HISTORY FAIR
SUBTEMA
Diusulkan Oleh:
UNIVERSITAS HASANUDDIN
KABUPATEN GOWA
2018
ii
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iv
ABSTRAK ........................................................................................................vii
BAB 1 PENDAHULUAN
2.2 Pirolisis..............................................................................................5
iv
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan......................................................................................21
5.2 Saran................................................................................................21
LAMPIRAN .....................................................................................................24
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Desain Model Pirolisis Tampak Atas Pada Sudut 45° ........................... 16
vi
EFISIENSI TEKNOLOGI PIROLISIS UNTUK
MENGONVERSI LIMBAH PLASTIK MENJADI BAHAN
BAKAR MINYAK DAN PENGGUNAAN BIODEGRADASI
BAKTERI PSEUDOMONAS SP. UNTUK MENGURANGI
RESIDU PIROLISIS
Imam Hafidz Imran1, Nurannisa Irianto2, Muhammad Nurshiddiq3
Departemen Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin1
Departemen Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin2
Departemen Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin3
ABSTRAK :
Plastik merupakan senyawa polimer yang memiliki rantai panjang karbon dan
elemen lain yang mudah dibentuk. Sifat bahan plastik yang ringan dan kuat, tahan
korosi, transparan dan sifat insulasi yang cukup baik inilah yang menyebabkan
plastik sulit dipisahkan dari kehidupan manusia. Akan tetapi peningkatan
penggunaan bahan plastik ini diikuti juga dengan peningkatan limbah plastik.
Tidak seperti limbah organik yang dapat terurai oleh bakteri, limbah plastik
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk terurai. Karena itu, limbah plastik
ini membutuhkan proses lebih lanjut untuk mengurangi kuantitasnya, salah
satunya dengan cara mengonversi limbah plastik menjadi produk yang bernilai.
Pirolisis plastik merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk
megurangi kuantitas limbah plastik dengan cara mengubah limbah plastik menjadi
bahan bakar, cara kerja pirolisis adalah dekomposisi kimia bahan organik melalui
proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen atau reagen lainnya (kedap udara),
dimana material mentah dalam hal ini limbah plastik akan mengalami pemecahan
struktur kimia menjadi fase gas lalu kemudian dikondensasi untuk memperoleh
fase cair. Limbah plastik melalui proses pirolisis mampu diubah menjadi
feedstock petrokimia seperti nafta, liquid, dan wax seperti hidrokarbon dan gas
serta minyak dasar untuk pelumas. Proses pengolahan sampah plastik dengan
proses pirolisis memiliki kelemahan yaitu, tidak efisien pada pembuatan reaktor
dalam skala besar hal ini diakibatkan oleh terjadinya bubling, chanelling, dan
kurang ekonomis sehingga masih menyisakan residu. Salah satu cara yang dapat
digunakan untuk mengoptimalkan teknologi pirolisis utamanya untuk limbah
plastik skala besar tanpa menggunakan reaktor skala besar adalah dengan
memperbanyak jumlah reaktor dengan ukuran dan desain yang optimal untuk
meningkatkan efisiensi penggunakan teknologi pirolisis. Sementara residu yang
dihasilkan oleh Pirolisis dapat diatasi dengan cara menguranginya menggunakan
proses Biodegradasi menggunakan bakteri Pseudomonas sp. yang mampu
mendegradasi berbagai jenis hidrokarbon. Dengan demikian masalah limbah
plastik yang jumlahnya terus meningkat dapat dikurangi kuantitasnya dengan cara
ini, yakni Pirolisis dan Biodegradasi.
vii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sejak ditemukan pertama kali pada tahun 1907, penggunaan plastik dan
barangbarang berbahan dasar plastik semakin meningkat. Peningkatan
penggunaan plastik ini merupakan konsekuensi dari berkembangnya teknologi,
industri dan juga jumlah populasi penduduk. Menurut perhitungan Kementrian
Lingkungan Hidup (2008), jumlah sampah plastik penduduk Indonesia setiap
harinya sebesar 175.000 ton atau setara 64 juta ton/tahun dan saat ini sampah
plastik telah menumpuk hingga 6 juta ton atau setara degan berat 1 juta gajah
dewasa. Impor plastik dan barang dari plastik sepanjang Januari-Juli tahun 2011
melonjak 46% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2010, karena
tingginya permintaan terhadap baha baku plastik di dalam negeri.
Plastik merupakan senyawa polimer yang memiliki rantai panjang karbon
dan elemen lain yang mudah dibentuk. Plastik merupakan komponen yang sulit
dipisahkan dari kegiatan sehari-hari manusia karena berbagai kelebihan yang
dimilikinya. Sifat bahan plastik yang ringan dan kuat, tahan korosi, transparan dan
sifat insulasi yang cukup baik inilah yang menyebabkan plastik sulit dipisahkan
dari kehidupan manusia. Bahan plastik dapat ditemui pada hampir semua benda
yang kita gunakan sehari-hari diantaranya kemasanan makanan, alat rumah
tangga, mainan anak, hingga alat elektronik.
Akan tetapi peningkatan penggunaan bahan plastik ini diikuti juga dengan
peningkatan limbah plastik. Tidak seperti limbah organik yang dapat terurai oleh
bakteri, limbah plastik ini membutuhkan waktu yang sangat lama untuk terurai
sehingga terjadi penumpukan sampah plastik di tempat pembuangan sampah.
Penanganan sampah plastik yang banyak digunakan di negara berkembang adalah
menggunakan metode landfill tidak mempedulikan jenis sampahnya, baik itu
sampah organik maupun sampah anorganik seperti plastik. Selain itu cara
pengolahan sampah dengan pembakaran bukan metode yang aman bagi
lingkungan karena dapat meningkatkan emisi gas yang potensial menjadi polutan
dan beberapa partikulat pencemar lainnya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Plastik
Plastik adalah salah satu jenis makromolekul yang dibentuk dengan proses
polimerisasi. Polimerisasi adalah proses penggabungan beberapa molekul
sederhana (monomer) melalui proses kimia menjadi molekul besar
(makromolekul atau polimer). Plastik merupakan senyawa polimer yang unsur
penyusun utamanya adalah karbon dan hidrogen. Untuk membuat plastik, salah
satu bahan yang sering digunakan adalah naphta, yaitu bahan yang dihasilkan dari
penyulingan minyak bumi atau gas alam. Sebagai gambaran, untuk membuat 1 kg
plastik memerlukan 1,75 kg minyak bumi, untuk memenuhi kebutuhan bahan
bakunya maupun kebutuhan energi prosesnya (Kumar et al. 2011).
Penggunaan plastik di dalam kehidupan sehari-hari semakin meningkat
seiring dengan perkembangan ekonomi masyarakat. Hal ini di karenakan oleh
keunggulan plastik di bandingkan dengan bahan material lain, di antaranya seperti
kuat, ringan, tidak korosi, mudah di warnai dan murah (Syamsiro et al., 2016).
Peningkatan ini berdampak pada semakin banyaknya sampah yang dihasilkan dari
plastik.
Plastik dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu thermoplastic dan
thermosetting (Mujiarto, 2005). Thermoplastic adalah bahan plastik yang jika
dipanaskan sampai temperatur tertentu akan mencair dan dapat dibentuk kembali
menjadi bentuk yang diinginkan. Sedangkan thermosetting adalah plastik yang
jika telah dibuat dalam bentuk padat, tidak dapat dicairkan kembali dengan
dipanaskan.
Berdasarkan sifat kedua kelompok plastik di atas, thermoplastic adalah
jenis yang memungkinkan untuk didaur ulang. Jenis plastik yang dapat didaur
ulang diberi kode berupa nomor untuk memudahkan dalam mengidentifikasi dan
penggunaannya.
Sedangkan thermosetting plastik yang melunak bila dipanaskan dan dapat
dibentuk, tapi mengeras secara permanen, mereka hangus/hancur bila dipanaskan.
Kebanyakan material komposit modern menggunakan plastik thermosetting, yang
biasanya disebut resin. Plastik termosetting berwujud cair. Kelebihan dari plastik
5
jenis ini adalah ketahanan zat kimia yang baik meskipun berada dalam lingkungan
yang ekstrim.
2.2 Pirolisis
Pirolisis atau devolatilisasi adalah proses fraksinasi material oleh suhu.
Proses pirolisis dimulai pada temperatur sekitar 230 °C, ketika komponen yang
tidak stabil secara termal, dan volatile matters pada sampah akan pecah dan
menguap bersamaan dengan komponen lainnya. Produk cair yang menguap
mengandung tar dan polyaromatic hydrocarbon. Produk pirolisis umumnya terdiri
dari tiga jenis, yaitu gas (H2, CO, CO2, H2O, dan CH4), tar (pyrolitic oil), dan
arang. Parameter yang berpengaruh pada kecepatan reaksi pirolisis mempunyai
hubungan yang sangat kompleks, sehingga model matematis persamaan kecepatan
reaksi pirolisis yang diformulasikan oleh setiap peneliti selalu menunjukkan
rumusan empiris yang berbeda (Trianna dan Rochimoellah, 2002). Selain itu,
plastik merupakan polimer yang berat molekulnya tidak bisa ditentukan, ataupun
dihitung. Karena itu, kecepatan reaksi dekomposisi didasarkan pada perubahan
massa atau fraksi massa per satuan waktu. Produk pirolisis selain dipengruhi oleh
suhu dan waktu, juga oleh laju pemanasan. Rodiansono dkk.,(2007) melakukan
perengkahan sampah plastik jenis polipropilena dari kemasan air mineral dalam
reaktor pirolisis terbuat dari stainless steel, dilakukan pada temperatur 475C
dengan dialiri gas nitrogen (100 mL/menit).
Mengkonversi sampah plastik menjadi bahan bakar minyak termasuk daur
ulang tersier. Merubah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak dapat
dilakukan dengan proses cracking (perekahan). Cracking adalah proses memecah
rantai polimer menjadi senyawa dengan berat molekul yang lebih rendah. Hasil
dari proses perekahan plastik ini dapat digunakan sebagai bahan kimia atau bahan
bakar. Ada tiga macam proses perekahan yaitu hidro cracking, thermal cracking
dan catalytic cracking (Panda, 2011).
1. Hydro cracking
Hydro cracking adalah proses perekahan dengan mereaksikan plastik
dengan hidrogen di dalam wadah tertutup yang dilengkapi dengan pengaduk pada
temperatur antara 423 – 673 K dan tekanan hidrogen 3 – 10 MPa. Dalam proses
hydro cracking ini dibantu dengan katalis. Untuk membantu pencampuran dan
6
reaksi biasanya digunakan bahan pelarut 1-methyl naphtalene, tetralin dan decalin.
Beberapa katalis yang sudah diteliti antara lain alumina, amorphous silica
alumina, zeolite dan sulphate zirconia.
2. Thermal cracking
Thermal cracking adalah termasuk proses pirolisis, yaitu dengan cara
memanaskan bahan polimer tanpa oksigen. Proses ini biasanya dilakukan pada
temperatur antara 350 °C sampai 900 °C. Dari proses ini akan dihasilkan arang,
minyak dari kondensasi gas seperti parafin, isoparafin, olefin, naphthene dan
aromatik, serta gas yang memang tidak bisa terkondensasi.
3. Catalytic cracking
Cara ini menggunakan katalis untuk melakukan reaksi pemecahan
molekul. Dengan adanya katalis, dapat mengurangi temperatur dan waktu reaksi.
Osueke dan Ofundu (2011) melakukan penelitian konversi plastik low density
polyethylene (LDPE) menjadi minyak. Proses konversi dilakukan dengan dua
metode, yaitu dengan thermal cracking dan catalytic cracking. Pyrolisis dilakukan
di dalam tabung stainless steel yang dipanaskan dengan elemen pemanas listrik
dengan temperatur bervariasi antara 475 – 600 °C. Kondenser dengan temperatur
30 – 35 °C, digunakan untuk mengembunkan gas yang terbentuk setelah plastik
dipanaskan menjadi minyak. Katalis yang digunakan pada penelitian ini adalah
silica alumina. Dari penelitian ini diketahui bahwa dengan temperatur pirolisis
550 °C dan perbandingan katalis/sampah plastik 1:4 dihasilkan minyak dengan
jumlah paling banyak.
atau perengkahan. Pada reaktor dengan skala besar proses kontak antara fluida gas
dengan limbah plastik, sering terjadi penyebaran fluida gas yang tidak merata saat
proses kontak berlangsung. Hal ini disebabkan karena adanya penggelembungan
(bubbling), penorakan (sluwing) dan saluran-saluran fluida yang terpisah
(channeling) (Satrio, 2008).
Channeling adalah tidak meratanya penyebaran fluida pada seluruh
permukaan limbah plastik, sehingga menyebabkan hanya sebagian dari limbah
plastik yang berkontak dengan fluida. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan
kualitas yield yang diperoleh selama proses pirolisis limbah plastik. Selain ketiga
faktor tersebut, faktor lain yang berpengaruh adalah kecepatan minimum fluidisasi
yang didefinisikan sebagai kecepatan minimal yang dibutuhkan untuk proses
fluidisasi terjadi (Satrio, 2008).
Kecepatan fluidisasi mempengaruhi kontak antara fluida yang digunakan
dalam proses konversi dengan limbah plastik. Kontak yang terjadi menyebabkan
ikatan antara molekul fluida dengan molekul hidrokarbon dari hasil cracking
lirnbah plastik, yang selanjutnya diolah menjadi energi
Pada penelitian yang dilakukan Miller et al. (2005), bahan baku berupa
polyethylene dipanaskan hingga mencapai suhu 800°C sampai 1000°c sehingga
menyebabkan polyethylene mencair dan mengalami cracking menjadi komponen
hidrokarbon . Konversi yang diperoleh pada penelitian tersebut adalah 60 % yang
terdegradasi. Konversi yang diperolch belum optimal, hal ini dimungkinkan
karena terjadi channeling pada reaktor dan kecepatan minimum fluidisasi yang
digunakan tidak sesuai dengan kebutuhan proses tersebut.
Berdasarkan uraian diatas dapat di simpulakan beberapa penyebab
kelemahan dari sistem pirolisis dalam reaktor skala besar, yaitu:
1. Pada reaktor dengan skala besar proses pemanasan yang terjadi di dalam
reaktor menjadi tidak merata, hal ini disebabkan karena adanya
penggelembungan (bubbling), penorakan (sluwing) dan saluran-saluran
fluida yang terpisah (channeling) (Satrio, 2008). sehingga tidak semua
ikatan polimer hidrokarbon pada sampah plastik akan terputus, namun
hanya melemah (pada temperatur transisi) sehingga tidak semua sampah
plastik akan terurai.
8
2. Pada reaktor dengan skala besar aliran udara panas yang terjadi di dalam
reaktor unuk proses fluidisasi tidak merata, sehingga kecepatan minimum
fluidisasi yang di gunakan tidak sesuai dengan kebutuhan proses, hal ini
menyebabkan tidak semua potongan hidrokarbon akan terbawa oleh aliran
udara panas untuk di kondensasi menjadi minyak.
3. Pada reaktor dengan skala besar, untuk mendegradasi sampah plastik
menjadi minyak secara keseluruhan memerlukan suhu 800-1000°C
sehingga memerlukan energi yang besar untuk pemasan, hal ini dianggap
tidak efisien secara ekonomis untuk diterapakan dalam skala besar.
sebagai biofuel, tetapi dapat juga digunakan untuk produksi serat, bahan kimia
atau panas. Biomasa dapat pula meliputi limbah terbiodegradasi yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan bakar, contoh biomasa antara lain adalah tanaman,
pepohonan, rumput, limbah pertanian dan limbah kehutanan, tinja dan kotoran
ternak. Pemanfaatan limbah biomasa sebagai sumber energi masih cukup
berperan di negara-negara berkembang terutama biomasa dalam bentuk kayu
bakar dan biomasa padat lainnya.
Proses pembakaran juga merupakan faktor penentu pada temperatur
pembakaran. Semakin sempurna suatu pembakaran, semakin tinggi temperatur
pembakaran yang dihasilkannya. Untuk dapat menghasilkan pembakaran yang
sempurna, diperlukan adanya jumlah oksigen yang memadai. Oleh karenanya,
sejumlah sistem pembakaran menggunakan pola udara yang berlebih (excess air)
untuk mendapatkan jumlah oksigen yang sesuai kebutuhan. Keberadaan udara
yang berlebih ini, selain dapat menjamin terjadinya proses pembakaran yang lebih
sempurna, juga dapat menurunkan temperatur total pembakaran. Hal ini dapat
terjadi karena komposisi udara yang tidak hanya mangandung oksigen (komposisi
oksigen di udara kurang lebih 21% volume), tetapi juga unsur-unsur yang lain
seperti nitrogen dan uap air. Oleh karena itu, untuk menjaga suhu pembakaran
yang tinggi dan konstan diperlukan jumlah oksigen yang tepat.
Tendapat tiga cara transpor hidrokarbon ke dalam sel bakteri secara umum
yaitu :
1. Interaksi sel dengan hidrokarbon yang terlarut dalam fase air. Pada kasus
ini, umumnya rata-rata kelarutan hidrokarbon olch proses fisika sangat
rendah schingga tidak dapat mendukung.
2. Kontak langsung (perlekatan) sel dengan permukaan tetesan hidrokarbon
yang lebih besar daripada sel mikroba. Pada kasus yang kedua ini,
perlckatan dapat terjadi karena sel bakteri bersifat hidrofobik. Sl mikroba
melekat pada permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih besar daripada sel
dan pengambilan substrat dilakukan dengan difusi atau transpor aktif.
Perlekatan ini terjadi karena adanya biosurfaktan pada membran sel
bakteri Pseudomonas.
3. Interaksi sel dengan tetesan hidrokarbon yang telah teremulsi atau
tersolubilisasi olch bakteri. Pada kasus ini sel mikroba berinteraksi dengan
partikel hidrokarbon yang lebih kecil daripada sel. Hidrokarbon dapat
teremulsi dan tersolubilisasi dengan adanya biosurfaktan yang dilepaskan
oleh bakteri pseudomonas kedalam medium (Anonymous, 2011).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tahapan Penulisan
Penyusunan karya tulis ini memiliki tahapan-tahapan dalam proses
penulisannya yang dilakukan sebagai landasan untuk pengembangan konsep dasar
dalam perumusan permasalahan yang diangkat. Tahapan-tahapan tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :
3. Tahap Analisis
Tahap penganalisaan data dan teori yang digunakan dalam penulisan,
dirumuskan dalam tahapan ini. Keduanya akan disintesa dan dihubungkan dengan
permasalahan yang diangkat sehingga hubungan keduanya jelas dan dapat
ditemukan beberapa alternatif solusinya. Tujuan utama dalam tahap ini adalah
mencapai tujuan yang telah dijabarkan dalam tahapan pendahuluan yang
dikemukakan pada bagian awal penulisan.
1. Studi Pustaka
Data-data yang diperoleh diambil dari reverensi buku dan beberapa jurnal
yang diperoleh dari perpustakaan maupun situs resmi yang memiliki relevansi
dengan pembahasan.
2. Tinjauan Media
Informasi-informasi lain yang diperoleh sebagai input dalam penyusunan
makalah ini diperoleh dari internet, media cetak dan media elektronik Informasi
yang diperoleh dalam tinjauan ini merupakan tambahan dari teori-teori yang
menjadi acuan.
3. Data Sekunder
Data-data yang merupakan hasil dari penelitian terdahulu digunakan untuk
melakukan analisis dan tinjauan kembali.
IDE TULISAN
TINJAUAN PUSTAKA
Plastik
Pirolisis
Kelemahan Pirolisis
Biomassa
Biodegradasi oleh Pseudomonas sp.
EKSPLORASI PERMASALAHAN
SOLUSI
BAB IV
PEMBAHASAN
Gambar 4.1. Desain Model Pirolisis Tampak Atas Pada Sudut 45o
sempurna serta diperlukan proses pemanasan yang tinggi dengan waktu yang
lama. Dengan demikian, jika membuat beberapa reaktor yang setara dengan satu
reaktor besar, maka hasil dari pirolisis akan lebih optimal dan lebih efisien untuk
menangani limbah plastik yang cukup banyak.
Bahan bakar yang digunakan adalah menggunakan biomassa sebagai
sumber energi terbarukan. Sementara tungku pembakaran kami buat dengan
desain yang berada didalam tanah. Hal ini dilakukan untuk mengurangi panas
yang hilang ke lingkungan dan mencegah jilatan api dalam ruang pembakaran
yang keluar melalui celah dan merusak bagian lain. Berikut adalah gambaran
skema konsep desain secara lebih detail.
jatuh kebawah. Pada desain diatas aliran gas dalam kondensor mengarah keatas,
sehingga gas yang dapat dikondensasi tetapi belum terkondensasi ini akan jatuh
kembali ke dalam kondensor dan terkondensasi.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah dan pembahasan yang telah dibahas
sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
1. Desain yang kami tawarkan yakni membuat beberapa reaktor pirolisis
yang setara dengan reaktor besar untuk mengatasi limbah plastik dalam
skala besar tanpa memerlukan waktu yang lama untuk mengubahnya
menjadi bahan bakar minyak.
2. Efisiensi teknlogi pirolisis dapat tercapai dengan merubah konsepnya
utamanya skala besar dan juga sumber energi yang digunakan untuk
pemanasan merupakan sumber energi terbarukan berupa biomassa.
3. Hasil residu dari proses pirolisis dapat diatasi dengan melakukan proses
biodegradasi oleh bakteri Pseudomonas sp. yang dinilai cukup efektif
untuk mengurangi residu yang dihasilkan.
5.2 Saran
Karya yang kami buat masih belumlah sempurna maka perlu dilakukan
beberapa saran yang membangun salah satunya adalah agar uji biodegradasi
limbah plastik dilakukan dengan jenis bakteri hidrokarbonoklastik yang lebih
beragam. Selain itu dapat pula dicari sumber energi yang lebih efisien dalam
proses pembakarannya.
22
DAFTAR PUSTAKA
Nurcahyo, IF. 2005. Uji Aktivitas dan Regenerasi Katalis NiPd (4:1)/Zeolit Alam
Aktif Untuk Hidrorengkah Sampah Plastik Polipropilena Menjadi Fraksi
Bensin Dengan Sistem Semi Alir. Thesis Ilmu Kimia Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
Nugroho, Astri. 2006. Bioremidiasi Hidrokarbon Minyak Bumi. Graha Ilmu:
Yogyakarta.
Osueke, Ofundu. 2011. Conversion of Waste Plastiks (Polyethylene) to Fuel by
Means of Pyrolysis. (IJAEST) International Journal of Advanced
Engineering sciences and Technologies. Vol. No. 4, Issue No. 1, 021 –
024
Panda AK. 2011. Studies on Process Optimization for Production of Liquid Fuels
from Waste Plastiks. Thesis. Chemical Engineering Department National
Institute of Technology Rourkela.
Patni N, Shah P, Agarwal S, Singhal P. Alternate Strategies for Conversion of
Waste Plastik to Fuels. ISRN Renewable Energy; 2013. Vol 2013.
Nurcahyo.
Rafli, Ricki, Hudi Baitul Fajri, Ahmad Jalaludhin, Muhammad Aizi, Haris
Riswanto, Muhammad Syamsiro. 2017. Penerapan Teknologi Pirolisis
Untuk Konversi Limbah Plastik Menjadi Bahan Bakar Minyak di
Kabupaten Bantul. Jurnal Mekanika Sistem Termal, Vol. 2(1), 1-5.
Santoso J. 2010. “Uji Sifat Minyak Pirolisis dan Uji Performansi Kompor
Berbahan Bakar Minyak Pirolisis dari sampah Plastik”.
Sarker M, Rashid MM, Rahman MS, Molla M. 2012. Environmentally Harmful
Low Density Waste Plastik Conversion into Kerosene Grade Fuel.
Journal of Environmental Protection. 2012, 3, 700 – 708.
Siddiqui MN, Redhwi HH. 2009. Pyrolysis of mixed plastic for the recovery of
useful products. Fuel Processing Technology. 90:545-552. doi:
10.1016/j.fuproc.2009.01.003.
Syamsiro, M., Hadiyanto, A.N., Mufrodi, Z. 2016. Rancang Bangun Mesin
Pencacah Plastik Sebagai Bahan Baku Mesin Pirolisis Skala Komunal. J.
Mek. Sist. Termal, Vol. 1 (2), pp. 43-48.
Tubnonghee R, Sanongraj S, Sanongraj W. 2010. Comparative Characteristics of
Derived Plastik Oil and Commercial Diesel Oil. The 8th Asian-Pacific
Regional Conference on Practical Environmental Technologies
(APRC2010). Ubon Atchathani University. Ubonratchathani. Thailand.
24
LAMPIRAN
Biodata Pembimbing
B. Anggota 1
C. Anggota 2
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata
dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.