Anda di halaman 1dari 17

MID TOKSIKOLOGI

“BIOMONITORING PENCEMAR UDARA DENGAN TANAMAN HIAS”

OLEH :

IRMAWATI
J1A118011

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2020
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatu.

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
rahmat, kemudahan, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Makalah “Biomonitoring Pencemar Udara Dengan Tanaman Hias” sesuai dengan
yang di harapkan.

Dalam penyusunan makalah ini kami melibatkan berbagai pihak agar dapat
membantu memperlancar penyelesaian penulisan makalah ini. Untuk itu kami
mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang
telah terlibat dalam penyusunan makalah ini.

Karena keterbatasan pengetahuan yang kami miliki, oleh sebab itu kami menerima
saran dan kritik dari pembaca agar dapat merampungkan penulisan makalah ini.
Akhir kata kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan
inspirasi bagi pembaca.

Kendari, Desember 2020

Penulis
DAFTAR ISI

MID TOKSIKOLOGI ............................................................................................. 1

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3

BAB I pendahuluan ................................................................................................. 4

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 4

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 5

1.3 Manfaat ......................................................................................................... 6

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 7

2.1 Pengertian Biomonitoring Pencemar Udara ................................................. 7

2.2 Biomonitoring Pencemar Udara Menggunakan Tanaman Hias.................... 7

2.3 Parameter Yang Digunakan Dalam Biomonitoring Pencemar Udara........... 9

2.4 Penelitian Terkait Biomonitoring Pencemar Udara Menggunakan


. Tanaman Hias............................................................................................ 11

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 14

3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 14

3.2 Saran ............................................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15


BAB I
PENDAHUUAN

1.1 Latar Belakang


Polusi udara perkotaan merupakan salah satu masalah global yang serius
dalam satu dekade terakhir. Particulatte matter (PM) berkontribusi dalam
menimbulkan polusi udara dan sangat berbahaya jika terhirup oleh manusia
karena mengandung logam – logam berat. Paparan yang telah disebabkan oleh
particulate matter (PM) telah dikaitkan dengan berbagai penyakit, termasuk
kardiovaskular dan penyakit pernafasan (Huiming, Li 2013) (Putra, 2018)

Pencemaran udara atau sering kita dengar dengan istilah polusi udara
menurut Akhmad (2000) diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat
asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan atau komposisi
udara dari keadaan normalnya. Pencemaran udara disebabkan oleh berbagai
macam zat kimia, baik berdampak langsung maupun tidak langsung yang
semakin lama akan semakin mengganggu kehidupan manusia, hewan dan
tumbuhan. (Santoso, 2018)

Meningkatnya polutan pada atmosfer disebabkan oleh beberapa faktor


seperti perkembangan industri, pertumbuhan ekonomi yang pesat, peningkatan
urbanisasi, lalu lintas dan transportasi serta penggunaan energi yang tinggi.
(Sari, Darnas, & Hamdan, 2020) Emisi yang dihasilkan dari kendaraan
bermotor juga mempengaruhi kenaikan polusi di udara. Kontribusi polusi yang
dihasilkan mencapai 60 – 70% dibandingkan cerobong asap industri yang hanya
10 – 15%. Emisi yang dihasilkan dapat mengeluarkan berbagai jenis gas dan
partikel yang dapat terhirup oleh masyarakat yang berada di sekitarnya (Ika,
2014). Sebagian emisi polutan dari kendaraan disebabkan oleh abrasi dan korosi
di bagian lain dengan penggunaan cairan yang berbeda (Delmas & Gadras,
2000). Bahkan saat ini bahan bakar yang digunakan oleh masyarakat Indonesia
masih mengandung logam berat seperti Pb. Premium memiliki nilai oktan RON
88 dengan kandungan minimal Pb sebesar 0 gr/liter dan maksimal sebesar 0,013
gr/liter, dan Pertamax memiliki nilai oktan sebesar 92 dengan kandungan Pb
sebesar 0,013 gr/liter, (Pertamina, 2017). Dua polutan logam utama yang
dikeluarkan adalah timbal (Pb) dan seng (Zn) yang biasanya ditemukan dari
hasil pembakaran gas kendaraan bermotor dan saat rem (dengan kandungan
75% kandungan timbal dari bensin yang dikeluarkan dari mesin knalpot), di lain
hal seng (Zn) dihasilkan dari ban, pelumas. Sisa logam secara alami ada di
permukaan tanah dalam jumlah kecil (Putra, 2018)

Environtment Protection Agency mengatakan bahwa 25% logam berat Pb


tetap berada dalam mesin dan 75% akan mencemari udara sebagai asap knalpot,
gas buangan tetap akan mencemari lokasi 10 % dalam radius 100 < mm, 5%
dalam radius 20 km, dan 35% lainnya terbawa atmosfer dalam jarak yang jauh
(Putra, 2018)

Tanaman hias perkotaan mampu mengurangi polusi di lingkungan melalui


bioakumulasi kontaminan dalam jaringannya (Youning et al, 2014). Tanaman
juga bersifat penting karena dapat men-transfer komponen lingkungan abiotik
ke biotik (Lopez et al, 2014). Sumber utama kontaminan elemen ditanaman
adalah media pertumbuhannya, dan telah diteliti bahwa ada hubungan antara
deposisi logam berat di atmosfir dengan logam berat ditanaman (Ugulu et al,
2012). Daun tanaman sangat berpotensi sebagai biomonitor logam berat. (Putra,
2018)

Ada banyak macam tanaman hias yang digunakan sebagai biokumulasi


kontaminan dalam jaringannya. Dengan menanam menanan berbagai macam
tanaman hias di sepanjang jalan dengan lalu lintas yang padat dapat mengurangi
pencemaran udara (Putri, 2013). Besarnya penghasil logam berat di udara maka
diperlukan tindakan untuk mereduksinya. Salah satu metode untuk
menanggulangi pencemaran di udara adalah dengan menggunakan tanaman.
(Putra, 2018)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan biomonitoring pencemar udara?
2. Bagaimana biomonitoring pencemar udara dengan menggunakan tanaman
hias?
3. Apa parameter yang digunakan dalam biomonitoring pencemar udara?
4. Apa saja penelitian terkait biomonitoring pencemar udara menggunakan
tanaman hias?

1.3 Manfaat
1. Untuk mengetahui biomonitoring pencemar udara
2. Untuk mengetahui biomonitoring pencemar udara dengan menggunakan
tanaman hias
3. Untuk mengetahui parameter yang digunakan dalam biomonitoring
pencemar udara
4. Untuk mengetahui penelitian terkait biomonitoring pencemar udara
menggunakan tanaman hias
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Biomonitoring Pencemar Udara


Biomonitoring Pencemar Udara merupakan suatu upaya penggunaan
respons organisme secara sistematis untuk mengevaluasi perubahan-perubahan
kualitas udara. Perubahan ambien atmosfer oleh adanya bahan pencemar udara
akan dapat mempengaruhi kehidupan tanaman.

Sebagian besar bioindikator yang dipakai untuk biomonitoring pencemar


udara merupakan tumbuhan seperti daun pinus jarum dapat dipakai sebagai
indikator pencemaran alifatik hidrokarbon. Tanaman tingkat rendah antara lain
lichen parmalia sulcata juga dapat sebagai indikator pencemaran udara.
Dengan demikian maka lichen dapat dipakai sebagai biomonitor untuk
pencemar udara. Di dalam praktek, lichen dapat pula dipakai untuk pemetaan
daerah yang diduga tercemar oleh emisi yang mengandung bahan pencemaran
udara. Dengan kata lain disebutkan biomonitoring cukup baik untuk
mengetahui efek negatif biologi akibat dari pencemaran udara.

Logam berat yang berada di atmosfer dapat dimonitor dengan adanya


kandungan logam berat pada lichen dan daun pinus jarum. Adanya pencemaran
udara yang bersumber dari buangan mesin diesel dilingkungan kerja, ditandai
dengan teridentifikasinya Nitro Pyrene. Pencemaran udara di jalan raya perlu
dilakukan monitoring biologi dan lingkungan terhadap dampak yang
disebabkan oleh polutan benzene dan aromatik hidrokarbon lainnya. Telah
dikembangkan metode biomonitoring yang lebih baik, sebagai contoh adalah
mengevaluasi kadar Pb darah lebih daripada evaluasi Pb ambien. (Mukono,
2002)

2.2 Biomonitoring Pencemar Udara Menggunakan Tanaman Hias


Biomonitoring pencemar udara sering kali menggunakan tanaman sebagai
bioindikatornya, terkhusus tanaman hias karena selain sebagai bioindikator
pencemaran udara juga digunakan untuk menambah nilai estetik. Tanaman
memiliki fungsi keindahan dalam dua dimensi; yaitu:

a. Tanaman pada hakekatnya berbentuk 3 (tiga) dimensi, namun dalam


fungsi keindahan dapat pula dilihat dalam bentuk 2 (dua) dimensi.
Keindahan dalam bentuk 2 (dua) dimensi tercermin dalam pola garis
yang tercermin dari tajuk tanaman; dan
b. Bayang-bayang pohon/tanaman, membentuk refleksi atau silhoute
yang menghasilkan kreasi garis pola patern, dan tekstur.

Tanaman juga memiliki fungsi keindahan dalam tiga dimensi; yaitu:

a. tanaman dapat berfungsi sebagai Sculpture dengan memperhatikan


bentuk tanaman, ukuran, warna serta teksturnya;
b. tanaman memberikan pandangan yang halus, kasar, tajam, bila dilihat
dari tekstur batang maupun daunnya;
c. tanaman memberikan nuansa warna terhadap lingkungan melalui
warna batang, daun, bunga dan buah; dan
d. tanaman berfungsi sebagai kontrol pandangan, membentuk bingkai
terhadap objek pemandangan.

Selain itu, tanaman memberikan fungsi atraktif, yaitu: (a) tanaman dapat
memberikan fungsi atraktif karena kehadiran burung yang hinggap untuk
bertelur, bercengkerama, berlindung dan memakan buahnya; dan (b) tanaman
memberi daya tarik bagi manusia karena mempunyai bentuk, warna,
keindahan, karakter, tekstur yang berbeda satu dengan lainnya. Tanaman juga
berfungsi memberikan aksen (fungsi aksentuasi), yaitu: tanaman dapat
berfungsi memberikan penekanan, aksentuasi serta tanda-tanda untuk
menunjukkan suatu lokasi. Misalnya penempatan deretan pohon kelapa di tepi
sebuah jalan, akan memberikan kemudahan ingatan terhadap lokasi jalan
tersebut. (Najoan, 2011)

Ada berbagai macam tanaman hias yang dapat digunakan dalam


biomonitoring pencemar udara mulai dari daun pinus, lidah mertua. Daun pinus
jarum dapat dipakai sebagai indikator pencemaran alifatik hidrokarbon.
Dengan pemeriksaan Gas Chromatografi (GC) ditemukan bahwa kadar
hidrokarbon lebih tinggi pada daun pohon pinus yang berumur tua. Tanaman
tingkat rendah antara lain lichen parmalia sulcata dapat sebagai indikator
pencemaran udara. (Mustika, 2018) . Logam berat yang berada di atmosfer
dapat dimonitor dengan adanya kandungan logam berat pada lichen dan daun
pinus jarum. Adanya pencemaran udara dari berbagai sumber mulai dari
buangan mesin diesel dilingkungan kerja, ditandai dengan teridentifikasinya
Nitro Pyrene. Pencemaran udara dalam lingkungan kerja pabrik gelas
mengandung bahan yang bersifat genotoksik yang dapat dinilai dengan
mutagenic assays, antara lain: Tes Ames, konversigen dan poinmutasi.
Pencemaran udara di jalan raya perlu dilakukan monitoring biologi dan
lingkungan terhadap dampak yang disebabkan oleh polutan benzene dan
aromatik. (Nugrahani & Prasetyawati, 2010)

Selain itu jenis tanaman hias lain yang baik untuk mengurangi polusi udara
diantaranya adalah puring (Codiaeum variegiatum), dracaena (Dracaena
fragrans), hanjuang (Cordyline terminalis), soka (Ixora javanica), dan kembang
sepatu (Hibiscus rosa-sinensis), serta lily paris (Chlorophytum comosum) dan
masih banyak lagi. Rahman (2008) menyatakan bahwa tanaman puring
(Codiaeum variegatum) adalah tanaman yang memiliki daun paling baik dalam
menyerap unsur plumbum yang bertebaran di udara terbuka yaitu 2,05 mg/liter.
Plumblum (Pb/timah hitam/timbal) merupakan salah satu jenis unsur yang
berbahaya bagi kesehatan manusia. (Sulistiana, 2014) (Nurjannah, Muryani, &
Suyanto, 2018)

2.3 Parameter Yang Digunakan Dalam Biomonitoring Pencemar Udara


Kepedulian pemerintah terkait penanganan pencemaran udara yaitu
dengan membuat keputusan No KEP-107/KABAPEDAL/11/1997 menetapkan
aturan tentang pedoman teknis perhitungan dan pelaporan serta informasi
indeks standar pencemar udara (ISPU). (Satra & Rachman, 2016)
ISPU merupakan laporan kualitas udara yang menerangkan seberapa
tercemar dan bersihnya udara padalingkungan masyarakat. Pemerintah
menetapkan parameter ISPU dengan lima jenis pencemaran udara yaitu CO,
SO2, NO2, Ozon permukaan (O3), dan partikel debu (PM-10). ISPU
dikategorikan kedalam 5 tingkatan pengukuran yaitu 1) kategori baik rentang
nilai pengukuran 0-50, 2) kategori sedang (51-100), 3) kategori tidak sehat (101
± 199), 4) kategori sangat tidak sehat (200 ± 299), 5) kategori berbahaya (300
± 500). Stasiun pengamatan ISPU sangat diperlukan dalam lingkungan
masyarakat Indonesia, upaya pemeriah adalah telah membuat stasiun ISPU
pada setiap propinsi di Indonesia.

Stasiun ISPU yang ada di Indonesia menggunakan perangkat intrumentasi


yang didatanggkan dari luar negeri, sehinngga memerlukan biaya mahal untuk
pengadaannya. Pengembangan stasiun ISPU telah dilakukan oleh Aziz yaitu
membuat sebuah sistem informasi pengukuran nilai ISPU yang terdiri tiga
bagian utama yaitu:

1) stasiun akuisisi sensor gas pencemar udara,


2) server pengumpul dan penyimpan data,
3) tampilan antar muka untuk mengakses data. Setiap stasiun memiliki
lima buah sensor untuk membaca gas CO, SO2, NO 2, Ozon permukaan
(O3), dan partikel debu (PM-10).

Media komunikasi data pada menggunakan jaringan wireless selanjutnya


ditampilkan secara waktu nyata (real time) dan secara tidak waktu nyata oleh
aplikasi desktop dan aplikasi web. Namun pada penelitian Aziz hanya
diterapkan pada lingkungan Kampus IPB dan server akuisisi data
menggunakan PC (Personal Computer), hal ini menjadi alasan peneliti dalam
melakukan penelitian pengataman tingkat pencemaran udara pada lingkungan
UMI terkhusus Fakultas Ilmu komputer menggunakan server raspberry pi.
(Satra & Rachman, 2016).
2.4 Penelitian Terkait Biomonitoring Pencemar Udara Menggunakan
. Tanaman Hias
Penelitian terkait biomonitoring pencemar udara menggunakan tanaman
hias sudah banyak dilakukan beberapa tahun terakhir, seperti salah satu
penelitian Elis Hastuti dan Titi Utami (2008) mengenai Ruang Terbuka Hijau
(RTH) yang dilakukan di Bandung dan Cirebon menunjukkan bahwa terjadi
peningkatkan proses penangkapan CO2 secara alamiah oleh tanaman-tanaman
di RTH yang sangat penting untuk mendukung upaya reduksi gas rumah kaca
dan polutan udara lainnya. (Hastuti & Utami, 2008). Selain itu, penelitian Rani
Ismiarti Ergantara dan Emy Khikmawati yang bertujuan mengelompokkan
tanaman penyerap emisi udara yang dapat mendukung Ruang Terbuka Hijau
(RTH) menunjukkan penilaian API dan APTI diperoleh kategori yaitu
excellent (Mangifera odorata), good (Annona muricata), moderate (Ficus
benjamina), poor (Cyrtostachys renda, Oleina syzygium, Plumeria alba,
Aglaonema sp, Saraca asoca, Anredera cordifolia, Pandanus amaryllifolius,
Piper betle L) serta very poor (Bouganvillea, Euodia ridleyi, minum Sambac,
Rhoeo discolor). Kategori excellent, good, dan moderate dapat dikatakan
tanaman tersebut cocok dan toleran sebagai penyerap emisi udara. (Ergantara
& Khikmawati, 2020) (Qonita, Nugrahani, & Sukartinungrum, 2016)

Kemudian penelitian dari Muh. Azhari (2019) mengenai tanaman hias di


Jalan Utama Kota Palangka Raya dimana ia mengumpulkan data jumlah
kendaraan yang melewati jalan dengan cara survei, sedangkan penghitungan
jumlah tanaman yang ada di median jalan yang dijadikan lokasi penelitian
menggunakan metode line transek dan dari penelitian tersebut didapatkan
bahwa tanaman yang ada di median jalan tersebut yaitu tanaman tanjung,
ketapang, bambu, dan keluarga palem-paleman, berdasarkan hasil teknik
pengumpulan data dengan studi literatur menyatakan bahwa tanaman tanjung,
Bambu, dan Palem cocok untuk menyerap logam berat buangan kendaraan,
sedangkan tanaman Ketapang cocok sebagai tanaman kanopi atau peneduh saja
karena berdaun lebar dan rimbun. (Azhari, 2019) (Prasetyo, Nugraheni, &
Koentjoro, 2018)
Penelitian menggunakan tanaman hias pinggir jalan sebagai sampel
merupakan yang paling banyak dilakukan karena kosentrasi polutan di pinggir
jalan sangat berbeda jika dibandingkan dengan tempat lainnya yang disebabkan
oleh banyaknya polutan yang dikeluarkan setiap kendaraan yang melewati
jalan tersebut terlebih di daerah perkotaan yang padat seperti pada penelitian
Anak Agung K. K, dkk yang menggunakan enam jenis tanaman di sepanjang
Jalan P.B. Sudirman, Jalan Letda tantular dan Jalan Gajah Mada Kota Denpasar
menunjukkan bahwa Daun Bungur (Lagerstroemia speciosae) yang kasar,
berlekuk, kaku, tebal dan besar memiliki kemampuan tertinggi dalam menjerap
debu dan menyerap polutan yaitu 5.80472 mg/cm2 dan 5.06700 mg/kg
dibandingkan lima jenis daun tanaman tepi jalan lainnya. (Krisnandika,
Kohdrata, & Semarajaya, 2019) Dan Penelitian dari Fanni Riyantika Sari, dkk
(2016) yang dilakukan dengan cara melakukan observasi, dengan mengambil
sampel daun Sirih Gading (Epipremnum aureum) varietas hijau kuning dan
varietas hijau yang terletak pada nodus ke tujuh dari bawah pada tiga lokasi
sampling yang kemudian dianalisis di laboratorium sehingga didapatkan hasil
bahwa tanaman sirih gading mampu menyerap berat timbal (Pb) diudara dan
kadar timbal pada tanaman tersebut tergantung banyaknya kendaraan yang
melewati jalan. (Sari, Purnomo, & Rachmadiarti, 2016). Hal ini berbeda
dengan penelitian Ayudhiniar Fascavitri, dkk yang dilakukan dengan sampel
Tanaman Lili Paris (Chlorophytum comosum), Melati Jepang
(Pseuderanthemum reticulatum), dan Paku Tanduk Rusa (Platycerium
bifurcatum) didapatkan kadar timbal (Pb) pada tanaman tsn tidak dipengaruhi
oleh emisi kendaraan bermotor pada kepadatan jalan di Kota Surabaya
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Mochamad Soeprijadi,
dkk. (Fascavitri, Rachmadiarti, & Bashri, 2018) (Laksana1, Suproborini, &
Kusumawati, 2016)

Penelitian oleh Tati Nasriyati, dkk di Lalu Lintas Kota Semarang dengan
sampel berupa talus lichen D. picta menunjukkan warna talus di lokasi padat
kendaraan cenderung berwarna lebih gelap dibandingkan dengan warna talus
yang berada di daerah dengan tingkat kepadatan kendaraan yang rendah.
Bentuk talus cenderung membulat, lonjong, dan tidak beraturan mengikuti pola
substrat. Luas penutupan terendah terdapat di lokasi yang memiliki kepadatan
lalu lintas tertinggi. (Tati Nasriyati, 2018)

Selain penelitian di daerah pinggiran jalan, daerah-daerah seperti pabrik


juga sering dijadikan tempat penelitian karena kosentrasi polutan dari pabrik
yang beresiko tinggi mencemari udara sekitar seperti pada penelitian yang
dilakukan Fajri Hidayat, dkk yang menggunakan sampel daun Filicium
decipiens L. di ambil pada tiga lokasi berbeda berdasarkan radius penyebaran
debu dari pabrik PT Semen Padang menunjukkan emisi pabrik yang terserap
oleh daun melalui stomata secara bertahap akan menyebabkan kerusakan
stomata, utamanya pada sel penjaga, peningkatan jumlah stomata yang tertutup
dan jumlah stomata berkurang, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Suhaimi 2017. (Hidayat, Puteri, Purnama, & Sari, 2018). (Suhaimi, 2017)

Selain itu penelitian Bovi Rahadiyan Adita C. Dan Naniek Ratni J. A. R.


yang dilakukan dengan membuat rumah tanaman, dengan media tanah,
kompos, pupuk kandang, pasir, dan polutan yang berasal dari asap kendaraan
bermotor menunjukkan bahwa dari beberapa tanaman hias yang diuji, tanaman
lidah mertua merupakan tanaman yang memiliki kemampuan terbesar dalam
penurunan konsentrasi gas karbon monoksida dibandingkan dengan tanaman
lili paris dan sirih gading (C. & R.)
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Biomonitoring Pencemar Udara merupakan suatu upaya penggunaan
respons organisme secara sistematis untuk mengevaluasi perubahan-perubahan
kualitas udara. Perubahan ambien atmosfer oleh adanya bahan pencemar udara
akan dapat mempengaruhi kehidupan tanaman. Biomonitoring pencemar udara
sering kali menggunakan tanaman sebagai bioindikatornya, terkhusus tanaman
hias karena selain sebagai bioindikator pencemaran udara juga digunakan untuk
menambah nilai estetik.

Kepedulian pemerintah terkait penanganan pencemaran udara yaitu


dengan membuat keputusan No KEP-107/KABAPEDAL/11/1997 menetapkan
aturan tentang pedoman teknis perhitungan dan pelaporan serta informasi indeks
standar pencemar udara (ISPU).

Penelitian terkait biomonitoring pencemar udara menggunakan tanaman


hias sudah banyak dilakukan beberapa tahun terakhir dan penelitian
menggunakan tanaman hias pinggir jalan sebagai sampel merupakan yang paling
banyak dilakukan karena kosentrasi polutan di pinggir jalan sangat berbeda jika
dibandingkan dengan tempat lainnya yang disebabkan oleh banyaknya polutan
yang dikeluarkan setiap kendaraan yang melewati jalan tersebut terlebih di
daerah perkotaan yang padat.

3.2 Saran
Penanaman berbagai macam tanaman hias di area-area tinggi polusi dapat
menurunkan tingkat pencemaran udara. Maka diperlukan partisipasi dari
berbagai pihak untuk melakukannya. Penulis sadar masih banyak kekurangan
dari karya tulis ini maka dari itu, penulis menerima jika ada kritik dan saran
dari pembaca yang dapat membuat karya ilmiah ini dapat menjadi lebih baik
dimasa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Azhari, M. (2019). Analisis Manfaat Tanaman Terhadap Kondisi Lingkungan di
Jalan Utama. Media Ilmiah Teknik Lingkungan, Volume 4, Nomor 1, 10-15.

C., B. R., & R., N. R. (n.d.). TINGKAT KEMAMPUAN PENYERAPAN


TANAMAN HIAS DALAM MENURUNKAN POLUTAN KARBON
MONOKSIDA. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan, Vol. 4 No. 1, 54-60.

Ergantara, R. I., & Khikmawati, E. (2020). ANALISIS PEMILIHAN JENIS


TANAMAN PENYERAP EMISI UDARA DALAM MENDUKUNG
RUANG TERBUKA HIJAU PRIVAT DI KECAMATAN KEMILING
KOTA BANDAR LAMPUNG. Jurnal Rekayasa, Teknologi, dan Sains,
VOLUME 4 NOMOR 1, 7-12.

Fascavitri, A., Rachmadiarti, F., & Bashri, A. (2018). Potensi Tanaman Lili Paris
(Chlorophytum comosum), Melati Jepang (Pseuderanthemum reticulatum),
dan Paku Tanduk Rusa (Platycerium bifurcatum) sebagai Absorben Timbal
(Pb) di Udara. LenteraBio, Vol. 7 No. 3, 188–195.

Hastuti, E., & Utami, T. (2008). POTENSI RUANG TERBUKA HIJAU DALAM
PENYERAPAN CO2 DI PERMUKIMAN. Jurnal Permukiman, Vol. 3 No.
2 , 106-114.

Hidayat, F., Puteri, G., Purnama, H. Y., & Sari, M. Y. (2018). Karakteristik Stomata
Pada Daun Tumbuhan Filicium decipiens L. di Sekitar PT Semen Padang
sebagai Tumbuhan Indikator Pencemaran Udara. 1-7.

Krisnandika, A. A., Kohdrata, N., & Semarajaya, C. G. (2019). Identifikasi tanaman


penyerap Pb di tiga ruas jalan Kota Denpasar. JURNAL ARSITEKTUR
LANSEKAP, VOL. 5, NO. 2, 225-232.

Laksana1, M. S., Suproborini, A., & Kusumawati, N. (2016). KANDUNGAN


TIMBAL TANAMAN LANSEKAP JALAN (STREETSCAPE) KOTA
MADIUN PROPINSI JAWA TIMUR. UNIPMA, 234-241.
Mukono, H. (2002). Epidemiologi Lingkungan. Surabaya: Airlangga University
Press.

Mustika, F. A. (2018). EVALUASI FUNGSI FISIK DAN TOLERANSI POHON


TEPI JALAN TERHADAP POLUSI UDARA DI LINGKAR LUAR
KEBUN RAYA BOGOR. Bogor Agriculture.

Najoan, J. (2011). Evaluasi Penggunaan Tanaman Lansekap Di Taman Kesatuan


Bangsa Pusat Kota Manado. Jurnal Sabua , Vol.3, No.1: 9-18.

Nugrahani, P., & Prasetyawati, E. T. (2010). SEMAK HIAS ELEMEN LANSKAP


PERKOTAANSEBAGAI FITOINDIKATOR PENCEMARAN UDARA
SULFUR DIOKSIDA DALAM KAJIAN HORMESIS. HASIL
PENELITIAN DAN PENGABDIAN, 1-8.

Nurjannah, S., Muryani, S., & Suyanto, A. (2018). Pengaruh Tanaman Lidah
Mertua (Sansevieria trifasciata) terhadap Penurunan Kadar Pb (Plumbum)
di Udara. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 10, No.2, 84-89.

Prasetyo, W. J., Nugraheni, P., & Koentjoro, Y. (2018). PERUBAHAN


KANDUNGAN KARBOHIDRAT TANAMAN LANSKAP SEBAGAI
BIOINDIKATOR PENCEMARAN UDARA DI KOTA SURABAYA.
Plumula, Volume 5 No.3.

Putra, R. A. (2018). BIOAKUMULASI LOGAM BERAT Pb, Zn, DAN Cu PADA


TANAMAN Sansevieria Trifasciata DI UNIVERSITAS ISLAM
INDONESIA. Jurnal Teknik Lingkungan, 1-4.

Putri, T. R. (2013). Pemanfaatan Sansevieria Tanaman Hias Penyerap Polutan


Sebagai Upaya Mengurangi Pencemaran Udara di Kota Semarang.
Semarang: Universitas Diponegoro.

Qonita, F. I., Nugrahani, P., & Sukartinungrum. (2016). TOLERANSI BEBERAPA


SPESIES TANAMAN LANSKAP TERHADAP PENCEMARAN
UDARA DI TAMAN PELANGI SURABAYA. Plumula, Volume 5, No.2,
188-202.
Santoso, S. N. (2018). PENGGUNAAN TUMBUHAN SEBAGAI PEREDUKSI
PENCEMARAN UDARA. Jurnal Teknik Lingkungan, 1-22.

Sari, F. R., Purnomo, T., & Rachmadiarti, F. (2016). Kemampuan Tanaman Sirih
Gading (Epipremnum aureum) Sebagai Absorben Logam Berat Timbal (Pb)
Di Udara. LenteraBio, Vol. 5 No. 3, 117–124.

Sari, Y. W., Darnas, Y., & Hamdan, A. M. (2020). Karakterisasi Sifat Magnetik
Daun Untuk Analisa Polusi Udara: Sebuah Tinjauan Ulang. Serambi
Engineering, Volume V, No. 4, 1367 - 1377.

Satra, R., & Rachman, A. (2016). PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING


PENCEMARAN UDARA BERBASIS PROTOKOL ZIGBEE DENGAN
SENSOR CO. Jurnal Ilmiah ILKOM, Volume 8, Nomor 1, 17-22.

Suhaimi. (2017). PENGARUH KADAR TIMBAL (Pb) TERHADAP


KERAPATAN STOMATA DAN KANDUNGAN KLOROFIL PADA
GLODOKAN (Polyalthia Longifolia Sonn) SEBAGAI PENEDUH KOTA
DI LANGSA. Journal of Islamic Science and Technology , Vol. 3, No.1, .

Sulistiana, S. (2014). Tanaman Puring (Codiaeum Variegatum) sebagai


Pendegradasi Polutan Menuju Lingkungan Sehat. Urban Lifestyle, 105-110.

Tati Nasriyati, M. S. (2018). Morfologi Talus Lichen Dirinaria Picta (Sw.) Schaer.
Ex Clem pada Tingkat Kepadatan Lalu Lintas yang Berbeda di Kota
Semarang. Jurnal Akademika Biologi, Volume 7 No 4, Hal. 20-27.

Anda mungkin juga menyukai