HEAT TREATMENT
Oleh:
MUHAMAD SAMUDERA PUTRA ANDHARA
(121460053)
Asisten Praktikum:
AHMAD FAUZAN MAULANA
(120460028)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1
Untuk mencocokkan sifat bahan yang kita gunakan dengan sifat yang
dibutuhkan, perlakuan panas harus dilakukan pada bahan. Perlakuan panas
bertujuan untuk meningkatkan salah satu sifat esensial material, seperti nilai
kekerasan, kekuatan dan struktur mikro.
1.2 Tujuan
2
BAB II
LANDASAN TEORI
3
2.2 Hardening
4
Gambar 2.2 Diagram Proses Hardening
2.3 Tempering
Baja yang telah dikeraskan bersifat rapuh dan kurang cocok digunakan.
Melalui temper, kekerasan dan kerapuhan dapat diturunkan sampai memenuhi
syarat penggunaan. Proses temper terdiri dari pemanasan kembali baja yang telah
dipanaskan atau dikeraskan pada suhu di bawah suhu kritis disusul dengan
pendinginan. Meskipun proses ini menghasilkan baja yang lunak, proses ini
berbeda dengan proses anil karena disini sifat-sifat dapat dikendalikan dengan
cermat. Temper dimungkinkan oleh karena sifat struktur martensit yang tidak
stabil. Struktur logam yang tidak stabil tidak berguna untuk tujuan penggunaan,
karena dapat mengakibatkan pecah. Dengan penemperan, tegangan dan kegetasan
diperlunak dan kekerasan sesuai dengan penggunaan. Ketinggian suhu
penemperan dan waktu penghentian benda kerja tergantung pada jenis baja dan
kekerasan yang dikehendaki. Penemperan harus dilakukan segera setelah
pengejutan karena tegengan kekerasan pada umumnya baru timbul beberapa saat
setelah pengejutan. Jika penemperan tidak dapat
langsung mengikuti pengejutan maka bahaya
pembentukan retak dapat dikurangi dengan
jalan memasukan benda kerja ke dalam air yang
mendidih untuk beberapa jam lamanya.
5
2.4 Anealing
2.5 Normalizing
Normalizing adalah perlakuan panas logam di sekitar 40̊ C di atas batas kritis
logam, kemudian di tahan pada temperatur tersebut untuk masa waktu yang cukup
dan dilanjutkan dengan pendinginnan pada udara terbuka. Pada proses
pendinginan ini temperatur logam terjaga untuk sementara waktu sekitar 2 menit
per mm dari ketebalan-nya hingga temperatur spesimen sama dengan temperatur
ruangan, dan struktur yang diperoleh dalam proses ini diantaranya perlit
(eutectoid), perlit brown ferrite (hypoeutectoid) atau perlit brown cementite
(hypereutectoid). Normalizing digunakan untuk menyuling struktur butir dan
menciptakan suatu austenit yang lebih homogen ketika baja dipanaskan kembali.
6
Gambar 2.4 Diagram Proses Normalizing
2.6 Quenching
7
Tujuan dari tahap pengolahan ini adalah untuk mencegah perubahan fasa yang
terjadi selama pendinginan lambat. Bila bahan dingin perlahan, peluang utama
untuk beberapa perubahan fasa berbeda muncul, dan material tetap berada pada
rentang suhu yang tepat untuk jangka waktu yang lama. Selama pendinginan,
material mencapai suhu ini, namun tidak tetap berada di zona suhu yang cukup
lama sehingga terjadi perubahan fasa. Quenching juga mencegah material paduan
dari endapan dan pemisahan, yang bisa melemahkan atau kompromi bahan.
Proses quenching
bisa berbahaya juga. Bahan
yang harus dipadamkan
sangat panas, dan saat
dicelupkan ke dalam bak
mandi quench, mereka bisa
mengeluarkan banyak uap,
yang berpotensi menyebabkan luka bakar. Penting untuk mengenakan pakaian
pelindung selama tahap pengolahan bahan ini, dan untuk memastikan bahwa
setiap orang di sekitar sadar akan bahaya yang terjadi.
8
Gambar 2.5 Contoh Proses Quenching
9
Diagram kesetimbangan fasa Fe-Fe3C adalah alat penting untuk memahami
struktur mikro dan sifat-sifat baja karbon,suatu jenis logam paduan besi (Fe) dan
karbon (C). Diagram Fasa Fe – Fe3C juga merupakan dasar pembuatan baja dan
besi cor dalam pengecoran logam . Karbon larut di dalam besi dalam bentuk
larutan padat hingga 0,05% berat pada temperatur ruang. Baja dengan atom
karbon terlarut hingga jumlah tersebut memiliki alpha ferrite pada temperatur
ruang. Pada kadar karbon lebih dari 0,05%
akan terbentuk endapan karbon dalam bentuk
hard intermetallic stoichiometric
compound (Fe3C) yang dikenal sebagai
cementite atau carbide. Selain larutan padat
alpha-ferrite yang dalam kesetimbangan
dapat ditemukan pada temperatur ruang
terdapat fase-fase penting lainnya, yaitu
delta-ferit dan gamma-austenite. Logam Fe memiliki struktur kristal berbeda
pada temperatur berbeda. Pada Fe murni, misalnya, alpha-ferrite akan berubah
menjadi gamma-austenite saat dipanaskan melewati temperature 910° C. Pada
temperatur yang lebih tinggi, mendekati 1400° C gamma-austenite akan kembali
berubah menjadi delta-ferit. (Alpha dan Delta) Ferit dalam hal ini memiliki
struktur kristal BCC sedangkan (Gamma) Austenite memiliki struktur kristal
FCC.
10
Diagram fasa Fe-Fe3C menampilkan hubungan antara temperatur dan
kandungan karbon (° C) selama pemanasan lambat. Dari diagram fasa tersebut
dapat diperoleh informasi-informasi penting yaitu antara lain:
1. Fasa yang terjadi pada komposisi dan temperatur yang berbeda dengan
kondisi pendinginan lambat.
2. Temperatur pembekuan dan daerah-daerah pembekuan paduan Fe-C bila
dilakukan pendinginan lambat.
3. Temperatur cair dari masing-masing paduan.
4. Batas-batas kelarutan atau batas kesetimbangan dari unsur karbon pada
fasa tertentu.
5. Reaksi-reaksi metalurgis yang terjadi, yaitu reaksi eutektik, peritektik dan
eutektoid.
11
Gambar 2.7 Diagram TTT
Isothermal heat treatment bukan suatu cara yang mudah untuk dilakukan,
karena beberapa dari baja paduan harus cepat saat didinginkan dan dipertahankan
suhunya dari suhu tinngi diatas suhu eutectoidnya. Oleh karena itu beberapa
pendinginan baja menggunakan
pendinginan secara kontinyu ke suhu
normal maupun ke suhu kamar. Namun
diagram ini harus sering diperbarui
dikarenakan perubahan mikro akan
terjadi setiap waktu, kurva awal
terjadinya reaksi dan reaksi akhir bisa
disebut sebagai diagram Continous
cooling transformation (CCT).(Callister, 2014)
Gambar 2.8. Diagram CCT AISI 1045 ( SIJ Metal Ravne d.o.o, 2016 )
12
Perlakuan panas pada baja memiliki berbeda–beda fungsi sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki material dan sesuai dengan yang diinginkan oleh
rekayasawan. Dalam proses perlakuan panas ini diklasifikasikan menjadi dua
proses yaitu :
1. Perlakuan panas agar mendapatkan sifat kekerasan ( Hardening )
2. Perlakuan panas agar mendapatkan sifat ulet ( Softening )
13
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
14
3. Finger Gloves
15
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum kali ini :
1. Baja Karbon AISI 1045
2. Air
16
3.2 Prosedur Praktikum
17
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
18
B. Foto Spesimen/Alat
A. Perhitungan
19
B. Data Grafik
20
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan
Heat treatment atau proses perlakuan panas adalah suatu proses mengubah sifat
logam dengan cara mengubah struktur mikro melalui proses pemanasan dan
pengaturan kecepatan pendinginan dengan atau tanpa merubah komposisi kimia
logam yang bersangkutan. Perubahan sifat logam akibat perlakuan panas dapat
mencakup keseluruhan bagian dari logam atau sebagian dari logam, didalam
logam sendiri memiliki sifat alotropik yang artinya sebuah transformasi dari satu
bentuk susunan atom ke bentuk susunan atom yang lain.
Heat treatment juga memiliki bermacam proses, proses yang pertama ialah
hardening, hardening adalah perlakuan panas terhadap logam dengan sasaran
meningkatkan kekerasan alami logam. Yang kedua tempering, tempering
didefinisikan sebagai proses pemanasan logam setelah dikeraskan pada
temperature tempering (dibawah suhu kritis), yang dilanjutkan dengan proses
pendinginan. Lalu yang ketiga annealing, annealing sendiri adalah perlakuan
panas logam dengan pendinginan yang lambat, berfungsi untuk memindahkan
tekanan internal atau bisa disebut proses pendinginan dalam tungku. Yang ke
empat ada normalizing dimana ia adalah proses perlakuan panas yang telah
mencapai temperature dan didinginkan secara perlahan menggunakan suhu ruang.
Dilanjut dengan quenching yang artinya pendinginan menggunakan media berupa
air dan oli. Setelah quenching ada holding time, holding time dilakukan untuk
mendapatkan kekerasan maksimum dari suatu bahan pada proses hardening
dengan menahan temperature pengerasan untuk memperoleh pemanasan yang
homogen.
Quenching adalah proses pencelupan baja yang telah berada pada temperature
pengerasannya, dengan laju pendinginan yang sangat tinggi agar diperoleh
21
kekerasan yang di inginkan. Media yang digunakan pada proses ini yaitu air dan
oli. Dua media tersebut memiliki perbedaan antara lain :
a. Air memiliki massa jenis yang tinggi tetapi lebih rendah daripada air garam,
kekentalannya rendah sama seperti air garam. Laju pendinginannya lebih
lambat dari air garam. Air juga menghasilkan tingkat pendinginan
mendekati maksimum.
b. Oli memiliki nilai viskositas atau kekentalan yang tertinggi dibandingkan
dengan media pendingin lainnya juga massa jenis yang rendah sehingga laju
pendinginannya lambat.
Sifat yang dihasilkan dari proses perlakuan panas adalah sifat alotropik.
Alotropik itu sendiri merupakan transformasi dari satu bentuk susunan atom ke
bentuk susunan atom yang lain, yang menyebabkan timbulnya variasi struktur
mikro dari berbagai jenis logam.
Lamanya waktu penahanan akan menimbulkan pertumbuhan butir yang
menurunkan kekuatan material. Martensit adalah mikro yang terbentuk saat
austenite didinginkan secara cepat. Transformasi martensit diklasifikasikan
sebagai proses transformasi tanpa difusi yang tidak tergantung waktu. Sifat
martensit sendiri sangat keras dan berbentuk seperti jarum.
Teemperatur austenisasi mempengaruhi perubahan besar butir austenite.
Temperatur ini juga berfungsi merubah fasa dari fasa ferrit dan pearlite menjadi
austenite. Proses perlakuan panas biasanya akan meningkatkan kekerasan dan
nilai kekerasan itu dipengaruhi oleh temperature austenisasi
22
5.2 Analisis
Di praktikum kali ini ada beberapa analisis mengenai diagram yang ada pada
proses praktikum, diantaranya ialah diagram holding time, diagram CCT, dan ada
diagram Fe3C.
Untuk pengertian dari diagram holding time adalah merupakan diagram yang
menggambarkan hubungan antara fasa dan struktur setelah terjadinya transformasi
fasa akibat perubahan temperature dan juga waktu. Diagram itu juga tergantung
dengan kompisisi kimia terutama kadar karbon yang ada didalam baja tersebut.
Biasanya baja dengan kadar karbon kurang dari 0.83% yang ditahan suhu pada
titik tertentu dan letaknya diatas kurva C, hasil yang ditimbulkan adalah struktur
perlit dan ferit. Jika ditahan suhunya pada titik tertentu bagian bawah kurva C
makan akan menghasilkan struktur mikro bainit, yang lebih keras dari pearlit
Semakin tinggi kadar karbon tersebut maka kedua kurva C juga akan bergeser ke
kanan. Ukuran butir juga dipengaruhi oleh tingginya suhu pemanasan dan
lamanya pemanasan. Semakin lama kita memanaskan, semakin timbul butiran
yang lebih besar. Sementara semakin cepat pendinginan akan menghasilkan
ukuran butir yang lebih kecil.
Sementara diagram CCT merupakan diagram yang menggambarkan hubungan
antara laju pendinginan kontinyu dengan fasa atau struktur yang terbentuk setelah
terjadi transformasi fasa. Kurva pendinginan menunjukan kelajuan lebih cepat
dari temperature austenite sekitar 800 C ke 300 C. Dengan laju pendinginan cepat
akan menghasilkan dekomposisi fasa austenite menjadi martensite. Sedangkan
akhir pembentukan martensit akan berakhir Ketika pendinginan mencapai
temperature Mf (martensite finish). Kurva pendinginan menunjukan pendinginan
kontinyu dengan laju pendinginan yang lambat dari temperature 800 C hingga 300
C. pendinginan lambat ini menyebabkan fasa austenite terdekomposisi menjadi
dua fasa yaitu ferit dan pearlit
Diagram Fe3C, diagram ini menunjukan hubungan antara temperature dimana
terjadi perubahan fasa selama prose pendinginan lambat dan pemanasan lambat
dengan kandungan karbon. Kandungan karbon yang terkandung mencapai 6.67%
hingga terbentuk struktur mikro yang dinamakan cementit Fe3C (garis vertikal
paling kanan). Sifat cementite adalah sangat keras juga getas. Pada sisi kiri
23
diagram dapat dilihat bahwasanya disitu adalah titik karbon paling rendah. Pada
suhu ruangan terbentuklah struktur yang dinamakan Ferit, untuk baja karbon
dengan kadar 0.83% struktur mikro yang terbentuk adalah Perlit.
Proses pendinginan juga sangat berpengaruh pada kekerasan serta ketahanan
material baja. Maka dari itu kita harus memahami proses pendinginan itu sendiri,
proses pendinginan dibagi menjadi beberapa macam yaitu quenching,
normalizing, dan annealing. Quenching sendiri adalah proses pendinginan yang
menggunakan media pendinginan berupa air dan oli, air dan oli itu memiliki
perbedaan kelajuan pendinginan. Untuk proses annealing sendiri, ialah proses
pendinginan yang mendiamkan material didalam tungku dengan tujuan
memindahkan tekanan internal penuh sebagai hasil proses pendinginan. Untuk
normalizing adalah proses pendinginan yang membiarkan material di udara
terbuka. Sebelum didiamkan material harus mencapai suhu yang ditentukan agar
bisa melalui proses normalizing. Untuk proses pendinginan sendiri bukanlah hal
sepele, karena salah sedikit akan menyebabkan berbagai kemungkinan, seperti
hancurnya permukaan material atau bahkan rusaknya material tersebut
Proses pendinginan sendiri dilakukan dengan du acara yaitu dengan
pendinginan lambat dan juga pendinginan cepat. Untuk pendinginan lambat
biasanya dilakukan dengan mendiamkan material didalam tungku atau
didinginkan dengan udara (suhu ruang). Untuk pendinginan cepat sendiri
dilakukan dengan cara mencelupkan pada media pendinginan berupa air dan oli.
24
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
25
6.2 Saran
Dari penelitian yang sudah dilakukan didapatkan saran agar pada penelitian
selanjutnya akan menjadi lebih baik.
1. Proses holding time yang bervariatf
2. Menggunakan media quenching yang lain
3. Dilakukan dengan material yang lain
26
DAFTAR PUSTAKA
Haryadi, G. D., 2006. Rotasi. PENGARUH SUHU TEMPERING
TERHADAP KEKERASAN, KEKUATAN TARIK DAN STRUKTUR
MIKRO PADA BAJA K-460, p. 8.
Zamroji, M., 2018. Analisa pengaruh heat treatment (hardening)
terhadap sifat mekanik dan struktur mikro besi cor nodular, p. 18.
Prabowo, B., 2018. PENELITIAN MANDIRI UNIVERSITAS BANDAR
LAMPUNG. ANALISA KEULETAN BAJA KARBON RENDAH
SETELAH DILAKUKAN PERLAKUAN PANAS AUSTEMPERING.
Pamungkas, A. S., 2022. Journal of Metallurgical. PENGARUH
TEMPERATUR DAN HOLDING TIME DALAM PROSES TEMPERING
TERHADAP SIFAT MEKANIK PIPA LOW CARBON STEEL LOW
ALLOY GRADE.
Bangsawan, I., 2012. Pengaruh Variasi Temperatur Dan Holding Time
Dengan Media Quenching Oli Mesran Sae 40 Terhadap Struktur Mikro
Dan Kekerasan Baja Assab 760. Jurnal Nosel, 2012 .
I Saefuloh, H. H. A. Z., 2018. Pengaruh Proses Quenching Dan
Tempering Terhadap Sifat Mekanik Dan Struktur Mikro Baja Karbon
Rendah Dengan Paduan Laterit. Jurnal Teknik Mesin.
SANTOSO, M., 2021. PENGARUH TEMPERING PADA
TEMPERATUR 500 C DENGAN HOLDING TIME 1 JAM
TERHADAP PROPERTI MATERIAL WHITE CAST IRON. Jurnal
Itenas.
S Sunardi, M. F., 2016. Pengaruh Variasi Suhu pada Proses Self
Tempering dan Variasi Waktu Tahan pada Proses Tempering Terhadap
Sifat Mekanis Baja AISI 4140. VANOS Journal of Mechanical Engineer.
Murtiono, A., 2012. Pengaruh quenching dan tempering terhadap
kekerasan dan kekuatan tarik serta struktur mikro baja karbon sedang
untuk mata pisau pemanen sawit. e-Dinamis.
Saktisahdan, T., 2019. PENGARUH PROSES HEAT TREATMENT
TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO BAJA KARBON
RENDAH. Jurnal Laminar,.
27
LAMPIRAN
28