Anda di halaman 1dari 35

Perjanjian No.

: III/LPPM/2019-01/21-P

PROSES PENGOLAHAN LIMBAH LOGAM

DENGAN METODE BIOSORPSI ALGA HIJAU

Disusun Oleh:
Anastasia Prima Kristijarti, S.Si., M.T.
Ir. Y.I.P. Arry Miryanti, M.Si.
Kevin Cleary Wanta, S.T., M.Eng.
Catherine

Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat


Universitas Katolik Parahyangan
2019
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................ 1


DAFTAR ISI..................................................................................................................... 2
ABSTRAK ........................................................................................................................ 4
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................................... 5
1.1. Latar Belakang .................................................................................................... 5
1.2. Urgensi dan Rencana Temuan/Inovasi Penelitian .............................................. 6
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................................ 8
1.4. Target Luaran...................................................................................................... 8
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 9
2.1. Biosorpsi ............................................................................................................. 9
2.2. Mikroalga sebagai agen Biosorpsi ...................................................................... 11
2.3. Pertumbuhan Mikroalga. ................................................................................... 12
2.4. Mekanisme Biosorpsi menggunakan Mikroalga ……………………………... 13
2.5. Faktor yang mempengaruhi Biosorpsi ………………………………………… 13
2.6. Chlorella sp. …………………………………………………………………… 14
2.7. Kultivasi mikroalga …………………………………………………………… 16
2.8. Penelitian Tentang Biosorpsi Logam Tembaga Menggunakan Chlorella sp ….. 16
2.9. Logam Berat ....................................................................................................... 18
2.10. Tembaga .............................................................................................................. 19
BAB 3. METODE PENELITIAN .................................................................................... 31
3.1. Rancangan Penelitian.......................................................................................... 31
3.2. Bahan dan Alat ................................................................................................... 32
3.2.1. Bahan ........................................................................................................... 32
3.2.2. Alat .............................................................................................................. 32
3.3. Prosedur Kerja Utama......................................................................................... 32
3.4. Metode Analisa ................................................................................................... 32
3.4.1. Analisis Sampel Cair dan Sampel Padat...................................................... 32
3.4.2. Analisis Data................................................................................................ 33
3.5. Variabel Penelitian.............................................................................................. 34

2
BAB 4. HASIL DAN DISKUSI ....................................................................................... 24
BAB 5. KESIMPULAN………………………………………………………………… 28

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 29

3
ABSTRAK

Proses pengolahan limbah logam harus dilakukan karena berbahaya bagi lingkungan.
Proses biosorpsi limbah sintetik CuSO4 dengan menggunakan mikroalga Chlorella sp.
diharapkan dapat diaplikasikan pada limbah industri dan juga digunakan untuk menentukan
parameter perancangan bioreaktor. Proses biosorpsi dilakukan secara batch dengan variabel
pH (2–5) dan konsentrasi larutan (20–80 ppm) Kondisi operasi yang menghasilkan persentase
removal tertinggi (96,1%) dengan konsentrasi ion logam Cu2+ 40 ppm dengan pH 5.

Kata kunci: biosorpsi, Chlorella sp., limbah tembaga

4
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pertumbuhan industri di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Persentase
pertumbuhan industri di Indonesia dicatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Pada kuartal III
tahun 2017, BPS mencatat pertumbuhan industri pengolahan non migas sebesar 5,49 %.
Persentase ini meningkat dibandingkan dengan kuartal II dan I tahun 2017 yang masing-
masing sebesar 4,76% dan 3,89%. Sektor industri pengolahan non migas termasuk industri
logam dasar, industri makanan dan minuman, industri mesin dan perlengkapan, serta industri
alat transportasi. Lebih jauh BPS menyatakan bahwa pertumbuhan industri ini lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang memiliki persentasetase
sebesar 5,06. Pada Seminar Nasional Outlook Industri 2018, kementerian perindustrian
menargetkan pertumbuhan industri pengolahan non-migas pada tahun 2018 sebesar 5,67%.
Jumlah industri di Indonesia berbanding lurus terhadap jumlah limbah yang dihasilkan.
Semakin banyak jumlah industri maka jumlah limbah industri juga akan meningkat. Limbah
yang berasal dari industri dapat berupa limbah cair, padat, dan gas. Limbah industri,
khususnya limbah cair mengandung bahan-bahan yang berbahaya seperti logam berat. Oleh
karena itu, limbah yang langsung dibuang ke lingkungan tanpa diolah terlebih dahulu akan
mengakibatkan dampak negatif baik bagi lingkungan maupun masyarakat. Pengolahan
limbah dapat dilakukan baik secara kimia, fisika maupun biologi. Pengolahan fisika dan
kimia sudah banyak diaplikasikan di industri namun kedua jenis pengolahan limbah ini
memiliki harga yang mahal baik dari segi alat maupun bahan yang digunakan dan
menghasilkan lumpur (Volesky, 2000).
Alternatif pengolahan limbah yang lebih murah namun efektif adalah pengolahan
secara biologi dengan memanfatkan mikroorganisme dalam prosesnya. Pengolahan limbah
secara biologi memiliki kelebihan yaitu ramah lingkungan (limbah hasil pengolahan secara
biologi ketika dibuang ke lingkungan tidak akan merusak lingkungan). Pengolahan limbah
secara biologi yang umumnya dijumpai pada industri adalah dengan menggunakan lumpur
aktif. Pada metode ini, mikroorganisme akan membentuk flok sehingga dapat mengurangi
kandungan logam dalam limbah. Namun, penggunaan lumpur aktif memiliki kekurangan
yaitu menimbulkan bau jika jumlah lumpur terlalu banyak. Biosorpsi merupakan alternatif
pengolahan limbah secara biologi yang masih jarang ditemukan di Indonesia sehingga
5
diperlukan pemahaman yang lebih dalam mengenai proses ini. Biosorpsi memanfaatkan
material biologis seperti bakteri, jamur, dan alga dalam menghilangkan logam berat yang
terdapat pada limbah industri. Biosorpsi menjadi salah satu pilihan yang patut
dipertimbangkan karena memiliki banyak kelebihan seperti biaya operasi yang rendah,
meminimalkan penggunaan bahan kimia, tidak menghasilkan lumpur, dan efisiensi yang
tinggi (Kotrba, 2011).
Pada penelitian ini dilakukan biosorpsi tembaga menggunakan mikroalga. Pemanfaatan
alga sebagai biosorben memiliki banyak kelebihan seperti memiliki efisiensi yang tinggi,
dapat diregenerasi, tidak dihasilkan lumpur, hanya dibutuhkan sedikit bahan kimia (Brinza,
dkk., 2007), dan alga memiliki laju pertumbuhan tinggi sehingga harga biosorben alga
menjadi murah (Borowitzka, 1999). Mikroalga yang digunakan pada penelitian adalah
mikroalga Chlorella vulgaris. Chlorella vulgaris yang telah digunakan dalam proses
biosorpsi dapat digunakan lebih lanjut untuk pembuatan biodiesel (Rajanrena, dkk., 2016).
Logam tembaga dipilih karena logam ini termasuk kedalam jenis logam esensial yaitu logam
yang dalam jumlah kecil dibutuhkan oleh makhluk hidup namun dalam jumlah besar
berdampak negatif bagi makhluk hidup (Badan POM RI, 2010). Jumlah logam tembaga
dalam jumlah yang kecil dapat dimanfaatkan tubuh untuk melancarkan proses produksi sel
darah, menjalankan sistem saraf, menjaga sistem imun, menguatkan tulang, dan mengobati
beberapa penyakit seperti anemia (Yana, 2015). Sebaliknya, jumlah logam yang terlalu besar
dapat menyebabkan iritasi pada hidung, mulut, mata, sakit kepala, sakit perut, pusing,
muntah, diare, kerusakan hati, ginjal, dan bahkan kematian. Dengan menggunakan teknik
biosorpsi, diharapkan terjadi penurunan jumlah logam berat pada industri sehingga limbah
yang dibuang ke lingkungan tidak berbahaya jika digunakan oleh manusia maupun makhluk
hidup yang berada di perairan.

1.2. Urgensi dan Rencana Temuan/Inovasi Penelitian


Topik utama dari penelitian ini terletak pada permasalahan lingkungan, seperti limbah
dan berhubungan pula pada bagaimana penyediaan air bersih. Ide penelitian ini muncul tidak
hanya didasarkan pada permasalahan lingkungan yang terjadi di kalangan masyarakat umum,
seperti DAS Citarum, Jawa Barat saja. Akan tetapi, ide penelitian ini juga sejalan dengan
Rencana Induk Riset Nasional Tahun 2017–2045 dan Rencana Induk Penelitian Universitas
Katolik Parahyangan 2016–2019. Pada Rencana Induk Riset Nasional Tahun 2017–2045,
salah satu tema riset yang perlu dikembangkan adalah terkait teknologi dan manajemen
lingkungan (dari fokus riset Kebencanaan) sedangkan salah satu topik risetnya adalah
6
eksplorasi ramah lingkungan. Tidak hanya itu, UNPAR sebagai salah satu lembaga akademik
juga memiliki fokus penelitian pada bidang teknologi. Pengolahan limbah dan/atau
penyediaan air bersih sangat berhubungan dengan bidang–bidang lain, seperti bidang pangan,
kesehatan, dan lainnya. Dengan demikian, topik penelitian yang diajukan pada proposal ini
menjadi sangan penting untuk dipelajari dan dikembangkan.
Topik penelitian ini dirancang dengan road map penelitian yang disajikan pada Gambar
1.1. Rencana temuan jangka panjang pada penelitian ini adalah suatu teknologi pengolahan
limbah berbasis biologis (alga) yang dapat diterapkan pada industri kimia atau Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) sehingga limbah industri yang akan dibuang ke lingkungan
sudah sesuai dengan baku mutu lingkungan di setiap wilayah. Rencana temuan ini sangat
penting untuk menjamin kelangsungan kehidupan manusia yang lebih baik lagi.

Gambar 1.1. Road Map Penelitian Pengolahan Limbah dengan Metode Biosorpsi

Pada proposal penelitian tahun 2019 ini, fokus penelitian akan terfokus pada aplikasi
metode biosorpsi dengan menggunakan (mikro)alga hijau, seperti Chlorella sp. terhadap
limbah sintetik logam. Penelitian yang telah dirancang telah melalui proses studi pustaka
yang cukup dan didukung dengan percobaan pendahuluan sebagai data/informasi awal dan
pendukung tingkat keberhasilan penelitian ini. Penggunaan limbah sintetik bertujuan untuk
mendapatkan berbagai kondisi operasi optimum yang kemudian akan digunakan pada saat
penggunaan limbah industri sebagai objek penelitian berikutnya. Tidak hanya itu, data yang

7
diperoleh dari penelitian ini diharapkan pula dapat memberikan gambaran terkait parameter
desain bioreaktor yang menjadi target jangka panjang penelitian ini.

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Dalam jangka pendek,
a. mempelajari pengaruh beberapa kondisi operasi dalam proses biosorpsi limbah
logam sintetik dengan menggunakan Chlorella sp.;
b. menentukan kondisi operasi optimum dalam proses biosorpsi limbah logam sintetik
dengan menggunakan Chlorella sp.
2. Dalam jangka panjang,
a. mendesain bioreaktor yang sesuai untuk proses biosorpsi limbah industri;
b. mengaplikasikan teknologi di industri/IPAL.

1.4. Target Luaran


Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat dipublikasikan dalam jurnal internasional
dan/atau prosiding pada pertemuan nasional/internasional.

8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biosorpsi
Biosorpsi adalah penghilangan suatu senyawa (ion logam berat) dari limbah
berdasarkan kemampuan material biologis untuk mengikat / menyerap senyawa tersebut
(Veglio, dkk., 1997). Material biologis yang digunakan untuk proses biosorpsi umumnya
disebut biosorben. Dua sumber utama biosorben yaitu biosorben dari produk samping industri
fermentasi (bakteri dan jamur) dan biosorben alga dari lautan (Naja, dkk., 2011). Biosorben
yang digunakan dapat berupa sel hidup maupun sel mati. Biosorben yang berupa sel hidup
adalah biosorben yang ditumbuhkan dalam suatu medium (kultivasi) dan langsung digunakan
dalam proses biosorpsi sedangkan biosorben yang berupa sel mati berasal dari biosorben
yang dikultivasi dan dikeringkan kemudian digunakan dalam proses biosorpsi
(Suhendrayatna, 2001).
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam mengaplikasikan biosorpsi dalam
penghilangan senyawa:
a) Harga biosorben harus serendah mungkin agar proses biosorpsi secara keseluruhan
menjadi lebih murah. Sumber biosorben yang digunakan dapat berasal dari limbah
industri yang sudah tidak digunakan kembali (Veglio, 1996).
b) Regenerasi biosorben untuk mengurangi biaya bahan baku yang digunakan (Veglio,
1996).
c) Kemampuan adsorpsi yang tinggi dan jumlah yang cukup (Macek, 2011)
Biosorpsi merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk menggantikan
proses konvensional misalnya dalam proses penghilangan ion logam dari larutan. Beberapa
metode konvensional untuk menghilangkan logam dari larutan adalah (Gardea-Torresdey,
dkk., 1997):
1. Phytofiltration adalah suatu metode yang digunakan untuk mencegah polutan organik
yang terdapat pada limbah masuk ke dalam air tanah menggunakan kemampuan filtrasi
tumbuhan yang dapat melakukan adsorpsi atau absorpsi terhadap polutan (Razzaq,
2017).
2. Presipitasi logam dilakukan dengan menambahkan koagulan, seperti polimer sehingga
terjadi pengendapan.

9
3. Metode osmosis dilakukan dengan memisahkan logam berat menggunakan membran
semipermeabel pada tekanan di atas tekanan osmotik yang disebabkan padatan terlarut
yang terdapat pada limbah.
4. Pertukaran ion adalah proses yang terjadi antara biosorben dan logam dengan
menggunakan alat penukar ion. Pada proses ini, ion logam dari larutan akan ditukar
dengan ion dari resin (Ahalya, dkk., 2003).
Metode biosorpsi memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan metode
pengolahan limbah logam secara konvensional, terutama dalam hal ekonomi dan lingkungan
yang lebih baik (Tabel 2.1). Demikian pula biosorben yang dapat digunakan pada proses
biosorpsi antara lain bakteri, jamur, dan alga (Tabel 2.2).

Tabel 2.1 Kekurangan dan Kelebihan Metode Konvensional (Volesky, 2000) dan Biosorpsi

Metode Konvensional Kekurangan Kelebihan

Presipitasi kimia dan Pemisahan sulit, tidak efektif, Mudah dan murah
filtrasi menghasilkan lumpur
Oksidasi dan reduksi Dibutuhkan bahan kimia, reaksi
kimia lambat, sensitif
Elektrokimia Mahal dan hanya dapat dilakukan Pembaruan logam
untuk konsentrasi tinggi
Osmosis Tekanan tinggi, dapat terbentuk Dihasilkan effluent murni
kerak, mahal
Pertukaran ion Harga resin yang mahal Efektif, dihasilkan effluent
murni, dan pembaruan logam
Adsorpsi Harga adsorben yang mahal dan Metode yang paling umum
kurang efektif digunakan
Evaporasi Dibutuhkan energi yang besar, Dihasilkan effluent murni
mahal, dan menghasilkan lumpur
Biosorpsi - Bergantung dengan tingkat Harga murah (Veglio, dkk.,
toksisitas logam terhadap sel 1996), biaya operasi rendah,
- Membutuhkan nutrien meminimalkan penggunaan
- Logam tidak dapat langsung bahan kimia, ramah
dipisahkan dengan biosorben lingkungan, tidak
(Suhendrayatna, 2001) menghasilkan lumpur, dan
efisiensi tinggi (Kotrba,
2011)

10
Tabel 2.2 Kekurangan dan Kelebihan Biosorben yang Digunakan pada Biosorpsi

Biosorben Kelebihan Kekurangan

Bakteri - Memiliki kapasitas biosorpsi yang tinggi - Biaya operasi yang tinggi karena
(Yun, dkk., 2011) diperlukan imobilisasi biomassa
- Harga biomassa yang murah (Naja, (Naja, dkk., 2011)
dkk.,2011) - Tidak dapat digunakan kembali
apabila digunakan pada tekanan
yang tinggi karena kekuatan
mekanis bakteri yang rendah
(Yun, dkk., 2011)

Jamur - Biomassa dapat diperoleh dengan mudah - Memiliki kekuatan mekanis yang
dan murah (Kapoor, dkk., 1995) rendah (Viraraghavan, dkk.,
- Dapat ditumbuhkan dengan menggunakan 2011)
media pertumbuhan yang murah dan teknik - Diperlukan imobilisasi biomassa
fermentasi yang mudah [Kuyucak (1990) sebelum digunakan
dalam Kapoor, dkk., (1995)] (Viraraghavan, dkk., 2011)
- Dapat diregenerasi dan digunakan kembali
(Viraraghavan, dkk., 2011)

Alga - Dapat digunakan untuk konsentrasi logam Perlu dilakukan imobilisasi


yang tinggi terhadap alga (Brinza, dkk., 2007)
- Efisiensi tinggi
- Biomassa dapat diregenerasi dan
digunakan kembali
- Tidak dihasilkan lumpur
- Hanya diperlukan sedikit bahan kimia
(untuk regenerasi biomassa)
- Murah
- Dapat dilakukan dalam kondisi aerobik
maupun anaerobik
- Dapat dilakukan dalam kondisi kontinu
maupun diskontinu (Brinza, dkk., 2007)
- Memiliki laju pertumbuhan tinggi
(Borowitzka, 1999)

2.2. Mikroalga sebagai Agen Biosorpsi


Alga merupakan kelompok makhluk hidup yang sangat bervariasi dan terdiri dari
organisme yang dapat melakukan fotosintesis tetapi tidak termasuk dalam kingdom
tumbuhan. Alga dapat bersifat uniselular, kolonial, atau multiselular. Ukuran alga juga
berbeda-beda mulai dari alga yang berukuran mikroskopik sampai berukuran makroskopik.
Mikroalga atau yang biasa dikenal dengan nama fitoplankton merupakan tumbuhan
renik yang memiliki diameter 3-30 μm (Romimohtarto, 2004). Mikroalga hidup di seluruh
wilayah perairan baik tawar maupun laut. Organisme ini merupakan produsen primer perairan
yang memiliki kemampuan berfotosintesis seperti tumbuhan tingkat tinggi lain (Kawaroe,
2010). Mikroalga termasuk ke dalam golongan eukariotik dan memiliki pigmen fotosintetik

11
hijau (klorofil), coklat (fikosantin), biru kehijauan (fikobilin), dan merah (fikoeritrin).
Morfologi mikroalga dapat berbentuk uniseluler maupun multiseluler tetapi belum ada
pembagian tugas yang jelas pada sel-sel komponennya. Hal ini yang membedakan mikroalga
dari tumbuhan tingkat tinggi (Romimohtarto, 2004). Mikroalga memiliki beberapa manfaat
antara lain sebagai sumber makanan sehat, sebagai biofilter untuk menghilangkan polutan
dari air limbah, dan digunakan untuk kepentingan farmasi dan kosmetik (Borowitzka, 1999).

2.3. Pertumbuhan Mikroalga


Pertumbuhan mikroalga dibagi menjadi lima tahap, antara lain:
a. Fasa adaptasi/lag phase
Pada fasa ini, mikroalga berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan/medium baru.
Mikroalga berusaha merombak materi dalam medium agar dapat digunakan sebagai
nutrisi. Bentuk kurva lurus karena tidak ada proses pertumbuhan mikroalga hanya terjadi
seleksi terhadap mikroalga yang dapat mencerna nutrisi yang dapat hidup.
b. Fasa logaritimik/exponential phase
Fasa dimana mikroalga sudah dapat menggunakan nutrisi dalam mediumnya. Pada fasa
ini, mikroalga banyak tumbuh dan membelah diri sehingga jumlahnya meningkat cepat
sehingga bentuk kurva meningkat tajam.
c. Fasa pertumbuhan diperlambat/deceleration phase
Fasa ini dimulai pada akhir fasa eksponential oleh karena pertumbuhan mikroalga yang
cepat tidak diimbangi oleh keberadaan nutrisi. Penyebab lain yang dapat memperlambat
pertumbuhan mikroalga adalah terjadinya inhibisi karena terakumulasinya produk
metabolit sekunder (senyawa yang dihasilkan mikroalga sebagai nutrisi pada lingkungan
yang buruk).
d. Fasa stasioner/steady phase
Pada fasa ini, jumlah substrat yang terbatas akan menurukan laju pertumbuhan sehingga
laju pertumbuhan sama dengan laju kematian sehingga kurva merupakan garis lurus.
e. Fasa kematian/dying phase
Fasa kematian terjadi apabila tidak ada nutrisi yang dapat mencukupi kebutuhan
mikroalga. Umur sel menjadi salah satu alasan terjadinya fasa ini karena pertahanan sel
terhadap lingkungan semakin berkurang.
Menurut Fachrullah (2011), pertumbuhan mikroalga dipengaruhi beberapa faktor, yaitu
faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal yang dimaksud adalah kondisi
lingkungan tempat mikroalga bertumbuh seperti pH, suhu, oksigen, karbon dioksida, cahaya,
12
dan nutrisi. Faktor eksternal akan berpengaruh terhadap faktor internal mikroalga, yaitu
metabolisme mikroalga. Semakin baik kondisi lingkungan, maka semakin baik pula
metabolisme mikroalga sehingga laju pertumbuhan mikrolga juga semakin cepat.

2.4. Mekanisme Biosorpsi Menggunakan Mikroalga


Menurut Suhendrayatna (2001), proses biosorpsi logam berat umumnya terdiri dari dua
mekanisme, antara lain:
a. Passive uptake
Passive uptake dapat terjadi pada sel hidup maupun mati. Proses ini terjadi ketika ion
logam berat mengikat dinding sel dengan dua cara, yaitu (1) terjadi pertukaran ion di
mana ion seperti Na, Mg, dan Ca pada dinding sel alga akan digantikan oleh ion-ion
logam berat dan (2) terjadi formasi kompleks antara ion-ion logam berat dengan gugus
fungsional, seperti carbonyl, amino, thiol, hydroxy, phosphate, dan hydroxy-carboxyl
yang berada pada dinding sel alga. Proses ini bersifat bolak baik dan cepat.
b. Active uptake
Active uptake hanya dapat terjadi pada sel hidup. Mekanisme ini terjadi seiring dengan
konsumsi ion logam yang digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Proses ini
dapat dihambat oleh suhu yang rendah, tidak tersedianya sumber energi dan penghambat
metabolisme sel lainnya. Di sisi lain, biosorpsi logam berat dengan sel hidup bersifat
terbatas karena akumulasi ion dapat menyebabkan racun terhadap mikroorganisme
sehingga pertumbuhan mikroorganisme menjadi terhambat. Oleh karena itu, pemilihan
mikroorganisme menjadi penting karena hanya mikroorganisme yang tahan terhadap
logam yang dapat bertahan.

2.5. Faktor yang Mempengaruhi Biosorpsi


Beberapa faktor yang mempengaruhi proses biosorpsi adalah:
a. Waktu Biosorpsi
Waktu biosorpsi akan berpengaruh terhadap konsentrasi akhir logam. Semakin lama
waktu biosorpsi maka konsentrasi akhir logam akan semakin kecil karena kontak antara
logam dan biomassa semakin lama sehingga proses biosorpsi juga berjalan dengan lebih
sempurna (Hidayati, dkk., 2013). Waktu biosorpsi dibagi menjadi dua tahap, yaitu
biosorpsi yang terjadi secara cepat pada awal biosorpsi diikuti dengan waktu equilibrium
yang lama pada akhir biosorpsi karena pada awal biosorpsi masih banyak logam yang
tersedia sedangkan pada akhir biosorpsi jumlah logam akan menurun (Sun, dkk., 2012).
13
b. Konsentrasi biosorben
Konsentrasi biosorben merupakan faktor yang penting dalam biosorpsi karena semakin
sedikit biosorben yang digunakan maka semakin sedikit pula logam yang dapat diserap
(Dhankar, dkk., 2011). Hal ini disebabkan karena semakin sedikit biosorben yang
digunakan membuat semakin sedikitnya sisi aktif biosorben. Namun, pada jumlah
biomassa yang tinggi, terbentuk agregat yang menghalangi permukaan alga sehingga
kapasitas adsorpsi menurun (Donmez, dkk., 1998).
c. Konsentrasi Logam
Semakin tinggi konsentrasi logam yang digunakan, maka efisiensi biosorpsi akan
semakin menurun. Hal ini disebabkan karena peningkatan jumlah ion logam akan
meningkatkan persaingan antar ion logam untuk dapat berikatan dengan biomassa dan
kurangnya sisi aktif biomassa untuk mengikat logam. Sebaliknya, pada konsentrasi logam
yang rendah, jumlah sisi aktif biosorben akan meningkat sehingga proses biosorpsi
berjalan dengan efektif (Akar, dkk., 2006).
d. Derajat keasaman (pH)
Alga sebagai biosorben memiliki pHzpc sebesar 3, di atas pH ini alga memiliki muatan
negatif sehingga dapat berikatan dengan logam yang bermuatan positif (Donmez, dkk.,
1998). Selain itu, semakin tinggi nilai pH maka semakin banyak jumlah ligan seperti
gugus karboksilat dan gugus fungsional yang tersedia sehingga alga bermuatan negatif
dan dapat berikatan dengan logam yang bermuatan positif (Al-Rub, dkk., 2005).

2.6. Chlorella sp.


Chrorella sp. berasal dari kata chloros yang memiliki arti hijau dan ella yang
memiliki arti mikroskopik (Safi, dkk., 2014). Chrorella sp. adalah jenis alga hijau yang
berbentuk uniseluler. Jenis alga hijau ini dapat tumbuh dalam freshwater (danau, sungai) dan
terdapat secara melimpah di pantai. Chlorella sp. berukuran 3-10 µm dan dapat berkembang
biak dengan spora. Dinding sel Chlorella sp. memiliki kandungan 22,6% selulosa (Fraile,
dkk., 2006). Selain selulosa, Chlorella sp. juga kaya akan polisakarida yang bermanfaat
dalam pengikatan logam berat (Algix). Chlorella sp. memiliki kandungan protein yang besar
yaitu 55% dari berat kering (Safi, dkk., 2014). Oleh karena kandungan protein yang besar,
mikroalga Chlorella sp. dapat digunakan sebagai suplemen makanan baik bagi manusia
maupun hewan (Becker, 2006). Selain itu, mikroalga Chlorella sp. dapat digunakan sebagai
bahan baku biodiesel karena kandungan triacylglycerol mikroalga yang mencapai 20-50%
berat sel kering. Triacylglycerol ini akan dicampurkan dengan metanol sehingga
14
menghasilkan gliserol dan biodiesel. Selain itu, pertumbuhan mikroalga yang cepat membuat
produksi biodiesel meningkat (Rajanrena, dkk., 2016).
Dinding sel Chlorella sp. bersifat keras dan kaku sehingga digunakan sebagai pelindung
sel dari lingkungan yang keras (Safi, dkk., 2014). Dinding sel alga bervariasi seiring fasa
pertumbuhan sel. Pada awal masa pertumbuhan, dinding sel alga bersifat rapuh dan seiring
berjalannya waktu, dinding sel akan semakin dewasa dan bertambah tebal (17-21 nm)
(Yamamoto, dkk., 2004).Chlorella sp. bereproduksi secara aseksual dan cepat sehingga
dalam waktu 24 jam, satu sel Chlorella sp. dapat berkembangbiak dengan autosporulation.
Dalam reproduksi Chlorella sp., 1 sel induk dapat menghasilkan 4 sel anakan yang berada di
tumbuh sel induk. Setelah proses reproduksi selesai, sel induk akan pecah dan sel anakan
akan keluar dari tubuh sel induk (Yamamoto, dkk., 2005). Proses pembentukan sel anakan
pada Chlorella sp.ditampilkan pada Gambar 2.3. Bentuk sel Chlorella sp. ditampilkan pada
Gambar 2.4.

Gambar 2.2. Pembentukan Sel Anakan pada Chlorella sp. : (a) Fasa pertumbuhan awal (b)
Fasa pertumbuhan akhir (c) Pemisahan kloroplas (d) Pemisahan protoplas awal (e)
Pemisahan protoplas akhir (f) Fasa pematangan sel anakan (g) Fasa penetasan
(Yamamoto, dkk., 2005)

Gambar 2.3. Bentuk Sel Chlorella sp. (Algae Research and Supply)

15
2.7. Kultivasi Mikroalga
Tujuan kultivasi adalah mendapatkan kelimpahan sel yang tertinggi dalam periode
waktu yang singkat. Karakteristik utama yang diperlukan dalam seleksi mikroalga adalah
spesies yang memiliki:
a. toleransi terhadap perubahan temperatur, salinitas, dan intensitas cahaya,
b. ketahanan terhadap predator, penyakit, dan kontaminan,
c. toleransi terhadap kandungan nutrien yang tinggi,
d. siklus hidup yang memungkinkan untuk kultivasi.
Kultivasi mikroalga akan tumbuh dengan baik apabila kondisi medium memiliki
kandungan nutrien dan komposisi logam yang sama dengan perairan alami. Pada kultivasi,
media ditambahkan dengan nutrien makro, mikro, vitamin, dan komposisi logam yang dapat
memperlancar proses fotosintesis. Walaupun kondisi lingkungan di alam dan kondisi
kultivasi berbeda tetapi dengan spesies yang memenuhi kriteria di atas, kultivasi dapat
berjalan dengan baik. Metode kultivasi bergantung kepada besar kecilnya volume medium,
lokasi kultivasi (di dalam ruangan atau di luar ruangan), jenis bahan kimia yang digunakan
(pro analisis atau teknis), pengolahan air, dan kemurnian bibit. 3 jenis kultivasi mikroalga,
yaitu:
a. Fotoautotrof yang memperoleh energi dari karbon dioksida dan cahaya,
b. Heterotrof yang tidak membutuhkan cahaya dan karbon dari komponen organik seperti
gula,
c. Miksotropik yang dapat mereproduksi selnya baik dalam lingkungan gelap maupun
terang.
Kultivasi pada skala laboratorium dilakukan untuk mempertahankan bibit dari strain
unggulan tetap berada pada kondisi terjaga dan terkendali sehingga pertuhmbuhan mikroalga
maksimum. Kultivasi skala laboratorium membutuhkan pupuk dan vitamin pro analisis agar
kondisi sel mikroalga dapat berkembang secara maksimum. Selain itu, perlu dilakukan
sterilisasi terhadap semua komponen yang berkaitan dengan kultivasi seperti bibit, alat,
pupuk, dan wadah karena pada kultivasi skala laboratorium, mudah terjadi kontaminasi
antara spesies dengan wadah, alat, dan pupuk.

2.8. Penelitian Budidaya Mikroalga Chlorella sp.


Budidaya mikroalga Chlorella sp. dapat dilakukan pada beberapa medium, yaitu
benneck, BG-11, walne (Wirosaputro, 2002 dalam Wijoseno, 2011), dan modified optimized
culture medium (OCM) (Arroyo, dkk., 2011). Sel Chlorella sp. diletakkan pada erlenmeyer
16
dan dimasukkan pada shaker dengan pengadukan sebesar 150-200 rpm pada suhu ruang.
Pada medium juga diberi pasokan CO2 yang kontinu menggunakan laju aerasi sebesar,
mikroalga juga diberi cahaya yang cukup selama kultivasi (Yeh, dkk., 2011). Berat sel kering
Chlorella sp. ditentukan dengan cara melakukan sentrifugasi terhadap kultur pada 3.000 rpm
selama 15 menit kemudian kultur dicuci dengan menggunakan akuades lalu kultur
dikeringkan pada suhu 80-100˚C menggunakan oven selama 24 jam. Pertumbuhan Chlorella
sp. diamati selama 6 hari dengan menggunakan spektrofotometer UV/Vis pada panjang
gelombang 540-680 nm (Liang, dkk., 2009 dan Arroyo, dkk., 2011). Spektrofotometer
adalah metode yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatu komponen untuk
mengabsorpsi cahaya dengan mengukur intensitas cahaya yang dapat dipancarkan melewati
larutan (Vo, 2015). Prinsip dasar spektrofotometer adalah menganalisis konsentrasi
berdasarkan kekeruhan dibandingkan dengan larutan blanko. Spektrofotometer UV-Vis
memiliki rentang panjang gelombang 200-750 nm di mana sinar UV memiliki panjang
gelombang 200-400 nm dan sinar tampak memiliki panjang gelombang 400-750 nm
(Rohman, 2007). Dalam spektrofotometer ini, absorpsi dan transmisi suatu komponen dapat
ditentukan dengan mengamati warna larutan yang digunakan (Vo, 2015). Spektrofotometri
menggunakan hukum Lambert Beer yang mengatakan bahwa terdapat hubungan yang linear
antara absorbansi dan konsentrasi larutan (Nateri, 2009). Perhitungan konsentrasi logam
menggunakan spektrofotometer dilakukan dengan menggunakan kurva standar. Kurva
standar dibuat dengan mengalurkan absorbansi terhadap konsentrasi logam yang telah
diketahui konsentrasinya secara pasti. Karakteristik beberapa kondisi kultivasi ditunjukkan
pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Karakteristik Beberapa Kondisi Kultivasi (Yeh, dkk., 2011)

Contoh Sumber
Kondisi Kultivasi Sumber Energi Sumber Karbon
Karbon
Phototrophic Cahaya Karbon inorganik CO2 atau NaHCO3

Heterotrophic Karbon organik Karbon organik Glukosa

Photoheterotrophic Cahaya Karbon organik Glukosa

Mixotrophic Cahaya dan karbon Karbon organik dan


CO2 dan glukosa
organik Karbon inorganik

17
2.9. Logam Berat
Logam adalah unsur yang dapat mengalirkan listrik, memiliki warna yang metalic,
lunak dan elasitis, membentuk kation, dan memiliki oksida [Atkins, P., (1997) dalam Duffus
(2002)]. Logam berat umumnya dipahami sebagai logam yang beracun namun sebenarnya
istilah logam berat tidak memiliki arti yang pasti dan diakui oleh badan resmi seperti IUPAC.
Logam berat berasal dari dua sumber yaitu proses alamiah seperti pelapukan secara kimiawi
atau hewan yang membusuk dan aktivitas manusia seperti limbah industri (Fachrullah, 2011).
Menurut badan POM (Pengawas Obat dan Makanan) RI (2010), berdasarkan tingkat
toksisitas logam berat, logam berat dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu logam berat
esensial dan logam berat nonesensial. Logam berat esensial adalah logam berat yang
dibutuhkan oleh organisme dalam jumlah tertentu namun dalam jumlah yang besar akan
berdampak negatif. Zn, Cu, Fe, Co, Mn, dan Se termasuk ke dalam logam berat esensial.
Logam berat nonesensial adalah logam berat beracun yang tidak dibutuhkan oleh organisme.
Jika jenis logam berat ini masuk ke tubuh organisme, maka akan tumbuk efek negatif bagi
kesehatan seperti efek alergi, kerusakan organ tubuh bagian dalam maupun luar, kanker,
bahkan kematian. Jenis logam berat ini tidak dapat rusak dan tidak dapat berubah menjadi
bentuk lain. Contoh logam berat nonesensial adalah Hg, Cd, Pb, Sn, Cr (VI), dan As. Sumber
dan dampak negatif beberapa jenis logam berat ditampilkan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Sumber dan Dampak Negatif Beberapa Jenis Logam Berat
Logam
Sumber Dampak Negatif
Berat
Kadmium Asap rokok, industri baterai, industri Kerusakan ginjal dan tulang (Forster,
peleburan, industri logam campuran dkk., 2003), berukurangnya hemoglobin
(alloy), dan electroplating(WHO, (anemia), osteoporosis, kanker paru-
2011). paru, kanker prostat, dan kanker
lambung (WHO, 2011).
Tembaga Industri pertambangan, pestisida, dan Kerusakan saluran gastrointestinal,
industri metalurgi (WHO, 2011). mual, muntah, anemia, sulit bernapas,
dan hematuria (WHO, 2011).
Arsenik Produk samping peleburan tembaga, Sulit menelan, muntah, diare, perubahan
zinc, dan timbal, pembakaran bahan warna kulit, kanker kulit, kanker ginjal,
bakar, pestisida, pengawet kayu (WHO, koma, dan kematian (WHO, 2011).
2011).
Merkuri Industri pertambangan, industri Kerusakan paru-paru, depresi, tremor,
pengilangan emas dan bijih perak gelisah (Jarup, 2003), kerusakan saraf
(United States Department of Labor), dan ginjal secara permanen (United
kosmetik, industri cat (Jarup, 2003) States Department of Labor)
Timbal Peralatan memasak, industri baterai, Pusing, kerusakan saraf, anemia,
industri peleburan, industri kaca, dan kerusakan ginjal, kanker lambung, dan
industri pertambangan (Jarup, 2003) kanker paru-paru (Jarup, 2003)

18
2.10. Tembaga
Tembaga merupakan logam kemerahan yang terletak pada golongan 11 tabel periodik.
Logam ini merupakan konduktor panas dan listrik yang baik. Tembaga dihasilkan melalui
proses pertambangan, produksi logam, produksi kayu, dan produksi pupuk fosfat (Amazine).
Tembaga umumnya digunakan untuk peralatan listrik, konstruksi atap dan pipa, mesin
penukar panas, dan digabung dengan logam lain membentuk alloy. Tembaga merupakan
logam yang bersifat elastis dan tidak keras. Tembaga membentuk senyawa dengan bilangan
oksidasi +1 dan +2. Tembaga (I) atau cuprous adalah senyawa diamagnetic yang tidak
berwarna. Beberapa jenis tembaga yang digunakan dalam industri berupa campuran senyawa
logam tembaga dengan logam lain seperti cuprous oxide (Cu2O) yang digunakan sebagai
pigmen berwarna merah. Tembaga (II) yang digunakan dalam industi umumnya berupa
cupric oxide (CuO) yang digunakan sebagai pigmen berwarna biru (The Editors of
Encyclopaedia Britannica). Selain karena proses industri, tembaga juga dihasilkan oleh
peristiwa alami seperti pelapukan tanaman dan kebakaran hutan. Senyawa tembaga yang
terikat di tanah atau terserap ke dalam sumber air dapat menimbulkan ancaman kesehatan.
Tembaga sebenarnya merupakan salah satu logam yang penting bagi kesehatan manusia.
Namun, jumlah logam yang terlalu besar akan menyebabkan masalah kesehatan. Jumlah
logam yang terlalu besar dapat menyebabkan iritasi pada hidung, mulut, mata, sakit kepala,
sakit perut, pusing, muntah, diare, kerusakan hati, ginjal, dan bahkan kematian. Pada tanah
dengan kandungan tembaga yang tinggi, hanya sejumlah kecil tanaman yang bisa bertahan
hidup karena tembaga akan menimbulkan dampak negatif pada aktivitas mikroorganisme dan
cacing tanah (Amazine). Sifat kimia dan fisika logam tembaga ditampilkan pada Tabel 2.5.
dan Tabel 2.6.

Tabel 2.5. Sifat Kimia Logam Tembaga (Lenntech)


Sifat Kimia Nilai Satuan
Nomor atom 29
Nomor massa 63,546 g/mol
Elektronegativitas 1,9
Vanderwaals radius 0,128 Nm
Ionic radius 0,096 Nm
Isotop 6
Energi ionisasi pertama 743,5 kJ/mol
Energi ionisasi kedua 1.946 kJ/mol
+ 0,522 V ( Cu+/ Cu ) ;
Potensial standar
+ 0,345 V (Cu2+/ Cu )
.

19
Tabel 2.6. Sifat Fisika Logam Tembaga (Lipowsky, dkk., 2007)
Sifat Fisika Nilai Satuan
Lattice constant 0.3608 Nm
Densitas 8.959 g/cm3
Titik leleh 1083 °C
Panas penguapan 4770 J/g
Fusion heat 214 J/g
Titik didih 2595 °C
Spesific heat 0.38 J/g
Viskositas dinamik 4 mN
Modulus Young 100000-130000 N/m
Konduktivitas panas >385 W/m.K
Konduktivitas listrik 59.62 MS/m
Tegangan permukaan 1.185 N/m

20
BAB 3
METODE PENELITIAN

Seperti yang telah dijelaskan pada Bab 1, studi/penelitian kali ini merupakan tahapan
awal dari tujuan jangka panjang dalam usaha pengembangan metode biosorpsi dengan alga
hijau untuk pengolahan limbah. Gambar 1.1. telah menunjukkan bahwa studi pustaka dan
percobaan pendahuluan telah dilakukan pada tahun 2018. Pada tahun 2019, topik utama
penelitian ini akan terfokus pada pemanfaatan metode biosorpsi dengan menggunakan larutan
sintetik (yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah sintetik tembaga sulfat). Gambar
3.1. merupakan diagram fishbone proyek penelitian ini dan terlihat bahwa hasil penelitian ini
diharapkan dapat ditentukan kondisi operasi optimum dalam proses biosorpsi untuk limbah
sintetik.

Gambar 3.1. Diagram Fishbone Penelitian

3.1. Rancangan penelitian


Secara umum, penelitian ini dibagi menjadi 3 (tahap), yaitu tahap persiapan bahan baku
(khususnya mikroalga Chlorella sp.), tahap biosorpsi, dan tahap analisis. Penelitian ini akan
dilakukan di Laboratorium Teknik Pangan dan Bioproses, Jurusan Teknik Kimia, Universitas
Katolik Parahyangan.

21
3.2. Bahan dan Alat
3.2.1. Bahan
Bahan utama yang digunakan adalah mikroalga Chlorella sp., padatan tembaga sulfat
(CuSO4.5H2O), pupuk walne, dan pupuk f2 sebagai nutrisi, air demin, larutan HCl, larutan
NaOH, dan larutan NH3.

3.2.2. Alat
Rangkaian alat utama yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 3.2.

1 Keterangan:
1. Lampu
2. Erlenmeyer
3 3. Sumbat karet
4 4. Aerator

2 4

Gambar 3.2. Rangkaian Alat Proses Biosorpsi

3.3. Prosedur Kerja Utama


Tahap biosorpsi merupakan tahapan utama dalam penelitian ini di mana alur percobaan
disajikan pada Gambar 3.3.

3.4. Metode Analisa


3.4.1. Analisis Sampel Cair
Pada penelitian ini, beberapa proses pengujian terhadap sampel cair dilakukan dengan
menggunakan alat instrumen UV–vis spektrofotometer.

22
Larutan CuSO4 disiapkan sesuai dengan konsentrasi yang diinginkan.

Larutan CuSO4 tersebut dicampurkan dengan 5 mL mikroalga sesuai dengan kepadatan sel
3.800 sel/mL.

Larutan diatur kondisinya sesuai pH yang diinginkan dengan larutan NaOH dan HCl.

Rangkai alat percobaan seperti pada Gambar 3.2.

Sampel cair diambil pada selang waktu tertentu.

Sampel kemudian dipisahkan antara padat–cair dengan menggunakan centrifuge dengan


kecepatan 10.000 rpm selama 5 menit pada suhu 4oC,

Fasa cair (supernatant) diambil dan kemudian dianalisis dengan menggunakan UV–vis
spektrofotometer.
Gambar 3.2. Tahap Biosorpsi dengan Menggunakan Chlorella sp.

3.4.2. Analisis Data


Data analisa yang telah diperoleh dari proses analisis sampel dengan menggunakan alat UV-
vis spektrofotometer diolah hingga diperoleh nilai persentase removal. Persentase removal
ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:
𝐶𝑜−𝐶𝑒
% 𝑟𝑒𝑚𝑜𝑣𝑎𝑙 = 𝐶𝑜
𝑥100% (3.1)
di mana Co merupakan konsentrasi logam awal (ppm) dan Ce merupakan konsentrasi logam
setelah biosorpsi (ppm).

3.5. Variabel Penelitian


Variabel bebas merupakan variabel yang akan diamati/dipelajari dalam suatu studi penelitian.
Pada penelitian kali ini, variabel bebas yang digunakan adalah:
a. pH : 2, 3, 4, dan 5
b. konsentrasi larutan : 20, 40, 60, dan 80 ppm

23
BAB 4
HASIL DAN DISKUSI

Limbah sintetis dibuat dengan melarutkan CuSO4.5H2O, sehingga diperoleh ion logam
Cu2+. Biosorpsi ion logam tembaga (II) (Cu2+) dilakukan oleh Chlorella vulgaris. Parameter
yang diukur dalam penelitian ini adalah konsentrasi awal dan akhir ion logam Cu2+ serta pH
larutan.

4.1. Pertumbuhan Chlorella vulgaris


Pembiakan inokulum Chlorella vulgaris dilakukan pada medium pertumbuhan walne
(ugoplankton) dengan aerasi dan pencahayaan (LED 9000 lux). Kurva pertumbuhan
Chlorella vulgaris diperoleh dalam waktu 7 hari, dan diamati lima fasa pertumbuhan.

120 111.6
110 101.4
Jumlah Sel (x103 sel/ml)

100
90
80
70 57.2 55
60
50
40 27.6
30
20 10.4
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Hari

Gambar 4.1. Kurva pertumbuhan Chlorella vulgaris pada medium pertumbuhan walne

Pada gambar 4.1. menggambarkan fasa lag terjadi pada hari ke-0 sampai hari ke-1 yang
merupakan fasa adaptasi, pada fasa ini pertumbuhan sel sangat rendah karena sel beradaptasi
dengan lingkungan baru setelah proses inokulasi (Kawaroe, 2010). Selanjutnya fasa
eksponensial ditandai dengan terjadinya pertumbuhan yang signifikan, sel membelah diri
dengan cepat, dan keadaan pertumbuhan seimbang antara nutrien dan kenaikan sel Chlorella
vulgaris (Maulana, 2012; Musa et al., 2013; Zerli, 2016). Penurunan laju pertumbuhan sel
terjadi pada hari ke-3 dimana sel membelah sangat perlahan. Hal ini terjadi karena adanya
kompetisi yang tinggi diantara sel terhadap nutrien yang terbatas. Tidak seimbangnya jumlah
nutrien dengan populasi sel mengakibatkan sebagian mikroalga dapat tumbuh dan membelah

24
(Harnadiemas, 2012). Pada hari ke-4 terjadi fasa stasioner, pada fase ini terjadi keseimbangan
antara pertumbuhan dan kematian sel (Harnadiemas, 2012). Kandungan nutrien dalam media
telah habis dan terjadi persaingan diantara sel (Kawaroe, 2010; Bachtiar, 2007). Fasa kematian
pada hari ke-5, ditandai dengan penurunan jumlah sel yang cepat.

120

100
Jumlah Sel (x103 sel/ml)

80

pH 2
60
pH 3

40 pH 4
pH 5
20

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Hari

Gambar 4.2 Pertumbuhan Chlorella vulgaris pada medium Walne dengan variasi pH

Proses pertumbuhan mikroalga Chlorella vulgaris dipengaruhi beberapa kondisi lingkungan


yang dapat mempengaruhi proses pertumbuhan selnya. Salah satu faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroalga adalah pH. Pada umumnya pH optimum Chlorella vulgaris pada kisaran
pH 5-8. Menurut (Miyachi, 1992) Chlorella vulgaris dapat tumbuh baik pada kisaran pH 4,9-7,3
akan tetapi dapat tumbuh pada pH 2,1-4,9, karena Chlorella vulgaris memiliki dinding sel yang
tebal. Kisaran pH pertumbuhan Chlorella vulgaris menurut (Odum, 1971; Miyachi, 1992) dapat
dijadikan parameter pemilihan pH yang cocok untuk pertumbuhan Chlorella vulgaris dalam
proses biosorpsi Cu2+. Pada penelitian kali ini memakai Cu2+ dalam proses biosorpsi yang
dilakukan sehingga kisaran pH yang digunakan adalah 2-5 karena pada pH diatas 5 larutan Cu2+
akan mengalami pengendapan sebelum proses biosorpsi dilakukan.

4.2. Kurva pertumbuhan dan Biosorpsi Ion Logam Cu2+


Kurva pertumbuhan dan persentase removal terhadap waktu pada berbagai konsentrasi awal
ion logam Cu2+ dapat dilihat pada Gambar 4.3. Penetapan kadar logam ion logam Cu2+ dapat
dilakukan dengan metode spektrofotometri, penelitian adsorpsi ion logam Cu 2+ dilakukan pada
pH 5 berdasarkan kurva pertumbuhan Chlorella vulgaris tertinggi pada percobaan pendahuluan.

25
40 120

35
Jumlah Sel (x103 sel/ml) 100
30
80
25

% removal
20 60

15
40
10
20
5

0 0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

0 10 20 30 40 50 60
Jam

[Cu2+ 20 ppm) Jumlah Sel [Cu2+ 40 ppm) Jumlah Sel


[Cu2+60 ppm) Jumlah Sel [Cu2+80 ppm) Jumlah Sel
[Cu2+ 20 ppm) %removal [Cu2+ 40 ppm) %removal
[Cu2+60 ppm) %removal [Cu2+80 ppm) %removal

Gambar 4.3. Kurva tumbuh dan Persentase removal pada berbagai Konsentrasi Ion Cu2+

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sel Chlorella vulgaris mengalami proses pertumbuhan
dan adsorpsi hampir secara bersamaan. Pada gambar 4.3. menunjukan kurva pertumbuhan dan
persentase removal terhadap waktu pada berbagai konsentrasi awal ion logam Cu2+. Berdasarkan
hasil grafik pada konsentrasi rendah 20 dan 40 ppm, fasa logaritmik meningkat lebih cepat
daripada konsentrasi 60 dan 80 ppm. Hal ini menunjukan bahwa pada konsentrasi ion logam Cu2+
hingga 40 ppm merupakan konsentrasi maksimum dari sel Chlorella vulgaris untuk dapat hidup
dan berkembang biak. Karena pada konsentrasi 60 dan 80 ppm, terlihat sel tidak mengalami
pertumbuhan. Selama pertumbuhannya Chlorella vulgaris berperan sebagai absorben dan
melakukan adsorpsi ion logam Cu2+. Proses adsorpsi dapat terjadi karena sel sebagai material
biologis (biosorben) dan ion Cu2+ memiliki afinitas yang tinggi, sehingga ion mudah terikat pada
biosorben. Pengikatan ion logam Cu2+ yang berada dalam suatu larutan yaitu dengan cara
pertukaran ion dimana ion-ion pada dinding sel Chlorella vulgaris digantikan oleh ion-ion logam
Cu2+ (Martins, et al, 2006). Kompleksitas ion logam Cu2+ yang bermuatan positif berinteraksi
dengan pusat aktif yang bermuatan negatif pada permukaan dinding sel atau dalam polimer
ekstraseluler, seperti protein dan polisakarida sebagai sumber gugus fungsi berperan penting
dalam mengikat ion logam Cu2+ (Ratnawati, Ermawati, & Naimah, 2010).

26
Sebagian besar mekanisme penyisihan/removal ion logam berat oleh mikroorganisme
adalah proses pertukaran ion yang mirip pertukaran ion pada resin. Mekanisme ini dapat dibagi
atas tiga cara, yakni: berdasarkan metabolisme sel (proses yang tergantung pada metabolisme dan
proses yang tidak tergantung pada metabolisme sel); berdasarkan posisi ion logam berat yang di
sisihkan/di removal (akumulasi ekstraselular/presipitasi, akumulasi intraseluler dan penyerapan
oleh permukaan sel); dan berdasarkan cara pengambilan ion logam berat (Sinly dan Johan, 2007).

120
96
100

80
63
60

40 33

20 9

0
%removal %removal %removal %removal
[Cu2+ 20 ppm) [Cu2+ 40 ppm) [Cu2+60 ppm) [Cu2+80 ppm)

Gambar 4.4. Persentase removal pada berbagai Konsentrasi Awal Ion Logam Cu2+

Data penelitian diperoleh persentase removal terendah yaitu 9% pada konsentrasi Cu2+ 80
ppm. Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi diatas 400 ppm, sel tidak dapat berkembang
biak, sehingga tidak terbentuk sel yang akan berperan sebagai biosorben untuk mengadsopsi ion
logam Cu2+. Sel tidak dapat mentoleransi konsentrasi ion logam dengan jumalah yang tinggi.
Pada konsentrasi Cu2+ 60 ppm, persentase removal mencapai 33%. Hal sebaliknya terjadi pada
konsentrasi Cu2+ 40 ppm, menghasilkan persentase removal yang paling tinggi yaitu 96%. Lebih
tinggi daripada konsentrasi Cu2+ 20 ppm.
Proses penyerapan Cu2+ yang dilakukan oleh Chlorella vulgaris terdapat dua metode yaitu
penyerapan dengan cara pertukaran ion dan melakukan pengikatan ion logam Cu2+. Menurut
(Pearson,1963), ion logam Cu2+ merupakan asam daerah batas yang terletak antara keras-lunak
karena tidak adanya perbedaan yang tajam antara keras dan lunak yang dapat bereaksi dengan
gugus fungsi yang terdapat di dinding sel Chlorella vulgaris seperti gugus fungsi hidroksil yang
bersifat basa. Gugus fungsi pada dinding sel berinteraksi kuat dengan Cu2+, sehingga Cu2+ mudah
di serap oleh dinding sel. Proses adsorpsi sel menyerap logam Cu dengan melalui permukaan
selnya.

27
BAB 5
KESIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah kondisi operasi yang menghasilkan persentase removal
tertinggi (96,1%) dalam proses adsorpsi ion logam Cu2+ menggunakan Chlorella vulgaris
adalah saat konsentrasi awal larutan ion logam Cu2+ sebesar 40 ppm dengan pH 5.

28
DAFTAR PUSTAKA

Ahalya N., Ramachandra T.V., Kanamadi R.D., Biosorption of Heavy Metals [Journal]. -
India : Research Journal of Chemistry And Environment, 2003. - 4 : Vol. 7.
Akar, T.,Tunali, S., Biosorption characteristics of Aspergillus flavus biomass for removal of
Pb(II) and Cu(II) ions from an aqueous solution - Turkey , 2006. - 15 : Vol. 97.
Aksu, Z., Acikel, U., Kutsal, T., Investigation of Simultaneous Biosorption of Copper(II) and
Chromium(VI) on Dried Chlorella Vulgaris from Binary Metal Mixtures: Application of
Multicomponent Adsorption Isotherms. - Turkey : Taylor & Francis, 2006. - 3 : Vol. 34.
Algix, Chlorella Application Brief. - March 28, 2018. - http://algix.com/tag/chlorella-
vulgaris/.
Al-Rub, Biosorption of copper on Chlorella vulgaris from single,binary and ternary metal
aqueous solutions.- United Arab Emirates : Elsevier, 2005. - 2 : Vol. 41.
Amazine, Tembaga (Cu): Fakta, Sifat, Kegunaan & Efek Kesehatannya. - April 18, 2018. -
https://www.amazine.co/28270/tembaga-cu-fakta-sifat-kegunaan-efek-kesehatannya/.
Andersen R. A., Algal Culturing Techniques: Academic Press, 2005. - Vol. 1.
Arroyo, T.,Mixotrophic cultivation of Chlorella vulgaris and its potential application for the
oil accumulation from non-sugar materials. - USA : Elsevier, 2011. - 4 : Vol. 35.
Badan POM RI, Mengenal Logam Beracun. - Jakarta , 2010.
Becker E. W., Micro-algae as a source of protein. - Germany, 2006. - 2 : Vol. 25.
Becker E. W. Microalgae: Biotechnology and Microbiolog, Britain : Cambridge University
Press, 1994.
Bhattacharaya, S. K.,Effect of Cobalt on Methanogenesis. - London : Taylor & Francis,
2010. - 3 : Vol. 16.
Borowitzka, M. A. Commercial production of microalgae: ponds, tanks, tubes and
fermenters. - Australia : Elsevier, 1999. - 1-3 : Vol. 70.
Brewer, M., Concise Encyclopedia of Biochemistry. - New York : Van Nostrand Reinhold,
1983.
Brinza, L., Dring, M. J., Gavrilescu, M. Marine Micro and Macro Algal Species as
Biosorbents for Heavy Metals. - United Kingdom, 2007. - 3 : Vol. 6.
Chojnacka. K., Biosorption and bioaccumulation in practice. New York : Nova Science
Publishers, Inc., 2009.
Dhankar, R.,Hooda, A., Fungal Biosorption- An Alternative To Meet The Challenges of
Heavy Metal Pollution in Aqueous Solutions. India : Taylor&Francis, 2011. - 5 : Vol. 32.
29
Donmez, C.G., A Comparative Study on Heavy Metal Biosorption Characteristics of Some
Algae. Turkey : Process Biochemistry, 1998. - 9 : Vol. 34.
Dostalek, P., Chapter 12 Immobilized Biosorbents for Bioreactors and Commercial
Biosorbents // Microbial Biosorption of Metals . - New York : Springer, 2011.
Duffus, J. H., "Heavy Metals"-A Meaningless Term? // Pure and Applied Chemistry. - United
Kingdom, 2002. - Vol. 75.
Dwidjoseputro Dasari-Dasar Mikrobiologi. - Jakarta : Djambatan, 1998.
Fachrullah, M.R., LAJU PERTUMBUHAN MIKROALGA PENGHASIL BIOFUEL JENIS
Chlorella sp. DAN Nannochloropsis sp. YANG DIKULTIVASI MENGGUNAKAN
AIR LIMBAH HASIL PENAMBANGAN TIMAH DI PULAU BANGKA. - Bogor :
Institut Pertanian Bogor, 2011.
Forster, C.F., Wase, D.A.J., Biosorption of Heavy Metals : An Introduction// Biosorbents for
metal ions. - London : Taylor & Francis, 2003.
Fraile A., Chemistry and Ecology. - Spain : Taylor & Francis, 2006. - 1 : Vol. 21.
Gardea-Torresdey J.L., Phytofiltration of hazardous cadmium, chromium, lead, and zinc ions
by biomass of Medicago sativa (Alfalfa). - USA : Journal of Hazardous Materials,
1997. - 1-3 : Vol. 57.
Gonzalez, Fe., Chapter 7 Algal Biosorption and Biosorbents// Microbial Biosorption of
Metals. - New York : Springer, 2011.
Grigoryev, Y., Cell Counting with a Hemocytometer: Easy as 1, 2, 3 // BitesizeBio. -
December 8, 2014. - April 19, 2018. - https://bitesizebio.com/13687/cell-counting-with-
a-hemocytometer-easy-as-1-2-3/.
Hawkes, S. J., What Is a “Heavy Metal”? ACS Publications, 1997.
Hidayati, Suyono, Y., KINETIKA ADSORPSI LOGAM Zn MENGGUNAKAN
BIOMASSA Pseudomonas - Pontianak, 2013.
Huang, C., Huang, C.P., Morehart, A.L., Proton Competition In Cu(II) Adsorption by Fungal
Mycelia. - USA : Pergamon Press, 1991. - 11 : Vol. 25.
Huang, C., Huang C., and Morehart, A., The Removal of Cu(II) from Dilute Aqueous
Solutions by Saccharomyces Cerevisiae. - USA : Pergamon Press, 1990. - 4 : Vol. 24.
Jarup, L., Hazards of heavy metal contamination. - London : Department of Epidemiology
and Public Health, Imperial College, 2003. - 1 : Vol. 68.
k33n, Hackbiosys. - January 26, 2016. - April 12, 2018. -
https://hackbiosys.org/2016/01/26/portable-visible-spectrophotometer/.

30
Kapoor, A., Viraraghavan, T., Fungal Biosorption- An Alternative Treatment Option for
Heavy Metal Bearing Wastewater Review - Canada : Elsevier, 1995. - 3 : Vol. 53.
Kapoor, A., Viraraghavan, T., Cullimore, D. R., Removal of heavy metals using the fungus
Aspergillus niger– Canada,1999. - 1 : Vol. 70.
Kawaroe, M.,Mikroalga Potensi dan Pemanfaatannya untuk Produksi Bio Bahan Bakar. -
Bogor : IPB Press, 2010. - Vol. 1.
Kotrba, P., Chapter 1 Microbial Biosorption of Metals-General Introduction // Microbial
Biosorption of Metals . - New York : Springer, 2011.
Kuchitsu, K., Detection and characterization of acidic compartments (vacuoles) in Chlorella
vulgaris 11h cells by 31P-in vivo NMR spectroscopy and cytochemical techniques. -
Japan : Springer-Verlag, 1987. - 2 : Vol. 148.
Kuroda, K., Ueda, M., Microbial Biosorption of Metals. - New York : Springer, 2011.
Kuyucak, N., Volesky, B., Biosorbents For Recovery Of Metals From Industrial Solutions. -
Canada : Kluwer Academic Publishers, 1988. - 2 : Vol. 10.
Lenntech, Chemical properties of copper - Health effects of copper - Environmental effects of
copper. - April 18, 2018. - https://www.lenntech.com/periodic/elements/cu.htm.
Levinson, R., Atomic absorption spectrometry. - The Education Department, The Royal
Society of Chemistry. - April 26, 2018.
Lewis, R. J., Hawley's Condensed Chemical Dictionary. - New York,1993. - Vol. 12.
Liang, Y., Sarkany, N., Cui, Y., Biomass and lipid productivities of Chlorella vulgaris under
autotrophic, heterotrophic and mixotrophic growth conditions. Springer Netherlands,
2009. - 7 : Vol. 31.
Lipowsky, H., Arpaci E., Copper in the Automotive Industry. - Jerman : WILEY-VCH
Verlag GmbH & Co. KGaA, 2007.
Loukidou, M.X., Diffusion Kinetic Study of Chromium (VI) Biosorption by Aeromonas
caviae. - Greece : American Chemical Society, 2004. - Vol. 43.
LPPM UNPAR, 2016, Rencana Induk Penelitian Universitas Katolik Parahyangan 2016 –
2019.
Lu, W.,Biosorption of Lead,Copper, and Cadmium By An Indigenous Isolate Enterobacter
sp. J1 Possessing High Heavy-Metal Resistance. - Taiwan, 2006. - 1-3 : Vol. 134.
Macek, T., Mackova, M., Chapter 2 Potential of Biosorption Technology// Microbial
Biosorption of Metals . - New York : Springer, 2011.

31
Mahardani, D., Putri, B., Hudaidah, S., Pengaruh Salinitas Berbeda Terhadap Pertumbuhan
dan Kandungan Karotenoid Dunaliella sp. Dalam Media Ekstrak Daun Lamtoro
(Leucaena leucocephala). - Bandar Lampung, 2017. - 1 : Vol. 7.
Maria, F., hemocytometer cell counting with a hemocytometer. - April 19, 2018. -
https://www.hemocytometer.org/hemocytometer-protocol/.
Merdekawati, W., Karwur, F. F., Susanto, A. B., KAROTENOID PADA ALGAE: KAJIAN
TENTANG BIOSINTESIS, DISTRIBUSI SERTA FUNGSI KAROTENOID. -
Salatiga : Biologi UNJ Press, 2017. - 1 : Vol. 13.
Muzzarelli, R.A.A., Chitin and Its Derivatives: New Trends of Applied Research. - Italy :
Elsevier, 1982. - 1 : Vol. 3.
Naja, G., Volesky, B., Chapter 3 The Mechanism of Metal Cation and Anion Biosorption //
Microbial Biosorption of Metals . - New York : Springer, 2011.
Nakajima, A., Cooper Biosorption by Chemically Treated Micrococcus Luteus Cells. -
Japan : Kluwer Academic Publishers, 2001. - 4 : Vol. 17.
Nateri, A.S.,Prediction of Dye Concentrations in a Three-Component Dye Mixture Solution
by a PCA-Derivative Spectrophotometry Technique. - Iran : Wiley Online Library, 2009.
Novianti, T., Zainuri, M., Widowati, I., STUDI TENTANG PERTUMBUHAN
MIKROALGA Chlorella Vulgaris YANG DIKULTIVASI BERDASARKAN SUMBER
CAHAYA YANG BERBEDA. - Semarang : Universitas Diponegoro, 2017. - 1 : Vol. 2.
Rajanrena, J.R., Ismai, H. M.,Investigation of Chlorella vulgaris microalgae as a source for
renewable fuel. - Malaysia , 2016. - 1 : Vol. 8.
Razzaq, R., Phytoremediation: An Environmental Friendly Technique - A Review. - 2017. -
Maret 2018. - https://www.omicsonline.org/open-access/phytoremediation-an-
environmental-friendly-technique--a-review-2380-2391-
1000195.php?aid=90287&view=mobile#53.
RISTEKDIKTI, 2017, Rencana Induk Riset Nasional Tahun 2017 – 2045.
Rohman, A., Kimia Farmasi Analisis: Spektrofotometri UV dan tampak (Visibel). -
Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007.
Romimohtarto K., Meroplankton Laut: Larva Hewan Laut yang Menjadi. - Jakarta, 2004.
Safi, C.,Morphology, Composition, Production, Processing and Applications. - France :
Elsevier, 2014. - Vol. 35.
Sag, Y.,Kutsal, T., Application of Absorptioin Isotherms To Chromium Adsorption On
Z.Ramigera. - Turkey : Kluwer Academic Publishers, 1989. - 2 : Vol. 11.

32
Sahin, Y., Ozturk, A., Biosorption of Chromium (VI) Ions From Aquous Solution By The
Bacterium Bacillus Thuringiensis. - Turkey , 2005. - 5 : Vol. 40.
Say, R., Yilmaz, N., Denizli, A., Removal of Chromium (VI) Ions From Synthetic Solutions
by the Fungus Penicillium Purpurogenum. - 2004.
Scott, J.A., Palmer, S.J., Sites of cadmium uptake in bacteria used for biosorption. - Lousiana,
USA : Springer, 1989. - 2 : Vol. 33.
Siegel, S.M., Siegel, B.Z., Clark, K. E., Bio-corrosion: Solubilization and Accumulation of
Metals by Fungi. - USA : Kluwer Academic Publishers, 1982. - 3 : Vol. 19.
Srinath, T., Chromium (VI) Biosorption and Bioaccumulation By Chromate Resistant
Bacteria. - India : Chemosphere, 2001. - 4 : Vol. 48.
Sud, D., Mahajan, G., Kaur, M.P., Agricultural waste material as potential adsorbent for
sequestering heavy metal ions from aqueous solutions – A review. - India : Science
Direct, 2007. - 14 : Vol. 99.
Suhendrayatna Bioremoval Logam Berat Dengan Menggunakan Microorganisme:Suatu
Kajian Kepustakaan (Heavy Metal Bioremoval by Microorganisms: A Literature Study)//
Seminar on-Air Bioteknologi untuk Indonesia Abad 21. - Japan, 2001.
Sun, J.,Heavy Metal Removal Through Biosorptive Pathways // Advances in Water
Treatment and Pollution Prevention / book auth. Sharma Sanjay K. and Sanghi Rashmi. -
New York : Springer, 2012.
Tan, T., Cheng, P., Biosorption of Metal Ions With Penicillium Chrysogenum. - Beijing :
Humana Press, 2003. - 2 : Vol. 104.
Teknik Kimia ITB, Modul Teknik Fermentasi. - April 13, 2018. -
https://www.slideshare.net/junajunedjunot/fer-teknikfermentasi.
The Editors of Encyclopaedia Britannica, Copper chemical element. - April 18, 2018. -
https://www.britannica.com/science/copper.
Townsley, C. C., Ross. I. S., Copper Uptake In Aspergillus Niger During Batch Growth adn
In Nongrowing Mycelial Suspensions. - United Kingdom : Academic Press, 1986. - 4 :
Vol. 10.
Tunali, S., Cabuk, A., Akar, T., Removal of Lead and Copper Ions From Aqueous Solutions
by Bacterial Strain Isolated From Soil. - Turkey, 2005. - 3 : Vol. 115.
United States Department of Labor. - https://www.osha.gov/SLTC/metalsheavy/.
Veglio, F., Beolchini, F., Removal of Metals by Biosorption: A Review. - Italy, 1997. - 3 :
Vol. 44.

33
Veglio, F., Beolchini, F., Gasbarro, A., Biosorption of toxic metals: an equilibrium study
using free cells of Arthrobacter sp.. - Italy : Process Biochemistry, 1996. - pp. 99-105 :
Vol. 32.
Vijayaraghavan, K., Yun Y.S., Bacterial Biosorbents and Biosorption. - Chonju :
ScienceDirect, 2008. - 3 : Vol. 26.
Viraraghavan, T., Srinivasan, A., Chapter 6 Fungal Biosorption and Biosorbents // Microbial
Biosorption of Metals. - New York : Springer, 2011.
Vo, K., Chemistry LibreTexts. - July 22, 2015. - March 26, 2018. -
https://chem.libretexts.org/Core/Physical_and_Theoretical_Chemistry/Kinetics/Reaction
_Rates/Experimental_Determination_of_Kinetcs/Spectrophotometry.
Volesky, B., Biosorbents for metal recovery. - Cambridge : Elsevier publications, 1987. -
Vol. 5.
Volesky, B., Detoxification of Metal-Bearing Effluents: Biosorption for the Next Century. -
Canada , 2000. - 2-3 : Vol. 59.
Wang, J., and Chen, C., Biosorbents for heavy metals removal and their future. - China :
Elsevier, 2008. - 2 : Vol. 27.
Washington State University, myNutrition. - April 13, 2018. -
https://mynutrition.wsu.edu/nutrition-basics/.
Webster, Webster’s Third New International Dictionary of the English language
unabridged. - USA : Springfield, 1986.
WHO, ADVERSE HEALTH EFFECTS OF HEAVY METALS IN CHILDREN. - October
2011. - April 13, 2018. - http://www.who.int/ceh/capacity/heavy_metals.pdf.
Wijoseno, T., UJI PENGARUH VARIASI MEDIA KULTUR TERHADAP TINGKAT
PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN PROTEIN, LIPID, KLOROFIL, DAN
KAROTENOID PADA MIKROALGA. - Depok : Universitas Indonesia, 2011.
Yamamoto, M., Regeneration and Maturation of Daughter Cell Walls in the Autospore-
Forming Green Alga Chlorella Vulgaris (Chlorophyta, Trebouxiophyceae). - Tokyo :
Springer-Verlag, 2004. - 4 : Vol. 117.
Yamamoto, M., Kurihara, I., Kawano, S., Late type of daughter cell wall synthesis in one of
the Chlorellaceae. - Japan : Springer-Verlag, 2005. - 6 : Vol. 221.
Yana, Y., 17 Manfaat Tembaga dalam Kehidupan Sehari-hari dan kesehatan. - 2015. - May 9,
2018. - https://www.google.co.id/amp/s/manfaat.co.id/17-manfaat-tambaga-dalam-
kehidupan-sehari-hari-kesehatan/amp.

34
Yeh, K.L., Chang, J.S., Effects of cultivation conditions and media composition on cell
growth and lipid productivity of indigenous microalga Chlorella vulgaris ESP-31. -
Taiwan : Elsevier, 2011.
Yun, Y.S., Vijayaraghavan, K., Won, S.W., Chapter 5 Bacterial Bisorption and Biosorbents //
Microbial Biosorption of Metals . - New York : Springer, 2011.
Zhou, Ming., Kinetic and Equilibrium Studies of Cr (VI) Biosorption by Dead Bacillus
Licheniformis Biomass. - China : Springer Netherlands, 2007. - 1 : Vol. 23.

35

Anda mungkin juga menyukai