OLEH:
KELOMPOK II
DOSEN PENGAMPU:
Dr. FADJAR GOEMBIRA
PADANG
2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun menginspirasi terhadap pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................ 3
2.1 Pengendalian Pencemaran Udara .......................................... 3
2.2 Pencemar Partikulat ................................................................ 3
2.3 Teknologi Pengendalian Partikulat .......................................... 5
2.4 Kelebihan dan Kekurangan Pengendalian Pencemar
Partikulat ............................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Oksida nitrogen (NO ), Karbon dioksida (CO) dan hidrokarbon (HC). Pencemar
x
lainnya adalah timbal (Pb) yang dikandung dalam bensin (Premium). Keberadaan
timbal (Pb) di udara dapat membahayakan bagi kesehatan manusia.
Sebenarnya secara alamiah atmosfer mampu dan telah melakukan self cleansing
untuk mengontrol polusi udara di alam. Namun, karena aktivitas yang
menyebabkan pencemaran udara terus-menerus terjadi maka dibutuhkan
beberapa alat atau teknologi dalam mengendalikan pencemaran udara, Upaya
teknologi pengendalian pencemaran udara dapat dilakukan melalui:
Pengendalian pada sumbernya, meliputi pengendalian pencemaran debu/
partikel, gas, dan buangan kendaraan bermotor. Pengendalian lingkungan,
usaha pengendslisn pencemaran perlu dilengkapi dengan usaha teknik
pengendalian agar sesuai dengan fungsinya. Maka makalah ini bertujuan untuk
menjelaskan teknologi pengendalian pencemaran udara.
1
1.2 Rumusan Masalah
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Partikulat adalah substansi yang berada dalam atmosfer pada kondisi normal
yang secara ukuran dinyatakan dalam satuan mikron (µm – micrometer). Sifat
fisis partikel yang penting adalah ukurannya, yang berkisar antara diameter
0,0002 mikron sampai sekitar 500 mikron. Partikulat yang memiliki ukuran lebih
dari 100 mikron dikategorikan sebagai kelompok yang mudah mengendap,
sedangkan yang memiliki ukuran kurang dari 100 mikron dikategorikan sebagai
partikulat tersuspensi di udara. Partikulat untuk ukuran kurang dari 10 mikron
dapat berpotensi berpengaruh terhadap sistem pernapasan (inhalable
particulate) dan yang berukuran kurang dari 1 mikron merupakan kelompok
permanently suspended di udara (BPSDM PU, 2018).
3
Partikel sangat mempengaruhi kehidupan, baik itu bagi lingkungan dan bagi
makhluk hidup, antara lain (Ratnani, 2008):
a. Pengaruh partikel terhadap tanaman;
Pengaruh partikel terhadap tanaman terutama adalah dalam bentuk
debunya, dimana debu–debu tersebut jika bergabuing dengan uap air atau
air hujan akan membentuk kerak yang tebal pada permukaan daun dan tidak
dapat tercuci dengan air hujan kecuali digosok. Lapisan kerak tersebut akan
menganggu proses fotosintesis pada tanaman karena menghambat
masuknya sinar matahari dan mencegah pertukaran CO2 dengan atmosfer,
akibatnya pertumbuhan tanaman menjadi terganggu. Bahaya lain yang
ditimbulkan dari pengupulan partikel pada tanaman adalah kemungkinan
bahwa partikel tersebut mengandung komponen kimia yang berbahaya bagi
hewan yang memakan tanaman tersebut.
b. Pengaruh partikel terhadap manusia;
Pengaruh partikel terhadap manusia yaitu polutan partikel masuk kedalam
tubuh manusia melalui sistem pernafasan, oleh karena itu pengaruh yang
merugikan terjadi pada sistem pernafasan. Faktor yang berpengaruh
terhadap sistem pernafasan adalah ukuran partikel, karena ukuran partikel
yang menentukan seberapa jauh penetrasi partikel kedalam sistem
pernafasan.
c. Pengaruh partikel terhadap bahan lain;
Partikel – partikel yang terdapat diudara dapat mengakibatkan berbagai
kerusakan pada berbagai bahan. Jenis dan tingkat kerusakan yang
dihasilkan oleh partikel dipengaruhi oleh komposisi kimia dan sifit fisik
partikel tersebut.
d. Pengaruh partikel terhadap radiasi solar dan iklim;
Partikel yang terdapat diatmosfer berpengaruh terhadap jumlah dan jenis
radiasi solar yang dapat mencapai permukaan bumi. Pengaruh ini
disebabkan oleh penyebaran dan absorbsi sinar oleh partikel. Salah satu
pengaruh utama yaitu penurunan visibilitas. Jumlah polutan partikel
bervariasi dengan musim atau iklim. Pada musim salju dan gugur, sistem
pemanas didalam rumah–rumah dan gedung meningkat sehingga
dibutuhkan tenaga yang lebih tinggi yang mengakibatkan terbentuknya lebih
banyak partikel.
4
Fasa partikulat di atmosfer terdiri dari sub solid (padat) dan liquid (cair). Secara
terminologi, bentuk-bentuk partikulat dapat berupa dust, ash, smoke, fume, dan
aerosol. Sedangkan dalam bentuk campuran bisa berupa aerosol (BPSDM PU,
2018):
a. Dust;
Dust pada umumnya didefinisikan sebagai produk samping dari proses
mekanis (crushing, grinding, drilling) dan erosi alami abrasi. Partikulat pada
kategori dust dapat berada pada rentang 1 – 1000 mikron. Partikulat dust
pada umumnya bersifat irregular (tidak beraturan).
b. Ash;
Berdasarkan terminologi ini, partikulat ash merupakan produk dari
pembakaran atau proses termal dari senyawa organik. Produknya berukuran
antara 1 – 10 mikron. Dalam implementasi peraturan, dapat dibagi menjadi
bottom ash dan fly ash.
c. Smoke;
Smoke merupakan asosiasi partikulat yang berukuran 0,1 -1 mikron dengan
uap air. Smoke yang memiliki ukuran partikulat yang lebih besar dengan
dominasi black carbon yang sering disebut soot (jelaga).
d. Fume;
Fume merupakan produk nukleasi senyawa uap logam, organik dan unsur lain
karena pemanasan pada temperatur yang sangat tinggi namun mengalami
pendinginan sehingga melewati titik embun gas buang. Fume memiliki ukuran
< 1 mikron.
e. Aerosol;
Kategori ini merupakan asosiasi senyawa pada tingkat ionik sehingga memiliki
perilaku seperti partikulat. Ukuran aerosol dapat terjadi hingga ukuran 10
mikron, namun dominasi tertinggi adalah pada rentang kurang dari 2,5 mikron.
5
kecepatan terminal saat partikulat terpisah dari stream aliran gas buang. Proses
ini hanya efektif pada ukuran partikulat lebih dari 70 mikron. Skema mekanisme
pengendalian partikulat proses gravitasi dapat digambarkan sebagai berikut,
dimana proses akan terkait dengan jenis alat pengendali gravity settler:
b. Proses Sentrifugal
Pada proses ini, kelemahan pada mekanisme gravitasi dicoba diatasi dengan
memberikan percepatan gaya sentrifugal dan pembentukan vortex. Sehingga
partikulat dapat terpisah dari stream aliran gas buang. Penambahan gaya
sentrifugal ini mampu menyisihkan partikulat hingga ukuran 5 mikron. Skema
mekanisme pengendalian partikulat dapat digambarkan sebagai berikut, dimana
proses akan terkait dengan jenis alat pengendali cyclone:
c. Proses Elektrostatik
Pada proses ini partikulat diberikan muatan pada bagian permukaannya
kemudian ditangkap oleh bidang pengumpul yang bermuatan berlawanan. Pada
mekanisme pemberian muatan ini, ukuran partikel efektif adalah lebih kecil dari
10 mikron karena pada ukuran yang lebih besar, muatan akan mudah lepas dari
bidang permukaan seiring dengan berkurangnya gaya induksi elektrik. Skema
mekanisme pengendalian partikula dengan proses elektrostatik dapat
6
digambarkan sebagai berikut, dimana proses akan terkait dengan jenis alat
pengendali elevtrostatic presipitator:
7
Gambar 5. Mekanisme Penyisihan Intersepsi dan Alat Pengendali Partikulat
Sumber: BPSDM PU, 2018
f. Proses Difusi
Proses ini merupakan mekanisme lebih lanjut dari partikulat dengan proses
impaksi namun terjadi kesetimbangan momentum sehingga perilaku partikel
akan mengalami perubahan sesuai materi atau bidang yang terkena impaksi.
Skema mekanisme pengendalian partikulat dapat digambarkan sebagai berikut,
dimana proses akan terkait dengan jenis alat pengendali wet scrubber:
8
Adapun beberapa jenis pengendalian pencemar partikulat yang telah digunakan
dalam berbagai kegiatan pada saat ini yaitu:
2. Cyclone
Cyclone adalah alat yang menggunakan prinsip gaya sentrifugal dan tekanan
rendah karena adanya perputaran untuk memisahkan materi berdasarkan
perbedaan massa jenis dan ukuran. Alat ini menggunakan prinsip pemisahan
partikel dengan menggunakan gaya inersia partikel. Udara yang mengandung
partikulat akan berputar seperti siklon(spiral). Partikel besar tidak dapat bergerak
terus karena gaya inersia tersebut. akibatnya terlepas dari vortex dan mengenai
dinding siklon akibat gaya sentrifugal dan jatuh ke dalam hopper karena gravitasi.
Saat gas mencapai dasar siklon, gerakan akan berputar ke arah yang
9
berlawanan menuju ke atas tabung dan keluar lewat lubang keluar. Dinding
siklon yang menyempit ke bawah unit, memungkinkan partikel terkumpul di
hopper. Cyclone memiliki bentuk yang khas, dapat ditempatkan di atap dari suatu
instalasi atau di samping bangunan. Cyclone digunakan sebagai precleaner,
didesain untuk menyisihkan >80% kandungan partikel yang berdiameter >20 µm
(Purwanta, 2018).
Faktor penentu disain cyclone yaitu kecepatan inlet gas, diameter partikel dan
perbandingan ukuran bagian-bagian cyclone. Cyclone lebih efisien jika
digunakan untuk memindahkan atau menangkap partikel besar dan kurang
efisien untuk partikel kecil atau ringan. Akan tetapi cyclone tidak cocok digunakan
bagi industri yang menemisikan partikulat basah, karena dapat terkumpul di
dinding siklon atau inlet. Skema dasar penyisihan alat cyclone (BPSDM PU,
2018):
3. Electrostatic Precipitator
10
Skema dasar penyisihan alat electrostatic precipitator:
Cara kerja dari Electro Static Precipitator (ESP) adalah melewatkan gas buang
(flue gas) melalui suatu medan listrik yang terbentuk antara elektroda bermuatan
(discharges electrode) dengan plat pengumpul (collector plate), flue gas yang
mengandung butiran debu pada awalnya bermuatan netral dan pada saat
melewati medan listrik, partikel debu akan terionisasi sehingga partikel debu
tersebut menjadi bermuatan negatif (-). Partikel debu yang sekarang bermuatan
negatif (-) kemudian menempel pada pelat-pelat pengumpul (collector plate).
Debu yang dikumpulkan di collector plate dipindahkan kembali secara periodik
dari collector plate melalui suatu getaran (rapping). Debu ini kemudian jatuh ke
bak penampung (ash hopper), dan dipindahkan ke fly ash silo dengan cara di
vakum atau dihembuskan (Purwanta, 2018).
11
utilitas tetapi juga industri lainnya (untuk gas buang lainnya) seperti semen, pulp
and paper dan baja.
4. Fabric Filter
Fabric filter adalah unit pengendali pencemaran udara yang disisihkan melalui
mekanisme impaksi, intersepsi dan difusi. Fabric filter atau baghouses,
menangkap debu dari gas buang dengan melalui buangan poros fabric. Fabric
filter ini sangat efisien untuk menangkap partikel dengan efisiensi 99% jika
diaplikasikan dengan alat lainnya (Purwanta, 2018).
Kinerja fabric filter atau baghouses sangat tergantung pada seleksi bahan fiber
dan pembuatan kain. Bahan fiber yang digunakan harus cukup kuat pada suhu
gas maksimum dan sesuai dengan komponen kimia gas yang dikumpulkan di
hopper. Salah satu kerugian dari fabric filter ini jika temperatur gas tinggi harus
sering didinginkan sebelum dihubunkan dengan media filter. Oleh karena itu
sering didinginkan agar tidak cepat rusak atau terbakar dan berkorosi. Fabric
filter menggunakan bahan filter tertentu seperti nilon atau wol untuk menyisihkan
partikel dari aliran gas buang. Karakterirtik kain saring/ filter, diantaranya
(BPSDM PU, 2018) :
a. dapat terbakar jika digunakan untuk mengkoleksi debu yang mudah
teroksidasi
12
b. Umur kain saring dapat menjadi pendek akibat temperatur tinggi dan adanya
partikulat atau gas yang bersifat alkali
c. Materi higroskopis, kondensasi uap, atau komponen adhesif dapat
mengakibatkan penyumbatan pada fabric filter sehingga diperlukan aditif
tertentu
d. Personel yang melakukan penggantian kantong penyaring harus terlindungi
sistem pernafasannya
5. Wet Scrubber
Wet scrubber dirancang dengan konsep penambahan kadar air pada partikulat
sehingga akan terpisah dari aliran udara emisi. Kriteria desain unit ini tergantung
pada konsumsi energi yang diperlukan selama proses penyisihan. Makin tinggi
energi yang digunakan pada saat proses maka makin tinggi pula efisiensi
penyisihannya (BPSDM PU, 2018).
13
c. Kondensasi yaitu ketika butir spray air terkondensasi pada permukaan
permukaan partikulat;
d. Menambah tingkat kelembaban dan gaya electrostatic antar partikel.
15
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan makalah ini, antara lain:
Pengendalian partikulat dilakukan untuk meminimalisir/menghilangkan dampak
pencemar partikulat yaitu dengan menggunakan teknologi pengendalian
pencemar patikulat;
1. Teknologi pengendalian partikulat yang dapat dilakukan yaitu dengan
menggunakan Gravity Settling Chamber, Cyclone, Electrostatic Precipitator,
Fabric Filter dan Wet Scrubber;
2. Teknologi pengendalian pencemar partikulat masing-masing memiliki
kelebihan kelebihan dan kekurangan dalam pengendaliannya.
16
DAFTAR PUSTAKA
BPSDM PU. 2018. Modul Pengendalian Emisi Partikulat dan Gas dari Fasilitas
WtE Termal. Bandung: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Jalan,
Perumahan, Permukiman, dan Pengembangan Infrastruktur Wilayah.