Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM REKAYASA MATERIAL

MODUL E KETERKERASAN BAJA

Oleh :

Nama : Ridho Kurniawan Purba

NIM : 13115117

Kelompok :2

Anggota (NIM) : Reinaldy Maslim 13115153

Miqdod 13115048

Satyo Jati Radityo 13115094

Ahmad Al Mujtahid 13115097

Bambang Haryo PF 13115143

Tanggal Praktikum : 6 November 2017

Tanggal Penyerahan Laporan : 13 November 2017

Nama Asisten (NIM) : Puti Koswara S. 13713057

Laboratorium Metalurgi dan Teknik Material

Kelompok Keahlian Ilmu dan Teknik Material

Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara

Institut Teknologi Bandung

2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam sektor industri dan pembangunan, kualitas material yang baik
sangat dibutuhkan . salah satunya yaitu logam. Material logam yang akan
digunakan diharapkan memiliki sifat mekanik yang baik. Salah satu sifat
mekanik yang sangat diperhatikan dalam sektor industri adalah kekerasan.
Contohnya permukaan gear harus didesain dengan kekerasan tertentu agar
tahan keausan. Kekerasan material logam khususnya baja dapat ditingkatkan.
Kemampuan baja untuk ditingkatkan kekerasannya disebut sifat mampu
keras. Hal ini menjadi penting untuk mengetahui sampai sejauh mana baja
bisa ditingkatkan kekerasannya untuk memenuhi spesifikasi desain yang
diinginkan. Dalam praktikum ini, dilakukan uji Jominy End-Quench untuk
mengetahui keterkerasan paduan baja AISI 4140 dan dilakukan analisis
terhadap hal hal yang memengaruhi sifat tersebut.

1.2 Tujuan
1. Membuat kurva hardenability.
BAB II

TEORI DASAR

Kekerasan merupakan salah satu sifat mekanik yang penting dalam material
(logam). Kekerasan dan keterkerasan memiliki arti yang berbeda. Kekerasan adalah
ketahanan plastis suatu material terhadap deformasi di daerah lokal. Sedangkan,
keterkerasan adalah kemampuan suatu material untuk mengeras pada saat diberikan
perlakuan panas atau kemampuan suatu material untuk ditingkatkan kekerasannya.
Parameter keterkerasan didapat dari nilai kekerasan di setiap titik.
Untuk dapat mengetahui sifat kekerasan atau mampu keras (Hardenability) dengan
proses Heat Treatment, telah dikembangkan beberapa metode. Metode itu antara lain
adalah metode Grossman dan Metode Jominy. Pada Metode Grossman harus
dipersiapan beberapa silinder baja untuk dipanaskan kemudian didinginkan. Sifat
mampu keras yang baik dari material, dapat diindikasikan dengan presentase martensit
yang terbentuk dan diukur dari diameter batang baja.
Pada prosedur Uji Jominy EQ (End-Quench), metode untuk mengetahui sifat
mampu keras suatu logam lebih mudah dan sederhana. Dengan metode Jominy EQ
digunakan spesimen berbentuk silinder yang dipanaskan pada Temperatur Austenitnya.
Kemudian didinginkan pada salah satu ujungnya dengan cara disemprot dengan air.
Untuk mengetahui sifat mampu keras yang baik, diukur kekerasan dari jarak terdekat
dari penyemprotan air hingga ke ujung satunya lagi.
Kurva hardenability adalah kurva hasil plot dari kekerasan material terhadap
jaraknya dari bagian ujungnya yang quench pada proses Jominy EQ. Hardenability
band adalah kurva yang terbentuk dari hardenability curve teoritis yang dihitung
berulang kali sesuai standar, sehingga didapat hardenability curve maksimum dan
minimum dari suatu material. Apabila hardenability curve percobaa kita diluar
hardenability band, maka data percobaan kita kurang baik/ banyak penyimpangan.
Severity of Quench adalah kondisi yang sering digunakan untuk menunjukkan laju
pendinginan. Semakin besar nilai severe of quench maka semakin besar pula laju
pendinginan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat mampu keras antara lain :
1. Kandungan karbon
Kandungan karbon yang banyak akan menyebabkan sifat mampu keras suatu logam
meningkat.
2. Elemen pada logam
Beberapa jenis paduan logam menyebabkan logam menjadi lebih keras.
3. Heat treatment
Logam yang dipanaskan hingga menjadi austenite memiliki sifat yang lebih keras.
4. Laju pendinginan
Laju pendinginan yang cepat menyebabkan logam menjadi sangat keras.
5. Ukuran butir
Semakin besar ukuran butir maka sifat mampu kerasnya makin rendah.
Untuk mengubah sifat mekanik dari suatu baja, dapat digunakan proses perlakuan
panas (heat treatment). Proses perlakuan panas adalah proses mengubah sifat material
dengan pengubahan struktur mikro dengan cara pemanasan dan pengaturan laju
pendinginan untuk mendapatkan sifat yang diinginkan. Jenis-jenis perlakuan panas
antara lain:

1. Annealing merupakan proses perlakuan panas dimana material dinaikkan


temperaturnya lalu dijaga dalam jangka waktu tertentu, lalu didinginkan secara
perlahan di dalam sebuah tungku, Tujuannya untuk menghilangkan efek
pengerjaan dingin sehingga meningkatkan tingkat keuletan yang sebelumnya
material tersebut telah mengalami strain hardening.
Quenching ( pengerasan )
Proses quenching atau pengerasan baja adalah suatu proses pemanasan logam
sehingga mencapai batas austenit yang homogen. Untuk mendapatkan kondisi
austenit yang homogen maka austenit perlu waktu pemanasan yang cukup.
Selanjutnya secara cepat baja tersebut dicelupkan ke dalam media pendingin.
Kecepatan pendinginan tergantung tergantung pada tingkat kekerasan yang
diinginkan. Pada waktu pendinginan yang cepat pada fase austenit tidak sempat
berubah menjadi ferit atau perlit karena tidak ada kesempatan bagi atom-atom
karbon yang telah larut dalam austenit untuk mengadakan pergerakan difusi dan
bentuk sementit oleh karena itu terjadi fase mertensit, ini berupa fase yang
sangat keras dan bergantung pada keadaan karbon. Tujuan dari dilakukannya
proses quenching adalah untuk meningkatkan kekerasan baja.

Tempering

Perlakuan untuk menghilangkan tegangan dalam dan menguatkan baja


dari kerapuhan disebut dengan memudakan (tempering). Tempering
didefinisikan sebagai proses pemanasan logam setelah dikeraskan pada
temperatur tempering (di bawah suhu kritis), yang dilanjutkan dengan proses
pendinginan. Baja yang telah dikeraskan bersifat rapuh dan tidak cocok untuk
digunakan, melalui proses tempering kekerasan dan kerapuhan dapat
diturunkan sampai memenuhi persyaratan penggunaan. Kekerasan turun,
kekuatan tarik akan turun pula sedang keuletan dan ketangguhan baja akan
meningkat. Meskipun proses ini menghasilkan baja yang lebih lunak, proses ini
berbeda dengan proses annealing karena di sini sifat-sifat fisis dapat
dikendalikan dengan cermat. Pada suhu 200C sampai 300C laju difusi lambat
hanya sebagian kecil. karbon dibebaskan, hasilnya sebagian struktur tetap keras
tetapi mulai kehilangan kerapuhannya. Di antara suhu 500C dan 600C difusi
berlangsung lebih cepat, dan atom karbon yang berdifusi di antara atom besi
dapat membentuk sementit.
Menurut tujuannya proses tempering dibedakan sebagai berikut :
1. Tempering pada suhu rendah ( 150 300C )
Tempering ini hanya untuk mengurangi tegangan-tegangan kerut dan
kerapuhan dari baja, biasanya untuk alat-alat potong, mata bor dan sebagainya.
2. Tempering pada suhu menengah ( 300 - 550C )
Tempering pada suhu sedang bertujuan untuk menambah keuletan dan
kekerasannya sedikit berkurang. Proses ini digunakan pada alat-alat kerja yang
mengalami beban berat, misalnya palu, pahat, pegas. Suhu yang digunakan
dalam penelitian ini adalah 500C pada proses tempering.
3. Tempering pada suhu tinggi ( 550 - 650C )
Tempering suhu tinggi bertujuan memberikan daya keuletan yang besar dan
sekaligus kekerasannya menjadi agak rendah misalnya pada roda gigi, poros
batang pengggerak dan sebagainya.

Normalizing
Baja yang telah mengalami deformasi plastic yang contohnya merupakan hasil
dari proses pengerolan biasanya terdiri dari butir-butir pearlite yang berukuran
besar dan bervariasi. Normalizing merupakan sebuah proses perlakuan panas
yang tujuannya untuk memperhalus butir dan juga persebaran ukuran butir yang
merata. Pada proses normalizing ini temperature material dinaikkan hingga
mencapai temperature kritis lalu ditahan dalam jangka waktu tertentu hingga
alloy bertransformasi secara sempurna menjadi austenite, lalu setelah itu
didinginkan secara perlahan dalam udara terbuka.
Annealing (pelunakan)
Proses perlakuan panas dimana material dinaikkan temperaturnya lalu dijaga
dalam jangka waktu tertentu, lalu didinginkan secara perlahan di dalam sebuah
tungku, Tujuannya untuk menghilangkan efek pengerjaan dingin sehingga
meningkatkan tingkat keuletan yang sebelumnya material tersebut telah
mengalami strain hardening. Proses annealing memiliki beberapa tahap
berdasarkan perubahan struktur mikro yang dialami logam, tahapan proses
annealing dibagi menjadi tiga:
a. Pemulihan atau recovery
Panas yang diterima logam menjadi penyebab tersusunnya kembali
dislokasi-dislokasi ke susunan yang memiliki energy lebih rendah dan stabil.
Pada tahapan pemulihan ini, dislokasi-dislokasi akan menyusun kembali
menjadi dinding sel. Fenomena ini disebut dengan poligonisasi. Poligonisasi
merupakan pembentukan sub batas butir dengan mekanisme pergerakan
kekosongan dari atom untuk menghasilkan pergerakan dan pemanjatan
dislokasi. Pada proses pemulihan ini kekuatan logam sedikit berkurang yang
dibarengi dengan peningkatan keuletan.

b. Rekristalisasi atau recrystalization


Mekanisme rekristalisasi terjadi saat nukleus yang terisolasi membesar di
dalam butir lalu batas butir aka bergerak ke dalam daerah yang memiliki
derajat deformasi yang lebih besar. Butir-butir halus akan tumbuh membesar
seiring dengan naiknya temperatur. Beberapa batas butir akan segera migrasi
dan menelan sejumlah butir tetangganya. Pertumbuhan butir ini disebut
sebagai pertumbuhan diskontinyu atau pertumbuhan butir abnormal,
discontinuous grain growth dan abnormal grain growth. Terjadi ketidak
homogenan besar butir. Artinya ada perbedaan ukuran butir yang cukup
besar.
c. Pertumbuhan Butir, Grain Growth
Pada tahapan ini butir-butir akan tumbuh lebih lanjut secara perlahan dan
menghasilkan butir yang ralatif seragam. Pertumbuhan butir ini disebut
sebagai pertumbuhan butir normal. Proses pertumbuhan berjalan sangat
lambat dan merupakan pertumbuhan butir paling lambat selama proses
annealing. Gaya pendorong pertumbuhan ini adalah energi yang dimiliki
oleh batas butir.

Spherodizing
Merupakan process perlakuan panas untuk menghasilkan struktur carbida
berbentuk bulat (spheroid) pada matriks ferrite. Pada proses Spheroidizing ini
akan memperbaiki machinibility pada baja paduan kadar Carbon tinggi.
Spheroidizing ini dilaksanakan dengan melakukan pemanasan sampai disekitar
temperature kritis A1 bawah atau sedikit dibawahnya dan dibiarkan pada
temperature tersebut dalam waktu yang lama (sekitar 24 jam) baru kemudian
didinginkan. Karena berada pada temperature yang tinggi dalam waktu yang
lama maka cemented yang tadinya berbentuk plat atau lempengan itu akan
hancur menjadi bola-bola kecil (sphere) yang disebut dengan spheroidite yang
tersebar dalam matriks ferrite.

Jika suatu baja didinginkan dari suhu yang lebih tinggi dan kemudian ditahan pada
suhu yang lebih rendah selama waktu tertentu, maka akan menghasilkan struktur
mikro yang berbeda. Hal ini dapat dilihat pada diagram: Isothermal Tranformation
Diagram.
Penjelasan diagram:
Bentuk diagram tergantung dengan komposisi kimia terutama kadar karbon dalam
baja.
Untuk baja dengan kadar karbon kurang dari 0.83% yang ditahan suhunya dititik
tertentu yang letaknya dibagian atas dari kurva C, akan menghasilkan struktur perlit
dan ferit.
Bila ditahan suhunya pada titik tertentu bagian bawah kurva C tapi masih disisi
sebelah atas garis horizontal, maka akan mendapatkan struktur mikro Bainit (lebih
keras dari perlit).
Bila ditahan suhunya pada titik tertentu dibawah garis horizontal, maka akan
mendapat struktur Martensit (sangat keras dan getas).
Semakin tinggi kadar karbon, maka kedua buah kurva C tersebut akan bergeser
kekanan.
Ukuran butir sangat dipengaruhi oleh tingginya suhu pemanasan, lamanya
pemanasan dan semakin lama pemanasannya akan timbul butiran yang lebih besar.
Semakin cepat pendinginan akan menghasilkan ukuran butir yang lebih kecil.
Pengaruh kecepatan pendinginan manerus terhadap struktur mikro yang terbentuk
dapat dilihat dari diagram Continuos Cooling Transformation Diagram.

Proses Terbentuknya Martensit dan Austenit Sisa

Martensit merupakan salah satu fasa yang dapat terbentuk pada struktur logam.
Sifat dari sturktur pada fasa martensit adalah keras dan getas, jadi logam yang berada
pada fasa ini cepat mengalami perpatahan.
Untuk mendapatkan struktur dengan fasa martensit, maka logam haurs melalui
proses perlakuan panas dengan laju pendinginan yang cepat. Untuk laju pendinginan
yang cepat, biasanya digunakan air garam yang memiliki densitas yang sangat tinggi.
Untuk struktur normal, butiran-butiran masih tersusun rapih karena masih
memiliki ikatan yang kuat antar satu atom Fe denga atom Fe yang lainnya. Ikatan ini
kuat karena adanya atom pengikat yaitu karbon. Pada struktur normal, karbon masih
terdistribusi dengan sempurna mengikat atom-atom penyusun logam.
Setelah itu bahan ini dpanaskan hingga kira-kira mencapai suhu 800o C. Setalah
itu struktur butirnya telah mengalami perubahan, dimana ato-atom karbon akan keluar
dari ikatan aotm penyusun logam, sehingga ikatannya berkurang. Atom-atom
merenggang dan menjadi besar. Struktur ini berada pada fase austenit + cairan.
Maksudnya adalah ada yang berada pada fasa austenit dan ada pula yang telah berupa
cairan, dengan sifat yang lunak tapi ulet.
Setelah dipanaskan hingga suhu 800o C, dan mencapai fasa austenit stabi, maka
bahan didinginkan dengan cepat, yaitu dengan menggunakan media pendingin air
garam. Digunakan air garam, karena memiliki densitas yang tinggi, dimana kerapatan
antara molekul air garam amat tinggi, sehingga proses transfer panas berlangsung
dengan waktu yang sangat cepat. Laju pendinginanpun berlangsung dengan cepat.
Peristiwa ini mengakibatkan atom-atom karbon yang tadinya terlepas dari ikatan tidak
mampu/sempat terredistrribusi ke dalam ikatan untuk mengikat atom-atom penyusun
logam, dan atom-atom yang membesar tak sempat untuk mengecil. Jadi disini terjadi
proses rekristalisasi yang sangat cepat. Dengan struktur yang seperti ini akan
mengakibatkan ikatan yang tidak kuat antar satu atom dan atom lainnya sehingga
sifatnya getas, dan keras, karena butiran yang membesar memenuhi ruang material.
Sruktur semacam inilah yang disebut struktur martensit, yang terbentuk pada fasa
martensit.
Maka, struktur martensit merupakan struktur yang memiliki sifat yang keras
dan getas, karena telah mengalami perlakuan panas hingga mencapai austenit stabil
pada suhu kritis yang kemudian didinginkan dengan cepat dengan media pendingin air
garam yang densitasnya tinggi.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

a. Furnace
b. Kikir
c. Ragum pencekam
d. Spesimen berupa silinder baja AISI 4140 dimensi standar Jominy End-
Quench Test
e. Mesin uji keras Rockwell
f. Media Quench

3.2 Prosedur

siapkan spesimen uji jominy EQ sesuai dengan standar

uji kekerasan awal selama 3 kali dan hitung rata ratanya

panaskan spesimen didalam tungku pada temperatur austenisasinya selama


30 menit

pindahkan spesimen untuk proses pendinginan dengan cara penyemrotan


air hingga temperatur kamar

kikir salah satu bagian dari spesimen untuk selanjutnya diuji keras dengan
rockwell C setiap jarak 1/16 in

catat semua data kekerasan terhadap jarak spesimen , kemudian plot


kedalam sebuah kurva
BAB IV

DATA PENGAMATAN DAN PENGOLAHAN DATA

Spesimen : Baja Karbon AISI 4140

HRC load : 1471 N

HRC awal
28
24
23
mean = 25

Data Kekerasan VS Jarak Dari Ujung Quench

Jarak
Jarak(mm) HRC
Ke-
1 5 36
2 10 39
3 15 39
4 20 40
5 25 34
6 30 32
7 35 29
8 40 28
9 45 30
10 50 27
11 55 26
12 60 25
13 65 19
14 70 17
15 75 12
16 80 13
17 85 9
18 90 8
19 95 9
20 100 9

Plot Kurva Kekerasan Terhadap Jarak Dari Ujung Quench

45
39 39 40
40 36
34
35 32
29 28 30
30 27 26
25
25
HRC

19
20 17

15 12 13
9 8 9 9
10
5
0
0 20 40 60 80 100 120
Jarak Dari Ujung Quench(mm)
Hardenability Band Spesimen Menurut Literatur

Gambar 4.4.1. Hardenability Band AISI 4140

Sumber : TimkenSteel
BAB V

ANALISIS

Dari hasil plot kurva kekerasan terhadap jarak ujung quench dapat dilihat
kecendrungannya yaitu kekerasan semakin tinggi ketika mendekati ujung quench. Hal
ini disebabkan oleh laju pendinginan dimana semakin dekat ke ujung quench, laju
pendinginan semakin cepat dan mengakibatkan kekerasan semakin tinggi akibat
pembentukan martensit

Jika dibandingkan kurva hardenability yang didapat dengan hardenability band,


dapat dilihat bahwa kurva hardenability berada di luar hardenability band atau bisa
dibilang spesimen memiliki sifat mampu keras yang kurang baik. Hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa kesalahan dalam praktikum seperti tidak langsung di
quenchnya spesimen melainkan terpapar oleh udara terlebih dahulu sehingga sempat
mengalami pendinginan yang lambat. Selain itu proses pengikiran yang tidak bagus
yang menyebabkan hasil uji keras menjadi tidak akurat. Begitu juga faktor mesin uji
keras yang sudah berumur
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kurva hardenability


45
39 39 40
40 36
34
35 32
29 28 30
30 27 26
25
25
HRC

19
20 17

15 12 13
9 8 9 9
10
5
0
0 20 40 60 80 100 120
Jarak Dari Ujung Quench(mm)

6.2 Saran

(i). alangkah lebih baiknya mesin uji keras diperbaharui, agar pengukuran dan data
yang didapat lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA

Dieter, G. E., Mechanical Metallurgy, 3rd ed., McGraw-Hill Inc., New


York, 1988
Kalpakjian, Serope. 2009. Manufacturing Engineering and Technology, Sixth
Edition in SI Units. Singapore: Pearson.

Callister, Jr., William D. dan David G. Rethwisch. 2015. Materials Science


and Engineering. Edisi ke-9. Asia: Wiley.

TimkenSteel. Tanpa tanggal. Practical Data for Metallurgists. Edisi ke-18.


Diakses dari http://www.timkensteel.com/Practical-Data-For-Metallurgists-
TimkenSteel_20170126.pdf
LAMPIRAN

1. Tugas dan Pertanyaan


Pertanyaan :

1. Buat grafik dari hasil percobaan dan berikan analisisnya!


2. Buat kurva grafik Hardenability Band dengan perhitungan dari baja yang
telah ditentukan setelah praktikum!
3. Apa penyebab Secondary Hardening dan Temper Embrittlement pada
proses tempering baja?

Jawaban :
1. Hardenability curve
45
39 39 40
40 36
34
35 32
29 28 30
30 27 26
25
25
HRC

19
20 17

15 12 13
9 8 9 9
10
5
0
0 20 40 60 80 100 120
Jarak Dari Ujung Quench(mm)

Analisisnya telah terlampir di bab V


2. Hardenability Band Spesimen Menurut Literatur

Gambar 4.4.1. Hardenability Band AISI 4140

Sumber : TimkenSteel

3. Secondary Hardening adalah pengerasan baja paduan dikarenakan


terbentuknya karbida pada saat proses tempering . karbida terbentuk
karena ada reaksi antara unsur paduan seperti Mn,Mo,Cr dengan karbon.
Karbida sendiri bersifat keras
Temper Embittlement terjadi karena adanya perubahan austenit sisa
menjadi martensit pada saat ditemper tahap satu
Spesimen uji Jominy EQ , AISI 4140 Pengikiran spesimen
Quenching Spesimen

Anda mungkin juga menyukai