METALURGI FISIK
DISUSUN OLEH:
Mahasiswa,
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
penulis panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Laporan Praktikum Metalurgi Fisik . Laporan ini telah penulis
susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari beberapa teman yakni
Bayu Hafidin dan Adam Adib sehingga dapat memperlancar pembuatan laporan
ini. Untuk itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah berkontribusi dalam pembuatan laporan ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena
itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar penulis dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Tak lupa juga kami berterimakasih kepada dosen pembimbing akademik kami
yang terhormat Bpk. Saparin S.T.,M.Si.
Dosen pengajar praktikum kami yang terhormat Bpk. Agus Sarwono A.Md
Dan juga yang terhormat Bu Eka Sari Wijianti S.T, M.Si. selaku kepala Lab.
Teknik mesin.
Semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi siapa saja
yang membutuhkan umumnya.
Penulis
(Muhamad Iqbal)
ii
DAFTAR ISI
METALOGRAFI TEST
6. BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 22
1.2 Tujuan Praktikum....................................................................................... 22
1
7. BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Teori Dasar ................................................................................................. 24
8. BAB III METODE PRAKTIKUM
3.1 Langkah kerja ............................................................................................. 29
9. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Praktikum ......................................................................................... 30
4.2 Pembahasan ................................................................................................ 32
10. BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 34
5.2 Saran ......................................................................................................... 34
2
BAB I
PENDAHULUAN
Kekerasan adalah kemampuan sebuah benda atau material terhadap penetrasi/daya tembus
dari benda lain yang lebih keras, pengujian kekerasan merupakan salah satu dari sekian
banyak pengujian kekerasan yang dipakai, karena dapat dipakai pada benda uji yang kecil
tanpa kesulitan mengenai spesifikasi.
Kekerasan suatu bahan dapat ditentukan melalui berbagai macam cara pengujian,
diantaranya adalah :
digunakan pada percobaan Rockwell adalah intan 120o dan bola baja inchi.
Selama berjalannya praktikum metalurgi fisik manfaat yang dapat mahasiswa ambil adalah :
4
BAB II
LANDASAN TEORI
Kekerasan (Hardness)adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties) dari suatu
material. Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam
penggunaanya akan mangalami pergesekan (frictional force) dan deformasi plastis.
Deformasi plastis sendiri suatu keadaan dari suatu material ketika material tersebut
diberikan gaya maka struktur mikro dari material tersebut sudah tidak bisa kembali ke
bentuk asal artinya material tersebut tidak dapat kembali ke bentuknya semula. Lebih
ringkasnya kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan
beban identasi atau penetrasi (penekanan).
Di dalam aplikasi manufaktur, material dilakukan pengujian dengan dua pertimbangan yaitu
untuk mengetahui karakteristik suatu material baru dan melihat mutu untuk memastikan suatu
material memiliki spesifikasi kualitas tertentu.
Didunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 3 macam metode pengujian
kekerasan, yakni :
1. Brinnel (HB / BHN)
Metoda uji kekerasan yang di ajukan oleh J.A Brinell pada tahun 1900an ini
merupakan uji kekerasan lekukan yang pertamakali banyak digunakan dan di susun
pembakuannya (dieter, 1987). Uji kekerasan ini berupa pembentukan lekukan pada
permukaan logam menggunakan indentor. Indentor untuk brinell berbentuk bola dengan
diameter 10mm, diameter 5mm, diameter 2,5mm, dan diameter 1mm, itu semua adalah
diameter bola standar internasional.
Bola brinell yang standar internasional tersebut ada 2 bahan pembuatannya. Ada yang
terbuat dari baja yang di keraskan/dilapis chrom, dan ada juga yang terbuat dari tungsten
carbide. Tungsten carbide lebih keras dari baja, jadi tungsten carbide biasanya dipakai untuk
pengujian benda yang keras yang dikhawatirkan akan merusak bola baja. Namun untuk
pengujian bahan yang tingkat kekerasannya belum diketahui, alangkah baiknya jika kita
mengujinya terlebih dahulu menggunakan metoda rockwell c, dengan menggunakan indentor
kerucut intan, untuk menghindari rusaknya indentor. Seperti yang kita ketahui bahwa intan
adalah logam yang paling keras saat ini, jadi intan tidak akan rusak jika di indentasikan ke
material yang keras. Untuk bahan/ material pengujian brinel harus disiapkan terlebih dahulu.
Material harus bersih dan diusahakan halus (minimal N6 atau digerinda). Harus rata dan
tegak lurus, bersih dari debu, karat, dan terak.
5
Standar
ASTME10
ISO650
B. indentor di tekankan ke benda uji/material dengan gaya tertentu. (untuk base ferro
biasanya menggunakan 3000 kgf)
E. ukur diameter lekukan yang terjadi menggunakan mikroskop pengukur. (ukur beberapa
kali di beberapa tempat dan posisi dan ambil nilai pengukuran yang paling besar)
6
Kekurangan metoda Brinell :
Butuh ketelitian saat mengukur diameter lekukan hasil indentasi
Lama, sekali pengujian bisa menyita waktu hingga 5 menit, belum termasuk persiapan dan
perhitungannya.
Pengujian rockwell menggunakan indentor bola baja diameter standar (diameter 10mm,
diameter 5mm, diameter 2.5mm, dan diameter 1mm) dan indentor kerucut intan. pengujian
ini tidak membutuhkan kemampuan khusus karena hasil pengukuran dapat terbaca langsung.
tidak seperti metoda pengujian Brinell dan Vickers yang harus dihitung menggunakan rumus
terlebih dahulu. Pengujian ini menggunakan 2 beban, yaitu beban minor/minor load (F0) = 10
kgf dan beban mayor/mayor load (F1) = 60kgf sampai dengan 150kgf tergantung material
yang akan di uji dan tergantung menu rockwell yang dipilih (ada HRC, HRB, HRG, HRD, dll
yang pasti, untuk menguji material yang kekerasannya sama sekali belum diketahui kita harus
menggunakan rockwell HRC. HRC menggunakan indentor kerucut intan dan beban 150kgf.
ini dimaksudkan untuk mencegah rusaknya indentor karena kalah keras dibandingkan
material yang di uji. seperti yang kita tahu bahwa intan adalah logam paling keras saat ini.
beban minor sebesar 10kgf diberikan dengan tujuan untuk menyamaratakan semua
permukaan benda uji. dengan adanya sedikit penekanan tersebut membuat material yang akan
di uji tidak perlu di persiapkan sehalus dan semengkilap mungkin, cukup bersih dan tidak
berkarat. perbedaan kedalaman hasil indentasi berdampak pada tingkat kekerasan material.
semakin dalam indentasi semakin lunak material yang kita uji.
Brinell
Hardness
Vickers
10 mm Rockwell Hardness
Hardnerss
tungsten
carbide ball
B scale 100 kg C scale 150 kg D scale 100
- Load 3000 kg
load load kg load
940 - - 68,0 76,9
920 - - 67,5 76,5
900 - - 67,0 76,1
880 (767) - 66,4 75,7
860 (757) - 65,9 75,3
840 (745) - 65,3 74,8
820 (733) - 64,7 74,3
800 (722) - 64,0 73,8
780 (710) - 63,3 73,3
7
760 (698) - 62,5 72,6
740 (684) - 61,8 72,1
720 (670) - 61,0 71,5
700 (656) - 60,1 70,8
690 (647) - 59,7 70,5
680 (638) - 59,2 70,1
670 (630) - 58,8 69,8
660 620 - 58,3 69,4
650 611 - 57,8 69,0
640 601 - 57,3 68,7
630 591 - 56,8 68,3
620 582 - 56,3 67,9
610 573 - 55,7 67,5
600 564 - 55,2 67,0
590 554 - 54,7 66,7
580 545 - 54,1 66,2
570 535 - 53,6 65,8
560 525 - 53,0 65,4
550 517 - 52,3 64,8
540 507 - 51,7 64,4
530 497 - 51,1 63,9
520 488 - 50,5 63,5
510 479 - 49,8 62,9
500 471 - 49,1 62,2
490 460 - 48,4 61,6
480 452 - 47,7 61,3
470 442 - 46,9 60,7
460 433 - 46,1 60,1
450 425 - 45,3 59,4
440 415 - 41,5 58,8
430 405 - 43,6 58,2
420 397 - 42,7 57,5
410 388 - 41,8 56,8
400 379 - 40,8 56,0
390 369 - 39,8 55,2
380 360 (110,0) 38,8 54,4
370 350 - 37,7 53,6
360 341 (109,0) 36,6 52,8
350 331 - 35,5 51,9
340 322 (108,0) 34,4 51,1
330 313 - 33,3 50,2
320 303 (107,0) 32,2 49,4
8
310 294 - 31,0 48,4
300 284 (105,0) 29,8 47,5
295 280 - 29,2 47,1
290 275 (104,5) 28,5 46,5
285 270 - 27,8 46,0
280 265 (103,5) 27,1 45,3
275 261 - 26,4 44,9
270 256 (102,0) 25,6 44,3
265 252 - 24,8 43,7
260 247 (101,0) 24,0 43,1
255 243 - 23,1 42,2
250 238 99,5 22,2 41,7
245 233 - 21,3 41,1
240 228 98,1 20,3 40,3
230 219 96,7 (18,0) -
220 209 95,0 (15,7) -
210 200 93,4 (13,4) -
200 190 91,5 (11,0) -
190 181 89,5 (8,5) -
180 171 87,1 (6,0) -
170 162 85,0 (3,0) -
160 152 81,7 (0,0) -
150 143 78,7 - -
140 133 75,0 - -
130 124 71,2 - -
120 114 66,7 - -
110 105 62,3 - -
100 95 56,2 - -
95 90 52,0 - -
90 86 48,0 - -
85 81 41,0 - -
3. Vickers (HV/VHN)
Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu material
dalam yaitu daya tahan material terhadap indentor intan yang cukup kecil dan mempunyai
bentuk geometri berbentuk piramid seperti ditunjukkan pada gambar 3. Beban yang
dikenakan juga jauh lebih kecil dibanding dengan pengujian rockwell dan brinel yaitu antara
1 sampai 1000 gram.
4.
Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F)
dengan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) dari indentor(diagonalnya) (A) yang
dikalikan dengan sin (136°/2).
9
Rumus untuk menentukan besarnya nilai kekerasan dengan metode vikers yaitu :
Dimana,
F = Beban (kgf)
d = diagonal (mm)
10
TABEL KONVERSI BAJA ST
11
MENENTUKANA ST BAJA KONSTUKSI POLOS DIAMETER 12 PENOMORAN BAJA
STRUKTURAL MENURUT DIN 17100
Baja-baja struktural DIN 17100 ditandai dengan kode/nomor seperti St36, St37, St42,
St44, St50, dst. Penomoran tersebut tentu saja memiliki makna yang menunjukkan spesifikasi
dari baja struktural. Penomoran secara umum dimaksudkan untuk memudahkan penamaan
baja atau material sesuai komposisi, spesifikasi, atau sifat baja. Berikut makna dari baja-baja
struktural DIN 17100:
St36
Hardess teting of nitrited St 36 low carbon stell using glow discharge plasma has benen
carried out . for the purpose, samples with dimension diameter 20mm and thickness 10mm
were nitrided at the following conditions, electrodes distance 4cm, while temperature and the
time were varied respectively were 200,250,300,350°C and 30,60,90,120,150 minutes.
Nitrided sample were tested their hardness using micro hardness tester MXT 70. It has been
found that the surface hardness of row material is 143,68 ±0,03 KHN. After nitriding process
for various temperature and time, the optimum hardness in orde of 386,74 ±3,3 KHN. This
optimum hardness was achived at the following conditions temperature 300°C and time 150
minutes. From this data, it can be concluded that there is an increasing hardness in orde of
169,16%.
St37
St37.kekerasan awal baja st 37 sebelim proses pack corburizing (raw material) adalah sebesar
77.6 HRB. Setelah dilakukan proses pack carburizing dengan mwnggunakan media arang
batok biji pala pada suhu 950 derajat Celcius dengan variasi waktu tahan 1 jam,2
jam,3jam,4jam dan variasi media quenching (air,air laut,oli),terjadi peningkatan nilai
kekerasan untuk semua variasi.
St memiliki makna baja (dalam bahasa Jerman: stahl; dalam bahasa Inggris: steel). 37
memiliki makna kekuatan tarik sebesar 37 kg/mm2 atau sekitar 360-370 N/mm2. Sehingga St
menunjukkan baja struktural, sedangkan dua digit di belakang menunjukkan kekuatan tarik
dalam kg/mm2. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa St37 merupakan baja struktural
dengan kekuatan tarik sebesar 37 kg/mm2.
St44
memiliki makna kekuatan tarik sebesar 44 kg/mm2. Sehingga St44 merupakan baja struktural
dengan kekuatan tarik sebesar 44 kg/mm2.
12
Di belakang angka pada penomoran DIN 17100 biasanya dijumpai angka lain yang
dipisahkan dengan tanda sambung/penghubung. Contohnya sebagai berikut: St37-2, St37-3,
St44-2, St44-3, dst.
St37-2
St37 bermakna sama yakni baja struktural dengan kekuatan tarik sebesar 37 kg/mm2. Di
belakang tanda penghubung terdapat angka satuan (satu digit angka; dalam contoh tersebut
angka 2). Angka tersebut secara umum menandakan bahwa baja tersebut lebih murni.
Semakin besar angka yang ada di belakang tanda penghubung maka semakin besar tingkat
kemurnian baja tersebut. Untuk lebih mudah dapat diartikan sebagai berikut:
St37-2 lebih murni dibandingkan dengan St37.
St37-3 lebih murni dibandingkan dengan St37-2 dan St37.
Telah dijelaskan bahwa semakin besar angka di belakang tanda penghubung maka semakin
tinggi tingkat kemurnian baja. Apa maksud dari “tingkat kemurnian yang semakin tinggi”
atau “lebih murni” dalam baja struktural ini? Maksud dari hal tersebut akan dijelaskan
dengan contoh sebagai berikut:
St37-3 mengandung 0,19% karbon; 0,050% phosphorus; 0,050% sulfur; dan 0,0% nitrogen.
Berdasarkan kedua pernyataan tersebut, St37-3 mengandung campuran atau paduan yang
lebih sedikit daripada St37-2. Oleh karena itu St37-3 lebih murni dibandingkan dengan St37-
2.
Saat ini penomoran DIN 17100 sudah jarang dijumpai. Penggunaan notasi DIN 17100 diganti
dengan notasi yang baru yakni DIN EN 10025. Berikut beberapa contoh perubahan dari
notasi DIN 17100 ke notasi DIN EN 10025.
St37 menjadi S235 (S235 baja struktural dengan kekuatan yield minimum 235 N/mm2)
St44 menjadi S275 (S275 baja struktural dengan kekuatan yield minimum 275 N/mm2)
St52 menjadi S355
St50 menjadi E295 (E295 baja struktural dengan kekuatan yield minimum 295 N/mm2)
St60 menjadi E335
dst.
13
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1Persiapan Pengujian
Kali ini saya akan melakukan proses pengujian metalurgi fisik yaitu uji
kekerasan(Hardness Test), Metalografi, dan Spektrometer pada sebuah benda
kerja berupa kubus.
Berikut adalah alat-alat dan bahan yang dibutuhkan saat melakukan pengerjaan :
- Benda kerja kubus yang telah ditentukan
- Amplas (CC) 80, 100, 150, 250, 500, 1000, 2000, dan 2500
- Kikir
- Alat pengujian Hardness Test (Rockwell)
- Alat pengujian Metalografi
- Alat pengujian Spektrometer
Persiapkan benda kerja yang akan diuji berupa kubus dengan ukuran 23x23 (mm)
dan ketebalan 12 mm. Berikut merupakan langkah-langkah dalam menguji benda
kerja.
1. Siapkan benda kerja yang telah ditentukan
2. Rapihkan permukaan yang relatif kasar pada benda kerja (Perhatikan ukuran
benda kerja agar nantinya dapat digunakan pada setiap alat pengujian).
3. Setelah permukaan kasar hilang, maka haluskan permukaan benda kerja
tersebut hingga permukaan benda tersebut rata menggunakan ampelas kertas
dengan ukuran yang telah tersedia dengan tingkat kekasaran yang berurutan.
4. Pastikan permukaan benda kerja bebas dari segala bentuk guratan (lecet).
5. Hindari pengerjaan panas, penambahan zat adiktif dilarang karena akan
mempengaruhi hasil pengujian.
6. Selalu simpan benda kerja pada tempat yang kering, hindari terjadinya korosi
karena jika ada korosi maka kita harus mengulangi proses menghilangkan
karat tersebut hingga menjadi benda kerja yang ditentukan.
Cara Rockwell ini berdasarkan pada penekanan sebuah indentor dengan suatu gaya
tekan tertentu ke permukaan yang rata dan bersih dari suatu logam yang diuji
kekerasannya. Setelah gaya tekan dikembalikan ke gaya minor, maka yang akan
dijadikan dasar perhitungan untuk nilai kekerasan Rockwell bukanlah hasil
pengukuran diameter atau diagonal bekas lekukan, tetapi justru dalamnya bekas
lekukan yang terjadi itu. Inilah perbedaan metode Rockwell dibandingkan dengan
metode pengujian kekerasan lainnya.
14
Pengujian Rockwell yang umumnya dipakai ada tiga jenis, yaitu HRA, HRB, dan
HRC.HR itu sendiri merupakan suatu singkatan kekerasan Rockwell atau Rockwell
Hardness Number dan kadang-kadang disingkat dengan huruf R saja.
Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell ini diatur berdasarkan standar DIN
50103. Adapun standar kekerasan metode pengujian Rockwell ditunjukkan pada
tabel sebagai berikut :
Dalam metode Rockwell ini terdapat dua macam indentor yang ukurannya
bervariasi, yaitu :
1. Kerucut intan dengan besar sudut 120º dan disebut sebagai Rockwell Cone.
2. Bola baja dengan berbagai ukuran dan disebut sebagai Rockwell Ball.
Untuk cara pemakaian skala ini, kita terlebih dahulu menentukan dan memilih
ketentuan angka kekerasan maksimum yang boleh digunakan oleh skala tertentu.
Jika pada skala tertentu tidak tercapai angka kekerasan yang akuran, maka kita
dapat menentukan skala lain yang dapat menunjukkan angka kekerasan yang jelas.
Berdasarkan rumus tertentu, skala ini memiliki standar atau acuan, dimana acuan
dalam menentukan dan memilih skala kekerasan dapat diketahui melalui tabel
sebagai berikut :
15
Dalam proses pengujian kekerasan metode Rockwell diberikan dua tahap proses
pembebanan. Tahap Beban Minor dan Beban Mayor.Beban minor besarnya
maksimal 10 kg sedangkan beban mayor bergantung pada skala kekerasan yang
digunakan.
Sebelum melakukan pengujian, telah ditentukan bahwa prediksi awal benda kerja
yang akan diuji merupakan benda kerja yang memiliki standar material ST 37
yang mana sebelumnya telah diuji oleh seseorang dengan hasil pengujian
kekerasan yaitu 89.07 HRB.
Langkah Kerja :
1. Siapkan benda kerja yang ingin diuji
2. Letakan benda uji pada landasan mesin penguji Rockwell
3. Sentuhkan indentor bola pejal permukaan benda kerja dengan memutar tuas
4. Atur jarum pada posisi nol
5. Gerakan tuas agar jarum berputar 3 kali
6. Tekan tombol start
7. Angka kekerasan benda kerja akan terbaca
8. Ulangi proses diatas pada tiap sisi benda kerja
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam praktikum ini, pengujian dilakukan sebanyak lima kali pengulangan. Berikut
hasil pengujian dari hardness test :
17
Tabel 5.1. Data Hasil Prakrikum
NO HRB HRC
1 62 32
2 69,5 39,5
3 64,5 34,5
4 63,5 33,5
5 69 39
Rata-rata 65.7 35.7
5.2 PEMBAHASAN
Dari referensi baja st 36 yaitu memiliki kekerasan rata rata 143 khn atau 73 hrb
maka dapat disimpulkan baja tersebut menurut analisis referensi adalah baja st 36.
Karena memiliki nilai kekerasan yang mendekati data referensi pengujian tersebut.
18
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada uji kekerasan (dugaan ST37 Pada benda kerja yang diuji) didapatkan hasil yaitu
sample uji memiliki rata ratakekerasan 65,7 Hrb dan sangat jauh dengan baja st 37 yang
memiliki kekerasan 77.6 Hrb pada referensi.Dari kedua pengujian yang telah
dilaksanakan dapat ditarikkesimpulan bahwa sampel yang telah di uji adalah termasuk
baja lowcarbon atau baja karbon rendah dengan spesifikasinya baja st 36.
5.2 Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/pengertian-hardness-test/
http://www.infometrik.com/2009/09/mengenal-uji-tarik-dan-sifat-sifat-mekanik-logam/
http://www.alatuji.com/article/detail/3/what-is-hardness-test-uji-kekerasan-#.WnuX_slwbIU
20
METALOGRAFI TEST
21
BAB I
PENDAHULUAN
Gambar A.1 berikut menjelaskan specimen dengan pembesaran dan lingkup pengamatannya.
Dari Gambar A.1 diatas dapat diketahui bahwa penyelidikan mikrostruktur berkisar 10 cm
(batas kemampuan elektron mikroskop hingga 10 cm batas kemampuan mata manusia).
Biasanya objek pengamatan yang digunakan 10 cm atau pembesaran 5000-30000 kali untuk
mikroskop elektron dan 10 cm atau order pembesaran 100-1000 kali mikroskop optik.
22
1.2.6 Menjelaskan hubungan antara struktur mikro dan karakteristik butir terhadap bahan.
1.2.7 Mampu melakukan pengujian metalografi.
23
BAB II
LANDASAN TEORI
Suatu logam mempunyai sifat mekanik yang tidak hanya tergantung pada komposisi
kimia suatu paduan, tetapi juga tergantung pada struktur mikronya. Suatu paduan dengan
komposisi kimia yang sama dapat memiliki struktur mikro yang berbeda, dan sifat
mekaniknyapun akan berbeda. Ini tergantung pada proses pengerjaan dan proses laku-panas
yang diterima selama proses pengerjaan. Pengamatan struktur mikro dapat menggunakan
mikroskop, dengan prinsip seperti ditunjukkan Gambar
Gambar A.2 (a) Prinsip dan komponen mikroskop metalurgi dan pencahayaan dari sistem
optik , obyek dan penampakannya, (b) Penampakan butir yang telah dipolis dan dietsa
menggunakan mikroskop optic.
Baja (steel) merupakan paduan Fe dan C dengan kandungan karbon kurang dari 2,1 %.
Besi murni sering disebut ferit (Gambar 5.2(a). Baja itu sendiri menurut kandungan
karbonnya terbagi menjadi yaitu baja hipotektoid dan baja eutektoid
24
Hipereutektoid (Gambar, (b), (c), dan (d)). Pada suhu ruang,baja hipotektoid (kandungan
karbon kurang dari 0,77%) terdiri dari butir-butir kristal ferrit clan perlit. baja hipereutektoid
berupa jaringan sementit dan perlit, sedangkan untuk baja eutektoid terdiri dari perlit
eutektoid.
Dalam suatu proses laku panas, transformasi austenit pada pendinginan memegang
peranan penting terhadap sifat baja.yang dikenai suatu proses laku panas. Austenit dari baja
hypoeutektoid bila didinginkan dengan lambat maka pada temperatur kamar akan berstruktur
mikro ferit (proeutektoid) dan struktur yang berlapis-lapis (lamellar) terdiri dari ferrit dan
sementit, yang disebut perlit (pearlite). Semakin tinggi kadar karbon dari baja ini makin
banyak jumlah perlitnya dibandingkan dengan jumlah ferritnya, clan struktur akan terdiri dari
perlit seluruhnya pada baja dengan komposisi eutektoid (baja eutektoid, 0,77 % C).
Transformasi dari austenit menjadi perlit terjadi karena perpindahan atomatom secara
diffusi, karenanya akan memerlukan waktu lama. Dengan pendinginan lambat akan tersedia
cukup waktu berlangsungnya diffusi sehingga dapat terbentuk perlit yang lamellar. Bila
25
pendinginan agak cepat maka tidak lagi cukup waktu untuk menyelesaikan seluruh
transformasi pada temperatur eutektoid A1. Transformasiakan berlangsung pada temperatur
yang lebih rendah, dan pada temperatur yang lebih rendah ini gerakan atom-atom (diffusi)
menjadi lebih terbatas, sehingga lebar lamel menjadi lebih kecil dan butiran-butiran kristal
yang terjadi akan lebih kecil/halus. Bahkan bila pendinginan berlangsung lebih cepat lagi
akan dapat terbentuk struktur mikro yang berbeda dari apa yang terbentuk pada pendinginan
lambat yaitu menjadi fasa martensit yang bersifat mekanis sangat keras tetapi getas (Gambar)
Dalam diagram Fe-Fe3C di atas paduan Fe dan C dimana kandungan karbon lebih besar
dari 2,1 % sampai dengan 6,57 % , maka disebut besi cor . Besi cor bermacam-macam
jenisnya tergantung dari proses dan sifat mekanisnya. Seperti ditunjukkan oleh Gambar
26
Gambar A.5 (a) Struktur mikro besi cor kelabu dengan grafit serpih, matriks perlit, 500 x,b) Besi
cor nodular, 200 x, (c) besi cor putih, 400 x, (d) besi cor malleabele, 150 x
Untuk proses analisa pengujian dapat menggunakan contoh perhitungan di bawah ini :
Tahap 1
(Ferit + Perlit)
Austenite = 77 %
Ferrite = 100 % - 77 %
Ferrite (1) = 23 %
Tahap 2
{Ferit(2) + Fe3C}
6,645
27
Fe3C = 100 %- {23 % + 67,6%}
Fe3C = 9,4 %
Tahapan Metalografi:
1. Cutting, yaitu mengetahui prosedur proses pemotongan sampel dan menetukan teknik
pemotongan yang tepat dalam pengambilan sampel metalografi sehingga didapat benda uji
yang representatif.
2. Mounting, yaitu menempatkan sampel pada suatu media, untuk memudahkan penanganan
sampel yang berukuran kecil dan tidak beraturan tanpa merusak sampel.
4. Pemolesan (Polishing), yaitu mendapatkan permukaan sampel yang halus dan mengkilat
seperti kaca tanpa menggores, sehingga diperoleh permukaan sampel yang halus bebas
goresan dan mengkilap seperti cermin, menghilangkan ketidakteraturan sampel hingga orde
0,01 µm.
5. Etsa (etching), yaitu mengamati dan mengidentifikasi detil struktur logam dengan bantuan
mikroskop optik setelah terlebih dahulu dilakukan proses etsa pada sampel, mengetahui
perbedaan antara etsa kimia dengan elektro etsa serat aplikasinya.
28
BAB III
METODE PRAKTIKUM
Langkah Kerja :
1. Pemolesan
Langkah ini terbagi menjadi gosokan kasar dan halus. Langkah awal,
Gosoklah permukaan benda kerja secara kasar dengan menggunakan
amplas (120, 300, 1000, 2000), selanjutnya melakukan proses gosokan
halus dengan menggunakan kain beludru dan pasta alumina.
2. Pengetsaan
Langkah ini diawali dengan menyiapkan larutan nital 3% dan etanol,
kemudian rendam setengah dari permukaan benda kerja yang ingin dietsa
dengan cairan tersebut dalam waktu kurang lebih 1 menit. Selanjutnya
bilas benda kerja menggunakan air bersih untuk menghilangkan cairan
nital tersebut dan keringkan menggunakan pengering (hair Dryer). Jangan
sentuh permukaan benda kerja yang telah dietsa.
3. Analisa dengan menggunakan mikroskop
Siapkan Komponen berupa Mikroskop dengan Perbesaran 5,10,20,50,100.
Silahkan atur focus lensa agar sruktur terbaca dengan jelas. Aturnya
pencahayaan dari mikroskop terhadap monitor agar terlihat perbedaan
antara garis-garis butir.
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji 1. Perbesaran X5
30
Uji 1. Perbesaran X50
31
4.2.ANALISA DAN PEMBAHASAN
Pada gambar spesimen perbesaran x100 di atas, terlihat dengan jelas mana ferrite, mana
perlit, dan batas butirnya. Fasa hitam adalah ferrite dan fasa putih adalah perlite dan yang
garis-garis disebut dengan batas butir.
30𝑥1
(75𝑥1)+( )
2
= x100%
520
=17,31 %
32
Menghitung ukuran butiran ASTM benda kerja dengan diameter lingkaran =
6cm P = 48 titik.
Pembahasan:
Mikrostruktur adalah kumpulan fasa fasa dan stuktur yang ada di logam yang sudah diamati
dengan metode metalografi. Hasil yang didapat dari praktikum modul 1 adalah berupa
gambar mikrostruktur dari sampel yang sudah dipreparasi. Dari hasil tersebut dapat dilihat
jelas struktur mikro logam. Pada spesimen akan terlihat struktur pearlite yang berwarna hitam
buram. Sementara itu yang berwarna hitam pekat adalah fasa perlit dan yang berwarna putih
adalah fasa ferrite. Ketika spesimen diolah menggunakan metode point ount dan Hillard,
didapat hasil %Fasa gelap sebesar 17,31 % dan ukuran butiran ASTM 7,78 . Ketika
dibandingkan dengan referensi baja karbon sedang , maka didapat hasil %Fasa gelap =
54,09% dan ukuran butiran ASTM sebesar 11,4. Hasil tersebut menunjukkan perbedaan yang
jauh dari segi %Fasa gelap dan ukuran butiran ASTM. Perbedaan tersebut mungkin
diakibatkan oleh perbedaan jenis baja karbon yang digunakan sebagai sampel, karena
referensi yang digunakan adalah Spheroidized Steel 1045 atau baja karbon sedang ,
sementara pada spesimen yang digunakan baja karbon rendah yang diduga baja st 37.
33
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada uji metalografi atau struktur didapatkan hasil yaitu memiliki persentase fase gelap
0,165% dan ukuran butiran 7,78 dan menunjukan bahwa sampel yang diuji adalah baja
(low carbon). Dan memiliki perbandingan dengan referensi baja karbon sedang sebesar
54,09 % untuk fasa gelapnya. Sedangkan ukuran butirannya sebesar 11,4.
5.2 Saran
34
DAFRTAR PUSTAKA
https://laskarteknik.com/pengertian-metalografi/
https://www.academia.edu/36906130/Analisis_Struktur_Mikro_Metalografi
35
LAMPIRAN
1. Diagram Fasa
36