Anda di halaman 1dari 42

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengujian kekerasan atau hardness tester adalah satu dari sekian banyak
pengujian yang dipakai, karena dapat dilaksanakan pada benda uji yang kecil tanpa
kesukaran mengenai spesifikasi.
Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties)
dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk
material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (frictional force) dan
dinilai dari ukuran sifat mekanis material yang diperoleh dari deformasi plastis
(deformasi yang diberikan dan setelah dilepaskan, tidak kembali ke bentuk semula
akibat indentasi oleh suatu menda sebagai alat uji.
Dalam hal ini bidang keilmuan yang berperan penting mempelajarinya adalah
Ilmu Bahan Teknik (Metallurgy Engineering). Mengapa diperlukan hardness tester
atau pengujian kekerasan? Di dalam aplikasi manufaktur, material terutama semata
diuji untuk dua pertimbangan: yang manapun ke riset karakteristik suatu material baru
dan juga sebagai suatu cek mutu untuk memastikan bahwa contoh material tersebut
menemukan spesifikasi kualitas tertentu .
Pengujian yang paling banyak dipakai adalah dengan menekankan penekan
tertentu kepada benda uji dengan beban tertentu dan dengan mengukur ukuran bekas
penekanan yang terbentuk diatasnya, cara ini dinamakan cara kekerasan dengan
penekanan.
Dalam dunia industri logam, penentuan kekeraan logam sangat bermanfaaat
untuk menentukan jenis- jenis logam untuk berbagai macam keperluan. Pada
umumnya yang dimaksud dengan logam adalah unsur- unsure yang memiliki sifat
yang kuat, ulet, keras, mengkilap, penghantar listrik dan panas. Karena sifat- sifat
tersebut maka logam banyak digunakan orang untuk berbagai keperluan. Sebagai

akibat dari penggunaan logam, maka timbullah pengetahuan yang semakin luas dan
mendalam.
Kekerasan dari suatu logam sangat menentukan apakah loga itu sudah dapat
digunakan karena kadang- kadang logam bersifat sangat keras tapi rapuh dan getas.
Kekerasan suatu bahan/ logam menunjukkan sifat logam tahan terhadap deformasi
plastik atau perubahan bentuk yang tetap. Didorong oleh kebutuhan-kebutuhan akan
logam dan paduannya, maka muncullah pengetahuan logam yang lebih luas lagi,
1

misaldalam mikroskop electron, dan ion pemotongan dan penyambungan dengan


sinar laser.
Untuk menentukan sifat- sifat keras dari logam yang merupakan tambahan/
pelengkap pengetahuan mahasiswa yang diperolehnya secara teoretis. Oleh karena itu,
pada percobaan kekerasan penting untuk dilakukan oleh mahasiswa.

A. Tujuan dan Manfaat Pengujian


1. Tujuan dari Percobaan ini meliputi:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Mengetahui distribusi kekerasan pada bahan mampu keras


Memberikan contoh aplikasi di lapangan.
Menjelaskan definisi, tujuan dan prosedur pengujian kekerasan.
Menentukan nilai kekerasan logam dengan cara penekanan
Membua grafik hasil pengujian kekerasan
Mengetahui hubungan kekerasan pada setiap proses perlakuan panas.

2. Manfaat pengujian bagi praktikan:


a. Mengetahui hasil pengerasan logam yang telah mengalami pengujian
kekerasan.
b. Mengetahui perbedaan antara pengujian kekerasan Brinell dengan Vickers.
c. Dapat melakukan perhitungan pada suatu bahan yang telah melakukan
pengujian kekerasan.

3. Manfaat pengujian bagi dunia industri:

a. Dapat menentukan tingkat kekerasan suatu produk yang digunakan dalam


industri
b. Dapat menentukan unsur dari logam untuk digunakan dalam pembuatan
produk.
c. Memudahkan dalam pemliharaan bahan yang akan digunakan pada proses
pemeliharaan.

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1

Landasan Teori

Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties)


dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk
material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (frictional force) dan
deformasi plastis. Deformasi plastis sendiri suatu keadaan dari suatu material ketika
material tersebut diberikan gaya maka struktur mikro dari material tersebut sudah
tidak bisa kembali ke bentuk asal artinya material tersebut tidak dapat kembali ke
bentuknya semula. Lebih ringkasnya kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan
suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan).
1.

Brinnel (HB / BHN)


Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk menentukan

kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja
(identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (spesimen). Idealnya,
pengujian Brinnel diperuntukan untuk material yang memiliki permukaan yang kasar
dengan uji kekuatan berkisar 500-3000 kgf. Identor (Bola baja) biasanya telah
dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan Karbida Tungsten.
Uji kekerasan brinnel dirumuskan dengan :

D D d

D
2
2F

HB =

Gambar 1 Pengujian Brinnel

Dimana :
D
d
F
HB

=
=

Diameter
impression

Load

= Brinell result (HB)

bola

(mm)

diameter

(mm)

(beban)

(kgf)

Gambar 2 Perumusan untuk pengujian Brinell


2.

Rockwell (HR / RHN)


Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan

kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap indentor berupa
bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material uji
tersebut.

Gambar 3 Pengujian Rockwell

Untuk mencari besarnya nilai kekerasan dengan menggunakan metode Rockwell dijelaskan
pada gambar 4, yaitu pada langkah 1 benda uji ditekan oleh indentor dengan beban minor
(Minor Load F0) setelah itu ditekan dengan beban mayor (major Load F1) pada langkah 2,
dan pada langkah 3 beban mayor diambil sehingga yang tersisa adalah minor load dimana
pada kondisi 3 ini indentor ditahan seperti kondisi pada saat total load F yang terlihat pada
Gambar 4.
Besarnya minor load maupun major load tergantung dari jenis material yang akan di uji,

jenis-jenisnya bisa dilihat pada Tabel 1.

Gambar 4 Prinsip kerja metode pengukuran kekerasan Rockwell

Dibawah ini merupakan rumus yang digunakan untuk mencari besarnya kekerasan
dengan metode Rockwell.

HR = E - e
Dimana :
F0

= Beban Minor(Minor Load) (kgf)

F1

= Beban Mayor(Major Load) (kgf)

= Total beban (kgf)

= Jarak antara kondisi 1 dan kondisi 3 yang dibagi dengan 0.002 mm

= Jarak antara indentor saat diberi minor load dan zero reference line yang

untuk tiap jenis indentor berbeda-beda yang bias dilihat pada table 1

HR

= Besarnya nilai kekerasan dengan metode hardness

Tabel dibawah ini merupakan skala yang dipakai dalam pengujian Rockwell skala dan
range uji dalam skala Rockwell.

Tabel 1 Rockwell Hardness Scales

Scale

Indentor

Diamond cone

F0

F1

(kgf) (kgf) (kgf)

10

50

60

E
Jenis Material Uji

100 Exremely hard materials, tugsen carbides,


dll

1/16" steel ball

10

90

100

130 Medium hard materials, low dan medium


carbon steels, kuningan, perunggu, dll

Diamond cone

10

140

150

100 Hardened steels, hardened and tempered


alloys

Diamond cone

10

90

100

100 Annealed kuningan dan tembaga

1/8" steel ball

10

90

100

130 Berrylium copper,phosphor bronze, dll

1/16" steel ball

10

50

60

130 Alumunium sheet

1/16" steel ball

10

140

150

130 Cast iron, alumunium alloys

1/8" steel ball

10

50

60

130 Plastik dan soft metals seperti timah

1/8" steel ball

10

140

150

130 Sama dengan H scale

3.

1/4" steel ball

10

50

60

130 Sama dengan H scale

1/4" steel ball

10

90

100

130 Sama dengan H scale

1/4" steel ball

10

140

150

130 Sama dengan H scale

1/2" steel ball

10

50

60

130 Sama dengan H scale

1/2" steel ball

10

90

100

130 Sama dengan H scale

1/2" steel ball

10

140

150

130 Sama dengan H scale

Vikers (HV / VHN)

Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu


material dalam yaitu daya tahan material terhadap indentor intan yang cukup kecil dan
mempunyai bentuk geometri berbentuk piramid seperti ditunjukkan pada gambar 3.
Beban yang dikenakan juga jauh lebih kecil dibanding dengan pengujian rockwell dan
brinel yaitu antara 1 sampai 1000 gram.
Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban
uji (F) dengan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) dari indentor(diagonalnya)
(A) yang dikalikan dengan sin (136/2). Rumus untuk menentukan besarnya nilai
kekerasan dengan metode vikers yaitu :

10

Gambar 3 Pengujian Vikers

Gambar 4 Bentuk indentor Vickers

11

HV =

F
A

x Sin

136
2

.. ..
(1)
136
F .sin
2

HV
d
2

..

..(2)
F
HV = 1,854 d
..
(3)

Dimana

HV

= Angka kekerasan Vickers

= Beban (kgf)

= diagonal (mm)

4.

Micro Hardness (knoop hardness)

Mikrohardness test tahu sering disebut dengan knoop hardness testing merupakan
pengujian yang cocok untuk pengujian material yang nilai kekerasannya rendah.
Knoop biasanya digunakan untuk mengukur material yang getas seperti keramik.

12

Gambar 5 Bentuk indentor Knoop

Dimana :
HK=14,2

f
l

Keterangan :
HK

= Angka kekerasan Knoop

= Beban (kgf)

= Panjang dari indentor (mm)

Nah, setelah kita mengetahui macam-macam pengujian untuk uji kekerasan maka kita
harus memikirkan apa yang harus kita ketahui untuk menentukan metode uji
kekerasan yang digunakan, untuk itu kita harus memperhatikan hal-hal dibawah ini :

13

2.2

a.

Permukaan material

b.

Jenis dan dimensi material

c.

Jenis data yang diinginkan

d.

Ketersedian alat uji

Sifat Sifat Dan Mekanis Bahan


Sebagaimana yang dinyatakan sebelumnya nilai tegangan di peroleh dari uji
tarik adalah seperti yang diterangkan di atas. Nilai nilai ini mendefinisiakan sifat
mekanis yang sangat berguna dakam penerapan kekeuatan bahan.
Ada beberapa sifat mekanis bahan lain yang dapat menjelaskan bagaimana bahan
merespons benda yang bekerja dalam deformasiyang terjadi:
1. Kekeakuan (stiffness) adalah sifat bahan mampu meregang pada tegangan tinggi
tanpa diikuti regangan yang besar.
2. Kekuatan (strength) sifat bahan yang ditentukan oleh tegangan paling besar
material mampu regang sebelum rusak.
3. Elastisitas (elasticity) sifat material yang dapat kembali kebentuk semula setlah
beban dihilangkan.
4. Keuletan (ductility) adalah sifat bahan yang mampu deformasi terhadap beben
tarik sebelum benar-benar patah.
5. Kegetasan (brittleness) menunjukan tidak adanya deformasiplastis sebelum rusak.
6. Kelunakan (malleability) sifat bahan yang mengalami deformasi plastis terhadap
beben tekan yang bekerja sebelum benar-benar patah.
7. Ketangguhan (toughness) sifat material yang mampu menahan beban impak
tinggi atau beban kejutan.
8. Kelenturan (resilience) sifat material yang mampu menerima beban impak tinggi
tanpa menimbulkan tegangan lebih pada batas elastis.

2.3

MACAM-MACAM PENGERASAN
A. . Pengerasan Permukaan
1. Karburasi

14

Besi dipanakan pada suhu AC dalam lingkungan yang mengandung karbon baik
dalam bentuk padat, cair ataupun gas. Macam-macam karburasi
a. karburasi padat
b. karburasi cair
c. karburasi gas
2. Karbo Nitriding
Cara pengerasan permukaan, dimana baja dipanaskan di atas suhu kritis di
dalam lingkungan gas dan terjadi penyerapan karbon dan Nitrogen.
3. Cyenading
Pada proses ini terjadi absorbsi karbon dan nitrogen untuk memperoleh
permukaan yang keras pada baja karbon rendah yang sulit dikeraskan.
4. Nitriding
Disini digunakan bahan dan suhu yang berlainan. Logam dipanaskan sampai
510C dalam lingkungan gas amonia selama beberapa menit.

B. . Pengerasan Induksi
Proses pengerasan ini menggunakan arus induksi bolak balik yang
berfrequensi tinggi yang berasal dari pembangkit konvektor merkury, osilator spack
atau isolator tabung. Frekuensi umumnya tidak melebihi 5.105 Hz. Untuk yang tipis
digunakan frekuensi rendah.
C. Pengerasan Nyala
1. Pengerasan stationer, Baik nyala
berada dalam keadaan diam.

atau benda yang akan dikeraskan keduanya

15

2. Pengerasan Progresif, Nyala dari benda yang akan dikeraskan bergerak satu sama
lain.
2.4

MACAM-MACAM PENGERJAAN
1. . Pengukuran Kekerasan Metoda Brinell
Sebuah peluru baja yang dikeraskan ditekankan pada permukaan benda uji
yang licin dengan suatu gaya tertentu. Benda uji itu harus didukung secara merata
oleh bidang pendukung yang cukup tebal, sebab kalau tidak demikian kekerasan
bidang pendukung itu ikut terukur. Kekerasan HB (Brinell) di hitung dari
perbandingan antara gaya penekanan ( F ) dan luas segmen desakan bola ( A )
2. Pengukuran Kekerasan Metoda Vickers ( VHN atau HV )
Pada pengukuran kekerasan menurut vickers suatu benda penekan intan,
dengan bentuk piramida lurus dengan alas bujur sangkar dan dengan sudut puncak
136 o, ditekan kedalam kedalam bahan dengan gaya F tertentu selama waktu tertentu.
Kekerasan vickers dapat diperoleh dengan membagi gaya penekan dengan luas bekas
tekanan pada permukaan bahan.
3. Rockwell (HR / RHN)
Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan
kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap indentor berupa
bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material uji
tersebut.

2.5 KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN METODE PENEKANAN


1. Brinell
Keuntungan:
a. Tidak mungkin untuk mengukur bahan yang keras, hanya mampu mengukur
efektif kekerasan bahan hingga 4300 HB.
b. Tidak bisa digunakan untuk mengukur kekerasan bahan yang kecil

16

Kerugian:
a. Tidak mungkin untuk mengukur bahan yang keras, hanya mampu mengukur
efektif kekerasan bahan hingga 4300 HB.
b. Tidak bisa digunakan untuk mengukur kekerasan bahan yang kecil
2. Rokwell

Keuntungan:
a. Dengan kerucut intan dapat diukur kekerasan baja yang disebuk keras.
b. Dengan bekas tekanan yang kecil kerusakan benda kerja lebih kecil.
Kerugian:
a. Dengan bekas penekanan yang kecil maka kekerasan rata-rata tidak dapat
ditentukan untuk bahan yang tidak homogen.
3. Vickers
Keuntungan:
a. Dengan benda penekan yang sama kekerasan dapat dtentukan tidak saja untuk
bahan lunak akan tetapi juga untuk bahan keras
b. Dengan bekas tekanan yang kecil bahan percobaan dirusak lebih sedikit
c. Hasil pengukuran kekerasan lebih teliti
d. Kekerasan benda kerja yang tipis dapat diukur dengan memilih gaya yang
kecil
Kerugian:
a. Dengan bekas tekanan yang kecil kekerasan rata-rata bahan yang tidak
homogen tidak dapat ditentukan, misalnya besi tuang
b. Penentuan kekerasan membutuhkan banyak waktu
2.6 CARA MENINGKATKAN KEKERASAN

17

Ada beberapa cara yang digunakan untuk meningkatkan kekerasan suatu logam,
antara lain:
a.

Perlakuan Panas
Kekerasan dapat diperoleh dengan melakukan perlakuan panas yang disertai

perdinginan yang cepat. Pemanasan diatas suhu kritis kemudian disusul pendinginan
yang cepat akan membentuk fasa Martensit yang bersifat sangat keras dan getas.
b.

Penambahan Unsur Paduan


Unsur paduan karbon paling banyak digunakan untuk meningkatkan kekerasan

baja. Unsur karbon memiliki sifat sebagai pengikat molekul logam, sehingga
penambahan

karbon

dapat

meningkatkan

ikatan

antar

molekul

sehingga

mengakibatkan baja tersebut kuat, tetapi menurunkan keuletan.


2.7

UNSUR-UNSUR PADUAN

a.

Karbon (C)
Pada baja karbon biasanya kekerasan dan kekuatannya meningkat sebanding

dengan kekuatan karbonnya, tetapi keuletannya menurun dengan naiknya kadar


karbon. Persentase kandungan karbon akan memberikan sifat lain pada baja karbon

b. Mangan (Mn)
Mangan berfungsi untuk memperbaiki kekuatan tariknya dan ketahanan
ausnya. Unsur ini memberikan pengerjaan yang lebih mengkilap atau bersih dan
menambah kekuatan dan ketahanan panas.

c. Silikon (Si)

18

Silikon untuk memperbaiki homogenitas pada baja. Selain itu, dapat


menaikkan tegangan tarik dan menurunkan kecepatan pendinginan kritis sehingga
baja karbon lebih elastis dan cocok dijadikan sebagai bahan pembuat pegas.
d. Posfor (P)

Posfor dalam baja dibutuhkan dalam persentase kecil yaitu maksimum 0,04 %
yang berfungsi untuk mempertinggi kualitas serta daya tahan material terhadap
korosi. Penambahan posfor dimaksudkan pula untuk memperoleh serpihan kecil-kecil
pada saat permesinan.
e.

Belerang (S)
Sulfur dimaksudkan untuk memperbaiki sifat-sifat mampu mesin. Keuntungan

sulfur pada temperatur biasa dapat memberikan ketahanan pada gesekan tinggi.
f.

Khrom (Cr)
Khrom dengan karbon membentuk karbida dapat menmbah keliatan,

menaikkan daya tahan korosi dan daya tahan terhadap keausan yang tinggi, keuletan
berkurang.
g. Nikel (Ni)
Sebagai unsur paduan dalam baja konstruksi dan baja mesin, nikel
memperbaiki kekuatan tarik, sifat tahan panas dan sifat magnitnya.
h. Molibden (Mo)
Molibden mengurangi kerapuhan pada baja karbon tinggi, menstabilkan
karbida, serta memperbaiki kekuatan baja
i. Wolfram/Tungsten (W/T)
Paduan ini dapat membentuk karbida yang stabil yang sangat keras, menahan
suhu pelumasan dan mengembalikan perubahan bentuk/struktur secara perlahanlahan.

19

2.8

PENGARUH UNSUR PADUAN TERHADAP KEKERASAN

1.

Untuk menaikkan sifat mekanik baja (kekerasan, keliatan, kekuatan tarik dan

sebagainya)
2. Untuk menaikkan sifat mekanik pada temperatur rendah
3. Untuk meningkatkan daya tahan terhadap reaksi kimia (oksidasi dan reduksi)
untuk membuat sifat-sifat spesial
Baja paduan yang diklasifikasikan menurut kadar karbonnya dibagi menjadi:
1. Low alloy steel, jika elemen paduannya 2,5 %
2. Medium alloy steel, jika elemen paduannya 2,5 10 %
3. High alloy steel, jika elemen paduannya > 10 %

2.9

HAL-HAL YANG MEMPENGARUHI KEKERASAN

1.

Kadar Karbon
Baja merupakan hasil paduan antara Fe (Besi) dengan karbon yang relatif

lebih lunak. Semakin tinggi kadar karbon yang dikandung maka baja tersebut akan
semakin keras dan getas. Namun dibalik tingginya kadar karbon yang dimiliki akan
menyebabkan keuletan suatu logam akan menurun.
2.

Media Pendingin
Media pendingin sangat berpengaruh terhadap struktur mikro suatu logam.

Pada saat logam telah mengalami pemanasan, media pendingin dengan kecepatan

20

pendingin yang cepat akan menghasilkan kerja yang keras. Namun baja yang keras
akan menyebabkan turunnya keuletan baja tersebut.
3.

Temperatur Pemanasan
Temperatur pemanasan dalam tungku akan mempengaruhi struktur yang

terbentuk, dimana tinggi suhu pemanasan akan menyebabkan terbentuknya strukturil


yang lunak karena jaraj antara molekul semakin renggang sehingga menjadi lunak.
4.

Debit
Semakin besar volume massa media pendingin, amak semakin cepat proses

pendinginannya, begitu pula sebaliknya. Hal ini disebabkan karena panas yang dapat
diserap oleh media pendingin atau fluida akan lebih banayk dibandingkan volume
yang kecil.
2.10 UJI KEKERASAN MIKRO
Pada pengujian ini identor nya menggunakan intan kasar yang di bentuk
menjadi piramida. Bentuk lekukan intan tersebut adalah perbandingan diagonal
panjang dan pendek dengan skala 7:1. Pengujian ini untuk menguji suatu material
adalah dengan menggunakan beban statis.
Bentuk idento yang khusus berupa knoop meberikan kemungkinan membuat
kekuatan yang lebih rapat di bandingkan dengan lekukan Vickers. Hal ini sangat
berguna khususnya bila mengukur kekerasan lapisan tipis atau mengukur kekerasan
bahan getas dimana kecenderungan menjadi patah sebanding dengan volume bahan
yang ditegangkan.
Hardenability adalah sifat yang menentukan dalamnya daerah logam yang
dapat dikeraskan. Pendinginan yang terlalu cepat dapat dihindarkan karena dapat
menyebabkan permukaan logam (baja) retak..

2.11 KEKERASAN MEYER

21

Meyer engajukan definisi kekerasan yang lebih rasional ibandingkan dengan


yang diajarkan Brinell yang didasarkan pada luas proyeksi retak, buakn keras
permukaannya. Tekanan rata-rata antara luas penumbuk atau lekukan adalah sama
beban luas proyeksi lekukan.
Meyer mengemukakan bahwa kekerasan/tekanan rata-rata ini dapat diambil
sebagai ukuran kekerasan dan dinamakan kekerasan Meyer.
Kekerasan Meyer mempunyai satuan Kg/mm2, kekerasan kurang peka terhadap
bahan yang diterapkan dibanding kekerasan Brinell. Untuk bahan-bahan yang
mengalami pekerjaan dingin kekerasan Meyer pada dasarnya tetap, sedangkan
kekerasan Brinell akan mengecil bila beban bertambah. Karena lekukan yang terjadi
mengakibatkan kekerasan renggang.
2.12. JOMINY TEST
Sebuah metode untuk menentukan hardenability baja. Uji Jominy ditutupi oleh
BS 4437:1987. Sebuah uji standar 25mm x 100mm sepotong dipanaskan sampai suhu
yang sudah ditentukan dan dipadamkan oleh jet air disemprotkan pada salah satu
ujungnya. Ketika spesimen dingin, pengukuran kekerasan dilakukan pada interval
sepanjang potongan uji dari ujung dipadamkan dan hasil diplot pada grafik standar
dari yang diturunkan kurva hardenability.
BS 970 berisi kurva hardenability untuk banyak baja dalam Standar. Benar
dilakukan, tes ini akan menggambarkan pengaruh massa pada baja dipilih bila panas
dirawat dan menunjukkan apakah baja adalah tipe pengerasan dangkal, menengah
atau mendalam.
2.13. JENIS JENIS KARBURASI
1. Paket karburasi:
Dalam proses ini, bagian yang akan carburized dikemas dalam wadah baja
sehingga benar-benar dikelilingi oleh butiran arang. arang ini diobati dengan bahan
pengaktif kimia seperti Barium Karbonat (Babo 3) yang mempromosikan
pembentukan Karbon Dioksida (CO 2). Gas ini pada gilirannya bereaksi dengan
kelebihan karbon dalam arang untuk menghasilkan karbon monoksida, CO.Carbon

22

Monoksida bereaksi dengan permukaan baja karbon rendah untuk membentuk atom
karbon yang berdifusi ke dalam baja. Karbon Monoksida memasok gradien karbon
yang diperlukan untuk difusi. Proses karburasi tidak mengeras baja.
2. Gas karburasi:
Dapat dilakukan dengan gas karbon, seperti metana, etana, propana, atau gas
alam. gas carburizing Kebanyakan mudah terbakar dan kontrol yang dibutuhkan
untuk menjaga gas carburizing pada 1700 o F dari menghubungi udara (oksigen).
Keuntungan dari proses ini lebih dari pack carburizing adalah meningkatkan
kemampuan untuk memuaskan dari suhu karburasi. Tungku perapian Konveyor
membuat quenching dalam suasana terkendali mungkin.
3. Cair karburasi:
Dapat dilakukan di internal maupun eksternal pot garam dipanaskan cair.
Carburizing garam mengandung senyawa sianida seperti sodium sianida (NaCN).
Siklus kali untuk cyaniding cair jauh lebih pendek (1 sampai 4 jam) dari proses gas
dan pack carburizing. Kerugian adalah pembuangan garam. (Masalah lingkungan) dan
biaya (pembuangan yang aman adalah sangat mahal).

BAB III
JURNAL PRAKTIKUM

A. Maksud dan Tujuan


1. Untuk menentukan angka kekerasan bahan
2. Untuk membandingkan beberapa metode pengfukuran kekerasan

23

B. Alat dan Bahan


a) Alat :
1. Mesin Rockwell
b) Bahan
1. Alumunium
2. Besi
C. Langkah Kerja
1. Permukaan

benda uji dibersihkan sehingga permukaan tersebut rata dan

sejajar terhadap permukaan masa uji


2. Tentukan metode pengujian kekerasan dan skala yang digunakan, di dasarkan
atas kebutuhan
3. Ambil titik referensi nol dengan memberikan beban minor (minor lood)
4.
5.
6.
7.

sebesar 10kg
Aplikasikan beban mayor (mayor lood)
Lepaskan beban setelah jarum petunjuk berhenti
Catat angka kekerasan yang ditunjuk oleh jarum
Pengukuran kekerasan dilakukan pada beberapa titik pada permukaan benda
uji

22

D.

Tabel
Metode Rockwell
Jenis Mesin : Rockwell
Beban
: 150 kg
Indentor
:

Bahan
Alumunium

Besi

Skala Pengujian

Tanggal Pengujian : 07-04-2014


Penguji
: Diego
Ass.Pengawas
:

No

Angka Kekerasan

254

175

110

20

139

25

24

111

27

96

140

E. Kesimpulan
Untuk menentukan kekerasan bahan atau material dapat menggunakan metode
Rockwell yang digunakan untuk menguji material dari yang lunak sampai yang keras.
MEtode Rockwell digunakan untuk menguji yang cepat dan tepat sehingga dapat
digunakan untuk pengujian atau pengerasan kekerasan bahan secara mssal dan bekas
tekananya kecil sehingga tidak merusak permukaan material.

BAB IV
PERTANYAAN DAN JAWABAN

Pertanyaan :
1. Mengapa kekerasan suatu bahan menurun jika bahan tersebut dipanaskan ?
2. Buatlah grafik hubungan antara kekuatan tarik dengan kekerasan Brinell, serta
tuliskan rumus hubungan tersebut dan batasan pemakaiannya ?
3. Apa pengaruh perbandingan P/d2 terhadap hasil pengujian kekerasan Brinell ?
4. Jelaskan metoda pengukuran kekerasan menurut Brinell, Rockwell, Vickers,
Meyer dan Microhardness Tester ?
5. Apa kelebihan dan kekurangan dari masing masing metoda pengujian kekerasan
yang tersebut pada soal no. 4 ?
6. Apakah kekerasan suatu logam dapat ditingkatkan ? jika dapat, jelaskan cara
caranya ?

25

24

Jawaban :
1. Perlakuan panas dengan pendinginan udara merupakan proses softening yaitu
proses normalizing. Normalizing adalah proses di mana material dipanaskan
dahulu sampai suhu austenit kemudian dilakukan pendinginan dengan medium
udara secara perlahan. Proses ini terjadi pada suhu 55-650C diatas daerah
austenite murni. Pendinginan ini mencegah timbulnya segregasi praeutektoid
sehingga struktur mikro yang terbentuk adalah perlit halus dan tidak ada ferit
praeutektoid dalam jumlah banyak. Dengan demikian akan dihasilkan material
yang kekerasannya lebih kecil dari sebelumnya. Dari penjelasan di atas jelaslah
bahwa kekerasan material dengan perlakuan panas dengan pendinginan udara
lebih kecil daripada bahan uji dengan tanpa perlakuan panas

2. Uji Tarik rekayasa banyak dilakukan untuk melengkapi informasi rancangan dasar
kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan (Dieter,
1987). Pada uji Tarik, benda uji diberi beban gaya tarik sesumbu yang bertambah
secara kontinyu, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan terhadap
perpanjangan yang dialami benda uji (Davis, Troxell, dan wiskocil, 1955). Kurva
tegangan regangan rekayasa diperoleh dari pengukuran perpanjangan benda uji.
Teganganyang dipergunakan pada kurva adalah tegangan membujur rata rata

26

dari pengujian tarik yang diperoleh dengan membagi beban dengan luas awal
penampang melintang benda uji.
Regangan yang digunakan untuk kurva tegangan regangan rekayasa adalah
regangan linier rata rata yang diperoleh dengan membagi perpanjangan panjang
ukur (gage length) benda uji, L , dengan panjang awalnya, Lo
=

L LLo
=
Lo
Lo

Grafik hubungan antara kekuatan tarik dengan kekerasan Brinell :

27

Kurva tegangan regangan hasil pengujian tarik umumnya tampak seperti pada
gambar 5. Dari gambar tersebut dapat dilihat :
1. AR garis lurus pada bagian ini

pertambahan panjang sebanding dengan

pertambahan beban yang diberikan pada bagian ini, berlaku hokum Hooke
P
Lo
L=
x
A
E
Keterangan : L = pertambahan panjang benda kerja (mm)
Lo = panjang benda kerja awal (mm)
P = beban yang bekerja (N)
A = luas penampang benda kerja (mm2)
E = modulus elastisitas bahan (N/mm2)
2. Y disebut titik luluh (yield point) atas
3. Y disebut titik luluh bawah
4. Pada daerah YY benda kerja seolah olah mencair dan beban naik turun
disebut daerah luluh
5. Pada titik B beban mencapai maksimum dan titik ini biasa disebut tegangan
Tarik maksimum atau kekuatan tarik bahan ( ) pada titik ini terlihat
B

6.
7.

8.
9.

jelas benda kerja mengalami pengecilan penampang (necking)


Setelah titik B, beban mulai turun dan akhir patah pada titik F (failure)
Titik R disebut batas proposional, yaitu batas daerah elastis dan daerah AR
disebut daerah elastis,. Renggangan yang diperoleh pada daerah ini disebut
regangan elastis
Melewati batas proposional sampai dengan benda kerja putus, biasa dikenal
dengan daerah plastis dan regangannya disebut regangan plastis
Jika setelah benda kerja putus dan disambungkan kembali (dijajarkan)
kemudian diukur pertambahan panjangan (L) , maka renggangan yang
diperoleh dari hasil pengukuran ini adalah renggangan plastis (AF)

28

Hubungan Tegangan Tarik Dengan Kekerasan Brinell


Kekuatan tarik dan kekerasan merupakan indicator ketahanan logam terhadap
plastis. Konsekuensinya adalah terdapat korelasi secara pasar untuk kekuatan
tarik (

) sebagai fungsi kekerasan brinell untuk besi tuang, baja, dan

kuningan. Untuk sebagian besar baja hubungan HB dengan (

) adalah

(Callister, 1997 : 135) :

B=

0,345 x HB

Keterangan :

B=

dalam MPa (N/mm2)

HB = dalam (N/mm2)
3. Metode uji kekerasn yang diajukan oleh J.A Brinell pada tahun 1900 ini
merupakan uji kekerasan lekukan yang pertama kali banyak digunakan serta
disusun pembakuanya (dieter, 1987). Uji kekerasan ini berupa pembentukan
lekukan pada permukaan logam memakai bola baja yang dikeraskan kemudian
ditekan dengan beban tertentu. Beban diterapkan pada wktu tertentu, biasanya 30
detik, dan diameter lekukan diukur dengan mikroskop, setelah beban
dihilangkan. Permukaan harus relatif halus, rata, bersih dari debu atau kerak.
Angak kekerasan brinell (BHN) dinyatakan sebagai beban P dibagi luas
permukaan lekukan. Pada prakteknya, luas ini dihitung dari pengukuran
mikroskopik panjang diameter jejak. BHN dapat ditentukan dari persamaan
berikut :
D 2d
D

D
(
)
2
P
BHN =

29

Dengan :

P = beban yang digunakan (kg)


D = diameter bola baja (mm)
d = diameter lekukan (mm)

jejak penekanan yang relatif besar pada uji kekerasan brinell memberikan
keuntungan dalam membagikan secara pukul rata ketidak seragaman lokal. Selain
itu, uji brinell tidak begitu dipengaruhi oleh goresan dan kekerasan permukaan
dibandingkan dengan uji kekerasan yang lain. Di sisi lain jejak penekanan yang
besar ukuranya, dapat menghalangi pemakaian uji ini pada benda uji yang kecil
atau tipis.

4.

Brinnel (HB / BHN)


Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk menentukan
kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja
(identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (spesimen).
Idealnya, pengujian Brinnel diperuntukan untuk material yang memiliki
permukaan yang kasar dengan uji kekuatan berkisar 500-3000 kgf. Identor (Bola
baja) biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan Karbida
Tungsten.

Uji kekerasan brinnel dirumuskan dengan :


D 2d
D

D
(
)
2
P
BHN =

30

Gambar 1 Pengujian Brinnel

Dimana :
D
d
F
HB

Diameter

bola

(mm)

= impression diameter (mm)


=

Load

(beban)

(kgf)

= Brinell result (HB)

Gambar 2 Perumusan untuk pengujian Brinell


B)

Rockwell (HR / RHN)

31

Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan


kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap indentor
berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan
material uji tersebut.

Gambar 3 Pengujian Rockwell

Untuk mencari besarnya nilai kekerasan dengan menggunakan metode Rockwell


dijelaskan pada gambar 4, yaitu pada langkah 1 benda uji ditekan oleh indentor
dengan beban minor (Minor Load F0) setelah itu ditekan dengan beban mayor (major
Load F1) pada langkah 2, dan pada langkah 3 beban mayor diambil sehingga yang
tersisa adalah minor load dimana pada kondisi 3 ini indentor ditahan seperti kondisi
pada saat total load F yang terlihat pada Gambar 4.
Besarnya minor load maupun major load tergantung dari jenis material yang akan di
uji,.

32

Gambar 4 Prinsip kerja metode pengukuran kekerasan Rockwell

Dibawah ini merupakan rumus yang digunakan untuk mencari besarnya


kekerasan dengan metode Rockwell.

HR = E - e
Dimana :
F0

= Beban Minor(Minor Load) (kgf)

F1

= Beban Mayor(Major Load) (kgf)

= Total beban (kgf)

= Jarak antara kondisi 1 dan kondisi 3 yang dibagi dengan 0.002 mm

= Jarak antara indentor saat diberi minor load dan zero reference line

yang

untuk tiap jenis indentor berbeda-beda yang bias dilihat pada table 1

33

HR

= Besarnya nilai kekerasan dengan metode hardness

C) Vikers (HV / VHN)


Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan
suatu material dalam yaitu daya tahan material terhadap indentor intan yang
cukup kecil dan mempunyai bentuk geometri berbentuk piramid seperti
ditunjukkan pada gambar 3. Beban yang dikenakan juga jauh lebih kecil
dibanding dengan pengujian rockwell dan brinel yaitu antara 1 sampai 1000
gram.
Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari
beban uji (F) dengan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) dari
indentor(diagonalnya) (A) yang dikalikan dengan sin (136/2). Rumus untuk
menentukan besarnya nilai kekerasan dengan metode vikers yaitu :

Gambar 3 Pengujian Vikers

34

Gambar 4 Bentuk indentor Vickers


D) . Micro Hardness (knoop hardness)
Mikrohardness test tahu sering disebut dengan knoop hardness testing merupakan
pengujian yang cocok untuk pengujian material yang nilai kekerasannya rendah.
Knoop biasanya digunakan untuk mengukur material yang getas seperti keramik.

Gambar 5 Bentuk indentor Knoop


Dimana :

HK

= Angka kekerasan Knoop

35

= Beban (kgf)

= Panjang dari indentor (mm)

Nah, setelah kita mengetahui macam-macam pengujian untuk uji kekerasan maka
kita harus memikirkan apa yang harus kita ketahui untuk menentukan metode uji
kekerasan yang digunakan, untuk itu kita harus memperhatikan hal-hal dibawah
ini :

5.

a.

Permukaan material

b.

Jenis dan dimensi material

c.

Jenis data yang diinginkan

d.

Ketersedian alat uji

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN METODE PENEKANAN


2. Brinell
Keuntungan:
a. Tidak mungkin untuk mengukur bahan yang keras, hanya mampu mengukur
efektif kekerasan bahan hingga 4300 HB.
b. Tidak bisa digunakan untuk mengukur kekerasan bahan yang kecil
Kerugian:
a. Tidak mungkin untuk mengukur bahan yang keras, hanya mampu mengukur
b.

efektif kekerasan bahan hingga 4300 HB.


Tidak bisa digunakan untuk mengukur kekerasan bahan yang kecil

36

2. Rokwell

Keuntungan:
a. Dengan kerucut intan dapat diukur kekerasan baja yang disebuk keras.
b. Dengan bekas tekanan yang kecil kerusakan benda kerja lebih kecil.
Kerugian:
a. Dengan bekas penekanan yang kecil maka kekerasan rata-rata tidak dapat
ditentukan untuk bahan yang tidak homogen.
3. Vickers
Keuntungan:
a. Dengan benda penekan yang sama kekerasan dapat dtentukan tidak saja untuk
bahan lunak akan tetapi juga untuk bahan keras
b. Dengan bekas tekanan yang kecil bahan percobaan dirusak lebih sedikit
c. Hasil pengukuran kekerasan lebih teliti
d. Kekerasan benda kerja yang tipis dapat diukur dengan memilih gaya yang kecil
Kerugian:
a. Dengan bekas tekanan yang kecil kekerasan rata-rata bahan yang tidak
homogen tidak dapat ditentukan, misalnya besi tuang
b. Penentuan kekerasan membutuhkan banyak waktu
6.

Pengerasan yang mendalam


Pada pengerasan mendalam, benda yang sudah terbentuk, dipanaskan dengan
temperatur yang cukup tinggi. Kemudian dengan cepat didinginkan; tindakan ini
disebut mengejutkan baja. Pendinginan ini bisa dilakukan di dalam air, minyak atau
di udara. Benda itu menjadi keras bukan hanya bagian luar saja, tetapi juga intinya
menjadi keras benar. Dengan cara ini baja menjadi cepat rapuh; berarti baja itu dapat
cepat patah. Beberapa peralatan dikeraskan dengan cara ini. Kita semua paham betapa
mudah patahnya ulir mata bor dari baja yang berukuran kecil. Pengerasan permukaan.
Untuk peralatan-peralatan tertentu hanya bagian luarnya saja yang harus diperkeras.

37

Untuk dapat menerima tekanan yang besar, inti benda itu harus tetap lentur. Hal ini
dapat dicapai dengan hanya mengeraskan bagian permukaan dari benda tersebut.
Pengerasan permukaan dipakai pada poros engkol (crankshaft), kopling cakar, cacing,
roda cacing, dan gigi cacing
Tempering
Tempering adalah memanaskan baja yang sudah diperkeras dengan temperatur yang
cukup rendah (180C), diikuti dengan pendinginan secara perlahan-lahan. Tempering
dilakukan dengan tujuan memberikan struktur yang lebih merata pada bahan itu.
Lewat proses ini maka baja yang telah diperkeraskan tadi hanya sedikit saja
diperlunak, tetapi baja itu menjadi tidak begitu rapuh. Karena tempering, produk
tersebut menjadi terhindar dari perubahan bentuk (pertambahan isi) sebagai akibat
proses pengerasan. Hal ini, terutama ukuran akhir dan semacamnya sangat penting
untuk alat pengukur yang tepat seperti kaliber.

Meningkatkan mutu
Meningkatkan mutu adalah suatu proses di mana baja pertama-tama dikeraskan
dahulu, kemudian ditempering dengan suhu yang tinggi. Apabila baja yang diperkeras
itu dipanaskan lebih lama dan pada suhu yang lebih tinggi (300 sampai 650C) dari
tempering pada umumnya, maka struktur bahan itu makin merata. Sejalan dengan
pertambahan masa pemanasan dan peninggian suhu, kekerasan baja itu menjadi
berkurang, akan tetapi kealotan, kemudahan untuk digarap dan terutama ketahanan
terhadap benturan menjadi lebih besar. Dengan meningkatkan mutu baja, maka sifatsifat baja itu bisa disesuaikan dengan tujuan penggunaannya. Baja dengan mutu yang
sudah ditingkatkan biasanya dipakai untuk asesoris mesin yang dikenai beban
berganti-ganti, misalnya pr (spring).

PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)


Adalah proses pemanasan dan pendinginan logam dalam keadaan padat untuk

38

mengubah sifat-sifat fisis logam tersebut.


Perlakuan panas berdasarkan tujuannya dapat dibagi menjadi empat:
1. Normalizing. Untuk memperkecil dan menyelamatkan butiran-butiran logam
sehingga sifatnya dapat ditingkatkan. Cara logam dipanaskan hingga mencapai suhu
tertentu dan ditahan selama waktu yang ditentukan kemudian didinginkan dalam
udara terbuka.
2. Annealing. Untuk menghilangkan teganggan dalam dan melunakkan logam
sehingga elastisitas dapat ditingkatkan dan memudahkan pemesinan lanjut. Caranya
logam dipanaskan hingga mencapai suhu tertenu dan ditahan selama waktu yang
ditentukan kemudian didinginkan dalam dapur/ tanur.
3. Quenching. Untuk mengeraskan dan menambahkekuatan logam. Caranya logam
dipanaskan hingga mencapai suhu tertentu dan ditahan selama waktu yang ditentukan
kemudian didinginkan dengan cepat dengan dimasukkan kedalam air atau minyak.
4. Tampering.dilakukan setelah proses quenching, untuk meningkatkan keuletan
logam yang keras dan mudah patah karena proses quenching caranya logam
dipanaskan mencapai suhu tertentu dan ditahan selama waktu yang ditentukan
kemudian didinginkan dalam udara terbuka.
Perlakuan panas pada baja
1. Normalizing. Baja dipanaskan hingga mencapai suhu 40-50C diatas Acm,
sehingga terbentuk austenite, kemudian didinginkan perlahan lahan dalam suhu udara
ruang. Tujuannya untuk memperkecil dan menyamakan butiran-butiran logam
sehingga sifanya dikatkan.
2. Annealing
a. Full anneling. Baja dipanaskan hingga mencapai suhu 30-50C diats titik A3(untuk
hypo-eutectoid) atau A1 (untuk hyper-eutcorid), setelah didiamkan pada suhu tersebut
selama waktu yang cukup didinginkan perlahan didalam dapur. Tujuannya untuk
melunakkan baja dan menghilangkan tegangan dalam agar mudah dipemesinan.

39

b. Spheroidizing. Proses dimanna dihasilkan struktur dengan cementite berbentuk


sperodial (sperodial cementite). Baja dipanaskan perlahan sampai mencapai suhu
sedikit dibawah, disekitar, atau diatas titik transmormasi A1, kemudian didinginkan
perlahan. Digunakan untuk baja 0.5-1.5 % C, dengan tujuan meningkatkan
kemampuan pemesinan dan mencegah retak setelah perlakuan panas dan
meningkatkan keuletan serta ketahanan aus setelah quenching.
c. Stress relief annealing. Baja dipanaskan sampai mencapai sedikit dibawah titik
transformasai kemudian didinginkan perlahan dengan tujuan untuk menghilangkan
tegangan dalam.
d. Process annealing. Baja dipanaskan sampai suhu diatas suhu pengkristalan kembali
dan dibawah suhu titik A1 ( 600-650 C). kemudian didinginkan perlahan. Tujuanya
untuk melunakkan setelah pemesinan.
3. Quenching. Baja dipanaskan hingga mencapai suhu 30-50 C diatas titik A3 untuk
(hypo-eutectoid) atau A1 (untuk hyper-eutectoid), setelah didiamkan pada suhu
tersebut selama waktu yang cukup didinginkan dengan cepat didalam minyak atau air.
a. Normal quenching. Setelah dipanaskan, baja didinginkan secara cepat dengan
memasukkan ke dalam air (water quenching) atau minyak (oil quenching). Akan bias
didapatkan kekerasan yang tinggi, tapi mudah terjadi keretakan dan renggangan
dalam.
b. Time quenching. Setelah dipanaskan, baja didinginkan dengan dicelupkan ke dalam
air atau minyak selama waktu tertentu (belum mencapai suhu ruang), kemudian
diangkat dan didinginkan perlahan dalam suhu ruang. Untuk mrncegah retakan dan
regangan.
c. Isothermal quenching/hot bath quenching. Setelah dipanaskan, baja dicelupkan ke
dalam larutan logam atau garam yang memiliki suhu tertentu selama waktu tertentu,
kemudian didinginkan perlahan dalam suhu udara ruang. Ada beberapa jenis proses
ini :
1. Marquenching. Baja setelah dipanaskan, dicelupkan ke dalam larutan garam atau
minyak yang memiliki suhu titik MS (titik martensite, 200-300 C) dan didiamkan

40

sehingga seluruh bagian memiliki suhu yang sama kemudian didinginkan perlahan
dalam suhu udara ruang, sehingga perlahan terjadi transformasi martensite. Tujuannya
untuk mencegah retakan dan regangan dan mendapakan efek pengerasan yang
sempurna.
2. Austempering. Baja setelah dipanaskan, dicelupkan ke dalam larutan garam atau
seng yang memiliki suhu diatas titik MS (250-450 C) dan didiamkan sehinggan
seluruh bagian memiliki suhu yang sama kemudian didinginkan perlahan dalam suhu
udara ruang, sehingga didapatkan struktur bainite yang lebih lunak dan ulet dibanding
martensite. Tujuannya untuk mencegah retakan dan regangan dan meningkatkan
keuletan.
3. Martempering. Baja setelah dipanaskan, dicelupkan ke dalm larutan garam atau
seng yang memiliki suhu antara titik MS dan Mf (100-200 C) dan didiamkan
sehingga seluruh bagian memiliki suhu yang sama kemudian didinginkan perlahan
dalam suhu udara ruang, sehingga didapatkan dtruktur campuran martensite dan
bainite. Tujuannya untuk mendapatkan baja yang keras namun ulet.
4. Tempering. Setelah proses quenching, baja dipanaskan kembali hingga mencapai
suhu sedikit titik A1 kemidian didinginkan. Tujuannya untuk meningkatkan keuletan
(ductility) baja setelah quenching.
Pengerasan Permukaan
1. Karburisasi (Carburizing). Besi dipanaskan diatas suhu Ac1 dalam lingkungan
mengandung karbon, baik dalam bentuk padat, cair, ataupun gas. Besi pada suhu kriti
ini mempunyai affinity (daya tarik) terhadap karbon. Karbon diabsorpsi ke dalam
logam membentuk larutan padat dengan besi dan lapisan luar memiliki kadar karbon
tinggi. Tebal lapisan kabon tergantung pada waktu dan suhu perlakuan panas.
a. Karburasi padat (pack carburising). Bahan dimasukkan dalam kotak tertutup dan
ruangan diisi dengan kayu atau kokas. Proses perlu waktu cukup lama dan untuk
lapisan 0.75 -4 mm
b. Karburasi gas (gas carburizing). Untu mendapat lapisan 0.1- 0.75 mm. digunakan
gas atau hidro-karbon atau propan (gas karbit)

41

c. Karburasi cair (liquid carburizing). Baja dipanaskan di atas suhu Ac1 dalam dapur
garam cyanide dan sedikit nitrogen dapat berdifusi ke dalam lapisan luar. Mirip
dengan proses cyanide hanya mempunyai kadar karbon yang lebih tinggi dan kadar
nitrogen lebih rendah. Ketebalan lapisan sekitar 0.64 mm, tapi dapat untuk 6.35 mm
2. Carbonitriding. Disebut juga, dry cyaniding atau nircabing, adalah proses penerasan
permukaan dimana baja dipanaskan diatas suhu kritis didalam lingkungan gas dan
terjadi penyarapan karbon dan nitrogen. Dapat digunakan gas ammonia atau gas yang
kaya akan karbon. Lapisan tanah aus mempunyai ketebalan 0.08- 0.75 mm.
keuntungannya kemampuan pengerasan luar meningkat bila ditambahkan dengan
nitrogen sehingga dapat dimanfaatkan baja yang murah
3. Cyaniding atau liquid carbonitriding merupakan proses dimana terjadi absorpsi
karbon dan nitrogen untuk memperoleh permukaaan yang keras pada baja karbon
rendah yang sulit dikeraskan. Bahan dimasukkan kedalam dapur yang mengandung
garam cyanide natrium, suhunya sedikit diatas Ac1. Kemudian dicelup dalam air atau
minyak. Tebal lapisan 0.10 0.40 mm.
4. Nitriding. Digunakan bahan dan suhu yang berlainan. Logam dipanaskan hingga
510 C dalam lingkungan gas amonia selama beberapa waktu. Nitrogen yang diserap
logam akan membentuk nitrida yang keras tersebar merata pada permukaan logam.
Pada nitridinag cair (liquid nitriding ) digunakan garam cynida cair sedang suhu
dipertahankan dibawah daerah transformasi. Penyerapan nitrogen lebih mudah,
karbon yang diserap lebih sedikit dibanding proses cyanide atau karburasi. Ketebalam
0.03 0.3 mm.kekerasan sangat tinggi : 900 -1000 brinell.

BAB V
PENUTUP
Bahwa besi memiliki banyak karakteristik atau sifat mekanis diantaranya ulet,
getas dan lain. ini sudah dibuktikan pada pengujian tarik yang dilakukan. Yang

42

pertama pada pengujian besi kita tahu bahwa besi tersebut bersifat ulet sehingga tidak
mudah patah sedangkan pada aluminium bersifat getas atau mudah patah dan tidak
terlalu banyak perubahan deformasi yang signifikan ,serta pada plat bersifat liat dan
mempunyai nilai maxcimal load tang tinggi jadi dari ketiga spesimen yang telah di
coba plat merupakan yang terbaik. Dan waktu pengujian tekan berpengaruh pada nilai
tekan

DAFTAR PUSTAKA
41

1. Zaenuri ,muhib ahmad .ST,2008, kekuatan bahan.,bangkalan madura.indonesia


2. www.sciece_howstuffworks.com

42

Anda mungkin juga menyukai