Anda di halaman 1dari 67

LAPORAN

PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL

STM3221

Disusun Oleh:
Ahmad Setya Ruby Sesario
1710816310001

Dosen Pengampu:
HAJAR ISWORO, S. Pd., M. T.
NIP. 19811224201606108001

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2020
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Heat Treatment

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Segala kebutuhan manusia tidak lepas dari unsur logam. Kerena

hampir semua alat yang digunakan manusia terbuat dari unsur logam.

Sehingga logam mempunyai peranan aktif dalam kehidupan manusia dan

menunjang teknologi dijaman sekarang. Oleh karena itu timbul usaha –

usaha manusia untuk memperbaiki sifat – sifat dari logam tersebut.

Perlakuan panas adalah suatu perlakuan (treatment) yang diterapkan

pada logam agar diperoleh sifat – sifat yang diiginkan. Dengan cara

pemanasan dan pendinginan dengan kecepatan tertentu yang dilakukan

terhadap logam dalam keadaan fase padat sebagai upaya untuk

memperoleh sifat – sifat tertentu dari logam. Dengan adanya pemanasan

atau pendinginan tertentu maka bahan-bahan logam dan paduan

memperlihatkan perubahan struktur. Sedangkan dari sifat fisiknya yaitu

dimensi, konduktivitas listrik, struktur mikro, densitas, dan lain–lain. Karena

banyaknya permintaan yang bermacam–macam maka diadakan pemilihan

bahan. Pemilihan bahan sangat krusial karena menentukan kualitas dari

produk yang akan dibuat.

Dengan adanya praktikum heat treatment ini sangat membantu

mahasiswa/i dalam proses pemahaman tentang bagaimana proses heat

treatment itu dilakukan. Jadi akan sangat membantu mahasiswa nantinya

dalam dunia kerja/dunia industri yang berkaitan dengan heat treatment ini

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

1.2 Tujuan

Tujuan pada praktikum heat treatment ini adalah sebagai berikut :

1. Mampu menjelaskan bahan dan peralatan yang digunakan dalam

praktikum heat treatment.

2. Mengetahui proses heat treatment dan mampu melakukan proses heat

treatment dengan baik.

3. Mengetahui Perbedaan fisik dari spesimen yang diberi heat treatment

dengan tanpa heat treatment.

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Heat Treatment

Heat treatment atau perlakuan panas adalah suatu proses pemanasan

dan pendinginan logam dalam keadaan padat untuk mengubah sifat-sifat

fisis logam tersebut. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kekerasan

material dengan proses heat treatment (B.H. Amstead, 1981)

Tujuan proses perlakuan panas untuk menghasilkan sifat-sifat logam

yang diinginkan. Perubahan sifat logam akibat proses perlakuan panas

dapat mencakup keseluruhan bagian dari logam atau sebagian dari logam.

Adanya sifat alotropik dari besi menyebabkan timbulnya variasi struktur

mikro dari berbagai jenis logam. Alotropik itu sendiri adalah merupakan

transformasi dari satu bentuk susunan atom (sel satuan) ke bentuk susunan

atom yang lain. Pada temperatur dibawah 9100 C sel satuannya Body

Center Cubic (BCC), temperatur antara 910o C dan 1392o C sel satuannya

Face Center Cubic (FCC) sedangkan temperatur diatas 1392o C sel

satuannya kembali menjadi BCC.

Proses perlakuan panas ada dua kategori, yaitu :

1. Softening (Pelunakan) : Adalah usaha untuk menurunkan sifat mekanik

agar menjadi lunak dengan cara mendinginkan material yang sudah

dipanaskan didalam tungku (annealing) atau mendinginkan dalam udara

terbuka (normalizing).

2. Hardening (Pengerasan) : Adalah usaha untuk meningkatkan sifat

material terutama kekerasan dengan cara selup cepat (quenching) material

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

yang sudah dipanaskan ke dalam suatu media quenching berupa air, air

garam, maupun oli.

Berikut adalah macam-macam proses Heat Treatment yang biasanya

dilakukan :

2.1.1 Hardening

Hardening didefinisakan sebagai proses pemanasan sampai

mencapai daerah austenit, yaitu kira-kira 30′-50′ diatas garis A3 seperti pada

diagram fasa kemudian dilakukan pendinginan dengan media pendinginan

air sampai terbentuknya Martensit. Baja yang telah di hardening mempunyai

kondisi struktur yang sangat tegang dan getas, sehingga tidak bisa

digunakan sesuai dengan penggunaan praktis (Y.Lakhtin, 1957, p. 214).

2.1.2 Tempering

Tempering adalah suatu proses pemanasan kembali baja yang telah

dikeraskan pada temperatur sebelum titik kritis (sub-critical), untuk

mendapatkan sifat keuletan dan kekerasan yang lebih baik, dalam proses ini

mertensit akan berubah menjadi “Black Martensit”, troostite dan sorbite”

yang mempunyai struktur yang lebih baik dan halus. Temperatur tempering

tergantung pada sifat yang diinginkan, tapi pada umumnya berkisar antara

180-650’C, (Djarifin Sitinjak, 1985, p. 36).

Menurut tujuannya proses tempering dibedakan sebagai berikut

1. Tempering pada suhu rendah ( 150° – 300°C ).

Tempering ini hanya untuk mengurangi tegangan-tegangan kerut dan

kerapuhan dari baja, biasanya untuk alat-alat potong, mata bor dan

sebagainya.

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

2. Tempering pada suhu menengah ( 300° - 550°C )

Tempering pada suhu sedang bertujuan untuk menambah keuletan dan

kekerasannya sedikit berkurang. Proses ini digunakan pada alat-alat kerja

yang mengalami beban berat, misalnya palu, pahat, pegas. Suhu yang

digunakan dalam penelitian ini adalah 500C pada proses tempering.

3. Tempering pada suhu tinggi ( 550° - 650°C )

Tempering suhu tinggi bertujuan memberikan daya keuletan yang besar

dan sekaligus kekerasannya menjadi agak rendah misalnya pada roda gigi,

poros batang pengggerak dan sebagainya.

2.1.3 Annealing

Merupakan proses perlakuan panas yang ditujukan untuk melunakkan

dan menaikkan kembali keuletan benda kerja agar dapat dideformasi lebih

lanjut. Pada dasarnya proses Annealing dan Stress relief Annealing itu

mempunyai kesamaan yakni bahwa kedua proses tersebut dilakukan masih

dibawah garis A1 (temperatur kritis A1) sehingga pada dasarnya yang terjadi

hanyalah rekristalisasi saja (Soejadi, 2011).

Annealing terdiri dari 3 proses yaitu:

1. Fase recovery

Fase recovery adalah hasil dari pelunakan logam melalui pelepasan

cacat kristal (tipe utama dimana cacat linear disebut dislokasi) dan tegangan

dalam.

2. Fase rekristalisasi

Fase rekristalisasi adalah fase dimana butir nucleate baru dan tumbuh

untuk menggantikan cacat- cacat oleh tegangan dalam

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

3. Fase grain growth (tumbuhnya butir)

Fase grain growth (tumbuhnya butir) adalah fase dimana mikrostruktur

mulai menjadi kasar dan menyebabkan logam tidak terlalu memuaskan

untuk proses pemesinan.

2.1.4 Normalizing

Normalizing merupakan pemanasan baja sampai di atas temperatur

daerah transformasi, ditahan sampai suhunya merata kemudian didinginkan

di udara bebas, untuk mendapatkan struktur butiran yang halus dan

seragam pada umumnya untuk memperbaiki sifat mekanis (Djarifin Sitinjak,

1985, p. 36) dan struktur yang diperoleh dalam proses ini diantaranya perlit

(eutectoid), perlit brown ferrite (hypoeutectoid) atau perlit brown cementite

(hypereutectoid).

Gambar 1. Diagram fasa Fe-Fe3C


(Sumber : www.steelindonesia.com)

Dari gambar diatas dapat diterangkan atau dibaca diantaranya

1. Pada kandungan karbon mencapai 6.67% terbentuk struktur mikro

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

dinamakan Cementit Fe3C (dapat dilihat pada garis vertikal paling kanan).

Sifat – sifat cementitte diantaranya sangat keras dan sangat getas

2. Pada sisi kiri diagram dimana pada kandungan karbon yang sangat

rendah, pada suhu kamar terbentuk struktur mikro ferit.

3. Pada baja dengan kadar karbon 0.83%, struktur mikro yang terbentuk

adalah Perlit, kondisi suhu dan kadar karbon ini dinamakan titik Eutectoid.

4. Pada baja dengan kandungan karbon rendah sampai dengan titik

eutectoid, struktur mikro yang terbentuk adalah campuran antara ferit dan

perlit.

5. Pada baja dengan kandungan titik eutectoid sampai dengan 6.67%,

struktur mikro yang terbentuk adalah campuran antara perlit dan sementit.

6. Pada saat pendinginan dari suhu leleh baja dengan kadar karbon rendah,

akan terbentuk struktur mikro Ferit Delta lalu menjadi struktur mikro Austenit.

7. Pada baja dengan kadar karbon yang lebih tinggi, suhu leleh turun

dengan

naiknya kadar karbon, peralihan bentuk langsung dari leleh menjadi

Austenit.

2.2 Holding Time

Holding time dilakukan untuk mendapatkan kekerasan maksimum dari

suatu bahan pada proses hardening dengan menahan pada temperature

pengerasan untuk memperoleh pemanasan yang homogen sehingga

struktur austenitnya homogen atau terjadi kelarutan karbida ke dalam

austenite, difusi karbon dan unsur paduannya. Pedoman untuk menentukan

holding time dari berbagai jenis baja pada yang umum diantaranya sebagai

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

berikut.

1. Baja Konstruksi dari Baja Karbon dan Baja Paduan Rendah; yang

mengandung karbida yang mudah larut, diperlukan holding time yang

singkat, 5 – 15 menit setelah mencapai temperatur pemanasannya dianggap

sudah memadai.

2. Baja Konstruksi dari Baja Paduan Menengah dianjurkan

menggunakan holding time 15 – 25 menit, tidak tergantung ukuran benda

kerja.

3. Low Alloy Tool Steel; memerlukan holding time yang tepat agar kekerasan

yang diinginkan dapat tercapai. Dianjurkan menggunakan 0,5 menit per

millimeter tebal benda, atau 10 – 30 menit.

4. High Alloy Chrome Steel; Membutuhkan holding time yang paling panjang

diantara semua baja perkakas, juga tergantung pada temperature

pemanasannya. Juga diperlukan kombinasi temperatur dan holding time

yang tepat. Biasanya dianjurkan menggunakan 0,5 menit per millimeter tebal

benda dengan minimum 10 menit, maksimum 3 jam.

5. Hot Work Tool Steel; mengandung karbida yang sulit larut, baru akan larut

pada suhu 1000ºC. Pada temperatur ini kemungkinan terjadinya

pertumbuhan butir sangat besar, karena itu holding time harus dibatasi, 15 –

30 menit.

6. High Speed Steel; memerlukan temperatur pemanasan yang sangat tinggi

1200ºC - 1300ºC. Untuk mencegah terjadinya pertumbuhan holding time

diambil hanya beberapa menit saja. (jurnal, 2008)

2.3 Quenching

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Salah satu proses perlakuan panas pada baja adalah pengerasan

(hardening), yaitu proses pemanasan baja sampai suhu di diatas daerah

kritis disusul dengan pendinginan yang cepat dinamakan quenching

(Amstead, 1979). Proses quenching melibatkan beberapa faktor yang saling

berhubungan. Pertama yaitu jenis media pendingin dan kondisi proses yang

digunakan, yang kedua adalah komposisi kimia dan hardenbility dari logam

tersebut. Hardenbility merupakan fungsi dari komposisi kimia dan ukuran

butir pada temperatur tertentu. Selain itu, dimensi dari logam juga

berpengaruh terhadap hasil proses quenching.

2.3.1 Pendinginan tidak menerus

Jika suatu baja didinginkan dari suhu yang lebih tinggi dan kemudian

ditahan pada suhu yang lebih rendah selama waktu tertentu, maka akan

menghasilkan struktur mikro yang berbeda. Hal ini dapat dilihat pada

diagram Isothermal Tranformation Diagram dibawah ini.

Gambar 2. Isothermal Tranformation Diagram


(Sumber : www.steelindonesia.com)

Berikut beberapa penjelasan tentang diagram diatas

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

1. Bentuk diagram tergantung dengan komposisi kimia terutama kadar

karbon dalam baja tersebut

2. Untuk baja dengan kadar karbon kurang dari 0.83% yang ditahan

suhunya dititik tertentu dan letaknya dibagian atas dari kurva C, akan

menghasilkan struktur perlit dan ferit.

3. Jika ditahan suhunya pada titik tertentu bagian bawah kurva C tapi

masih disisi sebelah atas garis horizontal, maka akan mendapatkan struktur

mikro Bainit (lebih keras dari perlit).

4. Bila ditahan suhunya pada titik tertentu dibawah garis horizontal, maka

akan mendapat struktur Martensit (sangat keras dan getas).

5. Semakin tinggi kadar karbon, maka kedua buah kurva C tersebut akan

bergeser kekanan.

6. Ukuran butir sangat dipengaruhi oleh tingginya suhu pemanasan,

lamanya pemanasan dan semakin lama pemanasannya akan timbul butiran

yang lebih besar. Semakin cepat pendinginan akan menghasilkan ukuran

butir yang lebih kecil.

2.3.2 Pendinginan Terus Menerus

Dalam prakteknya proses pendinginan pada pembuatan material baja

dilakukan secara menerus mulai dari suhu yang lebih tinggi sampai dengan

suhu rendah.Pengaruh kecepatan pendinginan terus menerus terhadap

struktur mikro yang terbentuk dapat dilihat dari diagram Continuos Cooling

Transformation . dan dalam diagram ini pendinginan terus menerus dapat

berjalan dalam rentan waktu tertentu hingga proses pendinginan selesai dan

seterusnya.

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Gambar 3. Continuos Cooling Transformation


(Sumber : www.matter.org.uk/steelmatter/metallurgy/7_1_2.html)

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BAB III
METODE PERAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum pengujian material ini dilakukan di laboratorium teknik mesin

universitas lambung mangkurat pada hari selasa 15 desember 2020 , pada

pukul 10:00 wita – selesai.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Bahan Spesimen

Specimen yang digunakan adalan Baja ST 41.

3.2.2 Peralatan

Adapun peralatan yang digunakan Pada tahapan pemotongan

material diperlukan peralatan .

1. Gergaji (Pemotong)

2. Ragum

3. Kikir

4. Amplas

5. Jangka sorong

Kemudian peralatan yang digunakan pada tahapan heat

treathment adalah sebagai berikut:

1. Furnace/Tungku

2. Sarung tangan

3. Tang penjepit

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

4. Oli

5. Air

6. Cawan stainless

3.3 Langkah Percobaan

Adapun langkah-langkah percobaan dari heat treatment ini adalah

sebagai berikut :

1. Memotong bahan yang berupa baja st 41 dengan ketebalan kurang lebih

5mm, menggunakan gergaji besi.

2. Rapikan permukaan specimen menggunakan kikir dan amplas.

3. Ukur ketebalan specimen sebelum di heat treatment, kemudian catat pada

data pengamatan.

4. Masukkan specimen kedalam furnish dengan suhu 700 ºC kemudian di

tahan (holding time) selama 10 menit.

5. Kemudian keluarkan specimen dari furnish dengan menggunakan tang besi.

6. Specimen yang masih pada suhu tinggi langsung dimasukan ke dalam

cawan stainless yang berisi cairan oli dan air dengan waktu pendinginan 30

menit. Dan specimen yang lainnya di dinginkan di udara ternuka dengan

waktu pendinginan 1 jam.

7. Ukur kembali specimen yang telah di dinginkan.

8. Catat pada table pengamatan.

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil pengujian Heat Treatment

Adapun hasil pengamatan dari percobaan ini adalah sebagai berikut :

Table 4.1 Data specimen sebelum dilakukan heat treatment

No Media pendingin Diameter (mm) Tebal (mm)

1 Tanpa perlakuan 38,15 5,20

2 Air 38,15 5,30

3 Oli 38,15 6,10

4 Udara 38,15 5,20

Sumber : Data Pengamatan Praktikum

Table 4.2 Data specimen sesudah dilakukan heat treatm

No Media pendingin Diameter (mm) Tebal (mm)

1 Tanpa perlakuan 38,15 5,20

2 Air 38,10 5,30

3 Oli 38,10 6,10

4 Udara: Data Pengamatan 38,10


Sumber Praktikum 5,20

4.2 Grafik Pengujian

Berikut ini adalah hasil pengujian heat treatment terhadap spesimen

baja ST-41 yang di tuangkan dalam bentuk grafik, dengan tanpa

perlakuan, pendinginan dengan air, pendinginan dengan udara, dan

pendinginan dengan oli.

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Grafik 4.1 Diameter dan tebal baja ST41 sebelum heat treatment
Sumber : Data Pengamatan Praktikum

Grafik 4.2 Diameter dan tebal baja ST41 setelah heat treatment
Sumber : Data Pengamatan Praktikum

Dari data di atas pada perlakuan heat treatment yang dilakukan pada

suhu 700°C dan holding time selama 10 menit yang kemudian di

dinginkan pada media pendingin yang berupa air dan oli selama 30 menit,

dan dengan udara terbuka selama 30 menit

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Diperoleh perubahan fisik yang mana spesimen sebelum di

treatment dan yang sesudah di treatment memiliki ukuran yang berbeda,

hanya pada spesimen yang dilakukan treatment dengan menggunakan

pendinginan oli. Adapun perbedaan ukuran spesimen yang sudah

dilakukan treatment adalah sebagai berikut ; spesimen dengan media

pendingin air sebelum treatment memiliki diameter 38,15 mm dan tebal

5,30 mm. sedangkan setelah treatment memiliki diameter yaitu 38,10 mm

dan tebal 5,00 mm. ; spesimen dengan media pendingin oli sebelum

treatment memiliki diameter 38,15 mm dan tebal 6,10 mm. Sedangkan

setelah treatment memiliki diameter 38,10 mm dan tebal 5,20 mm.;

spesimen dengan media pendingin udara sebelum treatment memiliki

diameter 38,15 mm dan tebal 5,20 mm. Sedangkan setelah treatment

memiliki diameter tetap yaitu 38,10 mm dan tebal 5,10 mm.

4.3 Pembahasan

Dapat diketahui bahwa hasil dari percobaan di atas setelah spesimen

dilakukan heat treatment, specimen tersebut mengalami penyusutan dari

segi ukuran baik diameter maupun ketebalannya. Penyusutan ini dapat

diartikan sebagai distorsi baja.

Distorsi pada baja karbon akibat proses perlakuan panas merupakan

Salah satu kerugian yang dihasilkan dari proses perlakuan panas. Hal ini

terutama terjadi setelah proses pencelupan (quenching) pada proses

pengerasan. Pengertian distorsi secara mikro adalah perubahan yang

melibatkan perubahan volume spesifik akibat transformasi fasa.

Sedangkan secara makro distorsi merupakan suatu perubahan dimensi

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

yang bersifat irreversible (tidak dapat berubah ke bentuk semula). Pada

dasarnya distorsi dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu

distorsi bentuk (shape distortion) dan distorsi ukuran (size distortion).

Adapun penyebab distorsi atau penyusutan setelah heat treatment ini

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :

1. Material yang akan dilakukan panas mempunyai cacat seperti inklusi,

kekosongan atom dan sebagainya.

2. Transformasi selama proses perlakuan panas. Adanya gradien temperatur

yang dapat menyebabkan terjadinya pemuaian dan penyusutan yang tidak

seragam.

3. Adanya transformasi fasa yang dapat merubah volume spesifik dari fasa

tersebut.

4. Timbulnya tegangan thermal.

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil percobaan heat treatment pada spesimen baja ST-41

didapat kesimpulan sebagai berikut :

1. Proses tahapan dalam melakukan heat treatment adalah; memotong 4

spesimen uji dengan ukuran sama besar; kemudian dihaluskan

permukaannya dengan menggunakan kertas gosok; menyiapkan

Furnace(tungku) lalu masukkan 3 spesimen didalamnya; panaskan

spesimen uji dalam suhu 700°C selama 10 menit; keluarkan spesimen uji

dan lakukan pendinginan dengan perlakuan didinginkan di air, oli, dan

udara selama 30 menit.

2. Pengaruh pendinginan dengan perlakuan pendinginan udara dan air tidak

menyebabkan perubahan yang signifikan terhadap diameter ataupun dari

ketebalan spesimen uji, tetapi pada saat pengujian dari anggota kelompok

sedikit lalai pada saat pengukuran sehingga pengukuran tidak terlalu

akurat. Sedangkan dengan perlakuan pendinginan oli terjadi perubahan

pada ketebalan spesimen uji yang mana pada awal nya memiliki ketebalan

6,10 mm menjadi 5,20 mm.

3. Semakin lama waktu temper dan semakin tinggi temperatur dari

pemanasan spesimen maka terjadinya pengecilan ukuran dan

bertambahnya kekerasan dari Baja ST 41. Begitu pula sebaliknya.

4. Kekerasan dari suatu material dapat ditambah sesuai kebutuhan yaitu

melalui proses heat teratment. Proses heat treatment dapat

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

menyebabkan pertambahan kekerasan dari suatu material logam yang

berguna untuk memenuhi kebutuhan.

5.2 Saran

Praktikan dalam mengukur spesimen harus lebih teliti dalam

mengukur ketebalan maupun diameter tiap spesimen dan teliti dalam

mensortir tiap spesimen yang memiliki perlakuan berbeda agar tidak

tertukar.

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

DAFTAR PUSTAKA

Kusairi achmad s. khairullah. 2017. Panduan praktikum pengujian material fakultas

teknik Unlam: Banjarbaru

http://adrablzsaintekeknologi/perlakuan-panas-logam

http://tabunginfo.blogspot.com//2011/06/heat – treatment - process.html

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Metallography

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai mana kita ketahui bahwa tiap – tiap material memiliki sifat –

sifat mekanik yang berbeda, sifat – sifat tersebut sangat bergantung dari

struktur mikro yang membentuk material itu sendiri. Dengan adanya struktur

tersebut, suatu material akan mempunyai keunggulan seperti daya tahan

terhadap korosi, kekerasan tinggi, mampu ditempa dan lain –lain. Semua hal

ini dapat kita pelajari pada Metalografi. Sifat – sifat tersebut harus diketahui

oleh seorang teknisi apabila akan menggunakan suatu bahan untuk

membuat kontruksi, salah satunya adalah dengan melakukan percobaan

Metalografi.

Pengamatan struktur logam yang pada intinya adalah pengamatan

struktur dan pengenalan yang meliputi type, ukuran, distribusi, orientasi,

kuantitas. Type mewakili nama khas pada logam tertentu misalnya pada besi

bisa berupa ferrit, pearlite, eutectoid dan sebagainya. Ukuran mewakili

dimensi dari phase dibandingkan dengan dimensi lainnya, misalnya ukuran

grafit, ukuran grafit flake dan ukuran butir. Distribusi mewakili daerah

penyebaran masing-masing fase diantar luasan yang menjadi pengamatan

dalam sampel tersebut. Bentuk dan orientasi mewakili pengambilan ruang

dan arah antara satu fase dengan fase lainnya, sedangkan kualitas

mewakili jumlah masing - masing fase.

Maka dari itu Metallography ini perlu diadakan karena dapat mengetahui

ilmu tentang struktur logam dan paduan, mempelajari prinsip-prinsip


Ahmad Setya Ruby S
1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

pembentukan struktur micro logam (melalui pengamatan dengan mata

telanjang atau menggunakan mikroskop optik dan elektron), perubahan

dalam karakteristik fisik, mekanik, listrik, panas dan lainnya

1.2 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari percobaan metallography ini adalah sebagai berikut:

1. Membedakan struktur mikro logam.

2. Mengetahui komposisi kimia pada baja plat.

3. Mengenali jenis logam berdasarkan warnanya.

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Teori Dasar

Metallography adalah salah satu ilmu tentang logam yang mempelajari

dan menyajikan struktur mikro maupun topografi logam, fasa-fasa, ukuran

butir dan distribusinya, serta sifat-sifat logam serta paduannya.

Pendahuluan Proses persiapan dibagi menjadi beberapa tahap yang

harus dijalankan dengan benar untuk memastikan hasil yang memuaskan.

Ada tedapat tiga tahap yaitu, pemotongan, pemasangan dan persiapan

mekanis. Apa pun hasil yang ingin kita capai, persiapan harus dilakukan

secara sistematis untuk memastikan hasil yang dapat direproduksikan

(Bjerregaard, Geels, dkk, 2002, p. 39), dan dalam Metallography dikenal

pengujian macro dan pengujian micro.

Pengujian makro ialah proses pengujian bahan yang menggunakan

mata terbuka dengan tujuan dapat memeriksa celah dan lubang dalam

permukaan bahan, contohnya untuk mengevaluasi hasil pengelasan.

Pengujian dengan cara ini biasanya digunakan untuk bahan-bahan yang

memiliki struktur kristal yang tergolong besar atau kasar. Misalnya, logam

hasil coran (tuangan).

Pengujian mikro adalah proses pengujian terhadap bahan logam yang

bentuk kristal logamnya tergolong sangat halus. Mengingat demikian

halusnya, sehingga pengujiannya menggunakan suatu alat yaitu mikroskop

optis bahkan mikroskop elektron yang memilikki kualitas pembesaran antara

50 hingga 3000 kali.


Ahmad Setya Ruby S
1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Struktur mikro yang akan dianalisa pada praktikum kali ini adalah

struktur mikro dari besi dan baja, dimana unsur paduan utamanya adalah

karbon. Berikut ini merupakan istilah-istilah yang terdapat pada diagram besi

baja, yaitu :

1. Austenit : larutan padat karbon di dalam Fe γ dengan kelarutan maksimal

2,14% C pada suhu 1.147° C.

2. Besi α (ferit) : larutan padat karbon di dalam besi α (fcc) dengan kelarutan

maksimal 0,02% C pada suhu 727° C (titik eutektoid).

3. Besi δ (delta) : larutan padat karbon di dalam besi δ dengan kelarutan

maksimal 0,1% C pada suhu 1.499° C.

4. Ledeburit : campuran mekanis yang homogen antara kristal-kristal halus

austenit (γ) dengan kadar 2,14% C dan kristal-kristal halus sementit (Fe3C)

dengan kadar 6,687% C, yang rapat terletak bersebelahan, serta terjadi pada

suhu tetap 1.147° C (suhu eltektikuin).

5. Pearlit (Pt) : campuran mekanis yang homogen antara kristal-kristal halus

ferit (α) dengan kadar 0,02% C dan kristal-kristal halus sementit (Fe3C)

dengan kadar 6,687% C, yang rapat terletak bersebelahan, serta terjadi pada

suhu 727° C (suhu eutektoid). Hal ini terjadi bukan dari larutan cair tetapi dari

larutan pada austenit (ke kiri pearlit berkurang).

6. Sementit (Fe3C) : ikatan kimia besi karbon (Fe3C) yang terbentuk pada

konsentrasi 6,687% C melalui reaksi 3 Fe + C - Fe3C, yang disebut sebagai

karbid besi berwarna terang/keputih-putihan.

7. Grafit : kristal karbon dengan elemen kristal berwarna gelap dan bersifat

stabil (Pt + Ld + Fe3C).

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Gambar 2.1 Diagram Fasa Fe-Fe3C


(sumber: www.academia.edu)

Adapun untuk dapat mengetahui proses pendinginannya digunakan

diagram IT :

Gambar 2.2 Diagram IT


(sumber: www.academia.edu)

2.2 Tahap-Tahap Umum dalam Metallography

Adapun tahapan-tahapan umum dalam praktikum metallography adalah

sebagai berikut :

2.2.1 Persiapan Spesimen

Pada tahap persiapan specimen ini akan dibagi menjadi dua tahap

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

yaitu pemotongan spesimen, dan moulding (jika diperlukan). Tahap awal

adalah pengambilan spesimen dari benda kerja, yang paling penting dalam

hal ini adalah pada saat pemotongan spesimen karena harus dilakukan

dengan hati – hati dan menggunakan peralatan yang sesuai, agar tidak

terjadi perubahan struktur mikro pada spesimen akibat operasi pemotongan.

Alat yang digunakan misalnya gergaji, wire cut. Ukuran juga harus

diperhatikan untuk memudahkan tahap selanjutnya, hendaknya spesimen

diambil sesuai kebutuhan dan ketersediaan benda kerja. Jika ukuran terlalu

besar maka akan mengalami kesulitan dipegang dalam proses grinding dan

polishing. Jika ukuran terlalu kecil umumnya dilakukan mounting dengan

bakelite moulding pada intinya bakelite moulding adalah proses mounting

dengan menggunakan bubuk resin yang didalamnya dimasukkan benda

kerja, kemudian diproses dan dipanaskan, sehingga didapatkan resin yang

keras dan di dalammnya terdapat benda kerja yang akan diperlakukan

metallography. Bakelite moulding ini sangat diperlukan jika dalam proses

grinding dan polishing menggunakan alat – alat otomatis.

2.2.2 Grinding dan Polishing

Proses ini menggunakan kertas amplas yang kasar sampai halus.

Tingkat kehalusan kertas amplas ini ditentukan oleh ukuran serbuk silicon

carbida yang menempel pada kertas tersebut. Misalnya ada amplas yang

memiliki tingkat kehalusan hingga 220, angka 220 menunjukkan bahwa

serbuk silicon carbida pada kertas amplas itu bisa lolos dari ayakan hingga

mencapai 220 lubang pada luas 1 inchi2 (sekitar 625 mm2).


Ahmad Setya Ruby S
1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Untuk langkah pertama penggosokkan menggunakan amplas dengan

grid 80 dalam satu arah pada permukaan specimen yang akan diteliti

keadaan strukturnya. Setelah itu menggosok kasar lanjutan permukaan

specimen tersebut dengan kertas amplas dengan grid 120 dengan arah lurus

arah penggosokkan pertama (arah kedua), dilanjutkan sampai dengan

mencapai kertas amplas dengan grid 2000 dengan perubahan arah

penggosokan setiap kali penggantian kertas amplas.

Benda uji yang telah melewati proses penggerindaan diteruskan ke

proses pemolesan. Mesin yang digunakan adalah mesin poles

Metallography. Mesin ini terdiri dari piringan yang berputar diatasnya diberi

kain poles terbaik. Kain ini dikenal dengan kain selvyt (beludru). Cara

pemolesannya, benda uji diletakkan diatas piringan yang berputar, kain poles

diberi sedikit pasta oles. Pasta oles yang biasa digunakan adalah alumina

(Al2O3). Dalam istilah perdagangan diberi nama autosol atau gama alumina.

Bila garis-garis bekas amplasan masih terlihat, pemolesan diteruskan. Dan

bila tampak sudah rata, spesimen dibersihkan dan dilanjutkan dengan

pengetsaan.

2.2.3 Etching (Mengetsa)

Hasil pemolesan yang terakhir akan menghasilkan suatu laspisan yang

menutupi permukaan struktur logam. Agar struktur mikro dapat terlihat dengan jelas

dibawah mikroskop, lapisan tersebut harus dilarutkan (dihilangkan) dengan cara

mengetsa. Mengetsa dalam kamus dapat diartikan sebagai proses

pembuatan gambar atau ukiran pada pelat tembaga yang dilapisi lilin dengan

benda tajam, kemudian membiarkan garis-garis yang diperoleh itu terkena

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

korosi cairan asam. Hasil pemprosesan ini ialah etsa, yaitu untuk

pemeriksaan makro dan mikro yang biasa dipakai dalam Metallography.

Etching yang dipakai pada praktikum kali ini adalah etching mikro yaitu nital.

Nital mempunyai komposisi HNO3 1-5 ml dan alcohol (95%) sebanyak 100

ml.

Setelah bahan uji melalui beberapa tahapan, maka benda uji dapat

langsung dietsa, caranya tempatkan asam yang akan digunakan untuk

mengetsa pada sebuah cawan, kemudian celupkan permukaan benda uji

pada asam tersebut dengan waktu yang telah ditetapkan, lalu cuci dengan

air hangat (alkohol) untuk menghentikan reaksi. Lalu keringkan dengan udara

(kompresor). Pengaruh etsa.

Etsa larutan kimia sangat mempengaruhi bentuk permukaan benda uji.

Dengan kata lain, baik tidaknya hasil pengetsaan sedikit banyak dipengaruhi

oleh larutan kimia untuk pengetsaan. Setelah bahan uji dietsa, diatas seluruh

permukaan benda uji akan tampak garis-garis yang tidak teratur. Garis-garis

yang tampak itu menunjukkan adanya batas antar butir kristal logam

tersebut. Untuk memperjelas bentuk dan corak butir-butir kristal yang berbeda

jenisnya itu, bisa diamati dengan menggunakan mikroskop. Dengan

mikroskop ini kita bisa menunjukkan adanya perbedaan beberapa elemen

yang terkandung dalam bahan uji tersebut meskipun begitu, tidak semua

proses pengetsaan menghasilkan hasil etsaan yang memuaskan. Dengan

kata lain, dalam satu proses pengetsaan terkadang kita tidak berhasil

mengetsa benda yang kita uji. Terjadinya kegagalan ini bisa disebabkan oleh

beberapa faktor, seperti:

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

a. Benda kerja kotor karena terlalu lunak atau ada minyak.

b. Pada waktu mencuci, benda kerja tidak bersih.

c. Kurangnya waktu pengetsaan.

d. Terlalu lama waktu yang digunakan dalam pengetsaan.

e. Salah memilih dan menggunakan cairan etsa (etching reagent).

2.2.4 Pengamatan Spesimen

Pada tahap ini specimen yang sudah di etsa selanjutnya akan diamati

dibawah mikroskop dengan pembesaran yang diinginkan. Pengambilan

gambar memanfaatkan pemantulan cahaya dari benda kerja, dimana kontur

yang bervaiasi akan memamantulkan intensitas yang berbeda-beda.

Pantulan cahaya inilah yang akan menghasilkan gelap terang yang mampu

ditangkap oleh mata melalui mikroskop. Untuk mendapatkan gambar

tersebut dapat menggunkan kamera manual maupun kamera otomatis yang

dihubugkan dengan komputer yang mampu menangkap gambar secara

digital. Gambar struktur mikro inilah yang nantinya akan diamati (tipe, bentuk,

dan persentase struktur mikronya).

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat

Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum pengujian material ini

dilaksanakan pada 15 desember 2020 pukul 10.00 WITA dan bertempat di

Laboratorium Program Studi S-1 Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas

Lambung Mangkurat.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Bahan

Adapun bahan-bahan yang digunakan yaitu :

1. Alkohol 95 %

2. Nitrit Acid

3. Baja ST 41 yang telah di Heat treatment dan didinginkan dengan

oli,air,udara,dan tanpa perlakuan.

4. Autosol

3.2.2 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu :

1. Mikroskop

2. Amplas ukuran 80, 350, 800, 1000

3. Autosol

3.3 Prosedur Percobaan Metalography

1. Amplas semua spesimen baja ST 41 Menggunakan amplas ukuran

80,350,800,1000 sampai halus

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

2. Setelah diamplas,kemudian digosok spesimen dengan autosol sampai

mengkilap

3. Spesimen yang sudah mengkilap direndam menggunakan alkohol di masing-

masing wadah selama 3 menit.

4. Setelah direndam dan diangkat lalu dikeringkan, tetesi permukaan spesimen

dengan nitrit acid selama 5 menit,kemudian bersihkan nitrit acid dengan tisue

5. Lakukan pengamatan pada permukaan spesimen baja ST 41 menggunakan

mikroskop

6. Ambil foto permukaan baja ST 41 yang telah diamati menggunakan

mikroskop.

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengujian Metallography

Berikut ini merupakan hasil pengujian metallography pada spesimen


baja dengan Etching Nitrit Acid pada gambar dibawah ini

Gambar 4.1 Spesimen baja ST41 perlakuan panas dengan media


pendingin air dan pembesaran 1000 kali.
(Sumber: Data Pengamatan Praktikum;2019)

Gambar 4.2 Spesimen baja ST41 perlakuan panas dengan media


pendingin oli dan pembesaran 1000 kali.
(Sumber: Data Pengamatan Praktikum;2019)

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Gambar 4.3 Spesimen baja ST41 perlakuan panas dengan media


pendingin udara dan pembesaran 1000 kali
(Sumber: Data Pengamatan Praktikum;2019)

Gambar 4.4 Spesimen baja ST41 tanpa perlakuan dan pembesaran


1000 Kali.
(Sumber: Data Pengamatan Praktikum;2019)

Dari hasil pengamatan pada spesimen dapat kita ketahui jenis logam

pada spesimen tersebut berdasarkan warna yaitu :

Tabel 4.1 Jenis logam berdasarkan warna

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Jenis logam Warna

1. Besi (Fe) Putih Kelabu

2. Karbon (C) Hitam

3. Tembaga (Cu) Jingga

4. Silikon (Si) Biru gelap, mengkilap

5. Sulfur (S) Kuning

6. Alumunium (Al) Keperakan

(Sumber:wordpress.com)

4.2 Pembahasan

Pengamatan metallografi didasarkan pada intensitas sinar pantul

permukaan logam yang masuk kedalam mikroskop optik sehingga terjadi

gambar yang berbeda. Setelah permukaan logam dihaluskan (polish)

kemudian diteteskan ke benda kerja, maka permukaan tersebut terkorosi

sementara, dan meninggalkan bekas di permukaan. Dari hasil pengujian

metallografi, kita dapat mengetahui bentuk dan struktur dari logam yang

kita uji. Pada baja dengan media pendingin air yang telah diamati memiliki

bentuk dan struktur bulatan dan garis-garis yang lebih rapat dibanding

dengan kerapatan pada baja dengan media pendingin oli, udara, dan

tanpa perlakuan. Pada pengujian ini kita melakukan pengujian pada satu

spesimen yaitu baja ST41 dengan etching (Nitrit Acid +Alkohol 95%).

Pada spesimen baja ST 41 perlakuan panas dengan media

pendingin air terdapat struktur Tembaga (Cu), Karbon (C), dan Besi (Fe),

dan tidak terdapat struktur Sulfur (S), Silikon (Si), dan Alumunium (Al).

Pada spesimen baja ST 41 perlakuan panas dengan media pendingin oli

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

terdapat struktur Karbon (C), Besi (Fe), Tembaga (Cu), dan Sulfur (S), dan

tidak terdapat struktur Alumunium (Al) dan Silikon (Si). Pada spesimen

baja ST 41 perlakuan panas dengan media pendingin udara terdapat

struktur Termbaga (Cu), Silikon (Si), Sulfur (S), Besi (Fe), dan Karbon (C),

dan tidak terdapat struktur Alumunium (Al). Pada spesimen baja ST 41

dengan tanpa perlakuan terdapat struktur Sulfur (S), Karbon (C), Besi

(Fe), dan Aluminium (Al), dan tidak terdapat struktur Silikon (Si) dan

Tembaga (Cu). Kenapa pada setiap perlakuan tidak ada timbulnya

struktur yang sama dikarenakan perlakuan suhu yang diberikan pada

spesimen dan pendinginan dengan cara berbeda beda sehingga struktur

yang dihasilkan lebih dominan muncul seperti Karbon (C) dan Besi (Fe).

Pada percobaan ini kita melakukan pengujian metallografi pada

spesimen baja ST41 dengan menggunakan etching Nital (Nitrit Acid +

Alkohol 95%). Spesimen baja ditetesi alkohol dan didiamkan sekitar 3

menit. Kemudian setelah di lap spesimennya ditetesi dengan Nitrit Acid

(HNO3) dan didiamkan selama 5 menit. Setelah dilakukan pengamatan,

terlihat bahwa terdapat bulatan-bulatan kecil yang tersusun rapat dan

padat serta terlihat goresan-goresan garis yang tidak begitu nyata pada

struktur mikro material tersebut. Hal ini kemungkinan besar di sebabkan

oleh beberapa hal yaitu proses pembuatan logam, lama mendiamkan

etching pada spesimen, cara penghalusan logam (Grinding dan polishing)

serta proses finishing logam ( Heat treatment / Proses permesinan). Dari

hasil pengamatan mikro struktur pada spesimen baja,

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

kita dapat memprediksi komposisi unsur-unsur logam yang terdapat pada

spesimen baja yaitu :

1. Besi (Fe) berwarna Putih Kelabu.

2. Karbon (C) berwarna Hitam.

3. Tembaga (Cu) berwarna Jingga.

4. Silikon (Si) berwarna Biru gelap, mengkilap.

5. Sulfur (S) berwarna Kuning.

6. Alumunuim (Al) berwarna Keperakan.

Data tersebut didapat dengan pembesaran mikroskop optik sampai

1000 kali. Sehingga dapat kita pastikan bahwa logam tersebut termasuk

dalam golongan baja karbon. Walaupun dalam hal pengamatan,

pembesaran dalam skala tersebut masih belum bisa menunjukkan struktur

mikro belum jelas.

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari pengujian metallografi ini adalah sebagai berikut :

1. Baja ST-41 memiliki bentuk struktur logam yang berbeda, bentuk dari

struktur mikro logam pada media pendingin air berbentuk garis-garis

besar maupun kecil dan berongga. Pada media pendingin oli berbentuk

garis-garis kecil dan berpori-pori. Pada media pendingin udara berbentuk

berongga dan berpori-pori. Dan tanpa perlakuan berbentuk garis-garis

kecil dan sedikit berongga dan berpori-pori.

2. Unsur kimia yang terdapat pada baja ST41 adalah besi (Fe), karbon (C),

tembaga (Cu), silikon (Si), dan sulfur (S). Dengan variasi warna unsur

kimia sebagai berikut :

a. Besi (Fe) berwarna Putih Kelabu.

b. Karbon (C) berwarna Hitam.

c. Tembaga (Cu) berwarna Jingga.

d. Silikon (Si) berwarna Biru gelap, mengkilap.

e. Sulfur (S) berwarna Kuning.

f. Alumunium (Al) berwarna Keperakan.

5.2 Saran

Praktikan harus teliti dalam melakukan pengamatan mikrostrukur

logam, karena sangat susah membedakan mikrostruktur tiap logam dan

membedakan tiap warna yang menunjukkan unsur kimia didalamnya.

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

DAFTAR PUSTAKA

ASM HandBook Volume 9, Metallography and Microstructures, ASM Handbook

Committee,1985.

Hatch, John E. 1984. Ferro Properties and Physical Metallurgy, ASM.

Pengujian Bahan Laboratorium.2010. Panduan Praktikum Pengujian Bahan.

Fakultas Teknik Unlam : Banjarbaru.

www.academia.edu

Diakses tanggal 17 April 2019

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Rockwell

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemakaian logam disuatu kontruksi, baik sebagai bangunan

ataupun sebagai elemen perlu diketahui bagaimana sifat dan kondisi

dari logam yang akan atau sedang digunakan tersebut. Apakah

memenuhi syarat atau tidak, terutama hal ini menyangkut keamanan

dan pemakainya. Karena itu diperlukan adanya pengujian demi

penguian dari bahan tersebut, baik sebelum digunakan ataupun

dalam selang waktu tertentu dari pemakaian bahan tersebut.

Proses pengujian logam adalah proses pemeriksaan bahan-

bahan logam untuk diketahui sifat dan karakteristiknya yang meliputi

sifat mekanik, fisik, bentuk, struktur dan komposisi unsur-unsur yang

terdapat didalamnya. Ada beberapa macam metode teknik pengujian

logam, baik itu pengujian dengan cara merusak ( Destruction Test )

ataupun tanpa merusak ( Non Destruction Test ) dan juga pengujian

metallography. Penggunaan metodenya tergantung pada data apa

yang diperlukan.

Pada praktikum kali ini mahasiswa/i dapat memahami metode

percobaan Rockwell karena sifat-sifatnya yang cepat, bebas dari

kesalahan manusia, mampu untuk membedakan perbedaan

kekerasan yang kecil pada baja yang diperkeras, dan ukuran

lekukannya kecil sehingga bagian yang mendapat perlakuan panas


Ahmad Setya Ruby S
1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

yang lengkap dapat diuji kekerasannya tanpa menimbulkan

kerusakan.

1.2 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari percobaan Rockwell ini adalah sebagai

berikut:

1. Praktikan bisa mengetahui kekerasan dari bahan.

2. Praktikan bisa membuat grafik hubungan beban (kgf) dengan nilai

kekerasan bahan (HRC/B/A).

3. Praktikan bisa mengetahui cara-cara pengujian Rockwell.

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Pengertian Kekerasan

Kekerasan merupakan salah satu metode yang lebih cepat dan

lebih murah untuk menentukan sifat mekanik suatu

material(Kumayasari dan Sultoni, 2017, p. 85). Kekerasan suatu

material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam

penggunaanya akan mangalami pergesekan (frictional force), dalam

hal ini bidang keilmuan yang berperan penting mempelajarinya

adalah Ilmu Bahan Teknik (Metallurgy Engineering). Kekerasan

didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan

beban identasi atau penetrasi (penekanan). Kekerasan merupakan

ukuran ketahanan bahan terhadap deformasi tekan. Deformasi yang

terjadi dapat berupa kombinasi perilaku elastis dan plastis. Pada

permukaan dari dua komponen yang saling bersinggungan dan

bergerak satu terhadap lainnya akan terjadi deformasi elastis

maupun plastis. Deformasi elastis kemungkinan terjadi pada

permukaan yang keras, sedangkan deformasi plastis terjadi pada

permukaan yang lebih lunak. Pengaruh deformasi bergantung pada

kekerasan permukaan bahan (logam). Nilai kekerasan berkaitan

dengan kekuatan luluh atau tarik logam, karena selama indentasi

(penjejakan) logam mengalami deformasi sehingga terjadi regangan

dengan persentase tertentu. Nilai kekerasan Vickers didefinisikan

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

sama dengan beban dibagi luas jejak piramida (indentor) dalam

kg/mm2 dan besarnya kurang lebih tiga kali besar tegangan luluh

untuk logam-logam yang tidak mengalami pengerjaan pengerasan

cukup berarti. Keras-lunak permukaan bahan logam di setiap lokasi

penjejakan akan berbeda-beda karena faktor kehalusan permukaan,

porositas, jenis perlakuan maupun perbedaan unsur-unsur paduan.

Diagonal jejakan(d) yang lebih panjang pada suatu bahan uji

memberikan pengertian bahwa nilai kekerasan bahan rendah,

sebaliknya diagonal jejakan lebih pendek memberikan pengertian

bahwa nilai kekerasan bahan tinggi. Makin besar beban, diagonal

indentasi (d) makin besar pula di sisi lain makin besar diagonal

indentasi maka nilai kekerasan makin rendah. Hal ini tentu saja

terkait dengan ketahanan bahan terhadap deformasi yang dilakukan

indentor.

2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kekerasan

Adapun faktor yang mempengaruhi kekerasan adalah :

1. Pengaruh kadar karbon terhadap kekerasan suatu bahan

Pengaruh kadar karbon terhadap kekerasan suatu bahan

merupakan sifat mekanik yang dimiliki baja. Penambahan kadar

karbon sangat mempengaruhi kekerasan, dimana dengan

meningkatnya kadar karbon maka kekerasannya semakin meningkat

pula.

2. Diagram keseimbangan Fe-Fe3C

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Diagram ini menyatakan hubungan antara kandungan kadar

karbon, Perubahan suhu dan perubahan fase, struktur dari besi

karbon (Fe3C). Diagram ini disebut juga diagram fase atau diagram

keseimbangan. Pada diagram ini terdapat dua macam keadaan

besi, yaitu daerah cair total (fase cair), daerah cair dan beku (fase

cair dan padat) dan darah padat total (fase padat). Dari diagram fasa

tersebut dapat diperoleh informasi-informasi penting yaitu antara lain

a. Fasa yang terjadi pada komposisi dan temperatur yang berbeda

dengan kondisi pendinginan lambat.

b. Temperatur pembekuan dan daerah-daerah pembekuan paduan Fe-

C bila dilakukan pendinginan lambat.

c. Temperatur cair dari masing-masing paduan.

d. Batas-batas kelarutan atau batas kesetimbangan dari unsur karbon

pada fasa tertentu.

e. Reaksi-reaksi metalurgis yang terjadi, yaitu reaksi eutektik, peritektik

dan eutektoid.

3. Diagram TTT

Diagram TTT adalah suatu diagram yang menghubungkan

transformasi austenit terhadap waktu dan temperatur.

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Gambar 2.1 Diagram TTT (Time TemperatureTransformation)


(sumber: http://amazon.com/)

Jika dilihat dari bentuk grafiknya diagram ini mempunyai nama lain

yaitu diagram S atau diagram C. Proses perlakuan panas bertujuan

untuk memperoleh struktur baja yang diinginkan agar cocok dengan

penggunaan yang direncanakan. Struktur yang diperoleh merupakan

hasil dari proses transformasi dari kondisi awal. Proses transformasi

ini dapat dibaca dengan menggunakan diagram fasa namun untuk

kondisi tidak setimbang diagram fasa tidak dapat digunakan, untuk

kondisi seperti ini maka digunakan diagram TTT. Melalui diagram ini

dapat dipelajari kelakuan baja pada setiap tahap perlakuan panas,

diagram ini juga dapat digunakan untuk memperkirakan struktur dan

sifat mekanik dari baja yang diquench dari temperatur

austenitisasinya kesuatu temperatur dibawah A1.diagram ini

menunjukan dekomposisi austenit dan berlaku untuk macam baja

tertentu. Baja yang mempunyai komposisi berlainan akan

mempunyai diagram yang berlainan, selainitu besar butir austenit,

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

adanya inclusi atau elemen lain yang terkandung juga mempunyai

pengaruh yang sama.

4. Perlakuan Panas

a. Hardening

Hardening bertujuan untuk memperoleh kekerasan maksimum

pada baja. Untuk baja hypoeutectoid dipanaskan sampai (20-30)ºC.

Untuk baja eutectoid dan hypoeutectoid (20-30)ºC diatas Ac1.

Selanjutnya ditahan pada temperatur tersebut selama waktu tertentu

dan didinginkan cepat didalam air atau oli, tergantung pada

komposisi kimia, bentuk dan dimensinya. Kecepatan pendinginan

harus sesuai supaya transformasi yang sempurna dari austenit

menjadi martensit. Kekerasan maksimum yang dapat dicapai setelah

proses hardening sangat tergantung pada karbon. Semakin tinggi

kadar karbon, semakin tinggi pula kekerasan maksimum yang

dicapai.

b. Annealing

Annealing adalah untuk meningkatkan keuletan menghilangkan

tegangan dengan lama, menghaluskan ukuran butiran dan

meningkatkan sifat mampu mesin. Prosesnya adalah dengan

memanaskan baja pada temperatur tertentu, kemudian holding

beberapa saat, kemudian didinginkan secara perlahan dalam dapur

pemanas atau media terisolasi.

c. Normalizing

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Proses ini bertujuan untuk menghaluskan struktur butiran yang

mengalami pemanasan berlebihan, menghilangkan tegangan dalam

dan memperbaiki sifat meknik. Prosesnya dengan pemanasan

sampai (30-50)ºC diatas AC3 an didingingkan pada udara sampai

temperatur ruang. Pendinginan disini lebih cepat dari pada

annealing, sehingga pearlite yang terjadi menjadi lebih halus

sehingga menjadikan kekerasan (lebih keras) dan lebih kuat

dibanding yang diperolah dengan annealing.

d. Tempering

Mengurangi tegangan dalam, melunakkan bahan setelah

hardening, dan memperbaiki keuletan (diebility).

5. Benda Kerja

Benda kerja yang digunakan adalah St 37. St 37 adalah baja

dengan tensile strength (tegangan tarik) sebesar 37MPa (mega

pascal) = 37 kg/mm2. demikian seterusnya. Yang dijadikan acuan

mutu baja adalah kuat tariknya (St 37,) karena baja memang

memiliki kemampuan tahanan tarik yang luar biasa, sedangkan kuat

tekannya (tegangan tekan) sangat lemah. Oleh karena sifat ini, maka

St 37 sering digunakan sebagai salah satu unsur penyusun beton

(baja "tulangan" pada beton). (Faisol,2013).

2.3 Metode Pengujian Kekerasan

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Didunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan

bermacam-macam metode pengujian kekerasan, diantara lain :

1. Metode Brinnel

Metode uji kekerasan yang di ajukan oleh J.A Brinell pada tahun

1900an ini merupakan uji kekerasan lekukan yang pertama kali

banyak digunakan dan di susun pembakuannya. Uji kekerasan ini

berupa pembentukan lekukan pada permukaan logam menggunakan

indentor. Indentor untuk brinell berbentuk bola dengan diameter

10mm, diameter 5mm, diameter 2,5mm, dan diameter 1mm, itu

semua adalah diameter bola standar internasional. Bola brinell yang

standar internasional tersebut ada 2 bahan pembuatannya. Ada yang

terbuat dari baja yang di keraskan/dilapis chrom, dan ada juga yang

terbuat dari tungsten carbide. Tungsten carbide lebih keras dari baja,

jadi tungsten carbide biasanya dipakai untuk pengujian benda yang

keras yang dikhawatirkan akan merusak bola baja. Namun untuk

pengujian bahan yang tingkat kekerasannya belum diketahui,

alangkah baiknya jika kita mengujinya terlebih dahulu menggunakan

metoda rockwell, dengan menggunakan indentor kerucut intan, untuk

menghindari rusaknya indentor. Seperti yang kita ketahui bahwa

intan adalah logam yang paling keras saat ini, jadi intan tidak akan

rusak jika diindentasikan ke material yang keras.

Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk

menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada

permukaan material uji tersebut (speciment). Idealnya, pengujian

Brinnel diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan Brinnel

sampai 400 HB, jika lebih dati nilai tersebut maka disarankan

menggunakan metode pengujian Rockwell ataupun Vickers.

Angka Kekerasan Brinnel (HB) didefinisikan sebagai hasil bagi

(Koefisien) dari beban uji (P) dalam Newton yang dikalikan dengan

angka faktor 0,12 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan)

bola baja (d) dalam milimeter persegi. identor (Bola baja) biasanya

telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan Karbida

Tungsten. Jika diameter identor 10 mm maka beban yang digunakan

(pada mesin uji) adalah 3.000 N sedang jika diameter identornya 5

mm maka beban yang digunakan (pada mesin uji) adalah 750 N.

Pada pengujian brinell akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, faktor

yang mempengaruhinya antara lain sebagai berikut :

1. Kehalusan permukaan spesimen.

2. Letak spesimen pada identor.

3. Adanya kotoran pada permukaan spesimen.

Untuk bahan/material pengujian brinel harus disiapkan terlebih

dahulu. Material harus bersih dan diusahakan halus (minimal N6

atau digerinda). Harus rata dan tegak lurus, bersih dari debu, karat,

dan terak (Fauzan, 2013).

Rumus perhitungan pengujian metoda Brinell :

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BHN=

2P
2 ............................................................................(2.1)
π𝐷 (𝐷−(𝐷 2 −𝑑2 )

Keterangan:

BHN = Brinell Hardness Number

P = Beban yang diberikan (kgf)

D = Diameter indentor (mm)

d = Diameter lekukan rata-rata hasil indentasi

Kelebihan metoda Brinell :

Sangat dianjurkan untuk material-material atau bahan-bahan uji yang

bersifat heterogen.

Kekurangan metoda Brinell :

Butuh ketelitian saat mengukur diameter lekukan hasil indentasi.

Pengujian bisa menyita waktu hingga 5 menit untuk setiap lekukan

hasil indentasi, belum termasuk persiapan dan perhitungannya.

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Gambar 2.2 Metode Brinell


(sumber: http://kalogueloe.blogspot.com/)

2. Pengujian Rockwell

Uji kekerasan Rockwell ini paling banyak dipergunakan di

Amerika Serikat. Hal ini disebabkan oleh sifat–sifatnya yaitu : cepat,

bebas dari kesalahan manusia, mampu untuk membedakan

perbedaan kekerasan yang kecil pada baja yang diperkeras, dan

ukuran lekukannya kecil sehingga bagian yang mendapat perlakuan

panas yang lengkap dapat diuji kekerasannya tanpa menimbulkan

kerusakan. Uji ini menggunakan kedalaman lekukan pada beban

yang konstan sebagai ukuran kekerasan. Metoda pengujian

kekerasan Rockwell yaitu mengindentasi material contoh dengan

indentor kerucut intan atau bola baja. indentor ditekan ke material

dibawah beban minor/terkecil (Gambar 2.) pada umumnya 10 kgf.

Ketika keseimbangan telah dicapai, suatu indikasi terlihat pada alat,

yang mengikuti pergerakan indentor dan demikian bereaksi terhadap

perubahan kedalaman penetrasi oleh indentor, ini merupakan angka

posisi pertama. Beban kedua atau beban utama ditambahkan tanpa

menghilangkan beban awal, sehingga akan meningkatkan

kedalaman penetrasi (Gambar 2.). Saat keseimbangan kembali

tercapai, beban utama dihilangkan tetapi beban awal masih tetap

diberikan. Dengan hilangnya beban utama maka akan terjadi

recovery parsial dan terjadi pengurangan jejak kedalaman (Gambar

2.). Peningkatan kedalaman penetrasi akhir sebagai hasil aplikasi ini

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

dan kehilangan beban utama digunakan untuk menentukan nilai

kekerasan Rockwell (Husni, 2009).

Tabel 2.1 Rockwell Hardness Scales

F0 F1 F
Sca Indent Jenis
(k (k (k E
le or Material Uji
gf) gf) gf)
A Diamo 10 50 60 1 Exremely
nd 0 hard
cone 0 materials,
tugsen
carbides dll
B 1/16" 10 90 10 1 Medium hard
steel 0 3 materials,
ball 0 low dan
medium
carbon
steels,
kuningan,
perunggu dll
C Diamo 10 14 15 1 Hardened
nd 0 0 0 steels,
cone 0 hardened
and
tempered
alloys
D Diamo 10 90 10 1 Annealed
nd 0 0 kuningan dan
cone 0 tembaga
E 1/8" 10 90 10 1 Berrylium
steel 0 3 copper,phos
ball 0 phor bronze
dll
F 1/16" 10 50 60 1 Alumunium
steel 3 sheet
ball 0
G 1/16" 10 14 15 1 Cast iron,
steel 0 0 3 alumunium
ball 0 alloys
H 1/8" 10 50 60 1 Plastik dan
steel 3 soft metals
ball 0 seperti timah
K 1/8" 10 14 15 1 Sama

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

steel 0 0 3 dengan H
ball 0 scale
L 1/4" 10 50 60 1 Sama
steel 3 dengan H
ball 0 scale
M 1/4" 10 90 10 1 Sama
steel 0 3 dengan H
ball 0 scale
P 1/4" 10 14 15 1 Sama
steel 0 0 3 dengan H
ball 0 scale
R 1/2" 10 50 60 1 Sama
steel 3 dengan H
ball 0 scale
S 1/2" 10 90 10 1 Sama
steel 0 3 dengan H
ball 0 scale
V 1/2" 10 14 15 1 Sama
steel 0 0 3 dengan H
ball 0 scale
(Sumber: http://www.alatuji.com9)

Pengujian rockwell menggunakan indentor bola baja diameter

standar (diameter 10mm, diameter 5mm, diameter 2.5mm, dan

diameter 1mm) dan indentor kerucut intan. pengujian ini tidak

membutuhkan kemampuan khusus karena hasil pengukuran dapat

terbaca langsung. tidak seperti metoda pengujian Brinell dan Vickers

yang harus dihitung menggunakan rumus terlebih dahulu.Pengujian

ini menggunakan 2 beban, yaitu beban minor/minor load (F0) = 10

kgf dan beban mayor/mayor load (F1) = 60kgf sampai dengan

150kgf tergantung material yang akan di uji dan tergantung menu

rockwell yang dipilih (ada HRC, HRB, HRG, HRD, dll pengujian

rockwell apa saja, mohon bantuannya bagi yang sudah tau bisa di

share di comment. yang pasti, untuk menguji material yang

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

kekerasannya sama sekali belum diketahui kita harus menggunakan

rockwell HRC. HRC menggunakan indentor kerucut intan dan beban

150kgf.ini dimaksudkan untuk mencegah rusaknya indentor karena

kalah keras dibandingkan material yang di uji. Seperti yang kita tahu

bahwa intan adalah logam paling keras saat ini.

Gambar 2.4 Pemberian beban tekan metode rockwell


(sumber: http://ujimaterial.weebly.com/uploads/orig.jpg)

Beban minor sebesar 10kgf diberikan dengan tujuan untuk

menyamaratakan semua permukaan benda uji. Dengan adanya

sedikit penekanan tersebut membuat material yang akan di uji tidak

perlu di persiapkan sehalus dan semengkilap mungkin, cukup bersih

dan tidak berkarat. perbedaan kedalaman hasil indentasi berdampak

pada tingkat kekerasan material. Semakin dalam indentasi semakin

lunak material yang kita uji dan selanjut nya setelah pengujian jika

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

sudah di dapatkan hasil dari pengujian tersebut maka hasil uji dari

indentasi maka semakin halus.

Gambar 2.4. Metode Kekerasan Rockwell


(sumber: http://ujimaterial.weebly.com/uploads/orig.jpg)

Metode pengujian kekerasan Rockwell merupakan metode yang

paling sering digunakan unutk mengukur kekerasan karena metode

ini mudah dipraktekkan dan tidak membutuhkan keahlian khusus.

Beberapa skala yang berbeda dapat digunakan unutk kombinasi

yang mungkin dari bermacam – macam indenter dan beban yang

berbeda-beda. Indenter ( penekan) terdiri dari bola baja yang

dikeraskan mempunyai diameter antara 1/16, 1/8, ¼, dan ½ in

(1.588, 3.175, 6.350, dan 12.70 mm), dan penekan intan yang

berbentuk kerucut yang digunakan untuk material yang sangat keras.

Berbeda dengan pengujian brinell, indentor dan beban yang

digunakan lebih kecil sehingga menghasilkan indentasi yang lebih

kecil dan lebih halus. Banyak digunakan di industri karena

prosedurnya lebih cepat .Indentor atau “penetrator” dapat berupa

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

bola baja atau kerucut intan dengan ujung yang agak membulat

(biasa disebut “brale”). Diameter bola baja umumnya 1/16 inchi,

tetapi terdapat juga indentor dengan diameter lebih besar, yaitu 1/8,

¼, atau ½ inchi untuk bahan-bahan yang lebih lunak. Pengujian

dilakukan dengan terlebih dahulu memberikan beban minor 10 kg,

dan kemudian beban mayor diaplikasikan. Beban mayor biasanya

60 atau 100 kg untuk indentor bola baja dan 150 kg untuk indentor

brale. Skala yang umum dipakai dalam pengujian Rockwell adalah:

a. HRa (Untuk material yang sangat keras).

b. HRb (Untuk material yang lunak). Identor berupa bola baja dengan

diameter 1/16 Inchi dan beban uji 100 Kgf.

c. HRc (Untuk material dengan kekerasan sedang). Identor berupa

Kerucut intan dengan sudut puncak 120 derajat dan beban uji

sebesar 150 kgf.

3. Metode Meyer

Metode Meyer hampir sama dengan Metode Brinell, yang

membedakan adalah pada meyer yang diperhatikan adalah

projected area pada bekas indentasi sedangkan pada Brinell adalah

pada luas area permukaan. Rata–rata tekanan antara permukaan

indentor dan indentasinya sama dengan beban dibagi projected area

dari bekas indentasinya yang terletakn pada bagian bahan yang

telah di uj

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Gambar 2. Tungku Pemanas


(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Gambar 3. Heat Treatment


(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengujian Hardness Tester

Hasil percobaan Hardness Tester dengan menggunakan alat uji

MH600 Hardness Tester, dapat di tunjukkan pada tabel di bawah ini :

 Jenis pengujian : Hardness Tester

 Jenis Spesimen : Baja ST-41

 Bentuk bahan uji : Bulat

Tabel 4.1 Hasil Uji kekerasan pada Baja ST-41

Tanpa Air Oli Udara


Perlakuan
(HR (HRB (HRB)
(HRB) B) )
Titik 1 66,0 63, 52,3 59,3
8
Titik 2 61,6 57, 64,4 54,3
9
Titik 3 77,0 55, 56,1 54,0
7
Titik 4 50,8 66, 62,4 53,4
9
Titik 5 69,6 61, 58,4 59,0
8
Rata- 65,7 64, 58,9 56,1
Rata 1
(Sumber : Data Pengamatan Praktikum)

4.2 Grafik Pengujian

Berikut ini adalah hasil pengujian hardness tester menggunakan alat

MH600 Hardness Tester terhadap spesimen baja ST-41 yang di tuangkan

dalam bentuk grafik, yang mana membandingkan antara dengan tanpa

perlakuan, pendinginan dengan air, pendinginan dengan udara, dan

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

pendinginan dengan oli.

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Hasil Kekerasan dengan Media Pendingin


dan tanpa perlakuan
(Sumber : Data Pengamatan Praktikum)

Dari percobaan pada uji penekanan dengan alat MH600 hardness

tester, hasil kekerasan dari 5 titik yang diuji dengan tanpa perlakuan pada

titik 1 adalah 66,0 pada titik 2 adalah 61,6 pada titik 3 adalah 77,0 pada

titik 4 adalah 50,8 dan pada titik 5 adalah 69,6 Diperoleh hasil rata-ratanya

adalah 65,7. Selanjutnya dengan pendinginan air diperoleh hasil pada titik

1 adalah 63,8 pada titik 2 adalah 57,9 pada titik 3 adalah 55,7, pada titik 4

adalah 66,9 dan pada titik 5 adalah 61,8 dan diperoleh hasil rata-ratanya

adalah 64,1. Selanjutnya pada pendinginan dengan oli diperoleh hasil

pada titik 1 adalah 52,3 pada titik 2 adalah 64,4 pada titik 3 adalah 56,1

pada titik 4 adalah 62,4 dan pada titik 5 adalah 58,4 sehingga diperoleh

hasil rata-ratanya adalah 58,9 . Selanjutnya yang terakhir pendinginan

dengan udara diperoleh hasil kekerasan pada titik 1 adalah 59,3 pada titik

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

2 adalah 54,3 pada titik 3 adalah 54,0 pada titik 4 adalah 53,4 dan pada

titik 5 adalah 59,0 sehingga diperoleh hasil rata-ratanya adalah 56,1.

4.3 Pembahasan

Pada media pendingin air terjadi proses quenching yang cepat

sehingga memperoleh nilai kekerasan yang baik. Air memberikan

pendinginan yang sangat cepat, yang menyebabkan tegangan dalam,

distorsi, dan retakan yang membuat baja memiliki kekerasan yang baik.

Untuk udara sebagai media pendingin lebih lunak jika dibandingkan

dengan air, maka kemungkinan adanya tegangan dalam, distorsi, dan

retakan lebih kecil. Oleh karena itu medium udara tidak menghasilkan baja

sekeras yang dihasilkan pada medium air.

Dibanding dengan dengan media air dan udara, karena pada proses

tanpa perlakuan ini tidak mengalami proses heat treatment sehingga

kekerasan tidak mengalami kenaikan.

Quenching dengan media oli menghasilkan kekerasan yang lebih

tinggi daripada oli dan tanpa perlakuan. Pendinginan yang lambat

kemungkinan adanya tegangan dalam dan distorsi yang lebih kecil

dibanding dengan media pendingin lainnya, sehingga media udara tidak

menghasilkan kekerasan yang lebih baik.

Jadi dari hasil praktimum uji kekerasan ini diperoleh hasil baja yang

memiliki kekerasan yang paling tinggi adalah pada baja dengan media

pendingin pada air dibanding dengan media pendingin udara, oli, dan

tanpa perlakuan.

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil percobaan pengujian kekerasan pada spesimen baja ST-

41 didapat kesimpulan sebagai berikut :

1. Mahasiwa sudah bisa mengetahui hasil kekerasan baja ST41 dengan alat

MH600 hardness tester dari spesimen yang mengalami heat treatment dan

pendinginan dengan udara, oli, air, dan tanpa perlakuan. Dan yang paling

keras adalah pendingin air, tetapi ada kemungkinan permasalahan di alat

uji ataupun ukuran spesimen yang kurang rata sehingga hasil yang

didapatkan tidak sesuai..

2. Dari hasil praktikum, mahasiswa bisa membuat grafik hubungan beban

dengan kekerasan (sebagaimana tertera pada grafik pengujian) dan dapat

mengetahui hasil dari uji kekerasan yaitu dengan membaca grafik yang

mana nilai uji kekerasan rata-rata pada baja dengan tanpa perlakuan yaitu

65,7 HRB dan pada media pendingin air, oli, dan udara secara berturut-

turut adalah 64,1 HRB, 58,9 HRB, dan 56,1 HRB.

3. Harga kekerasan Rockwell di notasikan dengan simbol HR yang didahului

dengan harga kekerasannya dilengkapi dengan huruf yang menunjukkan

skala A, B, dan C. Pada pengujian kekerasan material dengan metode

Rockwell untuk Skala A biasanya digunakan pada material carbide

cemetite, baja tipis dan baja dengan lapisan keras yang tipis. Skala B

yang biasanya diaplikasikan pada material yang

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

lunak, seperti paduan-paduan tembaga, paduan aluminium dan baja lunak,

dengan menggunakan indentor bola baja berdiameter 1/16" dan beban

total sebesar 100 kgf. Sedangkan skala C diaplikasikan untuk material-

material yang lebih keras, seperti besi tuang, bahan – bahan yang lain

yang lebih keras dan banyak paduan-paduan baja yang memakai kerucut

intan sebagai indentornya dengan beban total sampai 150 kgf.

5.2 Saran

Praktikan harus teliti dalam menggunakan alat uji Hardness Tester

agar mendapatkan hasil yang lebih akurat dan tepat. Kemudian asdos

praktikum atau asistem lab harus menyediakan alat tester yang

sesungguhnya tanpa menggunakan alat uji tester elektronik, sehingga

praltikan bisa memaksimalkan hasil praktikum. Pada saat uji penekanan

harus benar-benar tepat dalam peletakkan alat agar terbaca dengan

akurat.

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

DAFTAR PUSTAKA

ASM HandBook Volume 9, Metallography and Microstructures, ASM Handbook


Committee,1985.

Bondan, Sri Hadi. 2016. Metoda Pengujian Brinnell Vickers


http://kalogueloe.blogspot.com/ 2013/ 03/ pengujian-keras-brinell-vickers.html.

Hatch, John E. 1984. Ferro Properties and Physical Metallurgy, ASM.

Husni, 2009. uji kekerasan. http//belajarmetalurgi.

Pengujian Bahan Laboratorium.2010. Panduan Praktikum Pengujian Bahan. Fakultas


Teknik Unlam : Banjarbaru.

Ahmad Setya Ruby S


1710816310001

Anda mungkin juga menyukai