif di Bak Pengering Lumpur


IPAL BTIK Magetan di IPAL BTIK Magetan

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surabaya Page 17


Jl. Menur No. 118 A Surabaya
DAFTAR PUSTAKA

Anisti Nia Rahmahida, Salimin Zainus, Junaidi. 2012. Proses Pengolahan Logam Berat
Khrom Pada Limbah Cair Penyamakan Kulit Dengan Eps Terimobilisasi. Semarang :
Universitas Diponegoro

Ardinal, Kasim Anwar, dan Mutiar Sri. 2013. Karakteristik Penyamakan Kulit Menggunakan
Gambir Pada Ph 4 Dan 8. Universitas Andalas

Belay, A. A. (2010). Impacts of chromium from tannery efluent and evaluation of alternative
treatment options. Journal of Environmental Protection, 1, 53-58

Ferreira, M. J., Almeida, M. F., Pinho, S. C. & Santos, I. C. (2010). Finished leather waste
chromium acid extraction and anaerobic biodegradation of the products. Waste
Management, 30(6), 1091-1100

Giacinta Maria AS. Salimin Zainus dan Junaidi, tanpa tahun. Pengolahan Logam Berat
Khrom (Cr) Pada Limbah Cair Industri Penyamakan Kulit Dengan Proses Koagulasi
Flokulasi Dan Presipitasi.

Okoh, S., Okunade, I. O., Adeyemo, D. J., Ahmed, Y. A., Audu, A. A., & Amali, E. (2012).
Residual chromium in leather by instrumental neutron activation analysis. American
Journal of Applied Sciences, 9(3), 327-330

Prahutama Pradika, Suryo Yayok Purnomo, tanpa tahun. Pengolahan Limbah Cair Industri
Penyamakan Kulit Dengan Adsorpsi Abu Terbang Bagas. Jawa Timur : Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Purnomo Sigit H. 2009. Variasi Konsentrasi dan Jenis Pelarut dalam Proses Hidrolisis
Limbah Padat (Shaving) Sisa Penyamakan Kulit. Yogyakarta.Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Sunan Kalijaga diakses dari
http://digilib.uin-suka.ac.id/3832/1/BAB%20I%2CV%2C%20DAFTAR
%20PUSTAKA.pdf pada hari senin 18 Februari 2019 pukul 20.00 WIB

Sangeeth, M. G., Saravanakumar, M. P., & Porchelvan, P. (2009). Pollution potential of


chrome shaving generated in tanning process. Journal of Applied Sciences in
Environmental Sanitation, 11, 11-15

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surabaya Page 18


Jl. Menur No. 118 A Surabaya
Supraptiningsih. 2012. Pemanfaatan Limbah Padat Industri Penyamakan Kulit (Shavinng)
Untuk Papan Partikel Polyvinyl Chlorida.Yogyakarta. Balai Besar Kulit, Karet dan
Plastik Yogyakarta. Diakses dari http://ejournal.kemenperin.go.id/mkkp/
article/download/204/178 pada hari senin 18 Februari 2019 pukul 20.00 WIB

Sutyasmi, Sri dan Supraptiningsih. 2014. Pemanfaatan Kembali Krom Limbah Shaving
Untuk Penyamakan Kulit. Yogyakarta : Balai Besar Kulit, Karet, dan Plastik.

Sutyasmi, S. (2010). Pemisahan protein dalam limbah shaving industri penyamakan kulit.
Dalam Prosiding Workshop Nasional Karya Tulis Ilmiah Jurnal Riset Industri. Bandung,
Indonesia: BPKIMI.

Sunaryo, I., & Sutyasmi, S. (2011). Manfaat limbah padat industri penyamakan kulit dan
pengelolaannya. Dalam Prosiding Workshop Penelitian dan Pengembangan Kulit, Karet
dan Plastik. Yogyakarta, Indonesia: BBKKP.

Yeni Gustri, Syafruddin Dindin , Kasim Anwar, dan Amos. 2016. Pengujian Kemampuan
Daya Samak Cube Black Dan Limbah Cair Gambir Terhadap Mutu Kulit Tersamak.
Jurnal Litbang Industri Vol. 6 No. 1, Juni 2016: 73-82

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surabaya Page 19


Jl. Menur No. 118 A Surabaya

Anda mungkin juga menyukai