Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUJIAN LOGAM

UJI MIKROSTRUKTUR

Dosen Pengampu:

Dra. Roro Heni Hendaryati, M.T.

Disusun Oleh :

Muhammad Aulia Farizi 201710120311018

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUJIAN LOGAM

Disusun Oleh :

Nama : Muhammd Aulia Farizi


Kelas : Mesin VI A
NIM : 201710120311018
Fakultas : Teknik
Jurusan : Teknik Mesin

Berdasarkan hasil praktikum Proses Produksi yang dilaksanakan di


laboratorium Produksi Universitas Muhammadiyah Malang.

Disetujui Oleh

Kepala Laboratorium Dosen Pembimbing


Proses Produksi

(Ir. Herry Suprianto, MT) (Dra Heni Hendaryati, MT)


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MALANG
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK MESIN
LABORATORIUM TEKNIK MESIN
Jl. Raya Tlogomas No. 246 Telp. (0341)464318-21 Fax. (0341) 460782 Malang 65145

LEMBAR ASISTENSI

No Tanggal Catatan Asistensi Ket/Paraf

Malang, April 2020


Dosen Pembimbing,

(Dra Heni Hendaryati, MT)


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era industri seperti sekarang ini material khususnya logam dan
baja sangatlah diperlukan sebagai komponen dari mesin-mesin. Hal ini
dipengaruhi dari sifat-sifat baja tersebut, sifat fisik maupun sifat
mekaniknya. Sehingga ahli teknik dituntut untuk memahami karakteristik
ataupun struktur mikro dari suatu baja. Hal ini sangat penting untuk
merubah sifat logam sesuai yang diinginkan.
Dalam dunia industri banyak kita ketahui, baja adalah bahan yang
multi guna, dari berbagai jenis disuatu pihak ada baja lunak yang digunakan
untuk pembentukan seperti bor mobil dan panel pemanas, selain itu baja
yang sangat keras dan tangguh digunakan roda gigi dan lengan bulldozer,
baja untuk penggunaan pada listrik adalah seperti plat transformator yang
dapat di magnetis berkali-kali dengan kehilangan daya rendah. Dan baja
yang non magnetis biasa digunakan sebagai penyapu ranjau dan bahan jam
tangan.
Sehubung dengan rekayasa mesin sangatlah penting kita ketahui
sifat-sifat logam yaitu fisik, mekanik, dan kimia. Karena sangat
berpengaruh dalam penggunaannya, untuk itu pengujian mikrostruktur
sangat penting dilakukan guna mengetahui kandungan karbon pada suatu
logam.

1.2 Tujuan Praktikum


1. Untuk menganalisa struktur mikro dan sifat-sifatnya.
2. Untuk mengenali fasa-fasa dalam mikrosturktur.
3. Untuk mengetahui proses pengambilan foto mikrostruktur dan
makrostruktur.
4. Untuk menguasai teknik perhitngan besar butir.

1
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Mikrostruktur
Metalografi merupakan ilmu yang mempelajari karakteristik mikrostruktur
suatu logam dan panduannya serta hubungannya dengan sifat-sifat logam dan
panduannya. Terdapat beberapa metode yang digunakan yaitu, mikroskop (
Optik maupun electron), difraksi ( Sinar, electron, dan neutron), analisis ( x-ray
flirorensis, electron miikroprobe) dan juga Stereo metric metalografi.[1] Pada
praktikum metalografi ini digunakan metode mikroskop sehingga pemahaman
akan cara kerja mikroskop, baik optic maupun electron perlu dketahui.
Pengamatan metalografi dengan mikroskop umunya dibagi menjadi dua yaitu :
a. Metalografi makro, yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran 10-
100 kali.
b. Metalografi mikro, yaitu pengamatan dengan perbesaran diatas 100 kali.
Sebelum dilakukan pengamatan mikrostruktur dengan mikroskop maka
diperlukan proses-proses persiapan sample.
2.2 Besar Butir
Terdapat 3 metode yang digunakan umtuk menghitung besar butir yang
direkomendasikan oleh ASTM, yaitu :
2.1.1 Metode Perbandingan
Foto mikrostruktur bahan dengan perbesaran 100 x dapat
dibandingkan dengan grafik ASTM E112 – 63 dapat ditentukan
besar besar butir. Nomor besar butir ditentukan oleh rumus :

N . 2 n-1

Dimana N adalah jumlah butir per inch2 dengan perbesaran 100x.


Metode ini cocok untuk sampel dengan butir beraturan.[2]
2.1.2 Metode Intercept
Plastik transparant dengan grid diletakan diatas foto sampel.
Kemudian dihitung semua butir yang berpotongan dengan satu atau
dua grasi, sedangkan butir yang berpotongan pada akhir garis
dianggap setengah. Perhitungan dilakukan pada 3 daerah agar
mewakili. Nilai diameter rata – rata ditentukan dengan membagi
jumlah butir yang berpotongan dengan panjang garis. Metodi ini
cocok untuk butir yang tidak beraturan [3].

PL = p.m / LT

2
L3 = 1 / FL
P = Jumlah titik potong batas butir dengan lingkaran
LT = Panjang garis total
M = Perbesaran
Dari LT atau L3, sehingga rumus empiris

G . ( 6.646 logL3 – 3.298 )


2.1.3 Metode Prarimetri
Metode ini menggunakan lingkaran yang pada umumnya
memiliki luas 5000m2. Perbesaran dipilih sedemikian rupda
sehingga ada sedikitnya 75 butir yang berada di dalam lingkaran.
Kemudian di hitung jumlah total semua butir dalam lingkaran,
ditambah setengah dari jumlah butir yang berpotongan dengan
lingkaran. Besar butir di hitung dengan mengalikan jumlah butir
dengan pengali jefferies (f). Rumus empiris [3] :

G : (3,332 logNa – 2,95) dan Na = f (n1+n2/2)


Dimana :
G = Besar butir
Na = Jumlah butir
n1 = Jumlah butir dalam lingkaran
n2 = Jumlah butir yang bersinggungan
f = faktor pengali jefferies
Berikut tabel pengali Jefferies :

Pembesaran F

1 0.002

25 0.25

30 0.5

75 1.125

100 2.0

200 8.0

300 18.0

500 50.0

1000 200.0

3
2.3 Mikrostruktur Baja Karbon
Baja didefinisikan sebagai material feros dengan karbon kurang dari 2,14%,
baja karbon dibagi menjadi 2 yaitu baja hypoletektoid dan baja hupereutectoid
dengan kadar karbon 0,8% sebagai batas. Pada karbon 0,8% akan terbentuk baja
perkit yaitu fasa yang terbentuk lumel-lumel yang merupakan paduan fasa
sementif merupakan fasa yang terbentuk dengan kadar karbon maksimum
6,67% sementite perlite dengan 0,02%.[2]

2.4 Mikrostruktur Besi Tuang


Besi pada dasarnya, merupakan perpaduan antara besi dan karbon, dimana
pada diagram Fe3C terlihat bahwa besi tuang megandung kadar karbon lebih
besar dibandingkan dengan yang dibutuhkan untuk menjenuhkan austenite pada
temperature austenite yaitu pada rentan 2,14-6,67% secara komersial besi
tulang yang dipakai adalah besi tuang dengan kadar karbon 2,9-4,0%. [4]
Secara metalografi besi tuang yaitu, ada 4 :
a. Besi tuang putih, merupakan besi tuang dimana semua karbon
terpadu dalam bentuk sementite.
b. Besi tuang moliable, dimana hampir semua karbonnya dalam
bentuk partikel tak beraturan yang dikeral dengan karbon temper.
c. Besi tuang kelabu, dimana hampir semua karbonnya dalam bentul
flokografi.
d. Besi tuang modular dengan semua karbonnya ada dalam bentuk
seheroidol.

2.5 Mikrostruktur Baja Karbon pada Heat & Surface Treatment


Perlakuan panas adalah rangkaian siklus pemanasan dan pendinginan
terhadap material logam padat yang bertujuan untuk meghasilkan sifat material
yang diinginkan. Ada beberapa macam proses pemanas yaitu annealing,
normalizing, dan quenching.[1] Masing-maisng proses memiliki pendinginan
yang berbeda. Dasar transformasi pada Heat Treatment adalah diagram TTT,
perlakuan panas akan membentuk martansite dan bamete.[4]

2.6 Mikrostruktur Paduan Alumunium


Mikrostruktur hampir sama paduan alumunium terdiri dari lenstral utama
padatan alumunium ditambah dengan produk hasil reaksi dengan elemen
paduan yang tidak ada dalam keadaan padat biasanya membentuk fasa
campuran pada eustentit terdapat sekitar 12%.[4]

4
2.7 Mikrosturktur Paduan Tembaga
Paduan tembaga yang akan dibahas disini adalah paduan tembaga dengan
elemen dasar seng kuningan merupakan paduan seng tembaga yang menjadi
tunggal.[5] Timah + alumunium pada diagram fasa dan meningkatkan dan
mengikat dari 32,5% pada temperature 9030C ke 309% ke 39% pada temperature
4540C. Fasa yang terbentuk FCC dan fasa bejma terbentuk BCC. [4]

2.8 Diagram Fasa Fe – Fe-3C

Diagram Fe3C
1. Ferite (Besi 𝜶)
Komposisi logam yang mempunyai batas maksimum kelarutan
karbon 0.025% C pada temperatur 7230C dengan struktur kristal
BCC.[6]

2. Perlite
Merupakan Euctectoid mixture dari ferite dan cementite (𝜶 + Fe3C),
terjadi pada temperature 7230C dan mengandung 0.8%C.[7]

5
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
• Jangka Sorong
• Dapur Listrik (Furnace)
• Mikroskop Metalurgi
• Mesin Poles
• Media Pendingin
3.1.2 Bahan
• Spesimen Uji Mikrostruktur
• Cairan Etsa
• Alkohol
• Kapas

3.2 Prosedur Percobaan


3.2.1 Sebelum Heat Treatment
1. Menghaluskan permukaan pada bagian penampang lintang
specimen.
2. Memastikan bahwa permukaan specimen tidak lagi terdapat
bekas goresan.
3. Memberikan atau mengoleskan larutan etsa pada permukaan
specimen dengan hati-hati.
4. Meletakkan specimen pada landasan dari mikroskopis
metalurgi.
5. Melakukan pengamatan pada mikroskop dan pastikan bahwa
gambar struktur terlihat dengan jelas.
6. Melakukan pemotretan dari gambar struktur logam yang
diamati.

6
3.2.2 Saat Heat Treatment
1. Membesihkan specimen uji dari kotoran dan minyak.
2. Menentukan tipe Heat Treatment yang akan dilakukan :
a. Proses Hardening
b. Proses Tempering.
c. Annealing.
d. Normalizing.
3. Memasukkan specimen ke dalam dapur listrik (Furnace).
4. Menentukan (Setting) temperature pemanasan dan holding time
yang telah ditentukan pada dapur listrik.
5. Melakukan pemanasan specimen sampai mencapai temperature
dan holding time yang telah ditentukan.
6. Mengeluarkan specimen dari dapur listrik dan melakukan
pendinginan dengan media yang telah ditentukan.

3.2.3 Pelaksanaan Uji Mikrostruktur


- Senin, 09 Maret 2020.

3.2.4 Pengolahan Data Pengujian


1. Memotong photo mikrostruktur sebelum dan sesudah heat
treatment dengan ukuran 2 x 2 cm sebanyak 5 lembar.
2. Menempelkan potongan photo tersebut pada lembar kerja.
3. Memotong kertas grafik yang transparan dengan ukuran 2 x 2
cm sebanyak 10 lembar.
4. Menempelkan kertas grafik tersebut tepat diatas photo
mikrostruktur dan memastikan posisinya sesuai dengan letak
photo.
5. Menentukan jenis mikrostruktur sebelum maupun sesudah heat
treatment dan mencatat pada lembar kerja.
6. Menghitung presentase jumlah masing-masing jenis
mikrostuktur untuk sebelum dan sesudah heat treatment dengan
cara menghitung warna gelap atau terang dari setiap luasan
photo.

7
7. Mencatat hasil pengamatan pada lembar kerja.
8. Menganalisa data hasil pengujian, meliputi :
- Nilai rata-rata jenis mikrostruktur sebelum
maupun setelah heat treatment.
- Nilai simpangan yang terjadi
- Nilai kesalahan relatifnya
9. Menuliskan hasil analisa yang diperoleh baik sebelum maupun
sesudah heat treatment.
10. Membuat pembahasan dan kesimpulan dari hasil pengujian
yang dilakukan.

8
BAB IV
PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA
4.1 Data Pengamatan
4.1.1 Sebelum Heat Treatment
NO. GAMBAR FERRITE (X%) PERLITE (Y%)

Jumlah Ferrite : 294 Jumlah Perlite : 106

294 106
× 100% = 73,5% × 100% = 26,5%
400 400
1

Jumlah Ferrite :269 Jumlah Perlite : 131

269 131
× 100% = 67,25% × 100% = 32,75%
400 400
2

Jumlah Ferrite :302 Jumlah Perlite : 98

302 98
× 100% = 75,5% × 100% = 24,5%
400 400
3

Jumlah Ferrite :284 Jumlah Perlite : 116

284 116
× 100% = 71% × 100% = 29%
400 400
4

Jumlah Ferrite :326 Jumlah Perlite : 74

326 74
5 × 100% = 81,5% × 100% = 19,5%
400 400

9
4.1.2 Setelah Heat Treatment
NO. GAMBAR FERRITE (X%) PERLITE (Y%)

Jumlah Ferrite : 132 Jumlah Perlite : 268

132 268
× 100% = 33% × 100% = 67%
400 400
1

Jumlah Ferrite :84 Jumlah Perlite : 316

84 316
× 100% = 21% × 100% = 79%
400 400
2

Jumlah Ferrite :63 Jumlah Perlite : 337

63 337
× 100% = 15,75% × 100% = 84,25%
400 400
3

Jumlah Ferrite :187 Jumlah Perlite : 213

187 213
× 100% = 46,75% × 100% = 53,25%
400 400
4

Jumlah Ferrite :195 Jumlah Perlite : 205

195 205
5 × 100% = 48,75% × 100% = 51,25%
400 400

10
4.2 Tabel dan Perhitungan Data
4.2.1 Sebelum Heat Treatment
(𝑿 − 𝑿) (𝑿 − 𝑿)𝟐 (𝒀 − 𝒀) 𝒀 − 𝒀)𝟐
NO FERRITE (X) PERLITE (Y)
1 73,5 26,5 -0,25 0,0625 0,25 0,0625
2 67,25 32,75 -6,5 42,25 6,5 42,25
3 75,5 24,5 1,75 3,0625 -1,75 3,0625
4 71 29 -2,75 7,5625 2,75 7,5625
5 81,5 18,5 7,75 60,0625 -7,75 60,0625
TOTAL 368,75 131,25 0 113 0 113
RATA" 73,75 26,25 0 22,6 0 22,6

1. Mencari Nilai Rata-Rata (𝑋 𝑑𝑎𝑛 𝑌)


Ferrite Perite
∑ 𝑋 368% ∑ 𝑌 131,25%
𝑋̅ = = = 73,5% 𝑌̅ = = = 26,25%
𝑛 5 𝑛 5

2. Standart Deviasi
Ferrite Perite

∑(𝑿−𝑿)𝟐 ) ∑(𝒀−𝒀)𝟐 )
SDX = √ SDY= √
𝑛−1 𝑛−1

113 113
= √ = 5,31 =√ = 5,31
4 4

3. Simpangan Rata-Rata
Ferrite Perite

∑(𝑿−𝑿)𝟐 ) ∑(𝒀−𝒀)𝟐 )
SRX=√ = SRY=√
𝑛(𝑛−1) 𝑛(𝑛−1)

113 113
√ = 2,376 = √ = 2,376
5(4) 5(4)

11
4. Kesalahan Relatif
Ferrite Perite
̅̅̅̅̅̅
𝑆𝐷𝑥 ̅̅̅̅̅̅
𝑆𝐷𝑦
KRx= 𝑥 100% KRy = 𝑥 100%
𝑋̅ 𝑌̅
5,31 5,31
= 73,5 𝑥 100% = 26,5 𝑥 100%
= 0,722% = 0,200%

5. Keseksamaan
Ferrite Perite
Kx= 100% - Krx Ky = 100% - Kr
= 100% - 0,722% = 100% - 0,200%
= 99,278% = 99,8%

6. Hasil Perhitungan
Ferrite Perite

HPx = 𝑋̅ ± 𝑆𝐷𝑥 HPy = 𝑌̅ ± 𝑆𝐷𝑦


= 73,75 ± 5,31 μm = 26,25 ± 5,31 μm

12
4.2.2 Setelah Heat Treatment
(𝑿 − 𝑿) (𝑿 − 𝑿)𝟐 (𝒀 − 𝒀) 𝒀 − 𝒀)𝟐
NO FERRITE (X) PERLITE (Y)
1 33 67 -0,05 0,0025 0,05 0,0025
2 21 79 -12,05 145,2025 12,05 145,2025
3 15,75 84,25 -17,3 299,29 17,3 299,29
4 46,75 53,25 13,7 187,69 -13,7 187,69
5 48,75 51,25 15,7 246,49 -15,7 246,49
TOTAL 165,25 334,75 0 878,675 0 878,675
RATA" 33,05 66,95 0 175,735 0 175,735

1. Mencari Nilai Rata-Rata (𝑋 𝑑𝑎𝑛 𝑌)


Ferrite Perite
∑ 𝑋 165,25% ∑ 𝑌 334,75%
𝑋̅ = = = 33,05% 𝑌̅ = = = 66,95%
𝑛 5 𝑛 5

2. Standart Deviasi
Ferrite Perite

∑(𝑿−𝑿)𝟐 ) ∑(𝒀−𝒀)𝟐 )
SDX = √ SDY= √
𝑛−1 𝑛−1

878,675 878,675
= √ = 14,821 =√ = 14,821
4 4

3. Simpangan Rata-Rata
Ferrite Perite

∑(𝑿−𝑿)𝟐 ) ∑(𝒀−𝒀)𝟐 )
SRX=√ = SRY=√
𝑛(𝑛−1) 𝑛(𝑛−1)

878,821 878,821
√ = 6,629 = √ = 6,629
5(4) 5(4)

13
4. Kesalahan Relatif
Ferrite Perite
̅̅̅̅̅̅
𝑆𝐷𝑥 ̅̅̅̅̅̅
𝑆𝐷𝑦
KRx= 𝑥 100% KRy = 𝑥 100%
𝑋̅ 𝑌̅
14,821 14,821
= 𝑥 100% = 𝑥 100%
33,05 66,95
= 0,448% = 0,221%

5. Keseksamaan
Ferrite Perite
Kx= 100% - Krx Ky = 100% - Kr
= 100% - 0,448% = 100% - 0,221%
= 99,552% = 99,779%

6. Hasil Perhitungan
Ferrite Perite

HPx = 𝑋̅ ± 𝑆𝐷𝑥 HPy = 𝑌̅ ± 𝑆𝐷𝑦


= 33,05 ± 14,821 μm = 66,95 ± 14,821 μm

14
4.3 Grafik dan Pembahasan
4.3.1 Ferrite

Ferrite
60
Sesudah Heat Treatment 50
40 46.75 48.75
30
33
20
10 21
15.75
0
73.5 67.25 75.5 71 81.5
Sebelum Heat Treatment

Ferrite Linear (Ferrite)

Ukuran diameter butir ferrite akan berubah setelah dilakukan


pemanasan. Hal ini ditunjukan oleh hasil perhitungan butir ferit dengan
metode Intercept Heyn sesuai dengan ASTM E-112. Setelah dilakukan
perhitungan diameter butir sebanyak 5 kali maka dapat diperoleh diameter
butir rata-rata. [8]
Setelah specimen Baja ST 42 mendapatkan perlakuan panas pada
suhu 800°C, butir ferrite Baja ST 42 menunjukan reduksi ukuran butirannya.
Hal ini dapat dilihat pada hasil perhitungan sebelum heat treatment memiliki
nilai 73,75 ± 5,31 μm dan setelah heat treatment memiliki nilai besar butir
33,05 ± 14,821 μm. Ini berarti pada specimen baja ST 42 mengalami
perubahan morfologi butir ferrite menjadi halus. [8]
Dari perbandingan antara sample yang berada pada temperature
ruang dan pada temperature 800°C terjadi penghalusan ukuran butir ferrite,
hal ini disebabkan karena terjadinya proses rekristilisasi butir ferrite pada
temperature yang lebih rendah yaitu temperature ruang sehingga terjadi
reduksi ukuran ferrite. [8]

15
4.3.2 Perlite

Perlite
90
Sesudah Heat Treatment 80
84.25
70 79
60 67
50
53.25 51.25
40
30
20
10
0
26.5 32.75 24.5 29 18.5
Sebelum Heat Treatment

Perlite Linear (Perlite)

Pada perlite ukuran diameter butir juga akan berubah setelah dilakukan
pemanasan. Hal ini ditunjukan oleh hasil perhitungan butir perlite dengan
metode Intercept Heyn sesuai dengan ASTM E-112. Setelah dilakukan
perhitungan diameter butir sebanyak 5 kali maka dapat diperoleh diameter
butir rata-rata. [8]
Setelah specimen Baja ST 42 mendapatkan perlakuan panas pada
suhu 800°C, butir perlite Baja ST 42 akan menunjukan pembesaran ukuran
butirannya. Hal ini dapat dilihat pada hasil perhitungan sebelum heat
treatment memiliki nilai 26,25 ± 5,31 μm dan setelah heat treatment
memiliki nilai besar butir 66,95 ± 14,821 μm. Ini berarti pada specimen
baja ST 42 mengalami perubahan morfologi butir perlite menjadi besar. [8]
Dari perbandingan antara sample yang berada pada temperature
ruang dan pada temperature 800°C terjadi pembesaran ukuran butir perlite,
hal ini karena adanya peningkatan suhu dari suhu ruang menuju suhu 800°C.
hal tersebut dikarenakan adanya pertumbuhan butir lainnya sehingga terjadi
perubahan batas butir. Peningkatan temperature akan mempercepat proses
difusi tersebut karena bertambahnya energy yang diberikan butir sehingga
semakin meningkat temperature maka akan diperoleh butir yang relative
lebih besar.[8]

16
4.3.3 Hubungan Antara Besar Butir Sebelum dan Setelah Heat Treatment

Grafik Hubungan Sebelum dan Sesudah


Heat Treatment
90 84.25
79
80
67
70
60 53.25
51.25
PERLITE (Y)

50
40 32.75
2926.5
30 24.5
18.5
20
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
FERRITE (X)

Sebelum Heat Treatment Setelah Heat TReatment

Pada grafik diatas dapat dilihat pada fase sebelum heat treatment
berada dibawah fase sesudah heat treatment. Ini berarti diameter butir
pada saat sebelum heat treatment menghasilkan ukuran butir ferrite lebih
kecil dibandingkan dengan sesudah heat treatment. [9]
Hal ini dipengaruhi oleh perubahan temperature dari temperature
ruang menuju temperature 800°C yang menyebabkan perubahan ukuran
butir menjadi lebih besar. Waktu penahan dan media pendingin (air) juga
mempengaruhi perubahan morfologi, karena dengan waktu tahan yang
lama sekitar 25 menit didalam air, butir pada sample ini telah mengalami
proses rekristalisasi dan mengalami pertumbuhan butir, sehingga butir
yang terekristalisasi semakin membesar ukurannya. Sehingga waktu
tahan dan media pendingin akan memberikan pengaruh terhadap ukuran
butir yang terekristalisasi.[10]

17
4.4 Pengamatan Metalografi
Struktur mikro suatu material sangat mempengaruhi sifat material tersebut.
Dalam suatu struktur mikro material ada fasa yang terbentuk. Pada baja ST 42
fasa yang biasanya terbentuk yaitu fasa ferrite dan fasa perlite. Selain itu bentuk
dan ukuran butir juga mempengaruhi sifat mekanis dari material. Perubahan
bentuk dan ukuran butir dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya
adalah melalui proses perlakuan panas. Hasil penelitian dari pengujian struktur
mikro yang meliputi perubahan bentuk dan ukuran butir setelah proses
rekristalisasi dapat dilihat secara lengkap pada pembahasan berikut.[8]

Pada gambar diatas mengilustrasikan struktur mikro dari baja karbon rendah
yang tidak mengalami perlakuan panas, terlihat bentuk butir kecil dan tidak
beraturan karena menggunakan perbesaran 400X pada mikroskop optic. Dari
gambar tersebut butir yang kecil memiliki kekuatan yang lebih kecil
dibandingkan dengan butiran yang lebih besar.[7]
Struktur mikro dari specimen yang mengalami heat treatment menunjukan
ukuran butir yang dapat dilihat pada gambar yang menunjukan dimana struktur
mikro fasa ferrite memiliki ukuran yang lebih besar dan bentuk bulat yang besar.
Hal tersebut dikarenakan setelah proses rekristalisasi butiran mengalami
pertumbuhan butir karena waktu tahan dan media pendingin air yang cukup lama
yaitu 25 menit. Hal ini dikarenakan energy yang semakin besar dan waktu yang
cukup lama yang menyebabkan pertumbuhan butir pada butir-butir kecil yang
baru muncul pada batas butir akibat proses pengintian.[7]

18
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan dan pengolahan data, serta grafik, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Mikrostruktur dari baja ST 42 terdiri dari fasa ferrite dan fasa perlite
yang membuat baja ST 42 ini lunak dan kekuatannya lemah, tetapi
memiliki keuletan dan ketangguhan yang sangat baik sehingga sifatnya
mampu mesin dan mamou lasnya menjadi baik.
2. Proses pengambilan foto mikrostruktur meliputi tahapan pemotongan
specimen, pengamplasan, pemolesan, etsa, hingga akhirnya
pengambilan foto mikro menggunakan mikroskop optic dengan
perbesaran 400X.
3. Pada praktikum ini kami menggunakan metode intercept (heyne) untuk
perhitungan besar butir. Prinsip perhitungan besar butir metode Heyne
yaitu dengan menempelkan kertas atau plastic transparent dengan grid
(bergaris kotak-kotak) dan diletakan diatas foto. Kemudian dihitung
semua butir yang berpotongan dengan satu atau dua garis, sedangkan
butir yang hanya berpotongan pada garis akhir dianggap setengah. Nilai
diameter rata rata ditentukan dengan membagi jumlah butir yang
berpotongan dengan panjang garis.
4. Hasil perhitungan besar butir diameter rata-rata diperoleh sebagai
berikut:
a. Sebelum Heat Treatment
Ferit : 73,75 ± 5,31 μm
Perlit : 26,25 ± 5,31 μm
b. Setelah Heat Treatment
Ferit : 33,05 ± 14,821 μm
Perlit : 66,95 ± 14,821 μm
5. Pada grafik hubungan antara ferrite dan perlite didapatkan bahwa nilai
ferlite lebih banyak pada saat heat treatment sedangkan nilai perlite
sebaliknya.
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan struktur mikro pada
suatu material adalah perlakuan panas dan kecepatan pendinginan.
Semakin tinggi temperature maka akan semakin besar diameter butir,
dan semakin lama waktu pendinginan maka akan semakin banyak butir
yang terbentuk
5.2 Saran
Proses Heat Treatment seharusnya dilakukan oleh peserta praktikum, dan
alat yang digunakan segera diperbaiki, sehingga data yang dihasilkan akurat

19
DAFTAR PUSTAKA
[1] B. E. Kurniawan, Y. Setiyorini, and A. P. Spesimen, “Pengaruh variasi
Holding Time Pada Perlakuan Panas Quench Annealing Terhadap Sifat
mekanik dan Mikro Struktur Pada Baja mangan,” vol. 3, no. 1, pp. 1–4,
2014.
[2] B. A. B. Iv, “Hasil pengujian yang telah dilakukan dari hasil pengelasan
oxy-acetylene dengan variabel nyala torch oksidasi terhadap baja karbon
rendah. Adapun 43,” pp. 43–56.
[3] A. Azhari, “Pengaruh Proses Tempering dan Proses Pengerolan Di bawah
dan Di atas Temperatur Rekristalisasi pada baja karbon Sedang Terhadap
Kekerasan dan Ketangguhan Serta Struktur Mikro untuk Mata Pisau
Pemanen Sawit,” J. Tek. Mesin, vol. 2, no. 2, pp. 10–22, 2012.
[4] M. H. A. I. Hasa, P. Teknologi, and B. Bakar, “Formasi fasa dan
mikrostruktur bahan struk- tur paduan aluminium fero-nikel hasil proses
sintesis,” pp. 37–44, 2007.
[5] “No Title,” pp. 1–33.
[6] K. Material, “Instrumentasi Analisis Mikrostruktur 1 . Optical
Microscope,” no. 62 21.
[7] M. Pramudia and A. S. Romadhon, “PENGARUH VARIASI UKURAN
BOLA BAJA PADA PROSES DRY SHOT PEENING TERHADAP
MIKROSTRUKTUR DAN KEKERASANMATERIAL IMPLAN AISI
316L,” vol. 9, no. 3, pp. 169–172, 2018.
[8] F. T. Ui, “Studi pengaruh..., Amri Kiswara, FT UI, 2010,” 2010.
[9] D. Untuk, M. Sebagian, M. Derajat, and A. Madya, “KEKERASAN
PROPELLER KAPAL NELAYAN DENGAN PROGRAM STUDI
DIPLOMA III TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MURIA KUDUS,”
2012.
[10] U. Tarik and U. Mikrografi, “Pengaruh Normalizing dengan Variasi Waktu
Penahanan Panas (Holding Time) Baja ST 46 terhadap Uji Kekerasan, Uji
Tarik, dan Uji Mikrografi,” J. Tek. Perkapalan, vol. 6, no. 1, pp. 142–149,
2018.

20

Anda mungkin juga menyukai